• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SANINTEN

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan bibit saninten, kecuali untuk parameter NPA dimana baik pengaruh tunggal maupun interaksi perlakuan tidak berpengaruh yang nyata (Tabel 1).

Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

No Parameter Pupuk akar Pupuk daun Pupuk akar x pupuk daun

1 Tinggi bibit * tn *

2 Diameter batang tn * *

3 Berat kering akar tn * *

4 Berat kering pucuk tn * *

5 6

Nisbah pucuk akar Indeks mutu bibit

tn tn tn * tn *

* = berpengaruh nyata pada taraf 5%; tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%

Pertumbuhan Tinggi Bibit Saninten (cm)

Pemberian pupuk akar NPK dan interaksi antara pupuk akar NPK dengan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon pertumbuhan bibit saninten. Faktor tunggal pemberian pupuk daun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon pertumbuhan tinggi (Tabel 1). Pada Tabel 2 disajikan respon pertumbuhan tinggi saninten dan hasil uji Duncan. Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan A1D3 menunjukkan respon pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan kontrol yaitu sebesar 5,68 cm dengan peningkatan respon pertumbuhan tinggi sebesar 56,47% terhadap kontrol. Respon pertumbuhan tinggi pada perlakuan A0D1, A2D2, dan A2D3 menunjukan pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yaitu masing-masing sebesar 2,69 cm, 3,41 cm, 3,52 cm, dan penurunan nilai persen pertumbuhan tinggi dibandingkan dengan kontrol sebesar -25,90%, -6,06%, dan -3,03%.

Tabel 2 Uji lanjut Duncan pertambahan tinggi bibit saninten (C. argentea) selama 8 minggu pengamatan

Perlakuan Respon pertumbuhan tinggi (cm) Peningkatan tinggi (%) A0D0 3,63bcd - A0D1 2,69d -25,90 A0D2 4,9abc 34,99 A0D3 3,93bcd 8,26 A1D0 4,58abc 26,17 A1D1 5,08ab 39,94 A1D2 3,65bcd 0,55 A1D3 5,68a 56,47 A2D0 4,04bcd 11,29 A2D1 3,83bcd 5,51 A2D2 A2D3 3,41bcd 3,52cd -6,06 -3,03

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; A0 = pupuk akar NPK 0 g; A1 = pupuk akar 2,5 g; A2 = pupuk akar NPK 5 g; D0 = pupuk daun 0 g/L; D1 = pupuk daun 1 g/L; D2 = pupuk daun 2 g/L; D3 = pupuk daun 3 g/L

Peningkatan pertumbuhan bibit saninten selama 8 minggu pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6. Terlihat bahwa pertumbuhan tinggi terus meningkat setiap minggunya, perlakuan A1D3 menunjukkan peningkatan grafik yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada Gambar 7 menunjukkan perbedaan tinggi bibit saninten disetiap perlakuan pada minggu ke-8.

Gambar 6 Pertumbuhan tinggi bibit saninten (C. argenta) selama 8 minggu pengamatan 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 0 2 4 6 8 T in ggi (c m ) Minggu ke- A0D0 A0D1 A0D2 A0D3 A1D0 A1D1 A1D2 A1D3 A2D0 A2D1 A2D2 A2D3

Gambar 7 Perbedaan tinggi bibit saninten (C. argenta) pada minggu ke-8 pengamatan

Pertumbuhan Diameter Batang (mm)

Perlakuan tunggal pupuk akar NPK tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter batang bibit saninten. Pada perlakuan tunggal pupuk daun dan interaksi antara pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter batang bibit saninten. Rataan dan hasil uji lanjut Duncan terhadap pertumbuhan diameter batang saninten dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji Duncan pertambahan diameter bibit saninten (C. argenta) selama 8 minggu pengamatan

Perlakuan Respon pertumbuhan diameter

(mm) Peningkatan diameter (%) A0D0 0,53c - A0D1 0,71bc 33,96 A0D2 0,87ab 64,15 A0D3 0,82ab 54,72 A1D0 0,69bc 30,19 A1D1 0,82ab 54,72 A1D2 0,73b 37,74 A1D3 1,00a 88,68 A2D0 0,73b 37,74 A2D1 0,75b 41,51 A2D2 A2D3 0,76b 0,72b 43,40 37,74

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; A0 = pupuk akar NPK 0 g; A1 = pupuk akar 2,5 g; A2 = pupuk akar NPK 5 g; D0 = pupuk daun 0 g/L; D1 = pupuk daun 1 g/L; D2 = pupuk daun 2 g/L; D3 = pupuk daun 3 g/L

Hasil uji Duncan (Tabel 3) perlakuan yang menunujukan pertambahan diameter tertinggi yaitu pada perlakuan interaksi A1D3, yaitu pertambahan diameter sebesar 1 mm selama 8 minggu pengamatan dengan peningkatan diameter terhadap kontrol sebesar 88,68%. Perlakuan A0D0 menunjukkan pertumbuhan diameter terendah yaitu 0,53 mm selama 8 minggu pengamatan.

Diameter bibit saninten mengalami peningkatan pertumbuhan setiap minggunya selama 8 minggu pengamatan. Pada Gambar 8 menunjukkan grafik peningkatan diameter bibit saninten selama pengamatan. Grafik pertumbuhan diameter tertinggi ditunjukan pada perlakuan A1D3. Terlihat pada perlakuan A1D3 menunjukkan grafik peningkatan yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya.

Gambar 8 Pertumbuhan diameter bibit saninten (C. argenta) selama 8 minggu pengamatan

Berat Kering Akar (BKA) Bibit Saninten

Perlakuan pupuk akar NPK dan pupuk daun menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar bibit saninten. Perlakuan yang memberikan pengaruh terhadap berat kering akar bibit adalah perlakuan tunggal pupuk daun dan perlakuan interaksi pupuk akar NPK dan pupuk daun, sedangkan perlakuan tunggal pupuk akar tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar bibit saninten (Tabel 1). Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 4) menunjukkan interaksi pupuk akar NPK dengan pupuk daun yang memberikan nilai berat kering akar tertinggi yaitu pada perlakuan A1D3 dengan berat kering akar sebesar 2,81 g dengan peningkatan berat kering akar sebesar 54,40 g terhadap kontrol.

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 0 2 4 6 8 Di ame ter (c m ) Minggu ke- A0D0 A0D1 A0D2 A0D3 A1D0 A1D1 A1D2 A1D3 A2D0 A2D1 A2D2 A2D3

Tabel 4 Hasil uji lanjut Duncan berat kering akar bibit saninten (C. argentea)

Perlakuan Berat kering akar (g) Peningkatan BKA (%)

A0D0 1,89b - A0D1 2,40ab 31,87 A0D2 2,05b 7,14 A0D3 2,43ab 33,52 A1D0 1,88b 3,30 A1D1 1,89b 3,85 A1D2 1,90b 1,65 A1D3 2,81a 54,40 A2D0 1,84b 1,10 A2D1 1,93b 4,95 A2D2 A2D3 2,08b 1,93b 13,74 6,04

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; A0 = pupuk akar NPK 0 g; A1 = pupuk akar 2,5 g; A2 = pupuk akar NPK 5 g; D0 = pupuk daun 0 g/L; D1 = pupuk daun 1 g/L; D2 = pupuk daun 2 g/L; D3 = pupuk daun 3 g/L

Berat Kering Pucuk (BKP) Bibit Saninten

Perlakuan pupuk tunggal daun dan interaksi pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering pucuk bibit saninten. Perlakuan A1D3 menunjukkan berat kering pucuk tertinggi yaitu 4,96 g dengan peningkatan sebesar 73,43%. Gambar 4 memperlihatkan perbedaan berat kering pucuk bibit saninten terhadap pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun.

Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan berat kering pucuk bibit saninten (C. argentea)

Perlakuan Berat kering pucuk (g) Peningkatan BKP(%)

A0D0 2,86b - A0D1 3,19b 11,54 A0D2 3,46b 20,98 A0D3 3,71b 29,72 A1D0 3,22b 12,59 A1D1 3,96ab 39,16 A1D2 3,17b 10,84 A1D3 4,96a 73,43 A2D0 2,98b 4,20 A2D1 3,96ab 38,46 A2D2 A2D3 2,99b 3,16b 4,55 10,49

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; A0 = pupuk akar NPK 0 g; A1 = pupuk akar 2,5 g; A2 = pupuk akar NPK 5 g; D0 = pupuk daun 0 g/L; D1 = pupuk daun 1 g/L; D2 = pupuk daun 2 g/L; D3 = pupuk daun 3 g/L

Nisbah Pucuk Akar (NPA) Bibit Saninten

Nilai nisbah pucuk akar bibit saninten tidak dipengaruhi oleh perlakuan pupuk akar NPK, pupuk daun, maupun interaksi keduanya. Nilai NPA antara 1,38−2,23. Pada Gambar 9 terlihat perbedaan pucuk dan akar bibit saninten.

Gambar 9 Perbandingan pucuk dan akar bibit saninten selama 8 minggu pengamatan

Indeks Mutu Bibit (IMB)

Bibit saninten yang diberikan perlakuan pupuk akar NPK dan pupuk daun menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap nilai IMB. Perlakuan interaksi yang memiliki nilai IMB tertinggi yaitu pada perlakuan A1D3 yaitu 1,00 dengan peningkatan IMB sebesar 64,65% yang ditunjukan oleh Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji lanjut Duncan indeks mutu bibit saninten (C. argentea)

Perlakuan Indeks mutu bibit Peningkatan IMB (%)

A0D0 0,62c - A0D1 0,81ab 32,94 A0D2 0,68c 11,61 A0D3 0,89ab 46,57 A1D0 0,66c 8,24 A1D1 0,71bc 17,10 A1D2 0,69c 12,16 A1D3 1,00a 64,65 A2D0 0,61c 0,49 A2D1 0,74bc 20,84 A2D2 A2D3 0,73bc 0,69c 19,64 13,02

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 5%; A0 = pupuk akar NPK 0 g; A1 = pupuk akar 2,5 g; A2 = pupuk akar NPK 5 g; D0 = pupuk daun 0 g/L; D1 = pupuk daun 1 g/L; D2 = pupuk daun 2 g/L; D3 = pupuk daun 3 g/L

Keracunan Bibit

Bibit dengan pemberian pupuk akar NPK 5 g diduga mengalami keracunan akibat kelebihan pemberian dosis pupuk akar NPK. Perlakuan A2D2 dan A2D3 menunjukan gejala keracunan pada bibit saninten. Gejala yang timbul akibat bibit keracunan yaitu mulai keringnya beberapa daun pada minggu ke-3. Gejala yang muncul bertahap dari minggu ke-3 pengamatan sampai minggu ke-8 pengamatan. Keracunan ini yang menyebabkan pertumbuhan bibit menjadi terganggu yaitu terjadinya penurunan tinggi dan diameter bibit setelah minggu ke-3 sampai akhir pengamatan. Pada Gambar 10 terlihat bibit yang mengalami keracunan pada minggu ke-8 pengamatan.

Gambar 10 Bibit saninten yang diduga keracunan akibat pemberian dosis pupuk yang berlebihan

3.2 Pembahasan

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting dalam perkembangan dan perkembangbiakan suatu jenis tanaman. Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran) suatu tanaman. Pertumbuhan merupakan akibat adanya interaksi antara berbagai faktor internal perangsang pertumbuhan (genetik) dan unsur-unsur iklim, tanah, dan biologis dari lingkungan (Gardner et al. 1991). Pertumbuhan bibit di persemaian dipengaruhi oleh kondisi bibit, perlakuan yang diterapkan, dan waktu anakan di persemaian. Pertumbuhan bibit akan berpengaruh terhadap keberhasilan bibit tersebut ditanam di lapangan (Sahwalita 2009).

Ketersediaan nutrisi dalam tanah menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Jumin (2005), selain unsur-unsur iklim dan komponen tanah, kemampuan tanah menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman juga memegang peranan penting. Hal itu dapat terlihat dari respon tanaman terhadap pemupukan. Setiap tanaman memiliki respon yang berbeda terhadap pemupukan, hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh faktor iklim maupun faktor tanah dan tanaman itu sendiri.

Hasil menunjukan bahwa pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun dapat meningkatkan pertumbuhan bibit saninten. Pertumbuhan terbaik ditunjukkan oleh kombinasi pupuk akar NPK dan pupuk daun gandasil D dengan pemberian dosis pupuk masing-masing sebesar 2,5 g dan 3 g/L. Pemberian pupuk dengan dosis ini dapat meningkatkan respon pertumbuhan tinggi, diameter batang, berat kering akar, berat kering pucuk, dan indeks mutu bibit saninten, sedangkan pada semua perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil nisbah pucuk akar bibit.

Peningkatan pertumbuhan bibit saninten karena jumlah unsur hara N, P, dan K yang diberikan dapat menaikan kadar unsur hara dalam tanah. Hardjowigeno (2007) menyatakan pemberian unsur N dapat memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan protein dan klorofil. Pembelahan sel, perkembangan akar, dan kekuatan batang agar tidak mudah roboh merupakan fungsi dari pemberian unsur P, sedangkan unsur K ialah membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap penyakit dan kekeringan (Utami et al. 2010).

Selain pemupukan akar, pemberian pupuk daun Gandasil D diduga juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit saninten. Hal ini dikarenakan pupuk daun Gandasil D memiliki kandungan hara yaitu: N 20%, P 15%, K15%, Mg 1%, dan dilengkapi dengan unsur-unsur Mn, B, Cu, Co, dan Zn. Menurut Hardjowigeno (2007), unsur Mg berfungsi sebagai pembentuk klorofil. Sedangkan unsur-unsur mikro seperti Mn berfungsi sebagai metabolisme nitrogen, fotosintesis (asimilasi CO2) dan perombakan karbohidrat. Unsur B bagi pertumbuhan yaitu sebagai pembentukan protein. Unsur Cu berfungsi sebagai katalis pernapasan dan penyusun enzim. Pembentukan hormon tumbuh, katalis

pembentukan protein, dan pematangan biji merupakan fungsi dari unsur Zn. Unsur Co berfungsi sebagai fiksasi nitrogen dalam tanaman.

Respon pertumbuhan tinggi dan diameter merupakan parameter untuk mengukur produktivitas suatu tanaman. Pertumbuhan tinggi diawalli dengan bertambahnya pucuk yang semakin panjang dan dilanjutkan dengan perkembangannya menjadi daun dan batang. Menurut Utami et al. (2010) dalam pertumbuhan pucuk pada tanaman mengalami tiga tahap, yaitu pembelahan sel, perpanjangan dan diferensiasi atau pendewasaan. Pada fase pembelahan sel, tanaman memerlukan karbohidrat karena komponen utama penyususn sel terbuat dari glukosa (karbon) atau dengan kata lain bahwa pembelahan sel bergantung dari persediaan karbohidrat. Sementara karbohidrat hanya dihasilkan dari proses fotosintesis yang melibatkan klorofil dan unsur N berperan dalam pembentukan klorofil.

Data hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan akar dan interaksi pupuk akar dan daun berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, tetapi pemberian pupuk daun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi. Hasil uji Duncan (Tabel 2) menunjukkan bahwa kombinasi pupuk akar NPK dan pupuk daun dengan dosis masing-masing 2,5 g dan 3 g/L dapat meningkatkan respon pertumbuhan tinggi bibit saninten terbesar 56,47% dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan laju pertumbuhan tinggi ini diduga terjadi karena faktor jumlah penambahan berat pupuk akar NPK yang berinteraksi positif dengan penambahan berat pupuk daun.

Perlakuan interaksi pupuk akar NPK dosis 5 g dengan pupuk daun 1 g/L dan 2 g/L memiliki nilai pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar -6,06% dan -3,03%. Hal ini diduga bibit saninten pemberian dosis pupuk akar NPK 5 g dengan dosis pupuk daun 1 g/L dan 2 g/L mengalami keracunan/kelebihan dosis pupuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lingga (2011) yang menyatakan bahwa kenaikan reaksi tanah yang berlangsung secara mendadak dapat membuat tanaman tersiksa. Respon pertumbuhan yang menurun akibat pemberian dosis yang tinggi berhubungan dengan tingginya sensitivitas akar terhadap kandungan unsur N dalam pupuk akar NPK. Dengan semakin tingginya asupan unsur hara N akibat semakin tingginya dosis pupuk akar NPK

yang diajukan akan menimbulkan efek negatif terhadap akar (Sahwalita 2009). Pernyataan ini didukung oleh Lakitan (2007) yang menyatakan jika jaringan tumbuhan mengandung unsur hara tertentu dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum, maka kondisi ini dikatakan tumbuh dalam kondisi konsumsi mewah. Pada konsentrasi yang terlalu tinggi, unsur hara esensial dapat juga menyebabkan keracunan bagi tumbuhan. Hubungan antara konsentrasi dalam jaringan dan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.

Perlakuan A2D1 dan A2D2 telah menunjukan zona keracunan, konsentrasi unsur hara dalam jaringan berlebih sehingga tanaman mengalami pernurunan pertumbuhan. Minggu pertama setelah pemberian pupuk dengan perlakuan A2D2 dan A2D3 menunjukan pertumbuhan yang baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun pada minggu ke-3 mulai terlihat gejala yang timbul akibat kelebihan dosis pupuk yang diberikan terhadap bibit saninten yaitu mulai menguningnya beberapa daun. Pada minggu ke-4 daun menjadi kering dan gosong, namun bibit masih tetap bertahan sampai minggu ke-8 pengamatan (Gambar 10). Pengeringan pada daun menyebabkan pertumbuhan bibit saninten pengalami penurunan. Hal ini dikarenakan proses metabolisme tanaman terganggu. Mekanisme serapan unsur hara yang terjadi dalam daun menjadi tidak maksimal sehingga energi yang dihasilkan dari proses fotosintesis menjadi berkurang.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun dapat meningkatkan pertumbuhan diameter. Hasil pengukuran menunjukkan nilai tertinggi pada interaksi dosis pupuk akar NPK 2,5 g dan pupuk daun 3 g/L yaitu peningkatan sebesar 88,68%. Penambahan unsur P dan K yang diperoleh dari pupuk akar NPK dan pupuk daun yang diberikan akan membantu dalam proses perkembangan diameter batang bibit saninten.

Mutu fisik bibit menurut Wilson dan Jacobs (2005) dalam Sudrajat et al. (2010) mencerminkan berbagai parameter yang menentukan bibit dapat beradaptasi dan tumbuh setelah ditanam di lapangan. Penilaian mutu fisik bibit dilakukan dengan mengamati parameter pertumbuhannya (Junaedi et al. 2010).

Parameter mutu fisik bibit yang digunakan yaitu: berat kering akar dan pucuk, nisbah pucuk akar, dan indeks mutu bibit.

Junaedi et al. (2010) menyatakan komponen pertumbuhan dibagi menjadi dua bagian yaitu komponen pertumbuhan organ bibit bagian atas permukaan tanah (pucuk) dan organ bibit di bawah permukaan tanah (akar). Berat kering total (jumlah berat kering pucuk dan akar) berhubungan erat dengan pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Apabila tinggi dan pertumbuhan tanaman berlangsung cepat, maka berat kering total akan semakin tinggi (Heriyanto dan Siregar 2004).

Berdasarkan Tabel 4 dan 5 menunjukkan perlakuan A1D3 memiliki berat kering akar dan pucuk tertinggi. Hal ini dikarenakan perlakuan A1D3 memiliki nilai tinggi dan diameter bibit yang lebih besar sehingga berat kering akar dan pucuknya meningkat. Pertumbuhan tinggi tanaman harus diimbangi dengan pertumbuhan diameternya agar tanaman tidak mudah roboh. Sudrajat et al. (2010) menyatakan bibit dengan berat kering pucuk lebih besar mempunyai kapasitas fotosintesis dan potensi pertumbuhan yang lebih besar akan meningkatkan stress pada tapak yang kering sebelum berkembangnya akar. Berat kering tanaman merupakan indikator yang umum digunakan untuk mengetahui baik atau tidaknya pertumbuhan bibit, karena berat kering tanaman dapat menggambarkan efisiensi proses fisiologi tanaman. Berat kering pucuk seharusnya seimbang dengan berat kering akar untuk bibit yang berkualitas baik. Bramasto et al. (2010) bibit yang memiliki berat kering total besar berarti produktivitas dan perkembangan sel-sel jaringannya tinggi dan cepat. Peningkatan produksi berbanding lurus dengan peningkatan pertumbuhan relatif dan hasil bersih fotosintesis (Jumin 2005).

Nisbah pucuk akar menunjukkan kemampuan akar menyerap air dan hara dari tanah untuk mengimbangi laju fotosintesis dan transpirasi pada pucuk. Nilai nisbah yang semakin kecil menandakan kesiapan bibit untuk dipindahkan ke lapangann, sebab bibit telah memiliki perakaran yang memadai untuk mendukung pertumbuhan selanjutnya di lapangan (Yuniarti 2008). Barnett (1983) dalam Bramasto dan Putri (2010) menyatakan bahwa nisbah pucuk akar bibit yang baik berada pada kisaran angka 1−3. Hasil penelitian menunjukkan nilai nisbah pucuk akar bibit saninten berkisar antara 1,38−2,23. Hasil ini menunjukkan walaupun

pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai nisbah pucuk akar, tetapi semua perlakuan mempunyai nilai nisbah pucuk akar yang memenuhi kriteria mutu fisik bibit yang dapat dipindahkan ke lapangan. Nilai indeks mutu bibit dapat digunakan untuk menentukan perlakuan yang terbaik dari setiap perlakuan yang diujikan dan sebagai gambaran kemampuan bibit untuk dapat beradaptasi pada lingkungan barunya (Yuniarti 2008). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan daun dan interaksi pupuk akar NPK dan daun berpengaruh nyata terhadap indeks mutu bibit saninten. Roller (1977) dalam Martin et al. (2004) menyatakan bahwa tanaman yang siap ditanam di lapangan memiliki nilai kualitas semai 0,09, karena pada nilai tersebut bibit mempunyai kemampuan tumbuh yang lebih baik di lapangan. ilai indeks mutu bibit hasil penelitian ini berkisar antara 0,61−1,00. Hal ini berarti bibit sudah siap ditanam di lapangan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun dapat meningkatkan pertumbuhan bibit saninten. Interaksi yang menunjukkan pertumbuhan bibit sainten yang paling baik yaitu interaksi dengan dosis pupuk akar NPK 2,5 g dengan pupuk daun 3 g/L. Interaksi dengan dosis ini dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering tanaman, dan indeks mutu bibit dibandingkan dengan kontrol. Pemberian dosis pupuk akar NPK 5 g dapat menyebabkan keracunan pada bibit saninten sehingga menyebabkan pertumbuhan bibit menjadi terganggu.

4.2 Saran

Perlu diadakannya penelitian lanjut mengenai kemampuan adaptasi bibit saninten di lapangan yang telah diberikan perlakuan pupuk akar dan pupuk daun dengan dosis pupuk masing-masing 2,5 g dan 3 g/L dengan kondisi tanah yang beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Bramasto Y, Cahyadi, Siregar UJ. 2002. Pengaruh pengusangan dipercepat terhadap viabilitas Acacia mangium. Buletin Teknologi Perbenihan 8(2):4-10.

Bramasto Y, Putri KP, Suharti T, Agustina D. 2011. Viabilitas benih dan pertumbuhan semai maerbau (Intsia bijuga O. Kuntze) yang terinfeksi cendawan Fusarium sp. Dan Penicillium sp. Tekno Hutan Tanaman 4(3):96. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Ed ke-1. Susilo H, penerjemah; Subiyanto, editor. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Preesindo.

Heryanto NM, Siregar CA. 2004. Pengaruh pemberian serbuk arang terhadap pertumbuhan bibit Accacia mangium Willd. di persemaian. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 1(1):80-83.

Heryanto N, Sawitri R, Subandinata D. 2007. Kajian ekologi permudaan saninten (Castanopsis argentea (BI.) A.DC.) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Buletin Plasma Nutfah 13(1):34.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta (ID): Badan litbang Departemen Kehutanan.

Jumin HB. 2005. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.

Junaedi A, Hidayat A, Frianto D. 2010. Kuliatas fisik bibit meranti tembaga (Shorea leprosula Miq.) asal stek pucuk padatingkat umur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konserversai Alam 7(3):282-283.

Kurniaty R, Budiman B, Suartana M. 2010. Pengaruh media dan naungan terhadap mutu bibit suren (Toona sureni Merr.). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7(2):79.

Lemmens RHMJ, Soerianegara I, Wong WC. 1995. Plant Resources of South-East Asia No. 5(2). Timber Tees: Minor Comercial Timbers. Bogor (ID): Prosea.

Lakitan B. 1997. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada.

Marsono dan Sigit P. 2001. Pupuk Akar, Jenis dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang Y, Prawira SA, Kadir K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Bogor (ID): Badan penelitian dan pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Bogor.

Martin E, Islam S, Rahman T. 2004. Pengaruh endomikoriza dan media semai terhadap pertumbuhan pulai, bungur, mangium, dan sungkai di persemaian. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 1(3):112.

Novrizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta (ID): Agromedia. Prawira R. 1990. Organografi dan Terminologi Pengenalan Suku dan Marga

Penting. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan.

Rugayah B. 1992. Flora Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Bogor (ID): Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi.

Sahwalita. 2009. Aplikasi beberapa jenis pupuk pada bibit aquilaria malacensis Lamk. asal anakan alam di persemaian. Di dalam: Suhaendi H, Efendi R, Mindawati N, Wibowo A, Anggraeni I, editor. Peran Iptek Dalam Mendukung Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat. Prossiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan: Palembang, 2 des 2009. Bogor (ID): Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. hlm 45-57.

Siregar N. 2010. Pengaruh warna kulit buah dan asal benih terhadap daya berkecambah dan asal benih terhadap daya berkecambah dan pertumbuhan bibit mindi (Melia azedarach Linn.). Info Benih 14(1):43.

Sudrajat Dj, Kurniaty R, Syamsuwida D, Nurhasybi, Budiman B. 2010. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan: Kajian Standardisasi Mutu Bibit Tanaman Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor.

Susanti S. 2012. aplikasi pupuk daun organik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit jabon (anthocephalus cadamba roxb. miq.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Utami S, Yuna AP, Herdiana N, Rahman T. 2010. Respon pertumbuhan bibit kayu bawang (Disoxylum mollisimum) pada berbagai aplikasi dosis pupuk NPK. Di dalam: Rostiwati T, Mindawati N, Anggraini I, Bustomi S, Effendi R, editor. Prossiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman 2010; Bogor, 1 Des 2010. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. hlm 193-197.

Wijaya E. 2006. Pengaruh beberapa komposisi pupuk daun terhadap pertumbuhan vegetatif Anggrek Dendrobium sp. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wibowo C. 2006. Hubungan antara keberadaan saninten (Castanopsis argentea BLUME) dengan beberapa sifat tanah: kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Yuniarti N. 2008. Pengaruh media dan pupuk NPK (15:15:15) terhadap pertumbuhan dan mutu bibit sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard). Di dalam: Gintings N, Rostiwati T, Effenti R, Wibowo A, editor. Prossiding Workshop Sintesa Hasil Penelitian Hutan Tanaman; Bogor, 19 Des 2008. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. hlm 89-95.

iii RINGKASAN

NOVI HERDIANTI. Pengaruh Dosis Pupuk Akar dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan Bibit Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC). Dibimbing oleh IRDIKA MANSUR.

Saninten (Castanopsis argentea) merupakan salah satu jenis pohon yang selain menghasilkan kayu, juga mengahasilkan buah, dan bahan pewarna dari kulit buah dan kulit kayunya yang bernilai ekonomi. Bibit yang berkualitas baik sangat diperlukan untuk mendapatkan produksi kayu dan non kayu yang optimal.

Dokumen terkait