• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Administrasi Kabupaten Bintan

Kabupaten Bintan merupakan kabupaten yang berbentuk kepulauan karena wilayahnya terdiri dari beberapa gugusan pulau – pulau besar maupun kecil yang jumlahnya mencapai 241 pulau. Luas wilayah Kabupaten Bintan adalah 86.092 Km2, namun luas daratannya hanya 1.946,13 Km2 atau 2,2% dari luas wilayah kabupaten. Kondisi ini menunjukan bahwa wilayah Kabupaten Bintan didominasi oleh ekosistem pantai yang sifatnya spesifik serta mempunyai keragaan biodiversiti dan sumberdaya genetika yang tinggi. Sebagai daerah kepulauan, sebagian wilayahnya ditumbuhi mangrove dengan lebar beberapa meter sampai ratusan meter dan memiliki historis perkembangan yang relatif berbeda-beda. Kawasan mangrove di Kabupaten Bintan memiliki fungsi yang sangat penting bagi perlindungan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta sebagai sistem penyangga kehidupan.

Secara geografis gugus Kabupaten Bintan terletak antara 0º06’17”- 1º34’52”Lintang Utara dan 104º12’47”Bujur Timur di sebelah barat 108º02’27” Bujur Timur di sebelah Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Kabupaten Natuna, Anambas dan Malaysia - Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga

- Sebelah Timur : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang - Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Barat

(BPS Kabupaten Bintan 2014)

Administrasi Kecamatan Teluk Bintan

Berdasarkan Perda No. 11 Tahun 2007 tentang pembentukan kelurahan/desa dan kecamatan baru maka tahun 2007 kecamatan Teluk Bintan terdiri dari 5 desa dan 1 kelurahan, yaitu Desa Pangkil, Desa Pengujan, Desa Penaga, Desa Tembeling, Desa Bintan Buyu dan Kelurahan Tembeling Tanjung. Kecamatan Teluk Bintan terletak antara 0059’11 sampai 1005’33” Lintang Utara dan 104021’52”sampai 104029’50” Bujur Timur. Kecamatan Teluk Bintan merupakan daerah yang berbukit dan sebagian wilayahnya terletak dipinggiran pantai. Perairan Kecamatan Teluk Bintan terdiri dari perairan pantai yang berlumpur campur pasir yang merupakan habitat yang cocok bagi pertumbuhan mangrove.

Wilayah Kecamatan Teluk Bintan berbatasan dengan: - Sebelah Utara : Kecamatan Teluk Sebong - Sebelah Selatan : Kota Tanjung Pinang

- Sebelah Timur : Kecamatan Seri Koala Lobam - Sebelah Barat : Kecamatan Toapaya

Luas wilayah Kecamatan Teluk Bintan mencapai 411,97 km2, dengan luas daratan 185 km2 (44,90 %) dan luas lautan 226,97 km2 (55,10 %). Desa terluas

adalah desa Bintan Buyu dengan luas 49,2 km2 dan desa terkecil adalah desa Tembeling dengan luas 20,2 km2.Luas wilayah masing- masing desa/kelurahan seperti pada Gambar 5berikut ini:

Gambar 5 Luas wilayah masing- masing desa/kelurahan Kecamatan Teluk Bintan (Km2). (Sumber: BPS KabupatenBintan, Teluk Bintan dalam Angka 2014)

Profil Kependudukan

Penduduk merupakan faktor penting pada perkembangan suatu wilayah dan merupakan pelaku kegiatan-kegiatan di wilayah tersebut. Jumlah penduduk di Kecamatan Teluk Bintan adalah 10.299 jiwa yang terdiri dari 5.383 berjenis kelamin laki- laki dan 4.916 berjenis kelamin perempuan. Penduduk di wilayah Kecamatan Teluk Bintan sebagian besar terdiri dari golongan etnis Melayu sebagai penduduk asli atau penduduk lokal yang telah turun temurun bermukim di daerah ini dan sebagian lainnya berasal dari suku Jawa, Tionghoa, Bugis (Sulawesi) dan dari daerah lainnya di Sumatera. Berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk adalah laki-laki. Berikut ini, dapat dilihat jumlah penduduk Kecamatan Teluk Bintan pada masing-masing desa/ kelurahan pada Gambar 6:

Gambar 6 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin masing-masing desa/kelurahan di Kecamatan Teluk Bintan (jiwa)

Sumber: (BPS KabupatenBintan, Teluk Bintan dalam Angka 2014)

Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan memliki pengaruh sangat penting dalam proses pembangunan khususnya di Kecamatan Teluk Bintan. Tingkat pendidikan formal responden nelayan tergolong masih rendah. Sebagian besar tingkat pendidikan nelayan adalah tidak tamat SD dan tamat SD yaitu masing- masing 45 % dan 30 %. Responden yang berpendidikan rendah, motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi hanya untuk mendapatkan keuntungan berupa upah dari kegiatan penanaman mangrove. Pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pentingnya hutan mangrove tersebut disebabkan karena tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan mangrove cukup tinggi terkait dengan mata pencaharian sebagai nelayan (fungsi ekonomi) dan fungsi hutan mangrove untuk melindungi pemukiman (fungsi fisik dan ekologi). Hasil penelitian Rusdianti dan Sunito (2012) memperlihatkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki motivasi partisipasi lebih variatif. Selain motivasi karena kesadaran mereka terhadap pentingnya ekosistem mangrove, mereka juga bisa mencari keuntungan dengan mengikuti kegiatan seperti pelatihan-pelatihan, sehingga mereka bisa menerapkan tambak ramah lingkungan berbasis penghijauan pesisir, berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dari pelatihan dan memiliki nilai ekonomi bagi mereka. Berikut ini, dapat dilihat tingkat pendidikan dilokasi penelitian pada Gambar 7.

Gambar 7Tingkat pendidikan responden

Umur Responden

Umur merupakan suatu indikator umum tentang kapan suatu perubahan harus terjadi. Berdasarkan perbedaan kemampuan mental dan pengalaman yang dimiliki seseorang dikaitkan dengan umurnya. Selain itu, tindakan seseorang akan berbeda sesuai dengan umur yang dimilikinya. Berikut ini produktivitas umur responden dilokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8Persentase produktivitas umur responden

Hasil dari penelitian berdasarkan kategori umur, masyarakat yang menjadi responden pada penelitian ini memiliki kelompok umur yang berbeda. 68,3 % responden memiliki umur diatas 50 tahun dan sebagian besar adalah nelayan.

Sedangkan, 28,6 % responden memiliki umur 26-50 tahun yang merupakan kategori umur produktif. Halim (1992) menjelaskan bahwa umur menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman tindakan dengan berdasarkan usia yang dimiliki.

Kondisi Kualitas Perairan Ekosistem Mangrove

Kualitas lingkungan perairan ekosistem mangrove di Kecamatan Teluk Bintan secara umum masih berada pada batas normal. Walaupun mengalami fluktuasi, kondisi lingkungan perairan tersebut masih dapat ditolerir oleh biota- biota penghuni ekosistem mangrove. Hasil pengukuran parameter fisika dan kualitas perairan dilokasi penelitian disajikan dalam Tabel 8 dibawah ini:

Tabel 8 Data parameter fisika dan kimia lokasi penelitian Stasiun Suhu

(oC)

Salinitas

(psu) DO pH Tekstur Subtrat 1 27,65 25,40 4,90 6,18 Lempung 2 25,20 29,00 4,40 7,40 Lempung berdebu 3 28,20 29,50 5,11 7,10 Lempung berpasir 4 27,00 28,50 6,46 6,70 Lempung berpasir 5 26,00 27,40 5,35 7,00 Lempung berpasir 6 25,65 28,40 4,70 6,80 Lempung 7 28,10 31,00 5,26 8,35 Lempung berdebu 8 27,65 25,50 5,02 8,20 Lempung berpasir 9 27,20 31,00 4,40 8,00 Lempung berdebu 10 27,40 30,00 5,52 7,10 Lempung berpasir 11 29,60 28,80 6,34 7,00 Lempung berpasir

Suhu air merupakan faktor yang menentukan kehidupan dan pertumbuhan mangrove. Suhu hasil pengukuran berkisar antara 25,20 °C – 29,60 °C. Salinitas juga menjadi faktor penyebaran tumbuhan mangrove. Salinitas hasil pengukuran dilokasi penelitian berkisar antara 25,40 - 31 psu. Oksigen terlarut hasil pengukuran di setiap stasiun berkisar antara 4,40 - 6.46 mg/L. Sedangkan nilai pH hasil pengukuran menunjukkan kisaran 6,18 - 8,35. Hasil pengamatan substrat di lokasi penelitian adalah lempung, lempung berpasir dan lempung berdebu.

Struktur Vegetasi Mangrove di Lokasi Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi mangrove di lokasi penelitian, didapatkan kondisi vegetasi mangrove di Kecamatan Teluk Bintan terdiri dari 16 spesies, yaitu Acanthus ilicifolius, Acanthus ebracteatus, Avicennia alba, Avicennia lanata, Brugueira cylindrica, Brugueira gymnorhiza, Excoecaria agallocha, Lumnitzera littorea, Lumnitzera racemose, Nypah, Rhizophora apicullata, Rhizophora mucronata, Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia ovata, Xylocarpus granatum dan Xylocarpus mollucensis.

Hasil pengamatan dilokasi penelitian, penyebaran jenis mangrove terlihat

lebih bervariasi. Hal ini terlihat dari ditemukannya perbedaan jumlah jenis disetiap stasiun pengamatan. Stasiun 1, 2 dan 11 ditemukan 8 jenis mangrove dengan komposisi yang berbeda. Stasiun 7, 8 dan 10 ditemukan 7 jenis mangrove sedangkan stasiun 3 dan 10 terdapat 10 jenis mangrove. Stasiun yang sedikit ditemukan jenis mangrove adalah stasiun 6 yaitu hanya di dominasi oleh

Rhizophora apicullata,dan Xylocarpus granatum.Komposisi jenis mangrove yang terdapat di Kecamatan Teluk Bintan pada umumnya didominasi oleh famili Rhizophoraceae, Combretaceae, Sonneratiaceae dan Meliaceae, tetapi dari keempat famili yang ditemukan tersebut, famili Rhizophoraceae lebih mendominasi. Hal ini karena sebagaian besar substrat yang ada pada lokasi penelitian didominasi oleh substrat berlumpur dan lumpur berpasir. Komposisi jenis mangrove yang tersebar pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Komposisi jenis mangrove yang tersebar pada lokasi penelitian

Kerapatan Jenis, Penutupan Jenis, Frekuensi Jenis dan Nilai Penting

Berdasarkan hasil analisis vegetasi mangrove di Teluk Bintan didapatkan hasil yang berbeda di setiap stasiun pengamatan. Stasiun 3 mempunyai kerapatan jenis paling tingggi dengan nilai 0,28 dan stasiun 2 paling rendah dengan nilai 0,07. Frekuensi jenis paling tinggi di stasiun 3 dengan nilai 5,33 dan paling rendah di stasiun 1 dengan nilai 2,66. Stasiun 2 mempunyai penutupan jenis paling tinggi dengan nilai 2,006 dan stasiun 1 paling rendah dengan nilai 0,57. Hasil analisis vegetasi mengrove dapat dilihat pada lampiran 1.

Dari hasil analisis pada lampiran 1, Rhizophora apiculata memiliki kerapatan relatif yang paling tinggi pada stasiun 3 dengan nilai 32,1 %, stasiun 6 dengan nilai 55,66 %, stasiun 7 dengan nilai 38,46 %, stasiun 8 dengan nilai 34,29 % dan stasiun 9 dengan nilai 18,18 %. Kerapatan relatif Xylocarpus granatum paling tinggi pada stasiun I dengan nilai 38,4 %, stasiun 2 dengan nilai 28,57 %, stasiun 5 dengan nilai 36 % dan 11 dengan nilai 33,33 %. Stasiun 4 dan 9 kerapatan paling tinggi adalah

Scyphiphora hydrophyllacea dengan nilai 18,18- 32,14 %, sedangkan pada stasiun 10 terdapat tiga jenis mangrove yang kerapatan relatif sama dengan 23, 80 % yaitu

Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum dan Excoecaria agallocha. Hasil rata- rata setiap stasiun kerapatan relatif paling tinggi adalah Rhizophora apiculata dan

Xylocarpus granatum. Hal ini menunjukkan setiap stasiun memiliki kondisi ekologi yang sesuai untuk mangrove jenis ini tumbuh dengan baik.

Frekuensi relatif hasil analisis tiap stasiun menunjukkan nilai yang berbeda- beda. Pada stasiun1, Xylocarpus granatum dan Excoecaria agallocha mempunyai nilai paling tinggi yaitu 25 %. Sedangkan pada stasiun 2 Excoecaria agallocha

mempunyai nilai paling tinggi yaitu 25 %. Hasil analisis pada stasiun III menunjukkan Rhizophora apiculate dan Brugueira gymnorhiza memiliki nilai frekuensi relatif paling tinggi dengan 18,75 %. Excoecaria agallocha dan

Scyphiphora hydrophyllacea memiliki nilai frekuensi relatif paling tinggi pada stasiun 4 dengan nilai 23,08 %, sama halnya pada stasiun 5 dan 7 Scyphiphora hydrophyllacea mempunyai nilai frekuensi relatif paling tinggi dengan 27,2 - 37,5%. Stasiun yang sama yaitu stasiun 7, Lumnitzera racemose mempunyai nilai frekuensi paling tinggi yaitu 27,27 %. Rhizophora apiculata dan Xylocarpus granatum mempunyai nilai frekuensi paling tinggi pada stasiun 6 dengan nilai 50% dan stasiun 10 dengan nilai 25 %. Rhizophora apiculata masih mempunyai nilai frekuensi paling tinggi pada stasiun 8 dengan nilai 27,27 %, stasiun 9 dengan nilai 21,43 % dan stasiun 11 dengan nilai 30 %. Tingginya nilai frekuensi relatif setiap stasiun pengamatan ditentukan oleh kondisi lingkungan yang memungkian mangrove untuk tumbuh optimal.

Hasil analisis tentang penutupan jenis relatif menunjukan pada setiap stasiun,

Xylocarpus granatum mempunyai nilai yang paling tinggi, kecuali pada stasiun 10 dimana Rhizophora apiculata mempunyai nilai paling tinggi yaitu 20,42 %. Pada stasiun 6, Xylocarpus granatum menunjukkan nilai paling tinggi dengan 56,41 % dan stasiun 9 nilai penutupan jenis relatif Xylocarpus granatum menunjukkan nilai rendah dengan 20,49 %. Hasil analisis menunjukkan bahwa indeks nilai penting dilokasi penelitian didominasi oleh jenis Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum dan Scyphiphora hydrophyllacea dengan perbedaan nilai setiap stasiun. Pada stasiun 4 didominasi oleh jenis Scyphiphora hydrophyllacea dengan nilai INP 83,61 %. Mangrove jenis Xylocarpus granatum mendominasi pada stasiun 1, 2, 5 6, 9 dan 11, dimana paling tinggi nilai INP distasiun 6 yaitu 150,86 % dan paling rendah di stasiun 9 dengan 49,92 %. Sedangkan pada stasiun 3, 7, 8 dan 10 didominasi oleh jenis Rhizophora apiculate, dengan nilai paling tinggi distasiun 8 yaitu 91,17 % dan nilai paling rendah distasiun 3 yaitu 59,14 %. Tingginya indeks nilai penting Rhizophora apiculata, Xylocarpus granatum dan Scyphiphora hydrophyllacea menunjukkan jenis mangrove tersebut berperan cukup penting dalam menjaga keberlangsungan ekosistem.

Tingkat Kerusakan Mangrove di Kecamatan Teluk Bintan

Berdasarkan hasil analisis kriteria baku dan pedoman kerusakan mangrove KEPMENLH 201 tahun 2004, mangrove di Teluk Bintan masuk dalam kriteria baik (sangat padat dan sedang) dan kriteria rusak (jarang). Hal ini didasarkan oleh jumlah kerapatan pohon/hektar hasil pengamatan disetiap stasiun pengamatan. Hasil kerapatan mangrove di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Tingkat kerusakan di lokasi penelitian

Kerapatan fase pohon yang masuk dalam kategori baik (sangat padat) dan paling tinggi di ditemukan pada stasiun 3 yaitu 2800 pohon/hektar, lalu berturut- turut stasiun 6 dengan 2700 pohon/hektar, stasiun 1 yaitu 2600 pohon/hektar, stasiun 11 yaitu 2100 pohon/ hektar,, dan stasiun 7 yaitu 1734 pohon / hektar,. Selanjutnya fase pohon yang masuk dalam kategori baik (sedang) berada di stasiun 8 dengan kerapatan pohon 1167 pohon/ hektar, stasiun 9 dengan 1100 pohon/ hektar, dan stasiun 10 yaitu 1300 pohon/ hektar. Stasiun penelitian yang masuk dalam kategori rusak (jarang) dan paling sedikit jumlah pohon/ hektar, berada di stasiun 2 dengan 700 pohon/ hektar, lalu berturut- turut stasiun 5 yaitu 834 pohon/ hektar, dan stasiun 4 yaitu 934 pohon/ hektar. Hasil pengamatan dilokasi penelitian terlihat bahwa jumlah individu kategori anakan dan semai berjumlah cukup besar, yaitu anakan paling banyak ada di stasiun III dengan 3000 individu/hektar, dan paling sedikit jumlahnya ada di stasiun V, yaitu 1343 individu/ hektar. Sama halnya dengan semai dengan jumlah paling banyak ditemukan di stasiun IX yaitu 2233 individu/ hektar, dan paling sedikit jumlahnya di stasiun VI yaitu 567 individu/ hektar.

Perubahan Luasan Mangrove di Teluk Bintan

Analisis perubahan tutupan mangrove pada penelitian ini dilakukan pada tiga tahun pengamatan, yaitu tahun 1990, 2003, dan 2013. Berdasarkan interpretasi visual terhadap data penginderaan jauh, didapatkan informasi bahwa luas tutupan mangrove mengalami penurunan tiap tahun pengamatan. Berturut turut luasan tutupan mangrove di Kecamatan Teluk Bintan pada tahun 1990 dengan luas 1847, 43 hektar, tahun 2003 dengan luas 1556,1 hektar dan tahun 2013 dengan luas 1346,43 hektar. Dari tahun 1990 hingga 2013 luasan mangrove mengalami penurunan sebesar 501,39 hektar atau 27,1 %. Informasi luas dan perubahan luas tutupan mangrove tersebut dapat dilihat pada Tabel dan Gambar 9 berikut ini.

Tabel 9 Perubahan luasan mangrove Tahun Luasan (hektar) Persentase luasan mangrove (%) Luasan berkurang (tahun) Luasan (hektar) Persentase luasan berkurang (%) 1990 1847,43 100 1990- 2003 291,33 15,8 2003 1556,10 84,2 2003- 2013 210,06 11,3 2013 1346,04 72,9 1990- 2013 501,39 27,1

Gambar 9 Perubahan luasan mangrove di Kecamatan Teluk Bintan Tahun 1990 sampai 2013

Persepsi Stakeholder Terhadap Keberadaan Ekosistem Mangrove

Pertanyaan yang diajukan selama penelitian menyangkut sikap dan pendapat responden masyarakat terhadap pengelolaan mangrove di ekosistem mangrove Kecamatan Teluk Bintan. Hasil rekapitulasi jawaban dapat dilihat pada Tabel 10, 11, 12, 13.

Tabel 10 Pemahaman tentang ekosistem mangrove dan manfaatnya

Tabel 11 Persepsi masyarakat mengenai kondisi ekosistem mangrove

No Pertanyaan Jawaban (%)

5 4 3 2 1

1 Keadaaan ekosistem mangrove saat ini 0 33.3 41.7 25 0 2

Kondisi sumberdaya biota/hewan di ekosistem mangrove di Kecamatan Teluk Bintan dalam 10 tahun terakhir

0 3.3 8.3 78.3 10

3

Kondisi ukuran jenis ikan,udang dan kepiting di ekosistem mangrove di Kecamatan Teluk Bintan dalam 10 tahun terakhir

0 0 25 75 0

4

Kondisi hasil tangkapan ikan, kepiting dan udang di ekosistem mangrove Teluk Bintan dalam 10 tahun terakhir

0 6.7 58.3 26.7 8.3

Tabel 12 Keterlibatan pemerintah dalam pelestarian ekosistem mangrove

No Pertanyaan Jawaban (%)

5 4 3 2 1

1 Pemahaman dengan istilah ekosistem mangrove 5 81.7 10 3.3 0 2 Pemahaman mengenai fungsi dan manfaat dari

ekosistem mangrove 0 66.7 20 13.3 0

3 Peraturan desa/adat yang mengatur tentang

pemanfaatan hutan mangrove 0 0 100 0 0

4 Pemanfaatan hutan mangrove sebagai bahan

kayu bakar, bangunan dan arang 5 20 16.7 55 3.3

5 Mencari kepiting atau kerang di mangrove 8.3 6.7 58.3 26.7 0 6 Keadaan hutan mangrove berpengaruh terhadap

hasil tangkapan ikan, kepiting, dan udang 20 80 0 0 0

No Pertanyaan Jawaban (%)

5 4 3 2 1

1 Pemerintah memprogramkan/ melaksanakan

pelestarian hutan mangrove 0 0 5 78.3 16.7

2

Pemerintah mengadakan penyuluhan/ pelatihan/ pembinaan kepada masyarakat tentang pengelolaan ekosistem mangrove

0 0 0 33.3 66.7

3

Kebijakan serta koordinasi instansi terkait dengan masyarakat dalam bidang pelestarian hutan mangrove

0 56.7 36.7 6.7 0

4

Apabila ada suatu ketetapan peraturan daerah yang mengatur tentang pelestarian hutan mangrove

Tabel 13 Partisipasi masyarakat dalam pelestarian ekosistem mangrove

Keterangan: 5 :

Sangat mengerti/Banyak/Sangat Sering (≥10 kali)/Sangat Berpengaruh/Sangat Baik/Semakin Banyak Jenisnya/Semakin Besar/Sangat Meningkat/Sangat Setuju

4 : Mengerti/Ada/Sering (7 –9 kali)/ Berpengaruh/Baik/Banyak Jenisnya/Besar/Meningkat/Setuju

3 : Kurang Mengerti/Tidak Ada/Agak Sering (4–6 kali)/Agak Berpengaruh/Sedang/Sama Saja/Kurang Setuju/Kurang Baik

2 : Tidak Mengerti/Tidak Tahu/Jarang (1-3 kali)/Tidak Berpengaruh/ Rusak/Berkurang Jenisnya/Semakin Kecil/Berkurang/Tidak Setuju/Buruk 1 :

Sangat Tidak Mengerti /Sangat Tidak Berpengaruh/Sangat Rusak/Sangat Kecil/Sangat Berkurang/Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah (0 kali)/Sangat Buruk/Sangat Berkurang

Hasil analisis kuisioner menunjukkan bahwa 86,67 % masyarakat sekitar kawasan ekosistem mangrove Kecamatan Teluk Bintan mengerti dengan ekosistem mangrove. Pemahaman ini tidak hanya dengan istilah, tetapi juga mengenai fungsi dan manfaat dari ekosistem mangrove tersebut, yaitu dengan 66,67 % jawaban dari masyarakat. Sehingga 58,3 % masyarakat agak sering (4 – 6 kali/bulan) dalam mencari ikan, kepiting/ kerang. Sama halnya dengan pemanfaatan hutan mangrove sebagai bahan kayu bakar, bangunan dan arang, 55 % masyarakat mengaku jarang (intensitas 1-3 kali) dan 20 % sering dengan instensitas 7-9 kali dalam sebulan. Masyarakat menyadari bahwa kondisi vegetasi mangrove berdampak kepada peningkatan hasil tangkapan ikan, udang dan kepiting sehingga 80 % responden menjawab berpengaruh dan 20 % repondeng menjawab sangat berpengaruh. Namun yang terjadi belum ada peraturan desa/adat yang mengatur tentang pemanfaatan hutan mangrove di Kecamatan Teluk Bintan.

No Pertanyaan Jawaban (%)

5 4 3 2 %

1

Mengikuti kegiatan pelestarian dan pengelolaan mangrove (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang difasilitasi oleh pemerintah atau lembaga lain

0 0 0 11.7 88.3

2 Melakukan penanaman/pemeliharaan

mangrove atas kehendak sendiri 0 0 0 0 100

3 Mengikuti kegiatan penanaman mangrove

oleh pemerintah dan Lembaga lain 0 0 6.7 16,7 76.7 4

Apabila dalam pelestarian ekosistem

mangrove perlu dilakukan pengawasan oleh pemerintah

25 75 0 0 0

5

Apabila pemerintah melakukan program pembinaan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan agar masyarakat dapat berpartisipasi terhadap pelestarian hutan mangrove

Mengenai kondisi ekosistem mangrove di Kecamatan Teluk Bintan, 41,67 % responden menjawab dalam kondisi sedang 33,33 % responden kondisi baik dan 25 % responden dalam kondisi rusak. Kondisi ekosistem mangrove berpengaruh terhadap sumberdaya biota/hewan di ekosistem mangrove di Kecamatan Teluk Bintan dalam 10 tahun terakhir dengan 78,3 % responden menjawab berkurang. Selain berkurangnya sumberdaya hewan, 75 % responden menyatakan bahwa ukuran jenis ikan, udang dan kepiting di ekosistem mangrove semakin kecil. Hal ini berdampak terhadap hasil tangkapan masyarakat, sehingga 58,33 % responden menjawab sama saja, 26,67 % responden menajwab berkurang.

Partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove masih sangat rendah, diketahui bahwa 88,33 % tidak pernah mengikuti kegiatan pelestarian dan pengelolaan mangrove (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang difasilitasi oleh pemerintah atau lembaga lain. Tingkat swadaya masyarakat dalam upaya penanaman mangrove di sekitar Kecamatan Teluk Bintan masih rendah, 76,67 % responden tidak pernah melakukan penanaman mangrove yang dilakukan pemerintah dan lembaga lain dan 83,9 % reponden tidak pernah sama sekali melakukan penanaman mangrove atas kehendak sendiri. Masyarakat sangat mendukung upaya pengelolaan di Kacamatan Teluk Bintan, hal ini dapat diketahui dari 80 % reponden setuju apabila pemerintah melakukan program pembinaan kepada masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan agar masyarakat dapat berpartisipasi terhadap pelestarian hutan mangrove.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah masih jarang dilaksanakan karena 66,7 % responden menjawab tidak pernah pemerintah mengadakan penyuluhan/pelatihan/pembinaan kepada masyarakat tentang pengelolaan ekosistem mangrove. Masyarakat menilai kebijakan serta koordinasi instansi terkait dengan masyarakat dalam bidang pelestarian dan pengelolaan ekosistem mangrove berjalan dengan baik. Oleh karena itu, 78,33 % responden setuju apabila ada suatu ketetapan peraturan daerah yang mengatur tentang pelestarian hutan mangrove.

Pertanyaan yang diajukan kepada stakeholder pemerintah menyangkut tentang peran aktif masing-masing Dinas terkait dalam pengelolaan mangrove di Kecamatan Teluk Bintan. Hasil rekapitulasi jawaban dapat dilihat di tabel 14.

Tabel 14 Pemahaman tentang ekosistem mangrove dan manfaatnya

No Pertanyaan Jawaban (%)

5 4 3 2 1

1 Sosialisasi peraturan perundangan tentang

perlindungan dan pelestarian mangrove dalam satu tahun terakhir

0 14, 2 71, 4 14, 2 0

2 Pelanggaran peraturan perundangan tentang

perlindungan dan pelestarian mangrove satu terakhir yang sering dilakukan masyarakat

Tabel 14 Pemahaman tentang ekosistem mangrove dan manfaatnya

No Pertanyaan Jawaban (%)

5 4 3 2 1 4 Sistem penanganan dalam

penyelesaian pelanggaran oleh masyarakat

- Memberikan himbauan kepada pemangku kawasan

- Menurunkan tim lapangan untuk menelusuri permasalahan yang terjadi

- Memberikan teguran lisan dan tertulis

- Menghentikan aktivitas pengrusakan yang terjadi 5 Peran serta dalam memberikan

bantuan pemberdayaan masyarakat dalam satu tahun terakhir

0 42, 8 57, 1 0 0

6 Terlibat langsung dalam pengawasan ekosistem mangrove dalam satu terakhir

0 28, 5 57, 1 14, 2 0 7 Melibatkan masyarakat untuk

melakukan penanggulangan kerusakan ekosistem mangrove

0 14, 2 28, 5 57, 3 0 8 Bentuk pelibatan kepada

masyarakat

- Melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pengelolaan mangrove - Pelatihan pengolahan buah

mangrove

- Melakukan penanaman mangrove - Membentuk Hutan Kemasyarakatan

Mangrove 9 Melakukan kajian, monitoring

terhadap ekosistem mangrove dalam satu tahun terakhir

0 0 28, 5 71, 5 0

10 Kendala dalam Pengelolaan Ekosistem mangrove

- Investarisasi/ pendataan potensi mangrove

- Belum ada aturan tertulis pemerintah daerah

- Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan mangrove - Status kawasan mangrove

- Belum adanya Kelembagaan yang fungsinya sebagai pengawasan dalam pengelolaan ekosistem mangrove

Tabel 14 Pemahaman tentang ekosistem mangrove dan manfaatnya

No Pertanyaan Jawaban

11 Cara Mengatasi kendala dalam pengelolaan ekosistem

mangrove

- Perlu adanya peraturan tertulis daerah terkait pengelolaan ekosistem mangrove

- Melakukan pendataan mengenai potensi mangrove

- Memberikan kegiatan yang bisa menambah penghasilan masyarakat untuk mengalihkan perambahan hutan oleh masyarakat

- Melakukan pembinaan dan

pelatihan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya melestarikan hutan mangrove

12 Kebijakan pemerintah daerah terkait dengan pengelolaan ekosistem mangrove

- Pembinaan secara teknis terkait penanaman mangrove

- Melarang pemanfaatan hasil hutan kayu di kawasan mangrove

- Mengembangkan ekowisata di kawasan mangrove

13 Aturan larangan konversi mangrove

- Perda No 2 Tahun 2010 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (pasal 62) - UU No 19 Tahun 2004 tentang

Kehutanan

- Perda No 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bintan 2011-2031 14 Teknologi Pemanfaatan

mangrove dalam upaya meningkatkan perekonomian masyarakat

- Sebagai lokasi ekowisata mangrove - Pengolahan buah mangrove

15 Kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove

- Kerjasama dengan ITTO melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

- Kerjasama dengan pihak Banyan tree melalui CSRnya

- Kerjasama dengan pihak Yayasan Ekowisata Tunas Harapan

Keterangan:

Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove di Kecamatan Teluk Bintan Tabel 14 Pemahaman tentang ekosistem mangrove dan manfaatnya

No Pertanyaan Jawaban

16 Menyikapi pembukaan tambak yang mengurangi dan merusak mangrove

- Didalam RTRW Kabupaten Bintan 2013-2031 sebenarnya sudah jelas bahwa lokasi tersebut adalah hutan lindung, oleh karena itu tidak diizinkan adanya pembukaan tambak. Hal yang harus disikapi adalah tentang proses perizinannya. Langkah/sikap yang diambil

- Melaksanakan rehabilitasi mangrove dilahan kritis

- Melakukan pencegahan dengan cara pendekatan dan penyadaran kepada pemilik lahan tentang teknologi tepat guna mengenai

Dokumen terkait