• Tidak ada hasil yang ditemukan

ini, penelitian mengenai jaringan saraf tiruan (JST) berkembang seiring dengan kemajuan berbagai teknologi perangkat lunak dalam hal analisis JST tersebut. Dalam proses interpretasi JST, berbagai model telah dipublikasikan oleh para peneliti untuk memvisualisasikan bagaimana mekanisme propagasi pada jaringan saraf dalam bentuk action

potential (AP). Salah satu model yang

telah berhasil memvisualisasikan mekanisme AP pada jaringan saraf adalah model Morris-Lecar (1948) yang merupakan sistem pesamaan differensial biasa (PDB) terhadap waktu dengan dua variabel dimensional utama yaitu V dan

W.

Dengan meninjau kembali persamaan (2) dan (3), model saraf Morris-Lecar (ML) merupakan model yang diaplikasikan untuk suatu sistem jaringan saraf yang memiliki sensitifitas terhadap tegangan listrik akibat adanya konduktansi pada membran sel saraf.15 Model ini memiliki dua variabel dimensional utama yaitu V dan W yang masing-masing mewakili potensial membran saraf dan suatu recovery

variable yang berhubungan dengan

normalisasi konduktansi ion K+ dalam peristiwa depolarisasi. Fungsi ini dibangun berdasarkan asumsi bahwa nilainya sebanding dengan nilai instan dari kemungkinan saluran ion tersebut berada pada keadaan terbuka. Iapp

merupakan variabel yang bertanggung

jawab atas adanya rangsangan dari luar berupa arus listrik yang diterapkan pada sel saraf. C merupakan parameter kapasitansi total dari membran saraf. Parameter VCa, VK,, dan Vl mewakili potensial kesetimbngan dari ion Ca2+, K+, dan faktor koreksi dari arus kebocoran (Leakage Current). Sedangkan gCa, gK,

dan gl, merupakan konduktansi maksimum yang bertanggung jawab atas arus ionik yang terjadi pada sel saraf. Fungsi M(V) bergantung pada nilai potensial membran merupakan sutau fungsi yang berkaitan dengan peluang terbukanya saluran Ca2+ dapat dilihat pada persamaan (4). Persamaan (5) menggambarkan proses pemulihan yang dilakukan oleh saluran protein yang bertransformasi dengan membran saraf diantara keadaan terkonduksi ion-ion atau tidak. Pada persamaan kedua ini terdapat dua buah fungsi kemungkinan

Wdan τ yang masing masing merupakan fungsi kemungkinan terbukanya saluran K+ dan suatu fungsi skala waktu yang berkaitan dengan proses pemulihan (depolarisasi).

Pada persmaan (8), parameter ø merupakan skala waktu proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran. Parameter V1, dan V3 merupakan suatu nilai tengah saat arus ionik Ca2+ dan K+ada pada keadaan setengah teraktivasi (half activated), V2

merupakan sebuah konstanta potensial yang bertanggung jawab kepada loncatan potensial saat aktivasi, sedangkan V4

adalah faktor kemiringan laju aktivasi ion K+.16

Secara keseluruhan, saat saraf menerima rangsangan dari luar ,maka akan terjadi suatu potensial aksi karena mekanisme elektrik yang menyebabkan perubahan beda potensial, arus, konduktansi, dan kapasitansi pada membran dalam proses penjalaran impuls tersebut.

4.1 Solusi Numerik Propagasi Saraf dengan Metode RK-4

Untuk menyelesaikan PDB diatas digunakan pendekatan secara numerik

dengan menggunakan metode Rungge-Kutta orde-4 (RK-4). V’ merupakan nilai perubahan potensial membran terhadap waktu yaitu dV/dt sedangkan W’

merupakan laju proses depolarisasi pada membran dW/dt sehingga persamaan (2) dan (3) menjadi. N NX = − ( )( − ) − !( − ) − "( − ") + $ %%∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (30) N! NX =! ( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (31)

Dalam pendekatan secara numerik, solusi yang akan dibangun merupakan hasil iterasi PDB dengan anggapan bahwa nilai V dan W akan berubah terhadap selang waktu dt. Sehingga dalam hal ini variabel dt merupakan suatu parameter iterasi pada suatu pendekatan numerik atau sering disebut sebagai increament. Persamaan (30) dan (31) dapat disederhanakan penulisannya menjadi suatu fungsi f(v,w) dan g(v,w).dengan membuat ruas kiri kedua persamaan masing-masing hanya terdiri dari parameter dV dan dW, maka persamaan sebelumnya akan menjadi persamaan (32) dan (33),

N = @(b, T)NX ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (32) N! = (b, T)NX ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (33)

dengan nilai f(v,w) dan g(v,w) masing-masing: @(b, T) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W ( − _W ) + $_Gxx)/ ∙∙∙∙∙∙ ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (34) (b, T) =!( ) − ! '(( ) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (35)

Bentuk persamaan (32) dan (33) ini dianalisis secara numerik (Lampiran 3) dengan menggunakan metode RK-4.

4.1.1 Solusi numerik dengan arus terapan DC tetap

Dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB, didapatkan hasil analisis numerik pada model ML yang disajikan pada Gambar 18. Dengan nilai parameter yang terkait adalah C=20

µF/cm2, gK=8 ms/cm2, gl=2 ms/cm2gCa=4

ms/cm2 , ø=1/15 s-1, VCa= 120 mV, VK

=-80 mV, Vl= -60 mV, V1=-1.2 mV, V2=18

mV, V4=17.4 mV ,V3=12 mV. dan Iapp=

50 µA.

Gambar 18. Aktivitas listrik (action

potential) model saraf Morris-Lecar tipe

1

Program dengan metode RK-4 dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2.

Pada bab 2, telah dijelaskan bahwa mekanisme propagasi saraf memiliki berbagai macam bentuk dinamik (neural properties). Dalam hal ini, antara sel satu dengan yang lain memiliki karakteristik spesifik saat menerima rangsangan dari luar. Baik ditinjau dari kecepatan responnya, besar kecil rangsangan (applied current) , nilai

resting potential (RP), maupun sifat

dinamik dalam propagasinya. Semua kombinasi ini menghasilkan suatu mekanisme dinamik yang bervariasi dalam suatu propagasi saraf.

Bentuk propagasi yang dibahas dalam penelitian ini seperti yang telah di klasifikasikan oleh Hodgkin (1948) dilihat dari segi rata-rata frekuensi arus yang diterapkan pada sel untuk suatu peristiwa eksitasi adalah Eksitasi Saraf Tipe 1 (class 1) dan Eksitasi Saraf Tipe 2 (class 2). Gambar 1.merupakan bentuk propagasi class 1 dengan nilai arus Iapp

merupakan arus DC dengan nilai yang konstan. Dengan menggantikan nilai

0 200 400 600 800 1000 1200 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time t (ms) m e m b ra n e v o lt a g e v ( m V )

parameter V3 menjadi 2 mV dan Iapp= 55 µA maka didapatkan bentuk propagasi class 2 seperti pada Gambar19.

Gambar 19. Bentuk propagasi saraf tipe 2.

Hasil simulasi tidak menunjukan adanya perbedaan antara Tipe 1 dan 2. Kedua tipe propagasi tersebut sebenarnya memiliki perbedaan dalam hal sistem dinamiknya. Perbedaan nilai titik keseimbangan dan jenis bifurkasi sangat jelas terlihat pada suatu bidang fase pada tipe 1 dan 2. Pembahasan lebih lengkapnya, akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Berdasarkan hasil simulasi, pada kedua tipe propagasi memiliki nilai minimum Iapp untuk melakukan eksitasi secara periodik (Gambar 18 dan 19). Nilai minmum untuk tipe 1 dan 2 masing-masing adalah 40 mA dan 50 mA. nilai ini merupakan nilai minimum agar suatu potensial aksi dapat menjalar secara periodik. Jika nilai Iapp≤ Imin, maka sel saraf tersebut tidak cukup kuat untuk mengirimkan sinyal, atau dalam arti lain hanya mampu melakukan sekali eksitasi kemudian akan kembali ke keadaan istirahat.

Gambar 20. Nilai Iapp pada (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 masing-masing 40 µA dan 50 µA. Kedua bentuk propagasi tidak dapat

terjadi secara periodik.

4.1.2 Solusi numerik dengan arus terapan DC bergantung waktu

Nilai arus Iapp atau arus yang diterapkan pada sel saraf sangat mempengaruhi bentuk propagasinya. Pada sub bab sebelumnya, telah dibahas bentuk propagasi saraf pada tipe 1 dan 2 dengan nilai arus terapan adalah konstan, yaitu masing-masing 50 µA dan 55 µA untuk tipe 1 dan 2. Dengan nilai tersebut, saraf dapat menjalar secara periodik.

Jika arus Iapp pada sel saraf tidak bernilai tetap, atau nilainya berubah terhadap waktu, maka bentuk propagasi dan sistem dinamiknya berubah. Dalam penelitian ini dimodelkan suatu persamaan yang merupakan fungsi arus terapan Iapp terhadap waktu I(t) sebagai berikut:

$(X) = $z {|X + $ a∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (36)

fungsi arus I(t) pada persamaan (36) dimodelkan sebagai suatau fungsi linier yang berbanding lurus dengan waktu. Ini berarti bahwa nilai arus terapan pada sel saraf akan berubah dengan bertambahnya waktu. Parameter Imax merupakan nilai penambahan (gradien) arus maksimum tiap detik, sedangkan α merupakan nilai koefisien penambahan yang bertanggung jawab atas besar kecil laju perubahan arusnya.

Dengan mensubstitusikan persamaan (36) ke persamaan (34) dengan menggantikan parameter Iapp

dengan I(t), persamaan (34) menjadi persamaan (37) sebagai berikut:

0 200 400 600 800 1000 1200 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time t (ms) m e m b ra n v o lt a g e v ( m V ) Class 2 Excitability 0 100 200 300 400 500 600 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 Class 1 0 100 200 300 400 500 600 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 Class 2 (a) (b)

@(b, T) = (− _ G _∞ ( )( − _ G ) − _w !( − _w ) − _W ( − _W ) + $(X))/ (37)

persamaan (37) kemudian disubstitusikan kembali ke persamaan (32), kemudian dengan menggunakan MATLAB didapatkan solusi numerik seperti pada Gambar 21. (class 1) dan Gambar 22. (class2).

Gambar 21. Propagasi saraf tipe 1 dengan arus I(t).

parameter untuk propagasi tipe 1 adalah

Imax= 5 µA, Iinit= 0, dan α=0.011 s-1,

sedangkan untuk tipe 2 adalah Imax= 10

µA, Iinit=0, dan α=0.016 s-1.

Gambar 22. Propagasi saraf tipe 2 dengan arus I(t).

Propagasi saraf tipe 1 dan 2 ini memiliki karaktersitik masing-masing dalam merespon rangsangan dari luar. Dengan mengubah nilai Iapp menjadi suatu nilai yang bergantung dengan waktu, Nilai parameter kedua tipe berbeda. Selain I(t), nilai V3 padakedua tipe berbeda yaitu 12 mV dan 2 mV untuk tipe 1 dan 2. Perbedaan nilai ini pada kedua tipe saraf tersebut menampilkan bentuk propagasi yang berbeda. Berdasarkan Gambar 21., tipe 1 mulai melakukakn eksitasi pada saat t≈800 ms (spike state) yaitu pada saat nilai I≈130 µA. Saat nilai I sangat besar (I≈350 µA) potensial aksi mulai menghilang (t≈2050 ms). Sedangkan untuk tipe 2 (Gambar 22.) saraf mulai tereksitasi saat t≈350 ms dengan nilai

I≈60 µA dan saat t≈1600 ms (I≈260 µA)

propagasi berada pada keadaan istirahat. Kondisi ini berkaitan dengan karaktersitk saraf. Sebagai suatu komponen biologi fungsional, sel saraf memiliki karakteristik spesifik dalam merespon rangsangan dari luar. Secara fisis, sel-sel saraf pada tubuh cenderung sensitif terhadap adanya rangsangan dari luar berupa adanya arus yang diterapkan. ketika nilai arus yang diterapkan tidak cukup untuk melakukan depolarisasi maka tidak akan terjadi suatu potensial aksi. Ketika mulai mencapai potensial ambang, maka akan terjadi suatu potensial aksi. Jika nilai arus yang diterapkan melebihi ambang batas saraf, atau diluar interval saraf untuk menghasilkan suatu potensial aksi, maka tidak akan terjadi propagasi pada saraf.18

0 500 1000 1500 2000 2500 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 500 1000 1500 2000 2500 0 200 400 time (ms) a p p lie d c u rr e n t (m ic ro A m p e re )

Pulse of Class 1 Current Time Dependent

spike state rest state

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 -80 -60 -40 -20 0 20 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 200 400 time (ms) a p p lie d c u rr e n t (m ik ro A m p e re )

Pulse of Class 2 current time dependent

spike state rest state

0 500 1000 1500 2000 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 time (ms ) s pik e s tate res t s tat e 36 s pik es /1200 ms Clas s 2 (a)

Gambar 23. Frekuensi Frekuensi propagasi (spike/second) pada (a) tipe 1

dan (b) tipe 2

Pada model ini, kedua tipe saraf tersebut memiliki nilai resting potential yang hampir sama yaitu sekitar -60 mV. Bentuk propagasi saraf tipe 1 dan 2 merupakan tipe eksitasi saraf utama yang digolongkan berdasarkan besar atau kecilnya nilai rata-rata arus yang diterapkan pada membran untuk terjadinya suatu potensial aksi. Hodgkin (1948) menklasifikasikan bahwa propagasi tipe 1 dapat dihasilkan dengan frekuensi eksitasi yang rendah dan bergantung pada besar arus yang diterapkan. Sedangkan untuk tipe 2 dapat terjadi hanya pada pita frekuensi eksitasi tertentu dan tidak bergantung oleh besar arus yang diterapkan. Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada Gambar 23., dapat dilihat bahwa frekuensi eksitasi pada tipe 2 (36 spikes/1200 ms) lebih besar dari tipe 1 (28 spikes/1200 ms). Berdasarkan hasil eksperimen Hodgkin (1848) dan penelitian lebih lanjut oleh E. M. izhikevich (2003), menunjukan bahwa perbedaan kualitatif antara tipe 1 dan 2 ditandai oleh nilai arus yang diterapkan pada sel. Arus terapan akan kontinu dan menuju stabil dalam menghasilkan suatu potensial aksi untuk tipe 1, sedangkan tipe 2 memiliki nilai rentang arus tertentu untuk menghasilkan suatu potensial aksi. Jika di luar pita ini, maka tidak dapat dihasilkan suatu potensial aksi.

Agar lebih memahami teori pita frekuensi pada eksitasi tipe 1 dan 2, akan ditinjau kembali nilai I(t). Nilai Iapp pada

model sebelumnya memiliki gradien yang positif bahwa nilai arus akan semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Parameter yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah α yang bertanda positif (+). Dengan mengubah tanda pada parameter α menjadi negatif (-), maka gradien fungsi akan negatif sehingga menyebabkan fungsi arus terapan akan terus berkurang dengan bertambahnya waktu. Dengan menggunakan nilai parameter sebelumnya dan mengubah nilai Iinit pada tipe 1 dan 2 masing-masing bernilai 100 µA dan 280 µA, maka didapatkan bentuk propagasi seperti pada Gambar 24.

Gambar 24. Propagasi (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan gradient I(t) negatif

Teori mengenai propagasi tipe 1 dan 2 dapat dijelaskan dengan melihat hasil yang didapatkan pada Gambar24. Pada tipe 1, proses eksitasi periodik terus terjadi bersamaan dengan perubahan nilai arus Iapp, hingga pada nilai Iapp tertentu saraf tidak cukup energi untuk melakukan eksitasi karena nilai Iapp

yang terus berkurang. Sedangkan pada tipe 2, pita frekuensi eksitasi terlihat dengan jelas. Eksitasi saraf periodik hanya terjadi pada pita frekuensi tertentu yaitu pada selang sekitar 500-1500 ms,

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -100 -50 0 50 100 time (ms) ap p lie d c u re n t (m ic ro A m p e re ) Periodic Spike Resting State Class 1 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -80 -60 -40 -20 0 20 40 60 time (ms) m e m b ra n e v o lt a g e ( m V ) 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 -200 -100 0 100 time (ms) a p p li e d c u rr e n t (m ic ro A m p e re ) no spike no spike Class 2 Periodic Spike 0 500 1000 1500 2000 2500 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms ) 28 s pikes/1200 ms Class 1 res t s tate s pike s tate (b) (b) (a)

dengan nilai Iapp sekitar 50 µA hingga -150 µA.

Kedua keadaan diatas, yaitu ketika kedua tipe diberi arus terapan yang berubah terhadap waktu (baik bertambah maupun berkurang) yang artinya bahwa kedua tipe propagasi tersebut memiliki perbedaan dalam sistem dinamiknya. Hal yang harus digaris bawahi adalah, parameter yang diubah pada pendekatan numerik ini hanya parameter-parameter yang berkaitan dengan nilai arus terapan. Jika parameter-parameter diluar arus terapan divariasikan nilainya, maka akan menghasilkan pola propagasi dan sistem dinamik yang berbeda.

4.1.3 Solusi numerik dengan arus terapan AC bergantung waktu

Nilai parameter Iapp dapat divariasikan bedasarkan karakteristik dari tiap-tiap sel pada jaringan saraf. Pada sub bab ini, akan digunakan suatu nilai arus terapan yang bergantung terhadap waktu

I(t) dan nilainya selalu berubah.

Parameter yang digunakan ini adalah nilai Iapp dengan fungsi masukan berupa nilai arus AC (alternating current) yang dapat dilihat pada persamaan (38).

$(X) = $z {sin (~X) + $ a∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (38)

Dengan mengganti fungsi I(t) pada persamaan (37) dengan persamaan (38), maka arus terapan pada model akan berupa arus AC yang nilainya menunjukan suatu hubungan sinusoidal terhadap waktu. Parameter Imax dan Iinit

memiliki arti fisis yang sama dengan fungsi arus DC bergantung waktu pada sub bab sebelumnya, sedangkan parameter yang berbeda adalah ω yang merupakan nilai frekuensi masukan pada sinyal arus AC yang diterapkan pada model.

Dengan memasukan nilai Imax ,

Iinit dan ω pada tipe 1 dan 2, maka

dihasilkan suatu propagasi saraf seperti Gambar 25.

(a)

(b)

Gambar 25. Propagasi saraf dengan fungsi arus terapan AC.(a) tipe 1.(b) tipe

2.

nilai paramer untuk tipe 1 adalah Imax = 8

mV, Iinit =50 mA dan ω = 0.011 s-1,

Sedangkan untuk tipe 2 adalah Imax =10

mV, Iinit = 55 mA dan ω = 0.0016 s-1.

Pengaruh adanya masukan arus AC pada kedua tipe propagasi menyebakan perubahan mekanisme sistem dinamik pada masing-masing tipe propagasi. Tipe 1 merupakan propagasi saraf yang dapat mengalami eksitasi saat arus yang diterapkan berada pada frekuensi yang rendah sedangkan pada tipe 2 relatif sedikit lebih tinggi untuk mengalami eksitasi dan memiliki pita frekuensi eksitasi tertentu. Jika dilihat

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 time (ms) m em br an e Vo lta ge (m V) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 -10 0 10 time (ms) ap pl ie d cu rr en t ( AC )

Dokumen terkait