• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODIFIKASI PROSES PENYULINGAN DENGAN VARIASI TEKANAN UAP UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK AROMA MINYAK PALA SITI SAKIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODIFIKASI PROSES PENYULINGAN DENGAN VARIASI TEKANAN UAP UNTUK MEMPERBAIKI KARAKTERISTIK AROMA MINYAK PALA SITI SAKIAH"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

SITI SAKIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(2)

IRAWADI selaku Ketua, MEIKA SYAHBANA RUSLI DAN ANTON APRIYANTONO selaku Anggota Komisi Pembimbing)

Indonesia merupakan produsen minyak pala terbesar di dunia yaitu rata-rata menyumbang 72.2% produksi dunia. Pangsa ekspor yang tinggi ini harus diiringi dengan peningkatan mutu minyak pala agar dapat terus bersaing dan meningkatkan nilai tambah. Salah satu faktor yang menentukan mutu minyak pala adalah komposisi senyawa pembentuk aroma. Sehingga dianggap perlu melakukan penelitian mengenai kajian perubahan komponen aroma minyak pala selama proses destilasi (penyulingan). Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi proses penyulingan menggunakan uap langsung dengan cara mengubah tekanan secara bertahap.

Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu pertama melihat pengaruh umur biji dan fuli pala terhadap kadar air, lemak, minyak atsiri, serta rendemen minyak pala, dan karakterisasi mutu berdasarkan analisis sifat fisikokimia (indeks bias, putaran optik, bobot jenis, sisa penguapan, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik (uji kesukaan terhadap aroma) serta analisis kualitatif komponen volatil penyusun aroma minyak pala. Biji pala yang digunakan adalah biji pala muda (bejo) (3 – 4 bulan), biji pala polong (4 – 5 bulan) dan biji pala tua (kilat) (5 –6 bulan) dan ukuran diameter biji pala yang digunakan adalah 0.5 cm. Pada penelitian tahap kedua dilihat pengaruh perubahan tekanan pada proses destilasi terhadap mutu minyak pala, analisis deskripsi sensori aroma minyak pala (metode kualitatif dan kuantitatif menggunakan panelis semi terlatih). Metode kualitatif dilakukan dengan teknik In-Depth

Interviews dan Focus Group, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan

teknik Quantitative Description Analysis (QDA) dan analisis komponen volatil penyusun aroma minyak pala dengan menggunakan GC-MS.

Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan biji pala muda (bejo) mempunyai rendemen minyak yang tertinggi (17.15%v/w), dibandingkan biji pala polong dan biji pala tua (kilat) akan tetapi komponen penyusun minyak dari biji pala tua mempunyai kandungan senyawa monoterpen alkohol dan senyawa

aromatik yang lebih tinggi. Hasil evaluasi sensori menunjukkan aroma minyak

biji pala secara umum disukai konsumen. Penelitian tahap kedua menunjukkan modifikasi penyulingan terbaik yaitu penyulingan dengan tekanan awal 0 atm selama 4 jam, ditingkatkan 0.5 atm selama 4 jam dan 1.5 atm sampai akhir penyulingan (4 jam) mempunyai rendemen minyak yang tertinggi yaitu 15.30% v/w (biji pala) dan 16.73% v/w (fuli pala). Analisis deskripsi sensori dari minyak pala dengan peningkatan tekanan secara bertahap sampai 0.5 atm menghasilkan atribut aroma spicy, warmly, sweet dan pungent, sedangkan peningkatan tekanan sampai 1.5 atm menghasilkan atribut aroma lebih banyak yaitu spicy, warmly,

camphoraceous, sweet dan pungent. Peningkatan tekanan secara bertahap sampai

1.5 atm juga menghasilkan komponen aroma yang paling banyak terdeteksi yaitu 51 komponen pada biji pala dan 88 komponen pada fuli pala.

(3)

contributes to 72.2% of world production. This major market share must be maintained by continous improvement of nutmeg oil quality. One of the important factors determine the nutmeg oil quality is the composition of aroma compound. Thus, the research on studying the aroma component of nutmeg oil during distillation process was conducted. In this research, distillation process operation was modified by using direct steam method by gradually change the pressure. The experiments were divided into two stages. The result of first stage showed that young nutmeg kernel produced the highest yields (17.15% v/w), among nutmeg kernel (bejo) and old nutmeg kernel. In contrary, old nutmeg kernel yielded the highest aromatic compounds and alcoholic monoterpene. Sensory test analysis showed that panelists generally like the aroma of nutmeg kernel oil. The second stage showed that the best distillation modification was distillation using initial pressure 0 atm for 4 hours, then was increased 0.5 atm for 4 hours and 1.5 atm until the end of the process (4 hours). The yields of nutmeg kernel and mace were (15.30% v/w) and (16.73% v/w), respectively. Sensory descriptive analysis of nutmeg oil with gradually increasing of pressure up to 0.5 atm resulted aromatic attributes such as spicy, warmly, sweet and pungent. But, increasing pressure up to 1.5 atm yielded more aromatic attributes such as spicy, warmly,

camphoraceous, sweet and pungent. Data were analysed using QDA (Quantitative

Description Analysis). In addition, this method produced the most detected aromatic compounds. The number of identified aromatic compounds for the kernel and the mace were 51 and 88, respectively.

(4)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebahagian atau seluruh dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopy, microfilm, dan sebagainya

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Desember 2006

Siti Sakiah NIM F 151010271

(6)

SITI SAKIAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

(7)

NIM : F351020271

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Ketua

Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industi Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof.Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS

(8)

pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Anwar Rasyid dan Nurhayati Saleh.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMU dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Hasanuddin. Di Universitas Hasanuddin penulis memilih jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan lulus tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi mahasiswa Sekolah Pascasarjana (jenjang magister) pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB.

(9)

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis yang merupakan salah satu syarat untuk penyelesaian studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat terselesaikan. Tesis ini berjudul Modifikasi Proses Penyulingan Dengan Variasi Tekanan Uap Untuk Memperbaiki Karakteristik Aroma Minyak Pala.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, ditengah kesibukan beliau sebagai Ketua Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc, sebagai anggota komisi Pembimbing atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini,

3. Dr. Ir. Anton Apriyantono, sebagai anggota Komisi Pembimbing atas arahan, dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini, ditengah kesibukan beliau sebagai Menteri Pertanian RI, dan bersedia hadir pada sidang akhir Magister. 4. Ir. S. Ketaren, MS sebagai penguji luar komisi atas saran dalam

penyempurnaan tulisan ini

5. Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Irawadi Jamaran, beserta staf yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademik

6. Bapak Kepala Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) yang memberikan kesempatan kepada Penulis melakukan penelitian dan seluruh staf, khususnya kepada Bapak Makmun dan Bapak Dedi selaku pembimbing Teknis dan Bapak Chairuddin yang bersedia menyiapkan sampel biji pala selama penelitian berlangsung.

7. Secara khusus penulis mengucapkan rasa terimakasih dan hormat yang mendalam pada Ayahanda Anwar Rasyid dan Ibunda Nurhayati Saleh, saudara-saudaraku (Zakariah, Herawati, dan Saiful), Pamanda dr. Amiruddin Abu dan keluarga, Doni Hidayat SP, MSi dan seluruh keluarga besar M.

(10)

8. Sahabat-sahabatku (Zumi Saidah SP, MSi, Deni Sumarna, SP, MSi, Ari Imam Sutanto, STP, Erna Safrida, SPi), teman-teman kosku (Oca, Karin, Niken, Indy, Uli, Meti, Yati, dan Ike) dan rekan-rekan angkatan 2002 TIP yang memberikan bahan masukan dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian tulisan ini

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terselesainya studi, dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari tulisan ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Desember 2006

Penulis

(11)

Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3

Ruang Lingkup Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pala (Myristica fragrans Houtt) dan Pemanfaatannya ... 5

Komposisi Kimia Biji dan Fuli Pala ... 6

Pemanfaatan Pala secara Industri ... 6

Minyak Pala ... 7

Standar Mutu Minyak Pala Indonesia... 10

Komposisi Aroma Minyak Pala... 10

Distilasi ... 15

Penyulingan Minyak Pala ... 17

Kegunaan Minyak Atsiri Pala ... 16

Ekstraksi dan Identifikasi Komponen aroma Minyak Pala... 17

Analisis sensori ... 22

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) ... 24

Principal Component Analisis (PCA)... 26

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian... 28

Bahan dan Alat... 28

Metode Penelitian ... 31

Analisis ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN PenelitianTahap Satu... 43

Penelitian Tahap Dua ... 49

Analisis Deskripsi Sensori Minyak Pala ... 55

Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala ... 63

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN ... 86

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Konstribusi Minyak Pala Terhadap Nilai Ekspor ... 1

2. Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000 ... 2

3. Analisis proksimat fuli dan biji pala basis kering... 6

4. Sifat Fisik Senyawa-senyawa Utama Minyak Pala ... 9

5. Sifat Fisik Minyak Pala East Indian dan West Indian... 9

6. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia ... 10

7. Komposisi Kimia Minyak Atsiri dari Biji dan Fuli Pala ... 15

8. Standar Aroma pada Tahap Pelatihan ... 36

9. Persamaan dalam Penentuan Nilai Konsentrasi dan Flavor Standar... 39

10. Standar Deskripsi Aroma untuk QDA... 39

11. Kondisi Analisis GC-MS Komponen Aroma Minyak Pala... 40

12. Analisis Proksimat Biji dan Fuli dari berbagai Kelas Mutu... 44

13. Hasil Analisis Mutu Minyak Pala dari Berbagai Umur Pala... 47

14. Hasil Analisis Komponen Penyusun Minyak Pala ... 49

15. Hasil Analisis Mutu Minyak dari Biji dan Fuli Pala Hasil Penyulingan dengan Berbagai Perlakuan ... 54

16. Kesimpulan Deskripsi Aroma Minyak Pala ... 56

17. Deskripsi Aroma minyak Pala Hasil Diskusi Focus Groups ... 57

18. Deskripsi Kuantitatif Aroma Minyak Pala ... 58

19. Komposisi Komponen Aroma Minyak dari Biji Pala pada Berbagai Perlakuan ... 67

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya ... 7

2. Struktur Molekul Senyawa-senyawa Utama Minyak Pala ... 8

3. Kromatogram Minyak Pala (Masada, 1976) ... 13

4. Kromatogram Minyak Fuli (Masada, 1976) ... 14

5. Sketsa Instalasi Penyulingan Uap Langsung ... 30

6. Diagram Alir Prosedur PenelitianTahap Satu... 32

7. Diagram Alir Prosedur PenelitianTahap Dua ... 34

8. Laju Penyulingan Minyak Pala dari Biji pala pada berbagai Umur ... 44

9. Pengaruh Umur Biji Pala terhadap Rendemen Minyak Pala... 46

10. Laju Penyulingan Minyak Pala dari Biji Pala untuk Tiap Perlakuan .. 51

11. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Minyak Pala... 53

12. Spider web Aroma Minyak dari Biji Pala Hasil QDA ... 59

13. Spider web Aroma Minyak dari Fuli Pala Hasil QDA ... 59

14. Grafik bi-plot PC1 dan PC2 Hasil Analisis Komponen Utama Aroma Minyak Biji Pala ... 61

15. Grafik bi-plot PC1 dan PC2 Hasil Analisis Komponen Utama Aroma Minyak Fuli Pala ... 63

16. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P0 ... 69

17. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P1 ... 70

18. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P2 ... 71

19. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P3 ... 72

20. Kromatogram Minyak dari Biji Pala Pada Perlakuan P4 ... 73

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Diagram Pengolahan Buah pala ... 83

2. Contoh Format Isian Seleksi Uji ... 84

3. Hasil Seleksi Panelis dengan Uji Segitiga dan Kesediaan Panelis .... 85

4. Contoh Format Isian Pelatihan Uji Deskripsi Aroma ... 86

5. Contoh Format Isian Pelatihan Uji Rangking ... 87

6. Contoh Format Isian Pelatihan Uji Skoring Aroma ... 88

7. Contoh Format Isian In Depth Interview... 89

8. Contoh Format Isian Uji Deskripsi QDA Aroma... 90

9. Prosedur Analisis Sifat Fisik dan Kimia Minyak Pala ... 91

10. Prosedur Analisis Proksimat Biji dan Fuli Pala ... 96

11a. Laju Penyulingan Minyak Tiap 1 jam pada berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 98

11b. Kondisi Operasi Penyulingan dengan Tekanan 0 atm... 98

12a. Data Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 99

12b. Analisa Keragaman Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 99

12c. Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala dari berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm... 99

13a. Hasil Analisa Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu Pada Tekanan 0 atm... 100

13b. Analisa Keragaman Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 100

13c. Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 100

14a. Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 101

14b. Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 101

14c. Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 101

15a. Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 102

(16)

15b. Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 102 15c. Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala dari Berbagai Kelas

Mutu pada Tekanan 0 atm ... 102 16a. Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari Berbagai

Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 103 16b. Analisa Keragaman Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari

Berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm... 103 16c. Analisa Duncan Kelarutan dalam Alkohol Minyak Pala dari

berbagai Kelas Mutu pada Tekanan 0 atm ... 103 17a. Hasil Duncan Sisa Penguapan Minyak Pala dari Berbagai Kelas

Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 104 18a. Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Berbagai Kelas

Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 105 18b. Analisis Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Berbagai

Kelas Mutu Pada Tekana 0 atm... 105 18c. Analisa Duncan Bilangan Asam Minya k Pala dari Berbagai Kelas

Mutu Pada 0 atm... 105 19a. Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas Mutu

Pada Tekanan 0 atm... 106 19b. Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas

Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 106 19c. Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala dari Berbagai Kelas

Mutu Pada Tekanan 0 atm ... 106 20. Hasil Uji Kesukaan Terhadap Aroma Minyak Pala ... 107 21. Kromatrografi Standar Hasil Analisa GC... 108

22. Kromatrogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda : Biji Pala Polong : Biji Pala Tua (Kilat) ... 110 23. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Muda (Bejo) ... 112 24. Kromatogram Minyak Pala dengan bahan baku Biji Pala Polong ... 115 25. Kromatogram Minyak Pala dengan Bahan Baku Biji Pala Tua (Kilat) 118 26a. Laju Penyulingan Minyak Biji Pala Tiap 1 Jam dari Tiap Perlakuan . 121 26b. Laju Penyulingan Minyak Fuli Pala Tiap 1 Jam Dari Tiap Perlakuan 121 27a. Data Rendemen Minyak Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan... 122 27b. Analisa Keragaman Rendemen Minyak Biji Pala dari Berbagai

(17)

27c. Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan ... 122 28a. Data Rendemen Minyak Fuli Pala Dari Berbagai Perlakuan ... 123 28b. Analisa Keragaman Rendemen Minyak Fuli Pala dari Berbagai

Perlakuan ... 123 28c. Analisa Duncan Rendemen Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 123 29a. Hasil Analisa Bobot Jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 124 29b. Analisa Keragaman Bobot jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 124 29c. Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 124 30a. Hasil Analisa Bobot Jenis Pala Dari Fuli Pala Dari Berbagai

Berlakuan... 125 30b. Analisa Keragaman Bobot Jenis Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 125 30c. Analisa Duncan Bobot Jenis Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 125 31a. Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 126 31b. Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala

Dari Berbagai Perlakuan... 126 31c. Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 126 32a. Hasil Analisa Putaran Optik Minyak Pala dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 127 32b. Analisa Keragaman Putaran Optik Minyak Pala Dari Fuli pala

dari Berbagai Perlakuan... 127 32c. Analisa Duncan Putaran Optik Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 127 33a. Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala dari Biji Pala Dari Berbagai

Perlakuan ... 128 33b. Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 128 33c. Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala Dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 128 34a. Hasil Analisa Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

(18)

34b. Analisa Keragaman Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 129 34c. Analisa Duncan Indeks Bias Minyak Pala Dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 129 35a. Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Biji

Pala Dari Berbagai Perlakuan... 130 35b. Analisa Keragaman Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala

Dari Biji Pala Dari Berbagai Perlakuan... 130 35c. Analisa Duncan Kelarutan Dalam A lkohol 90% Minyak Pala Dari

Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 130 36a. Hasil Analisa Kelarutan dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari Fuli

Pala Dari Berbagai Perlakuan... 131 36b. Analisa Keragaman Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala

Dari Fiji Pala Dari Berbagai Perlakuan ... 131 36c. Analisa Duncan Kelarutan Dalam Alkohol 90% Minyak Pala Dari

Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan ... 131 37a. Hasil Analisa Sisa Penguapan Minyak Pala dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 132 37b. Analisa Keragaman Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Biji Pala

Dari Berbagai Perlakuan... 132 37c. Analisa Duncam Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Biji Pala

Dari Berbagai Perlakuan... 132 38a. Hasil Analisa Sisa Penguapan Minyak Pala dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 133 38b. Analisa Keragaman Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Fuli Pala

Dari Berbagai Perlakuan... 133 38c. Analisa Duncam Sisa Penguapan Minyak Pala Dari Fuli Pala

Dari Berbagai Perlakuan... 133 39a. Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Biji Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 134 39b. Hasil Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Biji Pala

Dari Berbagai Perlakuan ... 134 39c. Analisa Duncan Bilangan Asam Minyak Pala dari Biji Pala dari

Berbagai Perlakuaan ... 134 40a. Hasil Analisa Bilangan Asam Minyak Pala dari Fuli Pala Dari

Berbagai Perlakuan... 135 40b. Hasil Keragaman Bilangan Asam Minyak Pala Dari Fuli Pala

Dari Berbagai Perlakuan ... 135 40c. Analisa Duncan Bilangan Asam Minyak Pala dari Fuli Pala dari

(19)

Berbagai Perlakuan... 135

41a. Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 136

41b. Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 136

41c. Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala Dari Biji Pala dari Berbagai Perlakuan... 136

42a. Hasil Analisa Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan... 137

42b. Analisa Keragaman Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan... 137

42c. Analisa Duncan Bilangan Ester Minyak Pala Dari Fuli Pala dari Berbagai Perlakuan... 137

43. Sensory Intensity Lima Atribut Flavor Standar... 138

44a. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P0 ... 141

44b. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P1 ... 143

44c. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P2 ... 145

44d. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P3 ... 147

44e. Data QDA Sampel Minyak Pala Perlakuan P4 ... 149

45. Grafik Residual Varian... 151

46. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan 0 atm gauge Selama 12 Jam (kontrol), Hasil GC-MS ... 152

47. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1 atm gauge Selama 8 jam (P1) Hasil GC-MS ... 153

48. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 atm gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 0.5 atm gauge dan 1,5 atm gauge Selama 8 jam (P2) Hasil GC-MS ... 154

49. Komponen Aroma Minyak Pala DariBiji Pala Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Wal 0,5 atam Gauge Samapi Akhir Penyulingan, P3) Hasil GC-MS ... 155

50. Komponen Aroma Minyak Pala dari Biji Pala Pada Perlakuan Penyulingan Pada Tekanan Awal 0 Atm Gauge Selama 4 Jam, Ditingkatkan 1 atm Gauge Selama 8 Jam (P4), Hasil GC-MS... 156 51. Komponen Aroma Minyak Pala Dari Fuli Pala Pada Perlakuan

(20)

0,5 atm Sampai Akhir Penyulingan, Hasil GC-MS... 157

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak pala merupakan salah satu komoditas ekspor yang sangat penting di Indonesia. Harga minyak pala Indonesia di pasaran dunia dalam selang waktu 1996-2001 menunjukkan tingkat harga yang cenderung meningkat. Pada tahun 1999, harga minyak pala Indonesia di pasar dunia mencapai tingkat harga rata-rata 26.18 US dollar per kilogram. Pada tahun 2000, harga rata-rata minyak pala Indonesia di pasaran dunia kembali naik mencapai tingkat harga rata-rata 33.38 US dollar per kilogram. Potensi dan peluang pasar yang masih sangat besar dan juga potensi ketersediaan bahan baku dapat dijadikan dasar pengembangan industri minyak pala di Indonesia (BPS, 2002).

Indonesia merupakan produsen minyak pala terbesar di dunia yaitu rata-rata menyumbang 72.2% produksi dunia. Dari tahun 1996 hingga tahun 2002 ekspor minyak pala cenderung terus meningkat, peningkatan ini terlihat data kontribusi minyak pala terhadap total nilai ekspor minyak atsiri Indonesia seperti dapat di lihat pada Tabel 1. Pada tahun 2001 Indonesia mengekspor 727.205 kg minyak pala senilai USD 12.915.515,0 (Sumangat et al., 2001). Produksi minyak pala Indonesia pada tahun (1995 – 2000) dapat dilihat pada Tabel 2. Peluang ekspor yang tinggi ini harus diimbangi dengan peningkatan mutu minyak pala agar dapat bersaing dan mempunyai nilai jual yang tinggi.

Tabel 1 Perkembangan Konstribusi Minyak Pala Terhadap Nilai Ekspor

Tahun Kontribusi (%) 1996 1998 1999 2000 2001 2002 3.1 4.1 9.0 7.6 13.4 17.9 Sumber : Biro Pusat Statistik, (2002)

Tanaman pala merupakan tanaman multiguna, karena setiap bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri (BBIHP, 1984). Bagan pemanfaatan tanaman pala dapat dilihat pada Lampiran 1. Biji, fuli, dan minyak atsiri dari pala merupakan yang paling banyak dieksport, digunakan dalam industri makanan dan minuman, obat-obatan, parfum, dan kosmetik. Dalam

(22)

industri makanan dan minuman minyak pala digunakan untuk penyedap roti dan kue, acar, asinan, daging, dan masakan ikan. Sedangkan pada minuman seperti minuman telur kopyok (Anonim 2005). Selain itu minyak pala juga digunakan sebagai bahan tambahan penyedap pada produk rokok (Clark dan Bunc, 1997). Pada industri kosmetik dan parfum digunakan sebagai pewangi pada produk sabun, air pembersih (lotion), dan deterjen (Anonim 2005). Arti penting minyak pala dari industri tersebut diatas adalah kandungan komponen aromanya, karena aroma tersebut akan memberikan aroma khas dan kesan yang khusus (warmly

spicy, terpeny). Komponen aroma utama yang terdapat dalam minyak pala adalah

α dan β pinen, limonen, 4-terpeniol, safrole dan miristisin (Reineccius 1994).

Tabel 2 Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000*

Tahun Berat (kg) Nilai (US $)

1995 109.509 1.529.609 1996 216.581 3.105.894 1997 209.513 3.778.535 1998 382.100 10.014.413 1999 383.725 10.046.165 2000 263.245 6.822.189 * Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001)

Mutu minyak pala dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat kemasakan biji pada waktu di panen, penanganan pasca panen yaitu pengeringan dan proses destilasi. Proses destilasi merupakan salah satu tahapan penting dalam proses pembuatan minyak atsiri pala dan keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek teknis, seperti suhu dan tekanan yang digunakan dalam proses itu. Penyulingan minyak pala di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh industri kecil dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Metode penyulingan yang digunakan umumnya dengan cara uap dan air dengan ketel yang digunakan terbuat dari drum-drum bekas, rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan rendah meskipun bahan baku yang digunakan memiliki kadar minyak atsiri yang cukup tinggi. Sebagian industri minyak pala telah menggunakan metode penyulingan uap langsung dimana ketel uap terpisah dari ketel suling. Bahan ketel suling terbuat dari ”stainless steel” sehingga rendemen dan mutu minyak pala yang dihasilkan lebih baik daripada penyulingan industri kecil.

Sampai saat ini penelitian yang telah dilaksanakan adalah karakterisasi bahan baku, penerapan teknologi penyulingan uap, karakterisasi minyak pala

(23)

(komposisi) dan penerapan teknologi deterpenasi. Akan tetapi parameter-parameter dalam penelitian tersebut ditekankan pada komposisi komponen minyak pala semata dan belum ada yang menekankan pada komponen aroma minyak pala, yang merupakan komponen utama dalam penentuan mutu pada perdagangan international. Untuk itu diperlukan penelitian mengenai kajian perubahan komponen aroma minyak pala selama proses penyulingan.

Sebagai upaya untuk menghasilkan mutu minyak pala yang tinggi dalam hal ini komponen aroma minyak pala pada penyulingan menggunakan metode uap langsung digunakan penyulingan dengan tekanan yang tinggi tetapi dengan waktu yang sesingkat mungkin dan minyak yang dihasilkan cenderung mempunyai warna gelap dan berbau gosong sehingga menurunkan mutu minyak yang dihasilkan. Selain itu dapat juga digunakan tekanan yang rendah, akan tetapi dibutuhkan waktu yang lama dan energi yang besar untuk menghasilkan minyak. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan modifikasi proses operasi penyulingan minyak pala (metode uap langsung) dengan cara mengubah tekanan secara bertahap. Diharapkan dengan metode ini minyak dapat tersuling semaksimal mungkin dan mutu minyak yang dihasilkan lebih baik terutama komponen pembentuk aroma minyak pala yang dibutuhkan dalam industri pangan (flavor), industri farmasi serta industri fragrans dan parfum.

Dengan demikian diharapkan dengan proses tersebut dapat meningkatkan mutu minyak pala produksi Indonesia yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan harga minyak pala produksi Indonesia.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh tekanan uap terhadap komponen aroma minyak pala, sehingga diharapkan dapat diketahui kondisi proses yang sesuai dalam pengolahan minyak dari biji dan fuli pala.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu :

1. Penyulingan minyak pala dengan metode uap langsung dengan peningkatan tekanan secara bertahap (0,0.5,1.0 dan 1.5 atm), dengan bahan baku biji dan fuli pala yang berasal dari berbagai umur buah pala.

(24)

2. Analisis sifat fisik dan kimia minyak pala (sisa penguapan, bobot jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 90%, bilangan asam dan bilangan ester), uji organoleptik minyak pala dengan analisis deskripsi sensori aroma dan intensitas aroma minyak pala.

3. Profil kromatografi gas (GC) dan analisis komponen aroma minyak pala dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-MS).

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Pala (Myristica fragrans Houtt) dan Pemanfaatannya Tanaman dan Biji Pala

Tanaman pala termasuk dalam kelas Angiospermae, subkelas

Dicotyledonae, ordo Ranales, family Myristiceae serta Myristica. Tanaman ini

terdiri dari 15 genus dan 250 species. Dari 15 genus tersebut, 5 genus terdapat di daerah tropis Amerika, 6 genus di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah tropis Asia.

Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Malaise archipel, yaitu dari gugusan kepulauan Banda dan Maluku (Sunanto 1993). Tanaman pala tergolong dalam famili

Myristicaceae dengan kira-kira 200 species dan seluruhnya tersebut di daerah

tropis. Jenis yang baik untuk bahan tanaman pala dari segi kuantitas dan kualitas produksinya adalah jenis pala banda, Sian, Patani, Ternate dan Pala Tidore.

Selain Indonesia yang merupakan produsen pala terbesar di dunia (70-75%) juga diikuti oleh Grenada (20-25%). Ada beberapa species pala yang dikenal selain Myristica fragrans Houtt (Pala Banda), yaitu Myristica argentea Warb (Pala Papua), Myristica malabarica (Pala Malabar) dan Myristica

succedena Blume (Pala Halmahera). Diantara jenis-jenis tersebut yang bermutu

baik adalah Myristica fragrans Houtt (Syukur dan Hernani 2002).

Buah pala yang masak berwarna kuning kehijauan dengan tekstur yang keras. Diameter buah bervariasi antara 3 – 9 cm. Buah pala terdiri atas daging pala dan biji pala yang terdiri dari fuli, tempurung, dan daging biji. Di antara daging dan biji terdapat selaput seperti jala yang di dalam dunia perdagangan disebut fuli (Purseglove et.al., 1981). Fuli dari buah pala yang belum cukup masak berwarna kuning pucat. Bila dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat muda. Fuli yang sudah tua berwarna merah api, bila dikeringkan akan berwarna merah coklat, dan bila disimpan dalam waktu yang lama akan berubah menjadi kuning tua hingga kuning orange seperti warna jerami.

Berdasarkan daerah asalnya, biji pala dan fuli dibedakan menjadi dua jenis mutu. yaitu "East indian Nutmeg and Mace" dan "West indian Nutmeg and

(26)

Mace". Pala yang berasal dari daerah Banda, Siauw, Penang, Padang dan Papua

Nugini (Myristica argentea) dimasukkan dalarn kelompok "East indian Nutmeg

and Mace", sedangkan pala yang berasal dari Grenada termasuk jenis "West indian Nutmeg and Mace" (Smith dan Anand 1984).

Fuli yang berasal dari Indonesia (East india) mempunyai aroma yang lebih kuat dan warna yang lebih terang dibandingkan fuli yang berasal dari Grenada (West india) (Redgrove 1983). Hal ini disebabkan karena kandungan safrole dan

myristicin East india yang lebih tinggi dibandingkan West india, disamping itu

juga terdapat perbedaan komponen penyusun monoterpen. Safrole dan myristicyn merupakan senyawa eter aromatis yang menimbulkan flavor yang kuat pada fuli (Purseglove 1981).

Komposisi Kimia Biji dan Fuli Pala

Di Kepulauan Banda khususnya perbandingan berat biji kering dengan fuli kering rata-rata 4 : 1. Di pulau lain dan gugusan kepulauan Maluku berat fulinya agak rendah. Purseglove et al (1981) mengemukakan perbandingan biji pala kering terhadap fuli kering adalah 20 : 3.

Analisis proksimat menunjukkan bahwa sebagian besar komponen yang ada di dalam biji pala dan fuli adalah pati, minyak lemak dan ekstrak alkohol. Sebagian besar lemak dalam bentuk trimiristin (73%), yaitu trigliserida dan asam miristat. Hasil Analisis proksimat fuli dan biji pala dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis proksimat fuli dan biji pala basis kering (%)*)

Komponen Fuli Biji

Air 9,78-12.04 5.79-10.83 Protein 6.25-7.00 6.56-7.00 Minyak atsiri 6.27-8.25 2.56-6.94 Ekstrak alkohol 22.07-24.76 10.42-17.38 Minyak lemak 21.63-23.72 28.73-36.94 Pati 49.85-64.85 31.81-49.80 Serat Kasar 2.94-395 2.38-3.72 Abu 1.81-2.54 2.13-3.26

*) Winto. A.L. dan Winton K.B. di dalam Somaatmadja (1984)

Pemanfaatan Pala secara Industri

Somaatmadja dan Herman (1984) menyatakan dari buah pala segar dapat dihasilkan daging buah sebanyak 83.3%, fuli 3.22%, tempurung biji 3.94% dan daging biji sebanyak 9.54%. Pada Lampiran 1 dapat dilihat berbagai alternatif

(27)

pemanfaatan dan pengolahan buah pala. Buah pala dan bagian-bagianya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya

Minyak Pala

Minyak pala diperoleh dengan cara melakukan penyulingan terhadap biji dan fuli pala. Biji yang biasa digunakan dalam penyulingan minyak pala adalah biji muda karena mempunyai kandungan minyak pala yang lebih tinggi. Minyak pala berwama kuning pucat sampai tak berwarna, mudah menguap, dan mempunyai bau khas pala (Dorsey 2001).

urseglove et al. (1981) menyatakan bahwa komposisi kimia minyak pala terdiri dari hidrokarbon (monoterpen) yang jumlahnya antara 61-88%, hidrokarbon teroksigenasi 5-15% dan eter aromatis 2-18%, sedangkan senyawa lainnya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. Konstituen terbesar dari golongan hidrokarbon monoterpen adalah α-pinen, β-pinen serta sabine,

sementara myristicin merupakan komponen utama dalam fraksi eter aromatis. Aroma dari minyak pala terutama disebabkan oleh adanya eter aromatis,

myristicin, safrole, dan elimicin yang memberikan bau. Struktur molekul

senyawa-senyawa utama minyak pala dapat dilihat pada Gambar 2. P

(28)

inyak pala (Purseglove et

Hustiany ( laporkan bahwa daging buah pala me 29

k n volatil de 3 kompon g teride i da

lainnya yang belum i. K en-komponen yang paling banyak terkandung dalam m atsiri dagi h pala a α-pinen ), β

-p %), ∆-3 nen (8% erpinen 9%),

1 tatrien (5 γ-terpinen ), α-terpineol (11.2

(2.95%), dan myrist .37%).

Gambar 2 Struktur molekul senyawa-senyawa utama m

al, 1981)

1994) me ngandung

n 6 ponen

ompone ngan 2 en yan ntifikas kom

teridentifikas ompon

inyak ng bua dalah (8.7%

inen (6.92 -karen (3.54%), D-limo ), α-t (3.6

.3,8men .43%), (4.9% 3%, safrol

(29)

Senyawa-senyawa penyusun minyak pala berpengaruh besar terhadap sifat minyak pala. Sifat fisik senyawa-senyawa tersebut dalam minyak pala diterangkan oleh Guenther (1952) seperti yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Sifat Fisik Senyawa-Senyawa Utama Minyak Pala

Senyawa Berat Molekul (g/mol) Bobot Jenis (20oC) (g/ml) Indeks Bias (20oC) Titik Didih pada 15 mmHg (oC) α Pinen 136,23 0,8592 1,4664 44,3 Kamfen 136,23 0,8422 1,4551 53,8 Limonen 136,23 0,8402 1,4744 61,0 Dipenten 136,23 0,8402 1,4744 61,0 men 134,22 64,1 α Terpineol 154,25 rol 162,19 niol 154,24 164,20 228,36 1,4305 p Si 0,8573 1,4909 0,9338 1,4818 102,1 Saf Gera 1,0960 0,8894 1,5383 115,3 1,4766 117,8 Eugenol 1,0664 1,5410 130,9 Asam Miristat 0,8622 199,2 Sumber : Guenther (1952) rgantu , l,

iji pala dan fuli ulingan. sifat

inyak pala dan fuli yang berasal darl "East indian" berbeda

". Minyak pala "West indian" mem unyai bobot

n yang lebih rendah dan putaran optik yang lebih tinggi karena mengandung terpene dalam jumlah lebih besar. Perbedaan

inyak pala tersebut dapat dilihat dalam Tabel 5.

ia minyak pala “ East indian” dan “West indian” Sifat minyak ini te ng kepada asal daerah

serta peny

jenis tanaman penghasi

Ole a itu

umur buah, mutu b metode h karen

fisik dan kimia m

dengan minyak "West indian p

jenis, indeks bias, residu penguapa sifat m

Tabel 5 Sifat fisik dan kim

Minyak Pala

East indian West indian Nutmeg and mace Nutmeg and mace

(Indonesia) (Grenada) Bobot Jenis 15o 0.865 – 0.925 0.659 – 0.865

Putaran Optik 15o 8" – 30` 25045' – 38032'

Indeks Bias 20o 1.479 – 1.488 1.469 – 1.472

Kelarutan dalam alkohol 90 % Larut pada perbandingan

0.5 sampai 3 bagian Larut pada perbandingan 2 sampai 3 bagian Sisa Penguapan (%) 1.0-1.5 0.2-0.3

Bilangan asam (%) 3.0 1.0-1.3 Bilangan ester (%) 2 – 9 6.3 – 7.3 Bilangan ester setelah asetilasi (%) 25 - 31 -

(30)

Standar Mutu Minyak Pala Indonesia

Tinggi rendahnya pa h

k -ciri fisik yang terutama dijadikan ukuran penentuan mutu

m bobo ran optik, indeks bias, kelarutan dalam

alkohol, dan sisa penguapan. Sedangkan cir ang me utu

m terutama adalah kandungan mir nya n

kandungan alkohol dalam senyawa terpen. Mengingat bahwa produksi minyak pala di Indonesia hampir seluruhnya diekspor, m rdapat stand atau persyaratan mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 1998 yang elum diekspor, seperti terlihat pada Tabel a Indonesia

mutu minyak la ditentukan ole ciri-ciri fisik dan imiawinya. Ciri

inyak pala adalah t je is, p tan u

i kimiawi y nentukan m

inyak pala istisin dalam se wa aromatik, da

ak tea ar mutu

harus dipenuhi oleh produk tersebut seb 6.

Tabel 6 Standar Mutu Minyak Pal Karakteristik

Minyak Pala* Minyak Pala** Minyak Pala*** Bobot Jenis 25oC/25oC 0.847 – 0.919 0.840 – 0.925 0.847 – 0.919

Putaran Optik +10o - +30o +10o - +30o +8o - +26o

Indeks Bias (n25D) 1.472 – 1.494 1.474 – 1.488 1.472 – 1.494 Kelarutan dalam

alkohol 90% seterusnya Jernih 1 : 3 Jernih, seterusnya Jernih 1 : 1 Jernih, seterusnya Jernih 1 : 3 Jernih, Sisa Penguapan 2.5% - 3% Zat Asin

- Lemakg : Negatif Negatif Negatif -Alkoh

Minyak

ol Tambahan Negatif - Negatif Pelikan Negatif - Negatif Minyak Terpentin Negatif - Negatif *)Standar Mutu Perdagangan (SP-29-1976)

**) Standar Mutu Menurut Ketentuan Balai Penelitian Kimia (Ketaren, 1990) ***) Standar Nasional Indonesia (SNI 06-3735-1998)

Komposisi Aroma Minyak Pala

Dalam industri ”fragrance dan ”flavor”, aroma merupakan kombinasi persepsi penerimaan dari rasa dan bau. Pada umumnya ada 4 macam kualitas rasa yaitu manis, asam, asin dan pahit (bitter) (deMan 1985), sedangkan untuk bau ada tujuh bau dasar dalam industri aroma yaitu camphoraceous, musky, floral,

peppermint, ethereal, pungent dan putrid (Amoore et al. 1964, dalam deMan

1985).

Aroma dibentuk dari beberapa variasi struktur dan grup senyawa kimia. Antara lain senyawa kimia heterosiklik, karbosiklik, terpenoid, aromatik dan

(31)

sebagainya, dan sensasi aroma tersebut disebabkan baik oleh “single compound” maupun agregat “group of compound” yang ada dalam minyak atsiri.

Komponen aroma yang terdapat dalam minyak atsiri terdiri dari

hidroka

n hidroka

andung 80% monoterpen, 4% terpen

alkohol

senyawa yang toksik dan dapat menimbulkan kecanduan apabila dikoms

mengidentifikasikan semua komponen yang terdeteksi oleh

GC-rbon, yang merupakan komponen terbesar dibandingkan Oxygenated hydrocarbon dan senyawa aroma lainnya (Purseglove et al., 1981). Golongan hidrokarbon terdiri dari monoterpen, seskuiterpen, diterpen dan politerpen, serta parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Walaupun golongan terpe

rbon sangat besar jumlahnya dalam minyak atsiri, akan tetapi sangat kecil

nilai aromanya, mungkin hampir tidak ada nilai aromanya (Heath, 1981). Golongan hidrokarbon ini menentukan sifat khas minyak atsiri, seperti pinen yang banyak dikandung minyak atsiri pala dan limonen yang banyak dikandung minyak atsiri jeruk. Komponen kimia yang menyebabkan bau wangi dalam minyak atsiri berasal dari golongan oxygenated hydrocarbon yang terdiri dari senyawa alkohol,

aldehida, keton, oksida, ester dan eter, serta dapat pula yang berbentuk terpen

(Heath 1981).

Menurut Belitz dan Grosch (1987), minyak atsiri dari biji pala biasanya dikenal dengan nama minyak pala yang meng

dan 11% senyawa aroma lainnya, sedangkan minyak fuli terdiri dari 87.5% monoterpen, 5.5% monoterpen alkohol dan 7% senyawa aroma lainnya.

Komponen-komponen utama minyak pala adalah sabinen (22%), α

-pinene (21%), β -pinene (12%), miristisin (10%), terpinen-4-ol (8%), γ-terpinen

(4%), mirsen (3%), limonen (3%), 1,8-sineol (3%) dan safrol (2%) (Wright 1991). Dari seluruh komponen senyawa aroma tersebut, maka miristisin merupakan

umsi dalam jumlah besar (Opdyke, 1976). Dengan menggunakan Gas

Chromatography-Mass Spectromectry (GC-MS) dapat diketahui kandungan

minyak pala serta konsentrasinya secara terperinci. Kromatogram dari minyak pala dari biji pala dan fuli pala yang dilakukan Masada pada tahun (1976) dapat dilihat pada Gambar 3 dan pada Gambar 4.

Kromatogram minyak biji pala dan minyak fuli yang dihasilkan Masada pada tahun 1976, banyak peak yang terdeteksi GC-MS. Akan tetapi, Masada belum dapat

(32)

MS ter

m, 2005). Rasa biji pala yaitu b

penting diantaranya α -pinene, sabinene, β -pinene, myrcene, α -terpinene, γ -terpinene dan limonene. Senyawa ”oxygenated hydrocarbon” yang penting α -terpineol, 1.8 sineole dan miristisin

yang m rupakan komponen minor dalam minyak pala.

omposisi kimia minyak pala Indonesia dan Granada berbeda secara kuantitatif, tetapi jenis komponen hampir sama. Minyak pala ”West indian type” sedikit mengandung α - pinene, safrole dan miristisin, tetapi kandungan sabinene

lebih tinggi. Sebaliknya minyak pala ”East indian type” relatif lebih banyak mengandung miristisin. Hal ini menyebabkan perbedaan mutu kedua jenis minyak tersebut. Selain itu miristisin dinyatakan memberikan aroma yang lebih tajam. Disamping itu pula minyak biji pala ”West indian type” mempunyai

andungan terpen relatif lebih tinggi dibandingkan ”East indian type” , sehingga roma minyak pala menyerupai minyak terpentin.

sebut. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, Shenk dan Lamparsky pada tahun 1981 dengan menggunkan Gas Liguid Chromatography –mass Spectromectry (GLC-MS) dapat mengidentifikasi komponen minyak atsiri dari biji pala.

Dalam industri minyak pala, karakteristik sensori yang diinginkan adalah

warmly spicy dan terpeny, sedangkan komponen aroma utama yang diinginkan

adalah α dan β pinen, limonen, 4-terpeniol, safrole dan miristisin (Reineccius

1994). Minyak pala yang disuling dengan air-uap dari biji pala memiliki karakteristik aroma spicy, warmly, dan sweet (Anoni

itter, warmly, spicy, pungent, heavy, oily, dan agak terpeny (Farrel, 1990),

sedangkan aroma biji pala yaitu spicy, warmly, slightly camphoraceous, sweet,

dan pungent.

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap minyak biji pala yang berasal dari Indonesia dan Granada, dengan menggunakan ”Gas Liquid Chromatografy”, ”Infrared Spectroscopy” dan ”Mass Spectrometry”, diperoleh komposisi kimia minyak pala seperti terlihat pada (Tabel 7).

Data pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa komponen kimia minyak pala sebagian besar terdiri dari senyawa terpen yang

e K

k a

(33)

ambar 3. Kromatogram Minyak Pala (Masada, 1976)

. α-pinen, 10. Kamfen, 11. β-pinen, 13. mirsen, 16. dipenten, 17. limonen, 18. ineol, 20. γ-terpinen, 21. p-simen, 22. C8-aldehida, 24. C9-aldehida, 31. itronellal, 36. C-10 aldehida, 41. β-linalool, 47. β-terpineol, 57. α-terpineol, 58.

orneol, 69. geraniol, 71. Safrol, 87. eugenol, 94. isoeugenol, 95. miristisin G

7 s s b

(34)

G Kromatogram Minyak Fuli (Masada, 1976)

2 5. kamfen, 6. β . mirsen, 11. dipenten, 12. limonen, 13. sineol,

1 n, 15. p-sime 8-aldeh sitronella . C8-alde , 33.

l l-4, rpineol rneol, 68. eraniol, 72. afrol,

89eugenol, 97. isoeugenol, 98. miristisin ambar 4.

. α-pinen, -pinen, 8

4. α-terpine n, 16. C ida, 23. l, 28 hida

(35)

Tabel 7 Komposisi kimia minyak atsiri dari biji dan fuli pala Biji Nama Senyawa We a) Ea a) Srilangka a) (%) Fu ) st indian (%) st indian (%) li b) (% α -pinen 10.6 – 12.6 18.0 – 21.2 13.0 16,3 Camphene β-pinen 7.8 –12.1 0.2 9.3 – 17.7 0.2 – 0.4 0.3 9.0 10,6 Sabinene 49.6 – 50.7 15.4 – 44.1 47.9 12,5 Myrcene 2.5 – 2.8 2.2 – 2.9 0.7 2,2 α-Phellandrene 0.4 – 0.6 0.4 – 1.0 3.8 e 1.8 – 1.9 0.8 – 2.5 Trace 7,5 3.1 – 3.3 2.7 3.6 4.1 1,8-cine 0.6 – 3.2 0.3 0,2 0.5 – 1.2 Eugenol Elemicin α-Terpinen Limonene ole 2.3 – 2.5 1.5 – 3.2 3.5 3,8 γ-Terpinene 1.9 – 3.1 1.3 – 6.8 P-Cymene 0.7 – 3.2 0.3 – 2.7 Terpinolene 1.2 – 1.7 0.6 – 2.6 1.0 3,7 Trans sabineneHydrate 0.3 – 0.8 0.3 – 0.6 Copaene 0.3 0.2 – 0.3 Linalool 0.4 - 0.9 0.2 – 0.9 Cis-sabinene Hydrate 0.2 – 0.7 0.2 – 0.6 Cis-P-menth-2en-ol 0.1 – 0.4 0.1 – 0.5 0.8 Terpinen-4ol 3.5 – 6.1 2.0 - 10.9 14,2 Safrole 0.1 – 0.2 Methyl eugenol 0.1 – 0.2 0.2 0.3 – 0.7 0.2 1.3 – 1.4 0.3 – 4.6 1.6 2,0 Myristicin 0.5 – 0.8 3.3 – 13.5 3.8 1,3 a) Heath (1981) b) Maarse (1991) Distilasi Distilasi m didinginkan kembali m

ntuk dari fasa cair melalui penguapan (evaporasi) pada titik didihnya (Geankoplis, 1

erupakan suatu perubahan cairan menjadi uap dan uap tersebut enjadi cairan. Unit operasi distilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu larutan atau campuran dan tergantung pada distribusi komponen-komponen tersebut antara fasa uap dan fasa air. Semua komponen tersebut terdapat dalam fasa cairan dan uap. Fasa uap terbe

983).

Syarat utama dalam operasi pemisahan komponen-komponen dengan cara distilasi adalah komposisi uap harus berbeda dari komposisi cairan dengan terjadi keseimbangan larutan-larutan, dengan komponen-komponennya cukup dapat menguap. Suhu cairan yang mendidih merupakan titik didih cairan tersebut pada tekanan atmosfer yang digunakan (Schaneberg dan Khan, 2002).

(36)

Distilasi dilakukan melalui tiga tahap: Evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap dari cairan; pemisahan uap-cairan di dalam kolom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil dan kondensasi dari uap, untuk mendapatkan fraksi pe

pat yang tertutup. Pada suhu

tertentu erak

bebas se

n

permuka eninggalkan permukaan cairan

dan aka etap

gerakan yang konstan, dan kecepatan molekul-molekul

dipengaruh 7).

Ko i cairan, dan penguapan

suatu caira n

pindah pan

bersentuhan dengan padatan yang suhunya di bawah suhu jenuh sehingga membentuk

Hu

“Perbandingan perbandingan

cairan dalam destilat (kondensat), merupakan perbandingan dari tek

larut yang lebih volatil.

Teori Dasar Distilasi

Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat dibedakan jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih. Sebagai contoh adalah cairan murni didalam suatu tem

molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan berg cara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain, sehingga arah geraknya diubah. Namun setiap molekul-molekul pada lapisa

an yang bergerak ke arah atas akan m

n menjadi molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan t berada dalam

i oleh suhu pada saat itu (Guenther, 198 ndensasi atau proses pengembunan uap menjad

n menjadi uap melibatkan perubahan fase cairan dengan koefisie as yang besar. Kondensasi terjadi apabila uap jenuh seperti steam cairan seperti air (Geankoplis, 1983).

kum hidrodestilasi minyak atsiri atau zat-zat menguap adalah :

antara berat dua komponen uap dan berat dua macam

anan uap parsial dikalikan dengan perbandingan berat molekulnya”.

WH2O = P H2O X M H2O

Woi1 P oil M oil ………. (1)

Keterangan :

WH2O = Berat air di dalam kondensat ;

Woi1 = Berat minyak di dalam kondensat ;

(37)

P oil = Tekanan uap minyak pada suhu yang ditetapkan (suhu

ketel);

M H2O = Berat molekul air (=18);

M oil = Berat molekul minyak (dengan asumsi bahwa nilai ini

kan. Proses distilasi tersebut adalah proses distilasi normal. al yaitu suatu proses distilasi dengan menggunakan tekanan

gan dengan

g paling baik, sedangkan cara kohobasi menghasilkan minyak rada di bawah standar mutu yang ada (Purseglo

ntungan ditetapkan sebagai nilai rata-rata).

Proses Distilasi

Menurut Brown (1984) dalam prakteknya ada berbagai macam proses destilasi Hal ini disebabkan oleh keadaan-keadaan tertentu untuk pemisahan komponen dalam suatu campuran, seperti : perbedaan titik didih antar komponen yang cukup besar atau kecil, dan tingkat kemurnian yang diinginkan terhadap produk yang dihasil

Proses distilasi norm

atmosfer. Pada proses ini titik didih campuran cukup besar perbedaannya, sehingga proses pemisahannya mudah dikerjakan. Sebagai contoh : Campuran benzen dan toluen. Benzen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya 176.2 °C, sedangkan toluen pada tekanan 760 mmHg, titik didihnya adalah 231.1 °C. Proses penyulingan juga termasuk dalam kelompok proses distilasi normal.

Metoda penyulingan yang digunakan untuk penyulingan pala dapat berupa penyulingan uap (steam distillation) maupun penyulingan dengan uap dan air (steam and water distillation). Kadang-kadang juga dilakukan penyulin

air atau kohobasi. Penyulingan dengan air dan uap menghasilkan minyak dengan mutu yan

pala dengan mutu yang bervariasi dan be ve,1981).

Penyulingan Minyak Pala

Rendemen dan mutu hasil sulingan dipengaruhi oleh jenis bahan yang disuling, cara dan kondisi penyulingan, instalasi penyulingan yang dipergunakan dan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku. Menurut Guenther (1952), agar diperoleh minyak bermutu tinggi maka penyulingan berlangsung pada tekanan rendah dan dapat juga pada tekanan tinggi tetapi dalam waktu sesingkat mungkin. Proses penyulingan pada tekanan rendah dan suhu rendah mempunyal keu

(38)

minyak yang didapat tidak mengalami dekomposisi oleh panas, disamping itu penguap

ndahuluan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri gan pengeringan dan pengecilan kuran b

Pengisian

n sama atau lebih kecil dari 1 ali menjadi air pada tumpukan bahan, sedangkan

i (turun-naik) tergantung dari fluktuasi tekanan. garuhi proses difusi, hidrolisis dan dekomposisi oleh panas. Pada awal pemanasan (suhu rendah), senyawa dalam minyak yang bertitik

an substansi bertitik didih tinggi dan larut dalam air akan berkurang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyulingan minyak pala antara lain sebagal berikut :

1. Perlakuan Bahan Sebelum Penyulingan Perlakuan pe

dapat dilakukan dengan beberapa cara. yaitu den

u ahan. Proses pengeringan. bahan baku bertujuan menguapkan. sebagian air dalam bahan, sehingga proses penyulingan lebih mudah dan singkat. Proses pengeringan biji pala dapat dilakukan dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering. Pengeringan biji pala secara komersial disarankan pada suhu konstan 40 T selama 8-9 hari. Pada kondisi pengeringan tersebut, kehilangan minyak atsiri relatif kecil, demikian pula kemungkinan dengan biji pecah relatif kecil .

2. Kondisi Penyulingan

Bahan ke dalam Ketel

Pada penyulingan, diusahakan agar pengisian bahan sehomogen mungkin, merata. dan tidak terlalu padat. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penetrasi uap air ke dalam bahan agar kontak antara uap dengan bahan optimal sehingga minyak dapat terekstraksi secara sempurna dan menghasilkan rendemen dan mutu yang tinggi.

Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Penyulingan

Penyulingan dapat dilakukan pada tekanan lebih kecil, sama atau tekanan lebih besar dari 1 atm. Uap yang bertekana

atm akan terkondensasi kemb

uap yang bertekanan lebih besar dari 1 atm akan berpenetrasi ke dalam bahan secara lebih efektif, dan peristiwa kondensasi dalam ketel penyulingan berkurang. Variasi tekanan juga akan mempengaruhi perbandingan antara jumlah air yang tersuling dengan jumlah minyak atsiri yang dihasilkan (Guenther, 1952).

Suhu uap atau campuran uap yang menerobos bahan dalam ketel penyulingan dapat berfluktuas

(39)

didih leb

uga pada suhu tinggi tetapi wa

Menurut Belitz dan Grosch (1987), minyak atsiri diperoleh dari

ai rasa getir, berbau w

ih rendah akan menguap lebih dahulu, suhu uap akan akan naik secara bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional. Agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi, maka perlu diusahakan penyulingan minyak atsiri berlangsung pada suhu rendah, atau dapat j

ktu sesingkat mungkin (Guenther, 1952).

Pengaruh Lama Penyulingan

Lama penyulingan mempengaruhi kontak air atau uap air dengan bahan. Penyulingan yang lebih lama akan mengakibatkan banyak minyak yang terbawa oleh uap sehigga rendemen minyak yang dihasilkan lebih banyak. Lama penyulingan juga berpengaruh terhadap penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi. Makin lama penyulingan, penguapan fraksi yang bertitik didih tinggi makin besar (Guenther, 1952).

Kegunaan Minyak Pala

penyulingan sebagian atau seluruh bagian tumbuhan, seperti buah, daun, biji, batang, kulit dan sebagainya. Distilat hasil penyulingan dipisahkan dari lapisan air dan dimurnikan, sehingga dikenal dengan minyak atsiri.

Minyak atsiri sejak lama digunakan sebagai bahan parfum, kosmetik, aromaterapi dan fitoterapi serta bumbu masak. Minyak atsiri bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempuny

angi sesuai dengan tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya, dan kurang larut dalam alkohol encer yang konsentrasinya kurang dari 70%. Daya larut minyak atsiri dalam alkohol lebih kecil jika minyak mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar. Jumlah komponen volatil berbagai minyak atsiri sangat beragam. Berat molekul komponen volatil minyak atsiri berkisar antara 100 hingga 300 amu (Buchbbauer, 1993).

Minyak pala digunakan dalam industri baik sebagai bahan baku maupun bahan penolong pada suatu produksi. Secara garis besar kegunaan minyak pala adalah sebagai berikut : (1) zat penyedap (flavoring agent), (2) zat pewangi (fragrance), (3) zat pengawet, dan (4) zat penghilang rasa sakit. Industri

(40)

y erlukan penggunaan minyak pala umumnya adalah industri makanan dan minuman, industri kosmetika dan parfum, serta industri farmasi.

Dalam industri makanan dan minuman, minyak pala diperlukan sebagai zat penyedap, pewangi dan pengawet. Penggunaan minyak pala sebagai zat penyedap dalam industri tersebut adalah untuk memberikan rasa dan aroma yang sedap pada produk makanan dan minuman. Untuk pewangi makanan, penggunaan minyak pala terutama pada makanan

ang mem

-makanan yang dipanggang seperti cake, minyak pala secara bersama-sama dengan

ri yang berasal dari bunga. Pada industri parfum,

Selective (GC-MS). Prinsip kerjanya berdasarkan

penemba

elemental, dan rumus molekul.

cokies, pudding, dan sebagainya. Penggunaan

minyak cengkeh, vanili, dan cassia adalah sebagai pencampur aroma tembakau pada industri rokok kretek. Sedangkan penggunaan minyak pala sebagai bahan pengawet makanan disebabkan oleh kandungan miristisin dalam minyak tersebut. Herman (1976) menjelaskan bahwa dalam dosis tertentu miristisin dapat bersifat racun, sehingga penggunaan minyak pala dalam industri makanan dan minuman hanya diperbolehkan dalam jumlah yang dibatasi.

Dalam industri kosmetika dan parfum yang memproduksi aneka produk kosmetika dan parfum, sabun, pasta gigi dan sebagainya, penggunaan minyak pala adalah sebagai zat pewangi (fragrances), karena sifat wangi dari minyak pala tidak kalah dengan minyak atsi

minyak pala digunakan bahan pencampur minyak wangi atau eau de cologne dan penyegar ruangan. Kemudian bersama dengan minyak permen (peppermint oil) digunakan untuk penyegar pasta gigi.

Identifikasi Komponen Aroma Minyak Pala

Identifikasi komponen aroma dilakukan dengan teknik Gas

Chromatography-Mass

kan senyawa yang masuk ke dalam kolom dengan elektron berenergi tinggi. Penembakan dengan elektron ini akan menyebabkan pecahnya ikatan kimia senyawa. Hasilnya direkam sebagai spektrum dari pecahan (fragmen) ion bermuatan positif. Fragmen ion tersebut memiliki rasio intensitas masa relatif (m/z) yang khas untuk masing-masing senyawa. Kekhasan terjadi karena pecahan senyawa yang terbentuk tergantung pada pola struktur kimia senyawa yang bersangkutan. Dengan GC-MS dapat diketahui berat molekul, komposisi

(41)

Identifikasi komponen dilakukan dengan membandingkan pecahan m/z senyawa yang terdeteksi dengan library (Mussinan 1993). Identifikasi hasil perbandi

onen aroma minyak atsiri dari beberapa jenis tanaman

ans Fisons MD800, berhasil diidentifikasi komponen aroma se

dan Sulianti (2000) melakukan penelitian perbandingan enyusun minyak atsiri pala Wegio (Myristica fatua L.) dan pala ngan m/z senyawa yang terdeteksi dengan library diperkuat lagi dengan nilai LRI (linear Retention Indices) senyawa yang telah diidentifikasi dari percobaan dengan nilai LRI senyawa tersebut pada literature yang telah diterbitkan sebelumnya.

Penentuan LRI atau kovats indeks tidak dapat langsung mengindentifikasikan komponen volatil yang ada dalam suatu bahan. Paling tidak hanya dapat menentukan komponen berdasarkan waktu retensi relatif terhadap standar. Oleh karena itu, menurut Kovats (1964) perlu adanya pengetahuan dan pengalaman untuk menentukan komponen volatil yang ada dalam suatu bahan berdasarkan kelas-kelas komponennya. Dengan kata lain perlu adanya standar pembanding untuk mengindentifikasi komponen volatil yang ada dalam suatu bahan. Selanjutnya hasil perhitungan kovats indeks ini harus dihubungkan dengan spektrum massa yang didapatkan (Chang, 1989).

Metode GC-MS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi komp

dan memberikan hasil yang cukup baik. Dugo et al. (1997) melakukan penelitian karakterisasi minyak jeruk Key dan persian yang diekstraksi dengan cara ”cold pressed”. Identifikasi komponen aroma kedua minyak jeruk tersebut dilakukan dengan metode GCMS. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom kapiler silika DB-5MS. Merek GC yang digunakan yaitu Fison Mega Series 5160 sedangkan MS digunak

banyak 66 komponen baik pada minyak jeruk Key maupun jeruk Parsian. Selain itu karakterisasi komponen aroma dengan GC-MS juga telah dilakukan pada minyak kulit jeruk Kabosu (Citrus sphaerocapra Tanaka) metode cold pressed, dengan merek alat GC yang digunakan adalah Shimadzu 17A sedangkan MS yang digunakan merek Shimadzu QP 5000. Jenis kolom yang digunakan adalah kolom DB-Wax. Komponen aroma yang berhasil teridentifikasi yaitu sebanyak 68 komponen.

Chairul komposisi kimia p

(42)

Banda (M

an untuk identifika

mutu produk, maka penentua

laksanakan terhadap hampir semua komoditi

an konsumen, sedangkan pangborn

yristica fragrans Houtt) menggunakan metode GC-MS . Jenis kolom

yang digunakan adalah Shimadzu CBP-5. Komponen aroma yang berhasil teridentifikasi pada pala Wegio yaitu 25 komponen sedangkan pala Banda sebanyak 21 komponen.

Selain karakterisasi pada minyak jeruk dan minyak pala, identifikasi komponen aroma dengan GC-MS juga dilakukan pada buah lada Cina (Zanthoxylum simulans) yang dilakukan oleh Chyou et al. (1996) hasil destilasi uap dan ekstrak karbondioksida Komponen aroma lada Cina yang berhasil diidentifikasi yaitu sebanyak 43 komponen. Jenis kolom yang digunak

si adalah kolom kapiler silika CP-Wax 52 CB. Merek GC yang digunakan yaitu Hewlett Packard 5890A sedangkan MS yang digunakan yaitu model TSQ-70.

Analisis Sensori

Analisis sensori adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan perbedaan, karakterisitik serta ukuran sensori suatu produk, atau digunakan untuk membedakan produk tersebut dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh konsumen. Dalam pengembangan dan pengawasan

n dan evaluasi sensori karakteristik produk sangat penting dalam banyak aplikasi. Diantaranya adalah digunakan untuk menentukan umur simpan, pemetaan produk, penyesuaian produk, spesifikasi produk dan jaminan mutu produk, formulasi ulang produk, menguji adanya sensori asing (taints) dan untuk menentukan produk yang dapat diterima konsumen (Lyon et al., 1994).

Analisis sensori sudah umum di

terutama yang berasal dari hasil pertanian : Minyak wangi, minyak atsiri, rempah-rempah dan sebagainya (Soekarto, 1981). Analisis sensori banyak menggunakan uji segitiga, uji skala, dan uji deskripsi (Pangborn, 1980) serta uji-uji lainnya. Secara garis besar metode dalam analisis sensori dapat digolongkan menjadi uji pembedaan, uji deskripsi dan uji penerima

(1980) membedakan analisis sensori atas empat bagian, yaitu sentivitas, uji kuantitatif, uji kualitatif dan uji penerimaan konsumen

Uji pembedaan adalah uji yang digunakan untuk membedakan antara dua produk atau lebih dan untuk membedakan ambang penerimaan dengan

(43)

pengujian yang memerlukan sentivitas yang tinggi, seperti uji segitiga (Lyon et al., 1994). Uji segitiga merupakan salah satu jenis uji pasangan atau dua-trio. Selain dapat mendeteksi perbedaan kecil, uji ini juga dapat digunakan untuk menyeleksi calon penelis (Larmond, 1970).

Analisis sensori yang digunakan untuk menentukan kuantitas sensori suatu produk, yaitu uji peringkat, uji skoring, uji rasio dan uji intensitas (Pangborn, 1980). Adapun uji deskripsi adalah uji yang digunakan untuk menggam

panelis terlatih, tidak terlatih a

terlatih, maka diperlukan beberapa tahap, yaitu (1)

barkan karakteristik sensori suatu produk, seperti deskripsi bau, flavor, tekstur, penampakan dan after-taste (Lyon et al., 1994).

Untuk pengukuran analisis sensori digunakan panelis yang disesuaikan dengan metode analisis yang digunakan. Pada uji pembedaan, misalnya untuk membedakan dua atau lebih sampel, maka dapat digunakan

tau panelis konsumen. Apabila menggunakan panelis tidak terlatih, maka tidak sensitif pada jumlah sampel yang sedikit dan memerlukan jumlah panelis yang lebih besar dibandingkan dengan panelis terlatih. Pada uji segitiga memerlukan panelis tidak terlatih paling sedikit 24 orang, sedangkan apabila menggunakan panelis terlatih, maka hanya menggunakan 18 orang. Adapun pada uji rating, maka memerlukan panelis tidak terlatih paling sedikit 20 orang, sedangkan apabila menggunakan panelis terlatih maka cukup hanya menggunakan 8 orang (Soekarto, 1981)

Pada uji deskripsi dapat digunakan panelis terlatih, tidak terlatih dan panelis konsumen. Sebaiknya digunakan panelis terlatih, karena lebih dapat menggambarkan perbedaan deskripsi pada sampel dibandingkan menggunakan panelis tidak terlatih maupun panelis konsumen. Jumlah panelis terlatih yang digunakan paling sedikit adalah 8 orang (Soekarto, 1981).

Untuk mendapatkan panelis

wawancara panelis, (2) penyaringan, (3) pelatihan, dan (4) evaluasi (Cross et al., 1978). Tahap pertama adalah tahap yang paling penting. Pada tahapan ini peneliti (panelist leader) benar-benar memilih calon panelis yang dapat dilatih dan mempunyai kemauan serta kemampuan terhadap analisis sensori yang akan diujikan. Apabila lolos wawancara, maka calon panelis mengikuti tahap kedua, yaitu tahap penyaringan. Pada tahapan ini akan dilihat calon-calon

(44)

panelis yang mampu melakukan analis sesuai dengan uji yang diberikan. Biasanya uji yang dilakukan untuk penyaringan panelis adalah uji pembedaan, yaitu uji segitiga. Apabila panelis mempunyai sensitivitas yang tinggi, maka dapat m

aroma stan

sensori pada analisis flavor mirip dengan

engidentifikasi atribut) dan metode k

embedakan sampel yang disajikan dengan nilai 100 % atau paling tidak dapat membedakan sampai 75 %. Apabila kurang dari nilai tersebut, maka calon panelis tidak dapat diterima atau dikeluarkan, sedangkan calon-calon panelis yang mampu akan dilatih lebih lanjut.

Pelatihan lebih lanjut disesuaikan dengan uji yang akan digunakan. Misalkan panelis tersebut akan digunakan untuk mendeskripsikan komponen aroma pada minyak pala, maka panelis dilatih untuk mengenali berbagai macam

dar sampai panelis tersebut dapat membedakan dan mengenali berbagai macam komponen standar tersebut. Latihan dilakukan beberapa kali. Apabila telah dianggap cukup latihannya oleh panelis leader, maka dilakukan evaluasi terhadap kemampuan calon panelis. Apabila panelis tersebut andal, maka dapat dijadikan panelis terlatih. Apabila tidak andal, maka dapat dilatih lebih lanjut atau dijadikan calon panelis baru yang disaring dari wawancara lagi.

Menurut Noble (2002), analisis

analisis menggunakan instrumen, yaitu menggunakan standar yang baku dan dalam suatu kondisi yang terkontrol. Semua faktor eksternal yang dapat membiaskan penilaian harus disingkirkan. Test harus difasilitasi sebaik mungkin hingga dapat mencegah berbagai gangguan. Respon secara obyektif terhadap sifat makanan diperoleh dengan penilaian organoleptik melalui penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan, dan pendengaran (Piggott et al., 1998).

Carpenter et al. (2000) mengemukakan bahwa ada dua metode utama dalam uji deskriptif sensori yaitu metode kualitatif (m

uantitatif (memberikan penilaian/skor). Resurreccion (1998) mengemukakan bahwa metode kualitatif dapat dilakukan dengan cara yaitu one-on-one, in-depth interviews, grup interview dan focus group, sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan metode QDA (Quantitative Descriptive Analysis). Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

Quantitative Description Analysis (QDA) yaitu suatu metode yang

Gambar

Tabel  2  Produksi Minyak Pala Indonesia Pada Tahun 1995 – 2000*
Tabel 3  Analisis  proksimat fuli dan biji pala  basis kering (%)*)
Gambar 1  Gambar Buah Pala dan Bagian-bagiannya  Minyak Pala
Tabel 4  Sifat Fisik Senyawa-Senyawa Utama Minyak Pala  Senyawa Berat  Molekul
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk analisis stabilitas dan prilaku sistem multimesin ketika diberikan gangguan sinyal kecil pada mesin (generator) ke-3 pada

Menurut SNI (2008), selai buah adalah produk makanan semi basah yang dapat dioleskan yang dibuat dari pengolahan buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan bahan

Õ«¬¿ô îçóíð ѵ¬±¾»® îðïë ¤ ¨¨¨ª·· ßÒßÔ×Í×Í Î×Í×ÕÑ ÐßÜß ÐÎÑÇÛÕ ÎÛÒÑÊßÍ× ÜßÒ ÐÛÒÙÛÓÞßÒÙßÒ ÙÛÜËÒÙ ØÑÌÛÔ ÙòßòÐ Ý¿²¼®¿ ܸ¿®³¿§¿²¬·

Siswa tanya jawab tentang cara yang digunakan oleh Wali Songo/Ulama lainya dalam menyebarkan Islam.(kecerdasan ,kritis) Siswa membaca dan mengamati peta jalur

Perakitan varietas padi toleran cekaman kekeringan dengan teknik pemuliaan mutasi mampu meningkatkan keragaman genetik tanaman sehingga memberi peluang untuk

Penulis dapat mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan tahunan yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Baubau terhadap capaian kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Baubau

2) Guru memulai pembelajaran dengan pembacaan al- Quran surah ayat pilihan yang dipimpin oleh salah seorang peserta didik. 3) Guru memperhatikan kesiapan diri peserta

Menariknya di Indonesia, secara historis hampir diketahui banyaknya komunitas, partai, golongan, kelas, paham keislaman yang terklasifikasikan itu merupakan