ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW BY USING INQUIRY AS LEARNING METHOD ON THE STUDENTS’
CRITICAL THINKING ABILITY
(A Study at Second Year Students of SMP Negeri 12 Bandar Lampung in Even Semester, in The Academic Year 2012/2013)
By
FENY KURNIATI RIZDA
This experimental research aimed to know the effectiveness of implementation of Jigsaw learning model with Inquiry method viewed by students’ critical thinking ability with non equivalence pretest-posttest group design. Gathering technic of data in this research used test, was before and after learning. The population of this research was that all of VIII grade students of SMP Negeri 12 Bandar Lampung in the academic year 2012/2013. The research’s samples were the students of VIII A and VIII B class which chosen by simple random sampling technique. Based on the results and discussions, the researcher concluded that the implementation of Jigsaw learning model with Inquiry method was ineffective viewed by student’s critical thinking ability.
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS COOPERATIVE LEARNING TYPE JIGSAW BY USING INQUIRY AS LEARNING METHOD ON THE STUDENTS’
CRITICAL THINKING ABILITY
(A Study at Second Year Students of SMP Negeri 12 Bandar Lampung in Even Semester, in The Academic Year 2012/2013)
By
FENY KURNIATI RIZDA
This experimental research aimed to know the effectiveness of implementation of Jigsaw learning model with Inquiry method viewed by students’ critical thinking ability with non equivalence pretest-posttest group design. Gathering technic of data in this research used test, was before and after learning. The population of this research was that all of VIII grade students of SMP Negeri 12 Bandar Lampung in the academic year 2012/2013. The research’s samples were the students of VIII A and VIII B class which chosen by simple random sampling technique. Based on the results and discussions, the researcher concluded that the implementation of Jigsaw learning model with Inquiry method was ineffective viewed by student’s critical thinking ability.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar, Hasil Belajar dan Berpikir Kritis ... 9
B. Metode Pembelajaran Konvensional ... 15
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Inkuiri ... 17
D. Efektivitas Pembelajaran ... 21
E. Kerangka Pikir ... 22
F. Anggapan Dasar ... 24
G. Hipotesis Penelitian ... 25
III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26
v
2. Desain Penelitian ……… 28
C. Prosedur Penelitian ... 28
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 29
1. Data Penelitian ... 29
2. Teknik Pengumpulan Data ... 29
E. Instrumen Penelitian ... 29
1. Uji Validitas Instrumen ... 30
2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 30
F. Analisis Data ... 31
1.N-gain ... 32
2.Uji Normalitas ... 33
3.Uji Homogenitas ... 34
4.Uji Hipotesis ... 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37
1.Data N-gain Kemampuan Berpikir Kritis Siswa... 37
2.Uji Hipotesis ... 39
B. Pembahasan ... 39
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 43
B. Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan aspek penting dalam sebuah negara karena peradaban dan karakter suatu bangsa dibangun dari proses pendidikan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretaif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara implisit tujuan tersebut menggambarkan bahwa pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mewujudkan peserta didik yang memiliki pengetahuan dan berafiliasi terhadap karakter bangsa pada dirinya sehingga menjadi manusia yang bermartabat dan bertakwa kepada Allah SWT.
agent of change bagi generasi sebelumnya serta mampu membangun tanah air dan
negara dan memiliki daya saing di dunia internasional.
Pendidikan di Indonesia dewasa ini belum bisa mewujudkan cita-cita pendidikan bangsa, hal ini nampak dari kualitas pendidikan di Indonesia yang masih tertinggal dari negara-negara lain. Azhar (2012: 1) dalam artikelnya menjelaskan berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia, menurun dibandingkan tahun 2010 yaitu pada peringkat 65. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu: (1) angka partisipasi pendidikan, (2) angka melek hurup pada usia 15 tahun, (3) angka partisipasi menurut kesetaraan gender, (4) angka bertahan sisiwa hingga kelas V sekolah dasar.
Khusus dalam prestasi matematika Indonesia menduduki peringkat di bawah negara lain. Hal ini didukung dari hasil survei Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS, 2003-2004) yang dimuat pada koran Lampung Post 28 Desember
Indonesia jauh di bawah peserta didik Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia salah satunya disebabkan oleh proses belajar siswa di kelas, sebagian besar guru di Indonesia masih banyak yang menggunakan metode konvensioanal (tradisional) dalam mengajar. Hal ini juga terjadi di Lampung. Menurut Usman (2011: 1), bahwa “Telah terjadi penurunan kualitas guru dalam mengajar. Guru tak lagi memberikan pemahaman konsep. Kegiatan di kelas sebatas menghafal. Aktivitas guru cukup datang ke kelas, kemudian membagikan lembar kerja siswa (LKS). Siswa tinggal menghafal dan menjawab soal yang tersedia. Tidak ada proses penjelasan dan pembuktian jawaban. Hal ini terjadi karena pergeseran orientasi pendidikan dari input oriented
ke outcome based yang memandang bahwa mutu pendidikan harus dimulai
dengan expected outcome. Sebagian besar guru hanya berperan sebagai transfer of knowledge dan belum bisa menjadikan siswa sebagai subjek pembelajaran”.
Sebagai contoh berdasarkan informasi yang didapat saat wawancara ke SMP Negeri 12 Bandarlampung beberapa guru masih menggunakan metode konvensional dalam mengajar.
Pembelajaran matematika sebagai ilmu pengetahuan dijelaskan dalam Depdiknas (2003: 5-6), yaitu:
meskipun tidak secara formal hal ini disebut dengan belajar bernalar.
Junaidi (2010: 1) dalam artikelnya menjelaskan tujuan pembelajaran matematika itu sendiri adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistimatis dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan berpikir kritis siswa.
Ada empat pola berpikir tingkat tinggi, yaitu berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan (Costa, 1985: 14). Di antara empat pola berpikir tingkat tinggi tersebut, berpikir kritis mendasari tiga pola berpikir tinggi yang lain. Artinya berpikir kritis perlu dikuasai lebih dahulu sebelum mencapai ke tiga pola berpikir yang lain.
Berpikir kritis merupakan proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi aktif serta berketerampilan yang dihasilkan dari observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi. Sedangkan menurut Ennis dalam Costa (1985: 54) berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan.
dasar sampai perguruan tinggi. Di samping itu, Bassham (2007: 4) menyatakan bahwa kebanyakan sekolah cenderung menekankan kemampuan tingkat rendah dalam pembelajarannya. Siswa menyerap informasi secara pasif dan kemudian mengulanginya atau mengingatnya pada saat tes. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa tidak memperoleh pengalaman untuk mengembangkan keterampilan kritis, dimana keterampilan ini sangat diperlukan untuk menghadapi kehidupan dan untuk berhasil dalam kehidupan.
untuk mentransfer pengetahuan hasil diskusi kepada siswa yang lain pada kelompok asal, sehingga informasi yang diperoleh masing-masing siswa lebih menyeluruh.
Dalam pembelajaran konvensional guru sebagai center of knowlwdge kurang berperan dalam hal mengembangkan berpikir kritis siswa karena dalam pembelajarannya lebih didominasi oleh pentransferan pengetahuan kepada siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuri, dengan desain penggunaan model pembelajaran Jigsaw yang di dalamnya terdapat proses Inkuiri saat diskusi kelompok ahli, sehingga keterampilan berpikir kritis siswa dapat dioptimalkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dilaksanakan penelitian ini dengan judul :
“Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Metode Inkuiri
Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa” pada materi pokok lingkaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model Jigsaw dengan metode Inkuiri ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak,yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian diharapkan secara teoritis dapat memberikan sumbangan kepada pembelajaran matematika, utamanya pada peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa melalui penggunaan model pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri dalam pembelajaran matematika.
Secara khusus, penelitian ini memberikan kontribusi pada strategi pembelajaran matematika dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa, khususnya kemampuan berpikir kritis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru dan calon guru matematika, diharapkan dengan penelitian ini berguna sebagai bahan sumbangan pemikiran tentang strategi pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri hubungannya dengan kemampuan berpikir kritis siswa.
c. Bagi peneliti lainnya, melalui hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukkan dan bahan kajian bagi peneliti di masa yang akan datang.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw dengan metode inkuiri. Pembelajaran Jigsaw yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model belajar berkelompok dimana terdapat kelompok ahli dengan bahasan topik tertentu dan kelompok asal, siswa memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan atau menjelaskan topik hasil diskusi pada kelompok ahli ke siswa yang lain pada kelompok asal. Sedangkan metode inkuiri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode belajar dimana siswa menemukan sendiri pengetahuannya melalui penyelidikan secara sistematis, logis, kritis dan analitis.
2. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tradisional dimana guru sebagai center of knowledge lebih dominan berperan sebagai pentransfer pengetahuan kepada siswa.
3. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir dasar, menganalisis argumen, dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi yang mendasari tiap-tiap posisi, memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan pada materi bangun ruang segi banyak. 4. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila dapat meningkatkan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar, Hasil Belajar dan Berpikir Kritis
Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana ter-jadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Snelbecker (1974) dalam Dahar (1988: 5) teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa yang diamati. Proposisi yang terintegrasi secara sintaktik, artinya, kumpulan proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan secara logis proposisi yang satu dengan proposisi lainnya dan juga pada data yang diamati.
tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan,
menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukkannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama. Menurut Gagne dalam Miarso (2004: 1), berpendapat bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap pribadi (hasil) yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal dilingkungan pribadi yang bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan).
Menurut Nur dalam Trianto (2007: 14) satu prinsip yang penting dalam psikologi pendidikan menurut teori ini adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Pendapat di atas menjelaskan bahwa guru sebagai fasilitator siswa dalam belajar diharapkan dapat memotivasi siswa kepada pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus menemukan pengetahuannya.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa keberhasilan suatu pembelajaran diukur dari hasil belajar siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni : 1) Keterampilan dan kebiasaan, 2) Pengetahuan dan pengertian, 3) Sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne’ membagi lima kategori hasil belajar, yakni : 1) Informasi verbal, 2) Keterampilan Intelektual, 3). Strategi kognitif, 4). Sikap, dan 5). Keterampilan Motoris. Bloom (Sudjana, 1999: 22-31) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam ranah kognitif menurut Bloom dalam artikel yang ditulis oleh Maksum (2012: 1):
1. Mengingat (C1) : mengurutkan, menjelaskan, mengidentifikasi, menamai, menempatkan, mengulangi , menemukan kembali dsb.
3. Menerapkan (C3): melaksanakan, menggunakan, menjalankan, melakukan, mempraktekan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi dsb
4. Menganalisis (C4): menguraikan, membandingkan, mengorganisir, menyusun ulang, mengubah struktur, mengkerangkakan, menyusun outline, mengintegrasikan, membedakan, menyamakan, membandingkan, mengintegrasikan dsb.
5. Mengevaluasi (C5): menyusun hipotesi, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, mebenarkan, menyalahkan, dsb.
6. Berkreasi (C6): merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, membaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah dsb.
Selain dari kategori hasil belajar tersebut, tentunya ada pengaruh-pengaruh yang menjadikan faktor penilaian dari hasil belajar siswa, yaitu faktor kepandaian, teman, faktor pengajar, dan faktor lingkungan tempat siswa tersebut belajar. Menurut Syah (2011: 1) dalam makalahnya, penilaian hasil belajar kepada siswa didalam dunia pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting, karena dengan adanya penilaian hasil belajar maka akan terlihat dengan jelas tingkat keberhasilan suatu penyelenggaraan pendidikan (sekolah) dalam mendidik siswanya. Adanya penilaian hasil belajar juga akan memberikan gambaran yang jelas tentang prestasi hasil belajar siswa, baik secara individu ataupun menyeluruh.
untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan. Presseisen dalam Costa (1985:14) mengatakan bahwa :
berpikir kritis diartikan sebagai ketrampilan berpikir yang menggunakan proses berpikir dasar, untuk menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi, mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, memahami asumsi yang mendasari tiap-tiap posisi, memberikan model presentasi yang dapat dipercaya, ringkas dan meyakinkan.
Menurut Ennis dalam Costa (1985: 16) terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support), menyimpulkan (interfence), membuat penjelasan lebih lanjut (advance clarification), serta strategi dan taktik (strategy and tactics). Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1. Dua Belas Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis.
NO Kelompok Indikator Sub indikator
1. Memberikan penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk
mempertimbangkan kemungkinan jawaban Menjaga kondisi berpikir
Menganalisis argumen
Mengidentifikasi kesimpulan
Mengidentifikasi kalimat-kalimat pertanyaan Mengidentifikasi kalimat-kalimat bukan
pertanyaan
Mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan
Melihat struktur dari suatu argumen Membuat ringkasan
Bertanya dan
menjawab pertanyaan
Memberikan penjelasan sederhana Menyebutkan contoh
2 Membangun keterampilan dasar
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
Mempertimbangkan keahlian
Mempertimbangkan kemenarikan konflik Mempertimbangkan kesesuaian sumber Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang
tepat
Tabel 2.1 (lanjutan)
NO Kelompok Indikator Sub indikator
Mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi
Melibatkan sedikit dugaan
Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan
Melaporkan hasil observasi Merekam hasil observasi
Menggunakan bukti-bukti yang benar Menggunakan akses yang baik Menggunakan teknologi
Mempertanggungjawabkan hasil observasi 3 Menyimpulka
n
Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
Siklus logika Euler Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran
Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Mengemukakan hal yang umum
Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis mengemukakan hipotesis
merancang eksperimen
menarik kesimpulan sesuai fakta
menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki Membuat dan
menentukan hasil pertimbangan
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
berdasarkan akibat
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan 4 Memberikan
penjelasan lanjut
Mendefinisikan istilah
danmempertimbangk an suatu definisi
Membuat bentuk definisi Strategi membuat definisi
bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut mengidentifikasi dan menangani
ketidakbenaran yg disengaja Membuat isi definisi Mengidentifikasi
asumsi-asumsi
Penjelasan bukan pernyataan Mengonstruksi argumen 5 Mengatur
strategi dan taktik
Menentukan suatu tindakan
Mengungkap masalah
Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin
Merumuskan solusi alternatif Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali
Mengamati penerapannya Berinteraksi dengan
orang lain
Menggunakan argumen Menggunakan strategi logika Menggunakan strategi retorika
Dalam penelitian ini, indikator keterampilan berpikir yang ditinjau adalah:
Tabel 2.2. Indikator Berpikir Kritis Yang Ditinjau.
NO Kelompok Indikator Sub Indikator
Menganalisis argumen Mengidentifikasi dan menangani ketidaktepatan
Bertanya dan menjawab pertanyaan
Memberikan penjelasan sederhana
2. Menyimpulkan Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat 3. Mengatur
strategi dan taktik
Menentukan suatu tindakan Mengungkap masalah Merumuskan solusi alternatif
B. Metode Pembelajaran Konvensional
Salah satu metode pembelajaran yang masih berlaku dan sangat banyak digunakan oleh guru adalah metode pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional mempunyai beberapa pengertian menurut para ahli, diantaranya:
1. Djamarah (1996) dalam Iyas (2010: 1), metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi
pemberian informasi yang harus “ditelan” oleh siswa, yang wajib diingat dan
dihafal.
Kholik (2011: 2) dalam artikelnya menjelaskan ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:
1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
2. Belajar secara individual
3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis 4. Perilaku dibangun atas kebiasaan
5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final 6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran 7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik 8. Interaksi di antara siswa kurang
9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Selanjutnya Kholik (2012: 2) mengemukakan pembelajaran konvensional mempunyai keunggulan dan kekurangan, keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya:
1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain 2. Menyampaikan informasi dengan cepat
3.
Membangkitkan minat akan informasi 4. Membangkitkan minat akan informasi
5. Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan 6. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:
1. Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan 2. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa
yang dipelajari
3. Para siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu 4. Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan),
dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan
unjuk kerja secara langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Inkuiri
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins dalam Trianto (2007: 56). Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis,
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Menurut Arends (2007: 5) pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang
lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997:6) :
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Gambar 2.1. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Pelaksanaan pembelajaran koopertaif tipe Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan (Trianto, 2007: 56-57) sebagai berikut:
Tabel 2.3. Sintaks Pembelajaran Koopertaif Tipe Jigsaw.
Fase Keterangan
Ke-1 Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5–6 orang siswa.
Ke-2 Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
Ke-3 Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru.
Ke-4 Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
Ke-5 Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Selain menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam penelitian ini juga menggunakan metode inkuiri dengan teknis pelaksanaan model pembelajaran jigsaw yang di dalamnya terdapat proses inkuiri, yaitu pada saat diskusi dikelompok ahli. Metode inkuiri menurut Taufik dalam Uaksena (1985-1986: 74) adalah suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat mencari secara logis, kritis, dan analisis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan. Sedangkan menurut Gulo dalam Trianto (2007: 135) inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis dan analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajara, (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran, (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri. Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan.
Menurut Trianto (2007: 109) Siklus inkuiri terdiri dari : 1) Observasi (observation)
2) Bertanya (questioning)
3) Mengajukan dugaan (hyphotesis) 4) Pengumpulan data (data gathering) 5) Penyimpulan (conclussion)
Langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut: 1) Merumuskan masalah
3) Menganalisis dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya
4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audien yang lain.
D. Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) oleh Satria (2005) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Menurut Miarso dalam Warsita (2008: 287), “Pembelajaran yang efektif adalah belajar yang bermanfaat dan
bertujuan bagi peserta didik, melalui pemakaian prosedur yang tepat”. Pengertian
ini mengandung dua indikator, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa yang dilakukan guru. Sedangkan menurut Dick dan Reiser dalam Warsita (2008: 288),
“pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap serta yang
membuat peserta didik senang”. Jadi ketika siswa senang dalam belajar, mereka akan mudah menerima ilmu yang diberikan oleh guru.
Eggen dan Kauchak dalam Warsita (2008: 289) menyebutkan ciri pembelajaran yang efektif sebagai berikut:
1. Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan.
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran.
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada peserta didik dalam menganalisis informasi.
5. Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir.
6. Guru menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya pembelajaran guru.
Dari uraian di atas dan keterbatasan peneliti maka yang menjadi indikator keefektifan pembelajaran matematika pada penelitian ini hanya ditinjau dari:
1. Siswa secara aktif mengkaji dan menemukan ilmu pengetahuannya sendiri 2. Pemahaman dan keterampilan berpikir siswa meningkat diukur dari tes
kemampuan berpikir kritis siswa yang menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan pemahaman awal sebelum pembelajaran (ditunjukkan dengan gain yang signifikan).
E. Kerangka Pikir
keterampilan kritis siswa dikembangkan. Pada tahap ini indikator berpikir kritis yang terukur adalah memfokuskan pertanyaan, menganalisis argumen, bertanya dan menjawab pertanyaan, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya, mengobservasi dan mempertimbangkan laporan observasi, serta mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi.
Kemudian berlanjut pada tahap keempat setiap anggota kelompok ahli kembali kepada kelompok asal dan bertanggung jawab untuk menjelaskan hasil diskusi topik pada kelompok asal. Pada tahap ini setiap siswa bertanggung jawab untuk melaporkan hasil observasi yang telah dilakukan di kelompok ahli. Keterampilan berpikir kritis yang terukur pada tahap ini sama dengan keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan pada proses inkuiri baik pada siswa yang menjelaskan atau siswa yang diberi penjelasan. Selanjutnya pada tahap kelima setiap kelompok diberi kesempatan untuk menyajikan hasil diskusinya kepada kelompok lain, kemudian guru bersama kelompok lain memberikan penilaian kepada kelompok penyaji. Indikator keterampilan berpikir kritis yang terukur pada tahap ini adalah menganalisis argumen dengan sub indikator mengidentifikasi kalimat-kalimat pertanyaan dan indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya dengan sub indikator kemampuan untuk memberikan alasan. Dari penjelasan di atas terdapat tiga tahap pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa, yaitu saat diskusi di kelompok ahli, menjelaskan hasil observasi di kelompok asal dan saat presentasi hasil diskusi kepada kelompok lain.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pembelajaran konvensional siswa sebagai penerima informasi secara pasif hanya menerima pengetahuan dari gurunyanya tanpa mengembangkan pengetahuan yang didapatnya ke arah aplikatif, sehingga pengetahuan atau informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. Dalam pembelajaran konvensional juga terukur beberapa indikator berpikir kritis, namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan indikator berpikir kritis yang terukur pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode Inkuiri. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konvensional pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa masih kurang optimal.
Berdasarkan uraian di atas, diharapkan penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Inkuiri lebih efektif daripada penggunaan pembelajaran konvensional ditinjau dari keterampilan berpikir kritis siswa.
F. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Semua siswa dalam populasi penelitian ini dianggap telah menempuh pembelajaran matematika dengan kurikulum yang sama.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis umum pada penelitian ini adalah:
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode Inkuiri lebih efektif daripada pembelajaran konvensional ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.
Sedangkan hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah:
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Bandarlampung yang terdistribusi dalam 9 kelas. Pada penelitian ini dua kelas diambil sebagai sampel dengan teknik Simple Random Sampling (Albinsaid, 2013: 2) yaitu pengambilan sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar memiliki kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Prosedur pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara mengundi daftar nama kelas untuk dipilih sebagi sampel. Setelah diundi didapatkan kelas VIII A dan VIII B sebagai sampel, kemudian ditentukan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional.
B. Metode dan Desain Penelitian
1. Metode Penelitian
pra-test dan sesudah eksperimen (perlakuan) yang disebut postest atau pasca-test. Kegiatan dalam tahap pelaksanaan meliputi:
a. Pelaksanaan pretest untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis awal siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
b. Pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan jadwal penyajian materi pokok dan dilaksanakan dalam rentang waktu yang telah ditentukan.
c. Pelaksanaan postest untuk melihat perbedaan keterampilan berpikir kritis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
2. Desain penelitian
Untuk mengetahui kemampuan awal berpikir kritis siswa dan mengukur perbedaan kemampuan berpikir kritis di awal dan setelah diberi perlakuan, maka desain penelitian ini adalah Non Equivalence Pretest-Postest Control Group Design. Desain penelitian yang dikemukakan oleh Furchan (2007: 356) disajikan
[image:35.595.114.471.540.612.2]seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Desain penelitian Non Equivalence Pretest-Posttest Group Design.
Pretest Perlakuan Postest
Kelas
Eksperimen O1 X1 O2
Kelas
Kontrol O1 X2 O2
1
perlakuan berupa penerapan model pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri, sedangkan X2 adalah perlakuan dengan pembelajaran konvensional.
C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah pada penelitian ini adalah: 1. Observasi penelitian
a. Meminta izin kepada Kepala SMP Negeri 12 Bandarlampung untuk melaksanakan penelitian.
b. Bersama guru mitra menentukan populasi dan sampel penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian
2. Pelaksanaan penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut: a. Tahap persiapan terdiri dari menyusun silabus, rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan instrumen penelitian dan validasi instrumen.
b. Tahap pelaksanaan pembelajaran, prosedur pelaksanaan penelitian ini sebagai berikut:
1) Melakukan pretest dengan soal yang sama pada kelas kontrol dan eksperimen 2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran di masing-masing kelas, pembelajaran
konvensional di kelas kontrol dan pembelajaran dengan model pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri pada kelas eksperimen.
3) Melaksanakan postest dengan soal yang sama pada kelas kontrol dan eksperimen
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data Penelitian
Data pada penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data kemampuan berpikir kritis siswa yang diperoleh dari nilai ptetest dan postest yang dilakukan di awal dan di akhir pembelajaran.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Tes yang diberikan bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dengan model Jigsaw dengan metode inkuiri terhadap kemampuan berpikir kritis siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka dan pengambilannya secara langsung (primer) berupa test yang diberikan sebelum perlakuan (pretest) dan test yang diberikan setelah perlakuan (posttest).
E. Instrumen Penelitian
berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dan melakukan penskoran terhadap butir tes. Rubrik penskoran selengkapnya pada Lampiran B.3.
Setelah perangkat tes tersusun, instrumen diuji kevalidannya untuk mengetahui apakah soal-soal tersebut memenuhi kriteria soal yang layak digunakan, yaitu meliputi validitas isi.
Uji Validitas Instrumen
Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari instrumen tes kemampuan berpikir kritis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan berpikir kritis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan.
Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 12 Bandarlampung mengetahui dengan benar kurikulum SMP maka validitas instru-men tes ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang digunakan telah dinyatakan valid (Lampiran B.4).
F. Analisis Data
sebelumnya. Nilai akhir pretest atau posttest untuk indikator berpikir kritis dirumuskan sebagai berikut:
Nilai siswa = x100
al skormaksim
gdiperoleh jawabanyan
jumlahskor
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung gain yang digunakan untuk menguji normalitas, homogenitas dua varians.
1. N-gain
Gain merupakan selisih data yang diperoleh dari pretes dan postest. Melalui perhitungan ini didapatkan data Gain sejumlah siswa yang mengikuti test tersebut. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai pretest dan postest dari kedua kelas. Rumus N-gain menurut Meltzer adalah sebagai berikut:
[image:39.595.127.342.511.608.2]Kriteria interpretasi N-gain yang dikemukakan oleh Hake, yaitu : Tabel 3.2. Kriteria Interpretasi N-gain
N-gain Kriteria
Interpretasi
N-gain > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ N- gain ≤ 0,7 Sedang
N-gain < 0,3 Rendah
2. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
a. Rumusan Hipotesis
Ho : data berdistribusi normal Ha : data tidak berdistribusi normal
b. Rumus Statistik dengan Uji Chi Kuadrat (χ2):
c. Kriteria Uji
Data akan berdistribusi normal jika χ2 hitung ≤ χ2 tabel dengan dk= k-1 (Sudjana, 2005: 273) dengan taraf signifikan 5%.
Setelah dilakukan perhitungan diperoleh nilai chi-kuadrat seperti pada tabel 3.3 rekapitulasi uji normalitas kemampuan berpikir kritis di bawah ini:
Tabel 3.3. Rekapitulasi Uji Normalitas Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada X
2
hitung X2tabel Keterangan Pembelajaran Model Jigsaw
dengan Metode Inkuiri 5,180 7,815 Berdistribusi
Normal
Pembelajaran Konvensional 2,114 7,815
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah data kemampuan berpikir kritis dari dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak, maka dilakukan langkah langkah-langkah sebagai sebagai berikut:
a. Rumusan hipotesis
H0 (data kemampuan berpikir kritis siswa memiliki varians yang
homogen)
H1 (data kemampuan berpikir kritis siswa memiliki varians yang
tidak homogen) Keterangan:
varians skor kelompok I varians skor kelompok II dimana dk1 = (n1-1) dan dk2 = (n2-1)
b. Rumus statistik yang digunakan adalah uji-F:
Keterangan :
varians terbesar varians terkecil c. Kriteria uji
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa kedua kelas sampel memiliki varians yang sama, rekapitulasi uji homogenitas pada Tabel 3.4 sedangkan perhitungan selengkapnya pada Lampiran C.8.
Tabel 3.4. Uji Homogenitas Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Data Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa pada
Varians
S2 Fhitung Ftabel Keterangan Pembelajaran Model
Jigsaw dengan Metode Inkuiri
0,02
0,63 1,69
Kedua sample memiliki varians yang sama Pembelajaran
Konvensional 0,01
4. Uji Hipotesis
Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametik (Sudjana, 2005).
a. Rumusan hipotesis :
H0 : µ1≤ µ2 (Rata-rata N-gain berpikir kritis siswa dengan model
pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri kurang dari atau sama dengan N-gain berpikir kritis siswa dengan pembelajaran konvensional)
H1 : µ1> µ2 (Rata-rata N-gain berpikir kritis siswa dengan model
Karena data kemampuan berpikir kritis berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama, maka uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji T.
b. Rumus Statistik menggunakan Uji T: Rumus yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan:
= Rata-rata N-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas yang diterapkan model pembelajaran Jigsaw dengan metode Inkuiri
= Rata-rata N-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional.
= Simpangan baku gabungan
= Jumlah siswa pada kelas dengan kolaborasi model pembelajaran Jigsaw Dengan metode inkuiri
= Jumlah siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional
= Simpangan baku N-gain siswa dengan kolaborasi model pembelajaran Jig saw dengan metode Inkuiri
= Simpangan baku N-gain siswa yang menggunakan pembelajaran Konven sional.
c. Kriteria Uji :
Terima H0 jika thitung < t(1-α) dan tolak sebaliknya dengan derajat kebebasan dk =
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan metode inkuiri tidak efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis pada siswa kelas VIII SMP Negeri 12 Bandarlampung tahun ajaran 2012-2013. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang pembelajarannya menggunakan Jigsaw dengan metode inkuiri kurang dari rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal disarankan berikut ini:
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Gede Putra. Teori Belajar dan Teori Pembelajaran. 14 September
2011. 8 November 2012 http://psb-psma.org/content/blog/4268-teori-belajar- dan-teori-pembelajaran.
Albinsaid, Gamal. Metode Pengambilan dan Pengolahan Sampel. 02 Mei 2013. 26 Juli 2013. http://edukasi.kompasiona.com/2013/05/02/metode-pengambilan- dan-pengolahan-sampel-552332.html
Ali, H.M. 2000. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Cetakan ke-10. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo
Arends, RichardI.1997.Classroom Instructional Management. New York: The Mc Graw-Hill Company
Azhar. Kualitas Pendidikan Indonesia Rangking 69 Tingkat Dunia. Februari 2012. 8 November 2012 http://azharmind.blogspot.com/2012/02/kualitas-pendidikan-indonesia-rangking.html.
Bassham, G. et. Al. 2007. Critical Thingking. Mc-Graw Hill Companies, Inc. New York.
Costa, A L. 1985. Developing Minds a Resource Book for teaching Thingking. Virgina ASCD. Alexandria.
Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Denish, Med. Kualitas Pendidikan di Indonesia. 2012. 24 September 2012
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/13/makalah-kualitas-pendidikan- di- indonesia-saat-ini/
Nasional
Iyas, Perbandingan Metode Pembelajaran Konvensional dengan Metode Pembelajaran Hypnhoteaching. 2010. 24 September 2012
www.goegle.co.id,http://iyasphunkalfreth.blogspot.com / 2010 / 06 / perbandingan metode pembelajaran. htlm.
Junaidi,Wawan, Pembelajaran Matematika, Juni 2010, 24 September 2012, http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/06/pembelajaran-matematika.html. Kholik, Muhammad. Metode Pembelajaran Konvensional. 8 November 2011.
8 November 2012, http://muhammadkholik.wordpress.com/2011/11/08/ evaluasi -pembelajaran/.
Lampung Post. Peringkat Pendidikan terus Terpuruk. 28 Desember 2011. 24
September2012. http://www.lampungpost.com/index.php/pendidikan/19994- peringkat-pendidikan-terus-terpuruk.html.
Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.
Maksum, Taksonomi Bloom Revisi, 5 Mei 2012, 24 januari 2013, http://www. iaincirebon.ac.id/maksum/?p=14
Miarso, Y. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Edisi Ke-1. Cet. 1. Jakarta: Kencana
Nur, M. 2002, Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa.
Rofi’udin, A. 2000. Studi tentang bentuk dan fungsi pertanyaan Dalam Interaksi Kelas Bahasa Indonesia dan Dalam Interaksi Keluarga. PPs IKIP Malang.
Satria, Ahmad. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Halim Jaya. Soesanti, Pembelajaran Inkuiri dan Berpikir Kritis Pada Materi Pencemaran
Udara ,2005, 17 Mei 2013, http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pbio_ 043597_ chapter2%281%29.pdf
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syah, A. Ferico Octavian, 2011. Laporan Sistem Informasi Penilaian Hasi Belajar Siswa Berbasis Web pada SMK Neg. 5 Bandar Lampung. P, hlm. 1
Trianto.2007. Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Uaksena. Pengertian Metode Inkuiri. 6 januari 2012. 16 Oktober 2012
http://elearningpendidikan.com/pengertian-metode-inkuiri-kelebihan-dan- kekurangan.html
Usman, Mustofa. Diskusi Pendidikan Akhir Tahun. 18 November 2011.
24 September 2012. http://www.lampungpost.com/index.php/berita-utama- cetak/20088-diskusi-akhir-tahun-2011-kualitas-mengajar-guru-menurun.html Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan & Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.