SITI SAKIAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala (TUN TEDJA IRAWADI selaku Ketua, MEIKA SYAHBANA RUSLI DAN ANTON APRIYANTONO selaku Anggota Komisi Pembimbing)
Indonesia merupakan produsen minyak pala terbesar di dunia yaitu rata-rata menyumbang 72.2% produksi dunia. Pangsa ekspor yang tinggi ini harus diiringi dengan peningkatan mutu minyak pala agar dapat terus bersaing dan meningkatkan nilai tambah. Salah satu faktor yang menentukan mutu minyak pala adalah komposisi senyawa pembentuk aroma. Sehingga dianggap perlu melakukan penelitian mengenai kajian perubahan komponen aroma minyak pala selama proses destilasi (penyulingan). Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi proses penyulingan menggunakan uap langsung dengan cara mengubah tekanan secara bertahap.
Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu pertama melihat pengaruh umur biji dan fuli pala terhadap kadar air, lemak, minyak atsiri, serta rendemen minyak pala, dan karakterisasi mutu berdasarkan analisis sifat fisikokimia (indeks bias, putaran optik, bobot jenis, sisa penguapan, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik (uji kesukaan terhadap aroma) serta analisis kualitatif komponen volatil penyusun aroma minyak pala. Biji pala yang digunakan adalah biji pala muda (bejo) (3 – 4 bulan), biji pala polong (4 – 5 bulan) dan biji pala tua (kilat) (5 –6 bulan) dan ukuran diameter biji pala yang digunakan adalah 0.5 cm. Pada penelitian tahap kedua dilihat pengaruh perubahan tekanan pada proses destilasi terhadap mutu minyak pala, analisis deskripsi sensori aroma minyak pala (metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan
panelis semi terlatih). Metode kualitatif dilakukan dengan teknik In-Depth
Interviews dan Focus Group, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan
teknik Quantitative Description Analysis (QDA) dan analisis komponen volatil
penyusun aroma minyak pala dengan menggunakan GC-MS.
Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan biji pala muda (bejo)
mempunyai rendemen minyak yang tertinggi (17.15%v/w), dibandingkan biji pala polong dan biji pala tua (kilat) akan tetapi komponen penyusun minyak dari biji
pala tua mempunyai kandungan senyawa monoterpen alkohol dan senyawa
aromatik yang lebih tinggi. Hasil evaluasi sensori menunjukkan aroma minyak biji pala secara umum disukai konsumen. Penelitian tahap kedua menunjukkan modifikasi penyulingan terbaik yaitu penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm selama 4 jam dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan (4 jam) mempunyai rendemen minyak yang tertinggi yaitu 15.30% v/w (biji pala) dan 16.73% v/w (fuli pala). Analisis deskripsi sensori dari minyak pala dengan peningkatan tekanan secara bertahap sampai 0.5 atm menghasilkan
atribut aroma spicy, warmly, sweet dan pungent, sedangkan peningkatan tekanan
sampai 1.5 atm menghasilkan atribut aroma lebih banyak yaitu spicy, warmly,
contributes to 72.2% of world production. This major market share must be maintained by continous improvement of nutmeg oil quality. One of the important factors determine the nutmeg oil quality is the composition of aroma compound. Thus, the research on studying the aroma component of nutmeg oil during distillation process was conducted. In this research, distillation process operation was modified by using direct steam method by gradually change the pressure. The experiments were divided into two stages. The result of first stage showed that young nutmeg kernel produced the highest yields (17.15% v/w), among nutmeg kernel (bejo) and old nutmeg kernel. In contrary, old nutmeg kernel yielded the highest aromatic compounds and alcoholic monoterpene. Sensory test analysis showed that panelists generally like the aroma of nutmeg kernel oil. The second stage showed that the best distillation modification was distillation using initial pressure 0 atm for 4 hours, then was increased 0.5 atm for 4 hours and 1.5 atm until the end of the process (4 hours). The yields of nutmeg kernel and mace were (15.30% v/w) and (16.73% v/w), respectively. Sensory descriptive analysis of nutmeg oil with gradually increasing of pressure up to 0.5 atm resulted
aromatic attributes such as spicy, warmly, sweet and pungent. But, increasing
pressure up to 1.5 atm yielded more aromatic attributes such as spicy, warmly,
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2006 Hak cipta dilindungi
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, Desember 2006
SITI SAKIAH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NIM : F351020271
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua
Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industi Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS
Penulis dilahirkan di Sengkang pada tanggal 16 Juli 1977 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Anwar Rasyid dan Nurhayati Saleh.
Tahun 1995 penulis lulus dari SMU dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Hasanuddin. Di Universitas Hasanuddin penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan lulus tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana (jenjang magister) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis yang merupakan salah satu syarat untuk penyelesaian studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat terselesaikan. Tesis ini berjudul Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing atas
arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, ditengah kesibukan beliau sebagai Ketua Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB.
2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc, sebagai anggota komisi Pembimbing
atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini,
3. Dr. Ir. Anton Apriyantono, sebagai anggota Komisi Pembimbing atas arahan,
dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, ditengah kesibukan beliau sebagai Menteri Pertanian RI, dan bersedia hadir pada sidang akhir Magister.
4. Ir. S. Ketaren, MS sebagai penguji luar komisi atas saran dalam
penyempurnaan tulisan ini
5. Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Irawadi Jamaran,
beserta staf yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademik
6. Bapak Kepala Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) yang
memberikan kesempatan kepada Penulis melakukan penelitian dan seluruh staf, khususnya kepada Bapak Makmun dan Bapak Dedi selaku pembimbing Teknis dan Bapak Chairuddin yang bersedia menyiapkan sampel biji pala selama penelitian berlangsung.
7. Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan hormat yang
mendalam pada Ayahanda Anwar Rasyid dan Ibunda Nurhayati Saleh, saudara-saudaraku (Zakariah, Herawati, dan Saiful), Pamanda dr. Amiruddin Abu dan keluarga, Doni Hidayat SP, MSi dan seluruh keluarga besar M.
8. Sahabat-sahabatku (Zumi Saidah SP, MSi, Deni Sumarna, SP, MSi, Ari Imam Sutanto, STP, Erna Safrida, SPi), teman-teman kosku (Oca, Karin, Niken, Indy, Uli, Meti, Yati, dan Ike) dan rekan-rekan angkatan 2002 TIP yang memberikan bahan masukan dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian tulisan ini
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu terselesainya studi, dan penulisan tesis ini.
Penulis menyadari tulisan ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Desember 2006
Penulis
Halaman
DAFTAR TABEL... iv
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Ruang Lingkup Penelitian... 3
TINJAUAN PUSTAKA Pala (Myristica fragrans Houtt) dan Pemanfaatannya ... 5
Komposisi Kimia Biji dan Fuli Pala ... 6
Pemanfaatan Pala secara Industri ... 6
Minyak Pala ... 7
Standar Mutu Minyak Pala Indonesia ... 10
Komposisi Aroma Minyak Pala ... 10
Distilasi ... 15
Penyulingan Minyak Pala ... 17
Kegunaan Minyak Atsiri Pala ... 16
Ekstraksi dan Identifikasi Komponen aroma Minyak Pala... 17
Analisis sensori ... 22
Quantitative Descriptive Analysis (QDA) ... 24
Principal Component Analisis (PCA)... 26
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 28
Bahan dan Alat... 28
Metode Penelitian ... 31
Analisis ... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN PenelitianTahap Satu... 43
Penelitian Tahap Dua ... 49
Analisis Deskripsi Sensori Minyak Pala ... 55
Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala ... 63
Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 81
LAMPIRAN ... 86
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkembangan Konstribusi Minyak Pala Terhadap Nilai Ekspor ... 1
2. Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000 ... 2
3. Analisis proksimat fuli dan biji pala basis kering... 6
4. Sifat Fisik Senyawa-senyawa Utama Minyak Pala ... 9
5. Sifat Fisik Minyak Pala East Indian dan West Indian... 9
6. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia ... 10
7. Komposisi Kimia Minyak Atsiri dari Biji dan Fuli Pala ... 15
8. Standar Aroma pada Tahap Pelatihan ... 36
9. Persamaan dalam Penentuan Nilai Konsentrasi dan Flavor Standar ... 39
10. Standar Deskripsi Aroma untuk QDA... 39
11. Kondisi Analisis GC-MS Komponen Aroma Minyak Pala... 40
12. Analisis Proksimat Biji dan Fuli dari berbagai Kelas Mutu ... 44
13. Hasil Analisis Mutu Minyak Pala dari Berbagai Umur Pala... 47
14. Hasil Analisis Komponen Penyusun Minyak Pala ... 49
15. Hasil Analisis Mutu Minyak dari Biji dan Fuli Pala Hasil Penyulingan dengan Berbagai Perlakuan ... 54
16. Kesimpulan Deskripsi Aroma Minyak Pala ... 56
17. Deskripsi Aroma minyak Pala Hasil Diskusi Focus Groups... 57
18. Deskripsi Kuantitatif Aroma Minyak Pala ... 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya ... 7
2. Struktur Molekul Senyawa-senyawa Utama Minyak Pala ... 8
3. Kromatogram Minyak Pala (Masada, 1976) ... 13
4. Kromatogram Minyak Fuli (Masada, 1976) ... 14
5. Sketsa Instalasi Penyulingan Uap Langsung ... 30
6. Diagram Alir Prosedur PenelitianTahap Satu... 32
7. Diagram Alir Prosedur PenelitianTahap Dua ... 34
8. Laju Penyulingan Minyak Pala dari Biji pala pada berbagai Umur ... 44
9. Pengaruh Umur Biji Pala terhadap Rendemen Minyak Pala... 46
10. Laju Penyulingan Minyak Pala dari Biji Pala untuk Tiap Perlakuan .. 51
11. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Minyak Pala... 53
12. Spider web Aroma Minyak dari Biji Pala Hasil QDA... 59
13. Spider web Aroma Minyak dari Fuli Pala Hasil QDA ... 59
14. Grafik bi-plot PC1 dan PC2 Hasil Analisis Komponen Utama Aroma Minyak Biji Pala ... 61
15. Grafik bi-plot PC1 dan PC2 Hasil Analisis Komponen Utama Aroma Minyak Fuli Pala ... 63
16. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P0 ... 69
17. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P1 ... 70
18. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P2 ... 71
19. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P3 ... 72
20. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P4 ... 73
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Diagram Pengolahan Buah pala ... 83
2. Contoh Format Isian Seleksi Uji ... 84
3. Hasil Seleksi Panelis dengan Uji Segitiga dan Kesediaan Panelis .... 85
4. Contoh Format Isian Pelatihan Uji Deskripsi Aroma ... 86
5. Contoh Format Isian Pelatihan Uji Rangking ... 87
6. Contoh Format Isian Pelatihan Uji Skoring Aroma ... 88
7. Contoh Format Isian In Depth Interview... 89
8. Contoh Format Isian Uji Deskripsi QDA Aroma ... 90
9. Prosedur Analisis Sifat Fisik dan Kimia Minyak Pala ... 91
10. Prosedur Analisis Proksimat Biji dan Fuli Pala ... 96
11a. Laju Penyulingan Minyak Tiap 1 jam pada berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 98
11b. Kondisi Operasi Penyulingan dengan Tekanan 0 atm... 98
12a. Data Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 99
12b. Analisa Keragaman Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 99
12c. Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm... 99
13a. Hasil Analisa Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm... 100
13b. Analisa Keragaman Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 100
13c. Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 100
14a. Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 101
14b. Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 101
14c. Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 101
15b. Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 102 15c. Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas
Mutu pada Tekanan 0 atm ... 102 16a. Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari Berbagai
Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 103 16b. Analisa Keragaman Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari
Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 103 16c. Analisa Duncan Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari
berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 103 17a. Hasil Duncan Sisa Penguapan Minyak Pala dari Berbagai Kelas
Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 104
18a. Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Berbagai Kelas
Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 105 18b. Analisis Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Berbagai
Kelas Mutu Pada Tekana 0 atm ... 105
18c. Analisa Duncan Bilangan Asam Minya k Pala dari Berbagai Kelas
Mutu Pada 0 atm... 105
19a. Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu
Pada Tekanan 0 atm... 106
19b. Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas
Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 106
19c. Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas
Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 106
20. Hasil Uji Kesukaan Terhadap Aroma Minyak Pala ... 107
21. Kromatrografi Standar Hasil Analisa GC... 108
22. Kromatrogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda :
Biji Pala Polong : Biji Pala Tua (Kilat) ... 110
23. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda
(Bejo) ... 112
24. Kromatogram Minyak Pala dengan bahan baku Biji Pala Polong ... 115
25. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Tua (Kilat) 118
26a. Laju Penyulingan Minyak Biji Pala Tiap 1 Jam dari Tiap Perlakuan . 121
26b. Laju Penyulingan Minyak Fuli Pala Tiap 1 Jam Dari Tiap Perlakuan 121
27a. Data Rendemen Minyak Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan... 122
27b. Analisa Keragaman Rendemen Minyak Biji Pala dari Berbagai
27c. Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan ... 122
28a. Data Rendemen Minyak Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan ... 123
28b. Analisa Keragaman Rendemen Minyak Fuli Pala dari Berbagai
Perlakuan ... 123
28c. Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 123
29a. Hasil Analisa Bobot Jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 124
29b. Analisa Keragaman Bobot jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 124
29c. Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 124
30a. Hasil Analisa Bobot Jenis Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai
Berlakuan... 125
30b. Analisa Keragaman Bobot Jenis Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 125
30c. Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 125
31a. Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 126
31b. Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala
Dari Berbagai Perlakuan... 126
31c. Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 126 32a. Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 127
32b. Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala Dari Fuli pala
dari Berbagai Perlakuan... 127
32c. Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 127
33a. Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala dari Biji Pala Dari Berbagai
Perlakuan ... 128
33b. Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 128
33c. Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala Dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 128
34a. Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
34b. Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 129
34c. Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 129 35a. Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Biji
Pala Dari Berbagai Perlakuan... 130
35b. Analisa Keragaman Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala
Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan... 130
35c. Analisa Duncan Kelarutan Dalam A lkohol 90% Minyak Pala Dari
Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 130 36a. Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Fuli
Pala Dari Berbagai Perlakuan... 131
36b. Analisa Keragaman Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala
Dari Fiji Pala Dari Berbagai Perlakuan ... 131
36c. Analisa Duncan Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari
Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan ... 131
37a. Hasil Analisa Sisa Penguapan Minyak Pala dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 132
37b. Analisa Keragaman Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Biji Pala
Dari Berbagai Perlakuan... 132
37c. Analisa Duncam Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Biji Pala
Dari Berbagai Perlakuan... 132
38a. Hasil Analisa Sisa Penguapan Minyak Pala dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 133
38b. Analisa Keragaman Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Fuli Pala
Dari Berbagai Perlakuan... 133
38c. Analisa Duncam Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Fuli Pala
Dari Berbagai Perlakuan... 133
39a. Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Biji Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 134
39b. Hasil Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Biji Pala
Dari Berbagai Perlakuan ... 134
39c. Analisa Duncan Bilangan Asam Minyak Pala dari Biji Pala dari
Berbagai Perlakuaan ... 134
40a. Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Fuli Pala Dari
Berbagai Perlakuan... 135
40b. Hasil Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Fuli Pala
Dari Berbagai Perlakuan ... 135
Berbagai Perlakuan... 135
41a. Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 136
41b. Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 136
41c. Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 136
42a. Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan... 137
42b. Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan... 137
42c. Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan... 137
43. Sensory Intensity Lima Atribut Flavor Standar... 138
44a. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P0 ... 141
44b. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P1 ... 143
44c. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P2 ... 145
44d. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P3 ... 147
44e. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P4 ... 149
45. Grafik Residual Varian ... 151
46. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan 0 atm gauge Selama 12 Jam (kontrol), Hasil GC-MS ... 152
47. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1 atm gauge Selama 8 jam (P1) Hasil GC-MS ... 153
48. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1,5 atm gauge Selama 8 jam (P2) Hasil GC-MS ... 154
49. Komponen Aroma Minyak Pala DariBiji Pala Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Wal 0,5 atam Gauge Samapi Akhir Penyulingan, P3) Hasil GC-MS ... 155
50. Komponen Aroma Minyak Pala dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 Atm Gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 1 atm Gauge Selama 8 Jam (P4), Hasil GC-MS... 156
51. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Fuli Pala Pada Perlakuan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat penting di Indonesia. Harga minyak pala Indonesia di pasaran dunia dalam selang waktu 1996-2001 menunjukkan tingkat harga yang cenderung meningkat. Pada tahun 1999, harga minyak pala Indonesia di pasar dunia mencapai tingkat harga rata-rata 26.18 US dollar per kilogram. Pada tahun 2000, harga rata-rata minyak pala Indonesia di pasaran dunia kembali naik mencapai tingkat harga rata-rata 33.38 US dollar per kilogram. Potensi dan peluang pasar yang masih sangat besar dan juga potensi ketersediaan bahan baku dapat dijadikan dasar pengembangan industri minyak pala di Indonesia (BPS, 2002).
Indonesia merupakan produsen minyak pala terbesar di dunia yaitu rata-rata menyumbang 72.2% produksi dunia. Dari tahun 1996 hingga tahun 2002 ekspor minyak pala cenderung terus meningkat, peningkatan ini terlihat data kontribusi minyak pala terhadap total nilai ekspor minyak atsiri Indonesia seperti dapat di lihat pada Tabel 1. Pada tahun 2001 Indonesia mengekspor 727.205 kg minyak pala senilai USD 12.915.515,0 (Sumangat et al., 2001). Produksi minyak pala Indonesia pada tahun (1995 – 2000) dapat dilihat pada Tabel 2. Peluang ekspor yang tinggi ini harus diimbangi dengan peningkatan mutu minyak pala agar dapat bersaing dan mempunyai nilai jual yang tinggi.
Tabel 1 Perkembangan Konstribusi Minyak Pala Terhadap Nilai Ekspor
Tahun Kontribusi (%)
industri makanan dan minuman minyak pala digunakan untuk penyedap roti dan kue, acar, asinan, daging, dan masakan ikan. Sedangkan pada minuman seperti minuman telur kopyok (Anonim 2005). Selain itu minyak pala juga digunakan sebagai bahan tambahan penyedap pada produk rokok (Clark dan Bunc, 1997). Pada industri kosmetik dan parfum digunakan sebagai pewangi pada produk sabun, air pembersih (lotion), dan deterjen (Anonim 2005). Arti penting minyak pala dari industri tersebut diatas adalah kandungan komponen aromanya, karena
aroma tersebut akan memberikan aroma khas dan kesan yang khusus (warmly
spicy, terpeny). Komponen aroma utama yang terdapat dalam minyak pala adalah
α dan β pinen, limonen, 4-terpeniol, safrole dan miristisin (Reineccius 1994).
Tabel 2 Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000*
Tahun Berat (kg) Nilai (US $)
1995 109.509 1.529.609 1996 216.581 3.105.894 1997 209.513 3.778.535 1998 382.100 10.014.413 1999 383.725 10.046.165 2000 263.245 6.822.189 * Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001)
Mutu minyak pala dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kemasakan biji pada waktu di panen, penanganan pasca panen yaitu pengeringan dan proses destilasi. Proses destilasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pembuatan minyak atsiri pala dan keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis, seperti suhu dan tekanan yang digunakan dalam proses itu. Penyulingan minyak pala di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Metode penyulingan yang digunakan umumnya dengan cara uap dan air dengan ketel yang digunakan terbuat dari drum-drum bekas, rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah meskipun bahan baku yang digunakan memiliki kadar minyak atsiri yang cukup tinggi. Sebagian industri minyak pala telah menggunakan metode penyulingan uap langsung dimana ketel uap terpisah dari ketel suling.
Bahan ketel suling terbuat dari ”stainless steel” sehingga rendemen dan mutu
minyak pala yang dihasilkan lebih baik daripada penyulingan industri kecil.
(komposisi) dan penerapan teknologi deterpenasi. Akan tetapi parameter-parameter dalam penelitian tersebut ditekankan pada komposisi komponen minyak pala semata dan belum ada yang menekankan pada komponen aroma minyak pala, yang merupakan komponen utama dalam penentuan mutu pada perdagangan international. Untuk itu diperlukan penelitian mengenai kajian perubahan komponen aroma minyak pala selama proses penyulingan.
Sebagai upaya untuk menghasilkan mutu minyak pala yang tinggi dalam hal ini komponen aroma minyak pala pada penyulingan menggunakan metode uap langsung digunakan penyulingan dengan tekanan yang tinggi tetapi dengan waktu yang sesingkat mungkin dan minyak yang dihasilkan cenderung mempunyai warna gelap dan berbau gosong sehingga menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Selain itu dapat juga digunakan tekanan yang rendah, akan tetapi dibutuhkan waktu yang lama dan energi yang besar untuk menghasilkan minyak. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan modifikasi proses operasi penyulingan minyak pala (metode uap langsung) dengan cara mengubah tekanan secara bertahap. Diharapkan dengan metode ini minyak dapat tersuling semaksimal mungkin dan mutu minyak yang dihasilkan lebih baik terutama komponen pembentuk aroma minyak pala yang dibutuhkan dalam industri pangan (flavor), industri farmasi serta industri fragrans dan parfum.
Dengan demikian diharapkan dengan proses tersebut dapat meningkatkan mutu minyak pala produksi Indonesia yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga minyak pala produksi Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh tekanan uap terhadap komponen aroma minyak pala, sehingga diharapkan dapat diketahui kondisi proses yang sesuai dalam pengolahan minyak dari biji dan fuli pala.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu :
1. Penyulingan minyak pala dengan metode uap langsung dengan peningkatan
2. Analisis sifat fisik dan kimia minyak pala (sisa penguapan, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik minyak pala dengan analisis deskripsi sensori aroma dan intensitas aroma minyak pala.
3. Profil kromatografi gas (GC) dan analisis komponen aroma minyak pala
TINJAUAN PUSTAKA
Pala (Myristica fragrans Houtt)dan Pemanfaatannya Tanaman dan Biji Pala
Tanaman pala termasuk dalam kelas Angiospermae, subkelas
Dicotyledonae, ordo Ranales, family Myristiceae serta Myristica. Tanaman ini
terdiri dari 15 genus dan 250 species. Dari 15 genus tersebut, 5 genus terdapat di
daerah tropis Amerika, 6 genus di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah tropis Asia.
Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli
Indonesia yang berasal dari Malaise archipel, yaitu dari gugusan kepulauan
Banda dan Maluku (Sunanto 1993). Tanaman pala tergolong dalam famili
Myristicaceae dengan kira-kira 200 species dan seluruhnya tersebut di daerah tropis. Jenis yang baik untuk bahan tanaman pala dari segi kuantitas dan kualitas produksinya adalah jenis pala banda, Sian, Patani, Ternate dan Pala Tidore.
Selain Indonesia yang merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%) juga diikuti oleh Grenada (20-25%). Ada beberapa species pala yang
dikenal selain Myristica fragrans Houtt (Pala Banda), yaitu Myristica argentea
Warb (Pala Papua), Myristica malabarica (Pala Malabar) dan Myristica
succedena Blume (Pala Halmahera). Diantara jenis-jenis tersebut yang bermutu
baik adalah Myristica fragrans Houtt (Syukur dan Hernani 2002).
Buah pala yang masak berwarna kuning kehijauan dengan tekstur yang keras. Diameter buah bervariasi antara 3 – 9 cm. Buah pala terdiri atas daging pala dan biji pala yang terdiri dari fuli, tempurung, dan daging biji. Di antara daging dan biji terdapat selaput seperti jala yang di dalam dunia perdagangan
disebut fuli (Purseglove et.al., 1981). Fuli dari buah pala yang belum cukup
masak berwarna kuning pucat. Bila dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat muda. Fuli yang sudah tua berwarna merah api, bila dikeringkan akan berwarna merah coklat, dan bila disimpan dalam waktu yang lama akan berubah menjadi kuning tua hingga kuning orange seperti warna jerami.
Berdasarkan daerah asalnya, biji pala dan fuli dibedakan menjadi dua jenis
Mace". Pala yang berasal dari daerah Banda, Siauw, Penang, Padang dan Papua
Nugini (Myristica argentea) dimasukkan dalarn kelompok "East indian Nutmeg
and Mace", sedangkan pala yang berasal dari Grenada termasuk jenis "West indian Nutmeg and Mace" (Smith dan Anand 1984).
Fuli yang berasal dari Indonesia (East india) mempunyai aroma yang lebih
kuat dan warna yang lebih terang dibandingkan fuli yang berasal dari Grenada (West india) (Redgrove 1983). Hal ini disebabkan karena kandungan safrole dan
myristicin East india yang lebih tinggi dibandingkan West india, disamping itu
juga terdapat perbedaan komponen penyusun monoterpen. Safrole dan myristicyn
merupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang kuat pada fuli (Purseglove 1981).
Komposisi Kimia Biji dan Fuli Pala
Di Kepulauan Banda khususnya perbandingan berat biji kering dengan fuli kering rata-rata 4 : 1. Di pulau lain dan gugusan kepulauan Maluku berat fulinya agak rendah. Purseglove et al (1981) mengemukakan perbandingan biji pala kering terhadap fuli kering adalah 20 : 3.
Analisis proksimat menunjukkan bahwa sebagian besar komponen yang ada di dalam biji pala dan fuli adalah pati, minyak lemak dan ekstrak alkohol. Sebagian besar lemak dalam bentuk trimiristin (73%), yaitu trigliserida dan asam miristat. Hasil Analisis proksimat fuli dan biji pala dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis proksimat fuli dan biji pala basis kering (%)*)
Komponen Fuli Biji
Air 9,78-12.04 5.79-10.83
Protein 6.25-7.00 6.56-7.00
Minyak atsiri 6.27-8.25 2.56-6.94 Ekstrak alkohol 22.07-24.76 10.42-17.38 Minyak lemak 21.63-23.72 28.73-36.94
Pati 49.85-64.85 31.81-49.80
Serat Kasar 2.94-395 2.38-3.72
Abu 1.81-2.54 2.13-3.26
*) Winto. A.L. dan Winton K.B. di dalam Somaatmadja (1984)
Pemanfaatan Pala secara Industri
pemanfaatan dan pengolahan buah pala. Buah pala dan bagian-bagianya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya
Minyak Pala
Minyak pala diperoleh dengan cara melakukan penyulingan terhadap biji dan fuli pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda karena mempunyai kandungan minyak pala yang lebih tinggi. Minyak pala berwama kuning pucat sampai tak berwarna, mudah menguap, dan mempunyai bau khas pala (Dorsey 2001).
urseglove et al. (1981) menyatakan bahwa komposisi kimia minyak
pala terdiri dari hidrokarbon (monoterpen) yang jumlahnya antara 61-88%,
hidrokarbon teroksigenasi 5-15% dan eter aromatis 2-18%, sedangkan senyawa lainnya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Konstituen terbesar dari
golongan hidrokarbon monoterpen adalah α-pinen, β-pinen serta sabine,
sementara myristicin merupakan komponen utama dalam fraksi eter aromatis.
Aroma dari minyak pala terutama disebabkan oleh adanya eter aromatis,
myristicin, safrole, dan elimicin yang memberikan bau. Struktur molekul senyawa-senyawa utama minyak pala dapat dilihat pada Gambar 2.
inyak pala (Purseglove et
Hustiany ( laporkan bahwa daging buah pala me 29
k n volatil de 3 kompon g teride i da
lainnya yang belum i. K en-komponen yang paling banyak
terkandung dalam m atsiri dagi h pala a α-pinen ),
β-p %), ∆-3 nen (8% erpinen 9%),
1 tatrien (5 γ-terpinen ), α-terpineol (11.2
(2.95%), dan myrist .37%).
Gambar 2 Struktur molekul senyawa-senyawa utama m
al, 1981)
1994) me ngandung
n 6 ponen
ompone ngan 2 en yan ntifikas kom
teridentifikas ompon
inyak ng bua dalah (8.7%
inen (6.92 -karen (3.54%), D-limo ), α-t (3.6
.3,8men .43%), (4.9% 3%, safrol
Senyawa-senyawa penyusun minyak pala berpengaruh besar terhadap sifat minyak pala. Sifat fisik senyawa-senyawa tersebut dalam minyak pala diterangkan oleh Guenther (1952) seperti yang tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Sifat Fisik Senyawa-Senyawa Utama Minyak Pala
Senyawa Berat Molekul
inyak pala dan fuli yang berasal darl "East indian" berbeda
". Minyak pala "West indian" mem unyai bobot
n yang lebih rendah dan putaran optik yang
lebih tinggi karena mengandung terpene dalam jumlah lebih besar. Perbedaan inyak pala tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5. Kelarutan dalam alkohol 90 % Larut pada perbandingan
Standar Mutu Minyak Pala Indonesia
Tinggi rendahnya pa h
k -ciri fisik yang terutama dijadikan ukuran penentuan mutu
m bobo ran optik, indeks bias, kelarutan dalam
alkohol, dan sisa penguapan. Sedangkan cir ang me utu
m terutama adalah kandungan mir nya n
kandungan alkohol dalam senyawa terpen. Mengingat bahwa produksi minyak
pala di Indonesia hampir seluruhnya diekspor, m rdapat stand atau
persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1998 yang elum diekspor, seperti terlihat pada Tabel
a Indonesia
mutu minyak la ditentukan ole ciri-ciri fisik dan
imiawinya. Ciri
**) Standar Mutu Menurut Ketentuan Balai Penelitian Kimia (Ketaren, 1990) ***) Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3735-1998)
Komposisi Aroma Minyak Pala
Dalam industri ”fragrance dan ”flavor”, aroma merupakan kombinasi
persepsi penerimaan dari rasa dan bau. Pada umumnya ada 4 macam kualitas rasa yaitu manis, asam, asin dan pahit (bitter) (deMan 1985), sedangkan untuk bau ada
tujuh bau dasar dalam industri aroma yaitu camphoraceous, musky, floral,
peppermint, ethereal, pungent dan putrid (Amoore et al. 1964, dalam deMan 1985).
sebagainya, dan sensasi aroma tersebut disebabkan baik oleh “single compound”
maupun agregat “group of compound” yang ada dalam minyak atsiri.
Komponen aroma yang terdapat dalam minyak atsiri terdiri dari
hidroka
n hidroka
andung 80% monoterpen, 4% terpen
alkohol
senyawa yang toksik dan dapat menimbulkan kecanduan apabila dikoms
mengidentifikasikan semua komponen yang terdeteksi oleh
GC-rbon, yang merupakan komponen terbesar dibandingkan Oxygenated
hydrocarbon dan senyawa aroma lainnya (Purseglove et al., 1981). Golongan
hidrokarbon terdiri dari monoterpen, seskuiterpen, diterpen dan politerpen, serta
parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Walaupun golongan terpe
rbon sangat besar jumlahnya dalam minyak atsiri, akan tetapi sangat kecil
nilai aromanya, mungkin hampir tidak ada nilai aromanya (Heath, 1981).
Golongan hidrokarbon ini menentukan sifat khas minyak atsiri, seperti pinen yang
banyak dikandung minyak atsiri pala dan limonen yang banyak dikandung minyak
atsiri jeruk. Komponen kimia yang menyebabkan bau wangi dalam minyak atsiri
berasal dari golongan oxygenated hydrocarbon yang terdiri dari senyawa alkohol,
aldehida, keton, oksida, ester dan eter, serta dapat pula yang berbentuk terpen
(Heath 1981).
Menurut Belitz dan Grosch (1987), minyak atsiri dari biji pala biasanya dikenal dengan nama minyak pala yang meng
dan 11% senyawa aroma lainnya, sedangkan minyak fuli terdiri dari
87.5% monoterpen, 5.5% monoterpen alkohol dan 7% senyawa aroma lainnya.
Komponen-komponen utama minyak pala adalah sabinen (22%), α
-pinene (21%), β -pinene (12%), miristisin (10%), terpinen-4-ol (8%), γ-terpinen
(4%), mirsen (3%), limonen (3%), 1,8-sineol (3%) dan safrol (2%) (Wright
1991). Dari seluruh komponen senyawa aroma tersebut, maka miristisin merupakan
umsi dalam jumlah besar (Opdyke, 1976). Dengan menggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectromectry (GC-MS) dapat diketahui kandungan minyak pala serta konsentrasinya secara terperinci. Kromatogram dari minyak pala dari biji pala dan fuli pala yang dilakukan Masada pada tahun (1976) dapat dilihat pada Gambar 3 dan pada Gambar 4.
MS ter
m, 2005). Rasa biji pala yaitu b
penting diantaranya α -pinene,
sabinene, β -pinene, myrcene, α -terpinene, γ -terpinene dan limonene. Senyawa
”oxygenated hydrocarbon” yang penting α -terpineol, 1.8 sineole dan miristisin
yang m rupakan komponen minor dalam minyak pala.
omposisi kimia minyak pala Indonesia dan Granada berbeda secara
kuantitatif, tetapi jenis komponen hampir sama. Minyak pala ”West indian type”
sedikit mengandung α - pinene, safrole dan miristisin, tetapi kandungan sabinene
lebih tinggi. Sebaliknya minyak pala ”East indian type” relatif lebih banyak
mengandung miristisin. Hal ini menyebabkan perbedaan mutu kedua jenis
minyak tersebut. Selain itu miristisin dinyatakan memberikan aroma yang lebih
tajam. Disamping itu pula minyak biji pala ”West indian type” mempunyai
andungan terpen relatif lebih tinggi dibandingkan ”East indian type” , sehingga
roma minyak pala menyerupai minyak terpentin.
sebut. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, Shenk dan Lamparsky pada tahun 1981 dengan menggunkan Gas Liguid Chromatography –mass Spectromectry (GLC-MS) dapat mengidentifikasi komponen minyak atsiri dari biji pala.
Dalam industri minyak pala, karakteristik sensori yang diinginkan adalah
warmly spicy dan terpeny, sedangkan komponen aroma utama yang diinginkan
adalah α dan β pinen, limonen, 4-terpeniol, safrole dan miristisin (Reineccius
1994). Minyak pala yang disuling dengan air-uap dari biji pala memiliki
karakteristik aroma spicy, warmly, dan sweet (Anoni
itter, warmly, spicy, pungent, heavy, oily, dan agak terpeny (Farrel, 1990),
sedangkan aroma biji pala yaitu spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet,
dan pungent.
Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap minyak biji pala yang
berasal dari Indonesia dan Granada, dengan menggunakan ”Gas Liquid
Chromatografy”, ”Infrared Spectroscopy” dan ”Mass Spectrometry”, diperoleh komposisi kimia minyak pala seperti terlihat pada (Tabel 7).
Data pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa komponen kimia minyak pala sebagian besar terdiri dari senyawa terpen yang
e K
ambar 3. Kromatogram Minyak Pala (Masada, 1976)
. α-pinen, 10. Kamfen, 11. -pinen, 13. mirsen, 16. dipenten, 17. limonen, 18.
ineol, 20. -terpinen, 21. p-simen, 22. C8-aldehida, 24. C9-aldehida, 31.
itronellal, 36. C-10 aldehida, 41. -linalool, 47. -terpineol, 57. α-terpineol, 58.
orneol, 69. geraniol, 71. Safrol, 87. eugenol, 94. isoeugenol, 95. miristisin G
G Kromatogram Minyak Fuli (Masada, 1976)
2 5. kamfen, 6. . mirsen, 11. dipenten, 12. limonen, 13. sineol,
1 n, 15. p-sime 8-aldeh sitronella . C8-alde , 33.
l l-4, rpineol rneol, 68. eraniol, 72. afrol,
89eugenol, 97. isoeugenol, 98. miristisin ambar 4.
. α-pinen, -pinen, 8
4. α-terpine n, 16. C ida, 23. l, 28 hida
Tabel 7 Komposisi kimia minyak atsiri dari biji dan fuli pala
erupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut enjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbe
983).
Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: Evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil dan kondensasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pe
bersentuhan dengan padatan yang suhunya di bawah suhu jenuh sehingga membentuk
Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Sebagai contoh adalah cairan murni didalam suatu tem
molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan berg cara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Namun setiap molekul-molekul pada lapisa
an yang bergerak ke arah atas akan m
as yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam
cairan seperti air (Geankoplis, 1983).
kum hidrodestilasi minyak atsiri atau zat-zat menguap adalah :
P oil = Tekanan uap minyak pada suhu yang ditetapkan (suhu
Menurut Brown (1984) dalam prakteknya ada berbagai macam proses destilasi Hal ini disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu untuk pemisahan komponen dalam suatu campuran, seperti : perbedaan titik didih antar komponen yang cukup besar atau kecil, dan tingkat kemurnian yang diinginkan terhadap produk yang dihasil
Proses distilasi norm
atmosfer. Pada proses ini titik didih campuran cukup besar perbedaannya, sehingga proses pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh : Campuran
benzen dan toluen. Benzen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2 °C,
sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1 °C.
Proses penyulingan juga termasuk dalam kelompok proses distilasi normal.
Metoda penyulingan yang digunakan untuk penyulingan pala dapat
berupa penyulingan uap (steam distillation) maupun penyulingan dengan uapdan
air (steam and water distillation). Kadang-kadang juga dilakukan penyulin air atau kohobasi. Penyulingan dengan air dan uap menghasilkan minyak dengan mutu yan
pala dengan mutu yang bervariasi dan be ve,1981).
Penyulingan Minyak Pala
minyak yang didapat tidak mengalami dekomposisi oleh panas, disamping itu panas. Pada awal pemanasan (suhu rendah), senyawa dalam minyak yang bertitik
an substansi bertitik didih tinggi dan larut dalam air akan berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyulingan minyak pala antara lain sebagal berikut :
1. Perlakuan Bahan Sebelum Penyulingan Perlakuan pe
dapat dilakukan dengan beberapa cara. yaitu den
u ahan. Proses pengeringan. bahan baku bertujuan menguapkan. sebagian
air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Proses pengeringan biji pala dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering. Pengeringan biji pala secara komersial disarankan pada suhu konstan 40 T selama 8-9 hari. Pada kondisi pengeringan tersebut, kehilangan minyak atsiri relatif kecil, demikian pula kemungkinan dengan biji pecah relatif kecil .
2. Kondisi Penyulingan
Bahan ke dalam Ketel
Pada penyulingan, diusahakan agar pengisian bahan sehomogen mungkin, merata. dan tidak terlalu padat. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penetrasi uap air ke dalam bahan agar kontak antara uap dengan bahan optimal sehingga minyak dapat terekstraksi secara sempurna dan menghasilkan rendemen dan mutu yang tinggi.
Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Penyulingan
Penyulingan dapat dilakukan pada tekanan lebih kecil, sama atau tekanan lebih besar dari 1 atm. Uap yang bertekana
atm akan terkondensasi kemb
uap yang bertekanan lebih besar dari 1 atm akan berpenetrasi ke dalam bahan secara lebih efektif, dan peristiwa kondensasi dalam ketel penyulingan berkurang. Variasi tekanan juga akan mempengaruhi perbandingan antara jumlah air yang tersuling dengan jumlah minyak atsiri yang dihasilkan (Guenther, 1952).
Suhu uap atau campuran uap yang menerobos bahan dalam ketel penyulingan dapat berfluktuas
didih leb
uga pada suhu tinggi tetapi wa
Menurut Belitz dan Grosch (1987), minyak atsiri diperoleh dari
ai rasa getir, berbau w
ih rendah akan menguap lebih dahulu, suhu uap akan akan naik secara bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional. Agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi, maka perlu diusahakan penyulingan minyak atsiri berlangsung pada suhu rendah, atau dapat j
ktu sesingkat mungkin (Guenther, 1952).
Pengaruh Lama Penyulingan
Lama penyulingan mempengaruhi kontak air atau uap air dengan bahan. Penyulingan yang lebih lama akan mengakibatkan banyak minyak yang terbawa oleh uap sehigga rendemen minyak yang dihasilkan lebih banyak. Lama penyulingan juga berpengaruh terhadap penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi. Makin lama penyulingan, penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi makin besar (Guenther, 1952).
Kegunaan Minyak Pala
penyulingan sebagian atau seluruh bagian tumbuhan, seperti buah, daun, biji, batang, kulit dan sebagainya. Distilat hasil penyulingan dipisahkan dari lapisan air dan dimurnikan, sehingga dikenal dengan minyak atsiri.
Minyak atsiri sejak lama digunakan sebagai bahan parfum, kosmetik, aromaterapi dan fitoterapi serta bumbu masak. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempuny
angi sesuai dengan tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya, dan kurang larut dalam alkohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70%. Daya larut minyak atsiri dalam alkohol lebih kecil jika minyak mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar. Jumlah komponen volatil berbagai minyak atsiri sangat beragam. Berat molekul komponen volatil minyak atsiri berkisar antara 100 hingga 300 amu (Buchbbauer, 1993).
Minyak pala digunakan dalam industri baik sebagai bahan baku maupun bahan penolong pada suatu produksi. Secara garis besar kegunaan
minyak pala adalah sebagai berikut : (1) zat penyedap (flavoring agent), (2) zat
y erlukan penggunaan minyak pala umumnya adalah industri makanan dan minuman, industri kosmetika dan parfum, serta industri farmasi.
Dalam industri makanan dan minuman, minyak pala diperlukan sebagai zat penyedap, pewangi dan pengawet. Penggunaan minyak pala sebagai zat penyedap dalam industri tersebut adalah untuk memberikan rasa dan aroma yang sedap pada produk makanan dan minuman. Untuk pewangi makanan, penggunaan minyak pala terutama pada makanan
ang mem
-makanan yang dipanggang seperti cake,
minyak pala secara bersama-sama dengan
ri yang berasal dari bunga. Pada industri parfum,
Selective (GC-MS). Prinsip kerjanya berdasarkan penemba
elemental, dan rumus molekul.
cokies, pudding, dan sebagainya. Penggunaan
minyak cengkeh, vanili, dan cassia adalah sebagai pencampur aroma
tembakau pada industri rokok kretek. Sedangkan penggunaan minyak pala sebagai bahan pengawet makanan disebabkan oleh kandungan miristisin dalam minyak tersebut. Herman (1976) menjelaskan bahwa dalam dosis tertentu miristisin dapat bersifat racun, sehingga penggunaan minyak pala dalam industri makanan dan minuman hanya diperbolehkan dalam jumlah yang dibatasi.
Dalam industri kosmetika dan parfum yang memproduksi aneka produk kosmetika dan parfum, sabun, pasta gigi dan sebagainya, penggunaan minyak pala
adalah sebagai zat pewangi (fragrances), karena sifat wangi dari minyak pala
tidak kalah dengan minyak atsi
minyak pala digunakan bahan pencampur minyak wangi atau eau de cologne dan
penyegar ruangan. Kemudian bersama dengan minyak permen (peppermint oil)
digunakan untuk penyegar pasta gigi.
Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala
Identifikasi komponen aroma dilakukan dengan teknik Gas
Chromatography-Mass
Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan pecahan m/z
senyawa yang terdeteksi dengan library (Mussinan 1993). Identifikasi hasil
perbandi
onen aroma minyak atsiri dari beberapa jenis tanaman
ans Fisons MD800, berhasil diidentifikasi komponen aroma se
dan Sulianti (2000) melakukan penelitian perbandingan
enyusun minyak atsiri pala Wegio (Myristica fatua L.) dan pala
ngan m/z senyawa yang terdeteksi dengan library diperkuat lagi dengan
nilai LRI (linear Retention Indices) senyawa yang telah diidentifikasi dari
percobaan dengan nilai LRI senyawa tersebut pada literature yang telah diterbitkan sebelumnya.
Penentuan LRI atau kovats indeks tidak dapat langsung mengindentifikasikan komponen volatil yang ada dalam suatu bahan. Paling tidak hanya dapat menentukan komponen berdasarkan waktu retensi relatif terhadap standar. Oleh karena itu, menurut Kovats (1964) perlu adanya pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan komponen volatil yang ada dalam suatu bahan berdasarkan kelas-kelas komponennya. Dengan kata lain perlu adanya standar pembanding untuk mengindentifikasi komponen volatil yang ada dalam suatu bahan. Selanjutnya hasil perhitungan kovats indeks ini harus dihubungkan dengan spektrum massa yang didapatkan (Chang, 1989).
Metode GC-MS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi komp
dan memberikan hasil yang cukup baik. Dugo et al. (1997) melakukan penelitian karakterisasi minyak jeruk Key dan persian yang diekstraksi dengan cara ”cold pressed”. Identifikasi komponen aroma kedua minyak jeruk tersebut dilakukan dengan metode GCMS. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom kapiler silika DB-5MS. Merek GC yang digunakan yaitu Fison Mega Series 5160 sedangkan MS digunak
banyak 66 komponen baik pada minyak jeruk Key maupun jeruk Parsian. Selain itu karakterisasi komponen aroma dengan GC-MS juga telah dilakukan
pada minyak kulit jeruk Kabosu (Citrus sphaerocapra Tanaka) metode cold
pressed, dengan merek alat GC yang digunakan adalah Shimadzu 17A sedangkan MS yang digunakan merek Shimadzu QP 5000. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom DB-Wax. Komponen aroma yang berhasil teridentifikasi yaitu sebanyak 68 komponen.
Banda (M
yristica fragrans Houtt) menggunakan metode GC-MS . Jenis kolom yang digunakan adalah Shimadzu CBP-5. Komponen aroma yang berhasil teridentifikasi pada pala Wegio yaitu 25 komponen sedangkan pala Banda sebanyak 21 komponen.
Selain karakterisasi pada minyak jeruk dan minyak pala, identifikasi komponen aroma dengan GC-MS juga dilakukan pada buah lada Cina (Zanthoxylum simulans) yang dilakukan oleh Chyou et al. (1996) hasil destilasi uap dan ekstrak karbondioksida Komponen aroma lada Cina yang berhasil diidentifikasi yaitu sebanyak 43 komponen. Jenis kolom yang digunak
si adalah kolom kapiler silika CP-Wax 52 CB. Merek GC yang digunakan yaitu Hewlett Packard 5890A sedangkan MS yang digunakan yaitu model TSQ-70.
Analisis Sensori
Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan, karakterisitik serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk membedakan produk tersebut dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh konsumen. Dalam pengembangan dan pengawasan
n dan evaluasi sensori karakteristik produk sangat penting dalam banyak aplikasi. Diantaranya adalah digunakan untuk menentukan umur simpan, pemetaan produk, penyesuaian produk, spesifikasi produk dan jaminan mutu produk, formulasi ulang produk, menguji adanya sensori asing (taints) dan untuk menentukan produk yang dapat diterima konsumen (Lyon et al., 1994).
Analisis sensori sudah umum di
terutama yang berasal dari hasil pertanian : Minyak wangi, minyak atsiri, rempah-rempah dan sebagainya (Soekarto, 1981). Analisis sensori banyak menggunakan uji segitiga, uji skala, dan uji deskripsi (Pangborn, 1980) serta uji-uji lainnya. Secara garis besar metode dalam analisis sensori dapat digolongkan menjadi uji pembedaan, uji deskripsi dan uji penerima
(1980) membedakan analisis sensori atas empat bagian, yaitu sentivitas, uji kuantitatif, uji kualitatif dan uji penerimaan konsumen
pengujian yang memerlukan sentivitas yang tinggi, seperti uji segitiga (Lyon et al., 1994). Uji segitiga merupakan salah satu jenis uji pasangan atau dua-trio. Selain dapat mendeteksi perbedaan kecil, uji ini juga dapat digunakan untuk menyeleksi calon penelis (Larmond, 1970).
Analisis sensori yang digunakan untuk menentukan kuantitas sensori suatu produk, yaitu uji peringkat, uji skoring, uji rasio dan uji intensitas (Pangborn, 1980). Adapun uji deskripsi adalah uji yang digunakan untuk menggam
panelis terlatih, tidak terlatih a
terlatih, maka diperlukan beberapa tahap, yaitu (1)
barkan karakteristik sensori suatu produk, seperti deskripsi bau, flavor,
tekstur, penampakan dan after-taste (Lyon et al., 1994).
Untuk pengukuran analisis sensori digunakan panelis yang disesuaikan dengan metode analisis yang digunakan. Pada uji pembedaan, misalnya untuk membedakan dua atau lebih sampel, maka dapat digunakan
tau panelis konsumen. Apabila menggunakan panelis tidak terlatih, maka tidak sensitif pada jumlah sampel yang sedikit dan memerlukan jumlah panelis yang lebih besar dibandingkan dengan panelis terlatih. Pada uji segitiga memerlukan panelis tidak terlatih paling sedikit 24 orang, sedangkan apabila menggunakan panelis terlatih, maka hanya menggunakan 18 orang. Adapun pada uji rating, maka memerlukan panelis tidak terlatih paling sedikit 20 orang, sedangkan apabila menggunakan panelis terlatih maka cukup hanya menggunakan 8 orang (Soekarto, 1981)
Pada uji deskripsi dapat digunakan panelis terlatih, tidak terlatih dan panelis konsumen. Sebaiknya digunakan panelis terlatih, karena lebih dapat menggambarkan perbedaan deskripsi pada sampel dibandingkan menggunakan panelis tidak terlatih maupun panelis konsumen. Jumlah panelis terlatih yang digunakan paling sedikit adalah 8 orang (Soekarto, 1981).
Untuk mendapatkan panelis
wawancara panelis, (2) penyaringan, (3) pelatihan, dan (4) evaluasi (Cross et al., 1978). Tahap pertama adalah tahap yang paling penting. Pada
tahapan ini peneliti (panelist leader) benar-benar memilih calon panelis yang
panelis yang mampu melakukan analis sesuai dengan uji yang diberikan. Biasanya uji yang dilakukan untuk penyaringan panelis adalah uji pembedaan, yaitu uji segitiga. Apabila panelis mempunyai sensitivitas yang tinggi, maka dapat m
aroma stan
sensori pada analisis flavor mirip
dengan
engidentifikasi atribut) dan metode k
embedakan sampel yang disajikan dengan nilai 100 % atau paling tidak dapat membedakan sampai 75 %. Apabila kurang dari nilai tersebut, maka calon panelis tidak dapat diterima atau dikeluarkan, sedangkan calon-calon panelis yang mampu akan dilatih lebih lanjut.
Pelatihan lebih lanjut disesuaikan dengan uji yang akan digunakan. Misalkan panelis tersebut akan digunakan untuk mendeskripsikan komponen aroma pada minyak pala, maka panelis dilatih untuk mengenali berbagai macam
dar sampai panelis tersebut dapat membedakan dan mengenali berbagai macam komponen standar tersebut. Latihan dilakukan beberapa kali. Apabila
telah dianggap cukup latihannya oleh panelis leader, maka dilakukan evaluasi
terhadap kemampuan calon panelis. Apabila panelis tersebut andal, maka dapat dijadikan panelis terlatih. Apabila tidak andal, maka dapat dilatih lebih lanjut atau dijadikan calon panelis baru yang disaring dari wawancara lagi.
Menurut Noble (2002), analisis
analisis menggunakan instrumen, yaitu menggunakan standar yang baku dan dalam suatu kondisi yang terkontrol. Semua faktor eksternal yang dapat membiaskan penilaian harus disingkirkan. Test harus difasilitasi sebaik mungkin hingga dapat mencegah berbagai gangguan. Respon secara obyektif terhadap sifat makanan diperoleh dengan penilaian organoleptik melalui penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran (Piggott et al., 1998).
Carpenter et al. (2000) mengemukakan bahwa ada dua metode utama
dalam uji deskriptif sensori yaitu metode kualitatif (m
uantitatif (memberikan penilaian/skor). Resurreccion (1998) mengemukakan bahwa metode kualitatif dapat dilakukan dengan cara yaitu one-on-one, in-depth interviews, grup interview dan focus group, sedangkan metode
kuantitatif dilakukan dengan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis).
Quantitative Descriptive Analysis (QDA)
secara matematis (Look dan Pearce, 1988). Menggunakan panelis terlatih yang memberi penilaian terhadap intensitas atribut suatu produk yang dibandingkan dengan sta
aik dilakukan dalam ruangan ihan, panelis mengembangkan bahasa, defenisi,
dimana d
ndar pada skala garis sepanjang 6 inci (15 cm). Data QDA setelah mengalami transformasi data dapat ditampilkan dalam bentuk grafik majemuk
jaring laba-laba (Spider web) atau menggunakan Multivariate Analysis dengan
aplikasi teknik Principal Component Analysis (PCA).
Quantitative Description Analysis (QDA) adalah metode analysis deskriptif yang menggambarkan seluruh sifat sensori suatu produk dan mengukur
intensitasnya. Quantitative Description Analysis (QDA) diarahkan oleh
moderator dan memerlukan 10-12 panelis, meskipun dalam beberapa uji 8-15 panelis dapat dilibatkan. Pengujian sampel dengan metode QDA minimum tiga ulangan yang dianjurkan. Pelatihan paling b
semacam pertemuan. Selama pelat
dan prosedur evaluasi yang distandardisasi (Resurreccion 1997, diacu dalam Resurreccion 1998).
Panelis diseleksi dari kelompok besar kandidat menurut kemampuan mereka membedakan perbedaan dalam sifat sensori diantara sampel dari tipe produk spesifik yang dilatih. Pelatihan panel QDA memerlukan penggunaan produk dan bahan-bahan referensi, sama dengan metode deskriptif yang lain,
untuk merangsang pengembangan bahasa. Panel leader bertindak sebagai
fasilitator, lebih baik dari pada sebagai pelatih, dan menahan diri supaya jangan mempengaruhi kelompok. Perhatian diberikan pada pengembangan bahasa yang konsisten, tetapi panelis bebas mengembangkan pendekatan mereka sendiri untuk memberikan skor, menggunakan skala garis sepanjang 15 cm (6 inci) pada metode yang disediakan (Meilgaard et al. 1999).
Principal Component Analisis (PCA)
Principal Component Analysis (PCA) adalah metode statistik yang
dapat mengidentifikasi suatu keragaman, dinamakan "principal component"
ijelaskan jumlah keragaman dari yang terbesar hingga jumlah keragaman terkecil yang tersembunyi. Analisis ini dapat menjelaskan sebanyak 75% - 90% dari total keragaman dalam data yang mempunyai 25
sampai 30 variabel hanya dengan dua sampai tiga print prul component
Teknik dalam Principal Component Analysis (PCA) atau analisis komponen utama ini adalah mentransformasikan variabel-variabel asal yang kurang berkorelasi ke dalam variabel-variabel baru yang dimensinya lebih kecil, saling bebas, dan ortogonal antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain, dinamakan komponen utama (principal component, PC). Komponen
utama yang dihasilkan ini bukan merupakan interpretasi dari variabel-variabel asal, melainkan interpretasi kombinasi linier variabel-variabel-variabel-variabel baru, dimana komponen utama pertama menjelaskan keragaman maksimum dari data.
mponen utarna-1. Proses ini akan terus berlanjut sampai komponen utama te
ngan antara sampel. Grafik x-loading menggambarkan
ubungan antara variabel atau atribut. Sedangkn grafik bi-plot menggambarkan
ubungan antara variabel (atribut) dengan sampel (gabungan dari grafik score dan -loading). Grafik ini menggambarkan secara keseluruhan hubungan antar ariabel dan sampel. Jarak antar titik variabel menunjukkan hubungan diantara ariabel. Interpretasi titik-titik pada sampel sama dengan interpretasi pada ariabel.
Menurut Esbensen et al. (1994), tahapan dasar dalam PCA adalah
mentransformasikan p variabel-variabel kuantitatif awal yang kurang saling berkolerasi ke dalarn p variabel kuantitatif baru yang disebut komponen utama. Jadi hasil analisis tipe ini tidak berasal dari variabel-variabel awal tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari kombinasi linear variabel-variabel awal.
Diantara sernua indeks sintetik yang mungkin terbaca, analisis ini mencari terlebih dahulu indeks yang menunjukkan ragam individu yang maksimun. Indeks ini disebut komponen utama-1 dan mempunyai variasi terbesar dari variasi total individu. Selanjutnya dican komponen utama-2 dengan syarat berkolerasi nihil dengan yang pertarna dan memiliki variasi individu terbesar setelah ko
rakhir, dimana variasi individu yang dijelaskan akan semakin kecil
(Esbensen el al., 1994).
Setiap komponen dalam model PCA mempunyai tiga set karakteristik
atribut yaitu keragaman (variances), loadings dan scores (Esbensen el al., 1994).
Grafik residual variance menerangkan jumlah PC (komponen utama) yang
sebaiknya diambil untuk menginterprestasikan data. Grafik scores
PCA biasa digunakan pada analisis deskripsi flavor untuk emperlihatkan hubungan antara atribut dan sampel (Bell dan Easton, 1999). omponen utama (Principal Component, PC) pertama menjelaskan keragaman aksimum data. Komponen kedua selanjutnya menjelaskan keragaman data erikutnya, sisa keragaman yang tidak dijelaskan. Demikian pula dengan omponen utama berikutnya. Setiap komponen utama adalah kombinasi dari etiap variabel atribut.
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) dan Laboratorium Teknik Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Penelitian berlangsung mulai dari bulan Septembe
yang digunakan adalah biji pala muda (bejo) (3 – 4 ), biji pala polong (4 – 5 bulan) dan biji pala tua (kilat) (5 –6 bulan), Biji
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji dan fuli pala yang diperoleh dari petani di daerah Cikereteg, Kabupaten Bogor. Buah Pala
yang digunakan berasal dari jenis Myristica fragrans Houtt.
Biji dan fuli pala bulan
g digunakan dalam penelitian ini merupakan biji yang keadaan dan karakteristiknya sama seperti yang biasa digunakan pada pabrik penyulingan rakyat. Biji dan fuli pala yang sudah terpilih dikeringkan selama 7 hari. Biji dan fuli pala kering dibawa ke tempat penelitian di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO).
Bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu, air, alkohol
90%, Na2SO4, dietil eter dan toluena. Air sebagai medium penguap digunakan
pada proses penyulingan, pengukuran kadar minyak dan
pendingin. Alkohol 90% digunakan untuk analisis kelarutan minyak dalam alkohol. Disodium Sulfat digunakan untuk menyerap molekul-molekul air yang tercampur di dalam minyak. Toluena digunakan sebagai medium penguap pada pengukuran kadar air.
Alat
Alat-alat yang dipergunakan untuk persiapan bahan baku adalah mesin penggiling (hammer mill) didalamnya terdapat saringan untuk menghasilkan ukuran biji pala yang diingin
an adalah 0.5 cm. Penyulingan ini menggunakan sistem penyulingan
dengan uap langsung dimana uap dibangkitkan pada ketel yang terpisah (boiler).
alat pendingin (kondensor), labu florentine dan penampung minyak. Pada Gambar 5 dapat dilihat sketsa instalasi penyulingan uap langsung
Ketel uap (boiler) yang digunakan adalah ketel dengan pemanas listrik
dengan daya 9 KWh, menghasilkan tekanan uap maksimum 8 bar (808 kPa), dan dengan aliran uap rata-rata sekitar 9,08 kg/jam. Pengaturan tekanan kerja boiler
ini menggunakan pengatur tekanan (pressure governor), sedangkan pengumpan
air mengg
guap. Uap yang bercampur dengan uap minyak dialirkan ke dalam kondensor melalui sebuah katup. Tekanan uap di dalam ketel suling dapat diatur dengan mengatur besar kecilnya pembukaan katup (pulp) keluar uap kondensor. Tekanan didalam ketel suling dapat dilihat pada
ensor tekanan dengan kisaran 0 – 15 atm gauge.
Kondensor yang digunakan adalah dari jenis shell and tube heat
xchanger dengan air sebagai media pendingin. Air mengalir dari tempat inyak menetes dan berakhir di tempat uap air dan minyak pertama kali masuk ke
ondensor setelah keluar dari ketel suling. Kondensor terbuat dari stainless Steel.
Alat-alat untuk analisis adalah alat refraktometer Abbe, piknometer, ermometer, cawan porselen, timbangan, labu didih, gelas piala, pipet mohr, eralatan soxchlet, labu Bildwell Sterling, tanur, sedangkan alat yang digunakan ntuk identifikasi komponen aroma adalah GC (Gas Cromatograph), GC-MS
as Cromatograph-Mass Spectrometer).
unakan pompa yang bekerja otomatis atas dasar ketinggian air di dalam boiler. Uap yang dihasilkan dari boiler ini dialirkan ke dalam ketel suling dengan pipa melalui sebuah katup berputar. Jumlah aliran uap dapat diatur dengan besar kecilnya pembukaan katup ini.
Ketel suling yang digunakan dari baja tahan karat (stainless steel),
berbentuk silinder. Cara kerja alat ini adalah uap dialirkan dari bagian bawah ketel suling melalui tumpukan bahan baku. Bahan baku terletak diatas kisi-kisi yang berbentuk saringan. Uap yang mengalir akan menyebabkan minyak yang terkandung di dalam bahan baku ikut men
s
e m k