• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA, SENSORIS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI MILLET KERING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA, SENSORIS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI MILLET KERING"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET (Pennisetum glaucum) SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK

FISIKOKIMIA, SENSORIS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI MILLET KERING

Skripsi

Oleh : Fuad Azizul

H 0606016

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

i

KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET (Pennisetum glaucum) SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK

FISIKOKIMIA, SENSORIS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI MILLET KERING

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Teknologi Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi

Teknologi Hasil Pertanian

Oleh : FUAD AZIZUL

H 0606016

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

ii

KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET (Pennisetum glaucum) SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK

FISIKOKIMIA, SENSORIS DAN PENDUGAAN UMUR SIMPAN MI MILLET KERING

Yang dipersiapkan dan disusun oleh FUAD AZIZUL

H 0606016

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : 23 Desember 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua

R. Baskara Katri A., STP, MP NIP. 19800513 200604 1 001

Anggota I

Dian Rachmawanti A., STP, MP NIP. 19790803 200604 2 001

Anggota II

Lia Umi Khasanah, ST, MT

NIP. 19800731 200801 2 012

Surakarta, Desember 2010 Mengetahui

Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

(4)

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, terima kasih ya Allah, rasanya ungkapan

itu yang pertama kali terbesit dalam benak penulis. Puji syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kajian

Penggunaan Tepung Millet (Pennisetum glaucum) sebagai Subtitusi Tepung Terigu pada Karakteristik Fisikokimia, Sensoris dan Pendugaan Umur Simpan Mi Millet Kering. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk mencapai gelar Sarjana Stratum Satu

(S-1) pada program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk

itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Kawiji, MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas

Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Godras Jati Manuhara, STP. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan serta semangat yang sangat berarti.

4. R. Baskara Katri A., STP, MP selaku Pembimbing Utama Skripsi sekaligus

Penguji yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan

bimbingan, petunjuk, serta dorongan yang sangat berarti bagi penyusunan

skripsi ini.

5. Dian Rachmawanti A., STP, MP selaku Pembimbing Pendamping Skripsi

sekaligus Penguji yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

memberikan bimbingan, petunjuk, serta dorongan yang sangat berarti bagi

penyusunan skripsi ini.

6. Lia Umi Khasanah, ST, MT selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

(5)

commit to user

iv

7. Sri Liswardani, STP, Pak Slameta, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak

atas segala bantuannya.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya

selama masa perkuliahan penulis.

9. Buat Bapak, Ibu terima kasih atas do’a, nasehat, dana yang tak pernah

berhenti selama ini hingga menuju gerbang wisuda.

10. Terima kasih buat mbak dan mz (yang baru kemarin) yang telah memberikan

kucuran dana, semangat dan kado-kadonya.

11. Terima kasih juga buat Om Dar, Bulek Rini dan Budhe Sarjiyem atas

dorongannya agar cepat lulus.

12. Makasih buat Adek Safitri Prawita P, yang setia menemani, selalu jadi

pendorong dalam pengerjaan skripsi dan tak henti-hentinya memberikan

semangat. Thanks my ”moO moO chan”.

13. Terimakasih untuk Ndaru dan keluarga yang telah memberikan masukan dan

pinjaman alat pencetak mi.

14. Bimo Prabowo, STP terimakasih atas sindiran, support dan pasokan tepung

millet selama penelitian.

15. Terimakasih banyak untuk teman-teman TST (Nanda, Ndaru,Ratna dan Dwi),

Erna, Sisil, Sinta, Ipin Markupin, Ratna Yunita, Dian, Tri Utami, Arista, Tya.

16. Buat Dek Ilham dan Dek Risal yang sudah memberikan semangat dan hiburan

disaat suntuk.

17. Serta berbagai pihak yang tidak saya sebut satu persatu saya ucapkan

terimakasih atas doa dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang mendukung dari semua

pihak untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Desember 2010

(6)

commit to user

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

RINGKASAN ... xi

SUMMARY ... . xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1. Tujuan Penelitian... 3

2. Manfaat Penelitian... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Mi Kering ... 5

2. Millet ... 9

3. Tepung Terigu ... 14

4. Prediksi Umur Simpan ... 17

B. Kerangka Berpikir ... 28

C. Hipotesa ... 29

III.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Bahan dan Alat ... 30

1. Bahan ... 30

(7)

commit to user

vi

C. Rancangan Percobaan ... 31

D. Tahapan Penelitian ... 31

1. Pembuatan Mi Kering ... 31

2. Penentuan Umur Simpan ... 33

E. Analisa ... 36

F. Pengolahan Data ... 37

G. Rancangan Penelitian ... 38

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Sensoris Mi Millet Kering ... 39

B. Karakteristik FisikoKimia Mi Millet Kering. ... 46

1. Karakteristik Kimia ... 47

1.1 Kadar Air ... 47

1.2 Kadat Abu ... 48

1.3 Kadar Lemak ... 49

1.4 Kadar Protein ... 50

1.5 Kadar Karbohidrat ... 51

1.6 Kadar Serat Kasar ... 52

2. Karakteristik Fisik ... 53

2.1 Tekstur... 53

2.2 Tensile Strength... 54

C. Kurva Isotherm Sorbsi Lembab ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(8)

commit to user Komoditi Millet, Jagung dan Beras...

10

2.3 Panduan Mutu Tepung Terigu... 16

2.4 Daya Tembus dari Plastik Tipis yang Fleksiblek terhadap N2, O2, CO2, H2O... 27 3.1 Variasi Perlakuan Formulasi Mi Millet Kering... 31

3.2 Perasamaan Regresi Pengaruh Suhu terhadap Aw larutan Garam Jenuh ... 33 3.3 Metode Analisa pada Penelitian... 37

4.1 Skor Intensitas Warna Mi Millet Kering... 39

4.2 Skor Tingkat Kesukaan terhadap Aroma Mi Millet Kering... 41

4.3 Skor Tingkat Kesukaan terhadap Rasa Mi Millet Kering... 42

4.4 Skor Intensitas Kekenyalan Mi Millet

(9)

commit to user

viii

4.12 Kadar Serat Kasar Mi terigu Kering (A) dan Mi Millet Kering (B)...

52

4.13 Gaya Maksimal Hancur Mi terigu Kering (A) dan Mi Millet Kering (B)...

53

4.14 Tensile Strength Mi terigu Kering (A) dan Mi Millet Kering (B)...

54

4.15 Hasil Analisa Kadar Air Seimbang Mi Millet Kering pada Berbagai Aw pada Suhu 280C...

55

4.16 Hasil Analisa Permeabilitas Kemasan terhadap Uap Air...

58

4.17 Hasil Analisa Penentuan Umur Simpan Mi Millet Kering dalam Kemasan Plastik PE 0,05...

(10)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1a Tanaman Pearl Millet... 11

2.1b Biji Pearl Millet... 11

2.2 Foxtail Millet... 12

2.3 Proso Millet (Pannicum miliaceum)... 12

2.4 Finger Millet (Eleusine coracana)... 13

2.5 Tipe-Tipe Kurva Isotherm Sorbsi Lembab... 20

2.6 Formulasi Rantai Lurus dari Molekul Makro Polietilen.. 24

2.7 Kerangka Berpikir... 29

3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Millet Kering... 32

3.2 Diagram Rancangan Penelitian Mi Millet Kering... 38

4.1 Kurva Isoterm Sorbsi Lembab Mi Millet Kering pada Suhu 280C ...

56

4.2 Kurva Hubungan antara Aw dengan [Aw/(1-Aw)M] pada Mi Millet Kering...

57

4.3 Penentuan Me Mi Millet Kering pada Suhu 280 C dan RH 78% Menggunakan Kurva ISL...

(11)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Metode Analisa Penelitian... 68

a. Analisa Sifat Fisik... 68

b. Analisa Sifat Kimia... 70

2. Borang Penilaian Uji Sensoris Metode Multiple Comparison... 72 3. Data Hasil Penelitian sifat kimia a. Hasil Analisis Kadar Abu... 78 b. Hasil Analisis Kadar Air... 78

c. Hasil Analisis Kadar Lemak ... 78

d. Hasil Analisis Kadar protein... 79

e. Hasil Analisis Kadar Serat Kasar ... 79

f. Hasil Analisis Kadar Karbohidrat ... 79

4. Data Hasil Penelitian Umur Simpan... 80

5. Dokumentasi Penelitian... 94

(12)

KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG MILLET (Pennisetum glaucum) SEBAGAI SUBTITUSI TEPUNG TERIGU PADA KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA, SENSORIS DAN PENDUGAAN

UMUR SIMPAN MI MILLET KERING

Fuad Azizul.1)

R. Baskara Katri A2), Dian Rachmawanti2)

ABSTRAK

Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Pertama, menentukan pengaruh subtitusi tepung millet terhadap tepung terigu (gandum) pada tingkat kesukaan (sensoris) mi millet kering. kedua, mengetahui karakteristik kimia dan fisik mi millet kering. Ketiga, mengetahui umur simpan mi millet kering.

Perlakuan pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi dari mi millet kering: F1 (tepung terigu 80% : tepung millet 20%), F2 (tepung terigu 70% : tepung millet 30%), F3 (tepung terigu 60% : tepung millet 40%), F4 (tepung terigu 50% : tepung millet 50%). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Mi millet kering dianalisis sensoris. Kemudian, dianalisis statistik dengan anova, bila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT. Dari analisa sensori diperoleh mi millet kering yang terbaik adalah F1 (tepung terigu 80% : tepung millet 20%). Sedangkan untuk hasil proksimat dan tekstur dianalisa dengan T-test.

Subtitusi tepung millet dalam pembuatan mi kering mempengaruhi karakteristik kimia mi yang dihasilkan. Dengan subtitusi tepung millet maka kadar abu 1,1175%, kadar lemak 0,3325%, kadar protein 15,8150% dan kadar serat kasar 1,9175 mengalami peningkatan, sedangkan kadar air dan karbohidrat mengalami penurunan masing-masing sebesar 7,6850% dan 75,05%.

Pendugaan Umur simpan mi millet kering subtitusi tepung terigu: tepung millet 80% : 20% dengan pengemas plastik PE 0,05 mm adalah 75 hari.

Kata Kunci: substitusi mi kering, tepung millet

1) Mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

(13)

STUDY ON THE USE OF MILLET FLOUR (Pennisetum glaucum) AS SUBTITUTION CHARACTERISTICS PHYSICOCHEMICAL, SENSORY OF WHEAT FLOUR AND PREDICTION

OF MILLET NOODLES AGED DRY STORAGE

Fuad Azizul.1)

R. Baskara Katri A2), Dian Rachmawanti2)

ABSTRACT

The research target had three objectives. First, determine the substitution effect of millet flour to wheat flour at the level of preference (sensory) millet noodles dry. second, knowing the chemical and physical characteristics of millet noodles dry. Third, know the shelf life of dry millet noodles.

The treatment of research was the variation of dry noodles formula : F1 (wheat flour 80%: millet flour 20%), F2 (wheat flour 70%: millet flour 30%), F3 (wheat flour 60%: millet flour 40%), F4 (wheat flour 50%: millet flour 50%). This research used Completely Random Design (CRD) with one factor. Dry noodles was sensory evaluation , then the result was analyzed statistically using ANOVA, and if there was a significant difference on the result, it was followed by DMRT. Based on sensory evaluation, it was obtained the best dry noodles. Which was F1 (wheat flour 80%: millet flour 20%). While for the results of proximate and texture were analyzed using t-test.

Millet flour substitution in the manufacture of dry noodles affect the chemical characteristics of the resulting noodles. With the substitution millet flour ash content 1.1175%, fat content 0.3325%, protein content 15.8150% and crude fiber content 1.9175 have increased, while moisture content and carbohydrate content decreased respectively registration 7.6850% and 75.05%.

Age Estimation keep noodles dry millet flour substitution: millet flour 80%: 20% with 0.05 mm PE plastic packaging is 75 days.

Keywords: substitution of dry noodles, millet flour

1)University Student of Study Program Agricultural Product Technology

2)

(14)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mi adalah salah satu produk makanan yang berbahan baku tepung

gandum dan sering dikonsumsi oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di

perkotaan. Jenis mi yang kita kenal ada 2 jenis, yaitu mi basah dan mi kering.

Perbedaan dari kedua jenis mi tersebut terdapat pada proses akhirnya. Mi

kering mengalami proses pengeringan, sedangkan mi basah tanpa mengalami

pengeringan. Dalam pembuatan mi kering diperlukan gluten untuk membuat

adonan kenyal dan dapat mengembang karena bersifat kedap udara sehingga

tekstur mi tidak mudah putus. Gluten adalah campuran amorf (bentuk tak

beraturan) dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma (dan

juga tepung yang dibuat darinya) beberapa serealia, terutama gandum.

Bahan baku pembuatan mi adalah tepung terigu yang dihasilkan dari

tanaman gandum (Triticum vulgare). Karena iklim Indonesia yang tidak cocok

untuk budidaya tanaman gandum, oleh karena itu negara kita harus impor

gandum untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri. Negara produsen

utama gandum adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, Uni Eropa dan

India. Menurut Ariani (2009) pada tahun 2000/2001, total gandum yang

diekspor di pasaran dunia mencapai 103,4 juta ton dan Indonesia menjadi

negara importir terbesar yaitu sebesar 4,1 juta ton pada tahun 2000/2001 dan

eksportir terbesar adalah Amerika Serikat.

Berdasarkan Data Susenas dalam Ariani (2009) menunjukkan

perkembangan tingkat konsumsi produk gandum per kapita per tahun

1993-2002. Untuk daerah kota konsumsi terigu dari tahun ke tahun mengalami

kenaikan, hal ini dibuktikan dengan konsumsi produk berbahan baku terigu

seperti mi instan sebesar 0,16 kg, 2,61 kg, 2,05 kg, 2,05 kg, 2,08 kg. Dan

konsumsi mi instan di desa sebesar 0,07 kg, 1,18 kg, 1,49 kg, 1,50 kg. Serta

(15)

commit to user

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menekan konsumsi tepung

terigu adalah dengan menjadikan millet (Pennisetum glaucum) sebagai salah

satu alternatif subtitusi gandum dalam pembuatan mi. Selama ini millet sering

dikenal masyarakat sebagai pakan burung. Untuk itu perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut sehingga millet tersebut dapat terangkat sebagai bahan

baku pangan alternatif penganti sumber bahan pangan pengganti tepung terigu

yang selama ini negara kita masih mengimpor dari negara penghasil gandum.

Tanaman millet yang banyak dijumpai di dunia ini ada 4 jenis, yaitu

Pearl millet (Pennisetum glaucum), Foxtail millet (Setaria italica), Proso

millet (Panicum miliaceum), Finger millet (Eleusine coracana).

(Abate et al, 1984).

Sekalipun pearl millet termasuk tanaman ekonomi minor, namun

karena nilai gizinya yang memiliki kelebihan dibanding jagung maka

komoditas pearl millet ini perlu dimasyarakatkan guna mendukung ketahanan

pangan dan mengantisipasi masalah gizi buruk. Tepung pearl millet

mengandung sumber vitamin B terutama B1 dan B2 (Abdelrahman et al,

1984).

Millet jenis pearl millet memiliki potensi hasil 3,5 ton/ha jika

dibudidayakan secara optimum (Duke, 1978). Informasi ini memberikan

gambaran bahwa sistem produksi millet yang intensif dapat bernilai efisien.

Millet dapat ditumpangsarikan dengan padi gogo, atau sebagai tanaman

sisipan sebelum jagung dipanen. Jika potensi hasil millet mencapai 2,5 ton

saja dan harga jual millet Rp. 6000/kg, maka dari luasan 1 ha dapat meraih

pendapatan sebesar 10 juta rupiah.

Pemanfaatan biji millet maupun tepung millet beberapa tahun lalu

sangat terbatas hanya digunakan untuk pakan burung. Namun saat ini

pemanfaatan millet mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Dengan

perkambangan teknologi dan ilmu pengetahuan kini pemanfaatan millet sangat

luas tidak hanya untuk pakan burung saja, namun dapat dimanfaatkan untuk

produk setengah jadi seperti tepung. Di daerah Indonesia bagian timur

(16)

commit to user

sehari-hari. Di Malang Jawa Timur sudah dikembangkan pemanfaatan tepung

millet untuk pengganti tepung terigu dalam pembuatan roti kering atau

cookies, roti tawar, roti basah (cake), mi dan masih banyak lagi manfaat dari

tepung millet itu sendiri.

Dalam penelitian ini akan diteliti tentang pembuatan mi millet kering

dengan beberapa variasi formula. Dalam pembuatanmi millet kering ini tidak

sepenuhnya menggunakan tepung terigu atau gandum tetapi menggunakan

beberapa formulasi subtitusi tepung terigu dan tepung pearl millet yang akan

diujikan kepada panelis. Dari penelitian ini diharapkan dapat menekan

penggunaan tepung terigu dalam pembuatan mi.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh subtitusi tepung millet terhadap tepung terigu pada

tingkat kesukaan ditinjau dari sifat sensoris mi millet kering?

2. Bagaimana sifat kimia dan fisik mi millet kering yang terbaik ditinjau dari

sifat sensoris mi millet kering?

3. Bagaimana daya simpan dari mi millet kering?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang telah dipaparkan, maka tujuan

dari penelitian ini adalah:

a. Menentukan pengaruh subtitusi tepung millet terhadap tepung terigu

(gandum) pada tingkat kesukaan (sensoris) mi millet kering.

b. Mengetahui karakteristik kimia dan fisik mi millet kering.

c. Mengetahui umur simpan mi millet kering.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

a. Untuk mengurangi panggunaan tepung terigu dalam pembuatan mi

millet kering. Dengan melakukan subtitusi tepung millet diharapkan

dapat mengurangi impor gandum dengan harga yang cukup tinggi

(17)

commit to user

b. Sebagai informasi ilmiah yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dibidang pangan khususnya tentang

(18)

commit to user

5

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Mi Kering

Mi merupakan makanan yang populer di Indonesia. Pada umumnya

mi dibuat dari tepung terigu dan beberapa diantaranya dari pati. Mi

berbahan baku pati yang ada di pasaran antara lain adalah soun (dari

tapioka), bihun (dari beras), dan mi gleser (dari sagu)

(Purwani dan Harimurti, 2005).

Menurut Astawan (2003) mi kering adalah mi segar yang telah

dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 8-10 %. Pengeringan dilakukan

dengan sinar matahari atau oven. Mi ini memiliki daya simpan yang relatif

panjang dan mudah penanganannya.

Untuk mendapatkan kualitas mi yang terbaik maka perlu dilakukan

upaya-upaya sebagai berikut:

a. Mi harus dibuat dengan menggunakan tepung terigu bergluten tinggi

dengan tingkat protein lebih dari 12 % sehingga mi yang dihasilkan

elastis dan tidak gampang putus.

b. Selain tepung terigu bergluten tinggi, juga diperlukan tambahan air,

garam serta air ki. Air ki terbuat dari air abu tetapi beraroma khas dan

membuat mi tidak gampang putus.

c. Mi dicetak menggunakan alat penggiling mi, ditaburi terlebih dahulu

seluruh permukaan mi dengan tepung kanji/tepung terigu/tepung

maizena sehingga mi tidak lengket.

Mi dapat diolah menjadi beragam sajian dengan cara direbus atau

digoreng. Untuk mi basah, dicuci dahulu dengan air panas supaya minyak

menghilang. Untuk mi kering, direndam atau direbus dalam air panas

hingga lunak (Anonimd, 2010).

Beberapa komponen dasar penyusun mi adalah tepung, air, telur,

garam, dan alkali. Tepung adalah sumber karbohidrat dalam mi. Tepung

(19)

commit to user

selain memberikan rasa pada mi, juga memperkuat struktur mi,

meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, dan mengikat air. Telur secara

keseluruhan meningkatkan nilai gizi mi dan juga membuat mi menjadi

tidak mudah putus. Putih telur memberi lapisan yang tipis dan kuat pada

permukaan mi dan mencegah kekeruhan saus mi. Sedangkan pada kuning

telur terdapat lesitin yang merupakan pengemulsi yang baik. Alkali pada

pembuatan mi biasanya dikenal sebagai air abu atau air ki. Fungsinya

adalah untuk meningkatkan elastisitas, ekstensibilitas, dan untuk

menghaluskan tekstur mi. Selain itu alkali juga dapat mengembangkan

adonan karena dalam air melepaskan CO2. Alkali yang biasa digunakan

adalah natrium karbonat, kalium karbonat dan garam fosfat. Penggunaan

garam alkali dalam pembuatan mi basah dapat mencapai 0,5-0,6% dari

berat tepung (Abidin, dkk, 2009).

Ditinjau dari segi nilai gizinya, mi dan bihun banyak mengandung

karbohidrat dan zat tenaga (energi) dengan kandungan protein yang relatif

rendah. Kandungan gizi mi dan bihun sangat bervariasi, tergantung pada

jenis, jumlah, dan kualitas bahan penyusunnya. Secara umum komposisi

gizi mi basah, mi kering serta bihun per 100 gram sampel dapat dilihat pada

Tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Gizi Mi dan Bihun per 100 gram Bahan

Zat Gizi Mi Basah Mi Kering Bihun

Sumber : Direktorat Gizi, DepKes (1992), dalam Astawan (1999)

Pada umumnya mi kering yang telah beredar dipasaran bahan baku

utamanya adalah tepung terigu dimana komposisi kimianya tidak

(20)

commit to user

membuat mi yang terbuat dari biji gandum pilihan yang berkualitas tinggi,

dapat merupakan zat gizi yang menyediakan energi bagi tubuh dan juga

dapat membantu memperbaiki tekstur serta menambah cita rasa dari bahan

pangan (Nasution, 2005).

Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-15,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat

khas mi adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin)

yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten

(Kent dan Ames, 1967).

Mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung

terigu, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan

makanan yang diizinkan, berbentuk mi (SNI 01-2974-1992).

Tahapan pembuatan mi kering meliputi:

a. Pencampuran bahan

Proses percampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan

air, membuat merata dengan mencampur dan membuat adonan dengan

membentuk jaringan gluten dengan meremas-remas. Untuk membentuk

adonan yang baik faktor yang harus dperhatikan adalah jumlah air yang

dtambahkan, waktu pengadukan dan temperatur (Soenaryo, 1985)

dalam (Muhajir, 2007). Menurut Astawan (2006) dalam Muhajir

(2007), air yang ditambahkan umumnya berjumlah 28-38% dari berat

tepung. Jika penambahan air kurang dari 38% menyebabkan adonan

menjadi keras, rapuh dan sulit untuk dibentuk menjadi lembaran.

b. Pengadukan/ pengulenan bahan

Pengadukan (mixing) berfungsi mencampur secara homogen

semua bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat

dan protein, serta membentuk dan melunakkan gluten. Mixing harus

berlangsung hingga tercapai perkembangan optimal dari gluten dan

penyerapan airnya. Dengan demikian, pengadukan adonan mi harus

(21)

commit to user

maksimal. Adapun yang disebut kalis adalah pencapaian pengadukan

maksimum sehingga terbentuk film pada adonan. Tanda-tanda adonan

mi kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di alat mixer dan

pengaduknya serta akan terbentuk lapisan tipis yang elastis saat adonan

dilebarkan (Kim, 1996).

c. Pengepresan mi

Setelah mendapatkan adoana yang diinginkan, maka adonan

tersebut di masukkan dalam mesin pres (roll pres). Dalam roll press

serat gluten yang tidak beraturan ditarik memanjang dan searah dengan

tekanan di antara roller. Pengepresan ini dilakukan secara

berulang-ulang melalui pengaturan tekanan roller. Mula-mula tekanan

ringan sampai tekanan berat sehingga diperoleh lembaran adonan

dengan ketebalan tertentu yaitu tekstur yang diinginkan

(Ubaidillah, 1997 dalam Muhajir, 2007).

d. Pencetakan mi

Pencetakan dilakukan dengan menggunakan silinder beralur.

Lembaran mi yang akan dicetak menjadi pilinan yang akan diletakkan

pada silinder beralur tersebut. Lebar dan bentuk untaian mi ini

ditentukan oleh dimensi rol-rol pemotong (Kim, 1996).

Lempengan adonan yang telah terbentuk, kemudian dimasukkan

ke dalam mesin pencetak mi. Lempengan tersebut akan dipotong

menjadi pilinan-pilinan mi dengan lebar 1-2 mm dan berombak-ombak

(Astawan, 2003).

e. Pengukusan (Steaming)

Setelah melalui proses pencetakan dilakukan pemasakan mi

dengan pemanasan. Pemanasan ini menyebabkan gelatinasi pati dan

koagulasi gluten. Menurut Astawan (2006) dalam Muhajir (2007),

gelatinasi ini dapat menyebabkan:

1) Pati meleleh dan membentuk lapisan tipis (film) yang dapat

(22)

commit to user

2) Meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi

mi.

3) Terjadi perubahan pati beta menjadi alfa yang lebih mudah

dimasak sehingga struktur alfa ini harus mempertahankan dalam mi

kering dengan cara dehidrasi (pengeringan) sampai kadar air

kurang dari 10%.

f. Pengeringan

Pengeringan bahan makanan dapat dilakukan dengan beberapa

cara, antara lain dengan cara penjemuran serta dengan alat pengering

buatan seperti pengering rak (cabinet dryer). Pengering rak memiliki

kelebihan bila dibandingkan dengan penjemuran karena suhu dapat

diatur sehingga waktu pengeringan dapat ditentukan dengan cepat dan

kebersihan dapat diawasi (Winarno, 2002).

2. Millet

Salah satu nama lain dari millet adalah Juwawut (Setaria italica)

adalah sejenis serealia berbiji kecil (milet) yang pernah menjadi makanan

pokok masyarakat Asia Timur dan Asia Tenggara sebelum budidaya padi

dikenal orang. Tumbuhan ini adalah yang pertama kali dibudidayakan di

antara berbagai jenis milet dan sekarang menjadi milet yang terluas

penanamannya di seluruh dunia, dan yang terpenting di Asia Timur

(Anonima, 2009).

Butir juwawut atau millet digunakan untuk makanan manusia di

Asia, Eropa bagian tenggara dan Afrika utara. Mungkin dimasak dan

dimakan seperti beras, baik utuh maupun dengan dihancurkan. Juga dapat

ditumbuk dan tepungnya dibuat roti tak beragi atau ketika tepungnya

dicampur dengan tepung terigu dapat dibuat roti beragi. Tepungnya juga

digunakan untuk membuat bubur dan puding. Di Cina bagian utara, tepung

ini menjadi bagian dari bahan pokok makanan dan biasanya dicampur

dengan polong-polongan dan dimasak, atau tepung dicampur dengan

(23)

commit to user

dihargai sebagai makanan dan diperlakukan sebagai hidangan `suci` dalam

upacara-upacara yang religius. Di Cina, juwawut dianggap sebagai suatu

makanan yang bergizi dan sering direkomendasikan untuk wanita-wanita

yang hamil dan orang tua. Sejak tahun 1990 juwawut juga telah digunakan

di Cina untuk membuat keripik mini, juwawut gulung kering dan tepung

untuk makanan bayi. Kecambah juwawut digunakan sebagai sayuran dan

terutama di Rusia dan Burma (Myanmar), digunakan sebagai bahan untuk

membuat bir dan alkohol, dan di Cina, juga digunakan untuk membuat cuka

dan anggur. Di Eropa, juwawut dan jenis Setaria lain ditanam sebagai

makanan unggas dan burung peliharaan. Hal yang sama juga terjadi di

Indonesia. Setaria italica liar dapat menjadi gulma yang merugikan pada

kebun gandum dan tanaman polong-polongan, terutama di daerah

temperate/beriklim hangat. Sebagai bahan obat, juwawut dapat dipakai

sebagai diuretic, astringent, digunakan untuk mengobati rematik

(Anonimb, 2009).

Pada Tabel 2.2 tertera perbandingan kandungan karbohidrat, protein,

lemak dan serat pada komoditi millet, jagung, beras dan tepung terigu.

Tabel 2.2. Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak dan Serat pada Komoditi Millet, Jagung dan Beras

Komoditas Karbohidrat Protein Lemak Serat

Sumber : Widyaningsih dan Mutholib, 1999

* Sumber : Nio (1992) dalam Ahmad Muhajir (2007)

Dari Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa kandungan karbohidrat, dan

protein millet hampir sama dengan kandungan tepung terigu. Dari data

tersebut maka dapat diprediksi bahwa tepung millet dapat digunakan untuk

pengganti atau digunakan sebagai subtitusi dari tepung terigu. yang selama

(24)

commit to user

Millet termasuk tanaman ekonomi minor namun memiliki nilai

kandungan gizi yang mirip dengan tanaman pangan lainnya seperti padi,

jagung, gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain karena tanaman millet

sendiri adalah tergolong ke dalam jenis tanaman biji-bijian. Masyarakat

belum mengenal millet sebagai sumber pangan sehingga selama ini

tanaman millet hanya dijadikan sebagai pakan burung. Padahal tanaman ini

dapat diolah menjadi sumber makanan oleh masyarakat guna mendukung

ketahanan pangan dan mengantisipasi masalah kelaparan (Marlin, 2009).

Jenis millet yang banyak dijumpai di dunia :

1. Pearl millet (Pennisetum glaucum)

(a) (b)

Gambar 2.1 Pearl Millet (a) Tanaman (b) Biji

Pearl millet dapat tumbuh baik pada daerah yang mengalami

kekeringan, kesuburan tanah yang rendah, dan suhu tinggi. Selain itu

juga tumbuh dengan baik di tanah yang berkadar garam tinggi atau

pH rendah. Millet dapat tumbuh di daerah-daerah lain dimana

tanaman sereal seperti jagung atau gandum, tidak dapat bertahan.

Tanaman Pearl Millet dapat dilihat pada Gambar 2.1a.

Biji Pearl Millet seperti pada Gambar 2.1b relatif tinggi

protein dan memiliki keseimbangan asam amino yang baik. Selain itu

juga tinggi lisin dan metionin, sistin. Pearl millet mengandung

metionin dua kali lebih banyak dari sorgum, sifat penting untuk

produksi unggas organik. Biji-bijian ini juga relatif tinggi lemak, dan

(25)

commit to user 2. Foxtail millet (Setaria italica)

(a) (b)

Gambar 2.2 Foxtail millet (a) Biji (b) tanaman

Foxtail millet (Gambar 2.2) (Setaria italica nama botani)

adalah jenis tanaman millet kedua yang paling banyak ditanam dan

yang paling penting di Asia Timur. Memiliki sejarah terpanjang di

antara budidaya millets, yang telah ditanam di Cina sejak di milenium

keenam SM. Nama lain untuk millet adalah Italian Millet, Jerman

millet, Cina millet, dan Hungaria millet.

Foxtail millet adalah jenis millet dengan batang berdaun yang

dapat mencapai ketinggian 120-200 cm (3,9-6,6 m), berbulu panicle

5-30 cm (2,0-12 in). Biji kecil, dengan diameter sekitar 2 mm (kurang

dari 1/8 in), yang terbungkus tipis, seperti kertas yang terbungkus

yang mudah dibuang ketika ditumbuk. Warna biji sangat bervariasi di

antara varietas.

3. Proso millet (Panicum miliaceum)

(a) (b)

(26)

commit to user

Proso millet (Gambar 2.3) (Panicum miliaceum) pertama kali

muncul sebagai tanaman di Transcaucasia dan Cina sekitar 7.000

tahun yang lalu, menunjukkan bahwa hal itu mungkin karena telah

didomstikasi secara independen di setiap daerah. Hal ini masih

dibudidayakan secara luas di India, Rusia, Ukraina, di Timur Tengah,

Turki dan Rumania. Di Amerika Serikat, proso terutama ditanam

untuk pakan burung. millet ini dijual sebagai makanan kesehatan dan

karena kurangnya gluten: itu dapat dimasukkan dalam menu diet

orang-orang yang tidak bisa mentolerir gandum.

Proso bisa disesuaikan dengan berbagai kondisi tanah dan

iklim, tetapi memiliki musim tanam yang pendek, dan membutuhkan

sedikit air. Kebutuhan air untuk millet jenis proso ini adalah terendah

dari setiap major sereal. Ini adalah tanaman yang sangat baik untuk

lahan kering dan tidak-sampai pertanian/no-till farming. Proso millet

adalah sebuah tanaman rumput tahunan yang mencapai ketinggian

rata-rata 100 cm (4 kaki.). Benih-benih kecil (2-3 mm atau 1 inci atau

lebih) dan dapat menjadi berwarna krem, kuning, oranye-merah, atau

coklat.

4. Finger millet (Eleusine coracana)

Gambar 2.4 Finger millet (Eleusine coracana)

Finger millet (Gambar 2.4) (Eleusine coracana, Amharik "Dagusa" atau tōkūsō), juga dikenal sebagai millet Afrika atauRagi di Kannada), merupakan tanaman tahunan yang ditanam secara luas

sebagai sereal di daerah kering Afrika dan Asia. Finger millet

(27)

commit to user

sekitar 4000 tahun yang lalu. Hal ini sangat disesuaikan dengan

ketinggian yang lebih tinggi dan tumbuh di Himalaya dengan

ketinggian hingga 2.300 meter.

Setelah dipanen, benih akan tetap sangat baik dan jarang

diserang oleh serangga atau moulds. Kapasitas penyimpanan yang

panjang membuat finger millet menjadi tanaman penting dalam

strategi menghindari risiko untuk masyarakat petani miskin.

Kegunaan millet selama ini hanya untuk pangan burung

piaraan. Namun dengan kemajuan zaman dan pola pikir manusia yang

kreatif maka millet sekarang ini tidak hanya digunakan sebagai pakan

burung saja tetapi dibeberapa daerah di Indonesia dijadikan tepung

kemudian dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan mi, cookies,

roti tawar dan di propinsi Papua telah lama digunakan sebagai bubur

untuk makanan sehari-hari.

3. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan hasil dari biji gandum dimana digunakan

sebagai makanan pokok manusia, pakan ternak dan bahan industri yang

mempergunakan karbohidrat sebagai bahan baku. Gandum dapat

diklasifikasikan berdasarkan tekstur biji gandum (kernel), warna kulit biji

(bran), dan musim tanam. Berdasarkan tekstur kernel, gandum

diklasifikasikan menjadi hard, soft, dan durum. Sementara itu berdasarkan

warna bran, gandum diklasifikasikan menjadi red (merah) dan white

(putih). Untuk musim tanam, gandum dibagi menjadi winter (musim

dingin) dan spring (musim semi). Namun, secara umum gandum

diklasifikasikan menjadi hard wheat, soft wheat dan durum wheat (Anonimc, 2010).

Gandum merupakan salah satu jenis serelia yang cukup populer dan

merupakan bahan dasar pembuatan tepung. Sampai sekarang tidak ada

bahan lain sebagai pengganti gandum untuk membuat roti, bahan makanan

yang dapat mengembang dengan bantuan ragi karena gandum adalah

(28)

commit to user

gandum yang tidak larut dalam air, mempunyai sifat elastis seperti karet.

Selanjutnya gluten merupakan kerangka dari roti beragi. Dalam industri

pembuatan roti beragi, keberadaan gluten merupakan syarat

(Anonime, 2009).

Tanaman gandum jarang ditemukan di Indonesia karena kondisi

lingkungan fisik di Indonesia tidak cocok untuk tanaman gandum yang

merupakan tanaman subtropis. Akan tetapi masyarakat Indonesia

cenderung lebih menyukai produk olahan gandum seperti mi instan bahkan

lebih besar dari jagung dan ubi kayu. Umumnya produk olahan gandum

lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang hidup diperkotaan.

Meningkatnya konsumsi produk olahan gandum akan meningkatkan impor

gandum atau tepung gandum. Tepung gandum sendiri mempunyai

kandungan protein dan karbohidrat yang lebih tinggi daripada tepung yang

dibuat dari jenis lain (Global-Agricalture, 2009).

Protein gandum bersifat unik diantara protein tumbuhan lain dan

berperan penting pada sifat tepung terigu teruatama dalam pembuatan roti.

Metode fraksinasi klasik yang didasarkan pada ciri kelarutan menunjukkan

adanya empat fraksi utama yaitu albumin, globulin, gliadin dan glutenin

(De Man, 1997). Kandungan protein total pada tepung terigu bervariasi

antara 7 – 18 persen, tetapi pada umumnya 8 – 14 persen. Sekitar 80 persen

dari protein tersebut merupakan gluten (Matz, 1972). Pada saat terigu

dibasahi dengan air, terigu mampu membentuk gluten. Pembentukan gluten

terjadi karena adanya interaksi antara gliadin dengan glutenin

(Ruiter, 1978 dalam Retno, 1992).

Sifat unik protein gluten adalah kemampuannya membentuk pasta

atau adonan yang sifat kohesifnya kuat dan viskoelastis saat dicampur dan

diaduk dalam air saat suhu kamar. Komposisi dan ukuran molekul yang

besar dari gliadin dan glutenin menentukan sifat gluten. Rendahnya

kandungan asam amino yang dapat terion mengakibatkan protein gluten

sulit larut dalam larutan cair yang bersifat netral. Glutenin bertanggung

(29)

commit to user

extensibilitas adonan dalam pembuatan roti. Beberapa jenis tepung terigu

dengan kandungan protein yang berbeda terdapat di Indonesia. Hal ini

tertera pada Tabel 2.3 mengenai panduan mutu tepung terigu.

Tabel 2.3. Panduan Mutu Tepung Terigu

Parameter Cakra kembar/

kereta kencana

Segitiga biru Kunci biru

Kadar air max (%db) 14,5 14,5 14,5

Kadar abu max (%db) 0,6 0,6 0,6

Protein min (%db) Nx5,7 12 10-11 8-9

Kadar gluten min % 30 25 21

Sumber : Bogasari Flour Mills (1996) dalam Fajriyah (1998)

Tingkat konsumsi gandum pada saat ini telah mencapai 5 juta ton per

tahun. Impor gandum diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga

100% selama 10 tahun mendatang. Artinya akan ada potensi impor gandum

hingga 10 juta ton. Setiap tahun lebih dari 5 miliar Dolar AS atau setara Rp

50 triliun lebih devisa habis untuk mengimpor pangan. Mulai dari gandum,

kedelai, jagung, daging, telur, susu, sayuran, dan buah-buahan, bahkan

garam yang kebutuhannya masih dapat dipenuhi oleh produsen garam lokal

juga dimpor dengan nilai Rp 900 miliar (Najib, 2010).

Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. Tepung terigu

diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan

terigu diantara serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten

pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mi

menyebabkan mi yang dihasilkan tidak mudah putus pada proses

pencetakan dan pemasakan. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah

terigu yang memiliki kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu

0,25-0,60 %, dan gluten basah 24-36 % (Astawan, 1999).

Berdasarkan kandungan protein (gluten), terdapat 3 jenis terigu yang

ada di pasaran, yaitu sebagai berikut :

a. Terigu hard flour. Terigu jenis ini mempunyai kadar protein 12-13 %.

Jenis tepung ini digunakan untuk pembuat mi dan roti. Contohnya

(30)

commit to user

b. Terigu medium hard flour. Jenis tepung ini mengandung protein

9,5-11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk campuran pembuatan

mi, roti dan kue. Contohnya adalah terigu cap Segitiga Biru.

c. Terigu soft flour. Jenis terigu ini mengandung protein 7-8,5 %. Jenis

tepung ini hanya cocok untuk membuat kue contohnya adalah terigu

cap Kunci.

Dalam prakteknya, tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mi

terdiri dari campuran dua jenis tepung hard flour dan medium hard flour.

Pencampuran kedua jenis tepung tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan

konsentrasi protein yang dikehendaki sehingga akan menghasilkan tekstur,

konsistensi dan rasa yang khas dari produk yang bersangkutan

(Astawan, 2006) dalam (Muhajir 2007).

4. Prediksi Umur Simpan a. Aktivitas Air dan Kadar Air

Besarnya Aw bahan makanan berbeda-beda menurut sifat

relatifnya terhadap air murni dan hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat

produk serta kondisi lingkungannya. Berdasarkan teori perubahan fase,

maka kandungan air bahan makanan yang ditempatkan di udara terbuka

akan berubah sampai mencapai kondisi seimbang dengan kelembaban

nisbi udara sekitarnya. Kondisi seimbang tercapai apabila kadar air

bahan sudah menjadi konstan (Adawiyah, 2005).

Air dalam suatu bahan makanan terdapat dalam berbagai bentuk,

yaitu:

1) Air bebas, terdapat dalam ruang antar sel dan inter glanular dan

pori-pori yang terdapat dalam bahan.

2) Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada

permukaan koloid makromolekuler seperti protein, pektin, pati,

selulosa. Selain air juga terdispersi diantara koloid tersebut dan

(31)

commit to user

bentuk ini masih tetep mempunyai sifat air bebas dan dapat

dikristalkan pada proses pembekuan.

3) Air dalam keadaan terikat kuat, yaitu membentuk hidrat. Ikatannya

bersifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air

ini tidak membeku meskipun pada 00F.

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya

proses kerusakan bahan makanan, misalnya proses mikrobiologis,

kimiawi, enzimatis, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan

air dalam bentuk lainnya tidak membantu proses kerusakan tersebut

diatas. Oleh karenanya, kadar air bahan merupakan parameter yang

absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya

kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat digunakan pengertian

Aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses –

proses kerusakan bahan makanan (Sudarmadji, dkk, 1989).

Aktivitas air dinyatakan sebagai perbandingan antara tekanan uap

air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (Po) pada suhu yang sama.

Perbandingan ini juga menggambarkan kelembaban relatif seimbang

atau Equilibrium Relative Humadity ( ERH ) udara sekitar bahan

terhadap kadar air bahan. (Adnan, 1982). Apabila kadar air suatu bahan

sudah mencapai keseimbangan dengan udara sekelilingnya, maka Aw

dalam bahan adalah sama dengan Aw udara tersebut. Oleh karena itu,

Aw suatu bahan dapat ditentukan berdasarkan kelembaban nisbi

(32)

commit to user Keterangan :

P = Tekanan uap air bahan.

Po = Tekanan air murni pada suhu yang sama.

ERH = Equilibrium Relative Humadity.

b. Pola Isoterm Sorpsi Lembab.

Sorpsi isotermis air adalah kurva yang menghubungkan data

kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu tertentu. Sorpsi

isotermis sangat penting dalam merancang proses pengeringan,

terutama dalam menentukan titik akhir pengeringan serta meramal

perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan

selama bahan tersebut disimpan (Labuza, 1984).

Menurut Labuza (1984), secara umum ada tiga klasifikasi

kurva Isoterm Sorpsi Lembab (Gambar 2.5). Kurva Isoterm Sorpsi

Lembab tipe I adalah suatu isoterm adsorpsi untuk bahan berbentuk

kristal, misalnya gula murni. Bahan tersebut hanya sedikit menyerap

air sampai Aw-nya mencapai sekitar 0,7 – 0,8. Hal ini karena

pengikatan air hanya terjadi di permukaan kristal.

Pada sebagian besar makanan, seperti serealia dan bahan

makanan kering mengikuti pola sigmoid yang tampak pada kurva

isoterm tipe II. Penyerapan air bahan jenis ini dipengaruhi secara

kumulatif oleh efek – efek fisika – kimia sehingga tampak terdapat

dua lengkungan, yaitu pada Aw sekitar 0,2 – 0,4 dan Aw 0,6 – 0,7.

Sedangkan kurva isoterm tipe III merupakan bentuk khas dari

kelompok senyawa anti kempal (misalnya Ca Silikat) yang mampu

menyerap banyak air. Pada tipe ini biasanya terjadi perubahan kadar

air yang cukup besar pada perubahan nilai Aw yang cukup kecil

(33)

commit to user aw

Gambar 2.5. Tipe-tipe Kurva Isoterm Sorpsi Lembab (Labuza, 1984).

Untuk menggambarkan kurva ISL ada beberapa persamaan

yang dapat digunakan, antara lain persamaan Henderson, Polinomial

Pangkat Tiga dan Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB)

(Labuza, 1984).

c. Penggunaan Kurva Isoterm Sorpsi lembab.

1) Stabilitas Bahan Makanan pada Kadar Air lapis Tunggal.

Air yang terikat pada bahan makanan dapat dikategorikan

menjadi tiga, yaitu air terikat primer, air terikat sekunder, dan air

terikat tersier. Klasifikasi ini didasarkan pada posisi molekul air

terikat dengan gugus aktif bahan makanan :

- Daerah IL-1 ( Aw< 0,25), dimana air terdapat dalam bentuk lapis

tunggal yaitu molekul air terikat sangat kuat sehingga sulit

diuapkan. Pada daerah ini walaupun kerusakan-kerusakan lainnya

dapat dihambat, namun oksidasi lemak akan meningkat dengan

menurunnya nilai Aw. Karena air tidak lagi sebagai barier sehingga

O2 dapat lebih mudah mengadakan kontak dengan lemak.

- Daerah IL-2 ( Awantara 0,25-0,75), air terikat kurang kuat dimana

kerusakan mikrobiologis dapat dicegah namun pada bagian atas

dari daerah ini kerusakan kimiawi maupun enzimatis dapat berjalan

cepat. Sedangkan pada bagian bawah IL-2 dapat dikatakan sebagai III

II

(34)

commit to user

daerah yang paling stabil dimana kecepatan ketiga kerusakan

tersebut paling kecil.

- Daerah IL-3 ( Aw di atas 0,75), air dalam keadaan bebas (tidak

terikat) atau disebut sebagai kondensasi kapiler sehingga laju

kerusakan bahan makanan secara mikrobiologi, kimiawi maupun

enzimatik berlangsung dengan cepat (Suyitno, 1995).

Kadar air suatu bahan dimana air berada dalam posisi terikat

primer disebut kadar air lapis tunggal. Penelitian terhadap kecepatan

reaksi – reaksi kimia dan bahan makanan menunjukkan bahwa bagi

sebagian besar bahan makanan kering apabila kadar airnya berada di

bawah kadar air lapis tunggal maka kerusakannya sangat kecil dan

dapat diabaikan. Kadar air lapis tunggal dapat ditentukan dari

persamaan Isoterm Brunaurer-Enmet-Teller (BET), dan umumnya

berkisar antara Aw 0,2 – 0,4. Nilai BET dapat menunjukkan kadar

air kritis atau aw kritis (Labuza, 1984).

2) Perhitungan Kadar Air Lapis Tunggal BET

Kadar air lapis tunggal suatu produk pangan dapat diketahui

dengan mengikuti konsep BET yaitu teori tentang adsorpsi molekul

gas oleh benda padat. Kadar air lapis tunggal BET dapat

diperhitungkan dari isoterm sorpsi lembabnya. Menurut Labuza

(1984), persamaan umum BET adalah sebagai berikut :

a

Persamaan di atas dapat dinyatakan sebagai berikut :

(35)

commit to user

Jadi hubungan antara a / (1-a) M vs a, merupakan sebuah garis

lurus (linear). Dengan diketahuinya nilai S dan I dari grafik yang

dibuat persamaan umum BET tersebut, maka kadar air lapis tunggal

BET dapat dihitung dengan persamaan berikut:

S I Mo

+

= 1

Untuk membatasi dan mengendalikan pengaruh kondisi

lingkungan terhadap produk sampai batas tertentu, dapat ditempuh

dengan melakukan pengemasan menggunakan bahan pengemas dan

cara pengemasan yang baik atau sesuai.

Persyaratan dan spesifikasi wadah atau pembungkus berbeda

menurut jenis bahan hasil industri dan tujuan utamanya. Tetapi pada

umumnya ditujukan untuk menghindari kerusakan yang disebabkan

oleh mikroba, fisik, kimia, biokimia, perpindahan uap air dan gas,

sinar UV dan perubahan suhu. Selain itu kemasan harus ekonomis,

mampu menekan ongkos produksi, mudah dikerjakan secara

maksimal, tidak mudah bocor, penyok, dan mudah dalam

penyimpanan, pengangkutan dan distribusi (Syarief, Rizal dan Anies

Irawati, 1988).

Daya proteksi bahan pengemas ditentukan oleh permeabilitas

serta konstanta permeabilitas pengemasnya (Downes dan Giacin,

1987). Besarnya konstanta permeabilitas dipengaruhi oleh jenis

pengemas dan kualitas penutupan. Adapaun kondisi lingkungan yang

berperan adalah suhu dan kelembaban. Permeabilitas bahan

pengemas terhadap uap air dan gas dipengaruhi oleh suhu, ketebalan

lapisan, dan komposisi serta RH lingkungan (Buckle dkk, 1987).

Konstanta permeabilitas sebagai permeance yang dinyatakan

dengan atau tanpa menyatakan satuan tebal atau tekanan. Nilai

tersebut pada umumnya dinyatakan berlaku untuk bahan dengan

tebal tertentu pada suhu dan kelembaban tertentu pula.

(36)

commit to user

digunakan pada industri pengemasan dinyatakan sebagai gram

H2O/hari/100 inci untuk tebal dan suhu serta kelembaban relatif

tertentu (Supriyadi, 1993).

d. Bahan Pengemas Plastik

Bahan pengemas yang kini digunakan secara luas adalah

plastik karena mudah didapatkan dan harganya relatif murah. (Benning,

1983). Kemasan plastik praktis penggunaannya, mudah diperoleh,

murah, ringan, bersih, tahan terhadap kelembaban dan gas, tahan

terhadap suhu tinggi dan rendah, serta elastis dan tidak mudah disobek

(Pantastico, 1986).

Wadah yang dibuat dari plastik dapat berbentuk film

(lembaran plastik), kantung, wadah dan bentuk-bentuk lain seperti

botol, kaleng, stoples dan kotak. Kini penggunaan plastik sangat luas

karena relatif murah ongkos produksinya, mudah dibentuk menjadi

aneka model, mudah penanganannya dalam system distribusi dan bahan

bakunya mudah diperoleh (Syarief, Rizal dan Anies Irawati, 1988)

Salah satu jenis plastik yang banyak digunakan adalah

polielefin. Plastik golongan ini, seperti polietilen (PE), polipropilen

(PP), dan kopolimer lain merupakan jenis plastik yang paling banyak

dipakai pada industri makanan. Banyak digunakan sebagai film,

cetakan, pelapis, perekat, dan tutup

1) Polietilen

Etilen merupakan senyawa utama yang digunakan pada

pembuatan plastik ini. Rantai polimer dapat bercabang atau lurus.

Polimer rantai lurus menghasilkan densitas tinggi, sedangkan

semakin banyak rantai cabangnya, polimer etilen akan semakin

rendah densitasnya (Brown, 1992).

Polietilen dibuat dengan cara polimerisasi dari gas etilen

yang merupakan hasil samping dari industri minyak dan batu bara.

Terdapat dua macam proses polimerisasi yang dilakukan dan

(37)

commit to user

polimerisasi yang dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi

(1000-3000 atmosfer), menghasilkan molekul makro dengan

banyak percabangan, yaitu campuran dari rantai lurus dan rantai

bercabang. Cara kedua, polimerisasi dalam bejana bertekanan

rendah (10-40 atmosfer), menghasilkan molekul makro berantai

lurus dan tersusun parallel (Suyitno, 1990 dalam Ratna 2010).

Menurut Suyitno (1990) dalam Ratna (2010), formula

molekul dari polietilen adalah (CH2)n, walaupun rantai molekul

makro dikatakan lurus namun kenyataannya susunan atom-atom

karbon tersebut dalam formasi zig-zag (Gambar 2.6)

CH2 CH2 CH2 CH2

CH2 CH2 CH2 CH2

Gambar 2.6 Formasi Rantai Lurus dari Molekul Makro Polietilen (Suyitno, 1990 dalam Ratna, 2010)

Adanya rantai-rantai cabang dalam molekul makro akan

mencegah saling menumpuknya rantai sehingga kerapatan

(densitas) dari bahan menjdi rendah. Oleh sebab itu, polietilen

densitas rendah (PEDR) dihasilkan dari proses polimerisasi pada

tekanan tinggi. Polietilen densitas rendah adalah bahan yang

bersifat kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaannya

terasa agak berlemak. Pada suhu kurang dari 600C, sangat resisten

terhadap sebagian besar senyawa kimia. Di atas suhu tersebut

polimer ini menjadi larut dalam pelarut hidrokarbon dan

hidrokarbon klorida. Daya proteksinya terhadap uap air tergolong

baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti

oksigen.

Polietilen densitas tinggi (PEDT) yang dihasilkan dengan

polimerisasi pada tekanan dan suhu rendah (50o-75oC) memakai

katalisator Ziegler, sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus

(38)

commit to user

tahan lebih baik terhadap minyak dan lemak, titik lunak lebih

tinggi, akan tetapi daya tahan terhjadap pukulan (impact) dan

permeabilitas uap airnya lebih rendah (Suyitno, 1990 dalam

Ratna 2010).

Sifat-sifat baik yang dimiliki PE, antara lain :

a) Permeabilitas uap air dan air rendah

b) Mudah dikelim panas

c) Fleksibel

d) Dapat digunakan untuk penyimpanan beku (-500C)

e) Transparan sampai buram

f) Dapat digunakan sebagai bahan laminasi dengan bahan lain

Kelemahannya :

a) Permeabilitas oksigen agak tinggi

b) Tidak tahan terhadap minyak (Terutama LDPE).

(Syarief, Rizal dan Anies Irawati, 1988).

Polietilen merupakan bahan kemasan yang penting karena

harganya relatif murah, kuat, transparan dan mudah direkatkan atau

dibentuk dengan panas. Polietilen dibedakan atas polietilen

berkerapatan tinggi dan polietilen berkerapatan rendah. Polietilen

berkerapatan tinggi mempunyai sifat permeabilitas rendah dan

stabilitas tinggi terhadap panas, biasanya untuk kemasan yang

bersifat kaku. Polietilen berkerapatan rendah sangat fleksibel

pembentukan dan penggunaannya sehingga baik untuk kemasan

sebagai kantong (Priyanto, 1988).

2) Polypropilene

Polipropilen (PP) merupakan salah satu jenis termoplastik

yang pertama kali direkomersialkan pada tahun 1950-an.

Polipropilen dibuat dengan polimerisasi katalitik dari monomer

propilen menggunakan panas dan tekanan. Polipropilen banyak

digunakan untuk pengemas makanan yang bersifat kaku

(39)

commit to user

Polipropilen dihasilkan dengan polimerisasi gas

polipropilen murni dengan Ziegler-Natta katalis. Polipropilen

merupakan plastik dengan densitas antara 0,9-0,91. Polipropilen

mempunyai sifat tingkat kekakuan yang baik, kuat, permukaan

mengkilap, dan kenampakan yang bening ( Kondo, 1990 ).

Menurut Supriyadi (1993), polipropilen mempunyai sifat

tingkat kekakuan baik, kuat, dan transparan pada bentuk film, tahan

terhadap panas, relative sulit ditembus uap air, akan tetapi mudah

sekali ditembus oleh gas. Polipropilen baru akan meleleh pada suhu

162oC sehingga dapat digunakan sebagai kemasan kantong yang

tahan terhadap proses pemanasan suhu tinggi seperti sterilisasi.

Sifat tahan terhadap suhu tinggi membawa konsekuensi menjadi

sulit direkatkan dengan menggunakan panas.

Polipropilen bersifat lebih keras dan titik lunaknya lebih

tinggi dari pada PEDT, lebih kenyal namun daya tahannya terhadap

kejutan lebih rendah terutama pada suhu rendah. Tidak mengalami

stress cracking oleh perubahan kondisi lingkungan, tahan terhadap

sebagian besar senyawa kimia, kecuali pelarut aromatik dan

hidrokarbon klorida dalam keadaan panas. Sedangkan sifat

permebilitasnya terletak antara PEDR dan PEDT. Permukaannya

yang keras dan licin membuatnya sulit ditulisi atau ditempeli tinta

(40)

commit to user

Tabel 2.4. Daya tembus dari Plastik Tipis yang Fleksibel Terhadap N2, O2, CO2 dan H2O.

Plastik Tipis Daya Tembus (cm3/cm2/mm/det/cmHg) x 1010 N2 30oC O2 CO2 25oC, 90 Rh H2O

Polyethylene (kerapatan rendah) 19 55 352 800 Polyethylene (kerapatan tinggi) 2,7 10,6 35 130

Polystyrene 2,9 11,0 88 12000

Polyamide 0,1 0,38 1,6 7000

Polypropylene - 23,0 92 680

PVC 0,4 1,2 10 1560

Polyester 0,05 0,22 1,53 1300

Polyvinyledene chlorida 0,0094 0,053 0,29 14

Rubber Hydrocloride 0,08 0,3 1,7 240

Polyvinil Acetat - 0,5 - 100000

Ethyl Cellulose 84 265 2000 130000

Cellulose Acetat 2,8 7,8 68 75000

Sumber : Buckle and Edwards, (1987).

e. Umur Simpan

Umur simpan adalah selang waktu sejak barang diproduksi

hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat

khususnya. Atau, umur simpan adalah waktu yang dibutuhkan oleh

suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari

segi keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan organoleptik, setelah disimpan

dalam kondisi yang direkomendasikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan

1. Jenis & karakteristik produk pangan

a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama

dibanding produk segar.

b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity,

sedang produk yang mengandung protein & gula berpotensi

mengalami reaksi maillard (warna coklat).

2. Jenis & karakteristik bahan kemasan

Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan

(41)

commit to user 3. Kondisi lingkungan

a. Intensitas sinar (UV) menyebabkan terjadinya ketengikan

dan degradasi warna.

b. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.

Bagi suatu produk yang sudah dikemas, maka umur simpannya dipengaruhi selain oleh sifat dan kondisi kritis juga ditentukan oleh

proteksi dari kemasannya. Dalam hal ini permeabilitas uap air dari

sistem kemasan sangat menentukan umur simpannya. Jadi suatu produk

yang sudah dikemas, umur simpannya dipengaruhi oleh sifat produk

(ISL), kadar air kritis, kemasan (permeabilitas), dan suhu serta RH

udara (Labuza, 1984).

Menurut Labuza (1984), umur simpan produk dalam kemasan

dapat diprediksi berdasarkan teori difusi atau penyerapan gas oleh atau

dari produk yang diformulasikan sebagi berikut :

Ket : Me = Kadar air pada kondisi seimbang dengan suhu dan

RH udara Luar (g air/100 g bahan kering),

berdasarkan perkiraan garis lurus

Mi = Kadar air awal produk (g air/ 100g)

Mc = Kadar air kritis (g air/ 100 g bahan kering)

K/x= Permeabilitas kemasan (g air/ hari. M2 mm Hg)

A = Luas permukaan kemasan (m2)

Ws = Berat produk dalam kemasan (g)

Po = Tekanan uap air murni pada suhu pengujian (mmHg)

b = Slope kurva ISL di daerah operasi penyimpanan ө = Umur simpan (hari)

(42)

commit to user B. Kerangka Berpikir

Mi kering merupakan salah satu makanan yang berbahan baku tepung

terigu. Tepung terigu berasal dari gandum yang selama ini untuk memenuhi

kebutuhan gandum negara Indonesia masih impor dari negara-negara

penghasil gandum. Untuk mengurangi konsumsi gandum yang cukup tinggi

maka perlu adanya subtitusi menggunakan lokal. Salah satu komoditi lokal

yang dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan tepung gandum adalah

komoditi millet. Namun millet ini belum tergali manfaatnya di kalangan

masyarakat luas. Oleh karena itu diharapkan penggunaan millet dapat

mengurangi konsumsi tepung gandum, sehingga dapat menghemat devisa

negara dan memperkaya khasanah kuliner nusantara. Komoditi ini biasanya

digunakan untuk pakan burung. Diagram kerangka berpikir dapat dilihat pada

Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kerangka Berpikir Bahan baku

Tepung terigu

Terigu selama ini impor Harga terigu naik

Komoditi lokal (millet) dan kandungan seratnya

tinggi

Mi kering Substitusi terigu dg

tepung millet Mi kering

(43)

commit to user C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah variasi formula berpengaruh pada

subtitusi tepung millet dengan tepung terigu terhadap tingkat kesukaan mi

(44)

commit to user

31

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses

Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta dan laboratorium

PAU Pangan dan Gizi UGM. Penelitian akan dilakukan selama ± 4 bulan.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan mi kering millet yang utama

yaitu jenis pearl millet dan tepung terigu. Millet diperoleh dari pasar lokal di

Surakarta. Tepung terigu (cap “Cakra Kembar”) produksi PT. Bogasari dan

garam (bahan pembantu) diperoleh di toko bahan baku pembuatan roti.

Sedangkan seperangkat bahan kimia yang digunakan yaitu seperangkat

bahan kimia untuk analisa kadar protein dengan metode Kjeldahl (larutan

H2SO4 pekat, air raksa oksida, larutan K2SO4, larutan natrium

hidroksida-natrium thiosulfat, larutan asam borat jenuh, larutan asam klorida 0,02 N).

Bahan Kimia Untuk analisis kadar Lemak: petroleum ether.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan mi millet kering adalah alat

pencetak mi, baskom, timbangan, panci, kompor gas, cabinet dryer.

Alat-alat yang digunakan untuk analisa kadar air adalah oven, cawan, desikator,

penjepit cawan, timbangan analitik. Untuk analisa kadar abu digunakan

cawan pengabuan, tanur pengabuan, penjepit cawan, timbangan analitik.

Untuk analisa kadar protein digunakan pemanas kjeldahl, labu kjeldahl

berukuran 30 ml/50 ml, alat distilasi lengkap dengan erlenmeyer

berpenampung berukuran 125 ml, buret 25 ml/50 ml, timbangan analitik.

Uji sensoris digunakan borang, nampan dan piring kecil. Alat yang

digunakan dalam penentuan umur simpan yaitu oven, botol timbang dan

(45)

commit to user

penyimpanan dan neraca analitik. Untuk analisis kadar lemak tabung reaksi

Soxhlet dalam thimble, kondensor, tabung ekstraksi, alat destilasi Soxhlet,

penangas air, oven, botol timbang. Untuk pengukuran tekstur mi millet

kering: Lloyd Universal Testing machine untuk pengukuran tekstur.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

perlakuan perbedaan formulasi. Variasi formulasi mi millet kering pada

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Variasi Perlakuan Formulasi Mi Millet Kering

Formulasi Tepung terigu (%)

Tepung Millet (%)

F1 80 20

F2 70 30

F3 60 40

F4 50 50

Dalam rancangan penelitian ini, terdapat dua faktor penentu, yaitu

faktor tetap dan faktor tidak tetap. Faktor tetapnya yaitu konsentrasi

penambahan tepung terigu dan tepung millet pada pembuatan mi kering serta

faktor tidak tetapnya yaitu kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar serat

kasar, sifat organoleptik (warna, rasa, kekenyalan, dan aroma) dan umur

simpan.

D. Tahapan Penelitian 1. Pembuatan Mi Kering

Penelitian ini terdiri dari 2 tahapan utama, yaitu tahapan pertama

penyiapan tepung millet dengan menggunakan alat penepung kemudian

dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan 80 mesh. Selanjutnya

(46)

commit to user

Adapun gambar diagram alir proses pembuatan mi millet kering adalah

pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Mi Millet Kering Keterangan * : Sesuai dengan variasi formulasi mi millet kering pada Tabel 3.1

Pencampuran Bahan

Pengulenan Bahan (± 10-20 menit)

Pembentukan Lembaran dan Mi

Pengukusan (± 10 mnt) Tepung komposit*

Mi basah Garam, air

Pengeringan suhu 600C, selama 5,5 jam

Gambar

Gambar 2.5.
Gambar 2.6 Formasi Rantai Lurus dari Molekul Makro Polietilen
Tabel 2.4. Daya tembus dari Plastik Tipis yang Fleksibel Terhadap   Plastik Tipis N2, O2, CO2 dan H2O
Gambar 2.7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “ Formulasi Tepung Komposit dari Terigu, Kecambah Jagung, Dan Rumput Laut Pada Pembuatan Mi Kering ”

Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan penambahan subtitusi tepung terigu dengan tepung pisang intensitas warna cookies semakin gelap, tekstur pada

Tujuan penelitian untuk mendapatkan formulasi terbaik pembuatan mi kering menggunakan tepung komposit komposit pisang Siberas dengan tepung ubi jalar oranye dan

Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mi kering dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan yaitu terigu, tepung kecambah jagung, dan rumput laut.. Perlakuan P1 dan P2 memiliki

Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu protein tinggi, tepung tersebut mengandung lemak 0,95% lebih sedikit dibandingkan dengan hasil dari mi kering substitusi

Dari Tabel 4.8 ditunjukkan bahwa penggunaan tepung umbi suweg sebagai substitusi terigu dalam pembuatan mi kering memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap

Mi kering non terigu dengan konsentrasi tinta cumi 12% dan waktu pengukusan 15 menit menghasilkan kadar air tertinggi yaitu sebesar 12,48%; tensile strength tertinggi

Kadar air mi kering memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI yakni 4,65-7,15%, kadar serat kasar meningkat dengan penambahan tepung mocaf maupun tepung talas beneng mencapai 3,16%, namun