• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Curcumin

2.3 Kelinci (Oryctolagus cuniculus) 1 Sejarah

2.3.3. Temperatur tubuh

Kelinci merupakan hewan yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga peningkatan temperatur tubuh akan mempengaruhi laju fisika dan kimia tubuh (Carpenter 2003). Kenaikan temperatur tubuh akan menyebabkan terjadinya denaturasi enzim dalam tubuh, tetapi sebelum mencapai titik denaturasinya enzim akan bekerja lebih cepat (Kay 1998). Temperatur tubuh kelinci normal berkisar antara 38,50C-40,00C (Carpenter 2003). Kelinci

merupakan hewan yang sangat peka terhadap panas, hal ini dikarenakan kelinci tidak memiliki kelenjar keringat dan tidak memiliki mekanisme panting seperti pada anjing. Kelinci akan berteduh di bawah naungan atau merentangkan badan sehingga permukaan tubuh meluas untuk menjaga kondis temperatur dalam keadaan normal. Anatomi telinga kelinci yang lebar berfungsi di dalam proses

pengeluaran panas yang berlebih dari dalam tubuh (O’Malley 2005). Kelinci juga

tidak memilik lemak coklat sehingga kelinci akan menggigil pada saat dingin dan akan mempertahankan panas tubuh melalui mekanisme pengaliran darah panas dari telinga keseluruh tubuh. Kelinci juga mempunyai postur tubuh yang membungkuk sehingga akan memperkecil permukaan tubuh (Cheeke 1987; O’malley 2005). Mekanisme panas tubuh diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus memilik sistem pengaturan temperatur tubuh kelinci jika temperatur tubuh berada diatas atau dibawah normal, maka akan terjadi mekanisme pengeluaran atau pembentukkan panas (Anderson 1977). Mekanisme pembentukan dan pengeluaran panas terjadi melalui thermoreceptor perifer yang akan dihantarkan ke hipotalamus. Saraf yang ada di hipotalamus akan berintegrasi menghasilkan sinyal eferen akhir yaitu pembentukkan atau pengeluaran panas (Cardielhac 1991).

2.3.4. Sistem kardiovaskular

Laju kecepatan jantung dapat bervariasi dari 180 sampai 250 kali/ menit. Jantung kelinci relatif kecil. Katup atrioventrikular jantung sebelah kanan hanya memiliki 2 buah pintu, seolah-olah membuat posisi trikuspidalis tidak normal. Arteri pulmonaris kelinci lebih berotot dan tebal dibandingkan dengan anjing dan kucing. Kelinci memilik sistem penghubung yang sederhana dan sinoatrial node terdiri dari sekelompok kecil sel yang menghasilkan rangsangan. Hal inilah yang menyebabkan kelinci dipakai pertama kali untuk melakukan penelitian tentang peacemaker (Cruise & Nathan 1994). Tidak seperti pada anjing yang memiliki anastomose baik dibagian dalam dan luar dengan vena jugularis interna dan vena jugularis eksterna, sebagai pembuluh darah utama yang mengalirkan darah dari kepala yaitu vena jugularis eksterna, oleh sebab itu kerusakan atau hambatan pada vena ini akan menyebabkan protopsis pada mata. Hal ini juga berlaku juga jika terjadi pada arteri carotis interna (Donnelly 1997).

2.3.5 Sistem Pernafasan

2.3.5.1 Saluran Pernafasan Atas

Terdapat sistem sensoris pada pintu masuk dari setiap nostril, yang membuat kelinci sangat sensitif jika disentuh di daerah tersebut (Nowak 1999). Terdapat 20 sampai 25 vibril taktil yang berlokasi di setiap sisi pada bibir atas. Nostril bergerak 20 sampai 150 kali/ menit, jika kelinci benar-benar dalam keadaan tenang (Brewer & Cruise 1994). Tulang turbinasi memiliki epithelium pada organ penciuman dan vomeronasal yang memberikan sensasi penciuman yang cepat pada kelinci. Glottis pada kelinci sering tertutup oleh lidah. Intubasi sulit karena glottisnya yang kecil, lidah yang panjang, oropharinks yang dangkal dan laryngospasm (Carpenter 2003)

2.3.5.2 Saluran Respirasi Bawah

Toraks pada kelinci berukuran kecil dan terlihat jelas karena abdomennya yang lebar (Harkness & Wagner 1995). Timus tetap ada sampai dewasa yang terletak ventral ke arah jantung dan menjorok ke arah toraks. Paru-paru dibagi menjadi bagian lobus kranial, medial dan kaudal. Lobus kranial sebelah kiri jauh lebih kecil dibandingkan sebelah kanan karena adanya jantung (Cruise & Nathan 1994). Kelinci memiliki pleura yang sangat tipis, tidak seperti mamalia domestik lainnya. Tidak ada batas yang membagi paru menjadi berlobus-lobus, dengan demikian paru-paru tidak terlokalisasi seperti pada spesies-spesies lainnya (Carpenter 2003).

Menurut Carpenter 2003 laju pernafasan kelinci sekitar 30-60 kali/ menit. Kelinci pada keadaan istirahat menggunakan kontraksi otot diaphragma dan tidak menggunakan otot intercostalis untuk respirasi (Brewer & Cruise 1994).

2.4 Karsinogen Methylnitrosourea

Karsinogenik merupakan suatu bahan yang dapat menyebabkan timbulnya kanker. Kanker terjadi karena ketidakstabilan genomik ataupun gangguan pada proses metabolisme seluler. Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan rusaknya sel-sel di dalam tubuh penderita tetapi tidak mengalami kematian sel dan tumbuh secara tidak terkontrol. Karsinogen meningkatkan risiko terjadinya kanker dengan mengubah metabolisme seluler atau merusak DNA langsung di dalam sel..

Secara fisiologis, sel yang mengalami perubahan DNA yang terlalu parah akan diarahkan untuk masuk pada program kematian sel (apoptosis), tetapi jika jalur kematian sel ini rusak maka sel akan berubah menjadi sel kanker (Liska et al 2000).

Methylnitrosourea (Metil-N-Nitrosourea) merupakan senyawa yang bersifat sebagai agen alkilasi, karsinogenik dan juga dapat menyebabkan terjadinya mutasi.

Gambar 3 struktur Metil-N-nitrosourea

(http://www.chemdrug.com/databases/dataimg/15/148227.png)

Senyawa Methyllnitrosourea merupakan karsinogen yang bekerja secara tidak langsung di dalam tubuh yaitu harus melalui proses biotransformasi untuk membentuk metabolit yang bersifat lebih toksik dari senyawa asalnya. Aplikasi Methyl –N-nitrosourea terhadap tikus merupakan karsinogen yang paling sering digunakan untuk investigasi kanker payudara dan juga digunakan untuk meneliti obat yang baik untuk digunakan pada pengobatan tumor mammari (Russo et al. 1990).

2.5 Tumor

2.5.1 Definisi tumor

Neoplasma atau tumor adalah gangguan pertumbuhan sel yang ditandai dengan adanya proliferasi sel yang berlebihan, abnormal, dan tidak terkendali. Tumor atau neoplasma terjadi akibat transformasi atau perubahan satu atau lebih unsur penting di dalam tubuh hospes, dan seringkali terjadi pada satu atau lebih tempat metastatik (Priosoeryanto 1994). Smith dan Jones (1961) mendefinisikan tumor sebagai pertumbuhan sel baru yang berproliferasi terus-menerus tanpa terkendali, memiliki kemiripan dengan sel normal asal, dan tidak mempunyai keteraturan struktur, serta tidak mempunyai fungsi ataupun penyebab yang jelas. Menurut Warshhawksky dan Landolph (2006), tumor merupakan istilah umum untuk menunjukkan adanya massa atau pertumbuhan jaringan yang abnormal. Tumor mengarah pada sel yang tumbuh terus-menerus secara tidak terkendali, tidak terbatas dan tidak normal. Pertumbuhan ini tidak terkoordinasi dengan jaringan lain sehingga berbahaya bagi tubuh (Priosoeryanto 1994).

2.5.2 Etiologi tumor

Penyebab tumor sangat kompleks, secara umum belum diketahui. Secara sederhana, penyebabnya dibagi 2 yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Berdasarkan Data statistik menunjukkan bahwa kanker, 80% dari seluruh kematian yang tejadi akibat kanker berhubungan dengan faktor ekstrinsik yang bisa dikendalikan atau dicegah, sedangkan 5-10% merupakan faktor herediter (Warshawsky dan Landolph 2006).

Faktor ekstrinsik yaitu faktor yang berasal dari lingkungan, meliputi agen biologik, agen fisik dan agen kimia. Agen biologik meliputi parasit dan Virus. Contoh parasit yang dapat menyebabkan tumor adalah Spirocerca lupi, cacing nematoda pada anjing. Cacing ini memberikan rangsangan kronis pada dinding esophagus sehingga terjadi proliferasi secara berlebihan. Menurut Warshawsky dan Landolph (2006), yang termaksud agen fisik adalah radiasi ionisasi (sinar-X, radium, uranium) dan radiasi nonionisasi (sinar UV). Tumor dapat juga diinduksi secara iatrogenik, misalnya melalui transplantasi organ. Agen kimia meliputi

senyawa organik dan senyawa inorganik. Contoh senyawa organik diantaranya adalah hidrokarbon aromatic polisiklik, amina, amina aromatic, bifenil, hidrokarbon klorinasi, ether dan lain-lain. Senyawa inorganik meliputi logam berat dan metaloid, seperti timbal, nikel, mangan, kromium, kadmium, arsen, merkuri dan sebagainya (Warshawsky & Landolph 2006).

Faktor intrinsik meliputi diet, stimulasi hormonal, genetik, dan usia tua. Diet merupakan faktor penting yang mendukung perkembangan sel tumor dalam tubuh, meskipun diet tidak menjadi penyebab secara langsung. Makanan berlemak, berkolesterol, dan berprotein tinggi, tetapi rendah serat dapat menjadi timbulnya tumor. Daging yang diawetkan baik dengan nitrit atau pengasapan juga dapat menyebabkan tumor (Mardiana 2007). Bahan alam yang bersifat karsinogenik dapat mengkontaminasi makanan, adalah aflatoksin (Theilen & Madewell 1987). Stimulasi hormon seperti estrogen, progesteron, testosteron, atau prolaktin berkaitan dengan kejadian tumor terutama pada kelenjar mamari dan prostat. Hormon ini menginduksi terjadinya tumor yang disebabkan karsinogen, tetapi bukan penyebab langsung. Faktor genetik sangat penting dalam beberapa jenis kanker karena perubahan dalam informasi genetik (DNA). Perubahan informasi genetic ini merupakan dasar neoplasia dan dapat diwariskan. Usia tua pada umumnya merupakan salah satu faktor predisposisi kejadian kanker menurut studi epidemiologis (Spector & Spector 1993).

2.5.3 Penggolongan dan Transformasi Tumor

Peralihan suatu sel-sel normal menjadi sel-sel tumor dikenal dengan transformasi. Dalam ilmu kedokteran, tumor dapat dibedakan antara tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna). Tumor jinak mengandung sel-sel yang lambat tumbuh dan masih berdiferensiasi. Sebaliknya, tumor ganas menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan menginfiltrasi, dan cenderung pada pembentukkan metastasis. Terdapat 100 jenis tumor yang berbeda menurut asal jaringan, tempat tumor berkembang (Ganiswarna 1995).

Sel-sel normal menunjukkan semua tanda-tanda sel-sel spesifik yang berdiferensiasi untuk suatu fungsi tertentu. Sel-sel ini dihambat pertumbuhannya dan terdapat secara umum di dalam fase G0 daur sel. Bentuk luar sel-sel tersebut

Sel tumor seringkali tidak berdiferensiasi. Karena itu sel-sel tumor mengambil kembali sifat-sifat embrional dan membelah diri tanpa hambatan. Permukaan selnya berubah, terutama mengakibatkan gangguan inhibisi kontak dengan sel-sel sekitarnya. Susunan sitoskelet sel tumor berubah dan seringkali berkurang sehingga memberikan suatu bentuk sel yang lebih bundar, inti sel tumor dapat tidak khas dalam bentuk, jumlah maupun ukuran (Ganiswara 1995).

Menurut Ganiswarna 1995 Peralihan dari keadaan normal menjadi keadaan yang ditransformasikan merupakan suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap :

1. Inisiasi tumor.

Hampir setiap tumor mulai dengan kerusakan DNA satu persatu sel. Cacat genetik ini dapat disebabkan oleh zat karsinogen, artinya bahan- bahan kimia yang menyebabkan tumor (misalnya komponen tar dalam tembakau), oleh proses-proses tembakau, oleh proses-proses fisika (misalnya cahaya U.V, penyinaran roentgen) atau oleh virus tumor, diduga tidak kurang dari kira-kira 1014 sel manusia selama hidupnya menderita kerusakan DNA semacam ini. Untuk inisiasi tumor, hanya defek protoonkogen yang relevan. Hal ini merupakan alasan yang menentuka suatu transformasi. Akan tetapi, juga kehilangan suatu anti-onkogen (gen supresor tumor) dapat membantu terjadinya inisiasi tumor.

2. Promosi tumor

Merupakan jalur perbanyakan sel-sel yang terganggu karena inisiasi tumor. Proses ini berlangsung sangat lambat, dapat hingga bertahun-tahun. Sebagai substansi model promoter tumor adalah forbolester (activator sintetik kinase proten C).

3. Progesi tumor

Merupakan proses yang menyebabkan suatu tumor menjadi ganas melalui perbanyakan, invasi dan metastasis.

Sel tumor dapat berada dalam 3 keadaan : (1) yang sedang membelah (siklus proliferatif); (2) yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G0); dan

(3) yang secara permanen tidak membelah. Sel tumor yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu fase Mitosis (M), pascamitosis (G1), fase

sintesis DNA (fase S), fase pramitosis (G2). Akhir fase G1 terjadi peningkatan

RNA disusul dengan fase S yang merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk dalam fase pramitosis (G2), dengan ciri: sel

berbentuk tetraploid, mengandung DNA dua kali lebih banyak daripada sel fase lain dan masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein. Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA berkurang secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 yang masih potensial

untuk berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang menambah jumlah sel kanker ialah sel yang dalam siklus proliferasi dan dalam fase G0 (Ganiswarna 1995).

2.6 Tumor Mammari

Salah satu tumor yang paling sering manusia, khususnya wanita yaitu tumor mammary, seringkali tumor mammary ini tidak terdeteksi secara dini oleh penderitanya

Tumor mammari sampai saat ini belum diketahui dengan pasti penyebabnya, kecuali pada tumor mammari yang terjadi pada tikus yang disebabkan oleh Oncornavirus. Walaupun banyak yang berkaitan dengan hormon (Fossum 2002), penyebab terjadinya kanker sangat kompleks. Resiko terhadap kanker berkaitan dengan paparan karsinogen dan faktor individu. Tumor terjadi karena sejumlah sel pada jaringan kelenjar mammari tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali (Madewell dan Theilen 1987). Setiap jenis tumor mammari dapat membentuk tumor, namun tumor mammari biasanya berasal dari sel ephitelial saluran (ductus) atau alveoli (lobus) kelenjar mammari (Madewell dan Theilen 1987). Pembentukkan kelenjar, tubuli dan pertambahan jumlah pembuluh darah merupakan salah satu ciri kejadian tumor pada jaringan (Spector & Spector 1993).

Anjing betina sering mengalami tumor mammari, akan tetapi jarang pada anjing jantan.menurut Madewell dan Theilen (1987) sekitar 25% sampai 50% dari seluruh kejadian tumor yang terjadi pada anjing betina adalah tumor mammari. Kucing yang diovariektomi (operasi pengangkatan ovarium) sebelum berumur 1 tahun beresiko terserang tumor sebesar 0,6%, sedangkan pada anjing sekitar 0,5%.

Pada anjing yang diovariektomi setelah estrus pertama berisiko terserang tumor 8%.tumor mammary tejadi pada betina intact dengan risiko 99% (Madwell & Theilen 1987).

III. BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait