• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budidaya Perikanan

FAO (2010a) mendefinisikan budidaya perikanan sebagai suatu cara untuk memproduksi bahan makanan dalam usaha ketahanan pangan (food security), pembuka lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan dan penerimaan devisa. Budidaya perikanan juga digunakan untuk menyelamatkan sumber daya ikan asli dan plasma nutfah, khususnya spesies ikan yang dikhawatirkan punah, serta untuk memproduksi benih guna keperluan penebaran (restocking) perairan umum dalam rangka introduksi spesies baru dan peningkatan populasi (FAO, 2010b). Lebih lanjut, Dahuri et al. (1996) dalam Murachman et al. (2010) menyatakan bahwa salah satu kegiatan budidaya perikanan yang dapat dilakukan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan budidaya di tambak untuk monokultur bandeng, atau polikultur udang dan bandeng. Namun demikian, terkadang beberapa tipe perikanan budidaya menurunkan keanekaragaman dan pencemaran genetik, konversi lahan yang mengarah perusakan habitat, pencemaran lingkungan, dan wabah penyakit, sehingga pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dalam budidaya perikanan harus terus dikembangkan (Rustadi, 2011).

Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng

Bandeng memiliki daerah penyebaran alami di laut tropik Indo Pasifik dan dominan di daerah Asia. Di Asia Tenggara, ikan Bandeng berada di daerah perairan pantai Burma, Thailand, Vietnam, Philipina, Malaysia, dan Indonesia. Penyebarannya sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti fase bulan, pasang surut, arus air dan kelimpahan plankton. Ikan Bandeng (Chanos channos) hidup di perairan laut yang memiliki salinitas 35‰ hingga ke muara-muara sungai yang memiliki salinitas 15-20‰, sehingga ikan bandeng digolongkan ke dalam euryhaline (mampu mentolerir perubahan salinitas yang sangat luas). Ikan Bandeng dewasa biasanya berada di perairan littoral, pada musim pemijahan induk ikan bandeng sering dijumpai berkelompok pada jarak tidak terlalu jauh dari pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 m.

Bandeng memiliki karakteristik badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng tergolong perenang cepat. Kepala ikan Bandeng tidak bersisik, memiliki mulut kecil yang terletak di ujung rahang tanpa gigi, mata diseliputi oleh selaput bening (subcutaneus), lubang hidung terletak di depan mata, dan memiliki warna badan putih keperak-perakan dan punggung biru kehitaman (Kordi, 2000). Morfologi ikan Bandeng dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi ikan bandeng

Klasifikasi ikan bandeng (Rusmiyati, 2012) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii Famili : Chanidae Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

Ekologi Lokasi dalam Pemilihan Lokasi Tambak

Dalam budidaya air payau, pemilihan lokasi memegang peranan yang sangat penting. Lokasi yang tepat sangat mendukung keberhasilan usaha budidaya, dan sebaliknya, jika lokasi yang dipilih tidak memenuhi syarat, bukan hanya usaha berkelanjutan sulit terealisasi, tetapi malah kemungkinan sejak dini sudah mengalami kerugian.

Oleh karena itu, pemilihan lokasi secara baik dan benar harus menjadi agenda penting dalam proyeksi usaha. Aspek-aspek yang merupakan faktor pendukung keidealan lokasi antara lain adalah ekologi lokasi. Ekologi lokasi budidaya perairan diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara ikan yang dipelihara dan keadaan lingkungannya. Kordi (2000) menyatakan bahwa beberapa faktor yang berkaitan dengan aspek ekologis dalam pemilihan lokasi tambak, yaitu sumber air, kuantitas air, kualitas air, iklim dan suhu lingkungan, pasang surut, arus air, dan pola hujan.

a. Sumber Air

Dalam budidaya ikan bandeng di tambak, air yang digunakan sebagai media budidaya adalah air laut yang dimasukkan ke dalam tambak dengan memanfaatkan pasang/pompa, dan air tawar dari sungai. Salinitasnya sekitar 10-35‰, atau digolongkan ke dalam air payau. Oleh karena jumlah dan mutu air adalah kunci dari kemampuan/kapasitas daya produksi suatu tambak, maka faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sumber air, mekanisme pengambilan air dan pembuangan air bekas perlu mendapat perhatian khusus di dalam proses penentuan lokasi, disain dan konstruksi tambak.

b. Kuantitas air

Kuantitas (jumlah) air tambak ditentukan oleh pasang surut air laut sebagai suplai air tambak. Pada dasarnya pasang surut yang diterima oleh daerah pantai dan estuarine adalah pasang surut semi diurnal. Dengan dua kali pasang

dan dua kali surut terjadi pergantian dalam satu hari. Tambak-tambak air payau kebanyakan dibangun di daerah pasang surut, yaitu di antara pasang tertinggi dan surut terendah. Situasi tersebut diperlukan untuk mempermudah dalam memenuhi kebutuhan air selama masa pemeliharaan ikan bandeng di tambak.

Ukuran pasang surut tertentu sangat diperlukan agar konstruksi tambak dan pengelolaannya dapat dilakukan secara efisien. Pasang surut yang ideal untuk tambak adalah sebesar 1,5 – 2,5 meter. Fluktuasi pasang surut yang lebih tinggi dari 3 meter, membutuhkan pematang/tanggul yang kuat, sedangkan kurang dari 1,5 meter dibutuhkan pompa dalam mengisi air tambak.

c. Kualitas air

Kualitas air sangat mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya. Kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kelangsungan hidup (survival rate), pertumbuhan dan reproduksi bandeng.

 Faktor fisika

Faktor fisika air merupakan variabel kualitas air yang penting karena dapat mempengaruhi variabel kualitas air yang lainnya. Faktor ini sangat tergantung dengan kondisi geologi dan iklim suatu tempat. Faktor fisika yang besar pengaruhnya terhadap kualitas air adalah cahaya matahari dan suhu air. Cahaya matahari dan suhu air merupakan faktor alam yang sampai saat ini belum bisa dikendalikan. Suhu air dan oksigen saling berhubungan. Pada saat suhu naik, maka oksigen akan turun. Pada suhu 120° C, bandeng akan mati. Untuk menjaga agar suhu dan oksigen dalam keadaan optimal, dilakukan pembuatan caren, sehingga saat suhu tinggi, bandeng bisa bersembunyi dalam caren yang relatif lebih dalam dengan suhu yang lebih rendah dan oksigen tercukupi. Menurut Pusat Penyuluhan KP (2011), suhu yang optimal untuk pembesaran ikan Bandeng adalah 20-32° C

 Faktor kimia

Air yang digunakan untuk budidaya mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan. Komposisi dan sifat-sifat-sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air. Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang telah ditentukan dapat segera dikendalikan. Parameter-parameter kimia yang digunakan untuk menganalisis air bagi kepentingan budidaya antara lain:

 Oksigen terlarut (Disolved Oxygen/DO)

Oksigen memegang peranan penting dalam kehidupan seluruh makhluk hidup. Hanya terdapat perbedaan antara oksigen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup di darat dan makhluk hidup di dalam air seperti ikan bandeng. Makhluk darat menghidup oksigen yang terdapat pada udara bebas, sedangkan makhluk air menghirup oksigen yang terlarut. Oksigen masuk ke dalam air melalui proses difusi langsung dari udara yang mengandung 20,95% oksigen. Proses ini terjadi secara cepat pada permukaan air, namun berjalan sangat lambat ke lapisan yang lebih dalam, maka untuk mempercepat difusi dari permukaan ke bagian air yang lebih dalam dibutuhkan usaha, seperti dengan memasang kincir air (aerator) di dalam tambak.

Jika kandungan oksigen dalam suatu tambak terlalu banyak, maka akan terdapat gelembung di lamella bandeng, sedangkan jika terlalu sedikit maka bandeng akan mati lemas. Penurunan oksigen di dalam air disebabkan oleh peningkatan suhu air, semakin tinggi suhu di suatu perairan, semakin berkurang kandungan oksigen terlarut. Oksigen paling rendah terjadi pada pagi hari, yakni sesaat setelah matahari terbit, dan tertinggi pada pukul 14.00-17.00. Selain karena peningkatan suhu, oksigen di dalam air tersebut dapat berkurang karena proses diffusi, respirasi (pernapasan) biota, dan reaksi kimia (oksidasi dan reduksi). Oleh karenanya, untuk menjaga oksigen dalam kondisi optimal, perlu dilakukan pengadukan air sekitar jam 13.00-15.00 dan pada malam hari. Pengadukan dan penambahan oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan aerator. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk pembesaran ikan Bandeng adalah 2 mg/l (Pusat Penyuluhan KP, 2011), sementara Bose et al. (1991) menyarankan agar udang dapat tumbuh dengan baik, diperlukan kadar oksigen terlarut sebesar 5 mg/l.

 Salinitas

Salinitas adalah tingkat keasinan atau ketawaran air. Walupun bandeng termasuk ikan yang tergolong dalam euryhaline (mampu mentolerir salinitas yang luas serta tahan terhadap goncangan salinitas tinggi dalam waktu yang relatif singkat), namun tingkat salinitas harus diperhatikan. Berdasarkan Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011), kualitas air yang optimal untuk pembesaran ikan Bandeng di tambak adalah 29,0-30,0 ‰. Sementara menurut Bose et al. (1991), ikan bandeng akan hidup dengan baik pada perairan yang memiliki kadar saliinitas 20,0-30,0 ‰. Pada salinitas optimal, energi yang digunakan untuk mengatur keseimbangan kepekatan cairan tubuh dan air tambak cukup rendah, sehingga sebagian besar energi yang berasal dari pakan dapat digunakan untuk pertumbuhan.

 Derajat keasaman (pH)

pH adalah teori yang digunakan untuk menjelaskan sifat-sifat senyawa di dalam air. pH air ditentukan oleh konsentrasi ion H+ yang digambarkan dengan angka 1 sampai 14. Angka kurang dari 7 menunjukkan bahwa air bersuasana asam dan lebih dari 7 bersuasana basa. Bose et al. (1991) mengemukakan bahwa kualitas air yang baik untuk memelihara organisme perairan di perairan payau, memiliki pH berkisar antara 7,0-8,0. Lebih lanjut, Pusat Penyuluhan KP (2011) menyatakan bahwa khususnya untuk budidaya pembesaran ikan bandeng, pH yang optimal adalah 8,0-8,3. Konsentrasi pH tersebut mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Penggoncangan pH di suatu tambak berpengaruh langsung terhadap aktivitas biota di dalamnya. Pada siang hari saat terjadi booming plankton, pH di tambak biasanya mencapai 9,0-9,5. Penanggulangan yang cepat dan aman adalah membuang sebagian air untuk mengurangi kepadatan plankton dan menambah atau mengganti air yang baru. Sebaliknya, untuk meningkatkan pH yang turun pada saat pemeliharaan, dilakukan pengeringan dan

pemberian kapur. Pemberian kapur dilakukan saat pengeringan, yaitu dengan menaburkan kapur dan kemudian dilakukan pembalikan lahan, sehingga kapur tersebar merata.

 Ammonia (NH4)

Sebagian besar pakan yang dimakan oleh bandeng, diubah menjadi daging atau jaringan tubuh, sedangkan sisanya dibuang berupa kotoran padat (faeces) dan terlarut (ammonia). Faeces dikeluarkan lewat anus, sedangkan ammonia lewat insang (ammonotelik). Konsentrasi amoniak dalam budidaya perairan akan meningkat apabila kepadatan ikan cukup tinggi dan diberikan makanan tambahan. Amoniak anionik bersifat toxic bagi ikan. Amoniak dapat meningkatkan konsumsi oksigen dalam jaringan, menimbulkan kerusakan insang dan menurunkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen sehingga menyebabkan nafsu makan ikan menurun (Goldman dan Horne, 1983).

Sementara itu, Alabaster dan Loyd (1980) mengemukakan bahwa amoniak anionik dapat meracuni hewan akuatik terutama ikan. Peningkatan konsentrasi ammonia dalam satu media budidaya juga dapat mempengaruhi aktivitas bakteri, khususnya bakteri penyebab penyakit insang. Antara ammonia dan oksigen berbanding terbalik, apabila ammonia sangat tinggi, maka oksigen menjadi rendah. Demikian pula, makin tinggi suhu, makin besar kandungan ammonia. Oleh karena itu penjagaan suhu air sangatlah penting. Untuk menghindari pembentukan ammonia yang terlalu banyak di tambak, cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengadukan dan pembuatan caren, mengganti air dan melakukan pengeringan lahan. Kadar amoniak yang optimal untuk pembesaran bandeng adalah 0 mg/l (Pusat Penyuluhan KP, 2011), sementara menurut Wickins (1976), kadar amoniak maksimum 0,1 mg/l, masih aman untuk kehidupan udang.

Parameter kualitas air yang dibutuhkan untuk pembesaran ikan Bandeng di tambak ditunjukkan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Parameter Kualitas Air untuk Pembesaran Ikan Bandeng Parameter Satuan Kualitas air

(Bose et al., 1991) Kualitas air (Pusat Penyuluhan KP, 2011) Ambang bawah Ambang atas Optimum Suhu °C 26 32 29-32 DO mg/l 5 2,0 > 5 Salinitas ‰ 20-30 20,0 35,0 29,0-30,0 pH - 7,0-8,0 7,5 9,0 8,0-8,3 NH4 mg/l 0,0 1,0 0 Pengelolan Berkelanjutan

Code of Conduct for Responsible Fisheries, guideline no 4 mendefinisikan bahwa pengelolaan perikanan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan

keputusan, dan alokasi sumber serta implementasinya dalam upaya menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan. Lebih lanjut, pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah kepada bagaimana sumber daya ikan yang ada saat ini mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek berkelanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial, ekonomi, masyarakat, dan institusi (Mallawa, 2006). Pengelolaan berkelanjutan tidak melarang aktivitas yang bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan, sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset sumber daya alam yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini. Beller (1990) memberikan penekanan pada pentingnya prinsip Justice of Fairness, yang menuntut tanggung jawab semua generasi terkait hal ini.

Kay dan Alder (1999) menyebutkan adanya tiga tema yang terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan, yaitu: integritas lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan. Selaras dengan hal itu, Bengen (2005) menyatakan bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti bahwa kegiatan pengelolaan SDI dimaksud harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumber daya ikan, termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien. Sedangkan berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Pemberdayaan berasal dari kata ”daya” yang berarti kekuatan. Jadi pemberdayaan adalah penguatan, yaitu penguatan yang lemah. Menurut Kusnadi (2009), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai usaha-usaha sadar yang bersifat terencana, sistematik, dan berkesinambungan untuk membangun kemandirian sosial, ekonomi, dan politik masyarakat dengan mengelola potensi sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kesejahteraan sosial yang bersifat berkelanjutan. Berbagai pendekatan digunakan untuk mengelola sumber daya tersebut, diantaranya yaitu pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat (Community Based Management). Nikijuluw (2002) menyebutkan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumber daya alam, termasuk sumber daya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Sementara itu Carter (1996) mendefinisikan Community-Based Resource Management sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pengambilan keputusan tentang keberlanjutan sumber daya lokal dalam pemanfaatannya berada di tangan masyarakat.

Banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan program pemberdayaan masyarakat pembudidaya. Tajerin (2006) menyatakan bahwa degradasi lingkungan, serangan penyakit, kualitas benih rendah, dan pelayanan serta penyuluhan yang tidak memadai merupakan sebagian dari faktor penyebab kegagalan panen dan kondisi kebangkrutan usaha pertambakan.

Beberapa program pemberdayaan masyarakat pesisir berbasis pengelolaan berkelanjutan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu: PUMP-Perikanan Budidaya (untuk mendukung PNPM Mandiri-KP) dan Safver.

PNPM Mandiri-KP

PNPM Mandiri KP yang terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) di bawah koordinasi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, telah diinisiasi mulai tahun 2009. Merujuk pada Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri KP (KKP, 2012b), PNPM Mandiri KP dilakukan melalui tiga komponen, yaitu: Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR), dan Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT). Selanjutnya, komponen PUMP sendiri terbagi atas tiga kegiatan, yaitu: PUMP Perikanan Tangkap (PUMP PT), PUMP Perikanan Budidaya (PUMP PB), dan PUMP Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (PUMP P2HP).

PUMP PB sebagai bagian dari pelaksanaan PNPM Mandiri KP merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui fasilitasi bantuan pengembangan usaha yang diperuntukkan bagi pembudidaya ikan yang tergabung dalam Pokdakan. Pokdakan merupakan salah satu kelembagaan masyarakat kelautan dan perikanan dibidang perikanan budidaya sebagai pelaksana PUMP Perikanan Budidaya yang menerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk pengembangan usaha bagi seluruh anggota kelompoknya. Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pelaksanaan PUMP-PB, Pokdakan didampingi oleh tenaga pendamping yang berasal dari Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK). Berikut tujuan, sasaran, indikator keberhasilan, dan tahapan pelaksanaan PUMP PB sesuai Pedoman Teknis PUMP-PB (Ditjen Perikanan Budidaya, 2012).

1) Tujuan

Tujuan PUMP PB adalah meningkatkan kemampuan usaha, produksi budidaya, penyerapan tenaga kerja, pendapatan dan kesejahteraan, menumbuhkan wirausaha, dan memperkuat kelembagaan Pokdakan serta meningkatkan kualitas lingkungan

2) Sasaran

Sasaran PUMP PB adalah Pokdakan di kawasan budidaya untuk mendukung pencapaian target peningkatan produksi dan mendukung industrialisasi perikanan budidaya.

3) Indikator keberhasilan Indikator output adalah:

 Tersalurkannya BLM kepada 3.000 Pokdakan;

 Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kelembagaan Pokdakan melalui sosialisasi, pelatihan, pendampingan, dan pembinaan di 393 Kabupaten/kota.

Indikator outcome adalah:

 Meningkatnya produksi perikanan budidaya

 Meningkatnya pendapatan masyarakat pembudidaya ikan;

 Meningkatnya pertumbuhan wirausaha di bidang perikanan budidaya

 Meningkatnya kapasitas kelembagaan kelompok pembudidaya ikan

 Meningkatnya penyerapan tenaga kerja sekitar 50.000 orang pembudidaya ikan

4) Teknis Pelaksanaan Kegiatan PUMP-PB

a) Identifikasi calon penerima BLM dan calon lokasi PUMP PB

Untuk dapat menentukan Pokdakan calon penerima BLM calon lokasi PUMP-PB yang sesuai dan tepat, dilakukan identifikasi dengan melakukan peninjauan di lapangan. Data dan informasi dari hasil identifikasi, selanjutnya dikompilasi dan diverifikasi keabsahannya untuk dijadikan dasar dalam melakukan seleksi terhadap penerima BLM dan lokasi PUMP-PB.

b) Seleksi calon penerima dan calon lokasi PUMP PB

Seleksi calon penerima BLM dan calon lokasi PUMP-PB perlu dilakukan agar bantuan yang diberikan tepat sasaran, dengan kriteria dan persyaratan sebagai berikut:

Kriteria umum Pokdakan calon penerima BLM PUMP-PB

 Usaha pokdakan termasuk kategori usaha mikro;

 Pengurus dan anggota Pokdakan bukan perangkat desa/kelurahan, PNS, TNI/Polri dan Penyuluh/PPTK;

 Anggota Pokdakan berdomisili/berada di desa yang sama atau desa yang berdekatan dengan lokasi usahanya;

 Terdaftar pada Dinas Kabupaten/Kota;

 Diutamakan Pokdakan yang belum menerima bantuan dari Ditjen Perikanan Budidaya;

 Kelompok tidak boleh menerima lebih dari satu paket BLM PNPM Mandiri KP.

Kriteria Teknis Pokdakan Calon Penerima BLM PUMP-PB

 Merupakan penduduk setempat yang tidak mampu dan belum mempunyai penghasilan tetap (KTP/ identitas lain dan alamat yang jelas);

 Mempunyai usaha budidaya ikan milik sendiri, sewa, penggarap atau wirausaha pemula;

 Bersedia bergabung dalam kelompok dengan jumlah anggota minimal 10 orang per kelompok;

 Berusaha dibidang budidaya ikan dengan komoditas yang sama dalam satu kelompok;

 Pokdakan mengusulkan untuk memperoleh BLM PUMP-PB kepada Dinas KP Kabupaten/Kota;

 Bersedia menandatangani dokumen administrasi penyaluran BLM PUMP-PB serta memanfaatkan bantuan tersebut untuk pengadaan wadah, sarana produksi dan peralatan budidaya untuk pengembangan usaha budidaya ikan;

 Bersedia mengikuti ketentuan penerapan CPIB/CBIB, teknologi anjuran dan menyampaikan laporan kegiatan usaha secara berkala;

 Bersedia mengikuti bimbingan, pembinaan dan pendampingan teknologi budidaya ikan yang efisien dan produktif, agar usahanya berhasil dan menguntungkan.

Persyaratan teknis calon lokasi:

 Potensi sumberdaya lahan dan perairan untuk kegiatan budidaya ikan;

 Mempunyai aksebilitas yang dapat dijangkau;

 Desa/kelurahan yang sesuai untuk pengembangan usaha budidaya ikan;

 Masyarakatnya mendukung dilaksanakannya kegiatan PUMP-PB. c) Pengusulan dan Penetapan Pokdakan Calon Penerima BLM

Pengusulan Pokdakan calon penerima BLM dilakukan secara berjenjang, dimulai dari identifikasi dan seleksi yang dilakukan oleh tenaga pendamping dan tim teknis Dinas KP Kab./Kota, yang kemudian hasilnya disampaikan kepada Kepala Dinas Kab./Kota untuk selanjutnya diusulkan kepada Tim Pembina Dinas KP Provinsi. Tim Pembina memferivikasi ulang berkas persyaratan Pokdakan calon penerima BLM untuk selanjutnya diusulkan kepada Kelompok Kerja (Pokja) Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Pokja Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya memverifikasi ulang calon Pokdakan penerima BLM untuk selanjutnya diusulkan kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya untuk ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. Dalam rangka percepatan realisasi penyaluran BLM PUMP-PB kepada Pokdakan, batas akhir pengusulan Pokdakan calon penerima BLM PUMP-PB dijadwalkan pada bulan April agar pelaksanaan verifikasi dapat dilakukan pada bulan Mei, sehingga calon penerima BLM PUMP-PB dapat ditetapkan paling lambat pada bulan Juni 2012, kemudian dilanjutkan dengan proses pencairan dan penyaluran. Dengan demikian, pemanfaatan BLM oleh Pokdakan diharapkan dapat dilaksanakan pada tahun berjalan.

d) Pendampingan

Proses pendampingan kepada Pokdakan penerima BLM merupakan kegiatan yang penting dan menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan tersebut, karena dengan adanya pendampingan maka kemampuan dan ketrampilan pembudidaya dapat meningkat, wawasan manajemennya berkembang, pola kerjanya lebih efisien, serta usahanya lebih produktif dan keuntungan diharapkan dapat lebih meningkat. Oleh karena itu, Pokdakan penerima BLM senantiasa perlu didampingi oleh Tenaga Pendamping untuk memberikan pengetahuan dan ketrampilan di bidang budidaya ikan serta sikap dan perilaku yang baik agar usahnya bisa berkembang, maju dan mandiri. Proses pendampingan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

 Sosialisasi kegiatan PUMP-PB

Pelaksanaan sosialisasi merupakan kegiatan lapangan guna memberikan penjelasan tentang tujuan dilaksanakannya PUMP-PB

kepada Pokdakan. Disamping itu, disampaikan juga informasi lainnya seperti ketentuan dan persyaratan menjadi peserta PUMP-PB, cara memperoleh dan memanfaatkan dana BLM untuk usaha budidaya ikan, sosial kemasyarakatan dan kearifan lokal serta motivasi untuk bekerja keras agar usahanya berhasil.

 Penumbuhan kelompok

Upaya penumbuhan kelompok dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya dengan memfasilitasi dinamika kelompok. Pada tahap ini dilakukan fasilitasi pertemuan antar pembudidaya

Dokumen terkait