C. Metode Analisis Analisis Sifat Fisik
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Tepung Jagung
Jagung pipil yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas Pioneer 21 yang didapatkan dari sentra pertanian jagung Ponorogo, Jawa Timur. Proses pembuatan tepung jagung diawali dengan penggilingan menggunakan hammer mill yang menghasilkan grits jagung. Grits jagung yang dihasilkan dari penggilingan pertama masih bercampur dengan kotoran, kulit, tepung kasar dan komponen lain yang tidak diinginkan. Proses yang dilakukan untuk memisahkan grits dari semua campuran tersebut yaitu dengan mencuci dan merendam dalam air. Selain untuk memisahkan bagian endosperm (grits jagung) dengan lembaga, kulit dan tip cap dan memisahkan biji jagung dari kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi, proses pencucian dan perendaman ini juga bertujuan untuk memperlunak jaringan jagung yang masih keras sehingga ketika digiling dengan disc mill lebih mudah.
Pencucian membersihkan grits dari kotoran yang menjadi kontaminan, sedangkan perendaman membuat kulit dan lembaga terangkat ke permukaan air. Hal ini disebabkan dalam lembaga terdapat banyak kandungan lemak yang mempunyai massa jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan air. Proses pengadukan dilakukan selama pencucian agar bahan campuran yang akan dibuang tidak terendap dalam tumpukan grits. Kemudian grits ditiriskan selama ± 2 jam.
Endosperm yang sudah dipisahkan kemudian digiling menggunakan
disc mill yang bertujuan untuk memperhalus ukuran grits menjadi tepung. Tepung yang dihasilkan masih berupa tepung kasar yang belum terpisahkan berdasarkan ukurannya. Untuk menghasilkan tepung jagung yang halus dan homogen, maka dilakukan pengayakan menggunakan vibrating screen dengan ukuran mesh 100. Tepung ukuran 100 mesh kemudian dioven 60o C selama 2 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan sebagian besar air pada tepung sehingga tepung jagung lebih tahan lama ketika penyimpanan.
Gambar 7. Diagram Alir Kesetimbangan Massa Proses Penepungan Jagung
Penggilingan II (discmill)
Tepung kasar (5,4 kg/54%)
Grits jagung yang terbuang (0.9 kg/9%)
Tepung jagung tidak lolos 100 mesh (2,486 kg/24,86%) Pengayakan 100 mesh
(vibrating screen)
Tepung jagung lolos 100 mesh (2,914 kg/29,14%) Jagung kering pipil
(10 kg)
Penggilingan I (hammer mill)
Pemisahan endosperm dari
lembaga, kulit dan tip cap
Grits jagung (6,3 kg/63%)
Grits, lembaga, tip
cap,kulit yang
terbuang (0.23 kg/2,3%)
Lembaga, tip cap,
kulit (3,47 kg/34,7%) Grits, Lembaga,
tip cap, dan kulit (9,77 kg/97,7%)
Sebanyak 10 kg jagung pipil varietas Pioneer-21 melalui proses penepungan menghasilkan 2,914 kg tepung jagung lolos ayakan 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan 29,14% dari keseluruhan bahan baku. Kemudian tepung jagung ini dikemas dalam wadah plastik ukuran 500 gram dan disimpan di freezer sebelum digunakan untuk proses pembuatan mi jagung.
Pembuatan tepung jagung dengan metode penggilingan kering didasarkan pada penelitian Juniawati (2003). Pada metode ini, penggilingan jagung dilakukan sebanyak dua tahap. Penggilingan tahap pertama menggunakan hammer mill yang dilanjutkan dengan perendaman dan pencucian untuk memisahkan bagian endosperma (grits) jagung dengan kulit, lembaga, dan tip cap. Perendaman juga bertujuan untuk melunakkan endosperma jagung agar mudah dihancurkan saat proses penggilingan kedua.
Penggilingan tahap kedua bertujuan untuk menghaluskan grits jagung menjadi tepung dengan menggunakan disc mill. Grits jagung terlebih dahulu dikeringkan sehingga diperoleh kadar air + 17%. Jika kadar air terlalu tinggi, maka bahan akan menempel pada disc mill sehingga dapat menimbulkan kemacetan pada alat. Sedangkan jika kadar air terlalu rendah, endosperma akan kembali menjadi keras dan sulit untuk ditepungkan. Untuk memperoleh tepung jagung dengan ukuran partikel yang seragam, dapat dilakukan pengayakan menggunakan saringan berukuran 100 mesh. Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), penggilingan kering (dry process) umumnya banyak dilakukan dalam skala besar.
Pada prinsipnya, penggilingan biji jagung menjadi tepung merupakan proses untuk memisahkan endosperma dari bagian biji yang lain seperti lembaga, kulit (pericarp), dan tip cap (Hoseney, 1998). Endosperma merupakan bagian terbesar dari biji jagung yang paling tinggi kandungan karbohidratnya (pati). Bagian inilah yang kemudian dibuat menjadi tepung jagung. Sedangkan kulit dan tip cap harus dipisahkan karena dapat membuat tepung jagung memiliki tekstur yang kasar. Begitu pula dengan lembaga yang harus dipisahkan karena kandungan lemaknya yang tinggi dapat membuat tepung jagung cepat tengik akibat oksidasi lemak.
B. Penentuan Jumlah Air
Dalam pembuatan mi jagung ini formula yang digunakan terdiri dari 1 kg tepung jagung, 10 gram garam dan 10 gram guar gum. Sedangkan jumlah air yang ditambahkan yaitu 30, 40, 50, dan 60% (dihitung dari berat tepung jagung). 1 kg tepung jagung dicampur dengan 10 gram guar gum diaduk menggunakan hand mixer selama ± 5 menit, kemudian dicampurkan dengan larutan garam (dibuat dengan cara melarutkan 10 gram garam dalam air) dan diaduk menggunakan hand mixer selama ± 5 menit. Setelah itu adonan dikukus pada suhu 90oC selama 15 menit, kemudian dilakukan sheeting untuk membentuk lembaran.
Tabel 13. Sifat adonan pada penambahan jumlah air yang berbeda
Pada penambahan air sebanyak 30% dan 40%, adonan tidak lengket pada mesin sheeting, namun lembaran yang dihasilkan rapuh dan waktu pembentukan lama. Hal ini menyebabkan karakteristik lembaran adonan kasar dan mudah sobek. Pada penambahan air sebanyak 60%, adonan lengket pada mesin sheeting, dan waktu pembentukan lama. Hal ini menyebabkan karakteristik lembaran adonan elastis dan tidak bisa ditipiskan. Sedangkan pada penambahan air sebanyak 50%, adonan agak lengket pada mesin
sheeting, lembaran yang dihasilkan cukup plastis namun waktu pembentukan lama.
Penambahan air selama proses mengakibatkan partikel pati membengkak dan kehilangan kekompakan ikatan yaitu sebagian dari amilosa
Jumlah air (%)
Sifat adonan mi (secara visual)
30 Adonan tidak lengket pada roller mesin sheeting, namun lembaran yang dihasilkan rapuh dan waktu pembentukan lembaran lama
40 Adonan tidak lengket pada roller mesin sheeting, namun lembaran yang dihasilkan rapuh dan waktu pembentukan lembaran lama
50 Adonan agak lengket pada roller mesin sheeting, lembaran yang dihasilkan cukup plastis namun waktu pembentukan lembaran lama
60 Adonan lengket pada roller mesin sheeting, lembaran yang dihasilkan elastis dan waktu pembentukan lembaran lama
berdifusi keluar disebabkan oleh pengaruh panas (Janssen, 1993). Jumlah air < 50% menyebabkan proses pregelatinisasi adonan kurang sempurna, sedangkan jumlah air > 50% menyebabkan adonan menjadi lengket.
Air berfungsi sebagai pengikat garam dan membantu proses gelatinisasi saat adonan dikukus. Dengan adanya air, maka unsur kimia dalam bahan akan bereaksi dan dengan proses pengadukan akan tercampur sehingga menjadi homogen (Buckle et al., 1998). Jumlah air sangat menentukan kelengketan mi. Bila air yang ditambahkan terlalu sedikit, maka proses gelatinisasi kurang sempurna sehingga pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat mengikat adonan secara baik. Namun bila penambahan air terlalu banyak maka adonan terlalu matang. Adonan yang terlalu matang menyebabkan untaian mi yang dihasilkan menjadi lengket akibat banyaknya padatan yang berdifusi keluar dari pati (Susilawati, 2007).
Berdasarkan pengamatan sifat adonan saat sheeting, jumlah air yang dipilih dan digunakan untuk proses pembuatan mi jagung selanjutnya adalah 50%.