• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Curcumin

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Temperatur Tubuh

Rataan nilai temperatur tubuh (0C) dari setiap perlakuan dan kontrol selama induksi dengan Metil-N-Nitrosourea dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Tabel 1. Rataan nilai temperatur tubuh (0C)

Kelompok Minggu ke-

1 2 3 4 5

A 40±0,58a 39,93±0,30a 39,56±0,20a 39,30±0,43a 39,03±0,20a B 39,03±0,60a 39,36±0,40a 39,46±0,61a 39,53±0,05a 39,10±0,60a C 38,73±1,00a 39,13±0,73a 39,36±0,66a 38,73±0,72a 39,56±0,61a Keterangan : Kelompok A (kelompok normal), Kelompok B (kontrol positif : induksi MNU+

pemberian curcumin), Kelompok C (kelompok perlakuan : induksi MNU+ pemberian ekstrak

etanol rimpang temu putih).

Huruf superscrift menunjukkan tidak berbeda nyata, P>5%

Rataan nilai temperatur tubuh setiap minggu selama induksi pada kelompok perlakuan berkisar antara 38,70C-400C. Menurut Carpenter (2003) temperatur tubuh kelinci normal berkisar antara 38,50C-400C. Nilai temperatur tubuh pada semua kelompok bervariasi walaupun setelah diuji dengan statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>5%) dan masih berada dalam skala normal. Pada minggu pertama, baik pada kelompok B dan C yang mendapatkan perlakuan induksi dan diberikan curcumin untuk kelompok B, ekstrak etanol temu putih untuk kelompok C tidak ada pengaruh akibat perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok A. Hal ini juga terjadi sampai dengan minggu kelima perlakuan diberikan.

Kedua kelompok perlakuan (B dan C) yaitu kelompok yang diinduksi dengan MNU sampai minggu keempat terjadi sedikit peningkatan, akan tetapi pada minggu pertama temperatur kedua kelompok yang mendapatkan perlakuan ini lebih rendah dari kelompok A, hal ini dikarenakan pemberian curcumin atau ekstrak etanol temu putih, yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mampu merespon benda asing asing yang masuk. Peningkatan temperatur tubuh ini disebabkan oleh induksi Metil-N-Nitrosourea (karsinogen). Suwarni 2000 menyatakan bahwa penginduksian karsinogen Metil-N-Nitrosourea pada

kelinci secara intramamari dapat menimbulkan reaksi radang. Chainai-wu (2003) melaporkan bahwa penginduksian karsinogen Metil-N-Nitrosourea intramamari menyebabkan dibebaskannya berbagai mediator atau substansi radang antara lain bradikinin, histamine, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotiren dan sebagainya. Louis (2007) menambahkan bahwa induksi karsinogen (Metil-N- Nitrosourea) akan mengaktifkan enzim siklooksigenase untuk mengkatalisis proses konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (PGG2) selanjutnya

diubah menjadi PGH2 yang berperan di dalam proses sintesa produk eikosanoid

(PGE2, PGI2 dan tromboksan A2). Produk yang dihasilkan ini berperan sebagai

mediator radang dan demam.

Hasil yang diperoleh pada masing-masing kelompok (B dan C) tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kelompok kontrol dan dalam skala normal. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pemberian curcumin ataupun ekstrak etanol rimpang temu putih pada masing-masing kelompok. Srimal dan Dhawan (1973) dan Ghatak dan Basu (1973) menyebutkan bahwa komponen utama yang terkandung di dalam ekstrak etanol temu putih (Curcumin, Demethoxycurcumin, bis-demethoxycurcumin dan ar-turmeron) sangat baik dalam menghambat sintesa prostaglandin dan memiliki efek yang sama seperti kortison dan antiinflamasi. Lukita-Atmadja (2002) dan Ozaki (1990) menambahkan bahwa ekstrak etanol temu putih menghambat aktivitas enzim siklooksigenase 2 ini menyebabkan prostaglandin yang berfungsi untuk menduduki reseptor radang tidak dapat menstimulasi pelepasan interleukin-1 yang merangsang hipotalamus untuk meningkatan temperatur tubuh.

Gambar 4. Perbandingan rataan nilai temperatur tubuh kelompok kontrol dan perlakuan 38 39 40 41 MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4 MINGGU 5 tem pera tur (0 C)

Grafik temperatur tubuh selama proses

induksi MNU

KELOMPOK A KELOMPOK B KELOMPOK C waktu (minggu)

Menurut ( Rishikesh dan Sadhana 2003) mekanisme kerja curcumin ataupun ekstrak etanol temu putih secara skematis dapat dilihat melalui bagan berikut:

MNU (Karsinogen) enzim siklooksigenase Asam arakidonat

Curcumin dan temu putih Prostaglandin (PGG2)

EP 1-4 PGE2 Prostaglandin (PGH2)

TXA protrombik PGI2

4.2. Frekuensi Nafas

Rataan nilai frekuensi nafas dari setiap perlakuan dapat diamati pada tabel 2 dan gambar 5

Kelompok Minggu ke-

1 2 3 4 5

A 120±21,16a 137±2,30a 130±6,11a 126±6,11a 142±4,61a B 114±6,11a 125±6,11a 133±11,54a 130±2,30a 145±11,54a C 132a 129±4,61a 138±8,32a 126±6,11a 118±23,09a

Keterangan : Kelompok A (kelompok normal), Kelompok B (kontrol positif : induksi

MNU+pembetian curcumin), Kelompok C (kelompok perlakuan : induksi MNU+pemberian ekstrak rimpang temu putih)

Huruf superscrift menunjukkan tidak berbeda nyata, P> 5%

Rataan nilai frekuensi nafas setiap minggu selama induksi pada semua kelompok berkisar antara 114-142 kali/ menit. Menurut Brewen dan Cruise (1994) frekuensi nafas kelinci berkisar antara 30-60 kali/ menit pada keadaan istirahat. Nilai frekuensi nafas pada semua kelompok bervariasi dan setelah diuji dengan statistik tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>5%).

Terjadi peningkatan nilai frekuensi nafas pada ketiga kelompok (A,B, C). induksi karsinogen menyebabkan terjadinya proses peradangan yang diikuti

dengan pelepasan kortisol dan peningkatan β-andregenik di otot polos bronchial

sehingga terjadi peningkatan frekuensi nafas (Ferguson & Hoenig 2001), sehingga terjadi pada peningkatan pada kelompok A dan B.

Gambar 5. Grafik frekuensi nafas selama proses induksi MNU

Peningkatan frekuensi nafas terjadi dikarenakan faktor adaptasi kelinci dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang sangat bervariasi, kelinci diadaptasikan secara aklimatisasi, sehingga lingkungan memegang peranan yang sangat penting di dalam mekanisme fisiologi pernapasan. Pengukuran frekuensi nafas dilakukan saat kondisi lingkungan yang panas dan mengalami proses pemindahan tempat terlebih dahulu. Panas yang diterima kelinci dalam jumlah yang berlebihan menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi nafas. Hal ini di karenakan sistem panting pada kelinci tidak efektif seperti pada anjing dan kucing, sehingga peningkatan frekuensi nafas meningkatkan untuk tubuh dapat mengeluarkan panas yang diterima secara berlebihan (Carpenter 2003).

Peningkatan frekuensi nafas dalam hal ini, juga terjadi karena terstimulasinya pelepasan hormon kortisol pada anak ginjal untuk mensekresikan kortisol dan adrenalin melalui susunan saraf pusat dan hipofisis akibat dari stress yang terjadi yang menghambat pelepasan hormon ACTH, sehingga terjadi

peningkatan β-adregenik di otot polos untuk mengantisipasi panas yang

berlebihan dari lingkungan (William 1998), keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi nafas pada kelompok normal.

4.3. Frekuensi jantung

Rataan nilai frekuensi jantung dari setiap perlakuan dapat diamati pada Tabel 3 dan Gambar 6.

0 100 200

MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4 MINGGU 5

fr e k ue nsi na fa s (k a li /m e nit )

Grafik frekuensi nafas selama proses

induksi MNU

KELOMPOK A KELOMPOK B KELOMPOK C

Tabel 3. Rataan nilai frekuensi jantung (kali/menit

Kelompok Minggu ke-

1 2 3 4 5

A 117±25,71a 133±6,11a 136±6,92a 133±4,61a 146±12,85a B 135±12,74a 129±2,30a 133±2,30a 129±2,30a 140±6,92a C 136±8,00a 128±8,00a 136±4,00a 130±2,30a 133±8,32a

Keterangan :Kelompok A (kelompok normal),Kelompok B (kontrol positif : induksi

MNU+pembetian curcumin), Kelompok C (kelompok perlakuan : induksi MNU+pemberian ekstrak rimpang temu putih)

Huruf superscrift menunjukkan tidak berbeda nyata, P> 5%

Frekuensi jantung berdasarkan nilai rataan data yang diperoleh selama proses penelitian menunjukkan peningkatan dan penurunan yang terjadi selama proses perlakuan diberikan tidak berarti karena frekuensi jantung masih berada dalam skala normal yaitu 133±8.27, pengujian statistik menunjukkan setiap perlakuan tidak berbeda nyata (p>5%). Laju frekuensi jantung kelinci normal yaitu berkisar 130-325 kali/ menit. Pada minggu pertama, kelompok B dan C menunjukkan peningkatan frekuensi jantung dan jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok A sebagai kelompok kontrol, akan tetapi perlakuan tidak memberikan pengaruh setelah diuji dengan uji analisis ragam. Hal ini juga terlihat sampai dengan minggu kelima, saat induksi dilakukan untuk yang terakhir kali.

Ekstrak temu putih ternyata tidak hanya memiliki aktivitas dalam mempertahankan temperatur tubuh dalam keadaan normal, akan tetapi mampu mempertahankan kondisi frekuensi jantung dalam skala normal dan stabil sampai dengan minggu terakhir masa perlakuan induksi dan pemberian curcumin ataupun ekstrak etanol rimpang temu putih.

Gambar 5. Grafik frekuensi nafas selama proses induksi MNU 0 50 100 150 200 MINGGU 1 MINGGU 2 MINGGU 3 MINGGU 4 MINGGU 5 fre ku ensi j antung (ka li /meni t )

Grafik frekuensi jantung selama proses induksi

MNU

KELOMPOK A KELOMPOK B KELOMPOK C

Induksi yang diberikan menyebabkan terjadinya peradangan, yang diikuti dengan pelepasan prostaglandin sebagai modulator peradangan melalui jalur siklooksigenase dan juga diikuti dengan pelepasan tromboksan. Suwarni (2000) Pelepasan mediator peradangan, seperti histamin menyebabkan terstimulasinya reseptor histamin H1 dan H2 yang menyebabkan vasodilatasi pada arterial dan

pembuluh darah coronaria, merendahkan resistensi kapiler dan menurunkan tekanan darah sistemik. Prostaglandin yang dilepaskan selain bersifat sebagai modulator peradangan, juga merupakan senyawa yang potensial untuk vasodilatasi. Akibat terjadinya vasodilatasi dalam jangka waktu yang lama dan penurunan tekanan pembuluh darah akan menyebabkan jantung harus memompa lebih keras dan cepat untuk dapat mendistribusikan darah ke seluruh tubuh, distribusi karsinogen juga menentukan respon radang yang terjadi. Dilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler juga terjadi di sekitar jaringan yang mengalami perubahan atau kerusakan. Volume darah yang membawa leukosit ke daerah radang bertambah, dengan gejala klinis di sekitar jaringan dengan rasa panas dan warna kemerah-merahan, aliran darah menjadi lambat, leukosit beragregasi di sepanjang dinding pembuluh darah dan menyebabkan pembuluh darah kehilangan tekstur (Lukita-Atmadja 2002; Ozaki 1990). Ekstrak temu putih yang diberikan menghambat jalur sintesa asam arakidonat melalui jalur siklooksigenasi, sehingga terjadi hambatan pelepasan prostaglandin dan leukotrien (Aggarwal 2006).

Penghambatan terhadap sintesa prostaglandin melalui hambatan sintesa asam arakidonat menyebabkan tidak tejadinya vasodilatasi dan penurunan tekanan kapiler. Hal ini disebabkan karena adanya rangsangan yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan tekanan pembuluh darah tidak terjadi akibat dari sintesa prostaglandin yang dihambat pada jalur siklooksigenase sehingga jantung tidak harus melakukan kerja ekstra di dalam memompa darah ke seluruh tubuh. Ekstrak etanol Temu putih ternyata juga bekerja menghambat agregasi platelete yang distimulasi oleh asam arakidonat, adrenalin dan kolagen serta terhambatnya sintesa tromboksan B2 sehingga tidak

terjadinya penumpukan platelet di dalam pembuluh darah arteri yang menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah (Srivastava 1995).

DAFTAR PUSTAKA

Anderson BE. 1977. Temperature Regulation and Environmental Physiology in Animal. Ed ke-5. London. Cornell university press.

Aggarwal Bharat B. 2006. Curcumin-Biological and Medical Properties : di Dalam Buku : Turmeric, hal 297. New York. CRC Press.

Anonima. 2009. Breast Cancer Epidemiology. www.son.wis.edu. [11 Desember 2009]

Anonimb .2009. Jurnal Kanker Indonesia : Tanaman Penghalau Kanker (Curcuma zedoaria). Jakarta : Indonesia

Anonim. 2001. American Cancer Society : Breast cancer Facts and Figures 2001 Dan 2002. American Cancer society inc

[Anonim] 2007. Temu Putih (Curcuma zedoaria)

http://toiusd.multiply.com/journal/item/266/curcuma_zoedaria [12 Juni

2008].

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.

Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. INFOBPOM. Jakarta Bagian Patologik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1986. Tumor ganas

Pada wanita, Jakarta : Indonesia.

Batchelor 1999. The Animal Welfare of Animal Surgery. [Di dalam] : Clinical Anatomy and Physiologi of Exotic Species. Germany. Elsevier. 173-175 Brewer dan Cruise 1994. Diacu oleh Frances Harcourt : Textbook of Rabbit

Medicine 2002. Germany. Elseiver Health Science.

Cardielhac PJ. 1971. Metabolic Regulation and Energy Production. [Di dalam] : Breazile, JE, Editor Textbook of Veterinary Physiology. St Louis : Elseiver saunder.

Carpenter JW. 2003. Lagomorpha. [Di dalam] : miller K, editor. Zoo and Wild Animal Medicine. Edisi ke-5, st.louis : saunders. Hal 410-419

Chainai-wu. 2003. Bioactivity of Turmeric. [Di dalam] : Turmeric : The Genus Curcuma New York. CRC press

Charol Smigal, Rebecca siegel, Ahmedin Jemal. 2006. American Cancer Fact and Figure : Department of Epidemiology and Surveillance Research. American Cancer society. Atlanta, Georgia.

Cheeke PR. 1987. Digestive Physiology. Pp 20-32 in Rabbit Feeding and Nutrition. Orlando, FL: Academic Press.

Clifford W Welsch 1996. J of Mammary Gland Biology and Neoplasia. Springer Netherland. P 135-136

Coles EH. 1986. Veterinary Clinical Pathology. Ed ke-4. Philadelphia : W. B. Saunders Company. Hal 47-49 dan hal 65-69.

Cragg GM, Newman DJ, Snader KM. 1997 Natural products in drug discovery And development. J Nat Prod. 60: 52-60.

Cragg GM, Newman DJ. 2005 Plants as source of anticancer agents. J Ethnopharmacol. 100: 72-79.

Cruise dan Nathan. 1994. Rabbit : di dalam Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. CRC press

Dalimartha Setiawan 2003. Atlas tanaman obat Indonesia Jilid ke-2. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Dalimartha Setiawan 2005. Atlas tanaman obat Indonesia jilid ke-3. Jakarta : Puspa suara.

Djauhariya E dan Hernani 2004. Gulma Berkhasiat Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Donnelly 1997. [Di dalam] : Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. Germany Elsevier. Hal 173-175

Ersam Taslim. 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam Merekayasa Model Molekul Alami. Seminar Nasional Kimia.

Ferguson DC., Hoenig M. 2001. Glucocorticoid, Mineralcorticoid and Steroid Synthesis inhibitor. Di dalam : Adams HR, Editor. Veterinary

Pharmacology and therapeutics. Ed ke- 8. Iowa : Blackwell Publishing. Fossum 2002. Di acu dalam : Histological Grading and Prognosis in Dogs with

Mammary Carcinomas : Apllication of A Grading Method. J of Comparative Pathology (2005; 133 (246-252).

Ganiswarna Sulistia G. 2005. Farmakologi dan terapi. Ed ke-4. Jakarta : Universitas Indonesia Press

.

Garrison 1991. Bioactivity of turmeric di dalam : Turmeric the Genus Curcuma. New York. CRC press

Ghatak dan Basu 1972. Bioactivity of Turmeric. [Di dalam]: turmeric the genus Of Curcuma. New York. CRC press

Harkness dan Wagner. 1995. [Di dalam] : Clinical Anatomy and Physiology of Exotic Species. New York. CRC Press

Hewitt HB. 1981. The Use of animals in experimental cancer research. Di dalam : Sperlinger D, editor. Animal in research new perspective in animal

Experimentation. New York : John Wiley&sons ltd

Hrapkiewics K dan Medina. 2007. Clinical Laboratory Animal Medicine. Ed ke-3 Iowa : Blackwell publishing Hal 198-347

Imaizumi 1982. Longitudinal Analysis of Mortality from Breast Cancer in Japan, 1950-1993: Fitting Gompertz and Weilbull Function. Elseiver Science ltd. Irlandia

Isnaeni Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Katzung Bertram G. 2004. Farmakologi Dasar dan klinik. Buku 3. Ed ke-8.

Jakarta.Penerbit Salemba Medika.

Kay I. 1998. Introduction to Animal Physiologi. New York. Bios Scientific Publisher.

Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis London : Bailliere Tindall Kiuchi F., Iwakami S., Shibuya M. 1993. Inhibiton of Prostaglandine and

Leukotriene Biosynthesis by Gingerols and Diaryheptanoids. J of Herbal Medicine. 40 (387-91).

Koolman jan Prof Dr rer Nat Rohm, Klaus heinrich. Prof Dr rer nat 1995. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta. Penerbit Hipokrates

Liska J., Galbavy S. ,Macejova., D, Zlatos J., Brtko J. 2000. Histopathology of Mammary Tumours in Female Rats Treated with 1-Methyl-1-Nitrosourea J Endokrin regulation 34(91-96)

Lampe 1910. The Bioactivity of Curcumin. [Di Dalam] : Turmeric : The Genus Of Curcuma. 2006. New York. CRC Press.

Lampe dan Milobedzka 1913. The Bioactivity of Curcumin. [Di Dalam ]: Turmeric: The Genus of Curcuma. 2006. New York. CRC Press. Louis R Howe 2007. Cyclooxigenase or Prostaglandin Signaling and Breast

Lorgue G., J Lechenet, A. Riviere. 1996. Clinical Veterinary Toxicology. France. Blackwell ltd.

Lukita-Atmadja 2002. Bioactivity of turmeric [di dalam] : Turmeric The Genus of Curcuma. New York. CRC press

Madewell dan Theilen.1987. Veterinary cancer Medicine. Lea and Febiger Publisher Sub edisi-2.

Malole MBM dan CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.

Mardiana Saaida 2007. Polyamine Concentration in Breast and Colon Cancer Cell. Germany. Elseiver.

Meredith A., Crossley DM. 2002. Rabbit. Di dalam : Anna M, Redrobe S, Editor BSAVA manual of exotic pet. Ed ke-4 UK : BSAV. Hal 76-91

Mutchsler 1991. Bioactivity of Turmeric di dalam : Turmeric the Genus curcuma. New York. CRC press.

Nowak R. 1999. Walker’s Mammal of The World, Sixth Edition. Baltimore and London. Johns Hokins University.

O’malley B 2005. Clinical Anatomy and physiology of exotic species. Germany.

Elsevier. Hal 173-175.

Ozaki 1990. Di dalam : Turmeric the Genus of Curcuma. New York. CRC Press.

Priosoeryanto BP. 1994. Transplantation of a Cell Line Derived from a Canine Benign Mixed Mammary Tumour into Nude Mice. J of Comparative Pathology. v 113; p 383-388.

Ravindran PN., K. Nirmal Babu, K. Sivaraman 2007. Turmeric : the genus curcuma. New York. CRC press.

Rishikesh dan Sadhana 2003. Prostaglandin and Cyclooxigenase : Their Probable Role in Cancer.[ Di dalam] : India Jurnal Famakologi

Rostiana Otih, Mono Raharjo. 2005. Budidaya Tanaman Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika : sirkuler 11. Bogor.

Russo J., Reina D., Frederick J. 1990. Expression of phenotypical changes by human breast epithelial cells treated with carcinogens in vitro. Cancer Res 1988; 48:2837-2857.

.

Shelley D., W. McCready C., Holloway M., Trudeau S and Sinclair. 2006.

Management of Ductal Carcinoma in situ of the Breast. J clinical Oncology. 16(2) 441-52.

Siregar Amir A., Sri Sukesi Adiwirmata, Isti Nureni. 2002. Glosarium Kedokteran Hewan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Smigal Carol., Siegel Rebecca., Jemal Ahmedin, 2005. American Cancer Society : Breast Cancer Facts and Figures. American Cancer Society, inc. Atlanta. Smith HA. Jones TC. 1961. Veterinary Pathology. Philadelphia : Lea & Febiger. Smith JB. & S. Mangkoewidjojo1988. Pemeliharaan Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Smith HA dan Jones, TC. 1961. Neoplasm in Various Species : di dalam TumoursIn Domestic Animals. University of Pennsylvania. J of ComparativePathology

Spector WG dan TD Spector 1993. Pengantar Patologi Umum Edisi ke-3.

Soetjipto, Penerjemah Yogyakarta : Gajah Mada University press Terjemahan dari :An introduction to general pathology

Srimal dan Dhawan 1973. Bioactivity of Turmeric. [Di dalam]: Turmeric the Genus of Curcuma. New York. CRC press.

Srinivasan 1952. Bioactivity of Turmeric. [Di Dalam ] :Turmeric the genus of Curcuma 2006. New York. CRC Press

Srivasta 1995. Bioactivity of Turmeric di dalam Turmeric : The Genus of curcuma. New York. CRC press

Suwarni 2000. Jurnal Bagian farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Syukur C dan Hernani. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Depok : Penebar Swadaya.

Syukur C. 2003. Temu Putih Tanaman Obat Anti Kanker : Bogor. Penebar Swadaya.

Theilen G., Madewell BR. 1987 Tumors of the mammary gland. In: Theilen, G., Madewell, B.R. Veterinary Cancer Medicine. Philadelphia: Lea & Febiger.. p.340-341

Vogel. Pelletier. 2006. The Bioactiviy of Turmeric. [Di Dalam]: Turmeric The Genus of Curcuma. New York. CRC Press.

Warshawsky dan Landolph 2006. Molecular carcinogenesis and the molecular Biology of human cancer. CRC Press.

William Ganong F. 1998. Fisiologi kedokteran. Ed ke-17. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran

Dokumen terkait