• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spesifitas dan Aktivitas Lipase yang dihasilkan dari Rhyzopus oryzae

Rhizopus oryzae merupakan fungi yang termasuk dalam jenis kapang yang

banyak digunakan dalam proses pembuatan tempe kedelai. R. oryzae dipilih karena kapang lokal jenis ini tidak bersifat toksik, mudah diperoleh, pertumbuhannya relatif cepat, serta dapat menghasilkan enzim lipase yang bersifat spesifik 1,3 gliserida. Spesifitas lipase dari R. oryzae yang bersifat spesifik 1,3 telah dilaporkan melalui penelitian yang dilakukan antara lain oleh Arini (2005); Putranto et al. (2006); Perwitasari (2008) serta Suharyanto et al. (2011). Enzim lipase dari R. oryzae yang bersifat spesifik dalam menghidrolisis TAG pada posisi 1,3 dapat pula dibuktikan dengan rumusan yang dikemukakan oleh Arini (2005) dan Tri-Panji et al. (2008), yaitu suatu lipase akan bersifat spesifik 1,3 jika nilai perbandingan DAG/TAG lebih besar dari ALB/TAG. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai perbandingan DAG/TAG lebih besar dari ALB/TAG, yaitu 0,24 > 0,06 (Tabel 1), sehingga dapat disimpulkan bahwa lipase yang digunakan bersifat spesifik 1,3-gliserida. Kerja lipase yang spesifik 1,3 ini sangat penting dalam penggunaannya untuk produksi DAG karena reaksi gliserolisis

10

enzimatis dapat dikendalikan dan tidak menghasilkan pemecahan total gliserida menjadi ALB seperti yang biasa terjadi pada pemecahan secara non enzimatis (kimiawi) (Tri-Panji et al. 2008).

Tabel 1. Hasil hidrolisis CPO dengan lipase dari R. oryzae

Gliserolisis

Kontinu % TAG % DAG % MAG % ALB

x 72,549 17,647 5,229 4,575 Rasio DAG/TAG 0,24 Rasio ALB/TAG 0,06 Kesimpulan 0,24 > 0,06

Lipase spesifik 1,3-gliserida

Ketika suatu lipase digolongkan berdasarkan sifat spesifitasnya dalam menghidrolisis substrat, maka lipase tersebut dapat dibagi atas dua jenis, yaitu lipase non spesifik dan lipase spesifik. Lipase non spesifik akan menghidrolisis TAG pada ketiga posisi ikatan ester sehingga yang dihasilkan adalah asam-asam lemak dan gliserol, sedangkan lipase spesifik akan menghidrolisis ikatan ester pada posisi 1,3 sehingga produk yang terbentuk adalah asam-asam lemak, MAG dan DAG (Suharyanto et al. 2011). Gambaran hasil hidrolisis TAG oleh lipase non spesifik dan spesifik 1,3 dapat dilihat pada Gambar 3.

11

Gambar 3. Hasil hidrolisis TAG oleh aktivitas lipase non spesifik dan spesifik 1,3-gliserida

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa hidrolisis TAG oleh aktivitas lipase spesifik 1,3 hanya dapat menghasilkan produk DAG, yaitu 1,2(2,3)-DAG dan ALB kemudian pemecahan DAG hanya dapat menghasilkan produk MAG, yaitu 2-MAG serta MAG yang terbentuk tidak dapat dipecah lagi menjadi asam lemak dan gliserol. Pemecahan TAG hingga terbentuk asam lemak dan gliserol hanya dapat dihasilkan dari pemecahan oleh lipase non spesifik.

Dalam penelitian ini, enzim lipase yang digunakan merupakan lipase yang dihasilkan dari R. oryzae yang diisolasi dari tempe kedelai (Gambar 4). Isolasi lipase yang dihasilkan dilakukan dengan pengendapan menggunakan aseton. Pemilihan aseton untuk digunakan dalam mengisolasi lipase dikarenakan sifat aseton sebagai pelarut yang mudah menguap sehingga setelah tahap isolasi enzim, diharapkan sisa aseton dapat menguap sehingga yang tersisa hanya endapan lipase, dan endapan yang diperoleh tersebut kemudian dilarutkan ke dalam larutan buffer Tris-HCl. Selain itu menurut Su et al. (2007), aseton merupakan pelarut polar yang dapat meningkatkan stabilitas lipase. Larutan lipase yang diperoleh dalam bentuk ekstrak kasar, kemudian diuji aktivitas lipolitiknya sebelum digunakan dalam proses optimasi produksi DAG.

12

Dalam penelitian ini, ekstrak kasar lipase untuk mengkatalisis proses produksi DAG, dibuat dalam dua bentuk berbeda, yaitu lipase bebas (lipase yang terlarut dalam buffer Tris-HCl) dan lipase amobil (ekstrak lipase yang dijerap dalam butiran zeolit) (Gambar 5). Aktivitas lipolitik lipase dapat ditentukan dengan uji aktivitas enzim melalui uji kadar ALB yang terkandung dalam sampel CPO setelah melalui proses pemecahan ikatan ester oleh lipase. Tingkat kadar ALB yang terukur per satuan waktu dapat menentukan nilai aktivitas lipolitik dari lipase tersebut. Dari hasil perhitungan, jumlah mol ALB/FFA (Free Fatty Acid) yang terbentuk per menit pada kondisi percobaan, menunjukkan enzim ini memiliki aktivitas lipolitik yang cukup baik, yaitu sebesar 1,091 mol ALB/menit (1,091 U) (Lampiran 2).

Gambar 5. Lipase hasil isolasi dengan aseton (a) Lipase bebas; (b) Lipase amobil

(a) (b)

13

Optimasi Produksi DAG Otomatisasi Proses Gliserolisis

Proses gliserolisis enzimatis yang dilakukan secara kontinu dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk melakukan otomatisasi proses produksi DAG. Pengertian gliserolisis sendiri adalah suatu reaksi penting antara gliserol dengan minyak/lemak untuk menghasilkan produk MAG dan DAG (Kimmel 2004) (Gambar 6). Salah satu faktor penting pada proses gliserolisis adalah kelarutan atau kontak antara TAG dan gliserol (Cheirshilp et al. 2007; Susi 2010), karena alasan tersebut maka dalam penelitian ini digunakan heksana sebagai pelarut organik. Dipilihnya heksana sebagai pelarut organik karena heksana merupakan pelarut yang dapat melarutkan substrat CPO; membantu dalam meningkatkan rendemen produk DAG serta dapat meningkatkan kelarutan minyak dan gliserol dalam proses gliserolisis, sehingga proses gliserolisis dapat berlangsung lebih optimal (Nuraeni 2008). Adanya penambahan heksana dapat membuat kandungan TAG pada CPO berkurang. Hal ini dikarenakan heksana adalah pelarut non polar dan TAG dalam CPO dapat terlarut di dalamnya, karena TAG lebih bersifat non polar daripada DAG dan MAG, membuat TAG dapat terpisah dari DAG dan MAG. Selain itu, penggunaan pelarut heksana memiliki bau yang tidak tajam sehingga tidak mengganggu nilai organoleptik produk akhir yang dihasilkan (Susi 2010).

Suatu reaksi gliserolisis akan berjalan lambat jika dilakukan tanpa menggunakan katalis, dimana penambahan katalis ini berguna untuk mempercepat reaksi. Katalis yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang telah disebutkan sebelumnya adalah enzim lipase. Keistimewaan dari enzim lipase adalah mampu mentransformasikan air ke dalam substrat CPO yang tak larut air. Produk antara yang dihasilkan mempunyai sifat sebagai zat aktif permukaan atau penurun tegangan permukaan yang lebih baik dari TAG (Brockman 1984).

Reaksi gliserolisis antara gliserol dan TAG dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa proses gliserolisis dapat terjadi secara dua arah dan dapat melibatkan reaksi antara gliserol dengan TAG dan DAG juga reaksi antara TAG dengan MAG untuk membentuk produk DAG dan MAG.

Dalam penelitian ini, rancangan proses gliserolisis yang dilakukan secara kontinu untuk otomatisasi proses produksi DAG diamati dapat berjalan dengan baik, sehingga sistem tersebut telah berhasil diterapkan dalam skala lab. Hal ini dibuktikan dengan proses gliserolisis yang dapat berjalan secara otomatis sesuai tujuan awal, tanpa menimbulkan kendala teknis yang berarti. Dengan adanya otomatisasi proses tersebut, diharapkan proses gliserolisis kontinu untuk produksi DAG dapat berlangsung dengan lebih cepat, mudah dan efisien. Hal tersebut terbukti dari komposisi produk DAG yang terbentuk dapat mencapai kondisi optimum dengan waktu yang lebih cepat. Selain itu sistem otomatisasi tersebut terbukti dapat memudahkan proses produksi DAG, karena melalui sistem ini tidak diperlukan lagi banyak wadah ataupun penggantian wadah produksi seperti pada proses batch, karena proses tersebut hanya menggunakan satu bioreaktor dan proses gliserolisis kontinu untuk produksi DAG dapat dijalankan secara otomatis, mulai dari pengaliran substrat CPO hingga terbentuk produk otomatis dilakukan dengan bantuan pompa peristaltik. Hal ini dapat memperkecil keterlibatan tenaga

14

manusia, dan menjadi suatu metode alternatif yang dapat dikembangkan dalam skala industri.

Optimasi Produksi DAG dengan Gliserolisis Kontinu menggunakan Lipase Bebas

Optimasi Laju Alir CPO

Proses optimasi produksi DAG melalui gliserolisis kontinu dimulai dengan menentukan laju alir (µ) substrat (CPO) yang optimum. Variasi laju alir CPO yang dicobakan, yaitu 1 dan 3 mL/menit dimana yang dimaksudkan dengan laju alir CPO adalah laju alir yang dilakukan oleh pompa peristaltik dalam mengalirkan substrat CPO atau produknya masuk dan atau keluar dari bioreaktor gliserolisis. Laju alir 1 mL/menit didapatkan dengan menentukan berapa banyak volume (mL) CPO yang mampu dialirkan oleh pompa peristaltik selama 5 menit, hasilnya tercatat sebanyak 5 mL CPO habis dialirkan oleh pompa peristaltik selama 5 menit sehingga ketika 5 mL dibagi dengan 5 menit didapatkan nilai laju alir 1 mL/menit, dimana untuk laju alir 1 mL/menit digunakan bantuan selang sebanyak 1 jalur sedangkan untuk laju alir 3 mL/menit, banyaknya volume (mL) CPO yang dapat dialirkan adalah sebanyak 3 kali lipatnya sehingga jalur selang yang digunakan adalah 3 jalur (Gambar 1).

Penentuan laju alir substrat dalam gliserolisis kontinu, dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengaliran substrat dalam bioreaktor gliserolisis terhadap pembentukan komposisi produk DAG. Waktu gliserolisis yang dicobakan meliputi pengamatan pada jam ke-0, 4, 18, 21 dan 24 jam. Analisis komponen produk yang terbentuk dengan metode KLT dapat menentukan laju alir CPO yang optimal (Gambar 7). Data pada Gambar 7 menunjukkan optimasi produksi DAG melalui gliserolisis kontinu dengan variasi laju alir substrat (CPO).

15

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa komposisi produk DAG baik ditinjau dari fraksi massa dan perubahannya serta laju konversi dan nilai konversinya menunjukkan bahwa laju alir 3 mL/menit cenderung lebih baik dibandingkan laju alir 1 mL/menit. Hal ini diduga karena adanya hubungan antara kecepatan alir substrat (CPO) dengan pembentukan komposisi produk DAG. Adanya laju alir substrat yang lebih cepat menyebabkan proses kerja lipase dalam mengkatalisis pembentukan produk DAG baik melalui hidrolisis TAG maupun esterifikasi ALB dengan gliserol menjadi lebih cepat serta terjadi kontak antara enzim dengan substrat yang lebih banyak, karena substrat yang dibutuhkan enzim lipase untuk membentuk produk disuplai/diumpan dengan jalur aliran selang yang lebih

a. Perbandingan fraksi massa produk DAG hasil gliserolisis kontinu dengan variasi laju alir CPO

b. Perbandingan perubahan fraksi massa produk DAG hasil gliserolisis kontinu dengan variasi laju alir CPO

c. Perbandingan laju konversi produk DAG hasil gliserolisis kontinu dengan variasi laju alir CPO

d. Perbandingan konversi produk DAG hasil gliserolisis kontinu dengan variasi laju alir CPO

Gambar 7. Optimasi produksi DAG melalui gliserolisis kontinu dengan variasi laju alir substrat (CPO) ditinjau dari (a) fraksi massa; (b) perubahan fraksi massa; (c) laju konversi dan (d) nilai konversi produk DAG ketika dibandingkan dengan kondisi awal masing-masing.

16

banyak (3 jalur) ke dalam bioreaktor gliserolisis, sehingga ada kecenderungan bahwa semakin besar laju alir substrat akan semakin tinggi pula komposisi massa produknya. Dari hasil tersebut dipilih laju alir substrat yang optimum adalah 3 mL/menit.

Optimasi Waktu Gliserolisis

Setelah didapatkan laju alir substrat (CPO) optimum yaitu 3 mL/menit, penelitian dilanjutkan dengan melakukan gliserolisis kontinu dengan variasi waktu gliserolisis yaitu pada siklus ke-0, 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42, 48 dan 51. Satu siklus setara dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan total substrat CPO yang digunakan ke dalam bioreaktor gliserolisis sampai terbentuk produk, yaitu ± 30 menit. Hal ini merupakan waktu total yang dibutuhkan ketika substrat CPO

dialirkan melalui selang dari bagian bawah bioreaktor yang kemudian mengalir naik ke atas (upward flow) sampai terbentuk produk yang terkumpul pada bagian atas bioreaktor gliserolisis.

Gambar 8 menunjukkan fraksi massa produk DAG yang terbentuk selama proses gliserolisis dengan variasi waktu gliserolisis. Data pada Gambar 8 menunjukkan bahwa produk DAG mencapai nilai tertinggi pada siklus ke-18, kemudian mengalami penurunan pada siklus ke-24 dan cenderung naik secara perlahan hingga siklus ke-42 dan terus menurun hingga siklus-siklus terakhir. Adanya kecenderungan ketidakstabilan dalam persentase perubahan fraksi massa DAG, dapat disebabkan karena adanya ketidakstabilan enzim lipase ketika digunakan dalam bentuk larutan. Ketika enzim lipase berada dalam bentuk campuran larutan bersama substrat dan produknya (sistem emulsi), maka enzim lipase sangat sulit untuk dipisahkan dari campuran tersebut sehingga ketika pompa peristaltik mengalirkan dan menghisap kembali substrat/produk hasil gliserolisis ke dalam bioreaktor/sampling point, maka kemungkinan ada bagian enzim yang ikut terbawa sehingga diduga hal ini yang dapat mempengaruhi komposisi massa produk DAG yang dihasilkan. Akan tetapi terlepas dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa produk DAG mencapai nilai optimum pada waktu gliserolisis siklus ke-18, dimana ketika satu siklus gliserolisis membutuhkan waktu ± 30 menit, maka untuk siklus ke-18 setara dengan 9 jam, sehingga waktu gliserolisis optimum yang terpilih adalah pada siklus ke-18 (jam ke-9). Hasil tersebut menunjukkan waktu gliserolisis untuk produksi DAG ini dua kali lipat lebih cepat dibandingkan dengan yang dilaporkan Perwitasari (2008) menggunakan lipase dari R. oryzae yang sama yaitu 18 jam dan Tri-Panji et al. (2008) menggunakan lipase asal Neurospora sitophila yaitu 10 hari, dengan menggunakan gliserolisis sistem batch.

Adanya peningkatan fraksi massa produk DAG setelah gliserolisis pada Gambar 8, ketika dibandingkan dengan kondisi awal (sebelum gliserolisis) hingga mencapai nilai optimum pada siklus ke-18, disebabkan oleh kerja lipase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis TAG menjadi DAG, juga reaksi esterifikasi MAG dengan ALB ataupun ALB dengan gliserol untuk membentuk DAG. Adanya penurunan fraksi massa produk DAG seperti terlihat pada siklus ke-12, 24 dan siklus-siklus terakhir disebabkan karena DAG yang terbentuk dapat mengalami reaksi hidrolisis kembali oleh lipase menjadi MAG dan ALB. Hal ini menunjukkan bahwa lipase merupakan enzim yang dapat mengkatalisis reaksi dua arah, yaitu hidrolisis dan esterifikasi (Turner et al. 2008).

17

Reaksi hidrolisis sendiri merupakan reaksi yang umum terjadi pada produk pangan berlemak, yaitu proses pembentukan ALB dan gliserol melalui pemecahan molekul lemak dan penambahan molekul air (Susi 2010). Reaksi hidrolisis pada umumnya disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisis terjadi secara bertahap dan merupakan reaksi reversible (bolak-balik) (Gambar 9). Kesetimbangan reaksi ini dapat tercapai, ketika kondisinya didasarkan pada konsentrasi senyawa yang terlibat. Minyak atau lemak yang mengalami kerusakan, baik pada saat perlakuan di kebun maupun saat penyimpanan akan memiliki kandungan ALB yang tinggi serta kandungan MAG dan DAG yang tinggi (Susi 2010). Reaksi hidrolisis yang dikatalisis oleh lipase dapat dilihat pada Gambar 9.

Selanjutnya, reaksi kedua yang dapat dikatalisis oleh lipase adalah reaksi esterifikasi dimana reaksi esterifikasi merupakan reaksi langsung antara gliserol dengan ALB untuk menghasilkan MAG, DAG dan TAG dengan komposisi yang berbeda-beda (Gambar 10). Komposisi produk yang dihasilkan tergantung dari rasio antara gliserol dan ALB yang digunakan dalam reaksi tersebut. Esterifikasi pada dasarnya merupakan reaksi yang terjadi antara asam karboksilat dengan alkohol untuk membentuk produk ester. Reaksi ini merupakan reaksi ionik yang merupakan kombinasi dari reaksi adisi dan penyusunan kembali. Produk ester yang dihasilkan selama reaksi ini tergantung pada perbandingan asam dan alkohol. Produk kasar yang diperoleh merupakan campuran dari asam-asam lemak dan gliserol yang tidak bereaksi, MAG, DAG dan TAG. Dari campuran tersebut, asam-asam lemak dapat dipisahkan dengan penyabunan (saponifikasi) dan gliserol dapat dihilangkan melalui pencucian dengan air atau larutan garam sehingga akan diperoleh campuran MAG, DAG dan TAG (Susi 2010). Dari campuran ketiga komponen tersebut, DAG dapat diisolasi/dimurnikan dengan berbagai cara, antara lain dengan metode kristalisasi (Chen dan Ju 2001), destilasi (Compton et al. 2008), ekstraksi (Irimescu et al. 2002), kromatografi (Mappiratu 1999), pendinginan bertahap (Watanabe et al. 2006) dan berdasarkan polaritas bahan (Susi 2010). Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol yang dikatalisis oleh lipase dapat dilihat pada Gambar 10.

18

Dalam proses gliserolisis kontinu dengan variasi waktu gliserolisis diatas, telah didapatkan hasil persentase fraksi massa produk DAG, selain itu dapat pula ditentukan persentase fraksi massa produk lain (TAG, MAG dan ALB) yang terbentuk. Informasi yang dapat dieksplorasi dari hasil tersebut adalah persentase perubahan fraksi massa produk ketika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum mengalami gliserolisis. Perubahan fraksi massa produk selain DAG yang

Gambar 10. Reaksi esterifikasi asam lemak dan gliserol oleh lipase (Watanabe et al. dalam Hermansyah et al. 2010)

19 terbentuk dengan variasi waktu gliserolisis ketika dibandingkan dengan kondisi awal (Gambar 11), dapat membuktikan penjelasan tentang reaksi hidrolisis dan esterifikasi serta kerja lipase yang mengkatalisis proses dua arah tersebut. Perubahan komposisi ini dapat diartikan peningkatan atau penurunan fraksi massa produk selama gliserolisis ketika dibandingkan dengan fraksi massa awalnya sebelum dilakukan gliserolisis.

Data pada Gambar 11 menunjukkan bahwa selama gliserolisis kontinu berlangsung, lipase dapat sekaligus mengkatalisis proses dua arah secara bersamaan yaitu hidrolisis dan esterifikasi. Nilai positif yang dapat dilihat pada Gambar 11 di atas menunjukkan bahwa komponen mengalami penambahan fraksi massa sedangkan nilai negatif menunjukkan bahwa komponen mengalami pengurangan fraksi massa ketika dibandingkan dengan fraksi massa awal (sebelum gliserolisis). Pertambahan fraksi massa dapat disebabkan karena reaktan/substrat mengalami hidrolisis atau esterifikasi, sedangkan untuk pengurangan fraksi massa disebabkan karena reaktan/substrat terhidrolisis sehingga produk yang terbentuk berkurang fraksi massanya.

Pada Gambar 11, ketika ada komposisi produk seperti DAG yang mengalami peningkatan fraksi massa, contohnya pada siklus ke-18 (fraksi massa optimum), mengindikasikan bahwa dalam proses gliserolisis tersebut, lipase dapat mengkatalisis reaksi hidrolisis TAG sehingga membentuk DAG, MAG dan ALB. Hal ini dapat dilihat dari nilai TAG pada siklus ke-18 yang bernilai negatif sedangkan ketiga komponen lain (DAG, MAG dan ALB) bernilai positif. Di samping itu, contoh lain terlihat pada siklus ke-48, dimana yang bernilai negatif adalah MAG dan ALB, hal tersebut mengindikasikan bahwa komponen MAG dan ALB mengalami reaksi esterifikasi untuk membentuk DAG dan TAG sehingga nilai DAG dan TAG adalah positif. Penjelasan yang serupa dapat menjelaskan

Waktu Gliserolisis (Siklus Ke-)

10 20 30 40 50 P e ru b ah an F rak si M as sa K om p on e n ( %) -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 TAG DAG MAG ALB

Gambar 11. Perubahan fraksi massa produk TAG, DAG, MAG dan ALB dengan variasi waktu gliserolisis dibandingkan kondisi awal

20

nilai-nilai perubahan fraksi massa yang terjadi di tiap pengamatan siklus gliserolisis pada Gambar 11.

Selain fraksi massa produk DAG serta perubahannya, dalam proses gliserolisis ini, dapat pula ditentukan laju konversi produk, yaitu perhitungan mengenai kecepatan pembentukan produk DAG yang dihasilkan per satuan waktu gliserolisis dibandingkan dengan kondisi awalnya (Gambar 12). Dari data pada Gambar 12 di atas, dapat dilihat bahwa laju konversi DAG yang tertinggi terdapat pada siklus ke-18 (9 jam), yaitu sebesar 0,44 %/Jam. Artinya bahwa pada siklus ke-18 terdapat sebesar 0,44 % pertambahan fraksi massa DAG per jam dibandingkan kondisi awalnya. Hasil tersebut sejalan dengan data pada Gambar 8 yang menunjukkan bahwa fraksi massa DAG yang tertinggi juga terdapat pada siklus ke-18 (9 jam). Dengan demikian terlihat adanya korelasi antara fraksi massa DAG dengan laju konversinya yaitu fraksi massa DAG berbanding lurus dengan laju konversinya selama proses gliserolisis kontinu tersebut. Selain itu, data pada Gambar 12 memperlihatkan bahwa terdapat laju konversi DAG yang bernilai nol, hal tersebut mengindikasikan bahwa ketika dibandingkan dengan kondisi awalnya fraksi massa DAG pada siklus-siklus tersebut memiliki presentase yang sama dengan kondisi awalnya (konstan). Artinya bahwa yang mengalami pertambahan komposisi massa pada saat siklus-siklus tersebut diduga adalah produk-produk yang lain yaitu TAG, MAG ataupun ALB.

Setelah komposisi massa dan laju konversi DAG diperoleh, dapat pula ditentukan persen konversi peningkatan fraksi massa produk DAG selama proses gliserolisis ketika dibandingkan dengan kondisi awal (Gambar 13). Data pada Gambar 13 menunjukkan bahwa persen konversi DAG memiliki pola yang hampir sama dengan fraksi massa DAG (Gambar 8) serta laju konversi DAG (Gambar 12), yaitu nilai konversi pembentukan DAG tertinggi terdapat pada siklus ke-18 (9 jam).

Gambar 12. Laju konversi DAG dengan variasi waktu gliserolisis dibandingkan dengan kondisi awal

21

Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus antara fraksi massa (Gambar 8), laju konversi (Gambar 12) dan nilai konversi DAG (Gambar 13). Nilai konversi DAG sendiri merupakan persentase peningkatan fraksi massa DAG yang terbentuk selama gliserolisis ketika dibandingkan dengan persentase massa DAG awal. Persen konversi DAG tertinggi terdapat pada siklus ke-18 (9 jam) sebesar 29 %. Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses gliserolisis kontinu dengan variasi waktu gliserolisis yang dilakukan dalam penelitian ini dapat meningkatkan komposisi massa DAG sebesar 29 % ketika dibandingkan dengan kondisi awalnya.

Konversi DAG tersebut (29 %) masih lebih rendah jika dibandingkan dengan gliserolisis kontinu yang dilakukan oleh Noureddini et al. (2004) dengan substrat minyak kedelai yang dapat mencapai nilai konversi DAG sebesar 36 %. Akan tetapi proses gliserolisis kontinu tersebut masih dilakukan secara kimiawi (non enzimatis) yaitu menggunakan katalis basa (sodium hidroksida) pada suhu tinggi (230 °C) dan berdampak pada kualitas produk, sehingga metode gliserolisis kontinu secara enzimatis yang dilakukan dalam penelitian ini memiliki keunggulan yaitu dilakukan pada suhu rendah, tidak memerlukan energi yang besar serta dapat menghasilkan produk dengan nilai konversi yang tidak jauh berbeda (selisih 7 %).

Kinerja Lipase dalam Katalisasi Proses Gliserolisis Kontinu

Dalam penelitian ini juga dilakukan suatu prosedur percobaan untuk menguji kinerja lipase bebas dalam mengkatalisis gliserolisis kontinu. Prosedur ini dilakukan setelah proses optimasi laju alir CPO dan waktu gliserolisis ditentukan. Gambar 14 menunjukkan perbandingan fraksi massa produk DAG ketika dilakukan perlakuan penggantian substrat CPO setiap 6 siklus sebanyak 3 kali, sehingga waktu gliserolisis yang dilakukan adalah 3 x 6 siklus = 3 x (6 x 30 menit) = 9 jam.

Gambar 13. Konversi DAG dengan variasi waktu gliserolisis dibandingkan dengan kondisi awal

22

Dari hasil pada Gambar 14 terlihat bahwa enzim lipase memiliki kemampuan untuk mengkatalisis proses gliserolisis kontinu. Pada gambar 14 terlihat fraksi massa DAG dari tiap siklus dan tiap perlakuan pergantian substrat CPO relatif sama atau tidak berbeda jauh. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas lipase tetap stabil dan tidak menurun drastis seiring dengan

Dokumen terkait