• Tidak ada hasil yang ditemukan

Class 1 excitability with applied AC current

4.4 Solusi Numerik pada n Saraf Terkopel

4.4.1 Solusi numerik pada 3 saraf terkopel

negatif, maka frekuensi spike akan menurun. Sedangkan untuk tipe 2, saat nilai arus negatif, maka tidak akan terjadi spike, melainkan terjadi pemuluran waktu delay yang menyebabkan bursting. Khusus untuk tipe 2, antara keadaan terkopel dan tidak adalah saat terkopel, frekuensi bursting akan lebih cepat terjadi dibandingkan saat tidak terkopel. Ini berkaitan dengan penjelasan sebelumnya pada tipe 1, bahwa jenis kopling diatas adalah merupakan jenis inhibitory.

4.4 Solusi Numerik pada n Saraf Terkopel

Agar lebih memahami konsep mengenai model kopel saraf, dan untuk mendekati kenyataan sesungguhnya bahwa jaringan saraf merupakan suatu sistem yang kompleks, maka khusus pada sub bab ini akan ditambahkan bahasan mengenai sistem kopling saraf dengan jumlah lebih dari 2 sel saraf.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa model 2 saraf yang saling terkopel merupakan representasi dari suatu jaringan kompleks pada saraf. Model kopel 2 saraf ini merupakan dasar pemikiran bahwa sistem saraf kompleks merupakan susunan atas banyak sistem dua saraf terkopel yang saling berhubungan. Dengan demikian, penjelasan mengenai n saraf pada sistem saraf akan dapat dijelaskan dengan sistem dua saraf terkopel. Pembahasan pada sub bab ini yaitu untuk sistem saraf dengan kopel n=2,3, dan 4 dengan arus terapan AC. Untuk n=2, telah dibahas sebelumnya, sedangkan untuk n>4, tidak akan dibahas dengan asumsi bahwa bahasan mengenai n=2,3, dan 4 sudah

dapat mewakili fenomena sinkronisasi pada sistem saraf terkopel.

4.4.1 Solusi numerik pada 3 saraf terkopel

Model umum kopling n buah saraf seperti pada persamaan (54) dan (55), pada kopel n=3, maka model kopling tiga saraf akan menjadi.

N . NX = − .( .)( .− ) − !.( .− ) − "( .− ") + $z {. sin (~X) + $. a + $µ¹. ( /, 2) ∙∙∙∙ (60. G) N!. NX =! .( .) − !. '(.( .) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (60. I) N / NX = − /( /)( /− ) − !/( /− ) − "( /− ") + $z {/ sin(~X) + $/ a + $µ¹/ ( ., 2) ∙∙∙∙ (60. P) N!/ NX =! /( /) − !/ '(/( /) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (60. N) N 2 NX = − 2( 2)( 2− ) − !2( 2− ) − "( 2− ") + $z {2 sin(~X) + $2 a + $µ¹2 ( ., /) ∙∙∙∙ (60. O) N!2 NX =! 2( 2) − !2 '(2( 2) ∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙∙ (60. @)

Dengan fungsi Isyn adalah.

$µ¹. = −(b. − µ) -ℎ./q./º1 + expjσ1(b /− t.)m» + ℎ.2q.2º1 + expjσ1(b 2− t.)m»´ (61. G) $µ¹/ = −(b/ − µ) -ℎ/.q/.º1 + expjσ1(b .− t/)m» + ℎ/2q/2º1 + expjσ1(b 2− t/)m»´ (61. I)

(b) $µ¹2 = −(b2 − µ) -ℎ2.q2.º1 + expjσ1(b .− t2)m» + ℎ2/q2/º1 + expjσ1(b /− t2)m»´ (61. P)

Sehingga didapatkan model kopling 3 saraf yang dapat divariasikan kekuatan kopling dan keterhubungannya dengan parameter εij dengan hij.

Untuk memahami konektifitas antar saraf pada sistem kopling tiga saraf ini, maka kan diilustrasikan sutau diagram mengenai kopling tersebut seperti pada Gambar 47.

Gambar 47. Sistem 3 saraf terkopel.(a) terkopel dan sinkron(b) kopel tidak

sempurna.

Ilustrasi pada Gambar 27 diatas menjelaskan bagaimana salah satu kemungkinan keadaan ketika ketiga saraf tersebut terhubung. Dapat dilihat bahwa

antara saraf 1 dan 2, saling terkopel dan sinkron. Sedangkan antara saraf 2 dan 3 terkopel, namun tidak sinkron. Beda hal dengan hubungan saraf 1 dan 3 yaitu dengan nilai h13=0, yang ditandai dengan tidak adanya garis penghubung dari saraf 1 ke 3, berarti ini tidak terhubung. Sedangkan untuk h31=1 dengan garis putus-putus dari saraf 3 ke 1, menunjukan bahwa saraf 3 terhubung dengan saraf 1 namun tidak sinkron. Untuk mencapai suatu keadaan sinkronisasi, maka antara kedua saraf harus saling terkopel.23

Hasil simulasi untuk keadaan Gambar 47., dengan nilai ε12= ε21=0.5, ε23=0.25, ε32=1.25, ε13=0, ε31=0.5 mS/cm 2

untuk Gambar 47.b, dan εij=0.5 untuk Gambar 47.a, dengan nilai arus terapan AC yang sama, maka didapatkan hasil simulasi untuk propagasi tipe 1 seperti pada gambar 48.

Gambar 48. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 1 dengan variasi kemungkinan keadaan terkopel. (a) arus terapan AC. (b) tidak terkopel. (c) terkopel dengan fase berbeda. (d)

terkopel dan tersinkronisasi. (e) kopel tidak sempurna

neuron 1 coupled not synchron

uncoupled coupled n synchron neuron 2 neuron 3 neuron 3 neuron 2 coupled n synchron uncoupled coupled not synchron

neuron 1 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 40 60 80 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 time (ms) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100

not perfect coupled

full coupled hij=1, epsij=0.5, synchron coupled hij=1, epsij=0.5, not same phase

Injected AC current

neuron 1 neuron 2 neuron 3 Not coupled hij=0

3 Coupled Class 1 Excitability

(a) (b) (c) (d) (e) (a)

Propagasi tiga saraf terkopel menunjukan bahwa pada keadaan saling terisolasi, saraf 1, 2, maupun tiga saling tidak mempengaruhi. Sedangkan pada Gambar 28.b menunjukan bahwa antara saraf 2 dan 3 dapat tersinkronisasi walaupun bukan dalam keadaan kopel. Ini telah dibahas pada sub bab sebelumnya terakit dengan karakteristik dinamik tiap-tiap saraf. Sedangkan ketika ketiga saraf saling terkopel, namun tidak tersinkronisasi, maka ketiga saraf ini menempati kedudukan different phase synchronization (dps) (Gambar 48.(c)), yang berarti sistem sudah tersinkronisasi namun memiliki fase propagasi yang berbeda.22 Untuk Gambar 48.d, sistem tersinkronisasi sempurna dengan fase propagasi yang sama. Keadaan ini disebut same phase synchronization (sps) yang berarti bahwa sistem tersinkronisasi dengan fase propagasi yang sama. Sedangkan untuk Gambar 48.e merupakan hasil propagasi saraf dari ilustrasi pada Gambar 47.b. dapat dilihat bahwa antara saraf 1 (garis merah) dan 2 (garis hijau) tersinkronisasi dengan fase yang berbeda. Pada saraf 2 dan 3 (garis biru), terkopel namun tidak tersinkronisasi karena ε23≠ε32. Antara saraf 1 dan 3 tidak memiliki hubungan kopel sempurna dan sama sekali tak tersinkronisasi. Hasil yang didapatkan ini, mengasumsikan bahwa ketiga saraf pada saat awal propagasinya memiliki fase yang berbeda, yaitu masing-masing nilai awal potensial pada saraf 1, 2, dan 3 adalah -60 mV, -30 m, dan 0 mV.

Berbagai variasi kondisi kopling pada sistem 3 saraf dapat dilakukan dengan terlebih dahulu membuat suatu diagram sistem kopling seperti pada Gambar 47. Dengan diagram tersebut, dapat menjelaskan apakah tiap-tiap saraf terhubung (hij≠0), apakah sinkron (εi=εj), dan bagaimana kekuatan kopling tersebut. Untuk lebih memahaminya, diberikan dua contoh diagram 3 kopling tersebut dengan keadaan yang berbeda.

Gambar 49. Sistem 3 saraf terkopel. (a)variasi 1. (b) variasi 2.

Berdasarkan Gambar 49., pada Gambar 49.a menunjukan kemungkinan ketika saraf 1 dan 2 tidak terhubung sama sekali. (h12=0), saraf 2 dan 3 terkopel (h23≠0) dan tersinkronisasi (ε2=ε3). Antara saraf 1 dan 3 tidak terkopel sempurna (h31=1,h13=0). Sedangkan untuk Gambar (b) merupakan sistem dengan kopel tidak sempurna (hij≠hji). Sebagai contoh, h12=1, h21=0. Hasil sistem diagram pada Gambar 49.dengan nilai εij untuk semua kopling adalah 0.5diberikan pada Gambar 50.

Gambar 50. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 1 dengan variasi kemungkinan keadaan terkopel. (a) variasi 1 beda fase (b) variasi 1 sefase (c) varaisi 2 beda fase

(d) varaisi 2 sefase.

Berdasarkan Gambar 50. dapat dilihat bahwa untuk variasi 1 hanya saraf

coupled not synchron uncoupled coupled n synchron neuron 2 neuron 3 (a) neuron 3 neuron 2 coupled n synchron uncoupled coupled not synchron

neuron 1 (b) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -50 0 50 time (ms) 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 -100 0 100 neuron 3 neuron 2 (b) (d) (c) (a) variation (a) different phase

variation (b) different phase variation (a) same phase

variation (b) same phase

neuron 1

2 dan 3 yang tersinkronisasi walaupun belum sempurna. Ini ditandai dengan garis hijau dan biru yang berdekatan dengan frekuensi propagasi yang sama. Sedangkan untuk variasi 2, masing- masing saraf saling terkopel namun tidak sempurna. Berdasarkan hasil yang didapat dengan nilai kekuatan kopel εijadalah sama untuk setiap saraf adalah 0.5 mS/cm2, maka tetap dapat terjadi sinkronisasi pada sistem tersebut dengan ditandai oleh propagasi yang saling berhimpitan (Gambar 50.d). Dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai keadaan phase locking baik pada keadaan dps maupun sps, terutama akan ditentukan oleh kekuatan kopling yang diwakili parameter εij dibandingkan dengan konektifitas nya apakah saling terhubung (hij=1)atau tidak (hij=0).

Pada kopling propagasi tipe 2, dengan diagram yang sama seperti pada Gambar 47 didapatkan hasil seperti pada gambar 51.

Gambar 51. Sinkronisasi 3 saraf terkopel tipe 2 dengan variasi kemungkinan keadaan terkopel. (a) arus terapan AC (b)

tidak terkopel (c) terkopel dengan fase berbeda (d) terkopel dan tersinkronisasi

(e) kopel tidak sempurna.

Saat ketiga saraf tidak terkopel, maka fenomena bursting masih terlihat. Saat ketiga saraf terkopel dengan fase yang berbeda, propagasi ketiga saraf

mulai tersinkroisasi dengan kondisi dps (c). Saat fase ketiga saraf adalah sama, maka tercapai keadaan sps (d).sedangkan untuk Gambar (e), hanya saraf 1 (garis merah) dan 2 (garis hijau) yang tersinkronisasi. Sinkronisasi yang terjadi antara keduanya adalah dps. Sedangkan untuk saraf 3 tidak tersinkronisasi baik dengan saraf 1 maupun 2, namun

Dokumen terkait