• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Latar Belakang PHBM Kopi Pangalengan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Petani peserta Program PHBM berjumlah 74 orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH). Penentuan pengambilan data responden dilakukan berdasarkan luas lahan andil yang dikelola, dimana petani dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I dengan luas lahan > 0,5 ha, Strata II 0,25-0,5 ha, dan Strata III <0,25 ha.

1. Umur Petani

Tabel 2. Jumlah Petani PHBM Berdasarkan Umur

Kelompok Umur (thn) Jumlah Petani %

20-29 5 6,76

30-39 13 17,56 40-49 22 29,73 >49 34 45,95 Jumlah 74 100,00

Umur petani berkaitan dengan penyediaan banyaknya tenaga kerja potensial dan produktif. Usia dewasa merupakan sumber utama tenaga kerja dalam usaha tani. Data pada Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah petani responden pada rumah tangga petani peserta program PHBM paling tinggi berada pada kisaran umur diatas 49 tahun. Selain itu terdapat hubungan positif yang kuat antara golongan luas tanah dengan proporsi kepala keluarga yang berumur diatas 49 tahun di daerah penelitian. Petani yang memiliki lahan PHBM pada strata I sebagian besar berada pada kisaran umur diatas 49 tahun, oleh karena itu pengelolaan lahan PHBM lebih banyak menggunakan tenaga buruh dari luar rumah tangga.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat menentukan tinggi rendahnya status seseorang di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dalam suatu masyarakat maka status sosialnya akan semakin tinggi pula. Tingkat pendidikan petani peserta program PHBM

26 umumnya masih rendah. Tingkat pendidikan petani peserta program PHBM dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM

Tingkat Pendidikan Jumlah Petani %

Tidak Sekolah 3 4,05 SD/SR 47 63,51 SLTP 11 14,88 SLTA 8 10,81 D3 2 2,70 S1 3 4,05 Jumlah 74 100,00

Berdasarkan pada Tabel 3 sebagian besar petani umumnya berpendidikan SD, yaitu sebanyak 63,15% dari total responden, tingkat pendidikan tertinggi petani didaerah penelitian yaitu sarjana sebesar 4,05% dari total responden, sedangkan persen lainnya sebanyak 2,70% diploma, 10,81 % SMU, 14,88 % SMP dan 4,05 % tidak bersekolah.

Meskipun pendidikan secara langsung kurang banyak hubungannya dengan bidang usaha tani, tetapi lama pendidikan baik formal maupun non formal secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani. Pendidikan yang ditempuh petani akan membantu petani dalam melakukan kegiatan intensifikasi, demikian juga halnya dalam kegiatan diluar usaha tani yang pada gilirannya akan menentukan perilaku dalam mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih inovatif terhadap perkembangan pertanian dan lebih mampu dalam optimalisasi lahan PHBM.

3. Mata Pencaharian

Sebagian besar petani responden bermata pencaharian utama sebagai petani kopi, hal tersebut dikarenakan terbatasnya lahan di daerah tersebut yang lebih banyak dikuasai instansi-instansi pemerintah maupun swasta. Selain sebagai petani, mata pencaharian lain dari petani responden yaitu sebagai

27 buruh, wiraswasta, karyawan, dan PNS. Sumber mata pencaharian responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Mata Pencaharian Utama Petani PHBM

Mata Pencaharian Jumlah Petani %

Petani Kopi 67 90,55 Petani Sayur 1 1,35 Wiraswasta 1 1,35 Buruh 2 2,70 Karyawan 1 1,35 PNS 2 2,70 Jumlah 74 100,00

4. Luas Pemilikan dan Penguasaan Lahan

Pemilikan dan penguasaan lahan sangat penting karena merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga bagi sebagian besar masyarakat desa. Perubahan pemilikan dan penguasaan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan pendapatan.

Tingkat pemilikan lahan sebagian besar petani peserta PHBM didaerah penelitian sangat rendah bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan garapan sendiri. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya hal tersebut disebabkan penguasaan lahan lebih banyak dipegang oleh instansi-instansi pemerintah maupun swasta, selain itu mereka juga tidak memiliki keahlian yang lain. Ini artinya bahwa petani sangat menggantungkan hidupnya dari pendapatan yang diperoleh dengan menggarap lahan usaha tani PHBM. Besarnya luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Petani Peserta PHBM Menurut Strata Luas Penguasaan Lahan

Strata Penguasaan Lahan (ha) Petani Peserta PHBM Jumlah % Strata I > 0,5 46 62,16 Strata II 0,25-0,5 19 25,68 Strata III < 0,25 9 12,16 Jumlah 74 100,00

28 Tabel 6. Rata-Rata Penguasaan Lahan Petani Peserta Program PHBM

Strata Penguasaan Lahan (ha) Lahan Milik (ha) Lahan PHBM (ha) Total (ha) % % Total % (1) (2) (1) (2) Strata I > 0,5 2,37 1,82 4,19 56,56 43,44 100 Strata II 0,25-0,5 0,37 0,37 0,74 50,00 50,00 100 Strata III < 0,25 0,01 0,17 0,17 3,95 96,05 100 Rata-rata 0,92 0,79 1,70 36,84 63,16 100

Dari tabel 6 terlihat peningkatan luas penguasaan lahan petani dari lahan PHBM sebesar 63,16% dari total luas lahan yang dikuasai oleh petani, dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya program PHBM telah membantu peningkatan luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian.

5. Ketenagakerjaan

Cara mengusahakan dan mengelola lahan PHBM kopi di Desa Pulosari secara umum adalah sistem tenaga buruh yang digunakan berasal dari luar rumah tangga atau menyewa pekerja, hal tersebut dikarenakan sebagian besar petani memiliki luasan lahan yang cukup besar, selain itu beberapa petani memiliki pekerjan sampingan diluar usaha tani kopi sehingga menyebabkan waktu yang mereka punya tidak cukup selalu digunakan untuk mengurus kebun kopinya.

Pada setiap kegiatan pengelolaan kopi, tenaga pekerja yang digunakan dapat berasal dari luar rumah tangga ataupun berasal dari dalam rumah tangga, baik itu pria maupun wanita. Seperti pada kegiatan pengolahan tanah, biasanya petani kopi hanya mempekerjakan tenaga buruh pria saja hal tersebut dikarenakan pekerjaan tersebut dirasa terlalu berat untuk wanita, karena kegiatan ini dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara mencangkul, maka dipilih tenaga buruh pria, karena secara fisik lebih kuat dibandingkan dengan tenaga buruh wanita, dan dari segi efisiensi waktu, buruh pria bisa lebih cepat mengerjakannya dibandingkan buruh wanita.

Untuk kegiatan penanaman, dilakukan baik oleh tenaga kerja pria maupun wanita. Biasanya upah buruh rata-rata per hari untuk laki-laki sebesar Rp.

29 8.500,-/orang dan untuk wanita rata-rata sebesar Rp. 7.500,-/orang. Begitu juga untuk kegiatan pemeliharaan tenaga buruh wanita ikut serta, yaitu dengan menyabit rumput-rumput yang sudah mulai tumbuh disekitar pohon kopi, alat yang biasa digunakan berupa arit. digunakannya tenaga kerja wanita disamping ketelatenan dan keterampilannya tenaga buruh wanita upahnya pun sedikit lebih murah dibanding tenaga buruh pria. Untuk kegiatan pemanenan lebih banyak di gunakan tenaga buruh wanita karena tenaga buruh wanita lebih telaten dalam memanen buah kopi tersebut, tetapi untuk mengangkut kelokasi penimbangan tenaga buruh pria yang melakukan.

Lama hari kerja dalam sehari rata-rata 5 jam /hari dimulai dari jam 07.00- 12.00 WIB. Rata-rata buruh yang dipekerjakan berbeda-beda tergantung luasan lahan andil yang dimilki petani tersebut. HOK dalam setahun rata-rata mencapai 288 hari.

Dokumen terkait