• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Optimalisasi dan Fungsi Tujuan

Optimalisasi memerlukan model matematis yang dapat mendukung perolehan hasil optimal yang diharapkan. Model matematis yang dibangun mempunyai fungsi tujuan dan fungsi kendala dalam proses produksi Ribbed Smoked Sheet (RSS) dan Lateks Pekat. Fungsi tujuan menjelaskan bahwa proses produksi yang dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan kontribusi keuntungan dari RSS dan Latek Pekat yang dihasilkan. Sementara itu, fungsi kendala menjelaskan berbagai batasan yang ditemui dalam memaksimumkan keuntungan. Fungsi tujuan dan fungsi kendala yang telah dibangun tersebut mempunyai variable-variabel penyusun yang mewakili sejumlah produk akhir Nilai koefisien pada variabel menunjukan nilai ketergantungan sumberdaya terhadap jumlah produk karet kering yang dihasilkan.

Analisis terhadap susunan model fungsi tujuan dan kendala yang berbentuk primal merupakan kesimpulan sementara terhadap hasil-hasil dari program LINDO pada kondisi aktual karena merupakan kegiatan produksi yang sedang dilakukan saat ini. Analisis primal akan menunjukan kombinasi produk optimal RSS dan Latek Pekat.

Fungsi tujuan optimalisasi produksi di Kebun Jalupang menggambarkan upaya perusahaaan untuk memaksimumkan keuntungan dari proses produksi bahan baku karet (lateks) menjadiproduk karet olahan berupa RSS dan Lateks Pekat. Dengan demikian, fungsi tujuan merupakan penjumlahan antara kontribusi keuntungan produk per Kilogram Karet Kering (KKK) dikali dengan jumlah produk RSS dan Lateks Pekat yang dihasilkanoleh Unit Usaha Kebun Jalupang. Biaya produksi dan keuntungan masing-masing produk karet olahan yang dihasilkan Unit Usaha Kebun Jalupangdapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 9. Kombinasi keuntungan produksi RSS dan lateks pekat pada Kebun Jalupang Periode RSS Lateks Pekat Harga Jual Biaya Produksi Keuntungan Harga Jual Biaya Produksi Keuntungan Triwulan 1 41.665 10.043 31.622 43.639 15.991 27.648 Triwulan 2 41.665 12.135 29.530 43.639 25.558 18.081 Triwulan 3 39.738 12.406 27.332 41.300 19.4.38 21.862 Triwulan 4 35.884 12.266 23.618 36.623 15.195 21.428

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwakeuntungan untuk masing – masing produk berbeda tegantung dari harga jual dan biaya produksi. Selain itu, setiap triwulannya, keuntungan yang diperoleh Unit Usaha Kebun Jalupang per Kilogram Karet Kering dari produk RSS ternyata lebih besar daripada produk Lateks Pekat. Hal ini terjadi baik pada Triwulan 1 maupun pada Triwulan lainnya, yaitu Triwulan 2, 3, dan 4. Pada Triwulan 1 (Mei 2011-Agustus 2011), keuntungan yang diperoleh Kebun Jalupang untuk setiap Kilogram Karet KeringRSS lebih tinggi, yaitu mencapai Rp 31.622,00 sedangkan untuk setiap Kilogram Karet Kering Latek Pekat hanya Rp 27.684,00. Walaupun harga jual

Lateks Pekat lebih tinggi dibanding RSS, keadaan tersebut terjadi karena biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi Lateks Pekat lebih tinggi daripada biaya produksi untuk menghasilkan RSS.

Selama periode Mei 2011-April 2012,Kebun Jalupang mendapatkan penerimaan optimal dengan nilai sebesar Rp 76.364.690.000,- sedangkan penerimaan aktualnyasebesar Rp 81.906.284.918,00. Dengan demikian, selisih penerimaan optimal dan penerimaan aktual sebesar Rp. 8.198.964.918,- atau sebesar 10 persen. Penerimaan optimal diperoleh dari jumlah produk optimal dalam Kilogram Karet Kering untuk RSS dan Kilogram Karet Kering untuk Lateks Pekat dikali dengan kontribusi keuntungan masing-masing produk dimaksud. Sementara itu, penerimaan aktual diperoleh dari jumlah produk aktual dalam Kilogram Karet Kering untuk RSS dan Kilogram Karet Kering untuk Lateks Pekat dikali dengan kontribusi keuntungan masing-masing produk dimaksud.

Pada saat penerimaan optimal, jumlah produk olahan karet kering yang dihasilkan sebanyak 2,825,721 Kilogram Karet Kering, yang terdiri dari RSS sebanyak 2.179.280 Kilogram Karet Kering (77%) dan Lateks Pekat sebanyak 646.441 Kilogram Karet Kering (23%). Sementara itu, pada saat penerimaan aktual, jumlah produk olahan karet kering yang dihasilkan sebanyak 3.015.941 Kilogram Karet Kering, yang terdiri dari RSS sebanyak 2.329.489 Kilogram Karet Kering (77,2%) dan Lateks Pekat sebanyak 686.452 Kilogram Karet Kering (22,8%).

Data tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi optimal produksi karet olahan di Kebun Jalupang memiliki selisih dengan kondisi aktualnya sebanyak 190,220 Kilogram Karet Kering, yang terdiri dari 150.209 Kilogram Karet Kering RSS dan 40,011 Kilogram Karet Kering Lateks Pekat. Berdasarkan perhitungan diatas terlihat bahwa tingkat produksi aktual RSS maupun Lateks Pekat di Kebun Jalupang sudah melewati tingkat produksi optimal karena jumlah produksi aktual kedua produk tersebut sudah melebihi jumlah produksi optimal.Tetapi, kesenjangan tersebut juga menunjukan bahwa proses poduksi yang dilakukan Kebun Jalupang belum terencana dengan baik.

Setelah parameter input untuk setiap produk diketahui maka fungsi tujuan untuk memaksimumkan keuntungan setiap bulannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

MaxZ = 31622X11+29530X12+27332X13+3618X14+27648X21+18081X22+ 21862X23+21428X24

Keterangan :

X11-X14: Produksi RSS pada Twiwulan 1 sampai dengan Triwulan 4

X21-X24: Produksi Lateks Pekat pada Twiwulan 1 sampai dengan Triwulan 4

Kendala-kendala Model Optimalisasi

Kendala-kendala dalam pengolahan RSS dan Latek Pekat terdiri dari kendala bahan baku lateks, kendala bahan penolong, dan kendala tenaga kerja perbulannya.

Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks Kebun

Pengadaan bahan baku yang mampu dilakukan oleh masing-masing kebun berbeda-beda dan mengalami fluktuasi pada setiap bulannya. Pengadaan bahan baku oleh masing-masing kebun menjadi perkiraan ketersediaan bahan baku lateks bagi pengolahan RSS dan Lateks Pekat dan menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala pengadaan bahan baku. Total ketersediaan bahan baku lateks yang dapat diperoleh melalui penyadapan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 dapat dilihat pada Tabel 9

Pada Tabel 9 juga dapat dilihat dengan jelas bahwa produksi lateks kebun mengalami puncak produksi pada Triwulan 1 atau bulan Mei-Juli sedangkan produksi rendah terjadi pada Triwulan 2 atau bulan Agustus - Oktober. Dapat dilihat juga bahwa pada Triwulan 1 dan 4 merupakan waktu dimana produksi lateks kebun melimpah sedangkan pada Triwulan 2 dan 3 produksi lateks kebun sedikit. Hal ini dikarenakan pada bulan Agustus merupakan peralihan musim kemarau ke musim hujan sehingga pada masa itu terjadi fase pengguguran daun untuk menghindari penguapan air yang berlebihan. Kondisi pengguguran daun akan mengakibatkan hasil produksi lateks menurun. Bahan baku lateks ini didapat dari hasil Kebun sendiri milik PTPN VIII Kebun Jalupang yang mana dalam periode Mei 2011 sampai dengan April 2012 memperoleh lateks kebun sebanyak 3.888.665 Kilogram Karet Kering.

Tabel 10. Produksi lateks kebun di Kebun Jalupang pada Bulan Mei 2011- April 2012

Periode Produksi Latek Kebun(Kilogram Karet Kering)

Triwulan 1 1.286.209

Triwulan 2 597.497

Triwulan 3 873.381

Triwulan 4 1.131.568

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang

Koefisien input bahan baku lateks bernilai satu, hal tersebut didukung oleh nilai sebelah kanan pada fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks yang dinyatakan dalam kilogram karet kering. Berikut adalah fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks :

Triwulan 1 : 0.616x11+0.179x21<=1286209 Triwulan 2 : 0.530x12+0.278x22<=597497 Triwulan 3 : 0.540x13+0.167x23<=873381 Triwulan 4 : 0.661x14+0.127x24<=1131568 X11<=792288 X12<=316860 X13<=471811 X14<=748530 X21<=230696 X22<= 166371 X23<=146215 X24<=143170

Kendala Pengadaan Bahan Baku Penolong

Proses pengolahan lateks menjadi RSS membutuhkan bahan penolong yang terdiri dari Asap Cair Formula Sheet(AFS) untuk mendukung produksinya. Kebutuhan AFSsebanyak 2.500 Cc untuk satu bak koaguler yang menghasilkan 88 Kilogram Karet Kering produk RSS.Kebutuhan AFS di Kebun Jalupang dalam satuan kilogram sebagaimanatertera pada Tabel 10.

Tabel 11. Pemakaian dan ketersediaan AFS Kebun Jalupang

Periode Pemakaian

(Kilogram) Ketersediaan (Kilogram)

Triwulan 1 12.690 15.430

Triwulan 2 7.640 11.790

Triwulan 3 9.190 11.490

Triwulan 4 8.710 12.290

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang

Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong yang dapat dimanfaatkan. Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong AFS:

0.034x11<=51150 0.027x12<=42800 0.034x13<=84250 0.029x14<=37110

Sementara itu,proses pengolahan lateks kebun menjadi Lateks Pekat membutuhkan bahan penolong Amoniak gas. Kebutuhan Amoniak gas di Kebun Jalupang dalam satuan kilogram sebagaimana tertera pada Tabel 11.

Tabel 12. Pemakaian dan ketersedian Amonia pada Kebun Jalupang

Periode Pemakaian

(Kilogram) Ketersediaan (Kilogram)

Triwulan 1 27.200 51.150

Triwulan 2 8.600 42.800

Triwulan 3 16.150 84.250

Triwulan 4 21.470 37.110

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang

Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong yang dapat dimanfaatkan. Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong amoniak gas: 0.057x21<=15430

0.046x22<=11790 0.063x23<=11490 0.061x24<=12290

Kendala Taksasi

Setiap perusahaan memiliki taksasi (perkiraan) jumlah produksi yang seharusnya dicapai. Penentuan taksasi di Kebun Jalupang ini ditetapkan sesuai dengan permintaan pasar akan masing-masing jenis karet olahan tersebut. Taksasi

produksi RSS dan Lateks Pekat untuk Kebun Jalupang dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 13. Taksasi produksi Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012

Periode RSS Latek Pekat

(Kilogram) (Kilogram)

Triwulan 1 840.153 293.825

Triwulan 2 400.907 126.360

Triwulan 3 500.276 155.288

Triwulan 4 598.321 239.328

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang

Taksasi produksi yang ditetapkan PTPN VIII untuk masing-masing Unit Usaha Kebun, termasuk Kebun Jalupang, menjadi indikator pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun fungsi kendala taksasi produksi karet adalah sebagai berikut:

RSS X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 Lateks Pekat X21<=293825 X22<=126360 X23<=155288 X24<=239328

Kendala Tenaga Kerja

Sumberdaya tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pengolahan, karena masing-masing bagian tertentu ditangani oleh masing-masing tenaga kerja. Oleh karena itu, pada masing-masing bidang, tenaga kerja mengatasi tugas dan tang- gung jawab masing-masing tanpa terbantukan pada bagian lain. Dalam proses pengolahan terdapat beberapa tahapdiantaranya adalah pembekuan dan pengen- ceran, penggilingan, kamar asap, pembongkaran, sortasi dan pengemasan.

Ketersediaan tenaga kerja yang diukur dengan satuan Hari Orang Kerja (HOK) merupakan perkalian jumlah tenaga kerja dengan jumlah hari kerja per orang. Dalam perhitungan tersebut, diasumsikan bahwa dalam sebulan seorang tenaga kerja bekerja, mereka hanya mendapat libur satu hari dan ketersediaan tenaga kerja dalam satu triwulan merupakan rata-rata dari total ketersediaan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja pada proses pengolahan dalamsatuan HOK dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 14. Ketersediaan tenaga kerja di Kebun Jalupang

Periode HOK RSS HOK LP

Triwulan 1 4.128,75 450

Triwulan 2 4.128,75 450

Triwulan 3 4.128,75 450

Triwulan 4 4.128,75 450

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang

Adapun fungsi kendala kesediaan tenaga kerja untuk produksi karet olahan di Kebun Jalupang adalah sebagai berikut:

0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75

Produksi Optimal Karet Olahan

Dalam perumusan model optimalisasi, pabrik Jalupang merencanakan produksi karet sesuai dengan tujuan dan kendala yang menjadi batasan dalam proses produksi, agar hasil optimal dapat dicapai. Hasil optimal sebagai gambaran suatu proses produksi yang ideal akan ditunjukan melalui produksi yang disarankan dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusanyang tepat. Pabrik Jalupang mengharapkan kombinasi produk optimal berupa RSS dan Lateks Pekat yang disarankan untuk diprroduksi dan sesuai dengan fungsi tujuan yaitu memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan.

Kendala-kendala yang dihadapi dapat berupa kendala bahan baku utama berupa LateksKebun serta bahan penolong berupa Asap Cair Formula Sheet (AFS), Amoniak, dan Tenaga Kerja sertaTaksasi Produksi. Melalui hasil olahan data yang menggunakan software LINDO dapat dilihat hasil olahan optimalisasi produksi yang diperoleh di Unit Usaha Kebun Jalupang. Hasil olahan optimalisasi produksi akan memperlihatkan solusi optimal yang terdiri dari kombinasi produk, analisis status sumberdaya (Analisis Dual), dan analisis sensitivitas (Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan dan Analisis Sensitivitas Ruas kanan Kendala). Dari hasil analisis dan skenario yang dilakukan, diperoleh hasil-hasil yang dapat menjadi alternatif kebijakan bagi perusahaan dalam melakukan proses produksi.

Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan terhadap Produksi Optimalnya Proses pengolahan bahan baku lateks kebun di Unit Usaha Kebun Jalupang akan menghasilkan produk karet olahan berupa RSS dan Lateks Pekat. Tingkat produksiaktual dan optimal produk karet olahan RSS dan Lateks Pekat untuk setiap periode (Triwulan 1, 2, 3, dan 4) tersedia dalam Tabel14 dan Tabel15 berikut.

Tabel 15. Tingkat produksi akual dan optimal RSS pada Triwulan 1-4

Periode Produk RSS (Kilogram Karet Kering)

Optimal Aktual Selisih

Triwulan 1 792.288 792.288 0

Triwulan 2 316.860 316.860 0

Triwulan 3 471.811 471.811 0

Triwulan 4 598.321 598321 0

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Data pada Tabel 14 terlihat bahwa kombinasi produk olahan RSS di Kebun Jalupang sudah optimal karena jumlah produksi aktual produk tersebut sudah sama dengan kondisi optimalnya.

Data pada Tabel 15 terlihat bahwa Kebun Jalupang telah melakukan kegiatan produksi karet olahan Lateks Pekat secara optimal karena hasil perhitungan produksi aktual produk tersebut sama dari perhitungan produksi optimalnya. Sementara itu, pada kondisi optimal ataupun kondisi actual menunjukan bahwa produksi Lateks Pekat mengalami fluktuasi, yaitu terjadi penurunan dari Triwulan 1 ke Triwulan 2 namun naik kembali di Triwulan 3 hingga Triwulan 4.

Tabel 16. Tingkat produksi akual dan optimal Lateks Pekat pada Triwulan 1-4

Periode Produk Lateks Pekat (kg)

Optimal Aktual Selisih

Triwulan 1 230.696 230.696 0

Triwulan 2 126.360 126.360 0

Triwulan 3 146.215 146.215 0

Triwulan 4 143.170 143.170 0

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Penggunaan Bahan Baku Lateks Kebun dan Bahan Penolong Optimal Bahan baku yang digunakan pada pengolahan karet di Unit Usaha Kebun Jalupang adalah lateks kebun yang disadap dari pohon karet di kebunsendiri (kebun yang dikelola Unit Usaha Kebun Jalupang). Penggunaan bahan baku lateks kebun pada kondisi aktual dan optimal di Unit usaha tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual dan optimal di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012

Periode Penggunaan Aktual Penggunaan Optimal Surplus Aktual Slack/surplus Optimal Triwulan 1 1286209 529344 0 756865 Triwulan 2 597497 203064 0 394433 Triwulan 3 873381 279196 0 594185 Triwulan 4 1131568 413673 0 717895

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Untuk mengolah seluruh bahan balu lateks kebun menjadi produk karet olahan maka Unit Usaha Kebun Jalupang harus memenuhi syarat, yaitu nilai

baku lateks kebun tidak mempunyai sisa dan habis digunakan untuk proses produksi.

Penggunaaan bahan baku lateks kebun pada kondisi optimal terdapat sisa yang lebih besar dibandingkan penggunaan bahan baku pada lateks kebun pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwa pada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku lateks kebun seharusnya lebih sedikit daripada yang dikeluarkan pada kondisi aktual. Untuk mencapai kondisi tersebut, Unit Usaha Kebun Jalupang perlu melakukan pengaturan luas areal penyadapan (luas kebun yang disadap) disesuaikan dengan kebutuhan lateks kebun yang diperlukan dalam proses produksi RSS dan Lateks Pekat.

Bahan penolong yang digunakan dalam pengolahan produk RSS dan Lateks Pekat adalah AFS (Asap Cair Formula Sheet)dan Amonia. AFS digunalan untukmembantu proses pengubahan lateks kebun menjadi bentuk padat pada produk RSS atau Sheet.Penggunaan AFS pada kondisi optimal mempunyai sisa yang lebih besar dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwa biaya yang dapat dikeluarkan untuk menanggung pemakaian bahan penolong sebenarnya dapat ditekan menjadi lebih sedikit. Kesenjangan yang terjadi menunjukan bahwa jumlah pemakaian bahan penolong AFS yang dilakukan masih belum terencana dengan baik. Dengan melaksanakan produksi pada tingkat optimal, Unit Usaha Kebun Jalupang dapat mengurangi resiko kerugian dan menekan biaya seminim mungkin.Penggunaan bahan penolong AFS pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal di Unit Usaha Kebun Jalupangdapat dilihat pada Tabel 18. Penggunaan bahan penolong afs pada kondisi aktual dan optimal di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012

Periode Penggunaan Aktual Penggunaan Optimal Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 27.200 26.938 23.950 24.212,21 Triwulan 2 8.600 8.555 34.200 34.244,78 Triwulan 3 16.150 16.042 68.100 68.208,42 Triwulan 4 21.470 17.351 15.640 19.758,69

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Selain itu, dalam mengolah bahan baku lateks kebun menjadi produk karet olahan Lateks Pekat, Kebun Jalupang harus memenuhi syarat yaitu nilai

slack/surplus penggunaan bahan penolong Amonia bernilai nol, yang berarti bahan penolong Amonia tidak mempunyai sisa atau habis digunakan untuk proses produksi.

Tabel 19. Penggunaan bahan penolong amonia pada kondisi aktual dan optimal Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012

Periode Penggunaan Aktual Penggunaan Optimal Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 12.690 11.165 -5.789 4.265 Triwulan 2 7.640 3.875 -11.680 7.915 Triwulan 3 9.190 6.522 -7.636 4.968 Triwulan 4 8.710 8.733 -3.533 3.557

Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa penggunaan bahan penolong Amonia pada kondisi optimal terdapat sisa yang lebih besar dibandingkan pada penggunaan bahan baku Amonia pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwapada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk bahan penolong Amoniaperlu ditekan karena seharusnya lebih sedikit daripada kondisi aktual.

Penggunaan Tenaga Kerja Optimal

Penggunaan tenaga kerja di Kebun Jalupang pada kondisi aktual dankondisi optimalnya dapat dilihat padaTabel19 dibawah ini. Data pada Tabel tersebut menunjukkan bahwa pengguaan tenaga kerja pada kondisi optimal lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja pada kondisi aktual. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pekerjaan di pabrik Unit Usaha Kebun Jalupang yang masih menggunakan sistem panggilan sesuai dengan jumlah pekerja yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Jika ada kekurangan tenaga kerja maka manajer Kebun Jalupang akan melengkapi jumlah kuota pekerja yang ditetapkan perusahaan.

Tabel 20. Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan produksi RSS dan Lateks Pekat di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012

Periode Penggunaan Aktual Penggunaan Optimal Surplus Aktual Slack/Surplus Optimal Triwulan 1 4.128,75 4.510 450 69 Triwulan 2 4.128,75 4.356 450 223 Triwulan 3 4.128,75 4.447 450 132 Triwulan 4 4.128,75 3.054 450 1.525

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Data pada Tabel 19 juga menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya tenaga kerja pada kondisi optimal memiliki sisa yang lebih kecil dibandingkan penggunaan tenaga kerja pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwa pada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja sudah optimal atau tidak berlebihan. Hal ini terjadi karena adanya sistem tenaga kerja tidak tetap yang dipanggil sesuai kebutuhan.

Analisis Status Sumberdaya

Analisis dual memberikan penilaian terhadap status sumberdaya yang tersedia dengan melihat nilai slack/surplus dan nilai dual price-nya. Sumberdaya yang memiliki nilai slack/surplus sama dengan nol menunjukan bahwa sumberdaya tersebut habis terpakai danstatusnya sebagai sumberdaya Pembatas (P) atau sebagai sumberdaya yang ketersediaannya langka. Sebaliknya, apabila nilai slack/surplus bernilai lebih besar dari nol berarti sumberdaya tersebut berlebih dan statusnya sebagai sumberdaya Bukan Pembatas (BP), artinya sumberdaya ini tidak habis digunakan pada proses produksi.

Nilai dual price juga menjelaskan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh penambahan atau pengurangan pada nilai ruas kanan kendala terhadap nilai fungsi tujuan. Besar pengaruh tersebut ditunjukan oleh nilai dual price-nya, dimana sumberdaya yang berstatus sebagai Pembatas akan memiliki nilai dual price lebih besar dari nol. Sebaliknya, sumberdaya yang berstatus Bukan Pembatas akan memiliki nilai dual price sama dengan nol dan penambahan persediaan pada sumberdaya Bukan Pembatas tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan.

Hasil Analisis Status Sumberdaya pada Unit Usaha Kebun Jalupang untuk Triwulan 1 menunjukkan bahwa sumberdaya yang menjadi sumberdaya Pembatas (P) adalah Taksasi Lateks Pekat (LP) dengan dual price sebesar 23.618. Artinya, pennambahan satu unit taksasi produksi Lateks Pekat akan menaikkan penerimaan optimal sebesar Rp 23.618,- Sementara itu, sumberdaya yang memiliki status sebagai sumberdaya Bukan Pembatas adalahLateks Kebun, AFS, Amonia, Taksasi RSS, dan Tenaga Kerja (Tabel 21).

Tabel 21. Rekap analisis status sumberdaya Kebun Jalupang Triwulan 1

Kendala Slack/surplus Dual price status

Latek Kebun 763097 0 BP AFS 24212 0 BP Amonia 4265 0 BP Taksasi RSS 47865 0 BP Taksasi LP 0 23618 P HOK 69 0 BP

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Penentuan Taksasi Lateks Pekat yang menjadi sumberdaya pembatas didasarkan pada permintaan pasar untuk jenis karet olahan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya Kebun Jalupang meningkatkan taksasi produksi Lateks Pekat agar keuntungan optimal maupun produksi optimal pada Kebun tersebut.dapat ditingkatkan. Untuk itu, maka bagian pemasaran di Kantor Direksi PTPN VII harus berupaya meningkatkan pangsa pasar Lateks Pekat. Penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal Kebun Jalupang.

Hasil olahan model optimalisasi kadang-kadang tidak dapat diterapkan karena adanya perubahan lingkungan bisnis yang bersifat dinamis. Untuk mengetahui sejauh mana solusi optimal dapat diterapkan jika terjadi perubahan- perubahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan setelah solusi optimal tercapai untuk mengetahui sejauh mana perubahan pada koefisien tujuan dan ketersediaan sumberdaya tidak akan mengubah solusi optimal. Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang terdiri dari kenaikan yang diperbolehkan (allowable increase) dan penurunan yang diperbolehkan (allowable decrease). Jika parameter model optimalisasi produksi masih berada pada selang tersebut maka tidak akan terjadi perubahan pada kombinasi produksi optimal. Berikut ini dijelaskan analisis sensitivitas pada dua bagian yang meliputi analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan dan analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala untuk kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat yang berlangsung di Unit Usaha Kebun Jalupang.

Perubahan yang terjadi pada koefisien fungsi tujuan yang masih mempertahankan kondisi optimal semula ditunjukkan dengan selang tertentu antara nilai minimum dan nilai maksimum. Analisis sensitivitas fungsi tujuan untuk kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat yang berlangsung di Unit Usaha Kebun Jalupang dapat dilihat pada Tabel.21 berikut. Sebagaimana tertera pada Tabel 21 nampak bahwa nilai koefisiensi keuntungan per Kilogram Karet Kering RSS yang masih diijinkan untuk turun di Unit Usaha tersebut adalah sebesar Rp 31.662,00 Dengan kata lain, selama penurunan keuntungan (per Kilogram Karet Kering) dari RSS di Triwulan 1 tidak melebihi Rp 31.662, maka Unit Usaha Kebun Jalupang sebaiknya tetap memproduksi RSS sebanyak yang diproduksi pada tingkat optimal.

Tabel 22. Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan Kebun Jalupang Mei 2011-April 2012

Produk Periode Koef. Sekarang Kenaikan yang Diperkenankan Penurunan yang Diperkenankan RSS TW 1 31.622 Tidak Terbatas 31.622 LP 27.648 Tidak Terbatas 27.648 RSS TW 2 29.530 Tidak Terbatas 29.530 LP 18..081 Tidak Terbatas 18.081 RSS TW 3 27.332 Tidak Terbatas 27.332 LP 21.862 Tidak Terbatas 21.862 RSS TW 4 23.618 Tidak Terbatas 23.618 LP 21.428 Tidak Terbatas 21.428

Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)

Analisis nilai ruas kanan pada kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat

Dokumen terkait