• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Halaman 25-33)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Diameter Koloni P. capsici secara In Vitro

Pengujian pengaruh jenis ekstrak terhadap pertumbuhan koloni P. capsici secara in vitro pada awalnya menggunakan empat jenis ekstrak tunggal, yaitu pinang, gambir, sirih, dan kapur sirih pada konsentrasi 0,01%; 0,02%; dan 0,04%. Namun, pada pengujian ekstrak sirih dan kapur sirih pada 0,01%, koloni patogen tumbuh sangat cepat dan jauh melebihi pertumbuhan kontrol (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak sirih dan kapur sirih 0,01% tidak efektif menghambat pertumbuhan koloni. Oleh karena itu, pada pengujian lanjutan dengan konsentrasi 0,02% dan 0,04% penggunaan ekstrak sirih dan kapur sirih ditiadakan. Pengujian ekstrak pada konsentrasi 0,02% dan 0,04% hanya diarahkan pada pinang dan gambir. Sementara itu, pengujian ekstrak pinang + gambir dilakukan pada konsentrasi total 0,005%; 0,01%; dan 0,02% dan campuran empat bahan uji yang terdiri atas pinang, sirih, gambir, dan kapur sirih dengan konsentrasi total 0,0025%; 0,005%; dan 0,01%.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan empat jenis ekstrak (0,01%) terhadap pertumbuhan koloni P. capsici pada 6 hari setelah inokulasi

a SB: simpangan baku.

Purnomo & Asmarayan (2005) menyatakan bahwa sirih dan lada mempunyai kekerabatan morfologi yang dekat. Sirih juga diketahui memiliki sifat ketahanan yang sama dengan lada terhadap P. capsici (Wahyuno et al. 2010). Priyono & Praptiwi (2006) melaporkan bahwa buah Piper sp. asal Papua

Jenis ekstrak Diameter koloni (cm) ± SBa Persentase penghambatan

Pinang 5,58 ± 2,20 16,2 Gambir 6,70 ± 2,73 -0,6 Sirih 6,85 ± 2,51 -2,8 Kapur sirih 6,99 ± 2,53 -4,9 Kontrol 6,66 ± 2,48 0  

15   

mengandung minyak atsiri, lemak dan asam lemak, emodol, tanin, gula pereduksi, antrasenoid, poiluronida, glukosida, dan glikosida steroid. Adanya kandungan senyawa kimia yang sama antara sirih dan lada menyebabkan tidak adanya penghambatan pertumbuhan koloni pada pengujian dengan ekstrak sirih.

Perlakuan dengan kapur sirih 0,01% tidak menghambat pertumbuhan koloni patogen karena kapur sirih yang terlarut dalam air dapat menciptakan suasana basa. Erwin & Ribeiro (1996) melaporkan bahwa penambahan 3 g CaCO3 pada pembuatan media V8 menjadikan pH media sebesar 7,5. Adanya penambahan kapur sirih pada media membuat tingkat keasaman media menjadi berkurang dan mendukung pertumbuhan patogen. Sementara itu, Manohara (1988) melaporkan bahwa pH yang sesuai untuk pertumbuhan P. capsici pada media V8 cair adalah 3-7 dengan pH optimum 4.

Perlakuan dengan ekstrak pinang 0,01%; 0,02%; dan 0,04% masing-masing dapat menghambat pertumbuhan koloni patogen (Gambar 1.a, Tabel 3), sementara itu pada pengujian ekstrak gambir diketahui tidak terjadi penghambatan pertumbuhan koloni pada konsentrasi 0,01% (Gambar 1.b, Tabel 3). Pada saat kedua ekstrak tersebut dicampur terjadi penghambatan pada konsentrasi 0,005%, sedangkan pada konsentrasi 0,01% dan 0,02% tidak (Gambar 1.c, Tabel 3). Namun demikian, ketika keempat ekstrak, yaitu pinang, gambir, sirih, dan kapur sirih dicampurkan, penghambatan pertumbuhan koloni patogen terjadi pada semua tingkat konsentrasi. Penghambatan tertinggi ditunjukkan oleh konsentrasi campuran 0,005% (Gambar 1.d, Tabel 3).

Wetwitayakyung (2006) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan biji pinang tidak hanya ditentukan oleh kadar tanin dan fenol total yang terkandung, tetapi juga ditentukan oleh senyawa-senyawa fenolik lainnya. Nonaka (1989) menyatakan bahwa proantocyanidin merupakan senyawa fenol spesifik yang terkandung di dalam biji pinang dan memiliki struktur seperti katekin dan epikatekin. Penelitian sebelumnya (Takahashi et al. 1999) menyebutkan bahwa proantocyanidin memiliki sifat antimikroba, pelindung tanaman terhadap sinar ultraviolet, antioksidan, antimutagenetik, antitumor, antifungi, dan sebagai pelindung kapiler. Oleh karena itu, adanya penghambatan pertumbuhan koloni

16    0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 Diam eter koloni (cm )

Waktu pengamatan (HSI)

0,01% 0,02% 0,04% Kontrol 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 Diam eter koloni (cm )

Waktu pengamatan (HSI)

0,01% 0,02% 0,04% Kontrol 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 Diam eter kolonni (cm )

Waktu pengamatan (HSI)

0,005% 0,01% 0,02% Kontrol 0 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 6 Diam eter koloni (cm )

Waktu pengamatan (HSI)

0,0025% 0,005% 0,01% Kontrol a b c d

patogen diduga merupakan aktivitas dari proantocyanidin yang terkandung dalam ekstrak.

Gambar 1 Perkembangan koloni P. capsici akibat perlakuan dengan (a) ekstrak pinang, (b) ekstrak gambir, (c) ekstrak pinang + gambir, dan (d) ekstrak campuran pinang + gambir + sirih + kapur sirih. HSI: hari setelah inokulasi.

17   

Tabel 3 Pengaruh perlakuan empat jenis ekstrak terhadap pertumbuhan diameter koloni P. capsici pada 6 hari setelah inokulasi

a SB: simpangan baku

b Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Katekin merupakan zat aktif utama yang terkandung di dalam ekstrak gambir. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kadar katekin dari produk gambir Indonesia bervariasi dari 2,5 sampai dengan 95% per berat bobot (Amos 2010). Katekin pada daun strawberi menunjukkan aktivitas antifungi dengan menghambat infeksi Alternaria alternata dengan memblok pembentukan haustoria walaupun telah terjadi perkecambahan spora dan terbentuk apresoria (Yamamoto et al. 2000), formulasi gambir 30% dilaporkan cukup efektif terhadap cendawan Fusarium sp. penyebab penyakit bercak daun serai wangi (Idris 2007). Sementara itu, aktivitas antibakteri juga ditunjukkan ekstrak etil asetat gambir terhadap bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Bacillus subtilis (Pambayun et al. 2007). Namun demikian, sifat antifungi dan antibakteri yang dimiliki katekin tidak mampu menghambat pertumbuhan koloni P. capsici. Jenis ekstrak Konsentrasi

(%) Diameter koloni (cm) ± SB a Persentase penghambatan (%) Pinang 0,01 5,58 ± 2,20f b 16,22 0,02 6,30 ± 2,45 de 5,40 0,04 4,82 ± 1,68 h 27,63 Gambir 0,01 6,70 ± 2,73 bc -0,6 0,02 6,25 ± 2,46 e 6,15 0,04 6,48 ± 2,36 cd 2,70 Pinang + gambir 0,005 6,49 ± 2,60 cd 2,55 0,01 6,68 ± 2,47 bc -0,3 0,02 6,90 ± 2,51 a -3,6 Campuran pinang + 0,0025 6,21 ± 2,33 e 6,75 + gambir + sirih 0,005 4,77 ± 1,17 h 28,38 + kapur sirih 0,01 5,21 ± 1,56 g 21,77 Kontrol 0 6,66 ± 2,48 c 0

18   

Ekstrak pinang + gambir yang digunakan pada pengujian merupakan campuran dari bahan ekstrak pinang dan gambir dengan perbandingan volume dan konsentrasi 1:1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penghambatan pertumbuhan koloni patogen hanya ditunjukkan oleh konsentrasi 0,01% sementara konsentrasi 0,02% dan 0,04% tidak (Gambar 1.c, Tabel 3). Hal ini terjadi karena bahan aktif yang terkandung dalam masing-masing ekstrak tidak saling kompatibel dalam menghambat pertumbuhan patogen.

Hasil pengujian bahan campuran yang terdiri atas ekstrak pinang, gambir, sirih, dan kapur sirih dengan perbandingan volume dan konsentrasi tiap ekstrak 1:1:1:1 dapat dilihat pada gambar 1.d. Aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni patogen ditunjukkan oleh setiap konsentrasi yang diberikan yaitu 0,0025%; 0,005%; dan 0,01%. Keefektifan ekstrak campuran dalam menghambat pertumbuhan koloni patogen erat kaitannya dengan kompatibelitas bahan aktif yang dikandung masing-masing bahan. Belum diketahui dengan pasti penyebab kompatibelnya bahan aktif campuran terhadap penghambatan pertumbuhan koloni.

Pengujian pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan diameter koloni menunjukkan beberapa jenis ekstrak yang berpotensi menghambat pertumbuhan P. capsici. yaitu pinang 0,04%, campuran 0,005% dan campuran 0,01%. Ketiga ekstrak tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter koloni patogen bila dibandingkan dengan kontrol. Namun, ketiga ekstrak tersebut harus di uji secara in vivo untuk mengetahui tingkat keefektifannya pada jaringan tanaman

Pengaruh Perlakuan terhadap Perkembangan Gejala BPB oleh P. capsici secara In Vivo

Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa persentase kemunculan gejala tiap perlakuan memberikan nilai yang berbeda. Kemunculan gejala tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak pinang 0,004% disusul oleh ekstrak campuran 0,005%, ekstrak campuran 0,01%, dan fungisida 0,2% berbahan aktif propineb 70%. Agrios (2005) menyatakan bahwa keberhasilan suatu infeksi ditentukan oleh beberapa hal, yaitu varietas tanaman yang di uji bersifat rentan terhadap patogen,

19   

patogen dalam tingkat patogenik, serta suhu dan kelembapan lingkungan yang menguntungkan patogen.

Semua perlakuan yang diberikan menunjukkan kemunculan gejala pada hari ke-3, kecuali pada perlakuan fungisida. Persentase kemunculan gejala dari hari ke-3 dan seterusnya menunjukkan nilai yang tetap. Perlakuan C4 menunjukkan peningkatan persentase kemunculan gejala pada hari ke-3 dan ke-4. Perlakuan fungisida baru menunjukkan gejala pada hari ke-4. Kemunculan gejala perlakuan fungisida dari hari ke-4 dan seterusnya menunjukkan nilai yang tetap (Gambar 2.a).

Infeksi P. capsici lebih mudah terjadi pada permukaan bawah daun, penetrasi terjadi antara 4-6 jam setelah inokulasi dan gejala mulai tampak setelah 18 jam setelah inokulasi yang berupa titik coklat di permukaan atas daun (Manohara & Kasim 1996). Gejala pada permukaan bawah daun meluas hingga terlihat dengan jelas pada pengamatan hari ke tiga setelah inokulasi.

Perlakuan fungisida menunjukkan persentase kemunculan gejala terendah, yaitu sebesar 10%. Fungisida berbahan aktif propineb 70% yang digunakan merupakan fungisida yang bersifat racun kontak dan sangat cocok untuk mengendalikan Phytophthora spp. dan Alternaria untuk sayur-sayuran (Anonim 2010)

Perkembangan keparahan penyakit BPB berbanding lurus dengan waktu inkubasi. Semakin lama inkubasi, maka keparahan penyakit akan semakin tinggi yang ditandai dengan semakin luasnya diameter gejala. Perlakuan ekstrak pinang konsentrasi 0,04% menunjukkan keparahan penyakit tertinggi dibandingkan perlakuan lain. Perlakuan ekstrak campuran 0,005% menunjukkan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan kontrol dan perlakuan ekstrak campuran 0,01% menunjukkan keparahan penyakit yang tidak berbeda nyata dengan fungisida 0,2% (Tabel 4).

Ekstrak campuran 0,01% dan fungisida 0,2% menunjukkan nilai keparahan penyakit yang tidak berbeda nyata. Ekstrak campuran 0,01% juga memiliki daya efikasi yang tinggi yaitu sebesar 61,17% dan hampir menyamai daya efikasi fungisida yaitu sebesar 62,73%. Besarnya daya efikasi ekstrak campuran 0,01% terhadap keparahan penyakit menunjukkan bahwa ekstrak tersebut efektif dalam

20    0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Kem unculan gejala (%)

Waktu pengamatan (HSI)

K F C2 C4 P4 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Keparahan penyakit (%)

Waktu pengamatan (HSI)

K F C2 C4 P4 a b

mengendalikan penyakit BPB. Keefektifan ekstrak campuran 0,01% tersebut menyamai keefektifan fungisida 0,2%. Oleh karena itu, ekstrak campuran 0,01% berpotensi untuk menggantikan fungisida dalam pengendalian P. capsici.

Gambar 2 Pengaruh perlakuan terhadap kemunculan gejala (a) dan keparahan penyakit (b) BPB oleh P. capsici secara in vivo. K: tanpa perlakuan (kontrol), F: fungisida berbahan aktif propineb 0,2%, C2: ekstrak campuran pinang + gambir + sirih + kapur sirih 0,005%, C4: ekstrak campuran pinang + gambir + sirih + kapur sirih 0,01%, dan P4: ekstrak pinang 0,04%.

Ekstrak campuran memiliki potensi yang cukup baik untuk digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian P. capsici. Bahan-Bahan untuk membuat ekstrak campuran juga mudah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia sehingga pemanfaatan ekstrak campuran sebagai fungisida botani dapat dilakukan secara luas. Namun demikian, agar ekstrak campuran lebih efektif dalam mengendalikan P. capsici diperlukan formulasi ekstrak yang lebih tinggi konsentrasinya agar penekanan penyakit lebih optimal.

21   

c

b

a

e

d

Tabel 4 Pengaruh perlakuan ekstrak uji terhadap persentase keparahan penyakit BPB pada 11 hari setelah inokulasi

Jenis ekstrak Konsentrasi (%) Keparahan penyakit (%) ± SBa Daya efikasi (%) Pinang 0,04 61,25 ± 42,48ab -4,66

Campuran pinang + gambir 0,005 31,59 ± 23,34b 46 + sirih + kapur sirih 0,01 22,72 ± 17,45bc 61,17

Fungisida 0,2 21,81 ± 19,85c 62,73

Kontrol 0 58,52 ± 32,95a 0

a SB: simpangan baku

b Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

Berikut gambar perkembangan gejala penyakit BPB setelah diinokulasikan zoospora P. capsici pada 7 HSI. Gejala yang nampak sesuai dengan penelitian Manohara et al. (2005) bahwa serangan pada daun menyebabkan gejala bercak daun pada bagian tengah atau tepi daun. Bercak berwarna hitam dengan tepi bergerigi seperti renda yang akan nampak jelas bila daun diarahkan ke cahaya.

Gambar 3 Gejala serangan P. capsici pada 7 HSI. (a) ekstrak pinang 0,04%, (b) ekstrak campuran pinang + gambir + sirih + kapur sirih 0,005%, (c) ekstrak campuran pinang + gambir + sirih + kapur sirih 0,01%, (d) perlakuan fungisida propineb 0,2%, dan (e) perlakuan kontrol.

22   

Dalam dokumen PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (Halaman 25-33)

Dokumen terkait