INTISARI
Minyak atsiri daun sirih (Piper betle LINN.) merupakan bahan baku utama yang dibutuhkan dalam industri farmasi, kosmetika, dan parfum, sehingga diperlukan suplai minyak dengan rendemen yang bagus untuk memaksimalkan hasil dan kualitas produksi.
Penelitian ini bersifat non eksperimental. Penelitian ini bertujuan menentukan metode penyulingan terbaik antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap untuk memperoleh hasil minyak atsiri daun sirih dengan kualitas yang terbaik. Proses penentuan metode terbaik dilakukan dengan membandingkan rendemen, bobot jenis, indeks bias, dan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap.
Hasil penelitian menunjukkan, untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air diketahui rendemen 0,800%, bobot jenis 0,9733±0,0025; indeks bias 1,510±0,0012; kandunganchavicol3,74% dan chavibetol 30,58%; untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air dan uap diketahui rendemen 1,267%, bobot jenis 0,9603±0,0015; indeks bias 1,511±0,0006; kandungan chavicol 0,72% dan chavibetol5,99%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan standar yang disebutkan menurut Guenther (1952). Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kuantitas, metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan. Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kualitas metode penyulingan dengan air merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan.
Kata kunci : Penyulingan air, penyulingan air dan uap, minyak daun sirih, betel
ABSTRACT
Betel oil (Piper betle LINN.) is the first of pharmaceutical, cosmetics, and perfumes compound, so oil supply, with a good yield of oil to maximize qualities and production output, is needed.
The characteristic of this research is none experimental. The aim of this research is to determine the best distilling method between water distillation and water and steam distillation to have the best of essential oil. The process of best method determination is done by compare the yield of oil, specific gravity, refractive index, and chemical compound contents which is contained from essential oil between water distillation and water and steam distillation.
The result of this research shows that essential oil, which is obtained from water distillation, has 0,800% yield of oil, 0,9733±0,0025 specific gravity, 1,510±0,0012 refractive index, 3,74%chavicoland 30,58%chavibetol; afterwards the essential oil which is obtained from water and steam distillation has 1,267% yield of oil, 0,9603±0,0015 specific gravity; 1,511±0,0006 refractive index, 0,72% chavicol and 5,99% chavibetol. All of this result of this research is in appropriate with the standard which is mentioned by Guenther (1952). To obtain essential oil on quantity scale, the good method which is used is water and steam distillation. To obtain the good quality of essential oil, the good method which is used is water distillation.
Key words : water distillation, water and steam distillation, betel oil, chavicol,
PENENTUAN METODE TERBAIK PROSES PENYULINGAN MINYAK
ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betleLINN.) ANTARA PENYULINGAN
DENGAN AIR DAN PENYULINGAN DENGAN AIR DAN UAP
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Andika Marsetyo Negoro
NIM : 038114038
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENENTUAN METODE TERBAIK PROSES PENYULINGAN MINYAK
ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betleLINN.) ANTARA PENYULINGAN
DENGAN AIR DAN PENYULINGAN DENGAN AIR DAN UAP
Yang diajukan oleh :
Andika Marsetyo Negoro
NIM : 038114038
Skripsi ini telah disetujui oleh :
Pembimbing :
Yohanes Dwiatmaka, M.Si.
Masyarakat boleh meramalkan,
Tetapi hanya saya sendirilah yang
dapat
Menentukan takdir saya…..
(Anthony Robbin)Kupersembahkan Karyaku atas rahmat dan doa
teruntuk..
Eci
-ku,
yang selalu setia menemani
kehidupanku...
Papa-mama dan adek tercinta..
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karuniaNya
sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
“PENENTUAN METODE TERBAIK PROSES PENYULINGAN MINYAK
ATSIRI DAUN SIRIH (Piper betle LINN.) ANTARA PENYULINGAN
DENGAN AIR DAN PENYULINGAN DENGAN AIR DAN UAP”. Skripsi ini
dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm.) pada Program Studi Farmasi di Universitas Sanata Dharma.
Semua kelancaran dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini, dapat terwujud dengan adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya dalam membimbing dan memberi dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaan
menguji dan telah memberikan banyak masukan dan arahan.
4. Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaan
5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., yang telah membantu dalam
memberikan pengarahan mengenai kepastian melakukan proses
determinasi.
6. Pak Domo, Mas Agung, Mas Wagiran dan segenap karyawan
Laboratorium Kimia Fakultas MIPA UGM, serta karyawan Laboratorium
Farmasi USD yang telah bersedia mendampingi selama melakukan
penelitian ini.
7. Papa-Mama, Om Hadi-Bulik Tri, Beni dan Nova, untuk doa, kasih sayang,
perhatian, dan materi yang selalu mengiringi perjalananku.
8. Untuk “My Private Angel” Christina Rezy, atas kesetiaannya
mendampingi dan menyertai dalam setiap langkahku.
9. Mita, Vita, dan Nanda, atas bantuan dan dukungannya.
10. Wati, Ratih, Rosa, Ningrum, Nela, Tina, Totok, Bambang, Bangun, Adi
dan teman-teman praktikum B”03 yang menjadi teman seperjuangan di
Farmasi.
11. Jevi, Marga, Arnie, Lia, Ria, Prita, dan teman-teman kelas A angkatan
2003, atas kebersamaan dalam perjuangan di Farmasi.
12. Bhanu dan Ludi, atas kebersamaan dan keseharian di kos.
13. Ami, atas animasinya yang cukup membantu.
14. “The Bottlehood Society”, atas persaudaraan dan dukungannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi pada
penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini
berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya dan mendukung perkembangan
ilmu pengetahuan.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan bahwa sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagai layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 30 Januari 2007
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... 1
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... 2
HALAMAN PENGESAHAN ... 3
HALAMAN PERSEMBAHAN ... 4
KATA PENGANTAR ... 5
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... 8
DAFTAR ISI... 9
DAFTAR TABEL ... 13
DAFTAR GAMBAR ... 14
DAFTAR LAMPIRAN ... 15
INTISARI ... 16
ABSTRACT ... 17
BAB I. PENDAHULUAN ... 18
A. Latar Belakang ... 18
B. Perumusan Masalah ... 20
C. Keaslian Penelitian ... 20
D. Manfaat Penelitian ... 21
E. Tujuan Penelitian ... 21
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 22
A. Tanaman Sirih ... 22
1. Keterangan botani ... 22
3. Deskripsi ... 22
4. Keanekaragaman ... 23
5. Kandungan ... 24
6. Ekologi dan penyebaran ... 24
7. Budidaya ... 24
B. Minyak Atsiri ... 25
1. Teori penyulingan ... 26
a. Penyulingan dengan air(water distillation)... 27
b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation) ... 29
c. Penyulingan dengan uap langsung(steam distillation)... 30
2. Pengujian dan analisis minyak atsiri ... 32
3. Minyak atsiri daun sirih ... 32
4. Chavicol ... 33
5. Chavibetol ... 34
C. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa ... 34
1. Kromatografi gas ... 35
a. Gas pembawa ... 36
b. Ruang injeksi ... 36
c. Kolom terbuka (open tubular colomn) ... 36
d. Detektor ... 36
e. Amplifier ... 37
2. Detektor spektrometri massa ... 37
D. Landasan Teori ... 38
E. Hipotesis ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40
B. Definisi Operasional ... 40
1. Penyulingan daun sirih dengan air ... 40
2. Penyulingan daun sirih dengan air dan uap ... 40
3. Penetapan rendemen ... 40
4. Analisis minyak atsiri menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa ... 41
4. Pemeriksaan bobot jenis ... 41
5. Pemeriksaan indeks bias ... 41
C. Bahan dan Alat Penelitian ... 41
1. Bahan ... 41
2. Alat ... 42
D. Tata Cara Penelitian ... 42
1. Penentuan kepastian bahan daun sirih ... 42
2. Pengumpulan bahan ... 43
3. Pengeringan bahan ... 43
4. Isolasi dan penetapan rendemen minyak atsiri ... 43
6. Pemeriksaan organoleptik ... 44
7. Pemeriksaan bobot jenis minyak atsiri ... 45
6. Pemeriksaan indeks bias minyak atsiri ... 46
E. Tata Cara Analisis Hasil ... 47
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
A. Kepastian bahan daun sirih ... 48
B. Penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih ... 48
C. Hasil analisis kandungan senyawa minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa ... 50
D. Pemeriksaan organoleptik ... 57
E. Penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih ... 58
F. Penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih ... 60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
A. Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 63
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kerapatan air (g/ml) pada beberapa temperatur ... 45
Tabel II. Jarak jangkauan tiap skala pada hand refraktometer ATAGO®. 47
Tabel III. Hasil penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih dari
penyulingan air dan penyulingan air dan uap ... 49
Tabel IV. Perbandingan persentase kandungan chavicol dan chavibetol
pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan
minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap .. 54
Tabel V. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih
menggunakan penyulingan dengan air ... 59
Tabel VI. Hasil penetapan bobot jenis minyak atsiri daun sirih
menggunakan penyulingan dengan air dan uap ... 59
Tabel VII. Hasil penetapan indeks bias minyak atsiri daun sirih
menggunakan penyulingan dengan air ... 60
Tabel VIII. Hasil penetapan indeks jenis minyak atsiri daun sirih
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alat penyulingan dengan air ... 28
Gambar 2. Alat penyulingan dengan air dan uap ... 30
Gambar 3. Alat penyulingan dengan uap langsung ... 31
Gambar 4. Struktur kimiachavicol... 33
Gambar 5. Struktur kimiachavibetol... 34
Gambar 6. Diagram blok spektrometri massa ... 35
Gambar 7. Skema dasar spektrometri massa ... 38
Gambar 8. Reaksi desikasi ... 49
Gambar 9. Kromatogram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa yang dihasilkan dari penyulingan dengan air ... 51
Gambar 10. Kromatogram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa yang dihasilkan dari penyulingan dengan air dan uap ... 51
Gambar 11. Spektra massa hasil analisis dan spektra pembanding chavibetol menggunakan alat kromatografi gas-spektrometri massa ... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Foto ... 66
Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri Daun Sirih ... 71
Lampiran 3. Pemeriksaan Organoleptik ... 73
Lampiran 4. Penetapan Bobot Jenis Minyak Atsiri Daun Sirih ... 74
Lampiran 5. Penetapan Indeks Bias Minyak Atsiri Daun Sirih ... 81
Lampiran 6. Data Spesifikasi Alat Kromatografi gas-spektrometri massa . 85 Lampiran 7. Kromatogram dan Waktu Retensi Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air ... 86
Lampiran 8. Spektra massa Chavibetol (eugenol) Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air ... 88
Lampiran 9. Spektra massa Chavicol Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air ... 89
Lampiran 10. Kromatogram dan Waktu Retensi Komponen Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan dengan Air dan Uap ... 90
Lampiran 11. Spektra massa Chavibetol (eugenol) Minyak Atsiri Daun Sirih Hasil Penyulingan Air dan Uap ... 92
INTISARI
Minyak atsiri daun sirih (Piper betle LINN.) merupakan bahan baku utama yang dibutuhkan dalam industri farmasi, kosmetika, dan parfum, sehingga diperlukan suplai minyak dengan rendemen yang bagus untuk memaksimalkan hasil dan kualitas produksi.
Penelitian ini bersifat non eksperimental. Penelitian ini bertujuan menentukan metode penyulingan terbaik antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap untuk memperoleh hasil minyak atsiri daun sirih dengan kualitas yang terbaik. Proses penentuan metode terbaik dilakukan dengan membandingkan rendemen, bobot jenis, indeks bias, dan kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih antara penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap.
Hasil penelitian menunjukkan, untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air diketahui rendemen 0,800%, bobot jenis 0,9733±0,0025; indeks bias 1,510±0,0012; kandunganchavicol3,74% dan chavibetol 30,58%; untuk minyak atsiri daun sirih yang diperoleh menggunakan penyulingan dengan air dan uap diketahui rendemen 1,267%, bobot jenis 0,9603±0,0015; indeks bias 1,511±0,0006; kandungan chavicol 0,72% dan
chavibetol5,99%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan standar yang disebutkan menurut Guenther (1952). Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kuantitas, metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan. Untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih secara kualitas metode penyulingan dengan air merupakan metode yang lebih baik untuk digunakan.
ABSTRACT
Betel oil (Piper betle LINN.) is the first of pharmaceutical, cosmetics, and perfumes compound, so oil supply, with a good yield of oil to maximize qualities and production output, is needed.
The characteristic of this research is none experimental. The aim of this research is to determine the best distilling method between water distillation and water and steam distillation to have the best of essential oil. The process of best method determination is done by compare the yield of oil, specific gravity, refractive index, and chemical compound contents which is contained from essential oil between water distillation and water and steam distillation.
The result of this research shows that essential oil, which is obtained from water distillation, has 0,800% yield of oil, 0,9733±0,0025 specific gravity, 1,510±0,0012 refractive index, 3,74%chavicoland 30,58%chavibetol; afterwards the essential oil which is obtained from water and steam distillation has 1,267% yield of oil, 0,9603±0,0015 specific gravity; 1,511±0,0006 refractive index, 0,72% chavicol and 5,99% chavibetol. All of this result of this research is in appropriate with the standard which is mentioned by Guenther (1952). To obtain essential oil on quantity scale, the good method which is used is water and steam distillation. To obtain the good quality of essential oil, the good method which is used is water distillation.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak atsiri merupakan bahan baku utama industri farmasi, kosmetika,
dan parfum. Di era globalisasi yang semakin berkembang saat ini, tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk farmasi, kosmetika, dan parfum
semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya permintaan terhadap
barang-barang tersebut, semakin meningkat pula jumlah permintaan terhadap bahan baku
produksi, termasuk permintaan terhadap minyak atsiri. Dengan demikian, prospek
perdagangan minyak atsiri beberapa waktu kedepan dapat dikatakan memiliki
prospek yang cukup cerah (Agusta, 2000).
Di Indonesia sendiri, masyarakat secara umum belum banyak
mengetahui apa dan bagaimana minyak atsiri tersebut. Oleh karena hal itulah
proses produksi dan perdagangan minyak atsiri hanya beredar pada
kalangan-kalangan terbatas saja. Padahal jika dilihat dari letak geografisnya, negara
Indonesia yang merupakan negara tropis memiliki bahan baku yang melimpah
untuk dapat menghasilkan minyak atsiri, sehingga hal ini merupakan peluang
yang cukup baik pada era ini (Lutony dan Rahmayati, 2000).
Minyak atsiri memiliki nama dagang yang berbeda-beda sesuai dengan
bagian tanaman yang menghasilkannya, salah satunya ialah minyak atsiri yang
berasal dari tanaman sirih terutama berasal dari bagian daunnya yang disebut
perkembangan industri farmasi dan kosmetika. Dari beberapa penelitian diketahui
minyak atsiri daun sirih memiliki daya anti bakteri yang kuat. Dengan
berkembangnya penggunaan terhadap obat-obat anti bakteri saat ini. Kebutuhan
akan bahan baku obat-obat tersebut juga semakin meningkat. Sehingga kebutuhan
akan minyak atsiri daun sirih sebagai bahan baku obat-obat anti bakteri juga ikut
meningkat.
Menurut Grieve konstituen utama penentu kualitas pada minyak atsiri
daun sirih yaitu chavicol dan chavibetol, kedua senyawa tersebut merupakan
komponen fenol yang berdaya antiseptik kuat (Ikmo, 2006). Menurut Eykman,
Gorter, dan Schimmel kedua jenis komponen fenol tersebut memiliki daya
antibakteri 5 kali lebih besar dibandingkan dengan fenol biasa (Heyne, 1987).
Dalam praktek, terdapat tiga jenis metode penyulingan, yaitu metode
penyulingan dengan air, metode penyulingan dengan air dan uap, dan metode
penyulingan dengan uap. Pada instalasi berskala kecil, penggunaan metode
penyulingan air serta metode penyulingan air dan uap lebih menguntungkan,
karena peralatannya sederhana, dan unitnya mudah untuk dipindah-pindahkan.
Kedua jenis metode tersebut banyak dipergunakan pada negara-negara
berkembang (Guenther, 1987).
Di Indonesia, hampir seluruh kegiatan usaha produksi minyak atsiri
dalam bentuk industri skala kecil. Sebagian besar pengusaha komoditi ini tampak
masih berjalan sendiri, sehingga banyak keterbatasan yang dimiliki oleh para
rangka perbaikan harga, peningkatan mutu, serta sistem penyulingan yang
memadai (Sinar Harapan, 2003).
Metode penyulingan dengan air dan metode penyulingan dengan air dan
uap merupakan metode yang populer dikalangan petani penyuling kelas menengah
ke bawah disamping metode penyulingan yang lain, yaitu metode penyulingan
dengan uap. Hal ini disebabkan kerena sebagian besar petani penyuling berjalan
sendiri-sendiri dengan modal, kemampuan, serta informasi yang terbatas (Lutony
dan Rahmayati, 2000).
B. Perumusan Masalah
Manakah proses penyulingan yang memberikan hasil terbaik berdasarkan
jumlah rendemen yang dihasilkan, bobot jenis, indeks bias, serta komponen
senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri hasil penyulingan dengan air atau
penyulingan dengan air dan uap?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai minyak atsiri daun sirih telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya (Effendi, “Daya Anti Bakteri Rebusan Daun Sirih (Piper betle L.)
Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli”, 2000), tetapi penelitian
tentang penentuan metode terbaik proses penyulingan minyak atsiri daun sirih
antara metode penyulingan dengan air dan metode penyulingan dengan air dan
D. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan
suatu informasi mengenai perbandingan rendemen, bobot jenis, indeks bias, serta
komponen dari minyak atsiri daun sirih yang dihasilkan melalui penyulingan
dengan air dan penyulingan air dan uap. Manfaat praktis yang diharapkan, yaitu
bermanfaat dalam pemilihan metode penyulingan dalam memproduksi minyak
atsiri daun sirih sehingga memperoleh hasil rendemen dan kualitas minyak yang
lebih baik.
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menentukan metode penyulingan terbaik untuk memperoleh hasil
minyak atsiri daun sirih yang memiliki kualitas yang maksimal.
2. Tujuan khusus
Menentukan metode penyulingan yang memberikan hasil terbaik
berdasarkan perbandingan rendemen, bobot jenis, indeks bias, serta jumlah
kandunganchavicoldanchavibetolyang terdapat dalam minyak atsiri hasil isolasi
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Sirih
1. Keterangan botani
Tanaman sirih (Piper betle LINN.) merupakan anggota suku
Piperaceae. Tanaman ini memiliki sinonimChavica auriculataMiq; C.betleMiq.
Sirih merupakan nama umum/dagang dari tanaman ini (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991).
2. Nama daerah
Sumatra: furu kuwe, porokuwo (Enggano), runub (Aceh), blo, sereh
(Gayo), blo (Alas), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), burangir (Angkola),
tawuo (Nias), cabai (Mentawai), sireh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau),
jabai (Lampung). Kalimantan: uwit (Dayak), sirih (Sampit). Jawa: seureuh
(Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura). Bali: base, sedah. Nusa Tenggara:
kuta (Sumba), mota (Flores), orengi (Ende), malu (Solor), mokeh (Alor).
Sulawesi: ganjang, gapura (Bugis), bolu (Parigi), lalama, sangi (Talaud). Maluku:
kakina (Waru), kamu (Piru, Sapalewa), amu (Ambon), garmo (Buru).Irian: leman
(Wendebi), namuera (Saberi), mera (Sewan), wangi (Sawe), dedami (Marind).
Indonesia: sirih (Anonim, 1980).
3. Deskripsi
b. Daun: helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong,
pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian
bawah gundul atau berambut sangat pendek, tebal, warna putih, panjang 5 cm
sampai 18 cm, lebar 2,5 cm sampai 10,5 cm (Anonim 1980).
c. Bunga : berbentuk bulir, berdiri sendiri di ujung cabang dan
berhadapan dengan daun. Daun pelindung berbentuk lingkaran, bundar telur
terbalik atau lonjong, panjang kira-kira 1 mm. Bulir jantan, panjang gagang 1,5
cm sampai 3 cm, benang sari sangat pendek. Bulir betina, panjang gagang 2,5 cm
sampai 6 cm. Kepala putik 3 sampai 5 (Anonim, 1980).
d. Buah: buah buni, bulat, dengan ujung gundul. Bulir masak berambut
kelabu, rapat, tebal 1 cm sampai 1,5 cm. Biji membentuk lingkaran (Anonim,
1980).
4. Keanekaragaman
Dikenal berbagai macam sirih :
a. Daun sirih yang berwarna hijau tua dengan rasa pedas merangsang.
Terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
b. Daun sirih yang berwarna kuning, terdapat di Sumatera dan Jawa
Barat.
c. Sirih kaki merpati, daunnya berwarna kuning dengan tulang daun
berwarna merah.
5. Kandungan
Daun sirih mengadung minyak atsiri yang terdiri atas betlephenol,
kavikol, sesquiterpen, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan
karvakrol. Beberapa penelitian ilmiah menyatakan bahwa daun sirih juga
mengandung enzim diastase, gula, dan tanin. Biasanya, daun sirih muda
mengandung enzim diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan
dengan daun sirih tua. Sementara itu kandungan taninnya tetap (Damayanti dan
Mulyono, 2005)
6. Ekologi dan penyebaran
Sirih diketemukan di bagian timur pantai Afrika, di sekitar pulau
Zanzibar, daerah sekitar sungai Indus ke timur menelusuri sungai Yang Tse
Kiang, kepulauan Bonin, kepulauan Fiji dan kepulauan Indonesia. Sirih tersebar
di Nusantara dalam skala yang tidak terlalu luas. Di Jawa tumbuh liar di hutan jati
atau hutan hujan sampai ketinggian 300 m diatas permukaan laut. Untuk
memperoleh pertumbuhan yang baik diperlukan tanah yang kaya akan humus,
subur dan pengairan yang baik (Anonim, 1980).
7. Budidaya
Untuk memperbanyak tanaman digunakan stek sulur. Stek diambil dari
sulur yang tumbuh bari bagian ujung atas sepanjang 40 cm sampai 50 cm.Untuk
pertumbuhannya sirih memerlukan sandaran pohon hidup seperti dadap, kapok
randu, kelor, waru atau gamal. Sandaran ditanam dengan jarak 1,5 m dengan
panjang stek atau stump 3 m atau 4 m. Tiap selang dua baris dibuat selokan untuk
Selokan ini juga digunakan untuk mengairi sirih di musim kemarau, karena dalam
keadaan kering pembentukan daunnya akan berkurang atau berhenti sama sekali.
Dari ketiak daun akan tumbuh cabang dan ranting yang menggantung dan bagian
inilah yang akan dipanen. Bila tanaman telah berumur satu tahun, panen dapat
dimulai (Anonim, 1980).
B. Minyak Atsiri
Minyak atsiri disebut juga minyak eteris, minyak esensial atau minyak
menguap, merupakan zat berbau yang terdapat dalam berbagai bagian tanaman.
Minyak atsiri tidak berwarna, tersimpan dalam keadaan segar pada tempat yang
gelap dan tertutup rapat, tetapi dalam penyimpanan yang lama dapat teroksidasi
sehingga warnanya dapat berubah menjadi hitam. Pada umumnya, minyak atsiri
tidak dapat bercampur dengan air tetapi larut dalam eter, alkohol dan kebanyakan
pelarut organik (Guenther, 1987).
Minyak atsiri dalam tanaman aromatik dikelilingi oleh kelenjar minyak,
pembuluh-pembuluh, kantung minyak atau rambut glanduler. Untuk dapat
meningkatkan proses difusi uap air kedalam jaringan tanaman dan mendesak
minyak atsiri untuk keluar ke permukaan, biasanya sebelum diproses dilakukan
perajangan pada bahan tanaman penyulingan, yang bertujuan untuk membuka
sebanyak mungkin kelenjar minyak yang terdapat pada jaringan tanaman. Pada
bahan baku berupa daun, penyulingan dilakukan tanpa dirajang terlebih dahulu.
Dinding sel daun sangat tipis dan bersifat permeabel sehingga peristiwa
1. Teori Penyulingan
Penyulingan didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen
suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan
uap dari masing-masing zat tersebut (MialcitGuenther, 1987).
Penyulingan menggunakan air atau menggunakan uap air, merupakan
tipe penyulingan dari campuran cairan yang saling tidak melarut dan selanjutnya
membentuk dua fase. Penyulingan tersebut dilakukan untuk memurnikan dan
memisahkan minyak asiri dengan cara penguapan, dan proses penguapan tersebut
juga dimaksud untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman penghasil minyak
atsiri dengan bantuan uap air (Guenther, 1987).
Titik didih adalah nilai suhu pada tekanan atmosfir atau pada tekanan
tertentu lainnya, dimana cairan akan berubah menjadi uap, atau suhu pada saat
tekanan uap dari cairan tersebut sama dengan tekanan gas atau uap yang berada
disekitarnya (Hackh cit Guenther, 1987). Cairan heterogen (tidak saling campur)
memiliki titik didih yang berbeda. Dengan penguapan komponen yang bertitik
didih rendah, maka titik didih cairan yang tinggal akan meningkat secara bertahap
dan akhirnya mendekati komponen yang bertitik didih tertinggi (Guenther, 1987).
Proses penyulingan cairan heterogen berlaku menurut Hukum Dalton,
yaitu :
Ptotal= P +Ao o B
P
dimana PAodanPBo adalah tekanan uap murni senyawa A dan tekanan uap murni
Campuran air dan minyak atsiri membentuk cairan dua fase. Cairan dua
fase dalam keadaan seimbang, jumlah molekul yang terdapat dalam fase uap lebih
besar daripada jumlah molekul uap cairan murni pada suhu yang sama. Oleh
karena itu, tekanan yang dihasilkan oleh campuran uap akan lebih besar daripada
tekanan yang dihasilkan oleh uap murni itu sendiri. Maka, apabila minyak atsiri
bersama-sama dengan air di dalam alat penyulingan; tekanan dalam ruang uap
akan lebih besar dari 1 atmosfir. Tetapi karena ruang uap berhubungan dengan
udara luar, maka tekanan akan turun kembali mencapai tekanan atmosfir. Keadaan
ini dapat berlangsung jika suhu turun secara otomatis. Dengan demikian titik didih
dari setiap cairan dua fase akan selalu lebih rendah dari titik didih masing-masing
cairan murni pada tekanan yang sama (Guenther, 1987).
Penyulingan dapat dilakukan dengan cara :
a. Penyulingan dengan air (water distillation). Pada metode ini, bahan
yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Pada metode
penyulingan air, seluruh ruang antar simplisia daun yang terisi oleh air, dapat
dipenetrasi secara kontinyu. Proses pengisian simplisia daun tidak boleh terlalu
penuh (harus ada ruang kosong), untuk menghindari simplisia jangan sampai
meluap dan masuk ke dalam kondensor. Proses pemanasan yang digunakan
jangan terlalu panas. Karena akibat penguapan air dan minyak, sebagian dari
tumpukan bahan tidak terendam lagi dalam air, sehingga bahan tidak dapat
terlindung dari panas yang terlalu tinggi (Guenther, 1987).
Dalam penyulingan dengan air, kecepatan penyulingan perlu
simplisia daun dalam ketel dapat dipertahankan dalam keadaan cukup longgar,
sehingga menjamin kelangsungan penetrasi uap ke dalam bahan dan dapat
menguapkan minyak atsiri.
Pada metode penyulingan air, seluruh bagian tumpukan simplisia daun
digerakkan oleh air mendidih. Simplisia yang diisi longgar dan terendam dalam
air mendidih, sehingga partikel uap dapat kontak dengan semua partikel bahan
dan menguapkan minyak atsiri. Minyak atsiri akan berdifusi menuju epidermis.
Penyulingan dengan air memiliki beberapa kelemahan, ekstraksi tidak
dapat berlangsung dengan sempurna walaupun simplisia dirajang, selain itu
beberapa jenis ester, misalnya linalil asetat akan terhidrolisis; persenyawaan yang
peka seperti aldehida, mengalami polimerisasi karena pengaruh air mendidih.
Selain itu, komponen minyak yang bertitik didih tinggi (misalnya sinnamil
alkohol, benzil alkohol) dan senyawa yang bersifat larut dalam air tidak dapat
menguap secara sempurna, sehingga minyak yang tersuling mengandung
komponen tidak lengkap sehingga mengakibatkan kehilangan sejumlah minyak
b. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation). Pada
metode penyulingan ini, simplisia daun diletakkan di atas rak-rak atau saringan
berlubang. Ketel suling diisi air sampai permukaan air berada tidak jauh dibawah
saringan. Ciri khas dari metode ini, adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh
dan tidak terlalu panas; serta simplisia yang disuling hanya berhubungan dengan
uap dan tidak dengan air panas (Guenther, 1987).
Keuntungan penyulingan air dan uap dibandingkan dengan penyulingan
air, adalah karena simplisia yang disuling tidak dapat menjadi gosong. Timbulnya
gosong dapat dicegah karena suhu tidak akan melebihi suhu uap jenuh pada
tekanan 1 atmosfir, hal ini karena penyulingan dengan air dan uap merupakan
metode penyulingan dengan tekanan uap jenuh yang rendah, sehingga kerusakan
minyak kecil.
Pada metode penyulingan dengan air dan uap, perlu diusahakan agar
proses penetrasi uap merata di dalam simplisia, sehingga rendemen minyak yang
dihasilkan dapat menjadi lebih tinggi. Proses penataan simplisia sangat
menentukan dalam perolehan rendemen minyak yang dihasilkan, misalnya apabila
simplisia daun hanya menumpuk pada satu tempat tertentu saja dan jarak antar
simplisia dalam ketel menjadi renggang, hal tersebut menyebabkan terbentuknya
jalur uap sehingga uap akan langsung lolos tanpa menimbulkan pengaruh pada
simplisia tersebut dan sebagian besar simplisia tidak pernah kontak dengan uap.
Masalah lain yang timbul, pada awal penyulingan bahan olah keadaannya masih
dingin, sehingga uap yang mula-mula terbentuk akan mengembun dan membasahi
suhu pada seluruh bahan sama dengan titik didih air pada tekanan tertentu
(Guenther, 1987).
Dalam sistem penyulingan dengan air dan uap proses dekomposisi
minyak lebih kecil (hidrolisa ester, polimerisasi, resinifikasi, dll). Metode
penyulingan dengan air dan uap lebih efisien daripada metode penyulingan
dengan air karena jumlah bahan bakar yang dibutuhkan lebih kecil dan rendemen
minyak yang dihasilkan lebih besar (Guenther, 1987).
Gambar 2. Alat penyulingan dengan air dan uap
c. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation). Pada
penyulingan ini, air tidak diisikan dalam ketel bersama simplisia daun. Uap yang
digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1
atmosfir, dihasilkan dari ketel uap yang letaknya terpisah, dan kemudian dialirkan
ke dalam tumpukan bahan di dalam ketel (Guenther, 1987).
Pada penyulingan dengan uap, dengan penurunan tekanan uap di dalam
ketel (dari tekanan tinggi ke tekanan rendah), maka uap tersebut cenderung
yaitu 1) suhu simplisia tidak tetap pada titik didih air, tetapi meningkat hingga
mencapai suhu uap kelewat panas; 2) uap kelewat panas cenderung mengeringkan
simplisia dan mengurangi kecepatan penguapan minyak atsiri. Minyak atsiri
hanya akan menguap setelah terjadi difusi cairan minyak, dan akan berhenti sama
sekali atau menurun aktifitasnya jika simplisia tersebut menjadi kering. Dalam
kasus penyulingan uap langsung, jika keluarnya minyak atsiri berhenti sebelum
waktunya, maka penyulingan perlu dilanjutkan dengan uap jenuh atau uap basah,
sehingga keluarnya minyak atsiri berlangsung kembali. Setelah minyak keluar,
maka uap kelewat panas dapat digunakan kembali (Guenther, 1987).
Karena tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi, maka
penyulingan lebih baik dimulai pada tekanan rendah, kemudian tekanan
meningkat secara bertahap sampai pada akhir proses, yaitu ketika minyak yang
tertinggal dalam bahan relatif kecil, dan hanya komponen minyak yang bertitik
didih tinggi saja yang masih tertinggal di dalam bahan (Guenther, 1987).
Gambar 3. Alat penyulingan dengan uap langsung
untuk meneruskan panas ke seluruh bagian tanaman. Energi panas ditransmisikan
melalui air mendidih kedalam simplisia dengan cara perendaman simplisia, atau
dengan mengalirkan uap air panas diantara simplisia tanaman tersebut (Guenther,
1987).
2. Pengujian dan Analisis Minyak Atsiri
Pengujian dan analisis minyak atsiri sangat penting dilakukan untuk
mengetahui kemurnian minyak atsiri. Uji organoleptik disertai dengan analisis
sifat fisika-kimia, merupakan cara yang penting dilakukan dalam menilai kualitas
minyak yang tidak dipalsukan (Guenther, 1987).
Pengujian yang penting adalah penentuan sifat fisika-kimia dari minyak
yang dihasilkan. Penentuan bobot jenis, putaran optik, kelarutan dalam alkohol,
dan indeks bias ditentukan secara rutin untuk semua jenis minyak atsiri. Uji
khusus (misalnya: rendemen ester, titik beku, penetapan aldehid, residu
penguapan) hanya dilakukan tergantung pada jenis bahan (Guenther, 1987).
Dengan cara membandingkan hasil analisis dan data dari pustaka, maka
ahli kimia dapat memperoleh gambaran tentang kemurnian dan kualitas minyak
atsiri (Guenther, 1987).
3. Minyak Atsiri Daun Sirih
Minyak atsiri daun sirih biasanya banyak digunakan untuk pengobatan
tradisional oleh penduduk asli India, Malaya, Indonesia, dan beberapa daerah
tropis lain di Asia (Guenther, 1952).
Menurut Grieve, konstituen utama yang terkandung dalam daun sirih
sirih. Dalam minyak atsiri daun sirih mengandung fenol yang dikenal dengan
nama chavicol dan chavibetol. Nadkarni menyebutkan kedua fenol tersebut
merupakan antiseptik kuat, 5 kali lebih kuat dibandingkan dengan fenol biasa.
Kedua jenis fenol ini memberikan pengaruh yang kuat terhadap karakteristik bau
pada daun dan minyak atsiri. Gildemeister menyatakan spesifikasi dari minyak
atsiri daun sirih adalah : cairan berwarna kuning terang hingga coklat gelap,
berbau khas, dan memiliki rasa pedas seperti terbakar (Ikmo, 2006). Rentang
rendemen minyak atsiri yang diperoleh dari daun sirih antara 0,6 – 1,8 persen.
Bobot jenis minyak atsiri daun sirih berkisar antara 0,958 – 1,057 (Guenther,
1963).
Grieve dan Christy menyatakan daun dan minyak atsiri daun sirih dapat
berfungsi sebagai antiseptik, astringen, karminatif, dan aprodisiaka (Ikmo, 2006).
4. Chavicol
OH
H2C CH CH2
Keterangan :
Bobot Molekul (BM) : 134,17
Rumus Molekul : C9H10O
Sinonim : p-Allylphenol; 1-Hydroxy-4-allylbenzene;
p-Hydroxyallylbenzene
Gambar 4. Struktur kimiachavicol
Chavicol merupakan komponen penting yang terdapat dalam minyak
atsiri daun sirih. Chavicol sedikit larut dalam air dan sangat larut dalam pelarut
organik. Chavicol sangat berguna dalam pengobatan, karena daya antiseptiknya
yang begitu kuat (Guenther, 1952).
5. Chavibetol
OCH3
H2C CH CH2 OH
Keterangan :
Bobot Molekul (BM) : 164,20
Rumus Molekul : C10H12O2
Sinonim : 1-Methoxy-2-hydroxy-4-allylbenzene; “Betel phenol”
Gambar 5. Struktur kimiachavibetol
Chavibetol terdapat dalam minyak atsiri daun sirih. Dalam industri
chavibetolbanyak digunakan sebagai antiseptik (Guenther, 1952).
C. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa
Seperangkat alat kromatografi gas dengan menggunakan detektor
menyambung keluaran kromatografi gas, dimana keluaran gas solut dari kolom
kromatografi gas dalam bentuk molekul saat masuk ke dalam detektor akan
terionisasi akibat dibombardir oleh eletron berenergi tinggi, sehingga ion-ion yang
terpisah pada spektrometer saat melalui alat pemisah massa dapat terdeteksi
berdasarkan massanya yang digambarkan sebagi spektra massa. Setiap komponen
campuran yang terpisahkan dengan kromatografi gas akan tergambar dalam satu
spektra massa (Christian, 2003).
Gambar 6. Diagram blok spektrometri massa
1. Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu cara untuk memisahkan
komponen-komponen minyak atsiri dengan meneruskan arus gas melalui fase diam.
Komponen yang akan dipisahkan dibawa oleh gas pembawa melalui kolom.
Campuran cuplikan terbagi diantara gas pembawa dan fase diam yang terdapat
pada zat padat dengan ukuran partikel tertentu (penyangga padat). Pelarut akan
menahan komponen secara selektif berdasarkan koefisien distribusinya sehingga
terbentuk sejumlah pita yang berlainan pada gas pembawa. Pita komponen ini
meninggalkan kolom bersama aliran gas pembawa dan dicatat melalui detektor
(Mc Nair & Bonelli, 1988).
Puncak yang akan muncul akan dipakai untuk analisis kualitatif dan
dengan melakukan teknik spiking yaitu dengan cara pencampuran bahan dan baku
dalam jumlah yang sama kemudian diinjeksikan. Jika puncak yang muncul satu
berarti sampel tersebut sama dengan baku (Harborne, 1987).
Bagian-bagian utama dari kromatografi gas adalah :
a. Gas pembawa. Gas yang biasa dipakai ialah hidrogen, helium, dan
nitrogen. Syarat yang harus dipenuhi adalah : lembam untuk mencegah antraksi
dengan cuplikan atau pelarut (fase diam), dapat meminimumkan difusi gas,
mudah didapat dan murni, cocok untuk detektor yang digunakan.
b. Ruang injeksi. Selalu dipanaskan dan suhu sekitar 50oC lebih tinggi
dari titik didih campuran cuplikan yang mempunyai titik didih paling tinggi.
c. Kolom Terbuka (open tubular colomn). Disebut dengan kolom
kapiler, panjang antara 15 – 100 meter, diameter antara 0,1 – 0,7 mm. Bagian
dalam kolom tidak terhalang fasa diam. Kolom terbuka tidak dapat menampung
volume cuplikan yang banyak. Penggunaan kolom terbuka akan meningkatkan
selektivitas karena dengan panjangnya kolom maka perbedaan waktu retensi
senyawa satu dengan yang lainnya akan bertambah, dan waktu analisis yang
dibutuhkan menjadi lebih pendek karena fasa gerak tidak mengalami hambatan
ketika melewati kolom (Hendayana, 1996).
d. Detektor. Mendeteksi adanya komponen dalam cuplikan yang telah
terpisah dan mengukur kuantitasnya. Detektor harus mempunyai kepekaan tinggi,
tingkat deraunya rendah, peka terhadap semua jenis senyawa, tanggapan linier
pada rentang rendemen rendah, tidak peka terhadap perubahan aliran dan suhu
detektor daya hantar panas (thermal conductivity detector), detektor ionisasi nyala
(flame ionization detector), detektor penangkap elektron (electron cupture
detector), detektor fotometri nyala (flame photometric detector), dan detektor
nyala alkali (alkali flame detector) (Hendayana, 1996).
e. Amplifier. Gunanya untuk memperbesar sinyal dari detektor agar
dapat direkam dengan jelas oleh pencatat.
f. Pencatat. Alat ini digunakan untuk mencatat sinyal berupa
puncak-puncak kromatogram (Mc Nair & Bonelli, 1988).
Ada tiga suhu dalam kromatografi yang harus dikontrol suhunya.
Pertama, suhu ruang injeksi yang akan menentukan kecepatan cuplikan yang
diuapkan. Kedua, detektor harus cukup panas sehingga penyusun cuplikan tidak
mengembun. Tetapi kepekaan detektor penghantar panas akan menurun sesuai
dengan penurunan panas, sehingga suhu optimum dipilih sedikit di atas suhu
kolom. Ketiga, suhu tinggi pada kolom maka senyawa yang terpisahkan akan
cenderung ke fase gas sehingga senyawa tersebut akan cepat keluar dan berhimpit
akibat resolusi yang jelek (Mc Nair & Bonelli, 1988).
2. Detektor Spektrometri Massa
Pada kromatografi gas-spektrometri massa, senyawa yang muncul dalam
bentuk kromatogram akan melalui detektor spektrometri massa. Di dalam detektor
spektrometri massa, senyawa akan melalui ruang pengionan. Dalam ruang
pengionan, sampel dibombardir dengan arus elektron berenergi tinggi sehingga
terbentuk ion molekul, dan kemudian terpecah lagi menjadi ion-ion yang lebih
lempeng medan magnet. Pada medan magnet, ion tersebut dibelokkan sesuai
dengan besarnya ion berdasarkan perbandingan massa/muatan. Masing-masing
komponen ion akan melewati celah pengumpul dan akan menumbuk lempengan
pengumpul. Arus yang timbul pada sistem pengumpul akan diperkuat dan akan
terekam pada alat perekam dalam bentuk grafik spektra massa yang merupakan
rekaman kelimpahan ion terhadap massa (m/z) (Agusta, 2000).
Gambar 7. Skema dasar spektrometri massa
Setiap kromatogram yang muncul menggunakan kromatografi gas
mewakili satu senyawa, dengan menggunakan detektor spektrometri massa setiap
kromatogram yang muncul memiliki spektra massa tertentu (Christian, 2003).
D. Landasan Teori
Setiap jenis metode penyulingan memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dalam penyulingan dengan air, proses penyulingan dapat berlangsung dengan
cepat karena seluruh ruang antar partikel bahan terisi oleh air, maka partikel bahan
didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak dapat menguap secara sempurna,
sehingga minyak yang tersuling mengandung komponen yang tidak lengkap.
Metode penyulingan dengan air dan uap merupakan metode penyulingan
dengan tekanan uap jenuh yang rendah, sehingga kerusakan minyak kecil. Di
samping itu, dalam metode penyulingan ini, proses dekomposisi minyak lebih
kecil, sehingga minyak yang tersuling akan mengandung komponen yang lengkap.
Dua jenis metode penyulingan tersebut merupakan metode penyulingan
yang paling banyak dipergunakan diantara para petani penyuling yang terdapat di
Indonesia.
Metode penyulingan dipergunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri
yang berasal dari tanaman tertentu menggunakan uap air, salah satunya adalah
minyak atsiri yang berasal dari tanaman sirih terutama bagian daunnya yang
disebut dengan minyak atsiri daun sirih, dengan perkembangan pengobatan
modern yang mulai mengurangi penggunaan bahan sintetik dan beralih kembali
mempergunakan bahan alami, tingkat kebutuhan minyak atsiri daun sirih pada
jangka waktu kedepan dapat diperkirakan akan meningkat.
E. Hipotesis
Proses penyulingan dengan menggunakan air dan uap merupakan proses
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat non eksperimental, karena dalam
penelitian ini tidak dilakukan manipulasi atau intervensi terhadap subjek uji.
B. Definisi Operasional
1. Penyulingan daun sirih dengan air
Penyulingan daun sirih yang telah kering, di dalam ketel suling,
menggunakan air secukupnya hingga daun terendam, dipanaskan, dan uap yang
dihasilkan didinginkan, sehingga diperoleh cairan minyak yang dipisahkan dari
air.
2. Penyulingan daun sirih dengan air dan uap
Penyulingan daun sirih yang telah kering, diletakkan diatas rak saringan
berlubang dalam ketel suling, bagian bawah rak diisi air ± 5 liter, dipanaskan, uap
yang dihasilkan didinginkan, sehingga diperoleh cairan minyak yang dipisahkan
dari air.
3. Penetapan rendemen
Penentuan jumlah minyak atsiri yang diperoleh, dengan menentukan
persentase perbandingan volume minyak atsiri yang diperoleh terhadap berat
4. Analisis minyak atsiri menggunakan kromatografi gas-spektrometri
massa
Analisis kandungan senyawa yang terdapat pada minyak atsiri, yang
diperoleh berdasarkan pembacaan kromatogram dan spektra massa yang
terbentuk.
5. Pemeriksaan bobot jenis
Pemeriksaan perbandingan kerapatan minyak atsiri daun sirih dengan
kerapatan air. Bertujuan untuk mengetahui kemurnian minyak atsiri daun sirih
dengan cara membandingkan nilai bobot jenis minyak atsiri yang diperoleh
dengan nilai bobot jenis pembanding yang telah ditentukan sebagai nilai standar.
6. Pemeriksaan indeks bias
Pemeriksaan perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan
kecepatan cahaya dalam minyak atsiri. Dipergunakan untuk mengetahui
kemurnian minyak atsiri daun sirih, dengan membandingkan nilai indeks bias
yang diperoleh terhadap nilai indeks bias yang telah ditentukan sebagai nilai
standar.
C. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Bahan
a. Bahan utama adalah daun sirih yang diperoleh dari desa Kaliori,
b. Aquades, yang dipergunakan sebagai bahan pembanding kerapatan
pada suhu yang dipergunakan dalam pengujian berat jenis.
c. Gas helium sebagai fase gerak dalam analisis menggunakan
kromatografi gas-spektrometri massa.
2. Alat
Instrumen atau alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Alat destilasi
b. Piknometer (PYREX)
c. Hand Refraktometer ATAGO®
d. Timbangan analitik
e. Seperangkat alat kromatografi gas-spektrometri massa
(GCMS-QP2010S SHIMADZU)
f. Alat-alat pendukung, seperti : Pipet tetes, gelas ukur, corong, beker
glass, tabung reaksi, erlenmeyer, kompor listrik, hair dryer, dan lampu sebagai
sumber cahaya dalam hand refraktometer.
D. Tata Cara Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap :
1. Penentuan kepastian bahan daun sirih
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih yang
dikumpulkan dari desa Kaliori, Banyumas, Jawa Tengah, pada bulan Oktober
tahun 2006. Daun yang diambil dalam keadaan segar, berasal dari tanaman sirih
Pertelaan tanaman sirih yang akan digunakan dalam penelitian,
diperbandingan dengan pertelaan tanaman sirih yang terdapat pada buku acuan
yaitu Material Medika jilid IV untuk memberikan kepastian daun sirih yang
dipergunakan pada penelitian telah sesuai dengan daun sirih yang berasal dari
tanaman sirih yang telah dikenal masyarakat umum.
2. Pengumpulan bahan
Proses pengambilan daun sirih dilakukan pada pagi hari, pemetikan
dilakukan pada tanaman sirih yang memiliki umur lebih dari satu tahun, daun
yang dipetik berasal dari ruas ke satu hingga ruas ke lima yang merupakan
percabangan dari batang utama (bonggol). Ukuran daun yang dipetik memiliki
diameter kurang lebih antara 6 – 11 sentimeter. Warna daun hasil pemetikan hijau
tua.
3. Pengeringan bahan
Daun setelah dipanen dilakukan pemilihan daun yang baik dan
memenuhi kriteria, dicuci bersih dengan air mengalir dan dipotong kecil-kecil,
kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan dikeringkan di bawah
sinar matahari tak langsung dengan ditutup kain hitam. Pengeringan dilakukan
sampai bahan mudah diremukkan. Jumlah bahan yang akan dikeringkan sebesar
10 kg.
4. Isolasi dan penetapan rendemen minyak atsiri
Isolasi minyak atsiri dari daun sirih dilakukan dengan cara penyulingan
dengan air serta penyulingan dengan air dan uap. Proses penetapan rendemen
alat penyulingan dengan air dan uap. Daun kering utuh sebanyak 750 gram
disuling selama kurang lebih 6 jam. Minyak atsiri yang diperoleh ditampung,
kemudian tapak-tapak air dihilangkan dengan natrium sulfat anhidrat. Minyak
atsiri disimpan dalam wadah tertutup rapat dan kedap cahaya. Rendemen minyak
atsiri dihitung dalam %v/b.
Rendemen minyak atsiri = jumlahminyakatsiri x100%
bahan n penimbanga berat
5. Analisis minyak atsiri dengan kromatografi gas-spektrometri massa
Analisis dengan kromatografi gas-spektrometri massa untuk minyak
daun sirih dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas MIPA Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Langkah-langkah analisis dilakukan dengan cara
pemeriksaan instrumen sebelum dipergunakan, untuk memastikan apakah
rangkaian alat kromatografi gas-spektrometri massa siap digunakan. Kemudian
dilakukan proses optimasi alat agar siap dipergunakan untuk proses analisis.
Penyuntikan cuplikan minyak atsiri daun sirih sebesar 0,1L ke dalam alat
kromatografi gas-spektrometri massa menggunakan injektor secara hati-hati
menembus septum. Kemudian injektor dicabut dengan cepat dan dibersihkan
dengan pelarut. Proses pembacaan puncak dan penentuan spektra massa dilakukan
pada kromatogram yang tampak pada alat kromatografi gas-spektrometri massa.
6. Pemeriksaan organoleptik
Minyak atsiri yang dihasilkan diperiksa secara organoleptik yang
meliputi bau, rasa, dan warna. Pemeriksaan warna dilakukan secara visual. Untuk
kemudian dikipas-kipaskan sambil dicium baunya. Sedangkan untuk pemeriksaan
rasa, setetes minyak atsiri dicecap rasanya.
7. Pemeriksaan bobot jenis minyak atsiri
Proses kerja pemeriksaan bobot jenis minyak atsiri dilakukan dengan
cara menimbang piknometer yang bersih dan kering dengan seksama. Setelah
ditimbang piknometer kemudian diisi dengan menggunakan aquades hingga
penuh, rendam piknometer di dalam air es dengan tujuan menurunkan suhunya
menjadi ± 2oC di bawah suhu percobaan. Tutup piknometer, tetapi pipa kapiler
tetap dibiarkan terbuka dan baru ditutup setelah suhu aquades naik mencapai suhu
percobaan. Kemudian, piknometer didiamkan hingga suhu aquades dalam
piknometer mencapai suhu kamar. Usap air yang menempel pada dinding luar
piknometer dan timbang piknometer yang berisi aquades dengan seksama. Untuk
menghitung volume aquades sama dengan volume piknometer digunakan nilai
kerapatan aquades pada suhu percobaan yang terdapat pada Tabel I.
Tabel I. Kerapatan aquades (g/ml) pada beberapa suhu
toC 0 3,98 10 15 20 25
t
4 0,99987 1,0000 0,99973 0,99913 0,99823 0,99707
toC 30 40 50 60 70 80
t
4 0,99569 0,99224 0,98807 0,98324 0,97781 0,97183
Penghitungan volume piknometer dilakukan dengan rumus :
Bobot piknometer + aquades = a + b gram
Bobot piknometer kosong = a gram
Bobot aquades = b gram
Diketahui kerapatan aquades = aquades (dapat dilihat dalam tabel)
Volume piknometer = volume aquades = Vp = b(g)
Proses penghitungan bobot jenis minyak atsiri dilakukan dengan
menghitung kerapatan sampel minyak atsiri dengan membandingkan bobot
sampel dengan volume piknometer. Proses penghitungan bobot sampel minyak
atsiri dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada proses penghitungan
bobot aquades.
Bobot jenis minyak atsiri dihitung dengan cara membandingkan
kerapatan () sampel minyak atsiri dengan kerapatan () aquades pada suhu
standar yang sama. Bobot jenis minyak atsiri dapat dihitung dengan rumus :
Bobot piknometer + sampel = a + d gram
Bobot piknometer kosong = a gram
Bobot sampel = d gram
Diketahui kerapatan sampel = sampel =
)
8. Pemeriksaan indeks bias minyak atsiri
Proses kerja pemeriksaan indeks bias minyak atsiri dilakukan dengan
cara membuka penutup prisma pada hand refraktometer, kemudian sebelum
digunakan bersihkan prisma utama menggunakan alkohol 70% dan usap
menggunakan kertas lensa secara hati-hati agar tidak menimbulkan goresan pada
prisma utama. Sampel minyak atsiri diteteskan pada prisma utama menggunakan
pipet tetes sebanyak 1 atau 2 tetes. Tutup penutup prisma utama dengan lembut
hingga menyentuh prisma utama. Setelah itu, atur skala indeks bias yang terdapat
pada hand refraktometer dengan cara memutar knob sampai tanda “” menempati
diuji. Rentang jarak jangkauan yang dimiliki oleh tiap skala pada hand
refraktometer dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Jarak jangkauan tiap skala pada hand refraktometer ATAGO®
No Skala (Letak) Jarak Jangkauan
1. “1” (skala sebelah kiri) 1,333 – 1,404
2. “2” (skala tengah) 1,404 – 1,468
3. “3” (skala sebelah kanan) 1,468 – 1,520
Arahkan ujung hand refraktometer pada cahaya terang, lihat melalui
lensa sambil memutar knob pada hand refraktometer hingga skala terlihat dengan
jelas, dari dalam lensa akan tampak garis batas yang memisahkan sisi terang dan
gelap pada bagian atas dan bawah, jika garis batas berwarna atau tidak jelas,
putarlah ring untuk menghilangkan warna hingga garis batas tersebut menjadi
jelas (atur knob pada posisi “1”, “2”, atau “3” cari posisi yang menunjukkan
perbedaan jelas antara bagian terang dan bagian gelap). Setelah garis batas terlihat
dengan jelas membedakan bagian terang dan bagian gelap, kemudian baca indeks
biasnya.
E. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan komparatif, dengan
membandingkan rendemen, bobot jenis, indeks bias, serta kandungan chavicol
dan chavibetol pada minyak daun sirih antara hasil penyulingan dengan air dan
minyak daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap dengan pustaka menurut
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kepastian Bahan Daun Sirih
Tanaman sirih merupakan tanaman yang secara umum telah banyak
diketahui dan diperdagangkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan
Jawa pada khususnya. Oleh karena masyarakat telah sangat mengenal tanaman
sirih, maka proses determinasi tidak dilakukan. Untuk memberikan kepastian daun
sirih yang dipergunakan pada penelitian telah sesuai dengan daun sirih yang
berasal dari tanaman sirih yang dikenal masyarakat umum, dilakukan
perbandingan pertelaan tanaman sirih yang dipergunakan pada penelitian dengan
pertelaan tanaman sirih yang terdapat pada buku acuan (Anonim, 1980).
Berdasarkan pengamatan pertelaan tanaman sirih yang dipergunakan
sebagai bahan penelitian, diketahui bahwa pertelaan tanaman sirih yang digunakan
sebagai bahan penelitian sesuai dengan pertelaan tanaman sirih yang tertulis pada
buku acuan Materia Medika Jilid IV (Anonim, 1980).
B. Penetapan Rendemen Minyak Atsiri Daun Sirih
Minyak atsiri diperoleh dengan mempergunakan alat penyulingan air
serta alat penyulingan air dan uap. Proses penyulingan dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu menggunakan metode penyulingan dengan air dan metode penyulingan
dengan air dan uap. Daun sirih kering utuh yang dipergunakan sebanyak 750
yang ditandai dengan tidak menetesnya minyak dari dalam kondensat. Minyak
atsiri yang diperoleh ditampung, kemudian tapak-tapak air dihilangkan dengan
natrium sulfat anhidrat (Gambar 8).
Na2SO4 + 10H2O Na2SO4.10H2O
Gambar 8. Reaksi desikasi
Penghilangan tapak-tapak air merupakan suatu reaksi desikasi yaitu suatu
reaksi penyerapan air oleh desikan yang dalam hal ini ialah natrium sulfat anhidrat
dimana tingkat penyerap air berbeda-beda tergantung pada jumlah air yang
terdapat pada minyak atsiri. Minyak atsiri disimpan dalam wadah tertutup rapat
dan kedap cahaya. Rendemen minyak atsiri dihitung dalam %v/b.
Tabel III. Hasil penetapan rendemen minyak atsiri daun sirih dari penyulingan air dan penyulingan air dan uap
No Metode Rendemen (%v/b)
Replikasi 1 Replikasi 2 X ± SD
1. Penyulingan dengan air 0,800 0,786 0,793±0,0099
2. Penyulingan dengan air dan uap 1,267 1,063 1,165±0,1178
Dari tabel III, terlihat bahwa pada metode penyulingan dengan air dan
uap menunjukkan rendemen minyak atsiri daun sirih yang dihasilkan lebih besar
daripada hasil penyulingan dengan air. Hasil rendemen dari kedua metode tersebut
dianggap baik menurut kriteria Guenther (1952) karena standar rentang rendemen
minyak atsiri daun sirih yaitu 0,6 – 1,8%. Diperoleh hasil rendemen yang lebih
besar pada penyulingan minyak daun sirih dengan air dan uap (1,165±0,1178);
dibandingkan pada penyulingan minyak daun sirih dengan air (0,793±0,0099);
C. Hasil Analisis Kandungan Senyawa Minyak Atsiri Daun Sirih
Menggunakan Kromatografi gas-spektrometri massa
Analisis menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa bertujuan
untuk mengetahui persentase dan jumlah kandungan senyawa yang terdapat dalam
minyak atsiri daun sirih, baik yang berasal dari penyulingan dengan air maupun
yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap. Minyak atsiri sebanyak 0,1L
diinjeksikan kedalam kolom pada suhu 280oC yang telah dialiri gas helium,
minyak atsiri tersebut dalam bentuk gas bergerak bersama gas helium (fase gerak)
melalui kolom kapiler sepanjang 30 meter (Rtx-5 berisi fase diam 5% phenyl
polysiloxane, 95% dimethyl polysiloxane). Komponen minyak atsiri daun sirih
yang memiliki afinitas rendah terhadap fase diam, akan keluar pertama dari kolom
karena interaksi komponen minyak atsiri daun sirih tersebut kecil terhadap fase
diam, sehingga waktu retensi yang dimiliki kecil, sebaliknya komponen minyak
atsiri daun sirih yang memiliki afinitas besar, akan keluar dari kolom dengan
waktu retensi yang besar, hal ini dikarenakan interaksi komponen minyak atsiri
daun sirih tersebut terhadap fase diam besar. Puncak-puncak kromatogram yang
merupakan hasil pemisahan komponen-komponen minyak atsiri daun sirih akan
diterima oleh detektor spektrometri massa dalam bentuk molekul.
Molekul-molekul senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri daun sirih tersebut
dalam detektor spektrometri massa kemudian terionisasi, hal tersebut dapat terjadi
karena molekul-molekul senyawa tersebut dibombardir oleh elektron berenergi
tinggi yang berasal dari sumber elektron tegangan tinggi pada detektor
yang digambarkan seba
minyak atsiri daun si
penyulingan dengan ai
dapat dilihat pada Gam
Gambar 9. Kromatogram spektrometri
Gambar 10. Kromatogram
n sebagai spektra massa. Hasil pemisahan kompone
daun sirih yang diperoleh dari penyulingan de
gan air dan uap secara kromatografi gas-spektrofot
da Gambar 9,10, Tabel IV, dan Lampiran 6 – 12.
togram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan metri massa yang dihasilkan dari penyulingan dengan air
togram komponen minyak atsiri daun sirih menggunakan
komponen-komponen
ngan dengan air dan
spektrofotometri massa
akan kromatografi
gas-Data kromatogram komponen minyak atsiri daun sirih yang dihasilkan
dari penyulingan dengan air dan penyulingan dengan air dan uap menunjukkan
waktu retensi setiap pemisahan komponen senyawa minyak atsiri daun sirih, luas
area, tinggi dari setiap puncak kromatogram, konsentrasi relatif setiap komponen
senyawa minyak atsiri daun sirih dan data spektra massa dari setiap komponen
minyak atsiri daun sirih meliputi berat molekul, struktur komponen dan nama
komponen senyawa penyusun minyak atsiri daun sirih.
Dari data kromatografi gas-spektrometri massa dapat diketahui adanya
perbedaan pola puncak kromatogram berdasarkan terjadinya waktu retensi yang
bervariasi dari setiap puncak kromatogram yang dimunculkan akibat proses
pemisahan komponen minyak atsiri daun sirih baik yang berasal dari penyulingan
dengan air maupun yang berasal dari penyulingan dengan air dan uap.
Pada pemisahan minyak atsiri daun sirih yang berasal dari penyulingan
dengan air secara kromatografi gas-spektrometri massa terdapat 56 puncak pada
kromatogram. Sedangkan, pada pemisahan minyak atsiri daun sirih yang berasal
dari penyulingan dengan air dan uap secara kromatografi gas-spektrometri massa
terdapat 64 puncak pada kromatogram. Setiap puncak yang muncul pada
kromatogram mewakili senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri daun
sirih yang dianalisis menggunakan kromatogarfi gas-spektrometri massa. Dapat
diketahui bahwa minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap
memiliki jumlah senyawa penyusun yang lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah senyawa penyusun yang dimiliki minyak atsiri daun sirih hasil
muncul pada masing-masing kromatogram hasil analisis minyak atsiri daun sirih
hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan
dengan air dan uap menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa.
Secara organoleptis dapat diamati bahwa minyak atsiri daun sirih hasil
penyulingan dengan air dan uap yang memiliki senyawa penyusun yang lebih
banyak dibandingkan dengan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan
air, memiliki warna yang lebih gelap yaitu berwarna kuning kecoklatan dibanding
warna minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air yang berwarna
kuning bening.
Berdasarkan data-data yang diperoleh pada kromatogram dan spektra
massa dari komponen minyak atsiri daun sirih dapat dilakukan perbandingan
persentase kandungan senyawa yang sama antara minyak atsiri daun sirih hasil
penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air
dan uap.
Menurut Guenther (Essential Oil, halaman 160); Eykman, Gorter, dan
Schimmel (Heyne, 1987); Mann dkk (Grieve cit Hernani dan Yuliani, 1991),
kandungan utama penentu kualitas minyak atsiri daun sirih terdapat pada
komponen fenol yang terkandung di dalam minyak atsiri daun sirih dalam bentuk
chavicoldanchavibetol. Komponen-komponen utama tersebut memiliki daya anti
bakteri 5 kali lebih bisar dibandingkan dengan fenol biasa.
Oleh karena hal tersebut untuk menentukan kualitas terbaik minyak atsiri
yang terdapat dalam minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan
minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap.
Tabel IV. Perbandingan persentase kandunganchavicoldanchavibetol pada minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap
No Senyawa Persentase Kandungan
(Metode Penyulingan Air)
Persentase Kandungan (Metode Penyulingan Air
dan Uap)
1. Chavibetol (eugenol) 30,58 5,99
2. Chavicol (4-alilfenol) 3,74 0,72
Berdasarkan persentase kandungan senyawa minyak atsiri daun sirih
yang diperoleh menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa, diketahui
bahwa persentase komponenchavicoldanchavibetolyang terdapat dalam minyak
atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air lebih besar bila dibandingakan
dengan persentase komponen chavicol dan chavibetol yang terdapat dalam
minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air dan uap. Persentasechavicol
danchavibetol pada komponen minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan
air sebesar 3,74% dan 30,58%, sedangkan persentase chavicol dan chavibetol
pada komponen minyak atsiri hasil penyulingan dengan air dan uap sebesar
0,72% dan 5,99%.
Selain kromatogram, pada analisis menggunakan alat kromatografi
gas-spektometri massa juga diperoleh data keluaran berupa spektra massa, setiap
kromatogram yang muncul pada analisis menggunakan alat kromatografi
gas-spektrometri massa mewakili komponen senyawa tertentu yang terkandung di
dalam minyak atsiri daun sirih, sehingga pada tiap kromatogram yang muncul
Untuk dapat mengetahui nama senyawa yang menjadi komponen
minyak atsiri daun sirih, pada spektra massa yang muncul dari analisis minyak
atsiri daun sirih menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa, dilakukan
pencarian nama senyawa berdasarkan spektra massa yang muncul menggunakan
sumber data yang terdapat komputer yang terhubung dengan alat kromatografi
gas-spektrometri massa.
Berdasarkan perbandingan menggunakan perpustakaan data wiley dan
nisti terhadap spektra massa yang diperoleh dari hasil analisis, maka persentase
nilai SI (spectra identification) pada spektra pembanding menunjukkan kepastian
nama dan spesifikasi senyawa yang diperoleh.
Gambar spektra massa dan spektra pembanding dari chavicol dan
Gambar 11. Spektra mass kromatografi
Gambar 12. Spektra mass kromatografi
Pada Gambar
(spektra atas) merupak
sirih hasil analisis men
gambar spektra massa
a massa hasil analisis dan spektra pembandingchavibetol
tografi gas-spektrometri massa
a massa hasil analisis dan spektra pembandingchavibetol
tografi gas-spektrometri massa
ambar 11 dan 12, dapat dilihat gambar spektra m
erupakan gambar spektra massa komponen miny
sis menggunakan kromatografi gas-spektrometri mass
massa kedua (spektra bawah) merupakan hasil pen
tolmenggunakan alat
tolmenggunakan alat
spektra massa pertama
minyak atsiri daun
tri massa. Sedangkan
massa pembanding yang sesuai atau menyerupai berdasarkan perpustakaan data
yang terdapat dalam komputer analisis yang terhubung dengan alat kromatografi
gas-spektrometri massa, sehingga dengan melihat besarnya nilai SI (spectra
identification) yang terdapat pada spektra pembanding dapat menunjukkan
persentase kesesuaian spektra yang dianalisis dengan spektra pembanding.
Pada Gambar 11 diketahui nilai SI (spectra identification) pada spektra
pembanding sebesar 96%, dapat disimpulkan bahwa spektra hasil anlisis minyak
atsiri daun sirih yang diperoleh, merupakan spektra massachavicolsesuai dengan
spesifikasi yang disebutkan pada spektra pembanding menggunakan perpustakaan
dataWiley.
Pada Gambar 12 diketahui nilai SI (spectra identification) pada spektra
pembanding sebesar 95%, dapat disimpulkan bahwa spektra hasil anlisis minyak
atsiri daun sirih yang diperoleh, merupakan spektra massa chavibetol sesuai
dengan spesifikasi yang disebutkan pada spektra pembanding menggunakan
perpustakaan dataWiley.
D. Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik minyak atsiri daun sirih merupakan proses
identifikasi umum. Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau, rasa
dan warna. Hasil identifikasi diketahui minyak atsiri daun sirih memiliki bau khas
tanaman sirih, memiliki rasa pedas-pahit, dan berwarna kuning bening pada
minyak atsiri daun sirih hasil penyulingan dengan air, serta berwarna kuning