• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performance and physiological response of broiler fed with diet containing 1.5% red fruit waste (pandanus conoideus) at different feeding time dan cage temperatures

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performance and physiological response of broiler fed with diet containing 1.5% red fruit waste (pandanus conoideus) at different feeding time dan cage temperatures"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

BUAH MERAH (Pandanus conoideus) PADA WAKTU

PEMBERIAN DAN SUHU KANDANG

YANG BERBEDA

DENNY EFENDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis

Performa dan

Respon Fisiologi Ayam

Broiler yang Diberi Ransum Mengandung

1,5% Ampas Buah Merah (Pandanus conoideus) pada Waktu

Pemberian dan Suhu Kandang yang Berbeda

adalah karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2010

Denny Efendi

(3)

diet containing 1.5% red fruit waste (pandanus conoideus) at different feeding time dan cage temperatures. Under supervised by IMAN RAHAYU HIDAYATI SOESANTO and RITA MUTIA

The aim of this study is to knew the physiological response and performance of broiler fed with 1.5% red fruit waste at different time feeding and cage temperature. 240 heads Cobb strain broiler were used in factorial completely randomized design with two factors and four replications. The first factor was cage temperature: K1: normal cages (28.9±1.0oC); K2: hot cages (31.4±1.0oC); K3: comfortable cages (24.6±1.0oC). The second factor was red fruit waste feeding time: W1: starter period and W2: finisher period with 10 heads of broiler. Parameter used were cumulative feed intake, cumulative water consumption, body weight gain, cumulative feed conversion, final body weight, carcass percentage, mortality, performance index, behaviour, viscera percentation, body temperature and heterophil:lymphocyte ratio. Data obtained were analysed by SPSS.17 program. Red fruit waste fed at starter priod were showed higher stress depcession compared with finisher period. Base on these result, it can be concluded that there were interaction between red fruit waste feeding period and cage temperature in body temperature on day-39. 1.5% red fruit waste feeding in broiler were the best on finisher and gave best response in the comfortable temperature (24.6±1.0oC).

(4)

DENNY EFENDI. Performa dan Respon Fisiologi Ayam Broiler yang Diberi Ransum Mengandung 1,5% Ampas Buah Merah (Pandanus conoideus) pada Waktu Pemberian dan Suhu Kandang yang Berbeda. Dibimbing oleh IMAN RAHAYU HIDAYATI SOESANTO dan RITA MUTIA.

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ayam

broiler. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa pengunaan bahan tanaman obat dapat dimanfaatkan sebagai anti stres pada ayam broiler. Buah merah merupakan buah khas yang berasal dari Papua yang kaya akan antioksidan seperti karoteniod dan vitamin E. Ampas buah merah merupakan produk samping dari ekstraksi buah merah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ampas buah merah sebesar 1,5% dalam ransum yang diberikan pada periode starter atau periode finisher dalam berbagai suhu kandang terhadap performa, dan respon fisiologi ayam broiler.

Penelitian ini mengunakan 240 ekor ayam strain Cobb. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah suhu kandang yaitu : K1: kandang normal (28,9±1,0oC); K2: kandang panas (31,4±1,0oC); K3: kandang nyaman (24,6±1,0oC). Faktor kedua adalah waktu pemberian ampas buah merah yaitu: W1: periode starter dan W2 periode finisher dengan10 ekor ayam. Peubah yang diamati adalah konsumsi ransum kumulatif, air minum kumulatif, pertambahan bobot badan, konversi ransum kumulatif, bobot badan akhir, persentase karkas, mortalitas, indeks prestasi, tingkah laku, persentase organ dalam, suhu tubuh dan rasio heterofil-limfosit. Data yang diperoleh dianalisis dengan program SPSS.17.

Hasil penelitian menunjukkan pemberian ABM 1,5% pada periode starter

maupun periode finisher tidak berpengaruh pada performa, persentase organ dalam, rasio heterofil-limfosit namun berpengaruh nyata (P<0,05) pada suhu tubuh hari ke-39 pada ayam broiler yang diberi perlakuan suhu kandang yang berbeda. Suhu kandang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi air minum dan ransum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, indeks prestasi, persentase jantung. Suhu kandang berpengaruh nyata (P<0,05) pada persentase empedu dan limpa, namun tidak pada nilai konversi ransum kumulatif, mortalitas, rasio heterofil-limfosit ayam broiler, persentase karkas, hati, gizzard, panjang usus dan suhu tubuh hari ke-11 serta suhu tubuh hari ke-39. Interaksi antara periode pemberian ABM dengan suhu kandang hanya terjadi pada suhu tubuh hari ke-39. Pemberian ampas buah merah pada periode starter memperlihatkan, ayam menggalami stres lebih tinggi dibandingkan periode finisher. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat interaksi antara periode pemberian ampas buah merah dengan suhu kandang pada suhu tubuh hari ke-39. Pemberian ampas buah merah 1,5% dalam ransum ayam broiler baik pada periode finisher

memberikan respon fisiologis lebih baik dengan suhu optimal berkisar (24,6±1,0oC).

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1.

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,

atau tinjauan suatu masalah

b.

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

BUAH MERAH (pandanus conoideus) PADA WAKTU

PEMBERIAN DAN SUHU KANDANG

YANG BERBEDA

DENNY EFENDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Ilmu Teknologi Peternakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Kandang yang Berbeda

Nama : Denny Efendi NIM

Program Studi/Mayor : :

D151080171

Ilmu Teknologi Peternakan

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu. H.S, M.S Ketua

Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor

Ilmu Teknologi Peternakan

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA

Tanggal Ujian: 09 Desember 2010

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

(9)

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian ini adalah mengatasi stres (suhu) pada lingkungan ayam broiler

dengan judul Performa dan Respon Fisiologi Ayam Broiler yang Diberi Ransum

Mengandung 1,5% Ampas Buah Merah (Pandanus conoideus) pada Waktu

Pemberian dan Suhu Kandang yang Berbeda.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu. H.S, M.S

dan Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan

waktu, memberikan arahan, nasehat, bimbingan dan semangat kepada penulis

dalam penyusunan karya ilmiah ini. Kepada Dr. Rudi Afnan, SPt, MSc.Agr

sebagai dosen penguji atas kritik dan sarannya. Ucapan terima kasih juga saya

sampaikan kepada Ir. I Made Budi, MS yang telah memberikan dan mengirimkan

ABM sebagai bahan penelitian langsung dari Papua, Ucapan terima kasih yang

mendalam kepada papa, mama, ayah, ibu, kakak-kakakku dan adik-adikku, istri

tercinta (Tri Dessy Zakiah), anakku (Nafisa Farras Salsabila), yang banyak

membantu, mendo’akan dan memberi motivasi selama mengikuti pendidikan di

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kepada saudara Selain itu penulis

sampaikan juga ucapan terima kasih yang mendalam kepada rekan-rekan pasca

peternakan 2008 (Andi, Ani, Kia, Ashar) dll yang tak dapat disebutkan satu

persatu atas segala bantuan dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang

memerlukannya, baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Amin.

Bogor, Desember 2010

Penulis,

(10)

Penulis dilahirkan di Muara Enim, Sumatera Selatan pada tanggal 6 Mei

1981 sebagai anak sulung dari bapak Arifin dan Ibu Ernawati. Istri bernama Tri

Dessy Zakiah dan dikaruniai seorang putri bernama Nafisa Farras Salsabila.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMK Negeri 1 Gelumbang dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masuk Universitas Sriwijaya. Penulis memilih jurusan

Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2005.

Penulis mendapatkan kesempatan tugas belajar dari Pemda Kabupaten Lahat

Sum-Sel untuk melanjutkan studi Magister Sains pada tahun 2008 di Sekolah

Pascasarjana, Mayor Ilmu Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Saat ini penulis bekerja sebagai PNS di Dinas Tanaman Pangan dan

(11)

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ayam Pedaging (Broiler) ... 4

Konsumsi Ransum... 4

Pertambahan Bobot Badan ... 5

Konversi Ransum ... 6

Karkas ... 6

Indeks Performa (IP) ... 7

Suhu Tubuh Ayam ... 7

Tingkah Laku Ayam ... 8

Rasio Heterofil-Limfosit ... 10

Buah Merah (Pandanus conoideus)... 11

Karotenoid dan Tokoferol... 14

Suhu Kandang ... 15

METODOLOGI PENELITIAN ... 17

Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Materi Penelitian ... 17

Ternak ... 17

Kandang dan Peralatan ... 17

Ampas Buah Merah ... 18

Ransum Percobaan ... 18

(12)

Peubah dan Prosedur Pengukuran Parameter ... 19

Rancangan Percobaan ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Performa Ayam Broiler ... 23

Konsumsi Ransum Kumulatif ... 23

Bobot Badan Akhir ... 25

Pertambahan Bobot Badan ... 26

Konversi Ransum Kumulatif ... 28

Konsumsi Air Minum Kumulatif ... 29

Persentase Karkas ... 29

Indeks Performa (IP) ... 30

Mortalitas ... 31

Respon Fisiologis Ayam Broiler ... 33

Organ Dalam ... 33

Suhu Tubuh ... 36

Tingkah Laku ... 38

Rasio Heterofil-Limfosit ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(13)

1 Kandungan senyawa aktif buah merah ... 11

2 Kandungan nutrisi dan senyawa aktif ampas buah merah ... 13

3 Hasil uji proksimat kandungan nutrisi ransum penelitian ... 18

4 Performa ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% (42 hari) .. 24

5 Mortalitas ayam broiler selama penelitian ... 32

6 Persentase berat organ dalam ayam broiler selama penelitian ... 34

7 Suhu tubuh ayam broiler selama penelitian (oC) ... 37

8 Tingkah laku ayam broiler selama penelitian (%) ... 39

(14)

1 Alur pelaksanaan kegiatan selama penelitian ... 19

(15)

1 Analisis ragam konsumsi ransum kumulatif ... 52

2 Analisis ragam bobot badan akhir ... 52

3 Analisis ragam pertambahan bobot badan ... 53

4 Analisis ragam konversi ransum kumulatif... 53

5 Analisis ragam konsumsi air minum kumulatif ... 53

6 Analisis ragam persentase karkas... 54

7 Analisis ragam nilai indeks prestasi ... 54

8 Analisis ragam mortalitas ayam broiler ... 55

9 Analisis ragam persentase jantung ... 55

10 Analisis ragam persentase hati ... 55

11 Analisis ragam persentase gizzard ... 56

12 Analisis ragam persentase empedu ... 56

13 Analisis ragam persentase limfa ... 56

14 Analisis ragam panjang usus ... 57

15 Analisis ragam suhu tubuh ayam broiler umur 11 hari ... 57

16 Analisis ragam suhu tubuh ayam broiler umur 25 hari ... 57

17 Analisis ragam suhu tubuh ayam broiler umur 39 hari ... 58

18 Analisis ragam rasio heterofil-limfosit ayam broiler umur 10 hari ... 58

19 Analisis ragam rasio heterofil-limfosit ayam broiler umur 24 hari ... 58

20 Analisis ragam rasio heterofil-limfosit ayam broiler umur 38 hari ... 58

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam dapat hidup dengan nyaman dan berproduksi secara optimum bila

faktor-faktor internal dan eksternal berada dalam batasan-batasan normal yang

sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor

eksternal yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas ayam. Suhu

panas pada lingkungan peternakan ayam telah menjadi salah satu masalah utama

karena dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat peningkatan angka kematian

ataupun penurunan produktivitas (St-Pierre et al. 2003). Pada akhir abad 19 dan

abad 20 terjadi peningkatan rataan suhu global dari 0,8oC menjadi 1,7oC (NCDC

2001), sehingga menyebabkan peningkatan rataan suhu global dari 0,6 - 2,5oC

selama lima tahun terakhir yang berakibat pada terjadinya peningkatan biaya

dalam mengontrol suhu kandang ayam.

Peningkatan suhu harian ekstrim juga akan berakibat buruk terhadap

kesehatan dan performan ayam. Peningkatan suhu lingkungan melebihi kisaran

zona suhu kenyamanan menyebabkan cekaman (stres) pada ayam broiler (Austic,

2000). Wilayah Indonesia memiliki suhu dan kelembaban udara yang relatif

tinggi. Rataan suhu harian pada siang hari berkisar antara 28,2-34,6°C dan

12,8-30,0°C pada malam hari dengan kelembaban udara berkisar 50,2-85,5% (BPS

2003) suhu tersebut berada di luar zona suhu nyaman ayam broiler yang berumur

di atas tiga minggu. Keadaan suhu lingkungan optimum untuk pertumbuhan

berkisar antara 20-25°C dengan kelembaban berkisar antara 50-70% (Borges et al.

2004). Penurunan suhu nyaman ayam broiler disebabkan oleh peningkatan

produksi panas akibat tingginya laju metabolisme dan pertumbuhan. Menurut

Gous dan Morris (2005), produksi panas tubuh ayam broiler betina umur tiga

minggu pada tahun 1970 sebesar 620 kj/hari dengan suhu nyaman 27°C

sedangkan ayam broiler betina tahun 2004, memproduksi panas berkisar 843

kj/hari sehingga memerlukan suhu lingkungan yang lebih rendah sekitar 21°C.

Suhu rata-rata di Indonesia berkisar 28,2-34,6°C pada siang hari, hal ini

menyebabkan ayam broiler yang berumur di atas 3 minggu mengalami stres

(17)

Menurut Ain Bazis et al. (1996) konsumsi ransum ayam broiler menurun

sebesar 3,6% setiap peningkatan suhu lingkungan 1°C (pada suhu lingkungan

antara 22-32°C). Keadaan tersebut diikuti dengan turunnya pertambahan bobot

badan sebesar 46% pada ayam broiler. Ketika berada pada suhu lingkungan panas

atau aktivitas tinggi, suhu tubuh ayam juga akan meningkat 1-2oC sebagai panas

tubuh.

Ayam yang hidup diatas suhu nyaman akan memperlihatkan beberapa

perubahan perilaku, yang bertujuan untuk menurunkan suhu tubuhnya. Ayam

broiler akan beristirahat lebih banyak, beberapa ekor ayam akan berdiri dan tidak

bergerak, sedangkan ayam yang lain mendekati dinding atau tempat air minum.

Ayam akan membuka sayapnya untuk mengurangi isolasi panas tubuh untuk

mendinginkan tubuhnya. Defra (2005) menyatakan, tanda klinis yang jelas dari

heat stress adalah panting yaitu pernafasan cepat dan dangkal (hiperventilasi).

Cekaman panas yang terjadi secara kronis juga dapat menimbulkan dampak

buruk pada pembentukan sel-sel pertahanan tubuh (sistem imunitas) ayam

(Mashaly et al. 2004). Cekaman panas kronis akan menyebabkan penurunan

jumlah limfosit dan peningkatan jumlah heterofil sehingga rasio heterofil-limfosit

(Rasio H-L) meningkat (Aengwanich & Chinrasri 2003).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi dampak negatif cekaman

panas pada ayam. Penggunaan elektrolit dan vitamin dilaporkan dapat mengurangi

dampak cekaman panas (Borges et al. 2004). Pemberian vitamin E sebanyak

250 mg pada ayam petelur juga dapat mengurangi dampak stres panas

(Bollengier-Lee et al. 1999). Penggunaan tokoferol (vitamin E) dapat menguatkan

dinding kapiler pembuluh darah dan mencegah terjadinya hemolisis sel darah

merah (Wahyu 2004) serta berperan dalam pembentukan sel darah merah

(Winarno 2008).

Buah merah merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan

tokoferol yang tinggi. Buah yang berasal dari Papua ini telah dikenal luas sebagai

tanaman obat. Penelitian terhadap buah merah membuktikan bahwa buah merah

mengandung zat-zat alami yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan banyak

digunakan untuk menjaga kesehatan. Adapun zat aktif yang terkandung dalam

(18)

mampu menangkal radikal bebas dan meningkatkan kekebalan tubuh. Ampas

buah merah merupakan hasil sampingan dari ekstraksi buah merah yang masih

memiliki nilai nutrisi dan antioksidan yang tinggi. Menurut Yuanita (2009)

pemberian 1,5% ampas buah merah dalam ransum sebagai feed additive pada

ternak ayam broiler mampu meningkatkan performa dan status kesehatannya.

Sampai saat ini belum banyak laporan percobaan ampas buah merah yang

diberikan pada ayam broiler, sehingga penelitian ini diharapkan dapat menambah

informasi dalam upaya meningkatkan performa ayam broiler.

Tujuan

Mengetahui performa dan respon fisiologi ayam broiler yang diberi ransum

mengandung 1,5% ampas buah merah pada waktu pemberian dan suhu kandang

yang berbeda.

Hipotesis

Pemberian ampas buah merah 1,5% baik periode starter maupun finisher

memberikan performa dan respon fisiologi yang baik pada ayam broiler di semua

(19)

TINJAUANPUSTAKA

Ayam Pedaging (Broiler)

Ayam pedaging disebut juga ayam broiler merupakan jenis ras unggulan

hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

tinggi terutama dalam memproduksi daging ayam (BPPN 2000). Menurut

Amrullah (2004), ayam broiler adalah ayam yang khusus untuk produksi daging

yang pertumbuhannya sangat cepat, dalam kurun waktu 6-7 minggu ayam broiler

akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awalnya dan pada minggu-minggu terakhir,

broiler tumbuh sebanyak 50-70 g per hari. Adanya kemajuan dalam bidang

genetik dan nutrisi menyebabkan ayam broiler sudah dapat dipasarkan pada

umur lebih kurang lima minggu dengan rataan bobot hidup 2 kg (Leeson &

Summers 2004).

Gordon dan Charles (2002) mengemukakan bahwa ayam broiler

merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan

betina yang dikembanganbiakan oleh perusahaan pembibitan khusus. Ayam

broiler telah memiliki berbagai jenis strain yang sekarang telah beredar di

pasaran yang pada umumnya perbedaan tersebut terletak pada tingkat

pertumbuhan ayam, konsumsi ransum dan konversi ransum menjadi daging

(Bell & Weaver 2002).

Patokan kebutuhan nutrisi ayam broiler menurut NRC (1994) untuk

kebutuhan protein umur 0-3 minggu, 3-6 minggu dan 6 -8 minggu adalah 23%,

20% dan 18% dengan energi metabolis 2800-3200 kkal/kg. Kebutuhan nutrisi

tiap ayam broiler bergantung pada masing-masing strain.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ayam

selama periode pemeliharaan. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa

konsumsi ransum semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya umur dan

berat badan selama masa pertumbuhan serta meningkatnya kebutuhan zat-zat

makanan untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Peningkatan ini akan berkurang

(20)

mempengaruhi konsumsi ransum pada ayam adalah besar tubuh ayam, aktifitas

sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum.

Konsumsi ransum dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kesehatan, kebakaan

(genetik), bentuk makanan, imbangan zat makanan, cekaman dan kecepatan

pertumbuhan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa suhu lingkungan

mempengaruhi konsumsi ransum. Krogh (2000) menyatakan, bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah suhu lingkungan. Suhu

ruangan di bawah thermoneutral menyebabkan konsumsi ransum ayam

meningkat, sedangkan suhu ruangan di atas kisaran tersebut menyebabkan

penurunan konsumsi ransum. Pada suhu lingkungan tinggi, jumlah penurunan

konsumsi ransum bervariasi, tergantung dari strain ayam, lamanya cekaman

panas, tingkat produksi, berat telur, dan kandungan energi metabolis dari ransum

yang diberikan. Secara umum, NRC (1994) telah membuat suatu persamaan untuk

menghitung penurunan konsumsi ransum, yaitu: Y = 24,5-1,58 T; dengan Y

adalah perubahan konsumsi ransum diluar zona thermoneutral (%) dan T adalah

suhu ruangan (°C). Persamaan di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan

konsumsi ransum sebanyak 1,58% untuk peningkatan 1 °C suhu lingkungan di

atas 24,5°C.

Pada ayam petelur, konsumsi ransum ayam umur 19 sampai 40 minggu

yang dipelihara pada suhu lingkungan rendah (10-20°C) adalah 95-108

g/ekor/hari lebih tinggi dibandingkan pada suhu lingkungan panas (25-35°C),

yaitu 75-94 g/ekor/hari (Balnave & Abdoellah 1990). Selanjutnya dinyatakan

bahwa rata-rata konsumsi ransum ayam petelur yang dipelihara pada suhu

lingkungan tinggi sebesar 82-105 g/ekor/hari lebih rendah dibandingkan dengan

yang dipelihara pada suhu lingkungan rendah yaitu sebesar 90-117g/ekor/hari.

Penurunan konsumsi ransum, antara lain disebabkan oleh meningkatnya konsumsi

air minum yang digunakan untuk mendinginkan suhu tubuh.

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan

untuk mengukur pertumbuhan. Menurut Bell dan Weaver (2002), peningkatan

bobot badan ayam broiler mingguan tidak terjadi secara seragam, setiap

(21)

pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ayam broiler yaitu galur ayam, jenis kelamin, dan

faktor lingkungan yang mendukung, sedangkan menurut Rasyaf (2002) bahwa

pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, suhu

lingkungan dan pemeliharaan. Pertambahan bobot badan ayam broiler yang diberi

ampas buah merah 1,5% selama 5 minggu pemeliharaan sebesar 1639,8 g/ekor

(Yuanita 2009).

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan antara konsumsi ransum dengan

pertambahan bobot badan dalam satu periode produksi (Anggorodi 1994). Angka

konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi pengunaan ransum. Semakin

rendah nilai konversi ransum maka semakin tinggi tingkat efisiensi pengunaan

ransum hingga semakin ekonomis. Menurut Lacy dan Vest (2000), faktor utama

yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, kualitas ransum, penyakit,

suhu, sanitasi kandang, ventilasi, pengobatan dan manajemen kandang.

Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa konversi ransum berguna untuk

mengukur produktivitas ternak. Semakin tinggi nilai konversi ransum

menunjukkan semakin banyak ransum yang dibutuhkan untuk meningkatkan

bobot badan persatuan berat.

Karkas

Karkas ayam pedaging sesuai (SNI 01-3924-1995) ialah bagian dari ayam

pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikeluarkan jeroan dan lemak

abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker).

Karkas merupakan bagian tubuh yang sangat menentukan dalam produksi

ayam pedaging. Produksi karkas berhubungan erat dengan bobot badan dan

besarnya karkas ayam pedaging cukup bervariasi. Perbedaan ini disebabkan oleh

ukuran tubuh, tingkat kegemukan dan tingkat perdagingan yang melekat pada

dada (Jull 1982). Persentase bobot karkas rata-rata ayam pedaging yang diberi

ransum komersial berkisar antara 68,04-71,80%, dengan konversi karkas antara

(22)

Indeks Performa (IP)

Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

dalam usaha ternak adalah dengan menghitung indeks performa. Menurut Bell

dan Weaver (2002) dalam mengukur efisiensi pertumbuhan ayam broiler dapat

dilihat dari: bobot badan siap potong, konversi ransum selama pemeliharaan

dan umur mencapai bobot badan yang dikehendaki. Nilai IP dipengaruhi oleh

bobot badan akhir, persentase ayam hidup, lama pemeliharaan dan nilai konversi

ransum. Standar indeks performa adalah 200. Semakin tinggi nilai IP maka

semakin baik efesiensi dalam mengkonversi pakan. CISF (2008) menyatakan

bahwa nilai indeks performa <180 (jelek), 181-195 (cukup), 196-210 (baik),

211-230 (baik sekali), 231-240 (istimewa), 241-250 (sangat istimewa), >250 (super

istimewa).

Suhu Tubuh Ayam

Suhu tubuh ayam tergantung dari besarnya ayam, semakin besar tubuhnya

akan menghasilkan panas lebih banyak dan ayam broiler umur 5-7 minggu sangat

peka terhadap stres panas. Keadaan sangat berbahaya bila suhu lingkungan

melebihi 30°C (86°F). Bila suhu tubuh mencapai 47°C (117°F), maka ayam akan

mati karena jantung gagal berfungsi. Bila suhu tubuh meningkat, ayam lebih

banyak minum, pernafasan meningkat (dari 20 menjadi 240 kali/menit) dan

kehilangan panas insensible (melalui penguapan air dari paru-paru pada saat

terengah-engah) akan meningkat secara nyata (Suprijatna et al. 2005).

Pada suhu lingkungan 34°C (93°F) dan kelembaban 40%, ayam akan

kehilangan 80% dari panas yang dihasilkan melalui penguapan. Pada suhu yang

sama dengan kelembaban 50%, maka hanya setengah dari panas yang dikeluarkan

melalui penguapan. Hal ini akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh ayam

(Suprijatna et al. 2005).

Bila udara sekitar basah (lembab), maka uap air yang dikeluarkan paru-paru

tidak dapat diserap sehingga ayam harus bernafas lebih cepat. Demikian juga bila

suhu udara luar tinggi, laju pernafasan ayam mungkin sudah kurang cepat untuk

membuang panas tubuh. Bila hal ini terjadi, suhu didalam tubuh akan terus naik

(23)

Tingkah Laku Ayam

Penelitian menunjukkan bahwa ayam memiliki kemampuan untuk

belajar, contoh nyata yaitu anak ayam mampu belajar menggenali tempat

ransum dan minum (Scanes et al. 2004). Lebih lanjut dikatakan kemampuan

mengingat ayam berdasarkan pengalaman dan pembelajaran yang

berulang-ulang. Penglihatan dan pendengaran merupakan indera perasa yang paling

cepat berkembang, keduanya memiliki peran penting pada tingkah laku sosial,

komunikasi dan respon pada pemangsa.

Pada kondisi lingkungan alaminya sangat penting bagi unggas untuk

mempertahankan kondisi bulunya dan cara ini diperoleh dengan melakukan

preening. Tingkah laku ini dapat dilakukan pada tempat yang sempit atau pada

kandang dengan kepadatan tinggi dengan tujuan untuk menyebarkan minyak

dari kelenjar uropygial yang terletak di pangkal ekor menggunakan paruhnya

ke seluruh bulunya (Appleby et al. 2004).

Tingkah laku agresif pada ayam adalah termasuk sifat kanibalisme

ataupun mematuk. Tingkah laku ini ditunjukkan oleh sekelompok ayam yang

dikandangkan bersama dan terjadi perkelahian atau kondisi terancam, dan

ketika salah satu ayam yang menjadi pemenang maka ayam tersebut memiliki

kekuasaan untuk mematuk yang kalah (Scanes et al. 2004).

Ayam sebagai hewan homeotermik, memiliki kemampuan untuk

mempertahankan suhu tubuhnya relatif stabil pada suatu kisaran suhu yang sempit

walaupun terjadi perubahan yang besar pada suhu lingkungan (Hilman et al.

2000). Ketika berada pada suhu lingkungan panas atau aktivitas tinggi, suhu tubuh

akan meningkat 1-2oC sebagai panas tubuh. Panas tubuh tidak dapat terus

meningkat sebelum suhu tubuh dapat beradaptasi sampai batas yang dilaluinya.

Panas yang dirasakan oleh ayam berasal dari panas endogen dan panas

lingkungan. Panas endogen merupakan panas yang dihasilkan dari proses

metabolisme dalam tubuh, sedangkan panas lingkungan dipengaruhi oleh unsur

iklim makro yaitu suhu udara dan kelembaban udara. Ayam broiler tidak dapat

melepaskan diri dari suhu lingkungan yang panas sehingga ayam akan mengatur

panas endogen dalam tubuh. Hal ini dilakukan untuk mencegah penimbunan

(24)

laju pernafasan. Selain itu, ayam juga akan mengembangkan sayapnya atau

menjauhkan sayap dari badannya dalam usaha memperlebar permukaan tubuh

(dilatasi), jika cara ini masih belum dapat mengatasi cekaman panas maka ayam

akan mengurangi konsumsi ransumnya. Penurunan konsumsi ransum

menyebabkan pengurangan produksi panas endogen sehingga dapat mengurangi

cekaman panas dalam tubuh ayam broiler. Adaptasi ayam untuk memelihara

keseimbangan suhu tubuh pada suhu lingkungan tinggi adalah mengurangi

konsumsi ransum (Butcher & Miles 2003). Penurunan intake ransum

dimaksudkan agar sedikit nutrisi yang dimetabolisme, sehingga panas yang

dihasilkan oleh tubuh dapat berkurang. Hal ini dapat menimbulkan pertumbuhan

yang lambat (Butcher & Miles 2003). Ayam juga akan lebih sering minum untuk

mendinginkan suhu tubuhnya, hal ini menyebabkan konsumsi ransum ayam

menurun pada saat udara panas.

Ayam tidak mempunyai kelenjar keringat untuk membantu dalam

penghilangan panas tubuh. Ayam menghilangkan kelebihan panas tubuhnya

melalui 4 cara yaitu : radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi. Bila suhu

lingkungan berada diantara 28-35oC maka penghilangan panas melalui radiasi,

konduksi dan konveksi umumnya mampu untuk mempertahankan suhu tubuh

ayam. Penghilangan air dengan cara evaporasi permukaan kulit adalah suatu yang

sangat penting dalam upaya mentransferkan panas tubuh bila suhu lingkungan

melebihi suhu tubuh. Kondisi suhu lingkungan yang tinggi dengan kelembaban

tinggi akan mempercepat terjadinya kematian karena arus konveksi panas yang

dikeluarkan oleh ayam ke udara tidak mengalir dengan baik (Leeson & Summer

2004).

Defra (2005) menjelaskan, tanda klinis yang jelas dari heat stress adalah

panting/pernafasan cepat dan dangkal/hiperventilasi. Panting dilakukan untuk

pengeluaran panas dari kerongkongan dan sistem respirasi yang biasanya terjadi

ketika suhu diatas 30oC. Pernafasan yang cepat akan membuat aliran udara baru

masuk pada saluran pernafasan bagian atas yang dapat mendinginkan darah di

dalam mukosa. Panting memerlukan peningkatan aktivitas otot, menimbulkan

pertambahan kebutuhan energi sehingga terjadi penurunan efisiensi pengunaan

(25)

pengeluaran CO2 dari paru-paru akan menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi

bikarbonat sebagai kompensasi. Panting atau hiperventilasi merupakan salah satu

respon ayam broiler yang nyata akibat stres cekaman panas dan juga mekanisme

evaporasi melalui saluran pernafasan. Panting adalah metode utama untuk

mengeluarkan air dan penghilangan panas pada ayam dengan cara membuka

mulut dan tampak terengah-engah (Scanes et al. 2004). Frekuensi panting akan

meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu lingkungan (Hasan 2006). Ayam

broiler mulai panting pada kondisi suhu lingkungan 29oC atau ketika suhu tubuh

ayam mencapai 42oC (Bell & Weaver 2002).

Rasio Heterofil-Limfosit

Heterofil merupakan leukosit pilymorphonuklear-pseudoesinophilic

granulosit. Granul dan heterofil berbentuk batang atau kumparan. Leukosit ini

intinya terkadang jelas berwarna merah tua dan granul seperti bola (Bacha &

Linda 2000). Heterofil banyak terdapat pada peredaran darah perifer pada

beberapa jenis unggas. Heterofil cenderung bulat dengan sitoplasma yang

berwarna lebih muda yaitu eosinofilik. Heterofil tua mempunyai inti berlobus

(biasanya dua atau tiga lobus) yang kasar, kromatin berumpun yang berwarna

ungu. Inti heterofil hampir sebagian tertutup oleh granul sitoplasma (Champbell

1995).

Limfosit adalah leukosit dengan jumlah paling banyak pada ayam dan

ukurannya bervariasi dari yang kecil sampai yang besar seperti pada mamalia

(Bacha & Linda 2000). Sel ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu kecil, sedang

dan besar, tetapi yang banyak di peredaran darah adalah yang berukuran kecil dan

sedang (Champbell 1995). Limfosit mempunyai inti bulat dan beberapa tepinya

berlekuk (Samuelson 2007). Pola kromatinnya cukup kasar dan menyatu (Bacha

& Linda 2000). Menurut Tizard (1982) limfosit memiliki fungsi kompleks dengan

fungsi utama yaitu memproduksi antibodi (limposit B) atau sebagai sel efektor

khusus yang menangani antigen yang melekat pada makrofag (limfosit T).

Stres diketahui dapat meningkatkan sel-sel heterofil dan menurunkan

jumlah sel-sel limfosit sehingga rasio antara heterofil dan limfosit meningkat

(Aengwanich & Chinrasri 2003). Selain itu stres dapat menurunkan titer

(26)

virus. Disamping itu, stres juga menaikkan jumlah heterophil sehingga

meningkatkan resistensi terhadap infeksi kuman. Peningkatan rasio

heterofil-limfosit selalu digunakan sebagai indikator yang akurat akibat cekaman panas

yang kronis pada ayam (Bedanova et al. 2003).

Buah Merah (Pandanus conoideus)

Buah merah merupakan tanaman yang tumbuh di Papua dan dapat

ditemukan di kota Jayawijaya, Manokwari, Timika, Nabire dan Sorong. Buah

merah dapat tumbuh di hutan tropis dan tumbuh di daerah pegunungan dengan

ketinggian sekitar 2000-3000 meter di atas permukaan laut di Papua.

Kultivar buah berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup daun buah. Buah

merah sendiri panjang buahnya mencapai 55 cm, diameter 10-15 cm dan bobot

2-3 kg. Warnanya saat matang berwarna merah marun terang, walau sebenarnya ada

jenis lain yang berbuah berwarna coklat dan coklat kekuningan.

Tabel 1 Kandungan senyawa aktif buah merah

Senyawa aktif Jumlah

Di Papua buah merah dimanfaatkan sebagai ransum ternak, khususnya babi.

Bagi masyarakat di Wamena, buah merah disajikan untuk makanan pada pesta

adat bakar batu. Namun, banyak pula yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara

tradisional, buah merah dari zaman dahulu secara turun-temurun sudah

dikonsumsi karena banyaknya khasiat dalam menyembuhkan berbagai macam

penyakit seperti mencegah penyakit mata, cacingan, kulit dan meningkatkan

(27)

Universitas Cendrawasih melakukan penelitian tentang buah merah untuk

pengobatan alternatif.

Menurut Budi dan Paimin (2005) bahwa potensi kandungan yang

diunggulkan di dalam sari buah merah diantaranya antioksidan. Warna merah

pada buah merah ini adalah karotenoid dan tokoferol. Kadar karotenoid pada buah

merah sangat tinggi yaitu 12.000 ppm, sedangkan kandungan tokoferolnya adalah

11.000 ppm. Komposisi senyawa aktif dari buah merah dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil penelitian Surono et al. (2008) terhadap ekstrak minyak buah merah

menunjukkan bahwa kandungan antioksidan berupa alfa-karoten, beta-karoten,

beta cryptoxanthin dan alfa tokoferol sekitar 94%, sisanya sekitar 5% adalah

karbohidrat dan tidak ditemukan adanya protein. Tokoferol, alfa tokoferol dan

beta-karoten, berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal

bebas.

Buah merah juga mengandung bahan alami. Buah merah tidak mengandung

toksin dan efek samping. Beberapa orang akan menjadi diare setelah

mengkonsumsi buah merah, tapi keadaan seperti ini merupakan suatu hal yang

baik karena merupakan proses detoksifikasi. Beberapa diantaranya juga menjadi

lemah, demam dan mengantuk.

Menurut Budi dan Paimin (2005), pemberian sari buah merah melalui

ransum yang diberikan pada ayam petelur dan pedaging diperoleh hasil yang

cukup baik. Pada ayam petelur, terjadi peningkatan volume kuning telur dan

warna lebih merah setelah tiga hari pemberian. Pada ayam pedaging, pemberian

sari buah merah mampu menekan pembentukan lemak pada ayam, sehingga lebih

mendorong pada pembentukan daging.

Ampas buah merah adalah produk samping dari proses ekstraksi buah

merah dalam pembuatan sari, jus atau minyak buah merah. Menurut Budi dan

Paimin (2005), proses ekstraksi buah merah adalah buah merah matang yang

dipisahkan dari empulurnya (bagian kayu dibagian tengah buah), kemudian

dipotong-potong dan dicuci sampai bersih. Daging buah dikukus diatas api sedang

selama 1-2 jam, setelah itu dipisahkan dari biji buah dengan cara diaduk dan

diperas. Air ditambahkan hingga ketinggian 5 cm di atas permukaan bahan dan

(28)

dengan api sedang selama 5-6 jam sambil diaduk sampai muncul minyak

berwarna kehitaman di permukaan bahan. Setelah didiamkan selama satu hari,

akan terbentuk tiga lapisan, yaitu air lapisan bawah, ampas lapisan tengah dan

minyak di lapisan atas. Hasil samping dari proses ekstraksi buah merah di bagian

tengah inilah yang dinamakan ampas buah merah (Budi & Paimin 2005).

Kandungan nutrisi dan senyawa aktif ampas buah merah ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan nutrisi dan senyawa aktif ampas buah merah

Nilai nutrisi Jumlah

(29)

Pemberian ampas buah merah sebesar 1,5% dapat meningkatkan bobot badan,

indeks performa, bobot akhir dan persentase karkas ayam broiler. Pemberian

ampas buah merah juga dapat meningkatkan kualitas daging ayam broiler,

terutama kandungan karotenoid dan tokoferol serta menurunkan asam lemak

jenuh. Pemberian ampas buah merah dalam jangka waktu 7 hari mampu

meningkatkan produksi butir darah putih, namun pemberian ampas buah merah

secara terus-menerus selama 28 hari cenderung menekan produksi butir darah

putih dan menyebabkan stres pada ayam broiler.

Pemberian ampas buah merah pada ayam petelur sebagai imbuhan pakan

dapat diberikan sampai 4%. Hasilnya menunjukkan performa yang baik dengan

produksi telur 85%, mortalitas 0%, meningkatkan titer antibodi serta

menunjukkan pertumbuhan sel-sel limpoid aktif organ hati, ginjal, limfa dan ovari

(Imam Rahayu, unpublish)

Karotenoid dan Tokoferol

Buah merah mengandung zat aktif, diantaranya karotenoid, betakaroten,

tokoferol dan asam lemak tak jenuh. Disamping itu buah merah juga mengandung

komposisi nutrisi yang lengkap dalam dosis yang tinggi, seperti kalsium yang

memiliki khasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Tokoferol yang ada di dalam buah merah tersebut adalah vitamin E alami

yang bisa mengencerkan darah. Vitamin E berfungsi sebagai zat anti penuaan,

antioksidan kedua, meningkatkan imun dalam tubuh dan mencegah kerusakan

radikal bebas.

Karotenoid dan tokoferol (vitamin E), seperti yang terkandung dalam ampas

buah merah berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas

(Budi & Paimin 2005). Penambahan alfa tokoferol sebesar 160-200 mg/kg dalam

ransum meningkatkan perlindungan lemak terhadap oksidasi lemak dan

kandungan alfa tokoferol dalam karkas (Surai & Sparks 2000). Tokoferol (vitamin

E) dapat menguatkan dinding kapiler pembuluh darah dan mencegah terjadinya

hemolisis sel darah merah (Wahyu 2004) serta berperan dalam pembentukan sel

darah merah (Winarno 2008). Pemberian vitamin E sebanyak 250 mg pada ayam

petelur dapat mengurangi dampak stres panas (Bollengier-Lee et al. 1999).

(30)

lemak peroksida dan radikal bebas sehingga mengurangi dampak stres lingkungan

pada ayam petelur.

Betakaroten dan tokoferol merupakan kandungan utama mencegah stroke

dan penyakit jantung koroner. Betakaroten juga dapat menghilangkan

bintik-bintik di dalam pembuluh arteri. Betakaroten dapat melindungi sirkulasi darah

dari jantung ke otak. Tokoferol berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol

(LDL) dan meningkatkan HDL. Adanya sinergi antara betakaroten dan tokoferol,

maka penderita penyakit jantung dan stroke dapat disembuhkan dengan cara bisa

bernafas dengan lancar, detak jantung menjadi normal dan tekanan darah juga

menjadi normal (Budi & Paimin 2005).

Beberapa peneliti menyatakan bahwa senyawa antioksidan betakaroten

mampu meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan limfa (Haq et al. 1996) dan

vitamin E mampu meningkatkan kekebalan humoral (Boa-Amponsem et al. 2001)

serta meningkatkan status antioksidan ayam (Surai et al. 1999).

Suhu Kandang

Pada ayam, untuk dapat bertumbuh dan berkembang secara optimal

diperlukan suatu keadaan suhu dalam batasan zona lingkungan tertentu untuk

dapat hidup dalam suasana nyaman. Batas zona lingkungan yang diperlukan ayam

ini disebut dengan daerah suhu nyaman atau thermoneutral zone (Defra 2005).

Menurut Borges et al. (2004), zona suhu netral ayam broiler untuk pertumbuhan

berkisar antara 20-25°C dengan kelembaban berkisar antara 50-70%, hal ini

tergantung pada jenis dan umur ayam. Pada zona ini produktivitas ayam mencapai

titik optimum sesuai dengan potensi genetiknya (Kusnadi, 2004). Ayam

sebenarnya merupakan hewan homeotermik yang memiliki kemampuan untuk

mempertahankan suhu tubuhnya relatif stabil pada suatu kisaran suhu yang sempit

walaupun terjadi perubahan yang besar pada suhu lingkungan (Hillman et al.

2000). Ketika berada pada suhu lingkungan panas atau aktivitas tinggi, suhu tubuh

akan meningkat 1-2oC sebagai panas tubuh. Panas tubuh tidak dapat terus

meningkat sebelum suhu tubuh dapat beradaptasi sampai batas yang dilaluinya.

Ayam merupakan hewan yang tidak memiliki kelenjar keringat sehingga

pelepasan panas tubuh melalui permukaan kulit menjadi sangat terbatas.

(31)

menyebabkan ayam menderita cekaman dan hal ini dapat terjadi pada berbagai

tingkat umur. Ayam termasuk jenis hewan yang sangat rentan terhadap

peningkatan suhu lingkungan (Dawson & Whittow 2000; Defra 2005).

Ain Baziz et al. (1996) dan Cooper dan Washburn (1998) melaporkan,

bahwa cekaman panas nyata menurunkan pertambahan bobot badan dan konsumsi

pakan serta meningkatkan FCR (Feed Conversion Ratio). Geraert et al. (1996)

dan Al-Batshan (2002) serta Pope dan Emmert (2002), juga melaporkan bahwa

cekaman panas nyata menurunkan bobot hidup, pertambahan bobot badan dan

konsumsi pakan ayam broiler.

Salah satu adaptasi untuk memelihara keseimbangan tubuh pada suhu

lingkungan tinggi adalah mengurangi konsumsi pakan. Penurunan intake pakan

dimaksudkan agar sedikit nutrisi yang dimetabolisme, sehingga panas yang

dihasilkan oleh tubuh dapat berkurang. Hal ini dapat menimbulkan efek negatif

berupa pertumbuhan yang lambat (Butcher dan Miles 2003).

Cekaman panas menyebabkan adanya gangguan keseimbangan hormonal

pada ayam broiler. Pada kondisi stres, ayam broiler akan meningkatkan sekresi

hormon kortikosteron dari kelenjar adrenal. Dijelaskan pula bahwa hormon

kortikosteron ini berfungsi untuk merombak protein dalam sel otot menjadi

glukosa, proses ini dinamakan glukoneogenesis yang merupakan mekanisme

metabolis umum dalam mengatasi stres untuk kembali ke keadaan homeostatis.

Frandson (1994) menyatakan, bahwa stres yang bersifat fisik dan emosional

cenderung menghambat sekresi kelenjar tiroid.

Menurut Dawson dan Whittow (2000) upaya untuk mempertahankan sistem

homeostatis pada kondisi cekaman panas adalah mengeluarkan panas pada

kecepatan yang terkontrol. Pengeluaran panas pada permukaan tubuh dengan

melebarkan pembuluh darah di kulit, pial dan jengger dan dilanjutkan melalui cara

radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi disebut sebagai vasodilatasi.

Mekanisme vasodilatasi adalah adanya penghambatan pusat simpatis hipotalamus

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2010, di kandang

percobaan blok B (unggas), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternak

Fakultas Peternakan IPB. Analisis bahan pakan dan ransum yang digunakan

dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.

Analisis darah dilakukan di Laboratorium Fisiologi Depertemen Ilmu Penyakit

Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Materi Penelitian

Ternak

Penelitian ini menggunakan 240 ekor DOC (day old chick) ayam broiler

strain Cobb. Ayam penelitian ditempatkan dalam 3 kandang yang memiliki suhu

berbeda.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem litter, yang terdiri

atas 6 unit yang masing-masing dibagi 4 sekat sebagai ulangan yaitu :

K1 : Kandang normal (sesuai dengan keadaan lingkungan, suhu berkisar,

28,9±1,0oC)

K2 : Kandang panas (diberi pemanas, suhu berkisar, 31,4±1,0oC)

K3 : Kandang nyaman (diberi pendingin ruangan, suhu berkisar, 24,6±1,0oC)

Masing-masing unit dibagi 4 petak kandang dengan ukuran panjang x lebar

sebesar 1 x 1 meter. Kandang dilengkapi dengan tempat ransum berupa nampan

untuk ayam sampai umur 1 minggu. Selanjutnya tempat ransum gantung

digunakan untuk ayam umur di atas 1 minggu sampai panen dan tempat minum

berukuran 10 liter. Sampai umur 1 minggu anak ayam diberikan pemanas dengan

menggunakan lampu bohlam berkekuatan 40 watt. Setelah itu ayam diperlakukan

sesuai dengan kandang perlakuan. Lampu digunakan sebagai penerang pada

malam hari. Pada kandang panas dan sejuk diberi exhaust fan untuk sirkulasi

udara mengeluarkan CO2 dari dalam kandang. Peralatan lain yang digunakan

adalah AC, heater, terpal, tempat penampung air, ember, plastik ransum,

(33)

basah, termometer rektal, pisau, mesin pencabut bulu (plucker), talam, plastik

pengepakan, selang dan baskom.

Ampas Buah Merah

Ampas buah merah berasal dari produk akhir proses ekstraksi buah merah

dalam pembuatan sari atau minyak buah merah yang diperoleh langsung dari

Papua.

Ransum Percobaan

Ransum pada penelitian ini terdiri atas ransum basal ayam broiler yang

diproduksi oleh pabrik pakan ternak PT Charoen Pokphand Indonesia ditambah

dengan 1,5% ampas buah merah sebagai feed additive. Adapun kandungan nutrisi

ransum ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji proksimat kandungan nutrisi ransum penelitian*

Nilai nutrisi Ransum Starter Ransum Finisher

Bahan Kering (%)

*) Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB, 2010

Metode Penelitian

Persiapan Penelitian

Sebanyak 240 ekor anak ayam umur sehari (DOC) strain Cobb dibagi

secara acak dalam 3 kandang yaitu K1 (suhu normal), K2 (suhu panas) dan K3

(suhu nyaman) masing-masing kandang dibagi 2 taraf waktu pemberian ampas

buah merah yaitu W1 (ayam periode starter umur 1 sampai 21 hari dan W2 ayam

periode finisher umur 22 sampai 42 hari). Masing-masing perlakukan terdiri 4

ulangan dan setiap unit percobaan terdiri atas 10 ekor ayam yang telah ditimbang

untuk mengetahui bobot awal dan di tempatkan pada satu petak kandang dengan

(34)

DOC ayam broiler yang digunakan telah mendapatkan vaksinasi (ND, IBD,

ND-IBL) dari breeder.

Pelaksanaan Penelitian

Pada awal penelitian ayam ditimbang kemudian diacak dan ditempatkan

pada masing-masing kandang (Gambar 1). Setiap satu minggu dilakukan

penimbangan ayam untuk mengukur pertambahan bobot badan. Pengukuran suhu

tubuh dan pengambilan darah untuk pemeriksaan rasio heterofil-limfosit

dilakukan pada minggu ke-2, 4 dan 6. Sampel darah diambil melalui vena

brachialis di daerah sayap. Darah yang diambil digunakan sebagai sampel untuk

penentuan kadar heterofil dan limfosit. Ransum dan air minum diberikan ad

libitum dan dilakukan pengukuran sisa ransum dan air minum untuk mendapatkan

jumlah yang dikonsumsi. Pada akhir penelitian ayam ditimbang, kemudian

diambil sampel dua ekor per perlakuan ulangan, lalu dipotong untuk mengetahui

persentase karkas dan organ dalam ayam broiler. Selain itu juga diamati tingkah

laku ayam yang dilakukan pada minggu ke 2, 4 dan 6. Alur kegiatan dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1 Alur pelaksanaan kegiatan selama penelitian

Peubah dan Prosedur Pengukuran Parameter

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi performa ayam broiler

yaitu: konsumsi ransum dan air minum, pertambahan bobot badan, konversi

ransum, bobot badan akhir, persentase karkas, mortalitas, indeks performa,

persentase berat organ dalam dan suhu tubuh. Selain itu juga diamati rasio

heterofil-limfosit dan tingkah laku ayam yang meliputi pengamatan jumlah ayam

Persiapan Kandang Pengacakan Ayam Pencampuran Ransum

Pengamatan dan Pengukuran Parameter

Pemberian Ransum, Minum dan Vitamin

Pengukuran

(35)

yang makan, minum, berbaring, tidur, berdiri, berjalan, preening, pecking object,

pecking of bird dan panting.

1. Konsumsi ransum (g/ekor) dan air minum kumulatif (ml/ekor)

Rataan konsumsi ransum dan air minum setiap ayam pedaging diukur

berdasarkan selisih ransum dan air minum yang diberikan dengan sisa ransum

dan air minum yang diukur setiap minggu pada setiap unit percobaan.

Konsumsi ransum dan air minum kumulatif dihitung dari perjumlahan

konsumsi ransum dan air minum selama 6 minggu pemeliharaan.

2. Bobot badan akhir (g/ekor)

Bobot badan akhir didapat berdasarkan penimbangan bobot badan pada akhir

pemeliharaan.

3. Pertambahan bobot badan (g/ekor)

Pertambahan bobot badan setiap ayam broiler dihitung dari bobot badan pada

akhir pemeliharan dikurangi bobot badan awal.

4. Konversi ransum kumulatif

Konversi ransum kumulatif dihitung berdasarkan perbandingan antara

konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan selama penelitian.

5. Persentase karkas (%)

Persentase karkas dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot karkas

dengan bobot hidup ayam broiler pada akhir pemeliharaan dikalikan 100%.

Bobot karkas diperoleh berdasarkan bobot potong pada akhir pemeliharaan

dikurangi darah, bulu, kepala, kaki (shank), alat pencernaan dan organ-organ

tubuh bagian dalam kecuali ginjal dan paru-paru.

6. Mortalitas (%)

Mortalitas diperoleh berdasarkan perbandingan antara jumlah ayam yang mati

dengan jumlah ayam semula dikalikan 100%

7. Indek performa

Indek performa untuk ayam broiler diperoleh dari rumus (Bell & Weaver,

2004)

Bobot hidup rata-rata (kg) x % ayam hidup

IP = x 100%

(36)

8. Persentase organdalam (%)

Persentase organ dalam dihitung berdasarkan perbandingan antar bobot organ

dalam (hati, jantung, rempela, limfa, usus, empedu) dengan bobot hidup

ayam broiler pada akhir pemeliharaan dikalikan 100%.

9. Suhu tubuh (oC)

Pengukuran suhu tubuh/rektal ayam menggunakan termometer rektal.

Pengukuran dilakukan di daerah anus ayam broiler pada minggu ke 2, 4 dan

6.

10. Pengamatan tingkah laku ayam (%)

Pengamatan tingkah laku ayam dilakukan pada minggu ke 2, 4 dan 6 meliputi

pengamatan jumlah ayam yang makan, minum, berbaring, tidur, berdiri,

berjalan, preening, pecking object, pecking of bird dan panting. Pengamatan

tingkah laku dilakukan 3 kali yaitu pada pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB,

siang 12.00-13.00 WIB dan sore pukul 17.00-18.00 WIB dengan cara scan

sampling masing-masing kandang dilakukan pengamatan selama 2 x 1 menit.

(adopsi dari Soesanto, 2000).

11. Rasio heterofil dan limfosit

Pengamatan rasio heterofil-limfosit dilakukan pada minggu ke-2, 4 dan 6.

Heterofil dan limfosit ditentukan dengan metode preparat ulas dengan

pewarnaan Giemsa (Campbell, 1995).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial dengan dua faktor yaitu 3 (tiga) jenis

suhu kandang dan 2 (dua) periode waktu pemberian ampas buah merah, sehingga

terdapat 6 perlakuan masing-masing dengan 4 (empat) ulangan dan setiap ulangan

(37)

Yijk= µ + αi +βj+(αβ)ij+ εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan

ulangan ke-k

µ = Rataan umum

αi = Pengaruh faktor perlakuan ke-i βj = Pengaruhfaktor perlakuan ke-j αβij = Interaksi dari faktor i dan faktor j

εijk = Galat perlakuan

Data performa, organ dalam, suhu tubuh, dan rasio heterofil-limfosit

dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila ada perbedaan antara

perlakuan, diuji lanjut dengan uji Duncan’s multiple range test (DMRT) (Steel &

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Performa Ayam Broiler

Hasil penelitian selama 6 minggu pada ayam broiler yang diberi ampas

buah merah 1,5% dalam ransum yang dipelihara pada suhu kandang berbeda

terhadap performa ditampilkan pada Tabel 4. Hasil analisis statistik menunjukkan

tidak terdapat interaksi antara periode pemberian ampas buah merah dengan suhu

kandang pada pengamatan performa ayam broiler. Perlakuan suhu kandang

berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum, bobot badan akhir,

konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, dan indeks performa.

Konsumsi Ransum Kumulatif

Konsumsi ransum kumulatif merupakan jumlah ransum yang dimakan ayam

selama hidupnya yang digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhannya

(Wahyu 2004). Hasil analisis statistik menunjukkan suhu kandang berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum kumulatif. Pada suhu nyaman

(24,6±1,0oC) ayam broiler mengkonsumsi ransum paling banyak yaitu

4789,63 g/ekor diikuti suhu normal 4596,38 g/ekor dan suhu panas

4091,63g/ekor.

Bell dan Weaver (2002) melaporkan bahwa perbedaan konsumsi ransum

ternak dipengaruhi oleh bobot badan, tingkat produksi, tingkat cekaman, aktivitas

ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan kandang.

Tingginya suhu kandang menyebabkan turunnya konsumsi ransum ayam broiler.

Hal ini sesuai dengan pendapat Krogh (2000) yang menyatakan, bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah suhu lingkungan.

Menurunnya konsumsi ransum pada suhu kandang yang tinggi, tiada lain

merupakan usaha ayam dalam mengurangi penimbunan panas dalam tubuh, yang

biasanya diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan. Ampas buah merah yang

diberikan pada periode starter ataupun periode finisher tidak berpengaruh

terhadap konsumsi ransum kumulatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian

ampas buah merah tidak mempengaruhi palatabilitas ransum. Hasil ini sesuai

dengan penelitian Yuanita (2009) yang menyatakan palatabilitas ransum yang

(39)

Tabel 4 Performa ayam broiler yang diberi ampas buah merah 1,5% (42 hari)

Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). A,B,C

Pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

W1: pemberian ampas buah merah periode starter; W2: pemberian ampas buah merah periode finisher.

K1: kandang normal; K2: kandang panas; K3: kandang nyaman.

(40)

Tabel 4. memperlihatkan konsumsi ransum kumulatif ayam broiler yang

diberi ampas buah merah 1,5% pada periode finisher (W2) 0,64% lebih tinggi

dibandingkan pada periode starter (W1). Tingginya jumlah konsumsi ransum ini

disebabkan kecilnya dampak dari pengaruh suhu kandang pada kesehatan ayam

broiler pada saat periode finisher. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa

konsumsi ransum dipengaruhi oleh tingkat cekaman. Adanya kandungan

tokoferol, alfa tokoferol dan beta-karoten yang terkandung dalam ampas buah

merah yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas

dan meningkatkan daya tahan ternak sehingga kesehatan ayam lebih baik.

Kecilnya dampak yang diberikan ini kemungkinan disebabkan sedikitnya jumlah

ampas buah merah yang diberikan, sehingga belum memberikan pengaruh yang

nyata pada ayam broiler. Jumlah kandungan vitamin E (tokoferol) yang dapat

mengurangi dampak stres panas pada ayam petelur sebanyak 250 mg

(Bollengier-Lee et al. 1999), 250 mg vitamin E dan 30 mg zinc pada puyuh (Sahin et al.

2006).

Bobot Badan Akhir

Bobot badan akhir merupakan salah satu ukuran yang digunakan untuk

menilai keberhasilan suatu usaha ayam broiler. Bobot badan akhir akan

menentukan besarnya pendapatan petani yang diperoleh dari suatu usaha

peternakan. Hasil analisis statistik menunjukkan perlakuan suhu memiliki

pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot badan akhir ayam broiler

(Tabel 4). Bobot badan akhir ayam broiler lebih dipengaruhi jumlah konsumsi

ransum selama pemeliharaan. Konsumsi ransum dalam jumlah kecil

menyebabkan ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan ayam broiler juga terbatas,

sehingga bobot badan lebih rendah, diikuti dengan berkurangnya pertumbuhan

(Kusnadi 2004) Hal ini sesuai pendapat Pope dan Emmert (2002) yang

melaporkan, bahwa suhu panas nyata menurunkan konsumsi ransum dan bobot

hidup ayam broiler.

Pemberian ampas buah merah pada penelitian ini diharapkan mampu

mengurangi pengaruh suhu panas pada ayam broiler. Hal ini dapat dilihat dengan

tingginya bobot badan akhir ayam broiler walaupun pada suhu panas. Bobot

(41)

2243,56 g/ekor lebih rendah 5,36% dari kandang normal dan 21,07% dari

kandang nyaman. Bobot badan akhir pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan

dengan yang dilaporkan beberapa peneliti. Rataan bobot hidup ayam broiler umur

6 minggu yaitu 1579-1717 g/ekor (Al-Batshan 2002), 1850-1870 g/ekor (Pope &

Emmert 2002), 1059,99 g/ekor (Dewi 2007).

Adanya kandungan tokoferol dan beta-karoten pada ampas buah merah yang

berfungsi sebagai antioksidan yang diberikan baik pada periode starter maupun

periode finisher memberikan perlindungan terhadap kesehatan ayam broiler.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa senyawa antioksidan betakaroten mampu

meningkatkan proliferasi limfosit bursal dan limfa (Haq et al. 1996). Pemberian

tokoferol dapat menguatkan dinding kapiler pembuluh darah (Wahyu 2004) dan

mencegah terjadinya hemolisis sel darah merah dan mampu meningkatkan

kekebalan humoral (Boa-Amponsem et al. 2001), sehingga meningkatkan status

kesehatan ayam broiler.

Pertambahan Bobot Badan

Bell dan Weaver (2002) melaporkan peningkatan bobot badan ayam

broiler mingguan tidak terjadi secara seragam, setiap minggunya pertumbuhan

ayam mengalami peningkatan sehingga mencapai pertumbuhan maksimal,

setelah itu mengalami penurunan. Menurut Rasyaf (2002), pertumbuhan ayam

dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum, suhu lingkungan dan

pemeliharaan.

Uji statistik menunjukkan suhu kandang memberikan pengaruh yang sangat

nyata (P<0,01) terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. Pada suhu

nyaman, peningkatan bobot badan sebesar 445,88 g/minggu lebih tinggi dari suhu

normal yang hanya 422,75 g/minggu, sedangkan pada suhu panas hanya sebesar

367,13 g/minggu. Rendahnya pertambahan bobot badan ayam broiler pada

kandang normal dengan suhu berkisar 28,9±1,0oC dan kandang panas 31,4±1,0oC

disebabkan ayam pada kondisi ini telah mengalami stres panas. Hal ini sesuai

pendapat Austic (2000) yang menyatakan bahwa peningkatan suhu lingkungan

yang melebihi kisaran zona suhu nyaman menyebabkan cekaman (stres) pada

ayam broiler. Keadaan suhu nyaman untuk pertumbuhan berkisar antara 20-25°C

(42)

konsumsi ransum agar panas yang dihasilkan oleh tubuh dapat berkurang. Hal ini

menyebabkan lambannya pertumbuhan (Butcher & Miles 2003). Turunnya

produksi pada kondisi cekaman panas tersebut, diperkuat dengan berkurangnya

retensi nitrogen, sehingga dapat menurunkan daya cerna protein dan beberapa

asam amino (Tabiri et al. 2000), sehingga ayam yang mengalami cekaman panas

memiliki bobot yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Pope dan

Emmert (2002) yang melaporkan bahwa suhu panas nyata menurunkan bobot

hidup dan pertambahan bobot badan ayam broiler.

Hasil penelitian menunjukkan rataan pertambahan bobot badan perminggu

terlihat terus meningkat seiring bertambahnya waktu pemeliharaan, namun

menurun pada minggu ke-6. Suhu lingkungan pada awal pemeliharan terlihat

tidak memberikan perbedaan pada pertumbuhan ayam broiler, ini dikarenakan

suhu kandang masih pada kisaran nyaman. Pada akhir minggu ke-2 hingga

minggu ke-6 terlihat jelas pengaruh suhu terhadap pertambahan bobot badan ayam

broiler. Pada saat ini batas suhu nyaman untuk pertumbuhan ayam telah

terlampaui sehingga terlihat bahwa ayam pada kandang panas memiliki

pertambahan bobot badan yang rendah.

Gambar 2 Pertambahan bobot badan (PBB) ayam broiler per minggu.

Keterangan : huruf super skrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (P<0,01)

K1 : Kandang normal suhu (28,9±1,0oC) K2 : Kandang panas suhu (31,4±1,0oC) K3 : Kandang nyaman suhu (24,6±1,0oC)

W1 : Pemberian ransum basal + 1,5% ampas buah merah pada periode starter

W2 : Pemberian ransum basal + 1,5% ampas buah merah pada periode finisher

(43)

Pada Gambar 2 terlihat bahwa pertumbuhan tiap minggu terus meningkat

walau tidak seragam tetapi menurun pada minggu ke-6, hal ini disebabkan

pertumbuhan ayam telah sampai tahap maksimal. Bell dan Weaver (2002)

menyatakan bahwa peningkatan bobot ayam mingguan tidak terjadi secara

seragam, setiap minggu pertumbuhan ayam broiler mengalami peningkatan

hingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan.

Pemberian ampas buah merah tidak berpengaruh terhadap pertambahan

bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ampas buah merah pada

periode starter maupun pada periode finisher dapat mengurangi terjadinya

gangguan pada proses pencernaan yang disebabkan stres pada suhu panas. Selain

itu pemberian ampas buah merah juga dapat memperluas permukaan villi usus

halus pada ayam broiler. Semakin luas permukaan villi usus semakin besar

peluang terjadinya absorsi pada saluran cerna (Yuanita 2009). Adanya kandungan

zat aktif betakaroten (vitamin A) dalam ampas buah merah mempunyai fungsi

mempercepat pertumbuhan dan memelihara membran mukosa yang normal

(Wahyu 2004). Karotenoid dan tokoferol (vitamin E) terbukti mampu mengurangi

efek cekaman panas yang dapat menurunkan performa pada ayam broiler (Sahin

et al. 2001).

Konversi Ransum Kumulatif

Konversi ransum kumulatif ayam broiler dipengaruhi jumlah konsumsi

ransum dan pertambahan bobot badan. Analisis statistik menunjukkan tidak ada

interaksi antara suhu dan waktu pemberian ampas buah merah. Suhu dan periode

pemberian juga tidak berpengaruh terhadap konversi ransum selama penelitian

(Tabel 4).

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum kumulatif pada kandang

panas dan normal yang rendah menyebabkan bobot akhir ayam rendah, sedangkan

konsumsi ransum kumulatif pada kandang nyaman yang tinggi menghasilkan

bobot akhir yang tinggi. Nilai konversi ransum kumulatif tertinggi yaitu pada

kandang panas sebesar 1,82 sedangkan nilai konversi ransum kumulatif terendah

pada kandang nyaman 1,77. Nilai ini masih mendekati standar Charoen Pokphand

(2005) yang menyatakan konversi ransum ayam broiler umur 6 minggu sebesar

Gambar

Tabel 2 Kandungan nutrisi dan senyawa aktif ampas buah merah
Tabel 6 Persentase berat organ dalam ayam broiler selama penelitian
Tabel 8 Tingkah laku ayam broiler selama penelitian (%)
Tabel 9  Rasio heterofil-limfosit ayam broiler selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pelaksanaan kegiatan orientasi lapangan dan identifikasi hak – hak pihak ketiga pada kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari data primer berupa titik

Sanksi pelanggaran disiplin yang berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permohonan sendiri sebagai pegawai, ditetapkan dengan keputusan Pengurus BPH atas usul Rektor

Pendekatan analisa teknikal belum tentu cocok bagi semua investor, pembaca disarankan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri mengenai analisa investasi yang

Perkiraan Tanggal Terakhir perdagangan IDKM di Bursa 24 April 2013 Tanggal Efektif Penggabungan 01 Mei 2013 Perkiraan Tanggal Perdagangan saham di Bursa hasil Penggabungan 06

Semakin tinggi kadar asam lemak bebas dalam CPO maka akan semakin buruk kualitas minyak sawit mentah tersebut,sebaliknya semakin rendah kadar asam lemak bebas pada CPO maka

Rata- rata nilai kerjasama pada saat pretest dan post-test menunjukkan rata- rata peningkatan sebesar 2,5, dan nilai rata-rata pre- test hasil belajar siswa tunarungu berada

Pendapatan kotor merupakan penerimaan usaha pengolahan buah nenas menjadi keripik nenas dihitung dari jumlah produksi yang dihasilkan dikalikan dengan harga.. Penerimaan

Dari hasil analisis terghadap tingkat kesukaran soal Uji Kompetensi Laboratorium (UKL) pada kegiatan Pekan Raya Biologi (PRB) 2016 dapat dikatakan bahwa soal