• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Pemeliharaan Lingkungan Hidup

Partisipasi oleh banyak kalangan disamakan pengertiannya dengan keikut sertaan, turut serta mengambil bagian. Hal ini menunjukkan adanya unsur keterlibatan dalam suatu kegiatan. Menurut Cohen dan Uphoff (Harahap, 2001), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang sesuatu yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan. Ringkasan dari penjelasan diatas maka partisipasi adalah keikutsertaan, peran serta atau keterlibatan yang berkaitan dengan keadaaan lahiriahnya (Sastropoetro, 1995).

Ulasan definisi partisipasi masyarakat dalam pembangunan sosial yang disampaikan oleh para ahli, prinsipnya adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil (PTO PNPM PPK, 2007). Verhangen (Mardikanto 2003) menyatakan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson (Mardikanto, 1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya partisipasi terdapat berbagai pendekatan disiplin keilmuan. Menurut konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau respon atas rangsangan-rangsangan yang diberikan. Dalam hal ini, tanggapan merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

Partisipasi masyarakat menurut Sumarto (2004) adalah proses ketika warga sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peranserta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan

5 kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. Lebih rinci Cohen dan Uphoff (Irene, 2011), membedakan partisipasi menjadi empat jenis yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat, dan ke-empat, partisipasi dalam evaluasi dan pemantauan. Masing-masing jenis partisipasi merupakan tahapan partisipasi masyarakat dalam sebuah kelompok :

(1) Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan:

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal agar keputusan tidak selalu ditetapkan oleh pemerintah pusat sehingga terkesan hanya mewakili kebutuhan kelompok elit (Mardikanto, 2001).

(2) Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan:

Slamet (1993) membedakan ada tingkatan partisipasi yaitu : partisipasi dalam tahap perencanaan, partisipasi dalam tahap pelaksanaan, dan partisipasi dalam tahap pemanfaatan. Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan target.

(3) Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan:

Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan (Mardikanto, 2001).

(4) Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan:

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan (Mardikanto, 2001). (5) Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan:

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang (Mardikanto, 2001).

Uphoff (1979) menambahkan ada empat tipe umum partisipan, yang karakteristiknya membutuhkan perhatian khusus, yang sasarannya dapat dibedakan menjadi empat yakni (1) penduduk lokal (termasuk dalam kategori besar dan heterogen, (2) pemimpin lokal/daerah, termasuk para pemimpin

6

informal, para ketua perkumpulan, (3) Aparat pemerintah, dan (4) orang di luar (warga luar). Khusus untuk penduduk lokal, penting untuk digolongkan penduduk menurut (a) usia, (b) jenis kelamin, (c) status keluarga, (d) pendidikan, (e) pekerjaan, (f) penghasilan, dan (g) tempat tinggal. Karakteristik-karakteristik ini mungkin tidak sama-sama relevan untuk semua proyek, dan bebagai karakteristik tambahan mungkin dibutuhkan dalam suatu lingkungan tertentu, meskipun suatu kombinasi dari berbagai karakteristik ini akan berguna untuk mengetahui dengan pasti orang-orang yang berpartisipasi dalam berbagai tahap kegiatan.

Partisipasi penduduk lokal dalam persoalan lingkungan hidup, pengelolaan sampah dan limbah tidak dapat dilepas begitu saja. Masyarakat dengan individu-individu di dalamnya sebagai komponen terpenting dalam upaya menjaga dan melestarikan lingkungan merupakan salah satu penyebab alasan partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan. Pandangan awam masyarakat masih berpikiran bahwa urusan domestik rumah tangga, termasuk pengurusan anak, pada pokoknya merupakan tangggung jawab perempuan, sekalipun kedua orang tuanya sama-sama bekerja padahal semua mempunyai tanggung jawab masing-masing.

Menyambung dari pemikiran awam masyarakat tadi yang menempatkan wanita/istri didudukkan sebagai pekerja rumah tangga, dan pria/suami didudukkan sebagai pekerja pencari nafkah, akan tetapi sering terlihat “kenyataan” tidak demikian halnya, bahkan banyak wanita di bidang pertanian, dalam kegiatan ekonomi di pasar-pasar atau merupakan tenaga kerja di pabrik sebagai tenaga kerja yang tidak terlatih (Hutajulu, 2004). Masalah pengambilan keputusan sering terjadi pada keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sama-sama memegang peranan penting dalam rumah tangga. Profil keluarga yang lebih dominan suami menanamkan pada keluarga dengan nilai-nilai dan sikap tradisional terhadap keterlibatan perkawinan. Pendapatan yang lebih tinggi dari suami mengakibatkan suami mempunyai kekuatan finansial dalam keluarga, sebaliknya jika pendapatan suami sedikit, maka istri ikut berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga (Sutisna, 2004).

Struktur sosial masyarakat yang membagi-bagi tugas antar pria dan wanita seringkali merugikan wanita. Wanita yang bekerja di dalam rumah tangga tidak mendapatkan penghargaan secara ekonomi. Nilai wanita sebagai ibu adalah suatu nilai yang sakral yang penuh dengan pengabdian namun menurut Daulay (2007), wanita memiliki nilai yang lebih dari sekedar mengabdi kepada keluarga, wanita memiliki tiga peran penting dalam hidupnya bermasyarakat. Istilah peran rangkap tiga yang dimiliki wanita, yaitu : peran produktif (bekerja/mencari nafkah), peran reproduktif (menyiapkan semua keperluan keluarga untuk di dalam dan di luar rumah, keperluan suami dan anak), serta peran kemasyarakatan (arisan, gotong royong dan pengajian).

Peran kemasyarakatan yang dilakukan wanita akan membuat wanita itu semakin mandiri, semakin banyak keterlibatan yang dilakukan wanita semakin mudah akses informasi untuk menambah pengetahuan yang didapatkan wanita agar lebih mandiri. Keterlibatan suami sebagai pencari nafkah keluarga lambat laun bergeser dengan banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah tangga. Hilangnya fungsi suami tersebut diterjemahkan sebagai kehilangan tempat bergantung pendapatan keluarga, sedangkan kebutuhan keluarga semakin meningkat. Hal tersebut membuat wanita harus berpartisipasi dalam peningkatan pendapatan keluarga (Suardiman, 2001).

7 Keterlibatan ibu rumah tangga dalam mencari nafkah keluarga memberikan peluang bagi ibu rumah tangga untuk ikut berpartisipasi dalam peran masyarakat. Partisipasi ibu rumah tangga dalam masyarakat, sedikit banyak tentu akan berkaitan dengan konsep community development. Partisipasi merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep community development. Seperti dikutip dari Hasim dan Remiswai (2009), community development merupakan satu pendekatan pekerjaan sosial yang bekerja dengan komunitas dan melibatkan partisipasi aktif dari komunitas terutama komunitas lokal dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia di dalamnya.

Salah satu peran masyarakat yang melibatkan partisipasi ibu rumah tangga juga berkaitan erat dengan perannya dalam keluarga adalah partisipasi ibu rumah tangga dalam peduli lingkungan hidup. Partisipasi yang dilakukan oleh ibu rumah tangga dalam peduli lingkungan dapat melengkapi tanggung jawabnya dalam masalah domestik juga pada saat sekarang dapat menambah pendapatan dan membantu suami mencari tambahan untuk keluarga. Partisipasi ibu rumah tangga menjadi salah satu faktor terpenting agar terciptanya lingkungan hidup yang lebih baik. Ibu rumah tangga sebagai bagian dari masyarakat harus mampu ikut berperan dalam pengawasan timbulnya kerusakan lingkungan hidup yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab harus juga menjadi perhatian kaum wanita. Pemahaman ibu rumah tangga tentang lingkungan hidup merupakan pengetahuan yang wajib dimiliki oleh ibu rumah tangga, sehingga ibu rumah tangga dapat tanggap terhadap lingkungannya. Ibu rumah tangga diharapkan dapat pro-aktif jika telah terjadi ketidakadilan dalam bentuk pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Partisipasi semua pihak terutama ibu rumah tangga terhadap partisipasi kegiatan peduli lingkungan hidup perlu ditingkatkan. Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok (Gambar 1), yaitu:

(a) Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi

(b) Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi (c) Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

Mardikanto (2003) menjelaskan adanya kesempatan yang diberikan, sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat menentukan kemampuannya. Kemauan ibu rumah tangga ikut berpartisipasi berasal dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar diri (ekstrinsik) ibu rumah tangga itu sendiri. Oleh sebab itu kemauan partisipasi ibu rumah tangga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, sedangkan kemampuan ibu rumah tangga dilihat dari kemampuan mengidentifikasi masalah, memahami kesempatan dan kemampuan melaksanakan kegiatan kelompok peduli lingkungan. Kesempatan ibu rumah tangga itu tersendiri terkait dengan pelaksanaan kegiatan peduli lingkungan tersebut, seperti kesempatan memperoleh informasi, kesempatan menggunakan teknologi, kesempatan berorganisasi dan lain-lain.

8

Gambar 1.Syarat Tumbuh dan Berkembangnya Partisipasi Masyarakat

Strategi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Pengertian Sampah

Menurut definisi World Health Organization (WHO), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan “sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.” Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang, yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.

Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah secara tepat dan berkelanjutan sangat diperlukan demi terciptanya lingkungan yang bebas sampah. Ensiklopedi Bebas Wikipedia mengartikan pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan pengendalian timbunan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan sampah. Pengelolaan sampah yang tepat akan berdampak positif pada lingkungan. Idealnya, pengelolaan sampah juga melibatkan warga masyarakat, dengan begitu masyarakat akan mengerti bahwa sampah bisa menjadi bahaya yang mengancam setiap saat bila tidak tertangani dengan tepat. Untuk membatasi kajian dalam penelitian ini, pengelolaan sampah yang dimaksud penulis disini adalah pengelolaan sampah rumah tangga.

Manajemen sampah yang selama ini diberlakukan hanyalah memindahkan sampah dari rumah ke tempat sampah tingkat desa atau kelurahan kemudian

Kemauan Berpartisipasi Kemampuan Berpartisipasi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan KesempatanB erpartisipasi

9 dipindahkan lagi ketempat pembuangan akhir milik Pemkot, Pemkab ataupun Pemprov. Hal ini tentu bukan penyelesaian yang solutif. Memindahkan sampah dari satu TPS ke TPS lain kemudian ke TPA sama halnya dengan memindahkan masalah. Oleh sebab itu diperlukan sistem pengelolaan sampah yang berbasis partisipasi masyarakat agar masyarakat menyadari akan pentingnya menjaga lingkungan dengan tidak memusuhi sampah, namun dengan mendayagunakan atau mendaur-ulang sampah. Pengelolaan sampah dan pengelolaan lingkungan yang baik membutuhkan partisipasi ibu rumah tangga disamping juga peran dari stakeholder. Keterlibatan masyarakat khususnya perempuan dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu cara efektif untuk menanggulangi permasalahan sampah, khususnya sampah rumah tangga.

Menurut Reksosoebroto (Darmawan, 2013), pengelolaan sampah sangat penting untuk mencapai kualitas lingkungan yang bersih dan sehat, dengan demikian sampah harus dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi. Syarat lainnya yang harus terpenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air, dan tanah, tidak menimbulkan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Techobanoglous (Maulana, 1998) mengatakan bahwa pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat.

Persepsi Ibu Rumah Tangga terhadap Lingkungan Hidup

Beragam defenisi persepsi diungkapkan oleh para ahli seperti yang dikutip oleh Asngari (Jurnal Media Perternakan, 1984). Forgus maupun Forgus dan Melamed mendefinisikan persepsi sebagai “the process of information extraxtion,” Harris dan Levey dalam The New Columbia Encyclopedia mendefinisikan persepsi sebagai “mental organization and interpretation of sensory information,” Menurut Litterer, persepsi adalah “the understanding or view people have of things in the world around them,” sedangkan Hillgard menyebutkan bahwa “perception is the process of becoming aware of objects.” (Asngari, 1984).

Menurut Dali (1986), persepsi pada dasarnya menyangkut proses informasi pada diri seseorang dalam hubungannya dengan objek stimulus. Dengan demikian persepsi merupakan gambaran arti atau interprestasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat bergantung pada kemampuan dan keadaan diri yang bersangkutan. Pada kamus psikologi persepsi diartikan sebagai proses pengamatan seseorang terhadap segala sesuatu di lingkungannya dengan menggunakan indera yang dimilikinya, sehingga menjadi sadar terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan tersebut. Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1996) mengatakan, persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan (Hermawan, 2005).

Persepsi yang dihasilkan setiap orang dapat berbeda untuk stimuli yang sama. Menurut Sarwono (1999), perbedaan persepsi dapat terjadi karena ada

10

limafaktor yang berpengaruh terhadap pembentukan persepsi. Faktor-faktor tersebut adalah budaya, status sosial ekonomi, usia, agama, dan interaksi antara peran gender, desa/kota, dan suku. Krech dan Cruthcfield (Rakhmat, 1996) menjelaskan bahwa perbedaan persepsi bisa terjadi karena terdapat empat prinsip dasar dalam proses pembentukan persepsi, yaitu:

(1) Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli yang diterima. Artinya seseorang akan memberikan sesuatu arti tertentu terhadap stimulus yang dihadapinya, walaupun arti dan maksud stimulus tidak sesuai dengan arti persepsi orang tersebut

(2) Persepsi bersifat selektif secara fungsional, yakni seseorang dalam mempersepsikan suatu stimulus melalui proses pemilihan.

(3) Persepsi yang selalu diorganisasikan dan diberi arti memiliki suatu medan kesadaran yang memberi struktur terhadap gambaran yang muncul kemudian. Keadaan lingkungan sosial seseorang akan mempengaruhi proses pembentukan persepsi.

(4) Persepsi ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya melalui pembauran.

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam mengerti informasi tentang lingkungan, baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman (Sarwono 1999). Sarwono menjelaskan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, seperti jenis kelamin, perbedaan generasi (usia), tingkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari lingkungan di luar yang mempengaruhi persepsi seseorang, seperti lingkungan sosial budaya, interaksi antar individu, dan media komunikasi yakni seseorang memperoleh informasi tentang sesuatu.

Menurut Manurung (2008), persepsi adalah suatu pandangan / pengertian seseorang terhadap suatu objek, gejala maupun peristiwa, yang dilakukan individu yang bersangkutan secara sengaja dengan cara menghubungkan objek, gejala atau peristiwa tersebut dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman, sistem kepercayaan, adat istiadat yang dimilikinya. Menurut Asngari (1984) (Harihanto, 2001), persepsi seseorang terhadap lingkunganya merupakan faktor penting karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan individu tersebut. Persepsi yang benar terhadap suatu obyek diperlukan, karena persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku.

Tinjauan terhadap konsep persepsi, khususnya untuk objek-objek lingkungan dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu (1) melalui pendekatan konvensional dan (2) pendekatan ekologis terhadap lingkungan. Menurut Backler (Abdurachman, 1988), hubungan manusia dengan lingkungan merupakan titik tolak dan merupakan sumber informasi sehingga individu menjadi seorang pengambil keputusan. Keputusan inilah yang pada akhirnya menentukan tindakan dari seorang individu terhadap lingkungannya. Berasal dari pemahaman ini, Hermawan (2005) mendefinisikan persepsi terhadap lingkungan sebagai gambaran, pemahaman atau pandangan individu dalam memelihara kebersihan

11 lingkungan yang berkenaan dengan segenap unsur yang terdapat dalam lingkungan, khususnya yang menyangkut limbah rumah tangga.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dalam hal ini yang dimaskud dengan persepsi adalah gambaran, pemahaman atau pandangan para ibu rumah tangga dalam memelihara kebersihan lingkungan yang berkenaan dengan segenap unsur yang terdapat dalam lingkungan, khususnya yang menyangkut limbah rumah tangga.

Persepsi Masyarakat Pendukung Program Penyuluhan Lingkungan

Litterer (Asngari, 1984) menyatakan bahwa persepsi sangat penting untuk mengetahui penyusunan atau organisasi tingkah laku seseorang. Menurut Litterer, seseorang bertindak atas dasar sesuatu yang dipikirkan, diketahui atau dimengertinya. Pembentukan persepsi menurut Litterer (Asngari, 1984), ada keinginan atas kebutuhan manusia untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat ia hidup, dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi (Mokoginta dkk, 2009).

Pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan non formal, pengalaman serta pengalaman yang dihubungkan dengan objek, gejala atau peristiwa akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu yang diamatinya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan non formal yang dimaksud adalah kegiatan penyuluhan. Penyuluhan merupakan proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalampelestarian fungsi lingkungan hidup (Kementan, 2006).

Margono Slamet pada kesempatan seminar penyuluhan pembangunan (2000) mengungkapkan bahwa dalam perjalanannya, kegiatan penyuluhan diartikan dengan berbagai pemahaman, seperti:

(1) penyebar luasan informasi, sehingga sasaran penyuluhan mendapatkan manfaat akses informasi dari kegiatan penyuluhan tersebut.

(2) penerangan atau penjelasan, penyuluhan harus membangun komunikasi timbal balik yang memusat agar informasi yang di sampaikan kepada sasaran bisa diterima dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.

(3) pendidikan non formal, ketika informasi yang disampaikan diharapkan dapat merubah perilaku sasaran penyuluhan melalui proses belajar.

(4) perubahan perilaku, kegiatan penyuluhan tidak berhenti pada “penyebar -luasan informasi/inovasi”, dan “memberikan penerangan”, tetapi merupakan proses yang dilakukan secara terusmenerus, sekuat-tenaga dan pikiran, memakan waktu dan melelahkan, sampai terjadinya perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh sasaran penyuluhan.

(5) rekayasa sosial, pada dasarnya dimaksudkan untuk memperbaiki kehidupan dan kesejahteraan kelompok sasarannya.

12

(7) pemberdayaan masyarakat.

Persepsi masyarakat terhadap kepedulian lingkungan dengan menjaga kebersihan dan pengolahan sampah yang baik perlu dikembangkan agar tujuan menciptakan lingkungan yang bersih dan aman dapat dicapai. Dengan adanya penyuluhan tentang lingkungan dikalangan masyarakat akan menigkatkan persepsi dari masyarakat itu sendiri. Tentunya penyuluhan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri yaitu program penyuluhan lingkungan sebagai gudang akses informasi bagi warga, tempat pelatihan cara pengelolaan sampah yang baik dan mendapatkan teknologi inovasi yang bisa membantu dan memudahkan warga dalam merubah perilaku hidup bersih. Penyuluhan lingkungan hidup perlu dibantu oleh peran perguruan tinggi untuk memperoleh informasi tentang teknologi dan inovasi yang dibutuhkan dalam meningkatkan persepsi masyarakat terhadap lingkungan hidup.

Pengelolaan Sampah dan Dampaknyaterhadap Masyarakat dan Lingkungan Hidup

Menurut Chandra (2006), pengelolaan sampah disuatu daerah akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang positif dan juga ada yang negatif. Pengaruh positif dari pengelolaan sampah ini terhadap masyarakat dan lingkungan, antara lain :

(1) Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah

(2) Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk

(3) Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah terhadap ternak

(4) Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat

(5) Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan sampah

(6) Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup

Dokumen terkait