• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Ibu Rumah Tangga Responden (X1)

Menurut Krech dan Cruthcfield (Rakman, 1996), perbedaan persepsi bisa terjadi karena salah satunya dipengaruhi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimulasi yang diterima. Karakteristik responden dalam penelitian ini disebut profil ibu rumah tangga yaitu: umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi pendidikan non formal, tingkat pendapatan dan tingkat pengetahuan ibu rumah tangga.

Umur Ibu Rumah Tangga Responden (X1.1)

Umur rata-rata ibu rumah tangga responden ditiga daerah penelitian yaitu Desa Sunten Jaya, Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot adalah 38 tahun, dengan variasi mulai dari 19 tahun sampai dengan 65 tahun. Persentase terbesar (35.85 persen) ibu rumah tangga responden masuk dalam kategori usia tua (43 - 65 tahun) hal ini tampak berbeda hasil dari 3 daerah penelitian yaitu pada Desa Sunten Jaya 73.08 persen berusia muda, Kelurahan Lebak Siliwangi 50 persen berusia dewasa sedangkan Desa Dayeuh Kolot 45 persen berusia tua. Tabel 3. Persentase responden menurut umur di tiga wilayah penelitian

Kategori Sunten Jaya Lebak Siliwangi Dayeuh Kolot Total

n % n % n % n %

Muda 19 73.08 2 10 13 21.67 34 32.08

Dewasa 4 15.38 10 50 20 33.33 34 32.08

Tua 3 11.54 8 40 27 45 38 35.85 Total 26 100 20 100 60 100 106 100

Menurut Silaen (1998), semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru. Berdasarkan penggolangan umur Badan Pusat Statistik (BPS) 2009, sebagian besar responden tergolong dalam usia produktif. Kondisi ini menunujukan bahwa responden secarafisik masih mampu untuk mealakukan kegiatan kelompok peduli lingkungan. Responden usia produktif memiliki kemapuan bekerja dan berfikir yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak produktif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin matang usia seseorang maka akan semakin mudah dalam menerima suatu inovasi untuk perkembangan kelompok peduli lingkungan yang lebih baik dari sebelumnya.

Tingkat Pendidikan Formal (X1.2)

Pangestu (1995) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah memberi informasi dan pembinaan. Selain itu ia juga menyebutkan bahwa semakin tinggipendidikan seseorang maka tingkat partisipasinya semakin rendah, karena semakin banyak alternatif baginya untuk mencari kegiatan di luar suatu kegiatan. Individu yang berpendidikan tinggi relative lebih cepat dalam menyerap informasi.

33 Tingkat pendidikan formal sangat penting bagi ibu rumah tangga, karena ini merupakan landasan pengetahuan yang akan membantu ibu rumah tangga dalam pengambilan keputusan serta dalam menyelesaikan berbagai masalah yang di hadapi. Tingkat pendidikan yang baik dapat meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan tingkat ketepatan penilaian yang berdampak pada partisipasi ibu rumah tangga terhadap kelompok peduli lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007), bahwa dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan pengetahuan responden tentang pentingnya pengelolaan sampah. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin rendah juga pola pikirnya dalam hal pengelolaan sampah. Selain itu Johanto (2010) berdasarkan hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa modal pendidikan dapat mengubah tingkat kesadaran manusia terhadap ekologinya, dapat mendorong keinginan untuk maju dan merubah kehidupannya untuk lebih baik. Tentu hal tersebut akan berpengaruh terhadap cara ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah. Persentase ibu rumah tangga menurut pendidikan formal disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan formal

No Kategori Sunten Jaya Lebak Siliwangi Dayeuh Kolot Total

n % n % n % n % 1 Rendah (tidak sekolah-SD) 17 65.38 5 25 11 18.33 33 31.13 2 Sedang (SMP-SMA) 9 34.62 13 65 48 80 70 66.04 3 Tinggi (Diploma-Sarjana) 0 0 2 10 1 1.67 3 2.83 Total 26 100 20 100 60 100 106 100

Terdapat perbedaan tingkat pendidikan formal di tiga daerah penelitian. Daerah Sunten Jaya tingkat pendidikan lebih rendah dari Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot. Hasil survei dan observasi lapangan ditemukan bahwa remaja di Desa Sunten jaya banyak yang melakukan pernikahan dini sehingga mereka tidak terlalu mengutamakan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya faktor ekonomi.

Tingkat Pendidikan Non Formal (X1.3)

Menurut Siagian (2011), salah satu cara untuk mengubah potensi seseorang menjadi kemapuan nyata yaitu melalui pendidikan dan pelatihan. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis.

Hasil analisi disetiap daerah penelitian hampir sama, yaitu menunjukan bahwa kebanyakan ibu rumah tangga tidak pernah mengikuti pendidikan non formal selama dua tahun terakhir. Kebanyakan dari mereka adalah ibu rumah tangga yang bukan anggota kelompok peduli ingkungan, artinya semakin sedikit responden yang tidak mengikut pelatihan/kursus tentang peduli lingkungan, maka semakin sedikit ilmu yang didapat responden sehingga berpengaruh terhadap kesadaran responden akan pentingnya kelompok peduli lingkungan.

34

Tabel 5. Persentase ibu rumah tangga menurut frekuensi pendidikan non formal

Kategori Sunten Jaya Lebak Siliwangi Dayeuh Kolot Total

n % n % n % n % Rendah (tidak pernah) 17 65.38 55 75 40 66.67 72 67.92 Sedang (1-2 kali) 7 26.92 2 10 13 21.67 22 20.75 Tinggi (≥ 3 kali) 2 7.69 3 15 7 11.67 12 11.32 Total 26 100 20 100 60 100 106 100

Banyak faktor ibu rumah tangga untuk tidak mengikuti pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan, kelompok belajar dan sejenisnya, salah satunya yaitu kesempatan waktu yang kurang, akses informasi tentang pelatihan terbatas, kondisi konflik sosial dilingkungan setempat yang mempengaruhi kemauan ibu rumah tangga untuk ikut kegiatan publik.

Tingkat Pendapatan Ibu Rumah Tangga (X1.4)

Pendapatan ibu rumah tangga responden dihitung berdasarkan jumlah pendapatan rata-rata yang diperoleh responden dalam satu bulan yang diukur dalam satuan rupiah berdasarkan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). UMK perbulan Kota Bandung tahun 2015 adalah Rp 2.310.000. Menurut Budiman dkk (2013), pendapatan keluarga masyarakat juga akan mempengaruhi terhadap kreatifitas dan pengorbanan keluarga tersebut terhadap aktifitas atau kegiatan dalam menjaga dan mengelola lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Hasil analisis menunjukan bahwa pendapatan ibu rumah tangga tergolong kategori sedang (Rp 736.000 – Rp 1.432.000 per bulan) namun masih dibawah UMK. Tingkat pendapatan ibu rumah tangga responden berfariasi baik ibu rumah tangga anggota kelompok peduli lingkungan maupun yang bukan anggota kelompok peduli lingkungan di tiga daerah penelitian. Persentase responden di tiga daerah penelitian menurut tingkat pendapatan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Persentase ibu rumah tangga responden menurut tingkat pendapatan

Kategori Sunten Jaya Lebak Siliwangi Dayeuh Kolot Total

n % n % n % n % Rendah (≤ Rp 735.000) 8 30.77 4 20 13 21.67 72 23.58 Sedang (Rp 736.000 – Rp 1.432.000) 9 34.62 6 30 39 65 22 50.94 Tinggi (≥ Rp 1.433.000) 9 34.62 10 50 8 13.33 12 25.47 Total 26 100 20 100 60 100 106 100

Tingkat pendapatan responden di Kelurahan Lebak Siliwangi dominan lebih tinggi dari wilayah penelitian lainnya karena kelurahan ini terletak di kota yang memiliki potensi lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik bagi warga sekitarnya. Menurut Budiman (2013), pendapatan keluarga masyarakat akan mempengaruhi kreatifitas dan pengorbanan keluarga tersebut terhadap aktifitas atau kegiatan dalam menjaga dan mengelola lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

35 Tingkat Pengetahuan Ibu Rumah Tangga

tentang Peduli Lingkungan (X1.5)

Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga responden terhadap peduli lingkungan dilihat melalui beberapa indikator pertanyaan yaitu: jenis sampah yang diketahui oleh ibu rumah tangga responden, dampak yang ditimbulkan sampah yang tidak dikelola dengan baik, penerapan sistem pengelolaan sampah yang baik sesuai dengan sistem 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) dan pendapat ibu rumah tangga responden sekitar sampah di tiga daerah penelitian. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Al Muhdar (1998) bahwa tingkat pengetahuan lingkungan yang dimiliki oleh Ibu-ibu rumah tangga sangat berpengaruh terhadap cara pengelolaan sampah, sehingga semakin tinggi pengetahuan lingkungan yang dimiliki, maka semakin baik pula cara pengelolaan sampah.

Adanya pengetahuan seseorang tentang suatu hal akanmenyebabkan seseorang memiliki sikap tertentu, dari sikap yang ada akan terbentuk minat dan minat menentukan realisasi perilaku seseorang. Sikap yang baik (positif) terhadap pengelolaan sampah, didukung oleh pengetahuan lingkungan relatif baik (Johanto, 2010). Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sampah dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana pemahaman masyarakat berkaitan pengelolaan sampah, terutama dalam hal melakukan pemilahan, pemanfaatan dan pemusnahan sampah. Hasil analisis persentase pengetahuan yang benar ibu rumah tangga responden terhadap peduli lingkungan disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Persentase pengetahuan yang benar ibu rumah tangga terhadap pengeloaan sampah dan lingkungan.

No Pengetahuan IRT Ttg Sampah Sunten Jaya (%)

Lebak Siliwangi (%)

Dayeuh Kolot (%) 1 Jenis sampah yang diketahui 76.92 100 98.33 2 Dampak yang ditimbulkan

sampah yang tidak dikelola dengan baik

53.85 100 86.67

3 Penerapan sistem pengelolaan sampah yang baik:

(1) Reduce (2) Reuse (3) Recycle 15.38 11.54 11.54 15 20 50 3.33 11.67 16.67 4 Menyadari ada pencemaran di

setiap daerah penelitian akibat perilaku pengelolaan sampah ygang tidak tepat

30.77 45 83.33

5 Kesadaran perlunya hidup bersih

mulai dari sendiri 46.15 100 98.33 6 Semua pihak wajib menjaga

lingkungan bersih 61.54 95 95

Ket: persentase yang ditampilkan hanya pengetahuan ibu rumah tangga yang benar

Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan lingkungan yang dimiliki oleh ibu-ibu rumah tangga mempengaruhi cara pengelolaan sampahnya. Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga terhadap peduli lingkungan di Desa Sunten Jaya masih tergolong rendah, sedangkan pengetahuan ibu rumah tangga terhadap peduli lingkungan di Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot

36

tergolong cukup tinggi. Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner, Masih banyak ibu rumah tangga di Desa Sunten Jaya yang tidak dapat membedakan jenis sampah karena sudah terbiasa untuk mencampur sampah dalam satu wadah. Sampah tersebut biasanya menurut pengakuan responden masih ada yang sengaja dibakar dan sebagian warga masih ada yang membuang kesungai.

Hasil wawancara bersama responden juga diketahui bahwa hanya 53,85 persen ibu rumah tangga yang mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan oleh sampah, selebihnya ibu rumah tangga kurang mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik. Ibu rumah tangga hanya mengetahui bahwa sampah hanya berdampak mengotori lingkungan rumah mereka saja. Penerapan sistem pengelolaan sampah yang baik, baik ibu rumah tangga anggota kelompok maupun yang bukan anggota kelompok peduli lingkungan, masih belum sepenuhnya diterapkan, terbukti sebesar 15.38 persen ibu rumah tangga yang hanya menerapkan sistem Reduce, 11.54 persen yang menerapkan Reuse dan 11.54 persen menerapkan sistem recycle, seperti yang dikemukakan oleh ibu J (ibu rumah tangga, 46 tahun):

“Karena sudah terbiasa yah, jadi susah kalau disuruh mengurangi barang-barang yang mau dipakai dirumah, soalnya susah juga bedain mana yang paling perlu mana yang harus dikurangi. Rasa-rasanya penting semua, padahal tetep gak kepake. Apalagi disuruh daur ulang, repot lagi, belum lagi diganggu sama anak, ngurus ini ngurus itu, gak

ada waktunya neng, mending beli yang baru aja yang lama dibuang.”

Sebesar 30.77 persen ibu rumah tangga responden berpendapat bahwa yang tangung jawab atas pengelolaan sampah dan peduli lingkungan di tiga daerah penelitian dilimpahkan kepada daerah lain dan merasa daerah sendiri tidak begitu perlu banyak pembenahan. Tanggung jawab terhadap sampah dan lingkungan, menurut ibu rumah tangga responden adalah masih tanggung jawab perempuan karena laki-laki dianggap tidak perlu mengurusi urusan rumah tangga. Sebagian besar ibu rumah tangga yang kurang pengetahuan tentang peduli lingkungan ini adalah ibu rumah tangga yang bukan anggota kelompok peduli lingkungan.

Pengetahuan ibu rumah tangga di Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot sangat baik, namun penerapan sistem pengelolaan sampah yang baik belum sepenuhnya diterapkan oleh ibu rumah tangga di Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot, seperti yang dilansir oleh salah seorang warga masing-masing desa dan kelurahan. Berikut penuturan ibu Y (warga kelurahan Lebak Siliwangi, 40 tahun):

“Memang benar disini sudah ada Bank Sampah dan sudah ada di

adakan sosialisasi oleh tokoh masyarakat sampai-sampai sudah di buat peraturan sama sanksi sama bapak lurah, tapi yang bandel tetap aja ada. Kadang saya liat biar gak ketahuan sama warga lain, ibu-ibu yang bandel itu buang sampah ke sungai malam hari, karena kalau siang hari

37 Ungkapan dari warga Desa Dayeuh Kolot (bapak S, 60 tahun):

“Bagaimana desa ini tidak banjir tiap tahun, kesadaran warga

disini sama lingkungan itu tidak ada. Mereka mengeluh sama pemerintah tapi mereka sendiri tidak mau peduli sama lingkungan. Tiap hari saya yang ngumpulin sampah mereka dari ujung ke ujung sepanjang sungai ini. Saya berharap dengan saya tiap hari bakar sampah mereka, mereka mau ikut peduli ngikutin saya. Sayangnya mereka cuek aja”

Pernyataan dari salah seorang warga di atas sejalan dengan hasil observasi lapangan Johanto (2010), bahwa masih ada sebagian warga yang belum memahami cara pengelolaan sampah, yakni pemisahan, pemanfaatan dan pemusnahannya. Mereka masih menganggap bahwa masalah penanganan sampah menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten.

Ibu rumah tangga di Kelurahan Lebak Siliwangi sama dengan Ibu rumah tangga di Desa Sunten Jaya masih berfikir kalau tanggung jawab terhadap sampah lebih ditekankan pada daerah lain yang dianggap sebagai penyebab utama bencana banjir terbukti hanya sebesar 45 persen ibu rumah tangga di Kelurahan Lebak Siliwangi menjawab bahwa masalah sampah dan lingkungan adalah tanggung jawab bersama, seluruh pihak yang terkait.

Tingkat Dukungan Keluarga (X2)

Tingkat dukungan keluarga dilihat dari pandangan keluarga tentang peran ibu rumah tangga di dalam keluarga itu sendiri maupun dimasyarakat, profil kegiatan ibu rumah tangga sehari hari baik kegiatan domestik maupun publik dan pengambilan keputusan yang di lakukan oleh ibu rumah tangga dalam kegiatan peduli lingkungan. Dukungan yang baik dari keluarga akan memotivasi ibu rumah tangga untuk bisa berkreatifitas dalam kelompok.

Sejalan dengan pendapat All Port (Al Muhdar, 1998) dalam berinteraksi dengan manusia lain baik dirumah, sekolah, tempat ibadah, ataupun tempat lainnya melalui nasehat, teladan atau percakapan dapat merubah sikap ibu rumah tangga dalam mengelola sampah. Diperkirakan Ibu-ibu rumah tangga yang memiliki sikap positif terhadap pengelolaan sampah rumah tangga, akan berusaha menerima, mendukung dan membuat seimbang perilakunya dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Disisi lain kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat serta peranannya dalam pembangunan perlu dipelihara dan terus dikembangkan sehingga dapat memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa.

Pandangan Keluarga terhadap Peran Ibu RT dalamKeluarga dan Masyarakat (X2.1)

Dukungan keluarga terhadap peran ibu rumah tangga merupakan salah satu yang menjadi penghambat atau pendorong ibu rumah tangga ikut berpartsipasi dalam kelompok peduli lingkungan. Dukungan keluarga terhadap peran ibu rumah tangga baik dalam keluarga maupun dimasyarakat dilihat dari status ibu rumah tangga di keluarga dan dimasyarakat, keseimbangan antara perhatian ibu rumah tangga terhadap keluarga dan masyarakat serta dukungan moril yang diberikan anggota keluarga terhadap semua kegiatan ibu rumah tangga baik dirumah

38

maupun di dalam masyarakat. Persentase tingkat dukungan keluarga berdasarkan pandangan keluarga terhadap peran ibu rumah tangga disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Persentase tingkat dukungan keluarga berdasarkan pandangan keluarga

terhadap peran ibu rumah tangga.

N o

Variabel Sunten Jaya

(%)

Lebak Siliwangi (%)

Dayeuh Kolot (%) 1 Peran dalam keluarga:

(1) Ibu rumah tangga biasa (2) Ikut mencari nafkah membantu

suami

(3) Sebagai kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga 46.15 50 3.85 45 45 10 83.33 15 1.67

2 Peran dalam masyarakat: (1) Sebagai warga biasa (2) Istri dari tokoh masyarakat (3) Sebagai tokoh masyarakat

96.15 3.85 0 50 25 25 75 13.33 11.67 3 Perhatian terhadap keluarga:

(1) Lebih banyak melakukan kegiatan sosial

(2) Lebih banyak kegiatan dirumah (3) Seimbang antara kegiatan sosial

dan dirumah 30.77 57.69 11.54 10 40 50 13.33 60 26.67 4 Pendapat keluarga tentang peran ibu:

(1) Tidak setuju jika ibu ada kegiatan sosial diluar rumah (2) Kurang setuju jika ibu ada

kegiatan sosial diluar rumah (3) Setuju jika ibu punya kegiatan

sosial diluar rumah

0 3.85 96.15 10 25 65 13.33 15 71.67

Peran ibu rumah tangga dalam keluarga hampir sama di tiga daerah penelitian yaitu sebagian besar adalah ibu rumah tangga biasa baik dirumah maupun di masyarakat. Ibu rumah tangga di Desa Sunten jaya mayoritas adalah ibu rumah tangga yang juga ikut membantu suami mencari nafkah (50 persen) seperti menjadi buruh tani di lahan pertanian orang lain dan juga berdagang. Peran ibu rumah tangga responden dalam masyarakat adalah sebagai warga biasa yaitu sebesar 96.15 persen. Perhatian ibu rumah tangga responden di Desa Sunten Jaya lebih banyak pada kegiatan di rumah (sebesar 57.69 persen) karena ibu rumah tangga lebih disibukan oleh kegiatan di rumah dari pada kegiatan sosial di luar rumah. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden kebanyakan responden kurang mendapatkan informasi terhadap kegiatan sosial dan sejenisnya sehingga mereka jarang mengikuti kegiatan sosial.

Pengakuan dari beberapa ibu rumah tangga responden menyatakan bahwa yang ikut kegiatan-kegiatan pelatihan dan kegiatan sosialisasi biasanya warga tertentu saja. Salah satu ibu rumah tangga mengatakan (NG, 33 tahun):

“Di sini tuh susah warganya neng, kadang ada infomasi dari desa

gak dikasih tau warga lain, biar nanti yang datang sama dapet uang jalannya keluarga dia aja. Desanya juga salah sih yah, nyampein

39

informasinya ke orang-orang tertentu aja, seperti ibu-ibu yang aktif di desa tapi ke ibu rumah tangga lain gak dikasih tau.”

Pendapatkeluarga terhadap ibu rumah tangga yang aktif dengan kegiatan sosial diluar rumah memiliki pendapat yang cukup memotivasi, sebanyak 96.15 persen setuju jika ibu rumah tangga juga memiliki kegiatan sosial diluar rumah untuk menambah wawasan bagi ibu rumah tangga. Seperti yang dikemukakan oleh salah seorang kepala rumah tangga (R, 50 tahun):

“Bagus kalau ibu-ibu juga bisa mengikuti kegiatan sosial di Desa, asalkan kewajiban dirumah juga beres. Soalnya kasian juga ibu-ibu cuma dirumah aja, dengan ikut kegiatan di desa istri saya bisa menambah wawasanya, dan saya

yakin banyak manfaat lain yang diperoleh sama istri saya.”

Kelurahan Lebak Siliwangi sebesar 45 persen adalah ibu rumah tangga biasa dan 45 persen lainnya ikut mencari nafkah membantu menambah pendapatan keluarga. Peran ibu rumah tangga di masyarakat 50 persen merupakan warga biasa dan selebihnya adalah merupakan termasuk tokoh masyarakat dan istri dari tokoh masyarakat seperti RW,RT, motivator dan juga innovator yang aktif dalam kegiatan sosial. Hasil dari wawancara dengan responden di Kelurahan Lebak Siliwangi tampak bahwa ibu rumah tangga bisa mengimbangi kegiatan di rumah dan kegiatan sosial di luar rumah terbukti 50 persen ibu rumah tangga melakukan kegiatan dirumah juga aktif dikegiatan sosial. Keluarga ibu rumah tangga responden pun cukup mendukung kegiatan yang dilakukan ibu diluar rumah (65 persen). Keluarga berpendapat bahwa ibu rumah tangga pada zaman sekarang penting mengikuti kegiatan selain di rumah, karena dengan mengikuti kegiatan sosial diluar rumah ibu-ibu rumah tangga tidak ketinggalan informasi dan bisa mengikuti perkembangan yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian 83.33 persen ibu rumah tangga di Desa Dayeuh Kolot merupakan ibu rumah tangga biasa, 75.00 persen ibu rumah tangga tidak memiliki peran dimasyarakat atau cuma masyarakat biasa, oleh sebab ibu 60.00 persen ibu rumah tangga di Desa Dayeuh Kolot banyak menghabiskan waktunya dirumah saja. Keluarga ibu rumah tangga sebesar 71.67 persen mendukung dan setuju jika ibu rumah tangga memiliki kegiatan sosial di luar rumah asalkan kegiatan dirumah tidak terlantar.

Profil Kegiatan Keluarga (X2.2)

Profil kegiatan keluarga dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan kegiatan yang dilakukan oleh anggota keluarga sehari- hari antara laki-laki dan perempuan, serta perbedaan antara kegiatan domestik dan publik yang dilakukan oleh ibu rumah tangga yang diduga dapat mempengaruhi tingkat partisipasi ibu rumah tangga dalam kegiatan kelompok peduli lingkungan. Perbedaan profil kegiatan ibu rumah tangga ditiga daerah penelitian bisa digambarkan dalam diagram Gambar 3. Sebagian besar ibu rumah tangga di tiga daerah penelitian lebih banyak melakukan kegiatan publik. Ibu rumah tangga di Sunten Jaya lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bermain dengan anak dan kepasar dibandingkan ibu rumah tangga di kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot. Berbeda dengan ibu rumah tangga di kelurahan Lebak Siliwangi, diluar waktu tidur dan istrahatnya ibu rumah tangga dapat

40

menyeimbangkan kegiatan publik dengan kegiatan domestik. Mereka juga memiliki aktifitas yang padat diluar rumah, seperti pengajian, arisan, rapat kelompok, ikut berbagai pelatihan dll.

Tabel 9. Perbedaan profil kegiatan sehari-hari ibu rumah tangga di Desa Sunten Jaya, Kelurahan Lebak Siliwangi dan Desa Dayeuh Kolot

Kegiatan IRT Sunten Jaya (Jam) Lebak Siliwangi (Jam) Dayeuh Kolot (Jam) Masak 0.75 0.75 0.75 Cuci piring 0.25 0.25 0.25 Cuci pakaian 1 1 1 Bersih-bersih 1 0.5 1

Bermain bersama anak 3 1 3

Belanja kepasar 3 1.5 2 Berobat keluarga 1 1 0.5 Istrahat 2 2 2 Nonton tv 2 1 1 Tidur 8 8 9 Lain lain 2 7 3.5 Total 24 24 24

Kegiatan sehari-hari laki-laki di tiga daerah penelitian menunjukan bahwa laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan lain-lain yang berupa kegiatan diluar rumah. Hasil wawancara mendalam pada salah seorang responden menyatakan bahwa laki-laki di Desa Sunten Jaya sibuk dengan pekerjaan seperti bertani, berdagang dan hal lainnya. Warga Desa Sunten Jaya sebagian besar masih beranggapan bahwa kegiatan pekerjaan rumah hanya dilakukan oleh para wanita saja, sehingga laki-laki tidak berkewajiban untuk membantu pekerjaan dirumah, seperti yang diungkapkan oleh sepasang suami istri (ibu NL, 37 tahun dan bapak PJ, 47 tahun) berikut:

“Yang berkewajiban mengurus urusan rumah tangga itu adalah perempuan, termasuk mengurus sampah. Meskipun bapaknya ada dirumah, yang namanya laki-laki tidak diwajibkan untuk ikut mengurus Gambar 3.Perbedaan profil kegiatan sehari-hari ibu rumah tangga di Desa

Dokumen terkait