• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam penelitian mi millet kering ini diawali dengan menguji karakteristik sensoris dengan menggunakan 30 panelis semi terlatih. Data hasil uji sensoris dapat dilihat pada lembar lampiran.

Uji sensoris ini menggunakan metode uji pembedaan Multiple Comparison. Sampel dengan 4 formulasi subtitusi tepung millet dibandingkan dengan kontrol, kemudian dari hasil uji tersebut diambil sampel yang paling disukai oleh panelis dilihat dari parameter warna, aroma, rasa, kekenyalan, tekstur dan kesukaan. Penyajian uji sensoris mi millet kering dilakukan dengan cara menyeduh mi dengan air panas terlebih dahulu sebelum disajikan. Penilaian dilakukan dengan cara panelis memberikan nilai pada parameter dengan memberikan tanda cek (V) pada kolom yang telah disediakan pada borang uji sensoris.

1. Warna Mi Millet Kering

Tabel 4.1 Skor Intensitas Warna Mi Millet Kering

Sampel1 Warna (Skor)2

F1 F2 F3 F4 4,76a 4,92ab 5,52bc 5,76c

notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata α 5%

1) Sampel : F1 = 20% Tepung Millet : 80% Tepung Terigu F2 = 30% Tepung Millet : 70% Tepung Terigu F3 = 40% Tepung Millet : 60% Tepung Terigu F4 = 50% Tepung Millet : 50% Tepung Terigu

2) Skor : 1 = sangat kuning sekali 5 = kurang kuning 2 = sangat kuning 6 = tidak kuning 3 = lebih kuning 7 = sangat tidak kuning 4 = kuning

Warna merupakan salah satu atribut yang pertama kali diperhatikan oleh konsumen, karena warna menjadi suatu hal penting bagi konsumen untuk menentukan makanan yang akan dikonsumsi. Dengan warna yang menarik akan menimbulkan kesan menarik untuk mencoba mengkonsumsi. Warna bukan merupakan suatu zat/benda

commit to user

melainkan suatu sensasi seseorang oleh karena adanya rangsangan dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indera mata/retina mata (Bambang Kartika dkk, 1988). Hasil uji sensoris warna mi millet kering disajikan pada Tabel 4.1.

Berdasarkan hasil uji sensoris dengan parameter warna menunjukkan bahwa sampel F1 merupakan mi yang menurut panelis warnanya mendekati warna dari mi kontrol (100% tepung terigu) sehingga lebih disukai konsumen. Semakin besar persentase penambahan tepung millet maka warna mi akan semakin keruh dibandingkan mi kontrol. Hal ini disebabkan oleh warna dari tepung millet yang berwarna kuning keruh.

Warna dari mi millet kering F1 tidak berbeda nyata dengan mi millet kering F2. Dengan kata lain, penambahan tepung millet dengan persentase 30% dari total keseluruhan bahan baku (tepung) masih dapat diterima oleh konsumen. Namun warna mi dengan persentase subtitusi 60:40 berbeda nyata dengan formulasi sebelumnya dengan nilai 5,53. Hal ini disebabkan karena konsumen tidak terbiasa dengan warna mi yang lebih keruh dibandingankan dengan mi kontrol. Semakin besar subtitusi tepung millet maka tingkat kekeruhan warna mi akan semakin tinggi. Warna kuning keruh pada mi tersebut dimungkinkan karena kandungan kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar abu tepung terigu yang didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu kadar abu dari tepung millet sebesar 1,98% (Bimo, 2010) sedangkan kadar abu tepung terigu sebesar 0,6% (Bogasari Flour Mills, 1996 dalam Fajriyah 1998).

2. Aroma Mi Millet Kering

Aroma merupakan sensasi sensoris yang dialami oleh indra pembau. Aroma yang ditimbulkan pada suatu jenis bahan makanan akan menjadi salah satu patokan untuk menjadikan makanan tersebut dapat diterima konsumen atau tidak. Produk yang memiliki aroma kurang menarik, dapat mengurangi penilaian dan juga minat dari konsumen

commit to user

untuk mengkonsumsinya. Menurut De mann (1989), dalam industri pangan pengujian aroma atau bau dianggap penting karena cepat dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk tentang diterima atau tidaknya produk tersebut. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap). Hasil analisa sensoris dengan parameter aroma dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Skor Tingkat Kesukaan terhadap Aroma Mi Millet Kering

Sampel1 Aroma (skor)2

F1 F2 F3 F4 3,73a 4,44a 3,96a 4,12a

notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata α 5%

1) Sampel : F1 = 20% Tepung Millet : 80% Tepung Terigu F2 = 30% Tepung Millet : 70% Tepung Terigu F3 = 40% Tepung Millet : 60% Tepung Terigu F4 = 50% Tepung Millet : 50% Tepung Terigu

2) Skor : 1 = sangat suka sekali 5 = kurang suka 2 = sangat suka 6 = tidak suka 3 = lebih suka 7 = sangat tidak suka 4 = suka

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa penggunaan tepung millet sebagai subtitusi terigu dalam pembuatan mi kering memberikan pengaruh yang tidak beda nyata terhadap parameter aroma mi millet kering. Pada Tabel 4.2 penilaian panelis terhadap sampel mi millet kering dengan subtitusi tepung millet berkisar antara 3,73 – 4,44 yaitu suka sampai lebih suka.

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diambil kesimpulan bahwa dengan subtitusi tepung millet maka akan dihasilkan produk mi yang aromanya hampir menyerupai dengan mi tanpa subtitusi terigu (100% terigu). Hal ini disebabkan tepung millet memiliki aroma yang hampir sama dengan tepung terigu, bahkan jika tepung millet dipanaskan maka aroma dari tepung millet tersebut akan hilang. Adanya substitusi tepung millet ternyata tidak berpengaruh terhadap perubahan aroma pada sampel mi kering. Berarti substitusi tepung millet baik sebagai pengembangan

commit to user

produk mi dari segi aroma, karena walaupun ditambahkan tepung millet tetap tidak mempengaruhi aroma mi kering tersebut.

3. Rasa Mi Millet Kering

Flavor atau rasa didefinisikan sebagai rangsangan yang ditimbulkan oleh bahan yang makan, yang dirasakan oleh indra pengecap atau pembau, serta rangsangan lainnya seperti perabaan dan penerimaan derajat panas oleh oral. Rasa suatu bahan makanan merupakan faktor yang juga menentukan apakah bahan tersebut disukai atau tidak oleh konsumen. Rasa suatu bahan makanan merupakan hasil kerjasama indera-indera lain, seperti indera penglihatan, pembauan, pendengaran, dan perabaan (Bambang Kartika dkk, 1988).

Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh indra pengecap. Oleh sebab itu, rasa suatu produk makanan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusun formula dalam makanan. Hasil uji sensoris rasa mi millet kering dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Skor Tingkat Kesukaan terhadap Rasa Mi Millet Kering

Sampel1 Rasa (skor)2

F1 F2 F3 F4 3,93a 4,43a 4,50a 4,67a

notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata α 5%

1) Sampel : F1 = 20% Tepung Millet : 80% Tepung Terigu F2 = 30% Tepung Millet : 70% Tepung Terigu F3 = 40% Tepung Millet : 60% Tepung Terigu F4 = 50% Tepung Millet : 50% Tepung Terigu

2)

Skor : 1 = sangat suka sekali 5 = kurang suka 2 = sangat suka 6 = tidak suka 3 = lebih suka 7 = sangat tidak suka 4 = suka

Dari Tabel 4.3 secara umum parameter rasa memiliki nilai kesukaan yang tidak berbeda nyata antar formulasi. Namun sampel mi yang paling disukai oleh panelis adalah sampel F1 dengan nilai 3,93.

commit to user

Dari hasil analisa secara statistik terhadap atribut rasa dapat diketahui bahwa, mi millet kering yang disubstitusi dengan tepung millet (20%) dan tepung terigu 80% (F1) dan 30% (F2), 40% (F3), 50% (F4) hasilnya tidak berbeda nyata dengan mi kering kontrol. Dari parameter rasa, ternyata mi kering dengan penambahan tepung millet sampai konsentrasi 50% (F4) masih bisa diterima oleh konsumen, namun nilainya semakin menurun. Hal ini disebabkan dengan makin banyaknya subtitusi tepung millet, rasa khas millet semakin terasa.

4. Kekenyalan Mi Millet Kering

Kekenyalan mi bergantung pada gluten. Gluten memberikan viskoelatisitas pada adonan, dan menjadikan produk akhir lebih kenyal. Gluten adalah protein yang terdiri dari Glutenin dan Gliadin. Protein-protein ini sangat menentukan kekuatan adonan mi. Glutenin merupakan senyawa yang dapat memberikan firmness atau kekuatan pada adonan, karena dapat menaikkan stabilitas melalui jaringan tiga dimensi yang terbentuk saat berkembangnya sulfur cross-linkage antara molekul-molekul protein selama proses pembuatan adonan. Gliadin adalah senyawa glikoprotein. Protein ini sangat diperlukan untuk memberikan pengembangan dan kekuatan adonan. Oleh karena itu, gluten sangat dibutuhkan untuk memberikan elastisitas pada mi (Abidin, 2009).

Prosedur uji sensoris kekenyalan mi millet kering ini dilakukan dengan cara merebus mi 6 sampai 8 menit kemudian didinginkan dan diuji dengan menggigit dan menarik mi tersebut sehingga putus menggunakan tangan maupun gigi. Hasil uji sensoris dapat dilihat pada Tabel 4.4.

commit to user

Tabel 4.4 Skor Intensitas Kekenyalan Mi Millet Kering

Sampel1 Rasa (skor)2

F1 F2 F3 F4 4,72a 5,24ab 5,64b 5,80b

notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata α 5%

1)

Sampel : F1 = 20% Tepung Millet : 80% Tepung Terigu F2 = 30% Tepung Millet : 70% Tepung Terigu F3 = 40% Tepung Millet : 60% Tepung Terigu F4 = 50% Tepung Millet : 50% Tepung Terigu

2) Skor : 1 = sangat kenyal sekali 5 = kurang kenyal 2 = sangat kenyal 6 = tidak kenyal 3 = lebih kenyal 7 = sangat tidak kenyal 4 = kenyal

Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan terlihat hasil dari penilaian panelis sebanyak 30 panelis sebagian besar menyakan bahwa kekenyalan mi millet kering ini yang terbaik adalah mi F1. Kekenyalan mi tidak berbeda nyata dengan formulasi F2, namun berbeda nyata dengan mi millet kering F3 dan F4.

Menurut Astawan (2006) berdasarkan kandungan glutein (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dibagi menjadi 3 jenis. Dari ketiga jenis tepung tersebut, tepung terigu yang cocok untuk pembuatan mi dengan kualitas tinggi adalah jenis hard flour. Tepung jenis hard flour yang digunakan bermerk “Cakra Kembar”. Tepung millet tidak mengandung gluten yang bersifat elastis sehingga mi yang dihasilkan mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan. Jika penggunaan tepung terigu dikurangi dan digantikan menggunakan tepung millet maka mengakibatkan mi yang dihasilkan mudah putus dan menurunkan penilaian panelis terhadap elastisitas atau kekenyalan. Dengan kata lain semakin besar subtitusi tepung millet maka semakin mudah putus pula mi millet kering tersebut.

5. Tekstur Mi Millet Kering (Sifat Berpasir)

Tekstur didefinisikan sebagai sifat bahan makanan yang dideteksi oleh mata, kulit, dan otot-otot dalam mulut, termasuk di dalamnya

commit to user

roughness (sifat kasar), smoothness (sifat halus), grainess (sifat berpasir) dsb (Matz, 1962 dalam Ari 2008).

Pada penelitian ini tekstur mi millet kering yang diujikan adalah tekstur berpasir, karena tepung millet juga memiliki tekstur berpasir. Hal ini dapat dirasakan ketika tepung millet tersebut direbus dengan air menjadi bubur. Hasil uji sensoris tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Skor Tingkat Kesukaan terhadap Tekstur Mi Millet Kering

Sampel1 Rasa (skor)2

F1 F2 F3 F4 4,72a 5,24ab 5,64b 5,80b

notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata α 5%

1) Sampel : F1 = 20% Tepung Millet : 80% Tepung Terigu F2 = 30% Tepung Millet : 70% Tepung Terigu F3 = 40% Tepung Millet : 60% Tepung Terigu F4 = 50% Tepung Millet : 50% Tepung Terigu

2) Skor : 1 = sangat suka sekali 5 = kurang suka 2 = sangat suka 6 = tidak suka 3 = lebih suka 7 = sangat tidak suka 4 = suka

Dari Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa tekstur (berpasir) dari mi millet kering dengan berbagai formulasi tidak beda nyata. Namun panelis secara umum menyatakan bahwa mi millet tersebut berpasir. Tekstur berpasir ini dapat dirasakan oleh panelis karena panelis terbiasa dengan mi yang memilki tekstur lembut dan tidak berpasir. Tekstur berpasir juga dikarenakan tepung millet lebih kasar daripada tepung terigu. Semakin banyak subtitusi tepung millet yang digunakan maka tekstur mi tersebut semakin terasa berpasir.

6. Kesukaan Keseluruhan Mi Millet Kering

Penilaian keseluruhan adalah nilai yang diberikan dari panelis terhadap sampel mi millet kering yang diuji berdasarkan seluruh parameter yang ada sebelumnya, seperti warna, rasa, aroma, kekenyalan, dan tekstur. Pada parameter keseluruhan inilah nanti dapat diketahui sampel yang paling disukai oleh panelis dan yang nantinya akan

commit to user

digunakan sebagai acuan untuk dilakukan analisa proksimat dan umur simpan.

Tabel 4.6 Skor Tingkat Kesukaan terhadap Kesukaan Keseluruhan Mi Millet Kering

Sampel1 Rasa (skor)2

F1 F2 F3 F4 4,80a 5,12ab 5,64b 5,84b

notasi yang berbeda menunjukkan beda nyata α 5%

1)

Sampel : F1 = 20% Tepung Millet : 80% Tepung Terigu F2 = 30% Tepung Millet : 70% Tepung Terigu F3 = 40% Tepung Millet : 60% Tepung Terigu F4 = 50% Tepung Millet : 50% Tepung Terigu

2) Skor : 1 = sangat suka sekali 5 = kurang suka 2 = sangat suka 6 = tidak suka 3 = lebih suka 7 = sangat tidak suka 4 = suka

Dari data Tabel 4.6 diketahui bahwa sampel yang paling disukai oleh panelis adalah sampel F1 dengan nilai 4,80. Didasarkan dari parameter aroma, rasa, warna, tekstur, kekenyalan panelis secara umum menyukai sampel F1. Sampel F1 tidak beda nyata dengan sampel F2 atau sampel bersubtitusi tepung millet sebesar 30%, tetapi beda nyata dengan sampel F3 dan F4. Hal ini disebabkan panelis menganggap bahwa kualitas mi millet kering F3 dan F4 lebih rendah.

Setelah diperbanyak subtitusi tepung millet sebesar 40%, ternyata panelis menyatakan beda nyata dan panelis mulai tidak menyukai sampel tersebut. Dengan kata lain bahwa semakin besar subtitusi tepung millet maka secara keseluruhan semakin tidak disukai oleh konsumen. Dengan diketahuinya tingkat kesukaan panelis terhadap mi millet kering, maka mi F1 diambil sebagai sampel yang paling disukai panelis dan selanjutnya akan dilakukan uji proksimat, serat kasar, tekstur dan umur simpan pada mi tersebut.

Dokumen terkait