• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Karakteristik Tanah Rizosfer Tanaman Padi

Hasil analisis karakteristik kimia dan fisik tanah menunjukkan bahwa tanah sawah mengandung pasir 16%, debu 41%, dan liat 43%. Tanah gogo mengandung pasir 22%, debu 32%, dan liat 46%. Tanah rawa mengandung pasir 21%, debu 61%, dan liat 18%. Tanah sawah, tanah gogo dan tanah rawa memiliki derajat keasaman (pH) masing-masing adalah 5.4, 5.6, dan 5.2. Kandungan total organik karbon pada tanah sawah, tanah gogo dan tanah rawa secara berurutan

17 ialah 2.03%, 11.82%, dan 4.83%. Kandungan total organik nitrogen pada tanah sawah, tanah gogo dan tanah rawa ialah 0.21%, 0.44% dan 0.35%. Rasio C/N pada tanah sawah, tanah gogo dan tanah rawa yaitu 10, 27, 14 (Lampiran 2). Efektivitas Sterilisasi Permukaan

Efektivitas sterilisasi permukaan menggunakan air rendaman terakhir hasil setrilisasi permukaan menunjukkan tidak adanya pertumbuhan aktinomiset pada media spesifik aktinomiset (Humic Acid-Vitamin B Agar) setelah inkubasi selama empat minggu, dengan demikian aktinomiset yang ada pada tanaman padi tersebut merupakan aktinomiset yang hidup di jaringan tanaman (endofit).

DNA Genom Tanah Rizosfer dan Akar Tanaman Padi

Hasil isolasi genom total sampel tanah rizosfer dan akar tanaman padi menunjukkan bahwa proses isolasi berhasil dilakukan. Hasil isolasi DNA menunjukkan bahwa konsentrasi DNA pada sampel tanah lebih tinggi dibandingkan dengan sampel akar tanaman padi. Konsentrasi DNA pada sampel tanah berkisar 32.1-37.7 µg/µ L sedangkan pada sampel tanaman berkisar 13.4-18.2 µg/µ L (Tabel 2). Kemurnian DNA genom sampel tanah dan akar tanaman padi berkisar 1.75-1.99.

Tabel 3 Konsentrasi dan kemurnian DNA hasil ekstraksi dari sampel tanah rizosfer dan akar tanaman padi

No Sampel Konsentrasi DNA (ng µL-1) A260/A280

1 S-CHR 37.3 1.98 2 S-IR64 37.7 1.99 3 S-STP 32.1 1.95 4 S-INR 37.1 1.93 5 R-CHR 18.2 1.92 6 R-IR64 13.4 1.75 7 R-STP 16.4 1.82 8 R-INR 17.6 1.91

Keterangan: S-CHR : DNA Genom Tanah Rizosfer Padi Varietas Ciherang

S-IR64 : DNA Genom Tanah Rizosfer Padi Varietas IR64

S-STP : DNA Genom Tanah Rizosfer Padi Varietas Situ Patenggang S-INR : DNA Genom Tanah Rizosfer Padi Varietas INPARA 2 R-CHR : DNA Genom Akar Tanaman Padi Varietas Ciherang R-IR64 : DNA Genom Akar Tanaman Padi Varietas IR64

R-STP : DNA Genom Akar Tanaman Padi Varietas Situ Patenggang R-INR : DNA Genom Akar Tanaman Padi Varietas INPARA 2

18

Komunitas Aktinomiset pada Tanah dan Akar Tanaman Padi

Produk PCR gen 16S rRNA aktinomiset pada tanah dan akar tanaman padi dianalisis menggunakan teknik nested PCR. Teknik ini menggunakan dua kali PCR, proses PCR tahap pertama menghasilkan produk berukuran 1087 pb (Gambar 2A), sedangkan tahap kedua menghasilkan produk berukuran 180 pb (Gambar 2B).

Gambar 2 Amplifikasi PCR gen 16S rRNA pada sampel tanah dan akar tanaman padi. A) Produk PCR tahap pertama berukuran 1087 pb menggunakan primer 27F dan 16Sact1114R, B) Produk PCR tahap kedua 180 pb menggunakan primer p338F (dengan GC clamps) dan p518R. Marker 1 Kb; Sumur 1-8, S-CHR, R-CHR, S-IR64, R-IR64, S-STP, R-STP, S-INR, dan R-INR

Pada Gambar 2A terlihat pita berukuran diatas 1000 pb pada sampel tanah dan jaringan akar tanaman padi. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pada semua sampel terdapat aktinomiset. Hal ini karena primer yang digunakan merupakan primer spesifik aktinomiset, sehingga bakteri selain aktinomiset tidak dapat teramplifikasi. Hasil dari produk PCR tahap pertama dijadikan cetakan DNA untuk proses PCR tahap kedua. Pada semua sampel digunakan 1 µL produk PCR tahap pertama sebagai cetakan DNA untuk tahap kedua. Proses PCR tahap kedua ini menggunakan primer universal bakteri, yang menghasilkan fragmen berukuran 180 pb (Gambar 2B).

Hasil separasi produk PCR gen 16S rRNA PCR menggunakan DGGE menunjukkan bahwa pola komunitas aktinomiset bervariasi pada setiap sampel. Berdasarkan pola distribusi pita pada gel poliakrilamida menunjukkan bahwa komunitas aktinomiset pada sampel akar (20-23 pita) lebih beragam dibandingkan dengan sampel tanah (12-18 pita) (Gambar 3A).

19

(A)

(B)

Gambar 3 (A) Profil pita DGGE hasil produk PCR gen 16S rRNA pada sampel tanah dan akar tanaman padi (kiri). Ilustrasi pita DGGE menggunakan piranti lunak Phoretix 1D (kanan), 1-17 merupakan pita yang dipotong untuk analisis sekuen DNA. (B) Analisis pengelompokan kemiripan komunitas aktinomiset pada sampel tanah dan akar tanaman padi menggunakan data biner

S-INR S-STP S-IR64 S-CHR R-INR R-STP R-IR64 R-CHR 96 54 81 95 75 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20

20

Analisis pola kemiripan komunitas aktinomiset dengan data biner (Gambar 3B) menunjukkan komunitas aktinomiset pada sampel tanah CHR memiliki kemiripan sebesar ±99% dengan sampel tanah IR64. Sementara itu, pola komunitas sampel tanah STP dan INR memiliki kemiripan sebesar ±95% tetapi klusternya terpisah dengan sampel tanah CHR dan IR64. Hal tersebut mengindikasikan terdapatnya perbedaan pola komunitas dengan sampel tanah CHR dan IR64. Pola yang sama juga ditunjukkan oleh sampel akar, komunitas aktinomiset pada sampel akar CHR memiliki kemiripan sebesar ±93% dengan sampel akar IR64. Sampel akar STP dan INR memiliki kemiripan pola komunitas yaitu sebesar ±92%, tetapi klusternya terpisah dengan sampel CHR dan IR64 yang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pola kominitas dengan sampel akar CHR dan IR64. Pola kemiripan komunitas aktinomiset pada berbagai tipe agroekosistem menunjukkan bahwa masing-masing sampel tanah lebih mirip (95%-99%) jika dibandingkan dengan masing-masing sampel akar (92%-93%).

Hasil pemotongan pita pada gel DGGE didapatkan 17 pita yang dominan dan pita tersebut dipurifikasi dengan penambahan akuabides steril dan diinkubasi selama 24 jam, kemudian diinkubasi pada suhu 60 oC selama 30 menit. Hasil purifikasi diamplifikasi dengan primer yang sama akan tetapi tidak menggunakan

GC clamps dengan produk berukuran ±180 pb (Gambar 4). Hasil PCR tanpa GC clamps ini kemudian disekuensing untuk mengetahui runutan basa sehingga dapat dianalisis dan dibuat pohon filogeninya.

Gambar 4 Hasil amplifikasi ulang pita hasil DGGE dengan primer non GC clamps. Marker 1 Kb; Sumur 1-17, pita 1-17

Sekuen DNA dari 17 pita hasil separasi menggunakan DGGE memiliki kekerabatan dengan 5 genera dari aktinomiset, seperti Geodermatophilus, Actinokineospora, Actinoplanes, Streptomyces dan Kocuria (Tabel 3). Genus

Actinokineospora dan Actinoplanes hanya ditemukan masing-masing satu spesies yaitu Actinokineospora diospyrosa NRRL B-24047 dan Actinoplanes friuliensis

HAG 010964. Genus Geodermatophilus terdiri atas dua spesies yaitu G. terrae

PB261 dan G. normandii CF 5/3. Genus Kocuria terdiri atas tiga spesies yaitu K. rhizophila DC2201, K. aegyptia YIM 70003 dan K. himachalensis K07-05. Genus

21

S. chiangmaiensis TA4-1, S. acidiscabies RL-110, dan S. rapamycinicus ATCC 29253.

Tabel 4 Persentase kemiripan sekuen gen 16S rRNA aktinomiset endofit pada sampel tanah rizosfer dan akar tanaman padi

Pita (±180 pb) Strain pembanding (DatabaseGenBank) Identitas Maksimum E-

Value No. Akses 1 K. rhizophila DC2201 96% 4E-76 NR 074786.1 2 A. diospyrosa NRRL B-24047 100% 1E-90 NR 024962.2 3 S. alboniger DSM 40043 100% 1E-90 NR 043228.2

S. parvulus NBRC 13193 100% 1E-90 NR 041119.2 4 S. chiangmaiensis TA4-1 98% 1E-80 NR 113180.1 5 S. acidiscabies RL-110 99% 7E-89 NR 025866.1

S. alboniger DSM 40043 99% 3E-87 NR 043228.2

S. parvulus NBRC 13193 99% 3E-87 NR 041119.2 6 G. terrae PB261 93% 7E-69 NR 109441.1 7 K. aegyptia YIM 70003 100% 1E-90 NR 043511.1

K. himachalensis K07-05 100% 1E-90 NR 043323.1 8 S. alboniger DSM 40043 99% 3E-87 NR 043228.2

S. parvulus NBRC 13193 99% 3E-87 NR 041119.2 9 K. aegyptia YIM 70003 100% 1E-90 NR 043511.1

K. himachalensis K07-05 100% 1E-90 NR 043323.1 10 S. acidiscabies RL-110 99% 9E-88 NR 025866.1 11 S. acidiscabies RL-110 99% 7E-89 NR 025866.1

S. alboniger DSM 40043 99% 3E-87 NR 043228.2 12 S. rapamycinicus ATCC 29253 100% 2E-89 NR 044199.1 13 K. aegyptia YIM 70003 99% 2E-88 NR 043511.1

K. himachalensis K07-05 99% 2E-88 NR 043323.1 14 K. aegyptia YIM 70003 99% 7E-89 NR 043511.1

K. himachalensis K07-05 99% 7E-89 NR 043323.1 15 A. friuliensis HAG 010964 98% 2E-83 NR 104746,1 16 K. aegyptia YIM 70003 100% 5E-90 NR 043511.1

K. himachalensis K07-05 100% 5E-90 NR 043323.1 17 G. normandii CF 5/3 99% 5E-69 NR 108879.1

Pita no. 1 memiliki kemiripan sekuen sebesar 96% terhadap K. rhizophila

DC2201. Pita no. 2 memiliki kemiripan sekuen sebesar 100% terhadap A. diospyrosa NRRL B-24047. Pita no. 3 dan 8 memiliki kemiripan sekuen sebesar 100% dan 99% dengan S. alboniger DSM 40043 dan S. parvulus NBRC 13193. Pita no. 4 memiliki kemiripan sekuen sebesar 98% dengan S. chiangmaiensis

TA4-1. Pita no. 5 memiliki kemiripan sekuen sebesar 99% dengan S. acidiscabies

RL-110, S. alboniger DSM 40043, dan S. parvulus NBRC 13193. Pita no. 6 kemiripan sekuen sebesar 93% terhadap G. terrae PB261. Ptita no. 7, 9,13,14, dan 16 kemiripan sekuen sebesar 100%, 100%, 99%, 99%, dan 100% terhadap

22

K. aegyptia YIM 70003 dan K. himachalensis K07-05. Pita n0. 10 dan 11 memiliki kesamaan 99% dengan S. acidiscabies RL-110. Pita no. 12 memiliki kesamaan 99% dengan S. rapamycinicus ATCC 29253. Pita no. 15 memiliki kesamaan 98% dengan A. friuliensis HAG 010964. Pita no. 17 memiliki kesamaan dengan G. normandii CF 5/3 sebesar 99%.

Gambar 5 Pohon filogenetik dari 17 sekuen gen 16S rRNA aktinomiset yang diperoleh dari analisis DGGE

Hasil analisis berdasarkan konstruksi filogenetik (Gambar 5) menunjukkan konsistensi bahwa pita no. 1 memiliki hubungan kekerabatan dengan K. rhizophila DC2201, pita no. 2 memiliki hubungan kekerabatan dengan A. diospyrosa NRRL B-24047, pita no. 3 dan 8 memiliki hubungan kekerabatan dengan S. alboniger DSM 40043, pita no. 4 memiliki hubungan kekerabatan dengan S. chiangmaiensis TA4-1, pita no. 5, 10, dan 11 memiliki hubungan kekerabatan dengan S. acidiscabies RL-110, pita no. 6 memiliki hubungan kekerabatan dengan G. terrae PB261, pita no. 7, 9, 13, 14, dan 16 memiliki hubungan kekerabatan dengan K. aegyptia YIM 70003 dan K. himachalensis

23 ATCC 29253, pita no. 15 memiliki hubungan kekerabatan dengan A. friuliensis

HAG 010964, dan pita no. 17 memiliki hubungan kekerabatan dengan G. normandii CF 5/3.

Sekuen DNA dari pita yang memiliki kemiripan A. friuliensis HAG 010964 ditemukan pada sampel akar IR64 dan STP. Sekuen DNA dari pita yang memiliki kemiripan G. terrae PB261 hanya ditemukan pada seluruh sampel akar. Sekuen DNA dari pita yang memiliki kemiripan S. rapamycinicus ATCC 29253 ditemukan pada sampel akar CHR, IR64, INR, sampel tanah IR64 dan STP. Sekuen DNA dari pita yang memiliki kemiripan K. rhizophila DC2201, S. alboniger DSM 40043, S. acidiscabies RL-110, K. aegyptia YIM 70003 dan K. himachalensis K07-05 ditemukan di seluruh sampel tanah dan akar tanaman padi. Hasil ini mengindikasikan bahwa tipe agroekosistem (tanah) dan varietas tanaman padi (akar) yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap keragaman aktinomiset, tetapi hanya memberikan pengaruh terhadap kelimpahan masing- masing aktinomiset pada setiap sampel. Kelimpahan spesies aktinomiset dapat dilihat dari ketebalan pita yang muncul pada gel poliakrilamida. Hasil ini juga menunjukkan bahwa komunitas aktinomiset yang termasuk dalam genus

Streptomyces pada sampel tanah dan akar empat varietas tanaman padi di Jawa Barat, Indonesia lebih bervariasi dibandingkan genus aktinomiset lainnya (Gambar 5).

Komunitas Bakteri Pemfiksasi Nitrogen pada Tanah dan Akar Tanaman Padi

Produk PCR gen nifH pada sampel tanah dan akar tanaman menghasilkan fragmen DNA berukuran ~360 pb (Gambar 6) diseparasi menggunakan gel poliakrilamida yang mengandung denaturan berkisar 40-65%.

Gambar 6 Amplifikasi PCR gen nifH pada sampel tanah dan akar tanaman padi (~360 pb) menggunakan primer polF (dengan GC clamps) dan polR. Marker 1 Kb; Sumur 1-8, S-CHR, R-CHR, S-IR64, R-IR64, S-STP, R- STP, S-INR, and R-INR

24

(A)

(B)

Gambar 7 (A) Profil pita DGGE hasil produk PCR gen nifH pada sampel tanah dan akar tanaman padi (kiri). Ilustrasi pita DGGE menggunakan piranti lunak Phoretix 1D (kanan), 1-5 merupakan pita yang dipotong untuk analisis sekuen DNA. (B) Analisis pengelompokan kemiripan komunitas berdasarkan gen nifH pada sampel tanah dan akar tanaman padi menggunakan data biner

R-INR R-STP R-IR64 R-CHR S-INR S-STP S-IR64 S-CHR 39 59 96 68 53 0.00 0.05 0.1 0.15 0.2 0 0.25

25 Berdasarkan hasil analisis DGGE menunjukkan struktur komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen pada sampel tanah (12-14 pita) lebih bervariasi dibandingkan sampel akar tanaman padi (7-11 pita) (Gambar 7A). Analisis pengelompokan kemiripan komunitas dengan data biner menunjukkan komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen pada sampel tanah memiliki perbedaan dengan sampel akar. Hal ini dapat dilihat dari semua sampel tanah yang membentuk kluster terpisah dengan sampel akar, akan tetapi dapat dilihat pada (Gambar 7B) bahwa pola kemiripan komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen pada berbagai tipe agroekosistem menunjukkan bahwa masing-masing sampel tanah lebih mirip (92%-97%) jika dibandingkan dengan masing-masing sampel akar (87%-91%). Komunitas bakteri pemfiksasi nitrogen pada sampel tanah CHR memiliki kemiripan sebesar ±97% dengan sampel tanah IR64. Sementara itu, pola komunitas sampel tanah STP memiliki kemiripan sebesar ±96% terhadap sampel tanah CHR dan IR64. Pola komunitas sampel tanah INR memiliki kemiripan sebesar ±92% pada sampel tanah STP, CHR dan IR64. Pola yang sama juga ditunjukkan oleh sampel akar, komunitas aktinomiset pada sampel akar CHR memiliki kemiripan sebesar ±91% dengan sampel akar IR64. Sampel akar STP dan INR memiliki kemiripan pola komunitas yaitu sebesar ±87%, tetapi klusternya terpisah dengan sampel CHR dan IR64 yang mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan pola komunitas dengan sampel akar CHR dan IR64.

Potongan pita DGGE dari gen nifH diamplifikasi ulang dengan primer tanpa GC clamps. Lima pita yang dipotong berhasil diamplifikasi ulang dan menunjukkan fragmen dengan produk berukuran ±180 pb (Gambar 8).

Gambar 8 Hasil amplifikasi ulang pita hasil DGGE dengan primer non GC clamps. Marker 1 Kb; Sumur 1-5, pita 1-5

Hasil analisis sekuen DNA dengan menggunakan program BLAST.N (Tabel 4) menunjukkan bahwa pita no. 1, 2 dan 3 memiliki kemiripan 99% dengan

uncultured bacterium clone J50 berdasarkan identitas maksimum dari database pada GenBank. Pita 4 memiliki hubungan kekerabatan dengan uncultured bacterium clone clod-38 dengan identitas maksimum sebesar 98%, dan pita 5 memiliki identitas maksimum sebesar 92% dengan uncultured bacterium clone

26

Tabel 5 Persentase kemiripan sekuen gen nifH pada sampel tanah rizosfer dan akar tanaman padi dengan analisis BLAST.N

Pita (±360 pb) Strain pembanding (DatabaseGenBank) Identitas maksimum E-

value No. akses 1 Uncultured bacterium clone J50 (nifH) gene 99% 7e-163 AM746604.1 2 Uncultured bacterium clone J50 (nifH)gene 99% 2e-159 AM746604.1 3 Uncultured bacterium clone J50 (nifH)gene 99% 3e-161 AM746604.1 4 Uncultured bacterium clone clod-38(nifH) gene 98% 2e-172 JX268394.1 5 Uncultured bacterium clone BG2.37(nifH) gene 92% 3e-132 JX079654.1

Tabel 6 Persentase kemiripan sekuen gen nifH pada sampel tanah rizosfer dan akar tanaman padi dengan analisis BLAST.X

Pita (±360 pb) Strain pembanding (DatabaseGenBank) Identitas maksimum E-

value No. akses 1 Dinitrogenase reduktase (uncultured bacterium) 97% 1e-78 AHN50658.1 2 Dinitrogenase reduktase (uncultured bacterium) 97% 1e-78 AHN50658.1 3 Dinitrogenase reduktase (uncultured bacterium) 97% 1e-78 AHN50658.1 4 Nitrogenase iron protein (uncultured bacterium) 99% 9e-79 AFP19248.1 5 nifH Bradyrhizobium japonicum 85% 8e-60 ACT67990.1

Hasil analisis sekuen DNA dengan menggunakan program BLAST.X (Tabel 5) menunjukkan bahwa pita no. 1, 2 dan 3 memiliki kemiripan 97% dengan dinitrogenase reduktase dari uncultured bacterium. Pita 4 memiliki hubungan kekerabatan dengan nitrogenase iron protein dari uncultured bacterium dengan identitas maksimum sebesar 99%, dan pita 5 memiliki identitas maksimum sebesar 85% dengan nifH Bradyrhizobium japonicum.

Profil pohon filogenetik bakteri pemfiksasi nitrogen berdasarkan gen nifH menunjukkan bahwa pita 1, 2, 3, 4, dan 5 mengelompok dengan uncultured bacteria. Akan tetapi, hasil tersebut setelah dibandingkan dengan bakteri pemfiksasi nitrogen yang sudah umum dikenal seperti Rhizobium sp.,

Bradyrhizobium japonicum, Frankia sp., Streptomyces sp., Kocuria sp.,

Anaeromyxobacter sp. Pseudomonas stutzeri, dan Klebsiella pneumonia

menunjukkan sekuen DNA hasil DGGE memiliki kekerabatan terhadap beberapa bakteri pemfiksasi nitrogen tersebut (Gambar 9). Sekuen gen nifH pita 1, 2, 3, dan 4 membentuk kluster dengan Rhizobium sp. dan pita 5 mengelompok dengan

27

Gambar 9 Pohon filogenetik dari 5 sekuen gen nifH yang diperoleh dari analisis DGGE

Pembahasan Karakteristik Tanah

Faktor lingkungan seperti tipe agroekosistem merupakan faktor utama yang mempengaruhi dominansi, diversitas, kekayaan dan kemerataan mikrob, termasuk aktinomiset (Priyadharsini dan Dhanasekaran 2014). Berdasarkan komposisi pasir, debu dan liatnya menunjukkan bahwa ketiga jenis tanah memiliki tekstur yang berbeda (Sulaeman et al. 2005). Tanah sawah memiliki tekstur liat berdebu (silty clay); tanah kering (gogo) memiliki tekstur liat (clay) dan tanah rawa memiliki tekstur lempung berdebu (silty loam). Ketiga sampel tanah ini merupakan tanah yang cocok ditanami padi berdasarkan AGRISNET (2014). Ketiga jenis tanah tergolong jenis tanah agak masam. Tanah sawah, tanah kering (gogo), dan tanah rawa memiliki kandungan unsur karbon secara berurutan yaitu sedang, sangat tinggi, dan tinggi. Kandungan nitrogen pada ketiga jenis tanah tergolong sedang. Nitrogen merupakan unsur pembatas bagi pertumbuhan tanaman padi (Cockrell 2004), sehingga kandungan nitrogen di tanah sangat berhubungan erat dengan tingkat kesuburan dan produktivitas tanaman padi. Nitrogen juga merupakan nutrisi esensial yang diperlukan oleh mikrob untuk mensintesis asam amino penyusun protein sel mikrob (White 2000). Peningkatan kadar nitrogen ditanah juga dipengaruhi oleh mikrob yang mampu memfiksasi nitrogen, dengan cara menambat nitrogen bebas dan mengkonversinya dalam bentuk amonium yang bisa digunakan oleh tanaman.

28

Komunitas Aktinomiset pada Tanah dan Akar Tanaman Padi

Penelitian ini menggunakan teknik molekuler berdasarkan gen 16 S rRNA dan nifH untuk mendeteksi aktinomiset dan bakteri yang memiliki kemampuan dalam memfiksasi nitrogen pada tanah dan akar empat varietas tanaman padi asal Jawa Barat dengan DGGE. Keberhasilan suatu analisis molekuler sangat ditentukan oleh kuantitas dan kualitas DNA yang berhasil diekstraksi dari suatu sampel. Berdasarkan hasil ekstraksi DNA pada sampel tanah diketahui bahwa kemurnian DNA genom sampel tanah dan akar tanaman padi berkisar 1.75-1.99. DNA genom tersebut tergolong murni karena masih berkisar antara 1.8-2.0 (Sambrook dan Russell 2001), sehingga DNA tersebut sangat baik digunakan untuk analisis selanjutnya. Hasil analisis gen 16S rRNA aktinomiset menggunakan teknik nested PCR dengan 2 pasang primer. Proses PCR tahap pertama terdiri atas primer 27F yang di desain untuk mengamplifikasi seluruh domain bakteri (Bruce et al. 1992) dan primer 16Sact1114R yang didesain dari 202 aktinomiset dengan hasil misspriming sebesar 1,3%, sehingga pasangan primer ini dapat dikategorikan sebagai primer spesifik untuk mendeteksi aktinomiset (Martina et al. 2008). Pasangan primer tahap kedua yang digunakan yaitu primer P338F dan P518R yang didesain untuk mengamplifikasi seluruh daerah V3 dari bakteri (Overeas et al. 1997). Gen 16S rRNA terdiri atas 9 daerah hipervariabel yaitu V1-V9. Daerah hipervariabel sangat cocok untuk mendesain penanda untuk mengidentifikasi Streptomyces sp. (Stackebrandt et al. 1991; Kataoka et al. 1997). Menurut Chakravorty (2007), 110 bakteri yang umum terdeteksi pada infeksi manusia seperti pneumonia, abses, sepsis, dan infeksi saluran darah dapat dideteksi dengan menggunakan primer yang mengamplifikasi daerah V3. Daerah V3 merupakan daerah yang terdapat pada 16S rRNA yang mampu menyediakan informasi filogenetik yang memadai mengenai bakteri yang terdapat pada sampel (Liu et al. 2007; Huse et al. 2008). Penggunaan teknik

nested PCR pada analisis gen 16S rRNA aktinomiset dikarenakan produk tahap pertama yang merupakan pasangan primer spesifik mampu mengamplifikasi aktinomiset berukuran 1087 pb. Analisis DGGE sangat dianjurkan menggunakan fragmen DNA yang berukuran <1000 pb (Muyzer 1999), sehingga harus diperkecil ukuran fragmennya dengan mengamplifikasi ulang dengan primer yang mampu seluruh jenis bakteri, termasuk aktinomiset dan menghasilkan produk akhir berukuran <180 pb.

Deteksi aktinomiset berdasarkan gen 16S rRNA yang memiliki ukuran fragmen DNA ±180 pb dengan teknik DGGE menunjukkan bahwa variasi struktur komunitas aktinomiset pada sampel tanah dan akar tanaman padi memiliki kemiripan, hanya beberapa spesies yang ditemukan pada sampel tertentu seperti

G. terrae PB261, A. friuliensis HAG 010964 dan S. rapamycinicus ATCC 29253. Hasil ini mengindikasikan bahwa tipe agroekosistem dan varietas tanaman padi yang berbeda tidak memberikan efek terhadap keragaman aktinomiset melainkan hanya memberikan pengaruh terhadap kelimpahan masing-masing aktinomiset pada setiap sampel. Kelimpahan organisme pada komunitasnya dapat dilihat dari intensitas ketebalan pita yang terlihat pada gel poliakrilamida (Nimnoi et al. 2010;

Nubel et al. 1996). Hasil separasi pita juga menunjukkan bahwa keragaman

aktinomiset pada sampel akar lebih tinggi dibandingkan dengan sampel tanah atau dengan kata lain terdapat beberapa pita yang hanya ditemukan pada sampel akar

29 saja. Hal ini dapat diakibatkan oleh aktinomiset yang ada di akar namun tidak ada di tanah tidak dapat berkompetisi di tanah, sehingga mereka tidak dapat berkembang dengan baik. Namun ketika mereka memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam jaringan akar, aktinomiset ini mendapat perlindungan dan sumber nutrisi di akar sehingga dapat bertahan dan berkembang. Oleh karena itu, mereka hanya muncul di akar saja. Nimnoi et al. (2010) menyatakan bahwa mikrob tanah

dapat masuk ke dalam jaringan akar dengan cara penetrasi ke bagian celah pada

bagian ujung akar. Selain itu terdapat kemungkinan aktinomiset ini tidak dominan

di tanah sehingga tidak dapat tervisualisasi di gel DGGE. Teknik DGGE hanya dapat memperlihatkan komunitas yang dominan saja (Nimnoi et al. 2010), sedangkan komunitas yang tidak dominan akan susah dideteksi. Kemiripan kandungan total nitrogen organik dan derajat keasaman (pH) diduga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi terjadinya kemiripan keragaman komunitas aktinomiset pada empat varietas tanaman padi. Zhao et al. (2012) menyatakan bahwa banyak organisme yang berbeda akan melakukan proses yang sama dan mungkin akan ditemukan di relung ekologi yang sama akibat adanya kemiripan beberapa faktor abiotik pada lingkungan hidupnya. Hasil analisis pengelompokan kemiripan komunitas aktinomiset pada sampel tanah dan akar tanaman padi menggunakan data biner menunjukkan hasil yang konsisten baik pada sampel tanah maupun sampel akar tanaman padi varietas Ciherang dan IR64 memiliki kemiripan keragaman komunitas aktinomiset dilihat dari pola sebaran dan jumlah pita yang tampak pada gel poliakrilamida. Hal ini diduga disebabkan oleh kedua varietas tanaman padi tersebut ditanam pada jenis agroekosistem yang sama yaitu pada tanah sawah.

Tian et al. (2007) mengemukakan bahwa Streptomyces merupakan genus dari aktinomiset yang paling sering ditemukan pada batang dan akar tanaman padi asal China, berdasarkan analisis dengan menggunakan teknik cultivated dan

uncultivated. Penelitian terdahulu mengenai aktinomiset endofit pada tanaman padi dengan menggunakan teknik cultivated menunjukkan bahwa tujuh isolat yang berhasil diisolasi termasuk ke dalam genus Streptomyces (Sari et al. 2014). Penelitian pada mikrob yang ditemukan pada tanaman gandum asal Australia menunjukkan bahwa Streptomyces spp. merupakan genus aktinomiset yang distribusinya paling luas dibandingkan dengan isolat lain yang berhasil dikulturkan dari sampel akar tanaman gandum, dengan dominansi pada isolat S. caviscabies dan S. galilaeus (Coombs dan Franco 2003). Hasil analisis DGGE juga menunjukkan bahwa komunitas spesies dari genus Streptomyces pada tanah dan akar 4 varietas tanaman padi asal Jawa Barat, Indonesia yang ditemukan lebih bervariasi dibandingkan dengan genus lain, seperti Geodermatophilus, Actinokineospora, Actinoplanes dan Kocuria, dengan dominansi S. alboniger dan

S. acidiscabies pada hampir seluruh sampel. Sekuen gen 16 S rRNA yang memiliki identitas kemiripan kurang dari 97% memiliki kemungkinan terindikasi sebagai novel species (Stackebrandt dan Goebel 1994). Pita 1 dan 6 memiliki indikasi sebagai novel species karena kedua sekuens DNA ini memiliki identitas maksimum kemiripan <97% dengan K. rhizophila DC2201 (96%) dan G. terrae

PB261 (93%).

Hasil analisis DGGE menunjukkan bahwa beberapa pita memiliki sekuens DNA yang mirip dengan K. rhizophila DC2201, S. alboniger DSM 40043, S. acidiscabies RL-110, K. aegyptia YIM 70003 dan K. himachalensis K07-05

30

ditemukan pada setiap sampel tanah dan akar tanaman padi dengan tipe agroekosistem berbeda. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tanaman mendapatkan keuntungan dari asosiasi dengan aktinomiset. K. rhizophila yang telah diisolasi dari rhizoplane dari tanaman Typha angustifolia diketahui memiliki kemampuan untuk memproduksi siderofor dan mampu menekan pertumbuhan fungi patogen terhadap tanaman padi, Sclerotium sp. (Chaiharn et al. 2009). Siderofor yang diproduksi oleh S. acidiscabies dapat meningkatkan pertumbuhan

Dokumen terkait