• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Pala (Myristica fragrans Houtt ) dan Pemanfaatannya

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu

Pengaruh Umur Buah Pala terhadap Minyak Atsiri

Buah pala merupakan buah dengan kadar air yang tinggi dan mengandung komponen volatil yang mudah menguap. Proses penentuan kadar air tidak ditentukan dengan m

enguap bersama-sama dengan air. Penentuan kadar air dari bahan-bahan

y ng kadar airnya ting du ny ah

m olatil), meng sti ar rti

t jenisny ari

engukuran kadar air dan kadar minyak bertujuan untuk mengetahui kandunga

etode oven, karena dikhawatirkan komponen volatilnya ikut m

a gi dan mengan ng senyawa-se awa yang mud

enguap (v gunakan cara di lasi dengan pel ut tertentu, sepe

oluena yang berat a lebih rendah d pada air.

P

n air dan jumlah minyak yang terdapat pada biji dan fuli pala kering dari tiap umur pala. Hasil analisis proksimat masing-masing umur biji dan fuli pala (Tabel 12). Prosedur analisis proksimat biji dan fuli pala dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 12 Analisis proksimat biji dan fuli pala dari berbagai umur pala (%)

Sampel Lemak Minyak Atsiri Air

Biji

Muda (bejo) 12.56

Fuli Biji Fuli Biji Fuli

10.42 19.10 22.10 12.45 11.2 Polong 8.89 8.13 11.79 15.89 12.50 10.5 Tua (kilat) 21.97 14.27 6.94 7.89 10.80 9.80 Muda : polong :Tua 14.28 10.35 12.61 15.20 11.74 10.6

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa umur biji dan fuli pala ala muda me

lihat dari kandungan lemak pada biji pala tua yang lebih tinggi (21.97%).

berpengaruh nyata pada kadar air, kadar lemak dan kadar minyak atsiri. Biji p ngandung kadar minyak atsiri yang lebih tinggi (19.10%), dibandingkan biji pala polong dan biji pala tua karena proses pembentukan minyak atsiri tinggi sebagai hasil metabolisme pada tanaman pala, sedangkan pada biji pala polong dan biji pala tua rendah, pembentukannya sudah mulai terhenti karena sebagian sudah diikat oleh lemak. Hal ini dapat di

Selain itu dari hasil analisis proksimat kandungan minyak atsiri fuli pala muda lebih tinggi (22.10%) dibandingkan biji pala muda (19.10%). Biji pala mengandung lemak cukup tinggi (21.97%), sedangkan pada fuli pala (14.27%).

Pengaruh Umur Buah Pala terhadap Laju penyulingan Minyak Pala

Karakteristik laju penyulingan minyak pala keluar dari bahan baku dapat dilihat dari hubungan antara banyaknya minyak pala yang tersuling pada selang waktu tertentu. Data laju penyulingan minyak pala dari berbagai umur pala (Lampiran 11a). Laju volume minyak pala yang tersuling terhadap waktu

peyuling a 8).

lah u menur

an (Gamb r

Pada awal penyulingan, laju minyak yang tersuling sangat tinggi sete

it un. Hal ini disebabkan biji pala yang disuling cukup kering sehingga

pada awal penyulingan dapat langsung menguapkan minyak yang terdapat pada permukaan bahan dan juga disebabkan oleh besarnya jumlah minyak yang bertitik didih rendah yang terdapat dipermukaan bahan. Minyak disekitar permukaan bahan pada awal penyulingan masih banyak tersedia dan minyak yang mempunyai titik didih rendah akan teruapkan terlebih dahulu. Kondisi operasi penyulingan dengan tekanan 0 atm (Lampiran 11b).

0 10 20 30 40 50 60

Volume minyak tersuling

(m l) 70 80 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (jam ke-)

Biji pala muda (bejo) Biji pala polong Biji pala tua (kilat)

Biji pala muda : polong : tua

Gambar 8 Laju penyulingan minyak dari biji pala pada berbagai umur pala

Semakin lama waktu penyulingan jumlah minyak yang tersuling semakin kecil karena semakin sedikit jumlah minyak atsiri yang tersisa. Pada dua jam pertama, biji pala bejo menghasilkan volume minyak tersuling yang terbesar yaitu 105 ml akan tetapi bila digabungkan ketiga umur pala volume minyak yang tersuling yaitu 67.5 ml. Pada Biji pala polong volume minyak tersuling 70 ml

sedangkang biji pala tua volume minyak tersuling yaitu 57 ml. Pada jam berikutnya laju aliran minyak biji pala akan menurun secara drastis hingga sampai akhir proses penyulingan. Hal ini menunjukkan bahwa laju penyulingannya berada pada fase menurun. Semakin tua umur biji pala yang disuling maka volume minyak yang tersuling semakin kecil.

Penurunan laju minyak yang tersuling pada jam berikutnya disebabkan minyak yang ada pada permukaan bahan setelah teruapkan tidak segera dapat digantikan minyak bagian dalam bahan, karena minyak tersebut terlebih dahulu harus dibawa ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi.

Rendemen Minyak Pala

Rendemen penyulingan minyak pala dinyatakan dalam perbandingan antara jumlah minyak pala yang diperoleh dengan berat biji pala yang disuling.

Rendemen tertinggi dari minyak pala adalah dari biji pala muda (bejo) yaitu

17.15 (%v/w, basis basah) dan terendah dari biji pala tua (kilat) yaitu 7.72 (%v/w, basis basah). Data hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 12a. Rendemen yang dihasilkan pada proses penyulingan minyak pala dengan berbagai umur pala dapat dilihat pada Gambar 9.

Rendemen dari biji pala muda (bejo) lebih tinggi karena biji pala muda (bejo) memiliki kandungan minyak yang tinggi yang merupakan hasil dari proses

metaboli tanaman pala. Pada biji pala muda (bejo) proses pembentukan

pala polong dan biji p

sme pada

komponen-komponen minyak atsiri sangat tinggi sedangkan pada biji

ala tua pembentukan komponen-komponen minyak atsiri ini rendah dan sudah mulai berhenti. Pada biji pala tua kandungan minyak atsirinya berkurang yang disebabkan karena sebagian kecil minyak atsiri pada buah hilang oleh karena panas. Hal ini dapat dilihat dari kandungan lemak pada biji pala yang ditunjukkan oleh analisis proksimat biji pala kering (Tabel 12), dimana biji pala tua (kilat) memiliki kandungan lemak yang tinggi dibandingkan biji pala bejo dan polong, sedangkan kandungan minyak atsirinya kecil.

Rendemen (% v/w) 17.15 12.11 11.33 7.72 0 2 4 6 basah) 8 10 (% v/w, basis 12 14 16 18

Kelas mutu pala

Biji pala muda (bejo) Biji pala polong

Biji pala tua Biji pala muda : polong : tua

Gambar 9 Pengaruh umur biji pala terhadap rendemen minyak pala

Hasil analisis sidik ragam dan analisis Duncan (Lampiran 12b dan Lampiran 12c) menunjukkan bahwa umur biji pala berpengaruh nyata terhadap rendemen minyak pala. Minyak pala dari biji pala muda (B1) sangat berbeda nyata dengan minyak pala dari biji pala polong (B2), minyak pala dari biji pala tua (B3) dan minyak pala kombinasi dari ketiga kelas mutu pala, akan tetapi minyak pala dari biji pala polong (B2), dan minyak pala dari biji pala tua (B3) rendemen minyak pala yang dihasilkan tidak berbeda nyata.

Bila diperhatikan dari penambahan jumlah minyak dan lama penyulingan dapat dikatakan penyulingan ini tidak ekonomis. Oleh karena itu

jam, dengan ningkatan tekanan proses

peningkatan tekanan secara bertahap p s ber

P ah Pa rhad utu Daya a K

n m jukk hw ra kes han m k

pala yang d ri agai u biji meme pers

SNI (Tabel 13).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan analisis Duncan (Lampiran 13 – Lampiran 19) terlihat bahwa umur biji pala memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot jenis, indeks bias,

pada penelitian utama dilakukan penyulingan selama maksimum 10

perlakuan pe penyulingan dari awal penyulingan dan

selama rose langsung

engaruh Umur Bu la Te ap M dan Terim onsumen

Hasil penelitia enun an ba a seca eluru utu minya

ihasilkan da berb mur pala nuhi yaratan mutu

dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester. Semakin tua umur biji pala bobot jenis, putaran optik, sisa penguapan, dan kelarutan dalam etanol 90% semakin meningkat (Tabel 13). Hal ini diduga disebabkan karena semakin tua

umur biji pala kandungan senyawa monoterpen hidrokarbon semakin rendah dan

golongan monoterpen alkohol semakin tinggi. Pada umumnya minyak yang

mengandung hidrokarbon beroksigen (Oxigenated hydrocarbon) lebih mudah

larut dari

Tabel 13

pada yang banyak mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen daya larut makin rendah, sebab senyawa terpen merupakan senyawa non polar yang tidak mempunyai gugus fungsi. Selain itu, senyawa-senyawa terpen mudah membentuk reaksi resinifikasi yang dapat menyebabkan sukar larut dalam alkohol. Selain itu semakin tua umur biji pala bilangan asam dan bilangan ester semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi proses hidrolisis pada senyawa ester-ester yang terdapat dalam minyak.

Hasil analisis mutu minyak pala dari berbagai umur pala

Karakteristik Umur buah pala SNI

Muda (bejo)

Polong Tua Muda : Polong : Tua Minyak pala(1998) Bobot jenis (20oC/20oC) 0.877 0.878 0.885 0.884 0.847 – 0.919 Putaran Optik (20 ya jernih % Bilangan asam (%) 1.07 1.36 1.43 1.42 - Bilangan e o C) +17.5 +21.25 +24 +18.5 +8o sampai +26o Indeks bias (20oC) 1.475 1.475 1.477 1.476 1.427 – 1.494 Kelarutan dalam etanol 90%

1 : 2 1 : 2 1 : 1 1 : 1

1 : 3 jernih seterusn

Sisa penguapan (%) 0.58 1.72 2.55 2.40 maks 3.0

ster (%) 5.54 5.97 7.53 7.45 -

Abimanyu et al. (2004) melaporkan bahwa hasil analisis sifat fisikokimia pada pemisahan komponen minyak pala ternyata fraksi berat (fraksi residu) mempunyai nilai viskositas, berat jenis dan indeks bias lebih besar daripada fraksi ringan (distilat) begitu pula terhadap bahan bakunya. Selain itu pada pemisahan komponen minyak pala, diperoleh komposisi masing-masing

itik didih leb

pala. Hasil evaluasi sensori menunjukkan aroma minyak biji pala secara umum

Senyawa monoterpene oxygenated (fraksi berat) memiliki berat molekul dan t

ih tinggi dari monoterpene hydrocarbon (terpen) sehingga total bobot

molekul semakin tinggi.

Evaluasi sensori yang digunakan adalah uji kesukaan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap aroma yang dihasilkan oleh minyak atsiri dari biji

disukai konsumen. Nilai uji terbesar dihasilkan oleh minyak dengan bahan baku biji pala tua (nilai uji 6.1) berarti disukai oleh konsumen, sedangkan minyak biji pala muda memiliki nilai lebih kecil (nilai uji 4.5) yang berarti tidak disukai. Skala uji

ilkan merupakan nilai rata-rata, karena menurut elalui proses penerimaan yang dihubungkan dengan perasaan konsumen pada saat itu.

A apan proses pe perhatian,

d dalam otak, d tuk tukan pen n terha

y sakan dan penen penilaia ra keselu terhadap ngan

yang dirasakan.

Pengaruh Umur Buah Pala Terhadap

Hasil analisis k nen pe n minyak pala menggunakan gas

k rafi mendeteksi 14 senyawa pe inyak pala (Tabel 14). Minyak

d pala muda mem i kand senyaw oterpen h rbon

yang lebih tinggi dibandingkan minyak dari biji pala polong dan biji pala tua (kilat), se

- pinene, limonen) tertinggi yaitu 45.370% dibandingkan minyak pala hasil penyulingan biji pala

ilat) dan gabungan dari ketiga umur pala, sedangkan nen yang digunakan skala 1 sampai 7.

Kurang disukainya minyak atsiri biji pala muda dapat disebabkan

banyaknya komponen monoterpen hidrokarbon yang dikandung minyak atsiri

tersebut dibandingkan senyawa oxygenated hydrocarbon. Komponen monoterpen

hidrokarbon sangat sedikit menghasilkan aroma dibandingkan senyawa

oxygenated hydrocarbon. Selain itu dapat disebabkan, kandungan ester pada minyak atsiri tersebut banyak yang terhidrolisis menjadi asam dan alkohol

Nilai uji yang dihas

Thomson (1976), preferensi konsumen terhadap aroma yang dicium m

da beberapa tah simpan

nerimaan yaitu ransangan input,

i iaktifkan un menen ilaia dap ransangan

ang dira tuan n seca ruhan ransa

Komponen Penyusun Minyak Pala

ompo nyusu

romatog nyusun m

ari biji punya ungan a mon idroka

dangkan minyak dari biji pala tua mempunyai kandungan senyawa

monoterpen alkohol dan senyawa aromatik yang lebih tinggi dibandingkan minyak dari biji pala muda dan biji pala polong.

Hasil analisis luas puncak dan jumlah senyawa dengan gas kromatografi (Tabel 14) minyak pala hasil penyulingan dari biji pala muda (bejo) mengandung

komponen monoterpen (α- pinene, camphene, p-cymene,

polong, biji pala tua (k

senyawa aromatik (safrol, eugenol, miristisin, elimisin dan isoeugenol) yang paling tinggi yaitu 39.297 %.

Tabel 14 Hasil analisis komponen penyusun minyak pala

Nama komponen aroma

Umur buah pala dan luas area relatif (%)

Muda (bejo) Polong Tua Muda : Polong :

α- pinene Tua 6.667 5.639 3.171 5.059 camphene 5.336 4.448 4.097 4.527 p-cymene 20.548 20.487 15.617 15.784 - pinene 9.504 8.894 7.748 8.51 Limonen 3.316 2.727 3.170 3.17 5 1 Linalool Borneol 3.080 3.049 2.382 2.587 8.161 9.214 9.763 9.246 Terfineol 0.646 1.163 0.753 0.854 Eugenol 0.319 0.447 0.592 0.652 Farnesol 2.319 1.922 1.474 1.805 Safrol 1.323 1.123 3.399 2.458 Miristisin 20.819 25.640 33.966 29.808 Isoeugenol 0.944 1.563 0.734 1.050 Elimisin 0.700 0.765 0.606 0.590

Hasil penelitian tahap satu yaitu rendemen minyak tertinggi diperoleh dari biji pala muda (bejo) 17.15 (%v/w, basis basah), memenuhi SNI akan tetapi

kilat) menghasi

en minyak yang lebih besar dari sebelumnya, dan komponen

m tersuling ikut tersuling. Proses penyulingan pada tahap ini

menggunakan bahan baku biji dan fuli pala dari gabungan berbagai umur pala selama 10 jam yang menghasilkan rendemen minyak yang tertinggi, memenuhi SNI, analisis GC-MS, dan evaluasi sensori minyak pala.

Data laju penyulingan minyak dari biji dan fuli pala pada peningkatan tekanan ketel dapat dilihat pada Lampiran 26a dan Lampiran 26b. Perubahan laju penyulingan minyak dari biji dan fuli pala dapat dilihat pada Gambar 10.

kurang disukai oleh konsumen (nilai uji 4.5) dan mengandung komponen

monoterpen tertinggi (45.370%) sedangkan minyak dari biji pala tua (

lkan rendemen minyak yang terendah 7.72 (%v/w, basis basah), memenuhi SNI dan disukai oleh konsumen (nilai uji 6.1) serta mengandung komponen senyawa aromatik yang tertinggi (39.297 %).

Penelitian Tahap Dua

Pengaruh Peningkatan Tekanan Uap Ketel Terhadap Laju Penyulingan

Penyulingan dilakukan dengan menaikkan tekanan ketel suling sehingga diperoleh rendem

Suhu dalam ketel suling meningkat secara bertahap mulai dari saat uap

dimasukkan dan pada tekanan relatif 0 atm suhu berkisar antara 99-100oC.

Dengan adanya uap panas yang masuk kedalam ketel penyulingan akan menghasilkan uap yang terdiri dari uap air dan uap minyak atsiri. Campuran uap tersebut mengalir melalui pipa menuju kondensor dan uap tersebut mengalami proses pengembunan dalam kondensor dengan sistem pendinginan menggunakan air yang dialirkan diluar pipa-pipa kondensor. Dari kondensor destilat keluar

menuju pemisah (separator) yang selanjutnya minyak akan terpisah dari air.

Suhu destilat diusahakan serendah mungkin, karena suhu destilat tilat ini sangat ditentukan o

dari proses p

dihasilkan se 80 oC.

Selain itu juga destilat harus disesuaikan dengan laju air

l suling e kondensor.

mempengaruhi warna minyak hasil penyulingan. Suhu des

leh kemampuan kondensor untuk mendinginkan uap yang dihasilkan enyulingan. Kondensor akan dikatakan baik jika suhu destilat yang

kitar 30 oC dan suhu air yang keluar dari kondensor maksimal

untuk mengatur suhu

yang digunakan kondensor untuk mendinginkan dan laju destilat dari kete k 0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (jam ke-)

Vo lu me mi n yak tersu li n g (ml ) P0 P1 P2 P3 P4 Biji Pala

100 200 300 400 500 600 700 m e m inyak tersul ing (ml) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Waktu (jam ke-)

Vol

u

P0 P1 P2 P3 P4

Fuli Pala

Keterangan: *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol).

P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyulingan

P2 : Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan

P3 : Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan P4 : Pen

sa

yulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm mpai akhir penyulingan

gan minyak dari biji dan fuli pala untuk tiap

yang bertekanan tinggi

an peningkatan tekanan secara bertahap selama proses berlangsung dapat menghemat waktu penyulingan dari total penyulingan jika dibandingkan dengan penyulingan pada tekanan konstan 0 atm.(P0).

Gambar 10 Laju penyulin perlakuan

Semakin tinggi tekanan penyulingan mengakibatkan suhu proses yang semakin tinggi. Kondisi operasi penyulingan pada berbagai perlakuan (Lampiran 26c). Dengan tingginya suhu maka proses difusi akan berjalan lebih cepat sehingga penguapan minyak yang terkandung di dalam bahan baku akan lebih mudah dan cepat pula. Ketika uap melalui bahan, uap tersebut akan mengembunkan sejumlah air dalam ketel. Akibatnya suhu uap

itu akan turun mencapai titik didih campuran uap-minyak. Titik didih campuran uap minyak lebih rendah dari pada suhu uap jenuh. Pada saat minyak atsiri menguap dari bahan, maka suhu uap naik lagi mencapai suhu uap jenuh.

Pada awal penyulingan, laju penyulingan minyak baik dari biji maupun fuli pala sangat tinggi (Gambar 10). Laju penyulingan minyak pala bahkan lebih besar dari penelitian pendahuluan sebelumnya. Pada penelitian tahap ini dengan perlakuan peningkatan tekanan proses penyulingan dari awal penyulingan d

Peningkatan tekanan dari 0 atm menjadi 0.5 atm, 1 atm dan 1.5 atm seperti pada perlakuan (P1), (P2), dan (P3) dan peningkatan tekanan dari 0 atm menjadi 1 atm seperti pada perlakuan (P4), untuk mendapatkan minyak yang jumlahnya sama memerlukan waktu yang lebih sedikit jika dibandingkan pada tekanan 0 atm.

Pada perlakuan P3 baik minyak dari biji pala maupun fuli dimana tekanan awal sebesar 0.5 atm dari awal penyulingan mempunyai volume minyak yang rersuling yang lebih tinggi untuk biji pala (629 ml) jika dibandingkan dengan semua perlakuan dengan tekanan awal 0 atm (615 – 618 ml), sedangkan

untuk f ) dan untuk semua perlakuan (635.9 – 648 ml Hal ini sesuai

dengan pendapat Guenther (1952) dim ang tinggi dan pergerakan air

t proses difusi, sehingga penguapan m

lisa dapat dilihat pada Lampiran 27a. penyulingan minyak dari biji dan fuli pala dengan berbagai perlakuan

n awal 0 atm selama 4 jam,

penyulinga n rendemen minyak paling tinggi dari semua

perla iji pa 16.73 en

yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi dari penyulingan yang biasa

d stri uli ya an rk 3 % adar

a - 1 a rve us nyu n rak

uli (663 ml )

ana suhu y

yang disebabkan oleh kenaikan suhu dalam ketel suling mempercepa

inyak yang terkandung dalam bahan baku akan lebih mudah dan cepat.

Rendemen Minyak Pala

Rendemen penyulingan minyak pala dinyatakan dalam perbandingan antara jumlah minyak pala yang diperoleh dengan berat biji dan fuli pala yang disuling. Berdasarkan hasil analisa, rendemen rata-rata minyak dari biji pala yang

diperoleh 14.2015.30(% v/w) sedangkan pada fuli pala diperoleh 15.41 -

16.73(% v/w), basis basah. Data hasil ana Rendemen yang dihasilkan pada proses

dapat dilihat pada Gambar 11. Perlakuan penyulingan dengan tekana

ditingkatkan 0.5 atm selama 4 jam dan ditingkatkan 1.5 atm sampai akhir n (P2) menghasilka

kuan, untuk b la yaitu sebesar 15.30% dan fuli pala %. Rendem

ilakukan pada indu peny ngan, itu h ya be isar 9-1 dengan k

14.2 14.93 .3 .99 15 14.83 14 14.2 (% v/w basis basah) 14.4 14.6 14. , 8 15 15.2 15.4 14 13.6 13.8 Perlakuan Rendemen (%v/w) P0 P1 P2 P3 P4 Biji Pala 15.41 16.3 16.73 16.28 16.32 14.6 14.8 15 15.2 15.4 15.6 15.8 16 (%v/w, basis basah) 16.2 16.4 16.6 16.8 Perlakuan P0 P1 P2 P3 P4 Fuli Pala

Gambar 11 Pengaruh perlakuan t

iliki titik didih yang tinggi yang digunakan diketel mencapai 1.0

erhadap rendemen minyak pala

Penyulingan dengan peningkatan tekanan 1.0 –1.5 atm ini akan menghasilkan suhu di dalam ketel suling yang lebih besar daripada tekanan 0.5 dan 0 atm. Penggunaan dengan tekanan 1.0 –1.5 atm mengakibatkan komponen-komponen minyak di dalam bahan lebih cepat diuapkan. Sedangkan bila menggunakan tekanan 0 – 0.5 atm ada beberapa komponen-komponen minyak dalam bahan yang belum dapat diuapkan karena mem

dan baru akan teruapkan apabila tekanan atm.

Analisis Mutu Minyak Pala

Hasil analisis mutu minyak dari biji dan fuli pala dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil analisis mutu minyak dari biji pala hasil penyulingan dengan berbagai perlakuan

Karakteristik Tekanan ketel (atm)

P0 P1 P2 P3 P4 SNI Minyak Pala (1998) Biji Pala Bobot jenis (20oC/20oC) 0.894 0.895 0.903 0.901 0.899 0.847 – 0.919 Putaran Optik (20oC) +14 +9.45 +8.1 +9.1 +10.45 +8o - +26o Indeks bias (20oC) 1.474 1.475 1.475 1.475 1.475 1.427 – 1.494 Kelarutan dalam etanol

90%

1 :2 1 : 1 1 : 1 1 :2 1 : 1 1 : 3 jernih seterusnya jernih Sisa penguapan (%) 0.34 0.46 0.48 0.39 0.47 Maks 3.0 % Bilangan Asam (%) 1.065 1.08 1.075 1.07 1.095 - Bilangan Ester (%) 9.4 11.70 15.35 9.75 11.90 - Fuli Pala Bobot jenis (20oC/20oC) 0.897 0.902 0.906 0.903 0.904 0.847 – 0.919 Putaran Optik (20oC) +14 +10 +8.2 +9.2 +10.1 +8o - +26o Indeks bias (20oC) 1.474 1.475 1.475 1.474 1.475 1.427 – 1.494 Kelarutan dalam etanol

90%

1 : 3 1 : 1 1 : 1 1 : 1 1 : 1 1 : 3 jernih seterusnya jernih Sisa penguapan (%) 0.34 0.47 0.49 0.41 0.48 Maks 3.0 % Bilangan Asam (%) 2.8 3.2 3.6 3.1 3.2 -

Bilangan Ester (%) 9.9 12.7 14.7 11.6 12.7 - Keterangan: *) P0:Penyulingan pada tekanan 0 atm selama 10 jam (kontrol).

P1 :Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1 atm sampai akhir penyul

P2 : Penyulingan dengan tekanan ingan

awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0,5 atm dan 1,5 atm sampai akhir penyulingan

P3: Penyulingan dengan tekanan awal 0,5 atm sampai akhir penyulingan

P4: Penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 1 atm sampai akhir penyulingan

bij ai pe uhi persyaratan

mutu SNI. Has erhitungan ana ari

berbagai perlakuan dapat dilihat pa

Berda kan hasil analis

secara bertahap memberikan pen

bias, putaran optik, sisa penguapa ol 90%, bilangan asam

dan bilangan ester minyak yang d Bobot jenis minyak pal

secara bertahap al ini disebab

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan mutu minyak dari

i dan fuli pala yang dihasilkan dari berbag rlakuan memen

il p lisis mutu minyak dari biji dan fuli pala d

da Lampiran 28 – Lampiran 42.

sar is sidik ragam, perlakuan peningkatan tekanan

garuh yang nyata terhadap bobot jenis, indeks n, kelarutan dalam alkoh

ihasilkan.

a semakin tinggi dengan peningkatan tekanan

yang dihasilkan akan semakin t

cepat diuapkan.

bias dan sisa peningkatan jum senyawa

kerapatan minyak, sehingga sinar yang menembus minyak sukar diteruskan,maka nilai in

an hasil pengujian dari seluruh panelis terhadap sampel minyak

pada Tabel 16. Atribut aroma yang teridentifikasi dari seluruh s

gosok tawon dan minyak telon. Keragaman bahasa c

asosiasikan dengan aroma produk lain seperti aroma inggi. Dalam kondisi tersebut mengakibatkan komponen fraksi berat minyak dari bahan lebih mudah dan

Semakin besar tekanan uap yang digunakan, maka semakin tinggi indeks penguapan minyak pala yang dihasilkan. Hal ini juga terkait dengan lah fraksi berat. Komponen fraksi berat minyak merupakan yang bertitik didih tinggi. Senyawa-senyawa tersebut akan meningkatan

deks bias menjadi semakin tinggi daripada indeks bias minyak hasil penyulingan dengan tekanan uap yang lebih rendah.

Analisis Deskripsi Sensori Minyak Pala

a. Deskripsi Kualitatif Berdasark

pala terlihat adanya perbedaan atribut aroma, hal ini disebabkan masing-masing panelis memiliki deskripsi sensori yang berbeda-beda dalam menggambarkan atribut aroma minyak pala. Atribut aroma minyak pala dari

berbagai perlakuan hasil In-Depth Interviews dari masing-masing panelis secara

singkat dapat disimpulkan

ampel minyak pala baik dari biji maupun fuli adalah spicy, warmly,

slightly camphoraceous, sweet, pungent, woody, fruity, bitter dan mint. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farell (1990) bahwa aroma

minyak pala adalah pedas (spicy), hangat (warmly), sedikit aroma kamper (slightly

camphoraceous), manis (sweet), dan menyengat (pungent). Panelis dalam

menggambarkan aroma spicy menggunakan produk lain seperti jahe, cabe,

cengkeh, bahkan ada yang menggambarkan seperti permen karet. Sedangkan

panelis dalam menggambarkan atribut warmly digambarkan seperti aroma

balsem, minyak kayu putih, minyak

ukup terlihat ketika panelis menggambarkan aroma pungent memiliki

bahasa yang berbeda-beda seperti menyengat, bau yang menusuk hidung, tajam bahkan ada yang meng

Tabel 16 Ke pulan deskrip *)

Sampel min pala (perlakuan

sim si aroma minyak pala hasil In-Depth Interviews

Dokumen terkait