• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kondisi Fisik

Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang secara geografis terletak antara: 107°02’-107°40’ Bujur Timur dan 5°56’ -6°34’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Karawang adalah 1.753,27 km2, atau 3,73% luas provinsi Jawa Barat. Secara administratif terdiri dari 30 kecamatan, dengan jumlah desa/kelurahan seluruhnya sebanyak 309 desa, terdiri dari 297 desa dan 12 kelurahan (Bapeda dan BPS Kabupaten Karawang, 2012), sebagaimana pada Tabel 7.

Tabel 7. Nama kecamatan dan jumlah desa/kel. di Kab. Karawang Nama Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan

1 Pangkalan 8 2 Tegalwaru 9 3 Ciampel 7 4 Telukjambe Timur 9 5 Telukjambe Barat 10 6 Klari 13 7 Cikampek 10 8 Purwasari 8 9 Tirtamulya 10 10 Jatisari 14 11 Banyusari 12 12 Kotabaru 9 13 Cilamaya Wetan 12 14 Cilamaya Kulon 12 15 Lemahabang 11 16 Telagasari 14 17 Karawang Timur 8 18 Karawang Barat 8 19 Majalaya 7 20 Rawamerta 13 21 Tempuran 14 22 Kutawaluya 12 23 Rengasdengklok 9 24 Jayakerta 8 25 Pedes 12 26 Cilebar 10 27 Cibuaya 11 28 Tirtajaya 11 29 Batujaya 10 30 Pakisjaya 8 Jumlah 309

Sumber: Karawang dalam angka 2012

Kabupaten Karawang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Subang Sebelah Tenggara : Berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Cianjur Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

Bentuk tanah di Kabupaten Karawang sebagian besar berbentuk dataran yang relatif rata dengan variasi antara 0-5 m diatas permukaan laut, hanya sebagian kecil wilayah yang bergelombang dan berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-1200 m permukan laut. Wilayah Kabupaten Karawang sebagian besar tertutup dataran pantai yang luas, yang terhampar di bagian utara dan merupakan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Di bagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen, sedangkan dibagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291 m di atas permukaan laut.

Sesuai dengan bentuk morfologinya, Kabupaten Karawang merupakan daerah dataran rendah dengan temperatur udara yang cukup panas, yaitu rata-rata 27°C, dengan tekanan udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran matahari 66% dan kelembaban nisbi 80%. Pada bulan Januari sampai dengan April bertiup angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni bertiup angin Muson Tenggara. Kecepatan angin antara 30-35 km/jam, lamanya tiupan rata-rata 5-7 jam.

Kabupaten Karawang dilalui oleh beberapa sungai yang bermuara di Laut Jawa. Sebagai pemisah antara Kabupaten Karawang dengan Kabupaten Bekasi adalah Sungai Citarum, sedangkan sungai Cilamaya merupakan batas wilayah dengan Kabupaten Subang. Selain sungai, terdapat 3 buah saluran irigasi yang besar, yaitu : Saluran Induk Tarum Utara, Saluran Induk Tarum Tengah, dan Saluran Induk Tarum Barat yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak dan pembangkit tenaga listrik.

Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2011 mencapai 5.566 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 463,83 mm, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2010 yang mencapai 4.408 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 180 mm. Frekuensi hujan terbesar terjadi pada bulan Februari dan terkecil pada bulan Agustus.

1. Kecamatan Tirtajaya

Kecamatan Tirtajaya sebagai salah satu kecamatan di Kabupaten Karawang memiliki luas wilayah 101,12 km2 yang terbagi atas 11 desa. Desa yang memiliki lahan terluas adalah Desa Tambaksari dengan luas 38,89 km2 atau 34,5% dari luas wilayah kecamatan Tirtajaya. Sedangkan Desa Gempolkarya adalah desa yang luas wilayahnya terkecil yaitu 3,1 km2 atau 3,07% dari luas wilayah kecamatan. Secara geografis Kecamatan Tirtajaya terletak di bagian utara Kabupaten Karawang. Hampir seluruhnya berupa daerah datar dan berbatasan langsung dengan pantai utara (BPS Kabupaten Karawang, 2012a). Kecamatan Tirtajaya mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara : Berbatasan langsung dengan Pantai Utara

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Cibuaya Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Jayakerta Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Batujaya

Iklim di Kecamatan Tirtajaya tidak berbeda jauh dengan daerah lain di wilayah Indonesia yang terletak di daerah tropis dimana hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Sepanjang tahun 2011, curah hujan di Kecamatan Tirtajaya sekitar 460 mm3 dengan jumlah hari hujan sebanyak 31 hari. Bulan Desember merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi yaitu 110 mm3 dengan 8 hari hujan, sebagaimana Tabel 8.

Tabel 8. Curah dan hari hujan pada Kec. Tirtajaya Tahun 2011 Bulan Curah Hujan

(mm) Hari Hujan (1) (2) (3) Januari 30 3 Februari 90 3 Maret 50 5 April 75 2 Mei 65 4 Juni - - Juli - - Agustus - - September - - Oktober - - November 40 6 Desember 110 8

Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Tirtajaya Tahun 2012

Jumlah Desa di kecamatan Tirtajaya sebanyak 11 desa dan semuanya berstatus pedesaan. Berdasarkan satuan lingkungan terdiri dari 48 Dusun, 59 Rukun Warga (RW), dan 135 Rukun Tetangga (RT).

2. Kecamatan Cilamaya Wetan

Kecamatan Cilamaya Wetan sebagai salah satu lokasi penelitian merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Karawang bagian utara dengan batas wilayah:

Sebelah utara : Berbatasan dengan Laut Jawa

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Subang Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Banyusari

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Cilamaya Kulon Kecamatan Cilamaya Wetan memiliki luas wilayah sebesar 7.134 km2,yang terdiri dari 12 desa. Berdasarkan satuan lingkungan, terdiri dari 54 dusun, 101 RW dan 265 RT (BPS Kabupaten Karawang, 2012b). Desa Muara, merupakan desa pesisir yang memiliki luas wilayah terbesar di Kecamatan Cilamaya Wetan, yaitu 1.568 km2. sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil, yaitu Desa Tegalsari, dengan luas hanya 205 km2. Sepanjang tahun 2011, curah hujan di Kecamatan Cilamaya Wetan adalah 249 mm atau rata-rata 20,75 mm/bulan. Jumlah hari hujan 25 hari atau rata-rata 2,08 hari/bulan, sebagaimana Tabel 9.

Tabel 9. Curah dan Hari Hujan Kec. Cilamaya Wetan Tahun 2011 Bulan Curah Hujan

(mm) Hari Hujan (1) (2) (3) Januari 69 6 Februari 0 0 Maret 20 2 April 32 2 Mei 37 3 Juni 20 1 Juli 0 0 Agustus 0 0 September 0 0 Oktober 0 0 November 46 7 Desember 25 4 Jumlah 249 25 Rata-rata 20,75 2,08 Kondisi Sosial 1. Kependudukan

Jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Karawang pada tahun 2011 mencapai 591.898 Rumah Tangga dengan jumlah penduduk mencapai 2.187.861 jiwa (Bapeda dan BPS Kab Karawang, 2012). Penduduk laki-laki berjumlah 1.127.859 jiwa dan perempuan berjumlah 1.060.002 jiwa. Penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Karawang Barat yaitu sebesar 159.860 jiwa, hal ini disebabkan karena Kecamatan Karawang Barat sebagai pusat pemerintahan.

Rasio jenis kelamin penduduk kabupaten Karawang adalah 106,40 yang artinya penduduk laki-laki lebih banyak dibanding dengan penduduk perempuan, dimana setiap 100 perempuan, terdapat 106,40 laki-laki di Kabupaten Karawang.

Kepadatan penduduk menunjukkan persebaran penduduk di suatu daerah tertentu atau merupakan jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Dengan luas kabupaten Karawang seluas 1.753,27 km2 didapat kepadatan penduduk per km2 adalah sebesar 1.248 orang.

2. Ketenagakerjaan

Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berusia 10 tahun keatas dan terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Lebih lanjut angkatan kerja dibagi menjadi yang bekerja dan pencari kerja. Angkatan kerja adalah sebagian penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang siap terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif. Mereka yang diserap oleh pasar kerja digolongkan sebagai yang bekerja, sedangkan yang tidak atau belum terserap oleh pasar kerja tetapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan digolongkan sebagai pencari kerja.

Di Kabupaten Karawang, pada tahun 2011 jumlah pencari kerja terdaftar sebanyak 33.763 orang, dari sebelumnya pada tahun 2010 sebanyak 36.308 orang atau terjadi penurunan sebesar 7,01%. Dari jumlah pencari kerja yang terdaftar, tercatat sebanyak 22.324 orang (66,12%) yang sudah ditempatkan.

Budidaya Pembesaran Ikan Bandeng

Budidaya pembesaran ikan bandeng secara tradisional yang dilakukan oleh pembudidaya pada Kecamatan Tirtajaya dan Kecamatan Cilamaya Wetan, meliputi 4 kegiatan, yaitu kegiatan persiapan tambak (berupa: pengeringan, perbaikan saluran/pematang/pintu air, pengapuran, pemupukan, dan penumbuhan pakan alami), penebaran nener, pemeliharaan, dan pemanenan.

Persiapan Tambak a. Pengeringan

Tambak yang telah digunakan akan menurun kualitas fungsinya, dikarenakan adanya senyawa beracun (seperti sulfide) yang tertinggal dalam tambak akibat proses pembusukan kotoran selama dasar tambak terendam air, kejenuhan dasar tambak, dan tertinggalnya benih ikan liar atau hama yang dapat mengganggu usaha pemeliharaan bandeng. Pengeringan bermanfaat untuk meningkatkan kembali kualitas tambak dengan menguapkan senyawa beracun, membuat terjadinya proses mineralisasi tanah di dasar tambak, serta mematikan benih atau telur ikan liar dan hama yang kemungkinan menetas pada saat pemeliharaan bandeng berlangsung.

Gambar 4. Proses pengeringan menggunakan mesin pompa

Proses pengeringan sebagaimana terlihat pada Gambar 4 dilakukan oleh pembudidaya bandeng di pesisir Karawang setelah panen musim tanam ke dua. Untuk mempercepat proses pengeringan, pembudidaya menggunakan mesin pompa. Proses pengeringan berlangsung selama 1-2 minggu (tergantung luasan tambak) hingga tanah dasar tambak retak-retak, namun tidak sampai kering sekali, melainkan jika diinjak masih amblas atau turun sekitar 1-2 cm.

b. Perbaikan saluran

Sebagian besar pembudidaya di lokasi penelitian tidak memiliki petak atau kolam reservoir yang berfungsi sebagai penampungan air payau sementara, sehingga sumber air payau yang masuk ke dalam tambak, langsung berasal dari pertemuan antara air tawar yang berasal dari hulu Sungai Citarum, dan air asin yang berasal dari hilir Pantai Utara Jawa. Seringkali hal ini menyebabkan pendangkalan saluran, karena adanya lumpur yang terbawa air kemudian mengendap di saluran air. Pendangkalan saluran juga terjadi karena pengaruh

air hujan, sehingga menyebabkan tanah dari permatang tambak turun ke saluran air. Oleh karenanya, setelah masa pemeliharaan selesai, pembudidaya bandeng dengan dibantu 1 sampai 20 tenaga kerja harian (tergantung luasan tambak) melakukan penggalian saluran air dan mengangkat lumpur ke pematang.

Gambar 5. Saluran air setelah dilakukan perbaikan c. Perbaikan pematang/tanggul

Pematang tambak juga seringkali mengalami kerusakan, yaitu turunnya bagian depan pematang akibat erosi terkena air hujan, dan pematang berlubang atau bocor akibat gangguan hama (belut, kepiting, atau ular). Kerusakan tersebut mengakibatkan jumlah air dalam tambak tidak dapat dipertahankan sesuai keinginan, serta tidak mampu mencegah terjadinya banjir dan masuknya hama penganggu ke dalam tambak. Untuk mengatasi hal ini, pembudidaya melakukan servis pematang dengan menaikkan kembali bagian depan tanggul dan menutup bagian pematang yang bocor.

Gambar 6. Pematang tambak setelah dilakukan perbaikan d. Perbaikan pintu air (monik)

Sebagai pintu air masuk sekaligus pintu air keluar, monik dipasang pada pematang tambak sebagaimana terlihat pada gambar 7. Pada tambak pembudidaya, penutup monik terbuat dari kayu yang berkualitas baik, sehingga dapat bertahan kurang lebih selama dua tahun, sebelum kayu tersebut menjadi lapuk akibat dimakan usia atau gangguan hama. Namun demikian, terutama pada bagian laha bambu yang dilapisi oleh waring hitam atau hijau sering terdapat kerusakan akibat gangguan hama. Perbaikan dilakukan dengan mengganti laha yang rusak, sehingga pintu air dapat berfungsi kembali, dengan demikian, tambak tidak kekurangan atau kelebihan air.

Gambar 7. Monik dan laha yang telah dilakukan perbaikan e. Perbaikan pelataran tambak

Pelataran tambak berfungsi untuk mempertahankan air tambak sebagai media tumbuh pakan alami (klekap). Kebocoran akibat hama penganggu, ataupun penimbunan kotoran dari klekap yang mati dan kotoran ikan, akan menyebabkan pelataran tambak menurun fungsinya. Pada tambak pembudidaya, pelatarannya telah dilengkapi dengan saluran di sekeliling tambak (caren), sehingga kotoran akan menumpuk atau berkumpul di caren tersebut. Perbaikan pelataran tambak dilakukan pada bagian caren, yang dikenal dengan istilah “nyaer” atau “keduk teplok”, sebagaimana terlihat pada Gambar 8. yaitu menggali tanah dengan kedalaman 0,5 m dan lebar 2 – 3 m, mengikuti lingkaran caren hingga bertemu kembali dengan awal penggalian. Kegiatan keduk teplok ini dilakukan bersamaan dengan kegiatan perbaikan saluran, pematang tambak, dan pintu air.

Gambar 8. Proses keduk teplok f. Pengapuran dasar tambak

Tujuan dari pengapuran adalah untuk meningkatkan pH tanah atau mengembalikan keasaman tanah karena penimbunan dan pembusukan bahan organik selama budidaya sebelumnya menurunkan pH tanah. Pengapuran sebagaimana terlihat pada Gambar 9. dapat mematikan bakteri dan jamur

pembawa penyakit, serta membuat dasar tambak mampu menumbuhkan pakan alami secara optimal.

Gambar 9. Pengapuran dasar tambak

Terdapat banyak jenis kapur yang biasa digunakan pembudidaya, antara lain kapur pertanian (CaCO3), kalsium hidroksida Ca(OH)2, kalsium oksida (CaO) dan kapur cair. Namun demikian, dari beberapa jenis kapur tersebut, program pemberdayaan memberikan bantuan kapur pertanian karena dianggap mempunyai daya penetral yang tinggi. Kegiatan pengapuran dilakukan setelah kegiatan pengeringan selesai, dengan dosis 50 kg/ha. Pengapuran dilakukan dengan cara menaburkan kapur pertanian secara merata ke seluruh pelataran tambak.

g. Pemupukan dan penumbuhan pakan alami

Melalui bantuan input produksi yang difasilitasi dalam program pemberdayaan, masing-masing pembudidaya menerima bantuan berupa 10 liter pupuk cair dan 100 kg pupuk anorganik. Pemupukan bertujuan untuk menyuburkan tanah sehingga pertumbuhan pakan alami bandeng berupa klekap, lumut dan plankton bisa lebih cepat. Musim kemarau merupakan saat yang paling baik dan cocok untuk menumbuhkan klekap sebagai makanan alami. Setelah perbaikan konstruksi tambak dilakukan, dilakukan proses pengeringan selama 1-2 minggu, hingga tanahnya retak-retak. Keberhasilan atau kegagalan dalam menumbuhkan klekap yang baik dan menahannya agar tetap menempel pada dasar tambak tergantung derajat kekeringannya. Pengeringan yang tidak seimbang atau pengeringan yang kurang sempurna akan menghasilkan klekap yang mudah lepas dari tanah dan akhirnya mengambang. Bilamana terjadi sebaliknya, terlalu lama pengeringannya sehingga lapisan permukaan tanah kekeringan, maka terjadi kondisi yang sangat tidak memungkinkan untuk pertumbuhan klekap (Rusmiyati, 2012.)

Setelah dilakukan proses pengeringan dan perbaikan konstruksi tambak, kemudian tambak di isi air selama 3 hari. Penaburan pupuk urea/organik dilakukan setelahnya, dengan waktu untuk menumbuhkan pakan alami (klekap) kurang lebih selama 1 minggu.

Penebaran Nener

Penyaluran bantuan benih dilakukan pada bulan Juli s.d. Desember. Dengan luasan lahan pembudidaya yang beragam, yaitu antara 1 s.d 5 ha, program pemberdayaan memberikan bantuan benih dalam jumlah yang sama, yaitu 8.000 ekor nener dengan size 6-8cm untuk usaha budidaya monokultur bandeng, dan

untuk usaha budidaya polikultur sebanyak 6.030 ekor nener dan 20.000 ekor benur (benih udang) dengan size 15-20 ml. Sebagian besar nener bantuan didatangkan dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang berada di Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya dan untuk benur ditangkan dari luar Kabupaten Karawang.

Jauhnya jarak pengiriman dapat menyebabkan kematian benih ikan yang diangkut, sehingga penebaran nener dilakukan oleh pembudidaya dengan terlebih dahulu melakukan pemilihan benih sebagaimana terlihat pada Gambar 10. Selanjutnya, pembudidaya juga melakukan adaptasi (aklimatisasi) benih, dengan cara meletakkan dan mengapung-apungkan kantong plastik yang berisi nener pada permukaan air tambak kurang lebih 15-30 menit sebagai proses adaptasi suhu dan kemudian memasukkan air tambak ke dalamnya sedikit demi sedikit, untuk menyesuaikan nener dengan kualitas air lainnya, seperti suhu, salinitas, dan pH.

Gambar 10. Pemilihan Benih Pemeliharaan

Setelah benih ditebar di tambak, langkah selanjutnya adalah pemeliharaan sampai panen. Tahap pemeliharaan ini meliputi pemberian pakan, pemupukan tambahan, pengendalian hama.

a. Pemberian pakan

Sesuai dengan sifat bandeng yang termasuk hewan herbivora, maka bandeng suka memakan tumbuh-tumbuhan yang ada di tambak. Tumbuhan yang disukai bandeng adalah lumut, ganggang dan klekap. Untuk mempercepat pertumbuhan, program pemberdayaan Safver memberian bantuan berupa pakan buatan pabrik dengan kadar protein 20-30% sebanyak 430 kg. Pemberian pakan buatan bersifat suspensi pertumbuhan, bukan dimaksudkan untuk menggantikan pakan alami (klekap, lumut dan plankton), karena dalam budidaya bandeng secara tradisional, bandeng memang mengandalkan pakan alami sebagai pakan utamanya. Adapun pemberian pakan ikan bandeng dibedakan sesuai ukuran ikan, pada umur ikan satu bulan diberikan pakan dengan butiran halus dan selanjutnya pakan dengan butiran yang lebih besar, disesuaikan dengan bukaan mulut ikan. Pakan buatan diberikan dengan frekuensi sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

b. Pemupukan tambahan

Pemberian pupuk tambahan dengan menggunakan probiotik, dilakukan pada saat nener atau benur berumur 1-2 minggu.

c. Pengendalian hama

Hama bandeng sangat beragam. Ada hama yang bersifat penganggu, penyaing (kompetitor), dan pemangsa. Jenis hama penganggu misalnya kepiting, ketam, udang tanah, teritip, dan kerang-kerangan yang pada umumnya membuat kebocoran pematang tambak atau menempel di pintu air. Hama penyaing merupakan binatang yang bersaing dalam memanfaatkan semua hal yang dibutuhkan oleh bandeng, baik tempat maupun makanan, yaitu: ikan liar (gabus,mujair dan belanak), siput, ketam-ketaman serta udang kecil. Sedangkan hama pemangsa adalah binatang yang secara langsung memakan bandeng yang dipelihara, meliputi: ikan liar (payus, kakap, kerong-kerong, keting, dan sembilang), kepiting, ular air,biawak dan musang air.

Solusi pengendalian terhadap hama bandeng yang telah dilakukan pembudidaya, yaitu berupa: pemberian saponin pada awal persiapan tambak, melakukan penyaringan air pada saat pengisian kolam tambak untuk mencegah benih ikan predator masuk, memberikan penerangan di sekeliling tambak untuk mencegah musang air memasuki tambak, dan memburu atau menyemprotkan racun ular (potas) untuk membasmi ular air.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan dengan menggunakan jaring insang atau gill nett. Jaring dibentangkan melintang tambak, sambil ditarik ke arah satu sisi tambak (biasanya sisi lebar) sebagaimana terlihat pada Gambar 11. Bandeng yang berusaha keluar dari jeratan jaring akan terperangkap atau tersangkut di jaring sebagaimana terlihat pada Gambar 12. Bandeng yang tersangkut jaring dapat dilepaskan dengan mudah, kemudian dikumpulkan dalam wadah tertentu.

Gambar 11. Persiapan penarikan jaring Gambar 12. Jebakan jaring

Dari hasil panen, dapat diketahui budidaya yang dilakukan menguntungkan atau tidak. Jumlah panen di akhir kegiatan budidaya akan mempengaruhi pendapatan yang diterima. Semakin banyak hasil panen, semakin besar pula pendapatan yang diterima. Panen dilakukan ketika masa pemeliharaan telah berjalan selama 5 s.d. 6 bulan, biasanya berukuran antara 250-300 gr/ekor. Para petambak juga melakukan panen atas dasar pertimbangan ekonomi, misalnya harga ikan sedang tinggi atau petambak sedang memerlukan uang. Pembeli merupakan tengkulak

yang menjemput hasil panen dari pembudidaya dengan harga jual senilai Rp15.000/kg jika harga stabil atau Rp12.000-17.000/kg jika harga tidak stabil.

Penilaian atas Kesesuaian Pelaksanaan Program Pemberdayaan

Analisis kesesuaian pelaksanaan program dilakukan dengan mengelompokkkan hasil kuesioner atas setiap variabel pelaksanaan, meliputi: lama pengalaman pembudidaya, kejadian kekeringan, aksesbilitas/jarak pembelian benih, ketepatan waktu penyaluran, kecukupan jumlah bantuan, dan aktivitas pendampingan kedalam interval dan skor yang telah ditetapkan, sebagaimana pada Lampiran 11. Capaian setiap variabel pelaksanaan (mean) diperoleh dengan membagi total nilai skor dengan jumlah responden. Hasil penilaian, sebagaimana pada Tabel 10 menunjukkan bahwa capaian variabel pelaksanaan program pemberdayaan pada Kabupaten Karawang berada pada kisaran nilai 1,72 (kategori buruk) hingga 2,83 (kategori sangat baik).

Tabel 10. Capaian variabel pelaksanaan

Variabel Pelaksanaan

Σ Responden

berdasarkan skor Total

Responden Σ nilai skor Variabel Capaian Kategori Skor 1 Skor 2 Skor 3 (1) (2) (3) (4) (5) (6) =1x(2) + 2x(3) + 3x(4) (7) = (6) : (5) (8) Lama Pengalaman pembudidaya 2 13 85 100 283 2.83 Sangat baik Kejadian kekeringan 5 7 88 100 283 2.83 Sangat baik Aksesbilitas/jarak

pembelian benih 10 87 3 100 193 1.93 Cukup Ketepatan waktu penyaluran 64 0 36 100 172 1.72 Buruk Kecukupan jumlah bantuan benih 10 9 81 100 271 2.71 Sangat baik Aktivitas pendampingan 9 32 59 100 250 2.50 Baik

Terdapat tiga variabel yang memperoleh kategori sangat baik, yaitu variabel lama pengalaman pembudidaya (rata-rata capaian 2,83), keterhindaran kejadian kekeringan (rata-rata capaian 2,83), dan kecukupan jumlah bantuan benih (rata-rata capaian 2,71). Sedangkan variabel yang memperoleh kategori baik, yaitu aktivitas pendampingan (rata-rata capaian 2,50). Satu variabel yang memperoleh kategori cukup, yaitu aksesbilitas/jarak pembelian benih (rata-rata capaian 1,93), dan satu variabel yang memperoleh kategori buruk yaitu variabel ketepatan waktu penyaluran, dengan rata-rata capaian 1,72. Gambar 13. dimaksudkan untuk memperjelas pembandingan atas hasil analisis nilai pelaksanaan masing-masing variabel.

Gambar 13. Capaian variabel pelaksanaan Lama pengalaman pembudidaya

Lama pengalaman responden penerima program pemberdayaan dalam berbudidaya bandeng sangat beragam, yaitu antara 1 s.d. 33 tahun, Namun demikian sebagian besar pembudidaya (85 responden atau 85%) memiliki pengalaman lebih dari 4 tahun, bahkan mereka telah menjalankan usaha budidayanya secara turun temurun. Sebanyak 13 responden lainnya (13%) memiliki pengalaman antara 2 hingga 4 tahun, dan hanya terdapat dua responden (2%) yang memiliki pengalaman kurang dari 2 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembudidaya penerima program pemberdayaan adalah pembudidaya yang telah memiliki pengalaman berusaha budidaya bandeng, sebagaimana terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Penilaian atas variabel lama pengalaman pembudidaya

Lama Pengalaman Skor Jumlah

(Responden) Persentase (%) < 2 tahun 1 2 2 2-4 tahun 2 13 13 > 4 tahun 3 85 85 Total 100 100

Keterhindaran kejadian kekeringan

Hal lain yang sangat baik dalam pelaksanaan yaitu adanya kesesuian lokasi budidaya, yang ditunjukkan dengan kondisi tambak dari sebagian besar pembudidaya (88 responden) yang terhindar dari kekeringan, 7 responden lainnya (7%) menyatakan pernah mengalami 1 kali kejadian kekeringan/tahun, dan hanya 5 responden (5%) yang menyatakan pernah mengalami 2 kali kejadian kekeringan/tahun Sebagaimana terlihat pada Tabel 12. Hal ini menggambarkan kecukupan sumber air payau dari tambak di pesisir Kab. Karawang, yaitu berasal dari pertemuan antara air tawar dari hulu Sungai Citarum dan air hujan, dan air asin dari hilir Pantai Utara Jawa.

Tabel 12. Penilaian atas variabel kejadian kekeringan

Kejadian kekeringan/tahun Skor Jumlah (Responden)

Persentase (%)

2 kali 1 5 5

1 kali 2 7 7

0 kali (terhindar kekeringan) 3 88 88

Total 100 100

Aksesbilitas lokasi-jarak pembelian benih

Ketersediaan Balai Benih Ikan (BBI) dan Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang terjangkau menjadi kebutuhan bagi pembudidaya bandeng. Sebagaimana pada Tabel 13, untuk membeli benih, sebagian besar pembudidaya (87 responden atau 87%) harus menempuh jarak antara 10 km hingga 20 km, bahkan terdapat 10 responden (10%) yang harus menempuh jarak yang jauh untuk memperoleh benih, yaitu lebih dari 20 km. Hanya terdapat 3 responden (3%) yang mendapatkan benih dengan jarak kurang dari 10 km.

Tabel 13. Penilaian atas variabel aksesbilitas/jarak pembelian benih

Jarak pembelian benih (km) Skor Jumlah (Responden) Persentase (%) >20 km 1 10 10 10-20 km 2 87 87 < 10 km 3 3 3 Total 100 100

Ketepatan waktu penyaluran bantuan

Sebagaimana terlihat pada Tabel 14, 64 responden atau 64% menerima bantuan tersebut pada bulan yang tidak tepat, yaitu tidak pada bulan September

Dokumen terkait