• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi pengelolaan kopi dibawah tegakan dalam program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi pengelolaan kopi dibawah tegakan dalam program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PENGELOLAAN KOPI DI BAWAH TEGAKAN

DALAM PROGRAM PHBM TERHADAP PENDAPATAN

RUMAH TANGGA DI DESA PULOSARI

BKPH PANGALENGAN, KPH BANDUNG SELATAN

Oleh:

YUNI WIDIANINGSIH

E14102027

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

Yuni Widianingsih. E14102027. Kontribusi Pengelolaan Kopi Di Bawah Tegakan Dalam Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Di Desa Pulosari BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan. Di bawah bimbingan Dr. Ir Nurheni Wijayanto, MS.

Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia yang terus meningkat selalu dihadapkan pada berbagai permasalahan diantaranya adalah tingkat pendapatan yang rendah serta masalah dalam hak pemanfaatan lahan. Kebutuhan pokok berupa pangan bagi penduduk desa sekitar hutan diharapkan dari bercocok tanam, padahal lahan untuk bertani tidak mencukupi bahkan bagi banyak desa hutan tidak terdapat lagi lahan pertanian. Desakan kebutuhan hidup ini menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan dalam bentuk pencurian dan penyerobotan lahan sekitar hutan. Sebagai implementasi dari berbagai upaya penanggulangan permasalahn tersebut Perum Perhutani mengadakan suatu program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang berupaya agar manfaat dan keberadaan hutan dapat dirasakan oleh semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem pengelolaaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM, mengukur seberapa besar kontribusi pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM, dan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM di lokasi penelitian.

(3)

deskriptif kualitatif. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan dikumpulkan melalui pencatatan.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lebak, Banten pada tanggal 6 Desember 1983 merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda M.Kosim Djohari dan Ibunda Embay Suningsih.

Pada tahun 1990 penulis memasuki jenjang Sekolah Dasar di SDN I Leuwiliang dan lulus pada tahun 1996, kemudian pada tahun yang sama, penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Leuwiliang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 1999, penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN I Leuwiliang dan lulus pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

(5)

i

KATA PENGANTAR

Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, sebagai salah satu syarat tugas akhir di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini penulis mengambil judul Kontribusi Pengelolaan Kopi Di Bawah Tegakan dalam Program PHBM Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Kakak-kakakku tercinta atas doa dan kasih sayangnya;

2. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan serta ilmu selama penyelesaian skripsi ini;

3. Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ir. Lin Nuriah Ginoga, Msi selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan yang telah memberikan masukan dan saran; 4. Seluruh jajaran staf BKPH Pangalengan atas bantuan yang telah diberikan

selama dilapangan;

5. Teman-teman tercinta, Linda, Indah, Adit, Teti, Fieta, dan Ona, untuk segala bantuan dan kebersamaanya;

6. Teman-teman MNH 39 atas kekompakan dan kebersamaanya; 7. Irfan Handrian atas perhatian, doa dan kasih sayangnya;

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan terhadap penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari semua pihak dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkannya.

(6)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) .... 4

B. Kelompok Tani Hutan... 5

C. Agroforestri ... 5

D. Kopi (Coffea spp) ... 7

E. Kopi Arabika (Coffea arabica) ... 8

F. Rumah Tangga ... 9

G. Pendapatan Rumah Tangga ... 9

H. Tingkat Kesejahteraan ... 10

III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 11

B. Kerangka Pemikiran ... 11

C. Alat dan Bahan ... 12

D. Batasan Penelitian ... 12

E. Data dan Informasi yang Diperlukan ... 14

F. Metode Pengumpulan Data ... 15

G. Metode Pengambilan Contoh ... 15

(7)

iii IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas ... 18

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 19

C. Latar Belakang PHBM Kopi Pangalengan ... 21

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 25

B. Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan ... 29

C. Kontribusi Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan ... 32

D. Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 41

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(8)

iv

DAFTAR TABEL

No. Halaman Teks

1. Luas Hutan BKPH Pangalengan ... 18

2. Jumlah Petani PHBM Berdasarkan Umur...25

3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM...26

4. Mata Pencaharian Utama Petani PHBM ...27

5. Distribusi Petani Peserta Program PHBM ...27

6. Rata-Rata Penguasaan Lahan ... 28

7. Biaya Pengelolaan Usaha Tani ... 33

8. Pendapatan Usaha Tani ...35

9. Pendapatan Bersih Usaha Tani ...36

10.Pola Pengeluaran Rumah tangga ... 37

11.Pendapatan Bersih Rumah Tangga ...37

(9)

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman Teks

(10)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman Teks

1. Lokasi Penelitian ... ... 55

2. Identifikasi Responden .. ... 55

3. .. Informasi Lahan ...55

4. Pengeluaran ...56

5. Teknik Pengelolaan ...56

6. Aspek Teknis / Biaya Produksi ...58

(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan pembangunan kehutanan saat ini tidak bisa lepas dari kegiatan pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai akses terhadap sumberdaya hutan, dilain pihak hutan merupakan sumberdaya yang mempunyai fungsi produksi, fungsi konservasi, maupun fungsi sosial. Adanya masyarakat sekitar hutan yang mempunyai akses baik langsung maupun tidak langsung terhadap hutan bisa berdampak positif maupun negatif bagi kelestarian hutan itu sendiri. Akan tetapi, adanya masyarakat sekitar hutan yang memanfaatkan hasil hutan adalah suatu realita yang tidak bisa dihindari yang memang mereka telah hidup lama berdampingan dengan hutan dan menggantungkan hidupnya dari hutan.

Pengembangan usaha kehutanan merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan dan rehabilitasi lahan, sehingga potensi lahan meningkat dan masyarakat dapat memperoleh manfaat yang optimal melalui partisipasi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Dalam pembangunan hutan tersebut diharapkan masyarakat desa hutan mampu memberikan peran aktif dalam rangka pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management), sehingga keberhasilan pembangunan kehutanan tidak hanya ditentukan oleh pihak pengelola hutan, namun masyarakat ikut andil dan masyarakat merasa memiliki hutan.

(12)

2

B. Perumusan Masalah

Tingkat perkembangan penduduk di Indonesia yang terus meningkat selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang diantaranya adalah tingkat pendapatan yang rendah, serta masalah dalam hak pemanfaatan lahan. Keterbatasan sumberdaya manusia di pedesaan dapat juga menimbulkan permasalahan, terutama masyarakat desa sekitar hutan. Kebutuhan pokok berupa pangan bagi penduduk desa sekitar hutan diharapkan dari hasil bercocok tanam, padahal lahan untuk bertani tidak mencukupi bahkan bagi banyak desa hutan tidak terdapat lagi lahan pertanian, desakan kebutuhan hidup ini dapat menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan dalam bentuk pencurian dan penyerobotan lahan sekitar hutan.

Sebagai implementasi dari berbagai upaya penanggulangan permasalahan tersebut Perum Perhutani mengadakan suatu program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang berupaya agar manfaat dan keberadaan hutan dapat dirasakan oleh semua pihak, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Seperti pada sistem PHBM Kopi di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, yang merupakan salah satu solusi yang dapat diberikan Perum Perhutani bagi masyarakat Desa tersebut, agar kepentingan semua pihak dapat terpenuhi.

Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan suatu penelitian mengenai bagaimana sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM berlangsung, juga bagaimana kegiatan tersebut mampu memberikan kontribusinya terhadap pendapatan petani, sehingga dapat diukur bagaimana tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM di lokasi penelitian.

C. Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM.

(13)

3

3. Mengukur besarnya tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM di lokasi penelitian.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM dilokasi penelitian.

2. Memberikan informasi mengenai besarnya kontribusi hasil pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM terhadap pendapatan rumah tangga.

3. Memberikan informasi mengenai besarnya tingkat kesejahteraan rumah tangga petani peserta program PHBM.

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional (Perum Perhutani, 2001).

Perum Perhutani (2001) menyebutkan bahwa PHBM bertujuan untuk: 1. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan, masyarakat desa hutan dan

pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan sumberdaya hutan.

2. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan.

3. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah, sesuai dengan kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan.

Di dalam keputusan ketua dewan pengawas Perum Perhutani No. 136/Kpts/DIR/2001, prinsip-prinsip dasar PHBM adalah:

1. Prinsip keadilan dan demokratis. 2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan.

3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling menghargai. 4. prinsip kejelasan hak dan kewajiban.

5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan. 6. Prinsip kerjasama kelembagaan.

7. Prinsip perencanaan partisipatif.

8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur. 9. Prinsip perusahaan fasilitator.

(15)

5

B. Kelompok Tani Hutan (KTH)

Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang menyatukan diri dalam usaha-usaha dibidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta dalam melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari, oleh dan untuk anggotanya (Perum Perhutani, 1991).

Perum Perhutani (1991) menyatakan bahwa tujuan dibentuknya KTH adalah:

1. Membina dan mengembangkan usaha anggota dibidang proses produksi, pengelolaan, dan pemasaran hasil usaha.

2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota.

3. Ikut serta membangun dan melestarikan hutan melalui kerjasama dengan Perhutani.

4. Memberikan pelayanan dan menyalurkan bantuan kepada anggota yang menyangkut kebutuhan usaha produktif seperti bibit, pupuk dan alat-alat pertanian.

5. Meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

C. Agroforestri

Salah satu cara pemecahan masalah dalam rangka pembangunan masyarakat desa hutan adalah meningkatkan kesempatan menghasilkan pangan, makanan ternak dan penyediaan kayu bakar tanpa harus mengorbankan fungsi hutan itu sendiri. Pola keterpaduan tersebut dikenal dengan istilah Agroforestri, yang merupakan aspek teknis dalam pelaksanaan kegiatan PHBM.

(16)

6 Agroforestri adalah struktur yang dibangun oleh masyarakat setempat dalam rangka diversifikasi produksi melengkapi produksi bahan pangan yang dihasilkan untuk kebutuhan sendiri dari lahan tanaman semusim. Agroforestri lahir dari praktek tradisional pengelolaan hutan dan dikembangkan terus menerus oleh masyarakat setempat, keberadaan Agroforestri bukan merupakan hasil proyek-proyek agroforestri atau penghutanan kembali yang dilaksanakan oleh pemerintah, melainkan hasil dari pilihan petani dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka dengan melakukan pengaturan dan pemulihan sumberdaya hutan, dibagi menjadi dua sistem yaitu Sistem Agroforestri Sederhana (Simple Agroforestry System) dan Sistem Agroforestri Kompleks (Complex Agroforestry system). Sistem Agroforestri Sederhana adalah perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil unsur, menggambarkan apa yang kini dikenal sebagai skema Agroforestri klasik. Sedangkan Sistem Agroforestri Kompleks atau singkatnya Agroforest adalah sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. (De Foresta, Kusworo, Michon, dan Jatmiko, 2000).

King dan Chandler (1978) dalam Kartasubrata (2003) membagi bentuk-bentuk Agroforestri antara lain:

a. Agrisilviculture yaitu penggunaan lahan untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan.

b. Silvopastoral yaitu sistem pengelolaan lahan untuk menghasilkan kayu dan juga untuk memelihara ternak.

c. Agrosilvopastoral yaitu sistem pengelolaan lahan untuk memproduksi pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus untuk memelihara ternak.

(17)

7

D. Kopi (Coffea spp)

Adapun komponen tanaman tahunan yang diusahakan dalam program PHBM dilokasi penelitian adalah tanaman kopi. Menurut Najiyati dan Danarti (1999) Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain, tanaman ini mempunyai beberapa jenis cabang yang sifat dan fungsinya agak berbeda.

1. Sistem Perakaran

Meskipun tanaman kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada musim kemarau yang panjang bila di daerah perakarannya tidak diberi mulsa. Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya merupakan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek, cangkokan, atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah rebah (Najiyati dan Danarti, 1999).

2. Bunga dan Buah

Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ± 2 tahun. Bunga kopi akan mekar pada permulaan musim kemarau sehingga pada akhir musim kemarau telah berkembang menjadi buah yang siap dipetik. Pada awal musim hujan, cabang akan memanjang dan membentuk daun-daun baru yang siap mengeluarkan bunga pada awal musim kemarau mendatang. Buah terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri atas 3 bagian lapisan kulit luar

(eksokrap), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp)

(18)

8 kadang-kadang hanya mengandung satu butir atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali (Najiyati dan Danarti, 1999).

Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta, dan liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali kopi robusta. Kopi robusta bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora. secara ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada atau dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah. Kebutuhan pokok lainnya yang tak dapat diabaikan adalah mencari bibit unggul yang produksinya tinggi dan tahan terhadap penyakit. Setelah persyaratan tersebut dapat terpenuhi, suatu hal yang juga penting adalah pemeliharaan seperti pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh dan pemberantasan hama penyakit (AAK, 1988).

E. Kopi Arabika (Coffea Arabica)

Jenis Kopi yang diusahakan oleh petani peserta program PHBM di Desa Pulosari adalah jenis Arabika yang berasal dari Aceh Tengah. Kopi Arabika berasal dari Ethiopia dan Albessinia. Golongan ini merupakan yang pertama kali dikenal dan dibudidayakan oleh manusia, bahkan merupakan golongan kopi yang paling banyak diusahakan sampai akhir abad XIX. Setelah abad XIX dominasi kopi Arabika menurun, karena ternyata kopi ini sangat peka terhadap penyakit Hemeileia Vastatrix (HV), terutama di dataran rendah (Najiyati dan Danarti, 2001). Beberapa sifat penting kopi Arabika diantaranya: 1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dengan

suhu 16-20°C

2. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan/ tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman 3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di

(19)

9 4. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai

kualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya, dan bila dikelola secara intensif bisa mencapai 15-20 ku/ha/th. Rendemen ±18% 5. Umumnya berbuah sekali dalam setahun

F. Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan semua anggota keluarga yang termasuk satu unit anggaran belanja keluarga (satu dapur), termasuk anak yang sedang sekolah di kota atas biaya keluarga, orang lain yang ikut makan secara teratur meskipun tidak tidur di rumah, tidak termasuk orang yang tinggal di rumah, tapi tidak makan (Saefudin dan Marisa, 1984).

Menurut Kartasubrata (1986) menyatakan bahwa ciri-ciri umum rumah tangga petani di desa adalah sebagai berikut:

1. Rumah tangga mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai unit produksi, unit konsumsi, unit reproduksi (dalam arti luas) dan unit interaksi sosial ekonomi dan politik.

2. Tujuan utama rumah tangga di pedesaan adalah untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.

3. Implikasi penting bagi pola penggunaan waktu adalah (a) rumah tangga petani miskin akan bekerja keras untuk mendapatkan produksi meskipun kecil, (b) mereka sering terpaksa menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil di dalam usaha taninya (c) rumah tangga petani miskin menunjukan ciri-ciri self exploitation.

Sajogyo (1978) dalam Kartasubrata (1986) menggolongkan rumah tangga pedesaan dalam tiga lapisan yaitu:

a. Buruh tani atau petani gurem adalah petani yang menguasai lahan < 0,25 ha.

(20)

10

G. Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang atau natura. Secara garis besar pendapatan dapat digolongkan menjadi 3 golongan (Saefudin dan Marisa, 1984).

1. Gaji dan Upah

Merupakan imbalan yang diperoleh seseorang setelah melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah (di pasar tenaga kerja).

2. Pendapatan dari usaha sendiri

Merupakan nilai total hasil produksi dikurangi dengan biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang atau natura). Tenaga kerja keluarga dan nilai sewa kapital milik sendiri (tanah, ternak, alat pertanian, dan lain-lain) tidak diperhitungkan. Dengan demikian pendapatan dari usaha tani misalnya, merupakan penerimaan atas tenaga kerja keluarga, tanah dan manajemen

(return to family labor, land and management).

3. Pendapatan dari sumber lain

Pendapatan yang diperoleh tanpa pencurahan tenaga kerja, antara lain: Menyewakan asset; ternak, rumah, dan barang lain, Bunga uang, Sumbangan dari pihak lain, Pensiun.

(21)

11

H. Tingkat Kesejahteraan

Sajogjo (1977) dalam Komalasari (2002) berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga atau seseorang dapat dinilai dari besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengukuran tingkat kesejahteraan yang diukur, melalui pengeluaran rumah tangga dengan berpedoman kepada garis kemiskinan. Menilai garis kemiskinan dengan cara menghubungkan tingkat pengeluaran rumah tangga dengan ukuran kecukupan pangan merupakan penilaian yang baik, dengan membuat ”patokan” penghasilan senilai harga beras sebagai ukuran garis kemiskinan, tingkat pengeluaran rumah tangga dipakai sebagai pengganti angka penghasilan dengan melihat sebagian pengeluaran rumah tangga adalah untuk makan pada taraf pengeluaran yang rendah.

Klasifikasi tingkat kemiskinan masyarakat berdasarkan pengeluaran total per kapita per tahun yang diukur dengan nilai setara beras yaitu:

1. Miskin, pengeluaran rumah tangga di antara 240 sampai 320 kg nilai tukar beras/orang/tahun. Klasifikasi ini disebut lapisan ambang kecukupan pangan, dimana lapisan ini rumah tangga dapat mencapai kebutuhan minimum pangan (kalori-protein).

2. Miskin sekali, pengeluaran rumah tangga diantara 180 sampai 240 kg nilai tukar beras/orang/tahun.

(22)

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pulosari, Kecamatan Pangalengan yang merupakan wilayah BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2006.

B. Kerangka Pemikiran

Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat petani, dimana sebagian besar bertempat tinggal di pedesaan. Keterbatasan sumberdaya manusia pedesaan dapat menimbulkan permasalahan, terutama masyarakat desa sekitar hutan. Desakan kebutuhan hidup menimbulkan efek negatif terhadap keamanan hutan, berupa gangguan kelestarian dan fungsi hutan.

Perum Perhutani sebagai salah satu pengelola hutan sudah seharusnya dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan yang dapat diwujudkan dengan adanya keikutsertaan masyarakat di dalam kegiatan pengelolaan hutan. Selain itu juga upaya penerapan sistem Agroforestri dapat dikembangkan untuk pemanfaatan lahan secara optimal, sehingga masyarakat mendapatkan manfaat langsung yang diperoleh guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

(23)

13

Gambar 1. Kerangka Berfikir C. Alat dan Bahan

Penelitian ini dilakukan terhadap rumah tangga yang mengelola agroforestry kopi dibawah tegakan dalam program PHBM yang sekaligus menjadi anggota KTH.

Alat-alat yang digunakan untuk keperluan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Alat tulis. 2. Kuisioner. 3. Kalkulator.

4. Alat dokumentasi berupa kamera.

D. Batasan Penelitian

1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dengan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholder) dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai kelanjutan fungsi

Peningkatan

Peningkatan pendapatan

(24)

14 dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

2. Agroforestri adalah sebuah nama kolektif untuk sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohon, perdu, palmae, bambu dan sebagainya) ditanam bersama dengan tanaman pertanian dan atau hewan dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan.

3. PHBM yang menjadi obyek analisis dalam penelitian ini adalah PHBM dengan pola Agroforestri yaitu pengelolaan tanaman Kopi di bawah tegakan.

4. Pengelolaan Kopi di bawah tegakan meliputi pengolahan tanah, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil panen, dan pemasaran.

5. Kelompok Tani Hutan (KTH) adalah perkumpulan orang yang tinggal di sekitar hutan yang menyatukan diri dalam usaha-usaha dibidang sosial ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya dan ikut serta dalam melestarikan hutan dengan prinsip kerja dari, oleh dan untuk anggotanya.

6. Responden terpilih adalah responden yang memiliki lahan garapan dan merupakan anggota KTH.

7. Rumah tangga dalam hal ini dibedakan menjadi dua macam yaitu rumah tangga biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan dan pada umumnya makan bersama dalam satu dapur. Sedangkan rumah tangga khusus adalah sekelompok orang yang tinggal di asrama, hotel, rumah sakit, penjara, dan sebagainya. Dalam hal ini konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep rumah tangga biasa.

(25)

15 9. Pendapatan dari suatu bidang usaha adalah pendapatan yang diperoleh

suatu bidang usaha tertentu setelah dikurangi dengan pengeluaran untuk bidang usaha tersebut.

10.Pengeluaran rumah tangga adalah biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga tersebut. Dalam penelitian ini yang dihitung merupakan pengeluaran pangan dan non pangan (pendidikan, kesehatan, bahan bakar, dsb).

11.Pengukuran tingkat kesejahteraan diukur melalui pengeluaran rumah tangga dengan berpedoman kepada garis kemiskinan.

E. Data dan Informasi yang Diperlukan

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari sumber-sumber data yaitu petani sebagai responden, data-data primer yang diperlukan dalam penelitian ini berupa informasi meliputi :

a. Data umum rumah tangga: nama, umur, jenis kelamin, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian.

b. Data potensi ekonomi rumah tangga: luas pemilikan lahan, luas pemilikan lahan garapan, penguasaan lahan milik, status lahan milik, usaha bidang kehutanan, pertanian, peternakan, buruh, dan sebagainya. c. Pendapatan rumah tangga: besar pendapatan (dari hasil mengelola kopi

dan luar mengelola kopi seperti pertanian, peternakan, berdagang, dan sebagainya).

d. Pengeluaran rumah tangga: konsumsi untuk beras dan bukan beras, pendidikan, transportasi, kesehatan, pakan ternak, dan sebagainya. e. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam menggarap kopi.

f. Data pola tanam, jarak tanam dan profil jenis tanaman dalam kegiatan PHBM.

(26)

16 a. Keadaan umum lokasi penelitian yang meliputi letak dan keadaan fisik

lingkungan, keadaan sosial ekonomi masyarakat.

b. Keadaan penduduk: umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, jumlah penduduk, dan sebagainya.

c. Data sumber-sumber pendapatan masyarakat

Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: petani, instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian dan lain-lain publikasi.

F. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data meliputi: 1. Teknik Observasi

Mengadakan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti. 2. Teknik Wawancara

Data dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap petani, pejabat-pejabat setempat, pemimpin formal dan informal. Wawancara ini dilakukan dengan cara wawancara terstruktur maupun wawancara bebas.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner yang telah disiapkan. Sedangkan wawancara bebas dilakukan tanpa kuisioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian. 3. Teknik Pencatatan

Mencatat dan mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi terkait.

G. Metode Pengambilan Contoh

Penentuan responden dilakukan dengan cara sensus terhadap rumah tangga yang melaksanakan usaha pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM yaitu anggota KTH berdasarkan strata pemilikan lahan.

Kartasubrata (1986) menyatakan bahwa pembagian stratifikasi pemilikan lahan adalah sebagai berikut:

Strata I : pemilikan lahan > 0,50 ha

(27)

17

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Untuk pengolahan dan analisis data sistem pengelolaan kopi di bawah tegakan dalam program PHBM dilakukan dengan cara analisis secara deskriptif berdasarkan hasil wawancara terhadap responden dan studi literatur.

2. Besarnya kontribusi pengelolaan kopi dibawah tegakan dalam program PHBM diolah dalam bentuk tabulasi kemudian dianalisis secara deskriptif dan prosentase. Adapun analisis-analisis yang digunakan untuk mendapatkan informasi dan gambaran mengenai besarnya (a) pendapatan yang diperoleh rumah tangga dari masing-masing bidang usaha, (b) proporsi pendapatan rata-rata/tahun dari berbagai sumber, (c) kontribusi pendapatan dari hasil PHBM, dan (d) tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM.

Sedangkan persamaan-persamaan yang digunakan dalam pengolahan data adalah:

a. Pendapatan Total Petani Prt = Pa+Pb+...+Pn Dimana:

Prt = Pendapatan total rumah tangga/tahun

Pa,b,...,n = Pendapatan yang diperoleh dari bidang usaha ke-i b. Persentase Pendapatan dari Hasil PHBM

Pi % = Pi/Prt X 100% Dimana:

Pi% = Persentase pendapatan dari bidang usaha ke-i Pi = Pendapatan yang diperoleh dari bidang usaha ke-i Prt = Pendapatan rumah tangga/tahun

c. Pengeluaran Perkapita PK= Prt/Ja Dimana:

PK = Pengeluaran perkapita rumah tangga/tahun Prt = Pendapatan rumah tangga/tahun

(28)

18

d. Analisis biaya dan pendapatan Pb =

(PiCi)

Dimana:

Pb = jumlah pendapatan bersih Pi = Pendapatan kotor ke-i Ci = Biaya ke-i

3. Tingkat kesejahteraan petani peserta program PHBM diukur berdasarkan pada klasifikasi Sayogyo. Klasifikasi tingkat kemiskinan berdasarkan pengeluaran total perkapita pertahun yang diukur dengan nilai setara beras, yaitu:

a. Miskin, pengeluaran rumah tangga di antara 240 sampai 320 kg nilai tukar beras/orang/tahun. Klasifikasi ini disebut lapisan ambang kecukupan pangan, dimana lapisan ini rumah tangga dapat mencapai kebutuhan minimum pangan (kalori-protein)

b. Miskin sekali, pengeluaran rumah tangga diantara 180 sampai 240 kg nilai tukar beras/orang/tahun

(29)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak dan Luas

BKPH Pangalengan adalah salah satu bagian dari unit kerja Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan di bawah pengelolaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, secara administratif kawasan wilayah kerja Perum Perhutani BKPH Bandung Selatan berada di Kecamatan Kertasari dan Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Dibatasi oleh: sebelah Utara Perkebunan Teh Kertamanah, Wilayah Hutan BKPH Banjaran dan BKPH Ciparay KPH Bandung Selatan, sebelah Timur Batas Hutan KPH Garut, sebelah Selatan Perkebunan Teh Pasir Malang dan Wilayah Hutan BKPH Cileuleuy KPH Garut, dan sebelah Barat Wilayah Hutan BKPH Ciwidey KPH Bandung Selatan.

Luas hutan BKPH Pangalengan mencapai 8.734,65 ha meliputi 4 RPH, yaitu : RPH Papandayan, RPH Wayang Windu, RPH Pangalengan dan RPH Kancana. Berdasarkan fungsi hutan BKPH Pangalengan merupakan wilayah hutan Lindung. Data luas hutan yang berada di wilayah BKPH Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Hutan BKPH Pangalengan Berdasarkan Hasil Risalah Tahun 1998.

No. RPH Luas Hutan

Ha

1. Papandayan 1.077,00

2. Wayang Windu 2.749,38

3. Pangalengan 1.935,77

4. Kancana 2.974,66

Jumlah 8.736,81

(30)

20

kehidupan bagi sekitar 11 juta manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS), kebutuhan air ribuan industri, 300 ribu hektar sawah, serta tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang memasok kebutuhan energi di Jawa dan Bali. Sungai tersebut mengalir sampai ke pantai Utara Jawa Barat, sehingga perlu perhatian yang sangat khusus untuk menjaga baik keamanannya maupun kelestariannya sehingga didaerah tersebut terdapat beberapa instansi terkait seperti: PLTA, BP DAS ,BKSDA, Magma Nusantara Ltd., PTPN VIII, dan lain lain.

.

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Wilayah BKPH Pangalengan secara administratif terletak di Kecamatan Kertasari yang berjumlah 11 desa hutan dan Kecamatan Pangalengan sebanyak 5 desa hutan. Beriklim dingin dengan suhu udara rata-rata 20°C dan

Ketinggian 1.400 m dpl serta mempunyai kesuburan tanah pegunungan yang memadai untuk pertanian dan perkebunan.Tersebarnya kawasan hutan di daerah tersebut dan banyaknya jumlah desa sekitar hutan maka keadaan sosial ekonomi masyarakat cenderung berpengaruh terhadap hutan di sekitarnya dan perlu mendapat perhatian khusus.

PHBM kopi pangalengan berada di Desa Pulosari yang dibatasi oleh: Sebelah Utara : Desa Lamajang

Sebelah Selatan : Desa Margamekar Sebelah Barat : Desa Warnasari Sebelah Timur : Desa Pangalengan

Desa Pulosari memiliki luas wilayah 511.814,7 ha dengan ketinggian mencapai 1.200-1.500 m dpl dengan bentang wilayah datar, curah hujan rata-rata mencapai 1.000-2.000 mm/tahun, suhu udara rata-rata-rata-rata 15°-20°C. Jumlah

(31)

21

1. Pola Penggunaan Lahan

Pola penggunaan lahan di Desa Pulosari pada umumnya digunakan untuk pertanian yaitu tanah sawah seluas 44,55 ha, tanah kering seluas 469,392 ha, tanah perkebunan meliputi perkebunan rakyat (154,000 ha), tanah perkebunan negara (353,300 ha) dan tanah hutan meliputi hutan lindung seluas 412,5 ha. 2. Kependudukan

Desa Pulosari hingga Desember 2005 memiliki jumlah penduduk sebanyak 9.193 jiwa, yang terdiri dari 4.894 jiwa penduduk laki-laki dan 4.299 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.645 KK.

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan di Desa Pulosari tergolong baik karena jumlah penduduk yang tidak tamat SD sedikit dibanding dengan jumlah penduduk yang tamat SD (4.457 orang), SMP (1.579 orang), dan SMA (1.043 orang) selain itu, juga terdapat beberapa orang yang memiliki jenjang pendidikan Perguruan Tinggi yaitu D1 (14 orang), D3 (3 orang) dan S1 (13 orang). Secara umum jenjang pendidikan penduduk terbanyak berada pada jenjang SD, SMP, dan SMA. Selain itu di daerah tersebut juga tidak terdapat penduduk yang buta huruf.

4. Mata Pencaharian

Penduduk di Desa Pulosari sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebanyak (2.739 orang), sedangkan mata pencaharian lainnya adalah: petani (426 orang), buruh swasta (379 orang), pegawai negeri (49 orang), pengrajin (7 orang), pedagang (183 orang), peternak (400 orang), dan lain-lain. Mata pencaharian di daerah tersebut dipengaruhi oleh kondisi geografis daerah tersebut.

5. Potensi Produksi Pertanian

(32)

22

cukup potensial yaitu komoditas sayuran dan buah-buahan, diantaranya: Jagung (21 ton/ha), Cabe (9 ton/ha), Tomat (21 ton/ha), Sawi (26 ton/ha), Kentang (20 ton/ha), Kubis (25 ton/ha), Labu siam (27 ton/ha), Buah-buahan (58,7 ton/ha), dan Kopi (20 ton/ha).

C. Latar Belakang PHBM Kopi Pangalengan

Seperti yang telah diuraikan proses pembangunan dalam berbagai sektor harus selalu bekerjasama dengan semua elemen masyarakat. Pencapaian keberhasilan program dalam kondisi sekarang ini sulit dicapai bila tidak melakukan program kolaborasi yang tentunya ditujukan kepada kepentingan bersama dengan peran semua pihak sesuai dengan kapasitas yang diatur dalam program.

Pembangunan lingkungan harus mengutamakan manfaat nyata bagi masyarakat dan tidak boleh menghilangkan sistem yang telah ditentukan, yaitu manfaat ekologis, manfaat ekonomis, manfaat sosial dan budaya sistem ini harus dibangun seksama agar semua tercapai dengan baik. Kebijakan pembangunan nasional harus mampu memberikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini kontribusi sektor kehutanan khususnya Perum Perhutani perlu dipacu dan diberdayakan sesuai dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya yang tidak lepas dari aspek lingkungan hidup dan ekosistemnya.

Sistem PHBM yang digagas oleh Perum Perhutani dengan konsep kesepahaman ini akan memberikan manfaat bagi proses pembangunan lingkungan kawasan hutan dan kesejahteraan masyarakat. Seperti pada sistem PHBM Kopi di Desa Pulosari, BKPH Pangalengan, KPH Bandung Selatan yang dimulai pada tahun 1997/1998.

(33)

23

Penanganan melalui patroli keamanan pun sulit untuk dilakukan untuk menembus kondisi masyarakat para perambah dan penjarah saat itu.

Melalui pendekatan-pendekatan tokoh kunci yang ada di Desa Pulosari yang terus menerus dilakukan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) bersama jajaran Perum Perhutani maka muncul salah satu solusi untuk pengamanan hutan melalui penanaman kopi di bawah tegakan. Dari gagasan tersebut maka dibentuk organisasi Kelompok Tani Hutan (KTH) Kubang Sari yang saat itu berjumlah 98 orang, dengan lahan seluas 54,51 Ha, hasil dari musyawarah bersama pada tahun 1999, dibuat perencanaan persemaian kopi.

Pada bulan Mei tahun 2000 mulai dilakukan penanaman sebanyak 24.000 pohon, termotivasi dari tanaman Kopi milik bapak H.Rukma di perkampungan, yang cukup menguntungkan walau dengan pola budi daya yang sangat sederhana. Tahap kedua pada bulan November 2001 dilakukan penanaman tanaman kopi secara serempak dengan jumlah tanaman sebanyak 63.596 pohon, walaupun relatif kecil volumnya dikarenakan belum adanya kesadaran masyarakat yang masih terpaku pada komoditas sayur mayur. Namun, seiring dengan pembinaan dan pengarahan serta dorongan motivasi secara terus-menerus, akhirnya masyarakat dapat menerima program ini. Selain itu kegiatan ini sangat menguntungkan baik dari segi lingkungan, pengamanan hutan, konservasi maupun ekonomi. Permasalahan penjarahan kayu hutan, setelah penanaman tanaman tersebut terkendali dan membaik. Tanaman kopi tahun tersebut yang berjumlah 87.596 pohon diperkirakan dapat dipanen tahun 2004. sampai dengan tahun 2004 jumlah yang dikerjasamakan 64,51 ha, sehingga jumlah total sampai dengan tahun 2005 berjumlah 326,25 ha. Dari tanaman kopi tahun tersebut yang berjumlah 87.596 pohon, tiap pohon rata-rata mampu menghasilkan 3 kg gelondongan, maka dalam setahun produksi yang dihasilkan sejumlah 262.788 kg/tahun.

(34)

24

Selain itu untuk tanaman alih komoditi diperkuat dengan adanya SK. Direksi No. 136 tentang PHBM tahun 2001. Pada Tanggal 20 mei 2003 diterbitkan surat Edaran Gubernur Jawa Barat No. 522/1224/Binprod tentang penutupan Tumpangsari, maka dengan sendirinya masyarakat sepakat untuk menghentikan Tumpangsari, sehingga alih komoditi tanaman buah-buahan termasuk tanaman Kopi semakin kuat.

(35)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Petani peserta Program PHBM berjumlah 74 orang yang merupakan anggota Kelompok Tani Hutan (KTH). Penentuan pengambilan data responden dilakukan berdasarkan luas lahan andil yang dikelola, dimana petani dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I dengan luas lahan > 0,5 ha, Strata II 0,25-0,5 ha, dan Strata III <0,25 ha.

1. Umur Petani

Tabel 2. Jumlah Petani PHBM Berdasarkan Umur

Kelompok Umur (thn) Jumlah Petani %

20-29 5 6,76

30-39 13 17,56

40-49 22 29,73

>49 34 45,95

Jumlah 74 100,00

Umur petani berkaitan dengan penyediaan banyaknya tenaga kerja potensial dan produktif. Usia dewasa merupakan sumber utama tenaga kerja dalam usaha tani. Data pada Tabel 2 menunjukan bahwa jumlah petani responden pada rumah tangga petani peserta program PHBM paling tinggi berada pada kisaran umur diatas 49 tahun. Selain itu terdapat hubungan positif yang kuat antara golongan luas tanah dengan proporsi kepala keluarga yang berumur diatas 49 tahun di daerah penelitian. Petani yang memiliki lahan PHBM pada strata I sebagian besar berada pada kisaran umur diatas 49 tahun, oleh karena itu pengelolaan lahan PHBM lebih banyak menggunakan tenaga buruh dari luar rumah tangga.

2. Tingkat Pendidikan

(36)

26 umumnya masih rendah. Tingkat pendidikan petani peserta program PHBM dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM

Tingkat Pendidikan Jumlah Petani %

Tidak Sekolah 3 4,05

SD/SR 47 63,51

SLTP 11 14,88

SLTA 8 10,81

D3 2 2,70

S1 3 4,05

Jumlah 74 100,00

Berdasarkan pada Tabel 3 sebagian besar petani umumnya berpendidikan SD, yaitu sebanyak 63,15% dari total responden, tingkat pendidikan tertinggi petani didaerah penelitian yaitu sarjana sebesar 4,05% dari total responden, sedangkan persen lainnya sebanyak 2,70% diploma, 10,81 % SMU, 14,88 % SMP dan 4,05 % tidak bersekolah.

Meskipun pendidikan secara langsung kurang banyak hubungannya dengan bidang usaha tani, tetapi lama pendidikan baik formal maupun non formal secara tidak langsung mempengaruhi pola fikir petani. Pendidikan yang ditempuh petani akan membantu petani dalam melakukan kegiatan intensifikasi, demikian juga halnya dalam kegiatan diluar usaha tani yang pada gilirannya akan menentukan perilaku dalam mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih inovatif terhadap perkembangan pertanian dan lebih mampu dalam optimalisasi lahan PHBM.

3. Mata Pencaharian

(37)

27 buruh, wiraswasta, karyawan, dan PNS. Sumber mata pencaharian responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Mata Pencaharian Utama Petani PHBM

Mata Pencaharian Jumlah Petani %

Petani Kopi 67 90,55

4. Luas Pemilikan dan Penguasaan Lahan

Pemilikan dan penguasaan lahan sangat penting karena merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga bagi sebagian besar masyarakat desa. Perubahan pemilikan dan penguasaan lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan pendapatan.

Tingkat pemilikan lahan sebagian besar petani peserta PHBM didaerah penelitian sangat rendah bahkan banyak petani yang tidak memiliki lahan garapan sendiri. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya hal tersebut disebabkan penguasaan lahan lebih banyak dipegang oleh instansi-instansi pemerintah maupun swasta, selain itu mereka juga tidak memiliki keahlian yang lain. Ini artinya bahwa petani sangat menggantungkan hidupnya dari pendapatan yang diperoleh dengan menggarap lahan usaha tani PHBM. Besarnya luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Petani Peserta PHBM Menurut Strata Luas Penguasaan Lahan

Strata Penguasaan Lahan

(38)

28 Tabel 6. Rata-Rata Penguasaan Lahan Petani Peserta Program PHBM

Strata Penguasaan Lahan

Dari tabel 6 terlihat peningkatan luas penguasaan lahan petani dari lahan PHBM sebesar 63,16% dari total luas lahan yang dikuasai oleh petani, dengan demikian dapat dikatakan bahwa adanya program PHBM telah membantu peningkatan luas penguasaan lahan petani di daerah penelitian.

5. Ketenagakerjaan

Cara mengusahakan dan mengelola lahan PHBM kopi di Desa Pulosari secara umum adalah sistem tenaga buruh yang digunakan berasal dari luar rumah tangga atau menyewa pekerja, hal tersebut dikarenakan sebagian besar petani memiliki luasan lahan yang cukup besar, selain itu beberapa petani memiliki pekerjan sampingan diluar usaha tani kopi sehingga menyebabkan waktu yang mereka punya tidak cukup selalu digunakan untuk mengurus kebun kopinya.

Pada setiap kegiatan pengelolaan kopi, tenaga pekerja yang digunakan dapat berasal dari luar rumah tangga ataupun berasal dari dalam rumah tangga, baik itu pria maupun wanita. Seperti pada kegiatan pengolahan tanah, biasanya petani kopi hanya mempekerjakan tenaga buruh pria saja hal tersebut dikarenakan pekerjaan tersebut dirasa terlalu berat untuk wanita, karena kegiatan ini dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara mencangkul, maka dipilih tenaga buruh pria, karena secara fisik lebih kuat dibandingkan dengan tenaga buruh wanita, dan dari segi efisiensi waktu, buruh pria bisa lebih cepat mengerjakannya dibandingkan buruh wanita.

(39)

29 8.500,-/orang dan untuk wanita rata-rata sebesar Rp. 7.500,-/orang. Begitu juga untuk kegiatan pemeliharaan tenaga buruh wanita ikut serta, yaitu dengan menyabit rumput-rumput yang sudah mulai tumbuh disekitar pohon kopi, alat yang biasa digunakan berupa arit. digunakannya tenaga kerja wanita disamping ketelatenan dan keterampilannya tenaga buruh wanita upahnya pun sedikit lebih murah dibanding tenaga buruh pria. Untuk kegiatan pemanenan lebih banyak di gunakan tenaga buruh wanita karena tenaga buruh wanita lebih telaten dalam memanen buah kopi tersebut, tetapi untuk mengangkut kelokasi penimbangan tenaga buruh pria yang melakukan.

Lama hari kerja dalam sehari rata-rata 5 jam /hari dimulai dari jam 07.00-12.00 WIB. Rata-rata buruh yang dipekerjakan berbeda-beda tergantung luasan lahan andil yang dimilki petani tersebut. HOK dalam setahun rata-rata mencapai 288 hari.

B. Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan

Kegiatan pengelolaan kopi di bawah tegakan yang dilakukan oleh petani meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan (penyulaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan), pemanenan, pengolahan hasil, dan pemasaran kopi.

(40)

30

1. Pengolahan Tanah dan Pengadaan Bibit

Pada umumnya pengolahan tanah dimulai pada musim hujan yaitu pada pertengahan bulan november-Desember, karena tanahnya lebih mudah diolah atau dicangkul dan tepat untuk penanaman. Alat yang biasa digunakan oleh para petani untuk pengolahan tanah hanya menggunakan alat tradisional berupa cangkul. Sebagian besar petani mengolah tanahnya dengan cara menyewa pekerja, ada juga yang memakai tenaga kerja keluarga sendiri biasanya tergantung luasan lahan andil yang dimiliki. Kegiatan pengolahan tanah atau persiapan lahan hanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Persiapan awal sebelum dilakukan penanaman yaitu dengan memasang ajir pada titik yang sesuai dengan tata letak dan jarak tanam yang telah direncanakan. Setelah ajir ditempatkan sesuai jarak tanam yang telah ditetapkan maka dibuat lubang tanam, ukuran lubang tanam yang dibuat biasanya 60 x 60 x 60 cm dan diberi pupuk kandang sebanyak 15-20 kg/lubang kemudian ditutup kembali dibiarkan selama 3-4 minggu sampai waktu penanaman.

Untuk pengadaan bibit kopi sebagian besar petani membelinya dari koperasi LMDH dengan harga berkisar antara Rp 1000-1500/bibit, biasanya bibit hasil dari persemaian atau generatif tetapi ada sebagian pula petani yang tidak membelinya atau menyemainya sendiri. Selain itu juga terdapat bantuan bibit dari instansi-instansi yang terkait seperti dari Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Magma Nusantara Ltd, dan dari Perum Perhutani sendiri.

2. Penanaman

(41)

31 yang telah ditentukan Perhutani dan bibit diperoleh dari Perhutani. Bibit yang digunakan adalah bibit yang siap tanam ± 30-40 cm. Penanaman dilakukan dengan menggali kembali lubang tanam yang telah diberi pupuk kandang.

3. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan merupakan faktor terpenting dalam penentuan produksi kopi yang dihasilkan (AAK, 2005). Kegiatan pemeliharaan pada tanaman kopi meliputi penyiangan, penyulaman, penggemukan (pemupukan), dan penyetekan.

Penyiangan dimaksudkan untuk membersihkan gulma/tanaman pengganggu di areal tanaman dikerjakan pada tahun pertama dan kedua setelah penanaman sedangkan pada tanaman dewasa dilakukan biasanya 1 tahun 4 kali atau minimal harus dilakukan 1 kali penyiangan dalam setahun. Setelah bibit ditanam, kebun harus diperiksa 2 kali seminggu dalam 2 minggu pertama, 1 kali seminggu pada umur 2-4 minggu dan 1 kali sebulan selama 6 bulan, jika terdapat tanaman merana atau mati maka harus segera disulam. Pemindahan bibit untuk disulam sebaiknya dengan sistim putaran dan dilakukan pada awal musim hujan (Perum Perhutani, 1990).

(42)

32 Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh akan mencapai 12 m dengan percabangan yang rimbun dan tidak teratur, sehingga akan menyulitkan pemeliharaan, mudah terserang penyakit dan kesulitan dalam pemungutan hasil, sehingga diperlukan Pemangkasan pada cabang-cabang yang tidak produktif, biasanya dilakukan pada awal atau akhir musim hujan setelah pemupukan, hal tersebut dimaksudkan agar tanaman sudah mempunyai simpanan makanan yang cukup sebelum dipangkas. Alat yang biasa digunakan petani untuk memangkas hanya memakai golok atau hanya menggunakan tangan saja.

4. Pemanenan

Tanaman kopi yang dirawat dengan baik biasanya sudah mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Untuk mencapai tahap matangnnya kopi memerlukan waktu 6-8 bulan. Pemanenan biasa dilakukan pada bulan ke-4 sampai bulan ke-8, sehubungan penanamanya yang tidak serempak, maka pemanenannya juga tidak seragam, oleh karena itu kopi tidak dipetik sekaligus tetapi bertahap, buah yang sudah merah dipetik satu peratu dengan tangan sedangkan buah yang masih hijau ditinggalkan untuk dipetik nanti setelah kulitnya merah, pemungutan hasil dilakukan setiap 15 hari sekali. Rata-rata produksi yang dihasilkan tiap pohon mencapai 2-3 Kg.

Gambar 3. Pemanenan Kopi

5. Pengolahan hasil

(43)

33 melalui proses penggilingan dengan alat untuk memisahkannya dengan kulit, kemudian dilakukan perendaman selama 1 hari, pengkoyakan agar lendir hilang kemudian dijemur selama ± 6 jam sampai kering, kemudian dilakukan pengepakan kedalam karung untuk dijual. Pengolahan kopi sampai menjadi tepung/serbuk yang siap dikonsumsi masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan cara digarang diwajan hingga kecoklatan kemudian digiling kembali untuk menjadi kopi bubuk, kegiatan tersebut dilakukan terbatas hanya untuk souvenir atau oleh-oleh bagi para tamu yang berkunjung.

6. Pemasaran

Pemasaran hasil pengolahan yang berupa gabah dilakukan oleh LMDH melalui Tim Pengelola Pengolahan Produksi dan Pemasaran (TP3K). TP3K sendiri bertugas mendata produksi kopi gabah yang ada di gudang/tempat penyimpanan, meminta penawaran harga kopi gabah kepada koperasi yang memiliki kontribusi pelayanan kepada para petani hutan dan bersama koperasi yang ditunjuk menetapkan besaran pemasaran oleh koperasi. Selanjutnya koperasi melakukan pemasaran dengan pihak perusahaan baik yang datang sendiri ataupun melalui pemesanan ke koperasi. Tujuan pemasaran saat ini masih ke daerah Medan.

C. Kontribusi Pengelolaan Kopi di Bawah Tegakan Dalam Program PHBM 1. Biaya Pengelolaan Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

Biaya pengelolaan usaha tani adalah biaya total pengelolaan yang dikeluarkan oleh petani. Biaya tersebut adalah biaya rata-rata yang dikeluarkan tiap tahunnya oleh petani meliputi biaya tenaga kerja, biaya pupuk dan biaya bibit. Secara keseluruhan biaya pengelolaan usaha tani dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Biaya Pengelolaan Usaha Tani PHBM

Strata (ha) Luas Lahan (ha) Biaya Pengelolaan (Rp/th)

Strata I > 0,5 1,82 3.526.137

Strata II 0,25-0,5 0,37 616.500

Strata III <0,25 0,17 17.111

(44)

34 Berdasarkan tabel 7 biaya pengelolaan usaha tani PHBM pada masing-masing strata yang diamati memiliki nilai yang beragam. Biaya pengelolaan usaha tani PHBM tertinggi terdapat pada strata I yang memiliki luas lahan yang lebih besar dibandingkan dua strata lainnya, yaitu mencapai nilai rata-rata sebesar Rp. 3.526.137,- per tahun. Sedangkan untuk strata-rata II dan III besar nya biaya usaha tani PHBM rata-rata per tahunnya masing-masing adalah Rp. 616.500,- dan Rp. 17.111,-.

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa biaya rata-rata pengelolaan usaha tani PHBM per tahun sebesar Rp. 1.386.583,-. Pada strata I dengan luas lahan 1,82 ha, petani cenderung mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mengelola lahannya dibandingkan dengan dua strata lainnya, karena semakin luas lahan maka biaya yang dikeluarkan untuk mengelola lahan usaha tani nya akan semakin besar, selain itu pada strata I umumnya petani menggunakan tenaga buruh orang lain dalam mengelola lahannya. Sedangkan luas lahan yang kecil pada strata II dan III, biaya pengelolaan lahannya lebih kecil dan jarang menggunakan tenaga buruh yang disewa untuk mengerjakan lahannya.

Tabel 8. Biaya Pengelolaan Usaha Tani Non PHBM

Strata (ha) Luas Lahan (ha) Biaya Pengelolaan (Rp/th)

Strata I > 0,5 2,37 70.859.389

Strata II 0,25-0,5 0,37 1.543.607

Strata III <0,25 0,01 288.257

Rata-rata 0,92 24.230.418

(45)

35 per tahun. Biaya usaha tani non PHBM pada strata I lebih tinggi dibandingkan kedua strata lainnya hal ini disebabkan hampir seluruhnnya petani pada strata I memiliki lahan diluar PHBM, selain itu pada lahan tersebut dilakukan intensifikasi penanaman 3-4 kali dalam setahun, juga petani lebih banyak menggunakan tenaga buruh untuk mengelola lahannya. Sedangkan pada strata II dan III hanya sebagian kecil saja petani yang memiliki lahan milik sendiri selain itu, petani hanya menggunakan tenaga sendiri atau keluarga untuk mengerjakan lahannya hal tersebut dikarenakan luasan lahan yang relatif kecil.

Biaya usaha tani PHBM rata-rata sebesar Rp. 1.386.583,- per tahun, sedangkan utuk biaya usaha tani non PHBM (sayuran) adalah sebesar Rp. 24.230.418,- per tahun. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa biaya usaha tani non PHBM jauh lebih besar dibanding biaya usaha tani PHBM. Tingginya biaya usaha tani non PHBM disebabkan oleh intensitas pengelolaan lahan yang dilakukan untuk memberikan hasil yang diharapkan. Tanaman pada lahan usaha tani non PHBM merupakan tanaman yang cepat memberikan hasil sehingga membutuhkan kondisi kesuburan tanah yang tetap terjaga dan pemeliharaanya yang rutin untuk menghindari resiko kegagalan yang cukup tinggi akibat serangan hama dan penyakit, selain itu pemberian pupuk juga dilakukan secara bertahap. Jenis komoditi yang di budidayakan pada lahan usaha tani non PHBM diantaranya tomat, wortel, kentang, cabe, kol, kacang dan sampo. Pada lahan usaha tani PHBM, pengelolaan hanya dilakukan seperlunya saja karena tanamannya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberikan hasil dan petani cenderung untuk tidak perlu melakukan pengelolaan secara intensif. Hal ini yang menyebabkan biaya pengelolaan pada lahan usaha tani PHBM lebih rendah dibanding pada lahan usaha tani non PHBM.

2. Pendapatan Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

(46)

36 Perbandingan pendapatan yang dihasilkan dari usaha tani PHBM dan usaha tani non PHBM tersaji dalam Tabel 9

Tabel 9. Pendapatan usaha tani PHBM dan Non PHBM

Strata Penguasaan

Rata-rata 4.547.108 106.364.509 110.911.617 4,01 95,99 100

Dari Tabel 9 terlihat bahwa strata I pada masing-masing usaha tani memiliki pendapatan lebih besar dibanding pada strata lainnya. Hal ini berkaitan dengan luasan lahan yang dimiliki semakin luas lahan yang dikuasai semakin besar pula pendapatan yang dihasilkannya.

Pendapatan kotor yang dihasilkan usaha tani PHBM lebih kecil dibanding usaha tani non PHBM hal tersebut dikarenakan periode panen yang terjadi pada usaha tani non PHBM (sayuran) mencapai 3-4 kali dalam setahun, selain itu banyaknya jumlah komoditi sayuran yang ditanam juga mempengaruhi besarnya pendapatan yang dihasilkan. Perioditas panen pada tanaman sayuran berbeda dengan tanaman kopi, Sayuran merupakan tanaman musiman yang dapat langsung dipanen rata-rata setiap 3-4 bulan sekali atau dapat mencapai 3-4 kali dalam setahun. Berbeda dengan tanaman kopi yang merupkan tanaman tahunan, kopi baru akan terasa hasilnya setelah mencapai umur 2,5-3 tahun.

3. Pendapatan Bersih Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

(47)

37 Tabel 10. Pendapatan Bersih Usaha Tani PHBM dan Non PHBM

Strata Penguasaan

Rata-rata 2.478.459 82.134.091 84.612.551 2,93 97,07 100

Dari tabel terlihat bahwa pendapatan bersih usaha tani PHBM pada strata I sebesar Rp. 5.205.950,-, pada strata II sebesar Rp. 1.351.205,-, dan pada strata III sebesar Rp. 878.222,- per tahun.. Pendapatan bersih rata-rata per tahun mencapai nilai sebesar Rp. 2.478.459,-. Pendapatan bersih untuk usaha tani non PHBM pada strata I sebesar Rp. 239.559.278,-, pada strata II sebesar Rp. 6.647.504,-, dan pada strata III sebesar Rp. 195.493,- per tahun. Pendapatan bersih rata-rata per tahunnya mencapai Rp. 82.134.091,-. Secara umum semakin luas lahan usaha tani PHBM maupun non PHBM maka pendapatan bersih yang diperoleh semakin besar.

Dari tabel diatas terlihat pula bahwa pendapatan bersih usaha tani non PHBM lebih besar dibanding dengan usaha tani PHBM yaitu rata-rata sebesar 97,07% dibanding usaha tani PHBM yaitu rata-rata hanya sebesar 2,93% terhadap total pendapatan usaha tani.

4. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Pada dasarnya pendapatan dan pengeluaran merupakan ukuran bagi tingkat hidup suatu rumah tangga. Umumnya semakin besar pendapatan yang diperoleh maka akan semakin besar pula jumlah pengeluarannya.

(48)

38 Tabel 11. Pola Pengeluaran Rumah Tangga Responden

Strata Penguasaan

Strata I > 0,5 3.889.796 1.901.184 5.790.979 67,16 32,84 100

Strata II 0,5-0,25 1.291.765 187.765 1.479.529 87,31 12,69 100

Strata III < 0,25 610.000 0 610.000 100 0 100

Rata-rata 1.930.520 696.316 2.626.836 73,49 26,51 100

Perbedaan tingkat pendapatan pada masing-masing strata juga akan menimbulkan perbedaan pola dasar konsumsi rumah tangga. Dari tabel diatas dapat dilihat pola pengeluaran rumah tangga responden pada masing-masing strata untuk konsumsi pangan (73,49%) lebih besar dibanding dengan konsumsi non pangan (26,51%), hal tersebut dikarenakan petani tidak memanen komoditinya untuk dikonsumsi sendiri melainkan hasil dari panen usaha tani non PHBM tersebut untuk dijual.

5. Pendapatan Bersih Rumah Tangga Responden

Pendapatan bersih rumah tangga responden merupakan hasil pengurangan antara pendapatan total rumah tangga responden, meliputi pendapatan usaha tani PHBM, usaha tani non PHBM dan pendapatan lain-lain dikurangi dengan total pengeluarannya meliputi konsumsi untuk pangan maupun non pangan. Pendapatan bersih rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Pendapatan Bersih Rumah Tangga

Strata Penguasaan lahan

(Ha)

Pendapatan Bersih Rumah Tangga Responden (Rp/th)

Pendapatan Total

Strata I > 0,5 60.133.874 5.790.979 54.342.895

Strata II 0,25-0,5 3.407.023 1.479.529 1.927.494

Strata III <0,25 808.571 594.286 214.285

(49)

39 Dari tabel diatas dapat dilihat pendapatan bersih rumah tangga pada strata I rata-rata sebesar Rp.54.342.895,-, strata II sebesar Rp. 1.927.494,- dan pada strata III sebesar Rp. 214.286,- per tahun. Rumah tangga responden yang berada pada strata I memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan strata II dan III hal tersebut berkaitan dengan besarnya luasan penguasaan lahan. Sedangkan rata-rata pendapatan bersih rumah tangga peserta program PHBM adalah sebesar Rp. 18.828.225,- per tahun

6. Proporsi Sumber Pendapatan Terhadap Pendapatan Total

Proporsi pendapatan dalam kegiatan PHBM terhadap pendapatan total rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13.Kontribusi PHBM terhadap Pendapatan Total

Strata

Rata-rata 4.360.316 19.760.282 3.771.692 27.892.291 15,63 70,85 13,52 100

(50)

40 sebesar 7,49%. Untuk strata III usaha tani PHBM memberikan kontribusinya sebesar 100% terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Secara keseluruhan usaha tani PHBM menempati urutan kedua setelah usaha tani non PHBM, tetapi kontribusinya, terutama untuk petani pada strata II dan III dirasa sangat besar sekali hal tersebut disebabkan keterbatasan penguasaan lahan yang dimiliki petani pada strata tersebut. Selain itu PHBM kopi pangalengan baru mencapai tahap panennya yang kedua sedangkan pada umumnya semakin bertambah umur kopi maka produksinya akan semakin meningkat hingga kopi tersebut mencapai usia optimal antara 7-9 tahun, sehingga usaha PHBM kopi nantinya dapat memberikan kontribusi yang besar bagi total pendapatan rumah tangga petani.

D. Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Sehubungan dengan negara kita masih tergolong kepada negara berkembang maka kecukupan pangan merupakan salah satu tolak ukur yang dianggap penting dalam menilai kesejahteraan masyarakat.

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Program PHBM Kopi di BKPH Pangalengan dirasakan sangat besar manfaatnya selain budidayanya sangat sederhana, kopi sangat bagus ditanam dibawah tegakan kayu sekaligus dapat meningkatkan keamanan hutan, dan menjaga fungsi ekologis hutan. Pengelolaan kopi dibawah tegakan meliputi pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil, dan pemasaran.

2. Rata-rata pendapatan per tahun rumah tangga peserta program PHBM kopi di bawah tegakan pada strata I sebesar Rp. 78.372.815,-, strata II sebesar Rp. 4.249.058,- dan strata III sebesar Rp. 1.055.000,-. Pada strata I usaha tani PHBM sebesar 12,49% menempati urutan kedua setelah usaha tani non PHBM sebesar 75,23%, dan yang terakhir adalah usaha lain-lain yaitu sebesar 12,28%. Pada strata II usaha tani PHBM menempati urutan I dalam kontribusinya terhadap pendapatan total rumah tangga yaitu sebesar 52,72%, kemudian usaha lain-lain menempati urutan kedua sebesar 39,79%, dan terakhir adalah usaha tani non PHBM yaitu sebesar 7,49%. Untuk strata III usaha tani PHBM memberikan kontribusinya sebesar 100% terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Secara keseluruhan kontribusi PHBM kopi di bawah tegakan menempati urutan kedua yaitu sebesar 15,63%, setelah usaha tani non PHBM sebesar 70,85%, dan usaha lain-lain menempati urutan terakhir untuk kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 13,52%.

(52)

42

B. Saran

1. Perlu peningkatan bantuan dana maupun pembinaan yang intensif dan terpadu bagi petani oleh instansi-instansi terkait agar prospek, potensi maupun pemasarannya dapat terlaksana dengan baik.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1988. Budi Daya Tanaman Kopi. Kanisius, Yogyakarta.

BKPH Pangalengan. 2005. Laporan Tahunan. BKPH Pangalengan. Bandung.

. 2006. Selayang Pandang. BKPH pangalengan. Bandung.

De Foresta, H; A. Kusworo, G. Michon, dan Jatmiko. W. A. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas Indonesia, Sebuah Sumbangan Masyarakat. ICRAF Bogor, Indonesia.

Desa Pulosari. 2005. Monografi Desa Pulosari. Desa Pulosari. Bandung

Kartasubrata, J. 1986. Partisispasi Rakyat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan.

. 2003. Social Forestry dan Agroforestry di Asia. Laboratorium Poleksos Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Komalasari, N. 2002. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani Agroforestry Di Pemukiman Transmigrasi Kasus Desa Karang Sakti Kecamatan Pakuan ratu Kabupaten lampung Utara dan Desa Negara jaya Kecamtan Pakuan Ratu Kabupaten way Kanan Propinsi Lampung. Skripsi Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Nair, P. K. R. 1993. An Introduction to Agroforestry. Kluwer Academic Publishers. London.

Najiyati, S. dan Danarti. 1999. Kopi Budi Daya dan Penanganan Lepas Panen. Swadaya. Jakarta.

Perum Perhutani. 2001. Surat Keputusan Dewan Pengawas No. 136/kpts/Dir/2001 Tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

. 1990. Surat Direksi Perum Perhutani No. 051.5/DIR Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Kopi Hutan.

(54)
(55)

Lampiran 1

KUISIONER PENELITIAN

KONTRIBUSI PENGELOLAAN KOPI DI BAWAH TEGAKAN DALAM PROGRAM PHBM TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA

DI DESA PULOSARI BKPH PANGALENGAN KPH BANDUNG SELATAN

No. Responden :………

8. Pekerjaan Kepala Keluarga

(56)

57

Tabel 1. Pemanfaatan Produk

No. Jenis Produk Pemanfaatan Produk (Kg/pohon)

dijual sendiri bibit Harga/satuan 1

Tabel 2. Pengeluaran Untuk Produksi

Jenis Kegiatan Jumlah Pekerja Jumlah Hari Kerja

(57)

58

1. Sebelum ditanami, apakah dilakukan pengolahan terlebih dahulu? (Ya / Tidak) 2. Alasan : ... .

3. Alat apakah yang digunakan untuk mengolah tanah? (Jawab : ...) 4. Bagaimana aturan dalam mengolah tanah? (Jawab : ... 5. Jenis kayu tersebut ditanam mulai tahun berapa? (Jawab : ...) 6. Adakah kesulitan yang dihadapi dalam hal :

a. Pengadan bibit : ... b. Penanaman : ...

c. …………..

B. Pemeliharaan Tanaman

Jenis

tanaman Pemeliharaan Keterangan

1. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 2. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 3. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 4. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak) 5. ... a. Penyulaman : (Ya / Tidak)

b. Penyiangan dan pendangiran : (Ya / Tidak) ... x/th c. Pemupukan : (Ya / Tidak) ... x/th

d. Pemberantasan hama dan penyakit : (Ya / Tidak)

8. Alat yang digunakan untuk kegitan pemeliharaan :

a. Penyulaman : ... b. Penyiangan dan pendaringan : ... c. Pemupukan : ... d. Pemberantasan hama dan penyakit : ... 9. Adakah kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam hal pemeliharaan? (Ada / Tidak)

(58)

59

VI.Aspek Teknis / Biaya Produksi

1. Kegiatan Produksi

No. Jenis Kegiatan Bulan Tenaga Kerja Jam Kerja Keterangan

1.

2. Biaya Pupuk / Obat-obatan

Jenis yang

dipakai

Jumlah (kg/….) Harga ((Rp/kg) Dosis (kg/….) Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

VII. Aspek Hasil dan Cara Pemanenan

Jenis

Harga Penggunaan Periode Panen

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir
Tabel 1. Luas Hutan BKPH Pangalengan Berdasarkan Hasil Risalah Tahun 1998.
Tabel 2. Jumlah Petani PHBM Berdasarkan Umur
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Petani PHBM
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.32/POJK.03/2016 Tanggal 08 Agustus 2016 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.43/SEOJK.03/2016 Tanggal 28 September 2016 perubahan dari

a) Tahap pertama kami melakukan diskusi bersama pegawai laboratorium pekerjaan sosial BBPKS Yogyakarta mulai pukul 08.00 – 09.30 WIB. Selanjutnya dari hasil diskusi,

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep rancangan combination tool yang merupakan alat bantu pembuatan produk menggunakan bahan dasar lembaran pelat

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

Aliran sungai dari hulu ketika pasang angkutan sedimen diendapkan di alur sungai ataupun muara sungai sedangkan aliran sungai ketika surut angkutan sedimen dibawa kembali

Ketika Bulgaria menyerbu Serbia dan Yunani pada tanggal 16 Juni 1913, negara ini kehilangan sebagian besar Makedonia ke Serbia dan Yunani dan Dobruja Selatan ke Rumania dalam

Hal tersebut akan membantu masyarakat yang selama ini merasa terpinggirkan dan terlupakan menjadikan masyarakat memiliki peran dan memperoleh pendapatan dari usaha