• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian selama 6 minggu pada ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% dalam ransum yang dipelihara pada suhu kandang berbeda terhadap performa ditampilkan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat interaksi antara periode pemberian ampas buah merah dengan suhu kandang pada pengamatan performa ayam broiler. Perlakuan suhu kandang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, bobot badan akhir, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, dan indeks performa.

Konsumsi Ransum Kumulatif

Konsumsi ransum kumulatif merupakan jumlah ransum yang dimakan ayam selama hidupnya yang digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhannya (Wahyu 2004). Hasil analisis statistik menunjukkan suhu kandang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum kumulatif. Pada suhu nyaman (24,6±1,0oC) ayam broiler mengkonsumsi ransum paling banyak yaitu 4789,63 g/ekor diikuti suhu normal 4596,38 g/ekor dan suhu panas 4091,63g/ekor.

Bell dan Weaver (2002) melaporkan bahwa perbedaan konsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh bobot badan, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan kandang. Tingginya suhu kandang menyebabkan turunnya konsumsi ransum ayam broiler. Hal ini sesuai dengan pendapat Krogh (2000) yang menyatakan, bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah suhu lingkungan. Menurunnya konsumsi ransum pada suhu kandang yang tinggi, tiada lain merupakan usaha ayam dalam mengurangi penimbunan panas dalam tubuh, yang biasanya diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan. Ampas buah merah yang diberikan pada periode starter ataupun periode finisher tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum kumulatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah tidak mempengaruhi palatabilitas ransum. Hasil ini sesuai dengan penelitian Yuanita (2009) yang menyatakan palatabilitas ransum yang ditambah ampas buah merah tidak berbeda dengan ransum kontrol.

Tabel 4 Performa ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% (42 hari) Perlakuan Peubah Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor) Bobot badan akhir (g/ekor) Konversi ransum kumulatif Konsumsi air minum kumulatif (ml/ekor) PBB (g/ekor/minggu) Persentase karkas (%) Indeks performa Mortalitas (%) Kandang K1 4596,38B 2578,13B 1,79 10408,51B 422,75B 72,75 345,37B 2,50 K2 4091,63A 2243,56A 1,82 10546,31B 367,13A 72,67 293,39A 2,50 K3 4789,63C 2716,22C 1,77 9834,68A 445,88C 72,87 367,36 B 1,25 Waktu W1 4478,17 2500,97 1,79 10174,23 410,00 72,84 333,37 1,67 W2 4506,92 2524,30 1,79 10352,10 413,83 72,68 337,38 2,50 ANOVA --- Probabilitas --- Waktu (W) TN TN TN TN TN TN TN TN Kandang (K) ** ** TN ** ** TN ** TN W x K TN TN TN TN TN TN TN TN SEM 161,48 111,27 0,08 240,10 18,54 0,41 27,64 0,35

Keterangan: * (P<0,05); ** (P<0,01); TN: Tidak Nyata; SEM: rataan standar error a,b,c

Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). A,B,C

Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher.

K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

Tabel 4. memperlihatkan konsumsi ransum kumulatif ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% pada periode finisher (W2) 0,64% lebih tinggi dibandingkan pada periode starter (W1). Tingginya jumlah konsumsi ransum ini disebabkan kecilnya dampak dari pengaruh suhu kandang pada kesehatan ayam

broiler pada saat periode finisher. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh tingkat cekaman. Adanya kandungan tokoferol, alfa tokoferol dan beta-karoten yang terkandung dalam ampas buah merah yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dan meningkatkan daya tahan ternak sehingga kesehatan ayam lebih baik. Kecilnya dampak yang diberikan ini kemungkinan disebabkan sedikitnya jumlah ampas buah merah yang diberikan, sehingga belum memberikan pengaruh yang nyata pada ayam broiler. Jumlah kandungan vitamin E (tokoferol) yang dapat mengurangi dampak stres panas pada ayam petelur sebanyak 250 mg (Bollengier-Lee et al. 1999), 250 mg vitamin E dan 30 mg zinc pada puyuh (Sahin et al. 2006).

Bobot Badan Akhir

Bobot badan akhir merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan suatu usaha ayam broiler. Bobot badan akhir akan menentukan besarnya pendapatan petani yang diperoleh dari suatu usaha peternakan. Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan suhu memiliki pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan akhir ayam broiler

(Tabel 4). Bobot badan akhir ayam broiler lebih dipengaruhi jumlah konsumsi ransum selama pemeliharaan. Konsumsi ransum dalam jumlah kecil menyebabkan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan ayam broiler juga terbatas, sehingga bobot badan lebih rendah, diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan (Kusnadi 2004) Hal ini sesuai pendapat Pope dan Emmert (2002) yang melaporkan, bahwa suhu panas nyata menurunkan konsumsi ransum dan bobot hidup ayam broiler.

Pemberian ampas buah merah pada penelitian ini diharapkan mampu mengurangi pengaruh suhu panas pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya bobot badan akhir ayam broiler walaupun pada suhu panas. Bobot badan akhir rata-rata ayam broiler umur 6 minggu pada suhu panas sebesar

2243,56 g/ekor lebih rendah 5,36% dari kandang normal dan 21,07% dari kandang nyaman. Bobot badan akhir pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan beberapa peneliti. Rataan bobot hidup ayam broiler umur 6 minggu yaitu 1579-1717 g/ekor (Al-Batshan 2002), 1850-1870 g/ekor (Pope & Emmert 2002), 1059,99 g/ekor (Dewi 2007).

Adanya kandungan tokoferol dan beta-karoten pada ampas buah merah yang berfungsi sebagai antioksidan yang diberikan baik pada periode starter maupun periode finisher memberikan perlindungan terhadap kesehatan ayam broiler. Beberapa penelitian menyatakan bahwa senyawa antioksidan betakaroten mampu meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan limfa (Haq et al. 1996). Pemberian tokoferol dapat menguatkan dinding kapiler pembuluh darah (Wahyu 2004) dan mencegah terjadinya hemolisis sel darah merah dan mampu meningkatkan kekebalan humoral (Boa-Amponsem et al. 2001), sehingga meningkatkan status kesehatan ayam broiler.

Pertambahan Bobot Badan

Bell dan Weaver (2002) melaporkan peningkatan bobot badan ayam

broiler mingguan tidak terjadi secara seragam, setiap minggunya pertumbuhan ayam mengalami peningkatan sehingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Menurut Rasyaf (2002), pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, suhu lingkungan dan pemeliharaan.

Uji statistik menunjukkan suhu kandang memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. Pada suhu nyaman, peningkatan bobot badan sebesar 445,88 g/minggu lebih tinggi dari suhu normal yang hanya 422,75 g/minggu, sedangkan pada suhu panas hanya sebesar 367,13 g/minggu. Rendahnya pertambahan bobot badan ayam broiler pada kandang normal dengan suhu berkisar 28,9±1,0oC dan kandang panas 31,4±1,0oC disebabkan ayam pada kondisi ini telah mengalami stres panas. Hal ini sesuai pendapat Austic (2000) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu lingkungan yang melebihi kisaran zona suhu nyaman menyebabkan cekaman (stres) pada ayam broiler. Keadaan suhu nyaman untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25°C (Borges et al. 2004). Ayam pada keadaan ini umumnya berusaha mengurangi

konsumsi ransum agar panas yang dihasilkan oleh tubuh dapat berkurang. Hal ini menyebabkan lambannya pertumbuhan (Butcher & Miles 2003). Turunnya produksi pada kondisi cekaman panas tersebut, diperkuat dengan berkurangnya retensi nitrogen, sehingga dapat menurunkan daya cerna protein dan beberapa asam amino (Tabiri et al. 2000), sehingga ayam yang mengalami cekaman panas memiliki bobot yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Pope dan Emmert (2002) yang melaporkan bahwa suhu panas nyata menurunkan bobot hidup dan pertambahan bobot badan ayam broiler.

Hasil penelitian menunjukkan rataan pertambahan bobot badan perminggu terlihat terus meningkat seiring bertambahnya waktu pemeliharaan, namun menurun pada minggu ke-6. Suhu lingkungan pada awal pemeliharan terlihat tidak memberikan perbedaan pada pertumbuhan ayam broiler, ini dikarenakan suhu kandang masih pada kisaran nyaman. Pada akhir minggu ke-2 hingga minggu ke-6 terlihat jelas pengaruh suhu terhadap pertambahan bobot badan ayam

broiler. Pada saat ini batas suhu nyaman untuk pertumbuhan ayam telah terlampaui sehingga terlihat bahwa ayam pada kandang panas memiliki pertambahan bobot badan yang rendah.

Gambar 2 Pertambahan bobot badan (PBB) ayam broiler per minggu.

Keterangan : huruf super skrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01)

K1 : Kandang normal suhu (28,9±1,0oC) K2 : Kandang panas suhu (31,4±1,0oC) K3 : Kandang nyaman suhu (24,6±1,0oC)

W1 : Pemberian ransum basal + 1,5% ampas buah merah pada periode starter

W2 : Pemberian ransum basal + 1,5% ampas buah merah pada periode finisher

0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 P B B ( g /ek o r) Minggu K1 K2 K3 W1 W2

Pada Gambar 2 terlihat bahwa pertumbuhan tiap minggu terus meningkat walau tidak seragam tetapi menurun pada minggu ke-6, hal ini disebabkan pertumbuhan ayam telah sampai tahap maksimal. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa peningkatan bobot ayam mingguan tidak terjadi secara seragam, setiap minggu pertumbuhan ayam broiler mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan.

Pemberian ampas buah merah tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah pada periode starter maupun pada periode finisher dapat mengurangi terjadinya gangguan pada proses pencernaan yang disebabkan stres pada suhu panas. Selain itu pemberian ampas buah merah juga dapat memperluas permukaan villi usus halus pada ayam broiler. Semakin luas permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya absorsi pada saluran cerna (Yuanita 2009). Adanya kandungan zat aktif betakaroten (vitamin A) dalam ampas buah merah mempunyai fungsi mempercepat pertumbuhan dan memelihara membran mukosa yang normal (Wahyu 2004). Karotenoid dan tokoferol (vitamin E) terbukti mampu mengurangi efek cekaman panas yang dapat menurunkan performa pada ayam broiler (Sahin

et al. 2001).

Konversi Ransum Kumulatif

Konversi ransum kumulatif ayam broiler dipengaruhi jumlah konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan. Analisis statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara suhu dan waktu pemberian ampas buah merah. Suhu dan periode pemberian juga tidak berpengaruh terhadap konversi ransum selama penelitian (Tabel 4).

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum kumulatif pada kandang panas dan normal yang rendah menyebabkan bobot akhir ayam rendah, sedangkan konsumsi ransum kumulatif pada kandang nyaman yang tinggi menghasilkan bobot akhir yang tinggi. Nilai konversi ransum kumulatif tertinggi yaitu pada kandang panas sebesar 1,82 sedangkan nilai konversi ransum kumulatif terendah pada kandang nyaman 1,77. Nilai ini masih mendekati standar Charoen Pokphand (2005) yang menyatakan konversi ransum ayam broiler umur 6 minggu sebesar 1,8. Amrullah (2004) menyatakan bahwa konversi ransum yang baik berkisar

antara 1,75-2,00. Semakin rendah konversi ransum menunjukkan kualitas ransum semakin baik. Nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan per satuan berat semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah.

Penelitian Yuanita (2009) melaporkan pemberian ampas buah merah 1,5% dapat menurunkan 2,08% konversi ransum ayam broiler. Konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Angka konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum, teknik pemberian dan angka mortalitas (Amrullah 2004).

Konsumsi Air Minum Kumulatif

Konsumsi air minum berbeda sangat nyata (P<0,01) pada perlakuan suhu kandang (Tabel 4). Ayam yang dipelihara pada kandang normal mengkonsumsi air minum 5,59% dan kandang panas 6,93% lebih banyak dibanding kandang nyaman. Tingginya konsumsi air minum pada kandang panas dan normal tersebut diperlukan ayam untuk menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan. Salah satu cara menjaga suhu tubuhnya yaitu dengan menghilangkan kelebihan panas dari tubuhnya (Leeson & Summer 2004). Ini dikarenakan air berfungsi untuk menjaga agar suhu tubuh ayam relatif konstan. Hal ini sesuai pendapat Butcher dan Miles (2003) yang menyatakan ayam lebih sering minum untuk mendinginkan suhu tubuhnya.

Berdasarkan periode pemberian ampas buah merah konsumsi air minum kumulatif pada periode pemberian finisher lebih tinggi 1,75% dibandingkan periode starter yang mengkonsumsi air sebanyak 10174,23 ml/ekor. Hal ini disebabkan pemberian ampas buah merah pada periode finisher menunjukkan konsumsi ransum yang lebih banyak, sehingga ayam membutuhkan konsumsi air yang banyak pula. Sesuai dengan yang dikemukakan Ensminger et al. (1992) dan Brake et al. (1992) bahwa pada umumnya ayam mengkonsumsi air minum dua kali dari jumlah ransum yang dikonsumsi.

Persentase Karkas

Karkas merupakan bagian tubuh yang sangat menentukan dalam produksi ayam pedaging. Produksi karkas berhubungan erat dengan bobot badan.

Berdasarkan analisis statistik tidak terdapat perbedaan antar perlakuan maupun interaksi antara perlakuan pada persentase karkas (Tabel 4).

Rata-rata persentase karkas pada kandang nyaman sebesar 72,87%, lebih tinggi dibandingkan dengan kandang normal 72,75% dan kandang panas 72,67%. Persentase karkas ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Resnawati (2003) yang melaporkan persentase bobot karkas rata-rata ayam pedaging yang diberi ransum komersial berkisar antara 68,04-71,80%. Dewi (2007) menyatakan, persentase karkas ayam yang diberi cekaman panas sebesar 67,68%. Hasil ini menunjukkan bahwa ampas buah merah telah berperan dengan baik sebagai antioksidan, yang mampu mengurangi efek cekaman panas pada ayam broiler yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan ternak dan menurunnya kekebalan tubuh ayam broiler (Santin et al. 2003). Adanya vitamin E (tokoferol) yang terkandung dalam ampas buah merah meningkatkan status kesehatan ayam broiler (Yuanita 2009). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Geraert et al. (1996) bahwa vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang berfungsi sebagai pencegahan penyakit kronis yang berhubungan dengan stres oksidatif, sehingga metabolisme tubuh dapat berjalan dengan normal dan energi yang dihasilkan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dan pembentukan karkas.

Indeks Performa (IP)

Salah satu indikator yang digunakan untuk penentuan tingkat keberhasilan dalam usaha ternak adalah dengan menghitung indeks performa. Nilai IP dipengaruhi oleh bobot badan akhir, persentase ayam hidup, lama pemeliharaan dan nilai konversi ransum. CISF (2008) menyatakan bahwa nilai indeks performa <180 (jelek), 181-195 (cukup), 196-210 (baik), 211-230 (baik sekali), 231-240 (istimewa), 241-250 (sangat istimewa), >250 (super istimewa).

Berdasarkan data penelitian nilai IP berkisar 293,39-367,36 (super istimewa) pada semua perlakuan (Tabel 4). Hal ini disebabkan tingginya bobot badan akhir, rendahnya angka mortalitas dan konversi ransum ayam selama penelitian. Hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada perlakuan suhu kandang. Kandang suhu panas memiliki indeks performa lebih rendah dibandingkan dengan kandang pada suhu nyaman dan suhu normal. Hal ini terkait dengan rendahnya bobot badan akhir, tingginya konversi

ransum dan mortalitas ayam broiler pada kandang suhu panas. Menurut Bell dan Weaver (2002) pengukuran efisiensi pertumbuhan ayam broiler dapat dilihat dari bobot badan akhir, konversi ransum dan lama pemeliharaan.

Menurut Yuanita (2009) pemberian ampas buah merah 1,5% menghasilkan indeks performa 4,18% lebih baik dibandingkan ayam yang tidak diberi ampas buah merah. Pada penelitian ini dapat dilihat dengan tingginya bobot badan akhir, konversi ransum dan mortalitas yang rendah. Semua perlakuan menunjukkan indeks performa berkisar 293,39-367,36 (super istimewa). Menurut Arifien (1997), performa yang tinggi dinyatakan istimewa apabila mencapai >200. Hal ini menunjukkan pemberian ampas buah merah memberikan perlindungan kepada ayam terhadap cekaman panas sehingga proses metabolisme tubuh tidak terganggu yang menghasilkan efisiensi ransum yang tinggi dan mortalitas ayam rendah sehingga nilai IP menjadi tinggi.

Mortalitas

Mortalitas adalah angka yang menunjukkan jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan. Mortalitas merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam suatu usaha peternakan ayam. Menurut Bell dan Weaver (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian antara lain bobot badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu lingkungan, sanitasi peralatan kandang dan penyakit. Stres suhu yang panjang juga dapat meningkatkan mortalitas (Xin et al. 1994). Menurut Lacy dan Vest (2000) mortalitas yang normal pada ayam broiler

yaitu sekitar 4%. Analisis statistik menunjukkan tidak ada interaksi dan perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan stres panas tidak mempengaruhi mortalitas selama penelitian.

Pemberian ampas buah merah pada periode starter maupun pada periode

finisher memberikan perlindungan yang sama kepada ayam untuk mengatasi stres terhadap suhu. Kandungan tokoferol (vitamin E) dan betakaroten yang terkandung pada ampas buah merah mampu mengurangi cekaman panas pada ayam broiler. Hal ini sesuai pendapat Sahin et al (2001) yang menyatakan bahwa pemberian suplemen vitamin E dikombinasikan dengan vitamin A terbukti dapat mengurangi efek cekaman panas ayam broiler. Pemberian ampas buah merah pada periode

vitamin E dapat disimpan di dalam seluruh jaringan tubuh, terutama disimpan di jaringan adipose, hati dan otot. Sejumlah kecil vitamin E akan disimpan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (McDowel 2000).

Tabel 5. Mortalitas ayam broiler selama penelitian

Minggu ke- Perlakuan

K1 K2 K3 W1 W2 1 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 2 3 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 5 0 1 0 0 1 6 0 1 1 2 0 Total (ekor) 2 2 1 2 3 % 2,50 2,50 1,25 1,67 2,50

Keterangan: W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher.

K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

Tabel 5. menunjukkan kematian ayam broiler banyak terjadi pada minggu awal dan minggu-minggu terakhir pemeliharaan. Kematian ayam broiler pada minggu ke-2 yaitu periode starter terjadi pada perlakuan W2 (periode finisher). Pada perlakuan ini ampas buah merah belum diberikan sedangkan pada W1 yang telah diberikan ampas buah merah tidak terjadi kematian. Sebaliknya kematian pada minggu ke-5 dan ke-6 banyak terjadi pada W1 (periode starter) 2 ekor sedangkan pada W2 (periode finisher) hanya 1 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah menyebabkan ayam lebih tahan terhadap gangguan kesehatan dan stres dari pada yang tidak diberi ampas buah merah. Pada saat ayam mengalami stres panas akan mengakibatkan terganggunya metabolisme tubuh. Selain itu, tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya cekaman oksidatif yakni kondisi munculnya radikal bebas yang tidak seimbang dengan antioksidan yang ada. Akibatnya akan terjadi peroksidasi lipid pada membran sel terutama pada asam lemak tidak jenuh yang ditandai antara lain dengan meningkatnya kandungan malonaldehida (MDA). Hal tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan dalam sel (Miller et al.1993; Aruoma 1999). Hal ini ditegaskan kembali oleh Puthpongsiripon et al. (2001) bahwa ayam yang mengalami cekaman panas, akan terjadi peningkatan radikal bebas dalam

tubuhnya. Karotenoid dan tokoferol (vitamin E), seperti yang terkandung dalam ampas buah merah berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas dan meningkatkan kekebalan tubuh (Budi & Paimin, 2005). Vitamin E (tokoferol) merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang berfungsi pada pencegahan penyakit kronis yang berhubungan dengan stres oksidatif (Geraert et al. 1996). Hasil pemeriksaan ayam yang mati selama penelitian disebabkan terkena penyakit gumboro (IBD) (laporan pemeriksaan patologi terlampir).

Respon Fisiologis Ayam Broiler

Suhu lingkungan sangat mempengaruhi respon fisiologis ayam broiler. Stres panas menimbulkan berbagai perubahan, baik yang dapat dilihat atau dirasa secara langsung, seperti kenaikan suhu tubuh, tingkah laku maupun yang tidak terlihat langsung seperti kelainan organ dalam dan rasio heterofil-limfosit. Ayam broiler

yang mengalami stres panas akan menimbulkan beberapa kelainan pada organ jantung, paru, hati, dan ginjal, baik secara makroskopis maupun mirokopis (Aengwanich & Simaraks 2004). Respon fisiologis yang paling mudah diamati pada ayam broiler yang mengalami stres panas adalah adanya peningkatan suhu tubuh disertai dengan perubahan tingkah laku seperti gelisah dan panting (Yalcin

et al. 2008; Hillman et al. 2000; Downing & Bryden 2002). Menurut Aengwanich & Chinrasri (2003), stres panas dapat diketahui dengan meningkatnya sel-sel heterofil dan menurunnya jumlah sel-sel limfosit sehingga rasio antara heterofil dan limfosit meningkat. Peningkatan rasio heterofil-limfosit selalu digunakan sebagai indikator yang akurat akibat cekaman panas yang kronis pada ayam (Bedanova et al. 2003).

Organ Dalam

Organ dalam ayam broiler terdiri atas organ-organ vital dan organ pencernaan. Menurut Bell dan Weaver (2002) organ vital ayam meliputi hati, jantung, limfa dan bursa fabrisius, sedangkan organ pencernaan ayam broiler

terdiri dari mulut, kerongkongan, tembolok, proventikulus, rempela (ventrikulus), usus halus, usus buntu (seca), usus besar, kloaka dan anus.

Hasil pengamatan perlakuan pemberian ampas buah merah periode starter

dan finisher pada suhu kandang yang berbeda terhadap organ dalam ayam broiler

menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan suhu kandang dengan periode pemberian ampas buah merah. Semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap persentase berat hati, gizzard, dan panjang usus pada ayam umur 6 minggu, namun perlakuan suhu lingkungan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi persentase berat jantung dan nyata (P<0,05) mempengaruhi persentase berat empedu dan persentase berat limfa.

Tabel 6 Persentase berat organ dalam ayam broiler selama penelitian

Perlakuan Peubah (%)

Jantung Hati Gizzard Empedu Limfa Panjang usus Kandang K1 0,47B 1,99 1,26 0,10a 0,10b 197,75 K2 0,38A 1,89 1,12 0,13b 0,07a 189,06 K3 0,47B 2,02 1,29 0,10a 0,10b 198,50 Waktu W1 0,44 1,98 1,18 0,10 0,09 194,67 W1 0,44 1,95 1,27 0,12 0,09 195,54 ANOVA --- Probabilitas --- Waktu (W) TN TN TN TN TN TN Kandang (K) ** TN TN * * TN W x K TN TN TN TN TN TN SEM 0,04 0,14 0,08 0,03 0,19 7,43

Keterangan: * (P<0,05); ** (P<0,01); TN: Tidak Nyata; SEM: rataan standar error a,b,c

Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). A,B,C

Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). W1: pemberian ampas buah merah periode starter;

W2: pemberian ampas buah merah periode finisher.

K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

Rataan persentase jantung ayam broiler pada suhu panas sebesar 0,38% sedangkan pada suhu normal dan suhu nyaman sebesar 0,47%. Putnam (1991) menyatakan persentase bobot jantung ayam broiler berkisar 0,42-0,7% dari bobot hidup yang umumnya dipengaruhi oleh umur, genetik dan pola pemberian ransum. Menurut Ressang (1986) bobot jantung meningkat apabila jantung bekerja terlalu keras atau ayam sedang sakit. Jantung merupakan organ vital yang berperan dalam sirkulasi darah. Jantung yang terinfeksi penyakit maupun racun biasanya akan mengalami perubahan ukuran jantung. Kelainan jantung tidak terjadi pada semua perlakuan. Secara visual, tidak tampak

pembengkakan jantung ayam penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa ampas buah merah merupakan bahan non toksik dan aman digunakan dalam ransum ayam, sehingga tidak menghambat sirkulasi darah.

Secara umum fungsi hati meliputi metabolisme zat makanan, sekresi empedu, metabolime lemak, detoksifikasi senyawa beracun dan pembentukan sel darah merah (Ressang, 1986). Persentase bobot hati yang dihasilkan berkisar antara 1,12-1,29%. Hasil analisis statistik menunjukkan semua perlakuan tidak mempengaruhi persentase bobot hati. Persentase tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan Putnam (1991) yaitu berkisar antara 1,70-2,80% dari berat hidupnya. Hal ini disebabkan adanya kandungan tokoferol dan betakaroten yang tinggi pada ampas buah merah yang ditambahkan pada ransum, yang berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan antioksidan (Budi & Paimin, 2005). Vitamin E yang terkandung dalam ampas buah merah dapat

Dokumen terkait