• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas sperma yang digunakan untuk inseminasi buatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kualitas Sperma Ayam Jantan untuk Inseminasi Buatan*

Peubah Pejantan

I II III IV V VI VII Rataan

Volume/ ejakulat 0,1 0,3 0,5 0,1 0,2 0,2 0,4 0,26 pH 9,0 7,5 7,2 8,0 8,0 7,8 7,4 7,8 Motilitas (%) 75,0 80,0 85,0 75,0 75,0 80 85 79,2 Konsentrasi (milyar/cc) 2,7 1,6 2,9 1,8 2,0 2,2 2,4 2,5

Konsistensi sedang kental kental sedang kental kental kental

* Analisa sperma dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak, Unit Rehabilitasi Reproduksi Satwa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (2004).

Pejantan yang dievaluasi semennya berjumlah delapan ekor. Satu dari delapan pejantan tidak memperlihatkan kualitas sperma yang baik (konsentrasi dan motilitas bernilai nol) sehingga tidak digunakan untuk inseminasi buatan. Volume semen rata-rata yang didapat adalah 0,26 cc sesuai dengan penelitian Utami (1995) yaitu berkisar antara 0,2-0,4 cc. Derajat keasaman (pH) rata-rata semen ayam yang dianalisa adalah 7,8. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Abdillah (1996) yang melaporkan bahwa derajat keasaman (pH) pada semen ayam lokal adalah 7,36 dengan kisaran antara 7,0-7,4; 7,2-7,4 (Utami 1995) dan 7,2-7,4 (Garner dan Hafez, 1987).

Konsentrasi sperma yang didapat adalah 2,5 milyar/cc sesuai dengan laporan Sastrodihardjo et al . (1995), yaitu berkisar antara 2,5-3,5 milyar sel/ml. Volume semen akan sangat tergantung pada banyak faktor antara lain: individu, jenis bangsa, umur, pakan dan frekuensi penampungan. Motilitas yang didapat adalah 79,2%, motilitas rata-rata yang baik untuk sperma ayam adalah lebih dari 80% (Supriatna, 2000). Secara umum kualitas semen untuk inseminasi buatan adalah sesuai yang dianjurkan. Pejantan yang digunakan untuk inseminasi buatan dapat dilihat pada Gambar 3 dan teknik pengambilan semen dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Ayam Pejantan untuk Inseminasi Buatan

Gambar 4. Teknik Pengambilan Semen dengan Metode Pengurutan (masase)

Pengaruh Pemberian Mineral Zn dan Enzim Fitase terhadap Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur dan Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu

Pengaruh penambahan mineral Zn atau enzim fitase dalam ransum terhadap fertilitas telur, daya tetas telur dan pertumbuhan bobot badan anak ayam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur dan Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu

Peubah Perlakuan P01) P1 P2 P3 P4 Fertilitas telur (%) 62,30a±2) 5,84 55,65a± 4,90 71,31b± 6,97 74,89b± 3,28 58,93a± 7,65 Daya tetas telur (%) 90,29±

1,58 84,66± 3,02 81,56± 5,00 84,26± 4,51 84,37± 13,70 BB anak ayam (g/ekor/2minggu) 41,9± 0,14 41,6± 1,73 40,7 ± 0,29 42,3 ± 1,90 42,4± 0,32

Keterangan: :1) P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

2) superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Fertilitas Telur

Pada Tabel 3. terlihat bahwa perlakuan penambahan 300 unit fitase/kg ransum (P3) dan 252 mg ZnO/kg ransum (P2) menghasilkan rataan fertilitas yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan penambahan 400 unit fitase/kg ransum (P4) dan 567 mg ZnO/kg ransum (P1) tidak menghasilkan fertilitas yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 252 mg ZnO/kg ransum dan 300 unit fitase/kg ransum memberikan ketersedian mineral Zn yang optimum untuk proses fertilisasi. Zn yang tersedia akan dimanfaatkan oleh ayam betina sebagai komponen utama dari enzim alkalin fosfatase di sel tekha interna dari folikel ovarium, yang bekerja atau berperan dalam berbagai fungsi dan perkembangan ovum; termasuk proses fertilisasi ovum, seperti yang dibuktikan oleh Chapeau et al. (1996).

Perlakuan penambahan 400 unit fitase/kg ransum (P4) dan 567 mg ZnO/kg ransum (P1) menghasilkan fertilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Kemungkinan hal ini disebabkan penambahan ZnO 567 mg/ kg ransum dan enzim fitase 400 unit/kg ransum menghasilkan ketersedian mineral Zn yang melebihi jumlah yang dibutuhkan. Fertilitas telur yang diperoleh dari semua perlakuan selama penelitian cukup rendah yaitu kurang dari 80%, hal ini diakibatkan rendahnya daya fertilitas dan motilitas sperma dari pejantan yang digunakan. Ciri –ciri telur fertil dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. (a) Telur Infertil dan (b)Telur Fertil

Daya Tetas Telur

Daya tetas telur selama penelitian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara semua perlakuan dan kontrol. Perlakuan penambahan enzim fitase maupun mineral Zn belum mampu meningkatkan daya tetas telur, Rataan daya tetas yang paling tinggi terlihat pada ayam kontrol (P0) yaitu sebesar 90,29%. Rataan daya tetas telur ayam dari semua perlakuan menunjukkan hasil yang cukup tinggi yaitu diatas 80%, sesuai dengan pernyataan Hafez (1968) bahwa daya tetas telur unggas mencapai 80 % dari telur fertil.

Daya tetas yang cukup tinggi terutama pada perlakuan kontrol ini disebabkan karena semua ransum perlakuan tidak mengalami defisiensi Zn. Kadar mineral Zn dalam ransum dari semua perlakuan adalah lebih dari 49 mg/kg ransum, lebih tinggi dari rekomendari NRC (1994) yang menyatakan bahwa kebutuhan mineral Zn untuk ayam petelur yaitu sekitar 35,45 mg/ kg ransum (35,45 ppm). Menurut Leeson dan Summers (1997) kandungan Zn dalam telur normal (60 gram tanpa kerabang) adalah

± 1 ppm. Menurut Wahju (1997) ransum yang kekurangan Zn akan mengalami penurunan produksi dan daya tetas telur. Data kandungan mineral telur dapat dilihat pada Tabel 4. Kandungan mineral Zn dalam 60 gram telur tanpa kerabang berkisar antara 0,647- 0,747 mg yang setara dengan 10,783-12,45 ppm.

Tabel 4. Kandungan Mineral Telur Perlakuan dalam 60 gram Telur Tanpa Kerabang Mineral1) Perlakuan P02) P1 P2 P3 P4 Ca (mg) 82,230 74,154 78,336 79,794 75,270 Mg (mg) 6,653 6,668 7,056 6,538 7,252 P (mg) 0,006 0,005 0,007 0,006 0,007 Mn (mg) 0,077 0,041 0,039 0,028 0,056 Zn (mg) 0,747 0,647 0,761 0,721 0,729

Keterangan : 1) Hasil analisis mineral di Laboratorium Terpadu IPB (2003).

2) P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu

Suplementasi 567 mg ZnO/kg ransum dan 252 mg ZnO/kg ransum atau 300 unit fitase/kg ransum dan 400 unit/kg pada ransum induk petelur tidak nyata mempengaruhi bobot badan pada anak ayam umur 2 minggu. Perlakuan penambahan ZnO (P1 dan P2) menghasilkan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan kontrol sedangkan perlakuan penambahan enzim fitase (P3 dan P4) memberikan hasil bobot badan yang lebih tinggi dari kontrol. Bobot badan tertinggi dicapai oleh perlakuan induk yang diberi penambahan 400 unit fitase/kg ransum (P4). Bobot badan yang tidak berbeda nyata ini disebabkan karena pada semua ransum perlakuan, ketersedian Zn dalam ransum petelur masih dalam jumlah yang cukup, sehingga telur yang dihasilkan tidak defisien mineral Zn. Anak ayam yang menetas dari telur yang tidak defisien mineral Zn tidak mengalami gangguan pertambahan bobot badan. Menurut Scott et al. (1982), defisiensi Zn pada anak ayam akan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat, pemendekan dan penebalan tulang kaki, buruknya pertumbuhan bulu dan menurunnya efisiensi penggunaan ransum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan anak ayam hasil persilangan ayam petelur Isa Brown dan pejantan ayam kampung memberikan bobot badan pada umur 2 minggu berkisar antara 40,7-42,4 g/ekor. Pola Bobot Badan anak ayam hasil persilangan ini cenderung mengikuti bobot badan ayam kampung. Bobot badan rata-rata anak ayam umur dua minggu untuk ayam kampung adalah 47,7± 4,00 gram (Moniharapon, 1997), sedangkan untuk ayam petelur adalah

100 gram (Jahja, 1995). Bobot badan rata-rata anak ayam umur dua minggu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot Badan Anak Ayam Umur Dua Minggu

Perlakuan Ulangan 1 2 3 Rata-rata --- (g/ekor) --- P0 41,94 41,93 41,69 41,9 P1 43,17 39,74 41,90 41,6 P2 40,49 41,01 40,53 40,7 P3 42,06 40,51 44,30 42,3 P4 42,24 42,78 42,21 42,4

P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

Pengaruh Pemberian Mineral Zn dan Enzim Fitase terhadap Pertumbuhan Bulu Sayap

Pengaruh penambahan mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum terhadap pertumbuhan bulu sayap anak ayam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Skor Rataan Pertumbuhan Bulu Sayap Anak Ayam Umur 2 Minggu

Peubah Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4

Pertumbuhan Bulu Sayap 0,76 0,51 0,62 0,71 0,30

P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

Pengukuran pertumbuhan bulu sayap dilakukan pada anak ayam umur 2 minggu. Pemberian skor pertumbuhan bulu sayap menggunakan indeks dengan kisaran angka dari 0 (bulu sayap normal) sampai dengan 5 (bulu sayap sangat abnormal; sayap patah). Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa pertumbuhan bulu sayap yang terbaik adalah pada perlakuan penambahan enzim fitase sebanyak 400 unit/kg ransum (P4 ) yaitu dengan nilai indeks 0,30. Penambahan enzim fitase sebesar 400 Unit/kg ransum (P4) diperkirakan lebih efektif memecah asam fitat, sehingga ketersedian mineral Zn dalam ransum lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Mineral Zn sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan bulu sayap.

Anak ayam yang menetas dari induk ayam yang mengalami defisiensi mineral Zn akan mengalami gangguan pertumbuhan bulu sayap. Suplementasi mineral Zn pada ransum induk akan mampu mengatasi gangguan pertumbuhan bulu sayap pada anak ayam, seperti dibuktikan oleh Piliang et al.(1982), bahwa suplementasi ZnCO3 sebesar 200 mg/kg ransum (200 ppm) pada ransum induk petelur mampu meningkatkan indeks pertumbuhan bulu sayap anak ayam dari kisaran indeks 2-3 menjadi 0,32 dan 0,38. Indeks rataan pertumbuhan bulu sayap pada Tabel 6 untuk semua perlakuan adalah masih dalam kisaran normal yaitu dibawah 1. Hal ini membuktikan bahwa semua ransum perlakuan pada induk ayam petelur tidak memperlihatkan adanya suatu gejala kekurangan Zn. Ciri-ciri bulu pertumbuhan bulu sayap yang normal dan patah dapat dilihat pada Gambar 6.

a

b

Gambar 6. (a) Pertumbuhan Bulu Sayap Normal (b) Bulu Sayap Berbelit Beberapa Patah (Sunde, 1972)

Dokumen terkait