• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suplementasi Mineral Zn dan Enzim Fitase Dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Pertumbuhan Anak Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suplementasi Mineral Zn dan Enzim Fitase Dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Pertumbuhan Anak Ayam"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

SUPLEMENTASI MINERAL ZN DAN

ENZIM FITASE

DALAM

RANSUM AYAM PETELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA

TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK AYAM

S K R I P S I

ZULKIFLI

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Zulkifli. D02400048. Fertilitas, Suplementasi Mineral Zn dan Enzim Fitase

dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Pertumbuhan Anak Ayam. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, MSc. Pembimbing Anggota : Ir. Sumiati, MS.

Mineral dibutuhkan oleh ternak dalam jumlah yang sangat kecil, namun bila kekurangan akan terjadi pengaruh yang kurang baik terhadap ternak tersebut. Salah satu mineral yang dibutuhkan oleh ayam petelur adalah Zn. Mineral Zn sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio, daya tetas dan pertumbuhan bulu anak ayam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum ayam petelur terhadap daya tetas telur dan pertumbuhan anak ayam yang ditetaskan. Peubah yang diamati adalah fertilitas telur (%), daya tetas (%), bobot badan umur 2 minggu (g/ekor) serta petumbuhan bulu sayap (indeks 0-5).

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2003 sampai Maret 2004, menggunakan ayam petelur umur 34 minggu (8,5 bulan) sebanyak 45 ekor dan 8 ekor pejantan yang digunakan untuk inseminasi buatan. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari P0 = ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO atau enzim fitase), P1 = P0 + 567 mg ZnO/ kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/ kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4 = P0 + 400 unit fitase/kg ransum. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penetasan telur dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak unit ternak ayam Ciawi, Bogor.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dan tiga ulangan. Data yang didapat dianalisa menggunakan sidik ragam (analysis of variance/ ANOVA). Jika hasil yang didapat berbeda nyata maka diteruskan dengan uji kontras ortogonal untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie,1993).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 300 unit fitase/kg ransum dan penambahan ZnO sebesar 252 mg/kg ransum sangat nyata (p <0,05) meningkatkan fertilitas telur. Suplementasi 400 unit fitase/kg ransum menghasilkan pertumbuhan bulu sayap anak ayam terbaik, sebaliknya ransum kontrol menunjukkan pertumbuhan bulu sayap yang paling jelek. Semua perlakuan memberikan hasil yang tidak nyata terhadap daya tetas telur dan petambahan bobot anak ayam.

(3)

ABSTRACT

The Effect of Zn and Phytase Enzyme Supplementations In Layer Diets On Fertility, Hatchability and Chicks’ Weight Gain.

Zulkifli, W.G. Piliang, Sumiati

Minerals are needed by animals in very small amounts, but if they are deficient it will cause bad effects for animals. Zinc is one of the minerals needed by laying hens. Zn is very important for the growth of an embrio, egg fertility, egg hatchability and chicks’ feathers development. The objectives of this research were to study the effects of Zn and phytase enzyme supplementations in the diet on the egg fertility (%), egg hatchability(%), chicks’ wing feathers development and chicks’ weight at 2 weeks old. The research was conducted at the Faculty of Animal Science, The Bogor Agricultural University from December 2003 till March 2004. In this research 45 laying hens started at 34 weeks old were used as experimental animals. Eight roosters were used for the purpose of artificial insemination. The diets consisted of: P0 = control diet (without ZnO or phytase enzyme), P1 = P0 + 567 mg ZnO/ kg diet, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg diet, P3 = P0 + 300 unit phytase/kg diet, P4 = P0+ 400 unit phytase/kg diet.The experimental design used was a Completely Randomized Design with five treatments and three replicates. Each replicate consisted of three laying hens. Any significant results were further analyzed by orthogonal contrast test (Steel and Torrie, 1993). The results showed that the supplementation of 300 unit phytase/kg diet and 252 mg ZnO/kg diet significantly increased (P <0.05) the egg fertility. The supplementation of 400 unit phytase/kg diet gave the best feathers’ wing development, on the contrary the control diet gave the worst feathers’ wing development. All treatment diets gave no significant results on egg hatchability and the chicks’ weight.

(4)

SUPLEMENTASI MINERAL ZN DAN

ENZIM FITASE

DALAM

RANSUM AYAM PETELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA

TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK AYAM

ZULKIFLI D02400048

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

SUPLEMENTASI MINERAL ZN DAN

ENZIM FITASE

DALAM

RANSUM AYAM PETELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA

TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK AYAM

Oleh

ZULKIFLI D02400048

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr.Ir. Wiranda G. Piliang, MSc. Dr. Ir. Sumiati, MSc. NIP. 130 367 098 NIP. 131 624 182

Mengetahui,

Dekan Fakultas Peternakan

(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul ” Suplementasi Mineral Zn dan Enzim Fitase dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Pertumbuhan Anak Ayam “ merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian selama empat bulan. Tahap persiapan sebelum penelitian adalah melakukan persiapan kandang, wadah tempat pakan dan minum dibuat dari bambu agar terhindar dari kontaminasi logam yang tidak diinginkan. Formulasi ransum yang telah disusun kemudian diproses di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Institut Pertanian Bogor. Tahap selanjutnya data yang diperoleh kemudian diolah dengan sidik ragam dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Kontras Orthogonal.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai pentingnya ketersediaan mineral Zn pada ransum ayam petelur dan cara mengatasi rendahnya ketersediaan mineral Zn dengan jalan menambahkan ZnO secara langsung maupun dengan menambahkan enzim fitase.

Bogor, September 2005

(8)

DAFTAR ISI

Pengaruh Perlakuan terhadap Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur, Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu ... 17

(9)

Daya Tetas Telur ... 19

Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu ... 20

Pengaruh Pemberian Mineral Zn dan Enzim Fitase terhadap Pertumbuhan Bulu Sayap ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

UCAPAN TERIMAKASIH ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian ... 12 2. Kualitas Sperma Ayam Jantan untuk Inseminasi Buatan ... 16 3. Rataan Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur dan Bobot Badan

Anak Ayam Umur 2 Minggu ... 18 4. Kandungan Mineral Telur Perlakuan dalam 60 gram Telur

Tanpa Kerabang ... 20 5. Bobot Badan Anak Ayam Umur Dua Minggu ... 21 6. Skor Rataan Pertumbuhan Bulu Sayap Anak Ayam Umur

(11)

SUPLEMENTASI MINERAL ZN DAN

ENZIM FITASE

DALAM

RANSUM AYAM PETELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA

TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK AYAM

S K R I P S I

ZULKIFLI

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

RINGKASAN

Zulkifli. D02400048. Fertilitas, Suplementasi Mineral Zn dan Enzim Fitase

dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Pertumbuhan Anak Ayam. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, MSc. Pembimbing Anggota : Ir. Sumiati, MS.

Mineral dibutuhkan oleh ternak dalam jumlah yang sangat kecil, namun bila kekurangan akan terjadi pengaruh yang kurang baik terhadap ternak tersebut. Salah satu mineral yang dibutuhkan oleh ayam petelur adalah Zn. Mineral Zn sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan embrio, daya tetas dan pertumbuhan bulu anak ayam.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum ayam petelur terhadap daya tetas telur dan pertumbuhan anak ayam yang ditetaskan. Peubah yang diamati adalah fertilitas telur (%), daya tetas (%), bobot badan umur 2 minggu (g/ekor) serta petumbuhan bulu sayap (indeks 0-5).

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2003 sampai Maret 2004, menggunakan ayam petelur umur 34 minggu (8,5 bulan) sebanyak 45 ekor dan 8 ekor pejantan yang digunakan untuk inseminasi buatan. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari P0 = ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO atau enzim fitase), P1 = P0 + 567 mg ZnO/ kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/ kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4 = P0 + 400 unit fitase/kg ransum. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penetasan telur dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak unit ternak ayam Ciawi, Bogor.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan dan tiga ulangan. Data yang didapat dianalisa menggunakan sidik ragam (analysis of variance/ ANOVA). Jika hasil yang didapat berbeda nyata maka diteruskan dengan uji kontras ortogonal untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie,1993).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 300 unit fitase/kg ransum dan penambahan ZnO sebesar 252 mg/kg ransum sangat nyata (p <0,05) meningkatkan fertilitas telur. Suplementasi 400 unit fitase/kg ransum menghasilkan pertumbuhan bulu sayap anak ayam terbaik, sebaliknya ransum kontrol menunjukkan pertumbuhan bulu sayap yang paling jelek. Semua perlakuan memberikan hasil yang tidak nyata terhadap daya tetas telur dan petambahan bobot anak ayam.

(13)

ABSTRACT

The Effect of Zn and Phytase Enzyme Supplementations In Layer Diets On Fertility, Hatchability and Chicks’ Weight Gain.

Zulkifli, W.G. Piliang, Sumiati

Minerals are needed by animals in very small amounts, but if they are deficient it will cause bad effects for animals. Zinc is one of the minerals needed by laying hens. Zn is very important for the growth of an embrio, egg fertility, egg hatchability and chicks’ feathers development. The objectives of this research were to study the effects of Zn and phytase enzyme supplementations in the diet on the egg fertility (%), egg hatchability(%), chicks’ wing feathers development and chicks’ weight at 2 weeks old. The research was conducted at the Faculty of Animal Science, The Bogor Agricultural University from December 2003 till March 2004. In this research 45 laying hens started at 34 weeks old were used as experimental animals. Eight roosters were used for the purpose of artificial insemination. The diets consisted of: P0 = control diet (without ZnO or phytase enzyme), P1 = P0 + 567 mg ZnO/ kg diet, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg diet, P3 = P0 + 300 unit phytase/kg diet, P4 = P0+ 400 unit phytase/kg diet.The experimental design used was a Completely Randomized Design with five treatments and three replicates. Each replicate consisted of three laying hens. Any significant results were further analyzed by orthogonal contrast test (Steel and Torrie, 1993). The results showed that the supplementation of 300 unit phytase/kg diet and 252 mg ZnO/kg diet significantly increased (P <0.05) the egg fertility. The supplementation of 400 unit phytase/kg diet gave the best feathers’ wing development, on the contrary the control diet gave the worst feathers’ wing development. All treatment diets gave no significant results on egg hatchability and the chicks’ weight.

(14)

SUPLEMENTASI MINERAL ZN DAN

ENZIM FITASE

DALAM

RANSUM AYAM PETELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA

TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK AYAM

ZULKIFLI D02400048

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

(15)

SUPLEMENTASI MINERAL ZN DAN

ENZIM FITASE

DALAM

RANSUM AYAM PETELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA

TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK AYAM

Oleh

ZULKIFLI D02400048

Skripsi ini telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 21 September 2005

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr.Ir. Wiranda G. Piliang, MSc. Dr. Ir. Sumiati, MSc. NIP. 130 367 098 NIP. 131 624 182

Mengetahui,

Dekan Fakultas Peternakan

(16)

RIWAYAT HIDUP

(17)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul ” Suplementasi Mineral Zn dan Enzim Fitase dalam Ransum Ayam Petelur Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Pertumbuhan Anak Ayam “ merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian selama empat bulan. Tahap persiapan sebelum penelitian adalah melakukan persiapan kandang, wadah tempat pakan dan minum dibuat dari bambu agar terhindar dari kontaminasi logam yang tidak diinginkan. Formulasi ransum yang telah disusun kemudian diproses di Laboratorium Industri Makanan Ternak, Institut Pertanian Bogor. Tahap selanjutnya data yang diperoleh kemudian diolah dengan sidik ragam dan jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Kontras Orthogonal.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak mengenai pentingnya ketersediaan mineral Zn pada ransum ayam petelur dan cara mengatasi rendahnya ketersediaan mineral Zn dengan jalan menambahkan ZnO secara langsung maupun dengan menambahkan enzim fitase.

Bogor, September 2005

(18)

DAFTAR ISI

Pengaruh Perlakuan terhadap Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur, Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu ... 17

(19)

Daya Tetas Telur ... 19

Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu ... 20

Pengaruh Pemberian Mineral Zn dan Enzim Fitase terhadap Pertumbuhan Bulu Sayap ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

Kesimpulan ... 23

Saran ... 23

UCAPAN TERIMAKASIH ... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 25

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian ... 12 2. Kualitas Sperma Ayam Jantan untuk Inseminasi Buatan ... 16 3. Rataan Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur dan Bobot Badan

Anak Ayam Umur 2 Minggu ... 18 4. Kandungan Mineral Telur Perlakuan dalam 60 gram Telur

Tanpa Kerabang ... 20 5. Bobot Badan Anak Ayam Umur Dua Minggu ... 21 6. Skor Rataan Pertumbuhan Bulu Sayap Anak Ayam Umur

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Reaksi Asam Fitat dengan Mineral Zn (Scott et al., 1982). ... 6 2. Alat Untuk Inseminasi Buatan ... 11 3. Ayam Pejantan untuk Inseminasi Buatan ... 17 4. Teknik Pengambilan Semen dengan Metode Pengurutan

(masase) ... 17 5. (a) Telur Infertil dan (b)Telur Fertil ... 19 6. (a) Pertumbuhan Bulu Sayap Normal (b) Bulu Sayap Berbelit

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak sangat membutuhkan mineral dalam jumlah yang relatif sedikit namun sangat esensial dalam memenuhi kebutuhan ternak terutama pada berbagai proses metabolisme di dalam tubuh, salah satunya adalah Zn. Mineral Zn mempunyai berbagai fungsi di dalam tubuh ternak antara lain mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, pembentukan tulang dan darah, metabolisme asam nukleat, protein dan karbohidrat. Pada proses-proses tersebut mineral Zn berperan sebagai komponen esensial atau aktivator enzim, oleh karena itu Zn termasuk sebagai komponen utama metalloenzim (Scott et al., 1982). Ransum yang defisien mineral Zn akan menyebabkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan bulu yang jelek serta penurunan produksi dan daya tetas telur (Wahju, 1997). Karena besar pengaruhnya terhadap proses reproduksi, maka mineral Zn harus diperhatikan ketersediaannya dalam ransum terutama pada peternakan yang mengusahakan pembibitan atau penetasan.

(24)

Penggunaan fitase dari mikroba dapat memecahkan/ melepaskan sejumlah fitat dari ransum ayam. Keuntungan maksimum dari penggunanaan fitase yaitu dapat meningkatkan ketersediaan beberapa kandungan nutrisi seperti energi, asam amino, P tersedia, kalsium, Zn dan beberapa mineral lain. Penggunaan fitase dalam ransum dapat menghemat biaya pakan sekitar US$ 5-10 per-ton ransum (Creswell, 2004).

Tujuan

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Mineral Zn

Mineral Zn merupakan unsur kimia yang termasuk dalam golongan logam transisi, mempunyai 2 elektron valensi, memiliki bobot atom 65,38 dan bernomor atom 30. Zn merupakan mikromineral yang tersebar dalam jaringan hewan ataupun manusia dan terlibat dalam fungsi berbagai enzim yang mempercepat reaksi metabolisme tubuh (Linder, 1992).

Leeson dan Summers (2001) menyatakan bahwa Zn merupakan mineral yang banyak ditemukan pada kulit dan bulu unggas serta berperan sebagai metaloenzim karbonik anhidrase dan alkalin fosfatase yang mempercepat reaksi enzim dalam tubuh unggas. Mineral Zn yang terkandung dalam organ bulu sebanyak 30 ppm, sehingga Zn yang diberikan dalam ransum harus lebih tinggi.

Menurut Yasin (1998), mineral Zn dibutuhkan oleh unggas dalam jumlah yang sedikit. Jumlah mineral Zn terbanyak terdapat dalam jaringan-jaringan epidermal (kulit bulu) dan dalam jumlah sedikit terdapat dalam tulang, otot, darah dan berbagai organ tubuh lainnya. Pada anak ayam, gejala kekurangan mineral Zn termasuk pertumbuhan terganggu, perpendekan dan penebalan tulang kaki, serta pembesaran kulit siku, kulit bersisik, terutama kulit pada kaki, efisiensi penggunaan ransum menurun, kehilangan nafsu makan dan dalam keadaan parah menyebabkan mortalitas tinggi. Kebutuhan mineral Zn untuk ayam petelur cukup tinggi yaitu sekitar 35,45 mg/kg ransum (35,45 ppm) (NRC, 1994).

(26)

makanan, kehilangan nafsu makan dan dalam keadaan parah mortalitas tinggi (Yasin, 1998).

Pond et al. (1995) menyatakan bahwa gejala atau tanda-tanda yang paling sering terlihat jika ternak kekurangan mineral Zn adalah terhambatnya pertumbuhan, anoreksia (kehilangan nafsu makan), penebalan atau hiperkeratinisasi pada sel-sel epitel. Kekurangan Zn pada babi menyebabkan parakeratosis, pada tikus terlihat adanya pengeroposan dan pelunakan pada gigi serta kerontokan lapisan pelindung rambut bahkan alopecia (kehilangan rambut), pada domba menunjukkan adanya perubahan abnormal pada wool dan tanduk; buruknya pertumbuhan bulu sayap dan dermatitis sering terjadi pada unggas.

Mineral Zn sangat dibutuhkan sebagai ko-faktor untuk berbagai macam enzim seperti carbonic anhydrase, alkohol dehydrogenase, alkaline phosphatase dan beberapa enzim pankreas. Zn dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam tulang. Penyerapan mineral Zn, seperti halnya mineral lain terjadi di saluran pencernaan, penyerapan akan berkurang jika terdapat asam fitat, karena akan terbentuk komplek fitat dengan Zn. Defisiensi Zn dalam ternak dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, terjadi penebalan dan hyperkeratosis pada kulit dan esophagial ephitelum, hilangnya rambut/bulu, pembengkakan testis, hypoplasia pada kelenjar asesoris, kegagalan reproduksi dan teratogenesis (Baker et al., 1990).

Fitat dan Enzim Fitase

Asam fitat (myo-inositol 1,2,3,4,5,6-hexakis phospate) merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak dijumpai pada biji-bijian (Reddy et al., 1982). Asam fitat mengikat mineral bervalensi 2 seperti Ca, Fe, Zn, Mn dan asam amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produksi telur (Rahayu, 2001).

(27)

Ca, Fe. Asam fitat pada pH = 7,4 akan membuat komplek dengan mineral Cu, Zn, Co, Mn, Fe dan Ca (Piliang, 2002) .

Pada beberapa serealia (biji-bijian), sekitar dua per-tiga dari total fosfor, berada dalam bentuk phytin-fosfor. Seperti halnya fosfor, kation bervalensi 2 yang lain seperti Ca, Mg, Fe dan Zn serta protein/ asam amino juga dapat diikat oleh asam fitat (BASF, 2001). Asam fitat didalam pakan mempunyai kemampuan untuk bergabung dengan mineral bervalensi dua membuat ion mineral secara metabolik tidak tersedia untuk ternak dan menyebabkan terjadinya defisiensi, pada ayam biasanya terjadi defisiensi Zn (Soetadiwiarna, 1991).

Akhir-akhir ini enzim banyak digunakan pada makanan ternak. Enzim umumnya mengkatalis suatu reaksi kimia yang mengarah pada penguraian suatu bahan makanan pada saluran pencernaan. Nama dari suatu enzim biasanya terdiri atas nama substrat yang dipengaruhi kemudian ditambah akhiran –ase, misalnya fitase adalah enzim yang memecah ikatan fitat. Fitase terdapat pada bermacam tanaman seperti barley, gandum dan rye, juga terdapat pada mikroorganisme tertentu seperti pada mikroba rumen. Aktifitas enzim yang sangat rendah juga dapat terlihat pada saluran pencernaan. Satu unit aktivitas fitase (FTU) didefinisikan sebagai jumlah enzim yang mampu membebaskan fosfor inorganik 1 μmol per menit dari larutan Na-fitat 0,0051 mol/l pada pH 5,5 dan suhu 37oC ( BASF, 2001).

Enzim fitase (myo-inositol hexsaphosphate phosphohydrolase) juga tersebar luas pada tanaman, hewan dan fungi. Enzim fitase bekerja pada inositol hexsaphosphate, kemudian memisahkan inositol dan ortho phosphate, melalui inositol pentaphosphate sebagai produk antaranya. Temperatur optimum untuk aktivitas enzim fitase adalah bervariasi tergantung sumber asalnya, tetapi biasanya berkisar pada suhu 450-600C, pH optimum untuk aktivitas enzim fitase adalah pada kisaran 4,0-7,5 (Reddy et al., 1982). Enzim fitase yang digunakan dalam natuphos adalah berasal dari mikroba Aspergilus niger berjenis enzim 3-fitase yang lebih efektif memecah ikatan mineral dibandingkan enzim 6-fitase, karena enzim 3-fitase mampu dihasilkan terus menerus oleh mikroba, sedangkan enzim 6-fitase dihasilkan oleh tanaman (BASF dan DSM, 2002).

(28)

taraf pemberian 500 unit fitase/ kg ransum meningkatkan kecernaan protein kasar menjadi 81,2% dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 78,1%. Penggunaan enzim fitase meningkatan kandungan AME (Apparent Metabolizable Energy) dari 13,06 Mj/kg pada kelompok kontrol menjadi 13,35 Mj/kg pada suplementasi fitase sebesar 500 unit/kg ransum ransum. Perbaikan optimal terjadi pada tingkat suplementasi fitase sebesar 750 unit/kg ransum yaitu mencapai 13,51 MJ/kg. Suplementasi enzim fitase sebesar 300 unit/kg ransum ayam petelur dapat meningkatkan produksi telur, menurunkan rataan telur yang pecah serta meningkatkan ketersedian P ( Lim et al., 2003).

Struktur asam fitat yang berikatan dengan mineral Zn dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Reaksi Asam Fitat dengan Mineral Zn (Scott et al., 1982)

Semen Ayam dan Inseminasi Buatan

(29)

Derajat keasaman (pH) semen normal unggas berkisar antara 7,2-7,4 (Garner dan Hafez,1987); 7,0-7,4 (Utami, 1995). Menurut Abdillah (1996) derajat keasaman (pH) pada semen ayam lokal adalah 7,36 dengan kisaran antara 7,0-7,5. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis pada semen ayam lokal menunjukkan bahwa volume ejakulat rata-rata 0,27±0,02 ml/ekor dengan konsentrasi 2,96 milyar sel/ml (Abdillah, 1996). Menurut Utami (1995) volume ejakulat bervariasi antara 0,2-0,4 ml/ekor dan konsentrasi berkisar 2,5-3,5 milyar sel/ml (Sastrodihardjo et al.,

1995). Volume semen ayam ras berkisar antara 0,08-0,9 ml dengan kisaran konsentrasi 3,0-8,0 milyar sel/ml semen (Supriatna, 2000).

Inseminasi buatan pada dasarnya mempunyai prosedur dua langkah. Pertama pengumpulan semen jantan dan kedua penempatan semen pada saluaran reproduksi betina. Pada ayam umumnya digunakan teknik pengurutan punggung dan abdomen untuk mendapatkan semen ayam (Bahr dan Bakst dalam Hafez, 1993).

Inseminasi buatan (IB) adalah proses pemasukan atau penyampaian semen kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia, bukan secara alam (Tolihere, 1993). Manfaat dari inseminasi buatan adalah: (1) mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul, (2) menghemat biaya, tenaga pemeliharaan jantan, (3) dapat mencegah penularan penyakit dan (4) dapat dilakukan secara massal. Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan IB diantaranya: tehnik pelaksanaan IB, waktu pelaksanaan IB dan dosis serta interval IB (Supriatna, 2000). Inseminasi buatan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu teknik intrauterine dan

intravagina. Inseminasi buatan dengan teknik intrauterine sangat bermanfaat untuk meningkatkan fertilitas semen yang mempunyai daya hidup spermatozoa yang rendah seperti semen beku. Pada unggas biasanya teknik IB yang dilakukan yaitu dengan intravagina, karena selain meningkatkan fertilitas, pelaksanaannya mudah dan semen biasanya dalam bentuk segar, sehingga motilitasnya masih tinggi.

(30)

Fertilitas Telur

Fertilitas diperoleh setelah terjadinya proses pembuahan yaitu penggabungan antara sperma dan ovum. Fertilitas biasanya dihitung sebagai persentase telur yang memperlihatkan adanya perkembangan embrio tanpa memperhatikan telur tersebut menetas atau tidak dari sejumlah telur yang ditetaskan (Nesheim et al., 1979). Dewasa ini cara yang dilakukan untuk penentuan fertilitas telur adalah dengan peneropongan atau candling (North dan Bell, 1990). Peneropongan telur tetas biasanya dilakukan pada hari ke-4 atau ke-7 dan ke-18, sebelum telur dipindahkan ke

hatcher.

Faktor yang mempengaruhi fertilitas antara lain kualitas sperma, ransum yang digunakan, umur ternak, IB, produksi telur, iklim, cahaya, bangsa, keturunan serta perbandingan jantan dan betina (Sudaryanti, 1985; Supriatna 2000). Fertilitas telur ayam yang di-IB menurut penelitian Bahr dan Bakst dalam Hafez (1993) dapat mencapai 90 %.

Daya Tetas Telur

Daya tetas adalah perbandingan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil dalam satuan persen. Daya tetas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: penyimpanan telur, faktor genetik, suhu dan kelembaban, musim, umur induk, kebersihan telur, ukuran telur, nutrisi dan penyakit (Lubis, 1984) serta perbandingan jantan dan betina (Sudaryanti, 1985).

Kematian embrio tertinggi terjadi pada minggu pertama proses penetasan, atau lima hari pertama dan tiga hari terakhir masa penetasan (Bahr dan Bakst, 1993). Selanjutnya dijelaskan bahwa kegagalan penetasan anak ayam yang ditandai dengan kematian embrio menjelang menetas antara lain disebabkan oleh perbandingan jantan dan betina yang tidak tepat, sirkulasi udara yang kurang baik terutama pada hari ke-20 dan 21 masa pengeraman serta faktor kelembaban yang tidak stabil.

Bobot Badan

(31)
(32)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2003 sampai dengan Maret 2004. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Nutrisi Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa sperma dilakukan di Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi Satwa, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Penetasan telur dilakukan di Laboratorium Penetasan Balai Penelitian Ternak unit ternak ayam Ciawi- Bogor.

Materi

Ternak

Penelitan ini menggunakan 45 ekor ayam petelur jenis ISA Brown berumur 34 minggu yang dipelihara dalam kandang individu kemudian dibagi kedalam 5 perlakuan dan 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 ekor. Ayam petelur diperoleh dari peternakan PT. Hejo Farm Cicurug, Sukabumi.

Pejantan yang digunakan untuk inseminasi buatan adalah ayam kampung sebanyak 8 ekor. Pejantan dipelihara dalam cage secara individu dan tidak mendapat perlakuan ransum yang berbeda.

Ransum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dedak padi, jagung kuning, bungkil kedele, tepung ikan dan premix. Kebutuhan nutrisi adalah berdasarkan National Research Council (NRC, 1994) dengan energi metabolis 2.850 kkal/Kg ransum dan protein 18%. Susunan dan kandungan zat makanan ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Kandang dan Perlengkapan

(33)

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah timbangan digital, kantong plastik tempat ransum, termometer, rak telur, tirai kandang dan ember plastik. Peralatan untuk inseminasi buatan adalah gelas ukur, gelas penampung semen dan alat suntik 1 ml. peralatan yang digunakan untuk inseminasi buatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Alat Untuk Inseminasi Buatan

Obat-obatan dan Vaksin

Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Vitastrong untuk mengatasi stress pada ayam, Neo blue untuk mengobati cacar ayam dan Theraphy

(34)

Tabel 1. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian

Fakultas Peternakan IPB (2003); analisis mineral dilakukan di Laboratorium

Terpadu IPB (2003); Analisis asam fitat bahan pakan dilakukan di Department of

Nutritional Sciences, Howard Uiversity, USA (2003).

2) Kandungan dan Komposisi Premix dapat dilihat pada Lampiran 7.

3) ZnO (mengandung Zn 80 %) produksi PT. INDOLYSAGHT, Jakarta.

4) Enzim fitase Natuphos 5000G (5000 Unit enzim fitase/g) produksi PT. BASF,

(35)

Perlakuan

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah: P0 = ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO atau enzim fitase) P1 = P0 + 567 mg ZnO/kg ransum

P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum P4 = P0 + 400 unit fitase/kg ransum

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Model matematik dari rancangan ini adalah :

Yij = µ+βi +εij Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum ragam (analyses of variance/ANOVA) dan jika data yang dihasilkan berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1993).

Tahapan Pelaksanaan

Sebelum ayam datang, kandang besar dan cage dicuci dan dibersihkan dengan detergen, kemudian cage dipernis agar tidak terdapat kontaminasi logam yang berasal dari cage yang dapat mempengaruhi ransum perlakuan. Tempat pakan dan air minum dibuat dari bambu yang dibelah, kemudian diamplas dan dibersihkan. Fumigasi dilakukan seminggu sebelum ayam datang.

(36)

fisiologis. Semen yang keluar ditampung dalam suatu gelas penampungan. Semen dari masing-masing pejantan digabungkan menjadi satu atau dilakukan pool semen menjadi satu tabung dan kemudian dicampur dengan NaCl fisiologis 0,9 % dengan perbandingan sperma dan pengencer 1 : 4.

Inseminasi Buatan (IB) dilakukan dengan cara teknik intravagina, yaitu semen dideposisikan pada bagian atau daerah vagina. Teknik ini dilakukan dengan cara mengeluarkan vagina dan mendeposisikan semen di daerah vagina dengan kedalaman 4-6 cm (Supriatna, 2000). Dosis IB yang digunakan adalah 0,2 cc/ ekor. Pelaksanaan IB dilakukan setiap hari pada minggu pertama kemudian seterusnya menjadi dua kali setiap minggunya.

Telur yang ditetaskan diambil dari induk yang telah mengalami perlakuan Inseminasi Buatan. Telur-telur dikumpulkan selama satu minggu untuk semua perlakukan dan disimpan pada ruangan yang menggunakan AC. Setiap satu minggu sekali telur dimasukkan dalam mesin tetas secara serempak.

Peubah yang Diukur

Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah: 1. Fertilitas telur (%)

Fertilitas telur dihitung berdasarkan persentase perbandingan jumlah telur yang berhasil dibuahi dibagi jumlah seluruh telur yang di-IB, kemudian dikalikan dengan 100%.

2. Daya tetas telur (%)

Daya tetas telur dihitung dari perbandingan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dibuahi/ fertil kemudian dikalikan dengan 100%.

3. Bobot Badan (g/ekor)

Dihitung dengan cara menimbang bobot badan pada akhir minggu pengamatan.

4. Pertumbuhan bulu sayap

Pertumbuhan bulu sayap diamati pada anak ayam berumur dua minggu dengan menggunakan metode statistika deskriptif yaitu dengan menggunakan skala ordinal atau kisaran angka (Piliang et al., 1982):

(37)

2 = bulu sedikit jarang 3 = bulu jarang

4 = bulu berbelit, beberapa patah 5 = bulu patah-patah

5. Kualitas sperma terdiri atas: a) Motilitas

Adalah daya gerak sperma dinilai segera setelah penampungan semen, umumnya digunakan sebagai ukuran kesanggupan membuahi suatu contoh sperma.

• Gerakan Individual

Dinilai dengan angka penilaian:

0 = sperma mati/ immotil/ tidak bergerak 1 = sperma berputar ditempat

2 = sperma bergerak berayun/ melingkar, 50 % bergerak progresif, tidak ada gelombang

3 = sperma bergerak 50-80% dan menghasilkan gerakan massa

4 = sperma bergerak progresif yang gesit,membentuk gelombang dengan 90% sperma motil

5 = sperma bergerak sangat progresif, gelombang sangat cepat menunjukkan 100 % motil aktif.

b) Konsentrasi sperma (juta sperma/cc)

Dihitung dengan menggunakan kamar hitung Neubauer dengan cara meneteskan sperma 0.5 ml yang telah dicampur larutan NaCl 0.3 ml lalu dikocok selama 2-3 menit menurut pola angka delapan ke dalam kamar hitung Neubauer, kemudian hitung jumlah sperma dari 5 kamar secara diagonal, dengan jumlah kamar 80, maka didapat n (Supriatna, 2000).

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Sperma untuk Inseminasi Buatan

Kualitas sperma yang digunakan untuk inseminasi buatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kualitas Sperma Ayam Jantan untuk Inseminasi Buatan*

Peubah Pejantan

Konsistensi sedang kental kental sedang kental kental kental

* Analisa sperma dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak, Unit Rehabilitasi Reproduksi Satwa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (2004).

Pejantan yang dievaluasi semennya berjumlah delapan ekor. Satu dari delapan pejantan tidak memperlihatkan kualitas sperma yang baik (konsentrasi dan motilitas bernilai nol) sehingga tidak digunakan untuk inseminasi buatan. Volume semen rata-rata yang didapat adalah 0,26 cc sesuai dengan penelitian Utami (1995) yaitu berkisar antara 0,2-0,4 cc. Derajat keasaman (pH) rata-rata semen ayam yang dianalisa adalah 7,8. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Abdillah (1996) yang melaporkan bahwa derajat keasaman (pH) pada semen ayam lokal adalah 7,36 dengan kisaran antara 7,0-7,4; 7,2-7,4 (Utami 1995) dan 7,2-7,4 (Garner dan Hafez, 1987).

(39)

Gambar 3. Ayam Pejantan untuk Inseminasi Buatan

Gambar 4. Teknik Pengambilan Semen dengan Metode Pengurutan (masase)

Pengaruh Pemberian Mineral Zn dan Enzim Fitase terhadap Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur dan Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu

(40)

Tabel 3. Rataan Fertilitas Telur, Daya Tetas Telur dan Bobot Badan Anak

Keterangan: :1) P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

2) superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Fertilitas Telur

Pada Tabel 3. terlihat bahwa perlakuan penambahan 300 unit fitase/kg ransum (P3) dan 252 mg ZnO/kg ransum (P2) menghasilkan rataan fertilitas yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan penambahan 400 unit fitase/kg ransum (P4) dan 567 mg ZnO/kg ransum (P1) tidak menghasilkan fertilitas yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 252 mg ZnO/kg ransum dan 300 unit fitase/kg ransum memberikan ketersedian mineral Zn yang optimum untuk proses fertilisasi. Zn yang tersedia akan dimanfaatkan oleh ayam betina sebagai komponen utama dari enzim alkalin fosfatase di sel tekha interna dari folikel ovarium, yang bekerja atau berperan dalam berbagai fungsi dan perkembangan ovum; termasuk proses fertilisasi ovum, seperti yang dibuktikan oleh Chapeau et al. (1996).

(41)

Gambar 5. (a) Telur Infertil dan (b)Telur Fertil

Daya Tetas Telur

Daya tetas telur selama penelitian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antara semua perlakuan dan kontrol. Perlakuan penambahan enzim fitase maupun mineral Zn belum mampu meningkatkan daya tetas telur, Rataan daya tetas yang paling tinggi terlihat pada ayam kontrol (P0) yaitu sebesar 90,29%. Rataan daya tetas telur ayam dari semua perlakuan menunjukkan hasil yang cukup tinggi yaitu diatas 80%, sesuai dengan pernyataan Hafez (1968) bahwa daya tetas telur unggas mencapai 80 % dari telur fertil.

Daya tetas yang cukup tinggi terutama pada perlakuan kontrol ini disebabkan karena semua ransum perlakuan tidak mengalami defisiensi Zn. Kadar mineral Zn dalam ransum dari semua perlakuan adalah lebih dari 49 mg/kg ransum, lebih tinggi dari rekomendari NRC (1994) yang menyatakan bahwa kebutuhan mineral Zn untuk ayam petelur yaitu sekitar 35,45 mg/ kg ransum (35,45 ppm). Menurut Leeson dan Summers (1997) kandungan Zn dalam telur normal (60 gram tanpa kerabang) adalah

(42)

Tabel 4. Kandungan Mineral Telur Perlakuan dalam 60 gram Telur Tanpa

Keterangan : 1) Hasil analisis mineral di Laboratorium Terpadu IPB (2003).

2) P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu

Suplementasi 567 mg ZnO/kg ransum dan 252 mg ZnO/kg ransum atau 300 unit fitase/kg ransum dan 400 unit/kg pada ransum induk petelur tidak nyata mempengaruhi bobot badan pada anak ayam umur 2 minggu. Perlakuan penambahan ZnO (P1 dan P2) menghasilkan bobot badan yang lebih rendah dibandingkan kontrol sedangkan perlakuan penambahan enzim fitase (P3 dan P4) memberikan hasil bobot badan yang lebih tinggi dari kontrol. Bobot badan tertinggi dicapai oleh perlakuan induk yang diberi penambahan 400 unit fitase/kg ransum (P4). Bobot badan yang tidak berbeda nyata ini disebabkan karena pada semua ransum perlakuan, ketersedian Zn dalam ransum petelur masih dalam jumlah yang cukup, sehingga telur yang dihasilkan tidak defisien mineral Zn. Anak ayam yang menetas dari telur yang tidak defisien mineral Zn tidak mengalami gangguan pertambahan bobot badan. Menurut Scott et al. (1982), defisiensi Zn pada anak ayam akan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat, pemendekan dan penebalan tulang kaki, buruknya pertumbuhan bulu dan menurunnya efisiensi penggunaan ransum.

(43)

100 gram (Jahja, 1995). Bobot badan rata-rata anak ayam umur dua minggu dapat

P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

Pengaruh Pemberian Mineral Zn dan Enzim Fitase terhadap Pertumbuhan Bulu Sayap

Pengaruh penambahan mineral Zn dan enzim fitase dalam ransum terhadap pertumbuhan bulu sayap anak ayam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Skor Rataan Pertumbuhan Bulu Sayap Anak Ayam Umur 2 Minggu

Peubah Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4

Pertumbuhan Bulu Sayap 0,76 0,51 0,62 0,71 0,30

P0 = Ransum kontrol (tanpa penambahan ZnO dan ezim fitase), P1= P0 + 567 mg ZnO/kg ransum, P2 = P0 + 252 mg ZnO/kg ransum, P3 = P0 + 300 unit fitase/kg ransum, P4= P0 + 400 unit fitase/kg ransum.

(44)

Anak ayam yang menetas dari induk ayam yang mengalami defisiensi mineral Zn akan mengalami gangguan pertumbuhan bulu sayap. Suplementasi mineral Zn pada ransum induk akan mampu mengatasi gangguan pertumbuhan bulu sayap pada anak ayam, seperti dibuktikan oleh Piliang et al.(1982), bahwa suplementasi ZnCO3 sebesar 200 mg/kg ransum (200 ppm) pada ransum induk petelur mampu meningkatkan indeks pertumbuhan bulu sayap anak ayam dari kisaran indeks 2-3 menjadi 0,32 dan 0,38. Indeks rataan pertumbuhan bulu sayap pada Tabel 6 untuk semua perlakuan adalah masih dalam kisaran normal yaitu dibawah 1. Hal ini membuktikan bahwa semua ransum perlakuan pada induk ayam petelur tidak memperlihatkan adanya suatu gejala kekurangan Zn. Ciri-ciri bulu pertumbuhan bulu sayap yang normal dan patah dapat dilihat pada Gambar 6.

a

b

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penambahan 252 mg ZnO/kg ransum (P2) dan 300 unit fitase/kg ransum (P3) nyata (P < 0,05) meningkatkan fertilitas telur dibandingkan dengan ransum kontrol. Penambahan fitase pada taraf 400 unit/kg ransum (P4) menunjukkan pertumbuhan bulu sayap terbaik dibandingkan dengan semua perlakuan. Penambahan 567 mg ZnO/kg ransum dan 252 mg ZnO/kg ransum serta penambahan enzim fitase sebesar 300 unit/kg ransum dan 400 unit/kg ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya tetas dan pertumbuhan bobot badan anak ayam.

Saran

(46)

Ucapan Terimakasih

Alhamdulillahirabbil’aalamin penulis ucapkan dalam arti mudah-mudahan penulis mau menjadi penyanjung hidup menurut ilmu-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, baik berupa doa, bimbingan, saran maupun fasilitas. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang M.Sc. Selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Sumiati MSc. Selaku dosen pembimbing II atas segala bimbingan,

motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Kartiarso, M.Sc. dan Dr. Ir. Cece Sumantri, M.AgrSc. selaku dosen penguji sidang skripsi. Penulis mengucapkan terimakasih atas masukan dan sarannya.

3. Mamah, Papap, kakak-kakakku (A Iwan & teh Iyus, teh Ema & A Donald, A Pian, teh Emi & mas Irawan, teh Ima ) dan adik-adikku (Wildan, Awet, Mia dan Ican) tercinta atas curahan kasih sayang, nasihat, dorongan, semangat dan iringan doa yang tiada henti-hentinya.

4. Istriku Mery Marlina, S.Si beserta keluarga besar Bapak Ateng Nasihin dan Ibunda Ayi Khojanah, teh Heny, a Aep, mas Yudi, teh Linda, a Andri, teh Desti, teh Vony, Deni, Risma, Pian dan Aip, terimakasih atas segalanya.

5. Rekan-rekan sepenelitian Novi, Dian, Dimas& Novia, Pak Albet, terima kasih. 6. Rekan-rekanku Atang Supriyanto, S.Pet. yang selama ini telah memberikan

bantuannya yang tulus, juga kepada Hendro, Nono, Agung, V-jay, Piter& Fifi, Kuro, Popon, Jundi, Arif, Aconk serta kepada semua rekan-rekan di INMT (yang tidak bisa disebutkan satu-persatu). Terima kasih atas persahabatannya.

7. Mas Lilik, ‘Om Buhari, Ade& Tari, Alloy& Nina, Mochi, Umam& Dita, Een beserta kru Rinjani, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang jauh lebih baik untuk kita semua dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pembaca.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah. 1996. Pengaruh beberapa pengencer semen, lama penyimpanan semen dan waktu inseminasi terhadap fertilitas spermatozoa ayam buras. Tesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor

Bahr, J.M. and M.R. Bakst. 1993. Poultry. Dalam: Hafez. E.S.E. (ed). Reproduction in Farm Animal. 6th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia.

Baker, H.J., J.R. Lindsey dan S.H. Weisbroth. 1990. The Laboratory Rat. Biology and Deseases. Academic Press Inc., New York.

BASF. 2001. Technical Information. Edition 2001. BASF, Lugwigshafen.

BASF dan DSM. 2002. The Natural Key to Higher Yields. BASF, Lugwigshafen. Chapeau, C., H. Engelhardt, G.J. King dan R.J. Etches. 1996. Alkaline phosphatase

activity in the theca of ovarian follicles of the hen throughout follicular development. J. Poultry Sci. 75: 1536-1545

Creswell, D. 2004. Reducing broiler feed costs. Asian Poult. Magazine: 22-24. Garner, D.L. dan E.S.E. Hafez. 1987. Spermatozoa and Seminal plasma. Dalam:

Hafez, E.S.E. (ed). Reproduction in Farm Animal. 5thEd. Lea & Febiger. Philadelphia. 189-209.

Georgievskii, V.I. 1982. The Physiological Role Microelement. Dalam: Mineral Nutrition of animals (V.I. Georgeivskii, B.N. Annekov dan V.T. Samokhin). Butterworth & Co. Ltd. London.

Hafez, E.S.E. 1968. Reproduction in Farm Animal. 2ndEd. Lea & Febiger, Philadelphia.

Hafez, E.S.E. 1993 (ed). Reproduction in Farm Animal. 6th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia.

Jahja, J. 1995. Ayam Sehat Ayam produtif. Petunuk-petunjuk Praktis Beternak Ayam. Edisi ke-23. Medion, Bandung.

Leeson, S. and J. D. Summers. 1997. Commercial Poultry Nutrition. 2nd Ed. University Books. Canada.

Leeson, S. dan J. D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. 4th Ed. University Books, Canada.

(48)

Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Terjemahan: A. Parakkasi. UI Press, Jakarta.

Lubis, A.H. 1984. Pengaruh bobot telur tetas terhadap fertilitas, daya tetas, bobot tetas dan pertumbuhan anak ayam broiler. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Moniharapon, M. 1997. Studi sifat biologis ayam kampung dan ayam gemba di Maluku sampai dewasa kelamin. Tesis . Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

National Reseach Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Revised Ed. National Academy Press, Washington DC.

Nesheim, M.C., R.E. Austic and L.E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger, Philadelphia.

North,. M.O dan D.D. Bell. 1990. Comercial Chicken Production Manual. 4th Ed. Van Nostrand Reinhold Publishing, New York.

Piliang, W.G., H.R. Bird, M.L. Sunde. 1982. Rice bran as the major energy source for laying hens diet. J. Poultry Sci. 61: 357-363.

Piliang, W.G. 2002. Nutrisi Mineral. Edisi kelima. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pond, W.G., D.C. Church and K.R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding.

4thEd. John Wiley and Sons Inc., New York.

Rahayu, I.D. 2001. Phytase mikrobial sebagai sumber mineral. Poultry Indonesia, Jakarta. Hal. 259: 48-50

Ravindran,V., H. P. Sell, G. Ravaindran, P.C.H. Morel, A. K. Kies, and W. L. Bryden. 2001. Microbial phytase improves perrformance, apparent metabolized energy, and ileal amino acid digestibility of broiler fed a lysin-defisien diet. Poult. Sci. 80:338-344.

Reddy, N.R., S.K. Sathe and D.K. Salunkhe. 1982. Phytates in Legumes and Cereals. Advance in Food Research. Academic Press. 28: 1-92

Sastrodihardjo, S., H. Resnawati. 1999. Inseminasi Buatan Ayam Buras. PT Penebat Swadaya..

Sastrodihardjo, S., S. Mihardja, K. Heruwanto dan N. Hilmia. 1995. Pengaruh macam pengencer dan dosis inseminasi buatan terhadap periode fertil spermatozoa, daya fertilitas dan daya tetas telur ayam buras. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi II, Puslitbang Bioteknologi-LIPI, Bogor. 242-249.

(49)

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ketiga. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Soetadiwiarna, E.H. 1991. Deteksi status mineral pada ayam petelur melalui pengamatan kandungan mineral telur dan biokimia pada darah. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudaryanti. 1985. Pentingnya memperhatikan berat telur tetas ayam kampung pada pemeliharaan semi-intensif. Prosiding Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Makanan Ternak: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Balai Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 164-168.

Sunde, M.L. 1972. Zinc requirement for normal feathering of comercial leghorn-type pullets. J. Poultry Sci. 51: 1316-1322.

Supriatna, I. 2000. Inseminasi Buatan Pada Ayam. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S.P. Kusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke enam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tolihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa Bandung, Bandung. Tolihere, M.R. 1993. Fisiologi Reproduksi Ternak. Angkasa Bandung, Bandung. Utami, I.A.P. 1995. Pengaruh berbagai macam pengencer semen dan dosis

inseminasi buatan terhadap fertilitas dan daya tetas telur pada ayam buras. Thesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Cetakan ke-empat. Gajah Mada University Press,, Yogyakarta.

(50)
(51)

Lampiran 1. Analisis Ragam Fertilitas Telur

Lampiran 2. Uji Kontras Orthogonal Fertilitas Telur

Perlakuan db P0(1) P1(2) P2(3) P3(4) P4(5) JK KT F F0.05 F0.01

Lampiran 3. Analisis Ragam Daya Tetas Telur (%)

Sumber

Keterangan : tn = tidak nyata

Lampiran 4. Analisis Ragam Bobot Badan Anak Ayam Umur 2 Minggu (g/ ekor)

Perlakuan 4,000 11,466 2,867 1,294 tn 3,480 5,670

Galat 10,000 22,154 2,215

Total 14,000 33,620

(52)

Lampiran 5. Indeks Pertumbuhan Bulu Sayap Anak Ayam Umur 2 Minggu

Keterangan : * = nilai rataan indeks terkecil menunjukkan pertumbuhan bulu terbaik

Lampiran 6. Perhitungan Penambahan ZnO dalam Ransum

Diketahui:

Kandungan Asam Fitat dalam ransum = 3,81%

Zn dalam ransum = 49,8 mg/ kg

Berat Molekul (BM) Asam Fitat (C6H18O24P6) = 660

Berat Molekul (BM) Zn = 65,4

Jumlah zat asam fitat dan Zn dalam 100 g ransum:

Asam fitat = 3,81/100x 100 g = 3,81 g = 3810 mg/ 660 = 5,7727 mmol

‰ Zn yang harus ditambahkan = 503,338 mg -49,8 mg = 453,538 mg/ kg ransum

‰ Jika yang ditambahkan berupa ZnO (kandungan Zn 80 %), maka jumlah ZnO yang

ditambahkan : 100/80 x 453,538 mg/kg ransum = 566,92 mg/kg ≈ 567 mg/ kg ransum

Rasio asam fitat : Zn = 15 (P2)

‰ 15 = 5,7727 : Zn

‰ Zn = 5,7727 : 15 = 0,3848 mmol

‰ 0,3848 mmol x 65,4 = 25,1659 mg/ 100 g = 251,659 mg/ kg ransum

(53)

‰ Jika yang ditambahkan berupa ZnO (kandungan Zn 80 %), maka jumlah ZnO yang

ditambahkan : 100/80 x 201,859 mg/kg ransum = 252,32 mg/kg ≈ 252 mg/ kg ransum

Lampiran 7. Komposisi Premix* yang Digunakan dalam Ransum (dalam 1 kg)

Jumlah

Kolin Klorida 50% 28.000 mg

DL-Metionin 28.000 mg

Ditambahkan karier (CaCo3) sampai dengan 1 kg

(54)

Gambar

Gambar 1.  Gambar 1. Reaksi Asam Fitat dengan Mineral Zn (Scott  1982)
Gambar 2. Alat Untuk Inseminasi Buatan
Tabel 1. Susunan dan Kandungan Zat Makanan Ransum Penelitian 1)
Tabel 2. Kualitas Sperma Ayam Jantan untuk Inseminasi  Buatan*
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan dari kedua link ini adalah link registrasi digunakan sebagai form registrasi, peserta yang mendaftar secara otomatis akan mendapatkan email berupa link zoom,

Tolaklah (kejahatan yang ditujukan kepadamu) dengan cara yang lebih baik, apabila engkau berlaku demikian, maka orang yang menaruh rasa permusuhan terhadapmu dengan

Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap paling terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang relevan

Data citra Landsat memiliki beberapa keunggulan yaitu konsistensi resolusi spasial yang ideal dalam menyadap fisikal kota (areal terbangun) dan keunggulan pada resolusi

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, distribusi obat-obatan merupakan

Namun, informasi tersebut memang termasuk dalam laporan, yang mungkin menginformasikan asesmen atau keputusan yang dibuat oleh para pemangku kepentingan atau mendukung

Dalam menyusun Tugas Akhir/ Skripsi , disamping mengikuti aturan penulisan, mahasiswa harus memahami tentang metodologi penelitian dan penulisan karya ilmiah.Untuk