• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1 Penetapan Modifikasi Metode Analisis

Prinsip dasar dari penetapan 3-MCPD ester adalah mengubah 3-MCPD ester menjadi 3-MCPD dengan tahapan sebagai berikut: baku internal ditambahkan kedalam sampel, kemudian dilakukan transesterifikasi dengan natrium metoksida dalam metanol (metanolisis), diikuti dengan netralisasi dan salting out, derivatisasi dengan PBA (Tabel 4.1) yang selanjutnya dianalisis dengan GC-MS.

Isoheksan digunakan sebagai lautan pengekstrasi dan heksan digunakan sebagai pelarut analit yang akan diuji (larutan uji) pada metode Weihaar. Metode modifikasi menggunakan heksan sebagai larutan pengekstraksi dan larutan uji dengan pertimbangan; 1) Secara umum tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara isoheksan dan heksan (Tabel 4.2); 2) Heksan lebih umum digunakan sebagai larutan pengekstraksi pada industri minyak nabati; 3) Lebih ekonomis. Selain itu hal yang lebih utama adalah metode analisis ini dipilih berdasarkan kemudahan penerapannya di laboratorium.

Tabel 4.1 Tahapan pengujian dan hasilnya Tahapan analisis Hasil Sampel minyak goreng sawit ditambah

baku internal (3-MCPD-d5)

Baku internal bebas menjadi terikat dengan ester asam lemak, seperti dipalmitoil-3-MCPD-d5.

Transesterifikasi atau metanolisis

Perubahan bentuk baku internal dan analit

Dipalmitoil-3-MCPD-d5 dibebaskan menjadi 3-MCPD-d5 dan dipalmitoil-3- MCPD menjadi 3-MCPD.

Triasilgliserol dan asilgliserol lainnta diubah menjadi FAME dan gliserol, selanjutnya 3-MCPD ester diubah menjadi 3-MCPD.

Netralisasi dan salting out Menghentikan reaksi pembentukan 3- MCPD

Derivatisasi 3-MCPD menggunakan PBA

Membentuk 4-Chloromethyl-2-phenyl- 1,3,2-dioxaborolane

24

Tabel 4.2 Karakteristik isoheksan dan heksan

Karakteristik Isoheksan Heksan

Struktur

Rumus molekul C6H14 C6H14

Berat massa 86.1754 86.1754

Nama sistematik 2-methylpentane Hexane

Titik didih 60.3 °C 68.7°C

Titik leleh -153.7 °C -95.3 °C

Kelarutan 0.02 g/l (20 °C) 0.0095 g/l (20 °C)

Data toksikologi LD50 rat > 2000 mg/kg (oral) LD50 rat 25000 mg/kg (oral) LD50 rabbit > 2000 mg/kg

(dermal)

LD50 rabbit > 2000 mg/kg (dermal)

Penggunaan - Industri minyak - Industri kulit

- Ekstraksi minyak nabati - Pelarut lem

- Pembersih Sumber: Wikipedia (2013)

Tahapan validasi metode diawali dengan uji pendahuluan. Tahapan uji pendahuluan meliputi penetapan larutan pengekstrasi, kondisi GC-MS, waktu retensi 3-MCPD dan 3-MCPD-d5 dan ion m/z yang digunakan untuk analisis

kuantitatif serta dilakukan uji kesesuaian sistem, sedangkan validasi metode parameternya adalah uji spesifisitas, linieritas, akurasi, presisi, batas deteksi (LoD) dan batas kuantitasi (LoQ).

Baku internal adalah baku yang ditambahkan ke dalam matrik sampel dengan jumlah tertentu yang biasanya tetap. Baku internal yang digunakan adalah senyawa yang mudah dibedakan dari analit namun memiliki sifat kimia sama. Metode analisis ini menggunakan isotop 3-MCPD sebagai baku internal yaitu 3- MCPD-d5. Penggunaan isotop diharapkan tidak mempengaruhi matrik sampel dan

proses preparasi sehingga analit yang akan diuji memiliki sifat dan karakter yang sama dengan dengan analit pada sampel.

Penentuan nilai m/z ditentukan dengan detektor spektrum massa menggunakan ion m/z 91,147, 196 untuk 3-MCPD dan ion m/z 93, 150, 201 untuk 3-MCPD-d5 (Svejkovska et al. 2006; Zelinkova et al. 2006; Wehaar

2008). Kromatogram yang dihasilkan diidentifikasi dengan memperhatikan respon spektrum, luas area dan gangguan pada puncak kromatogram. Intensitas spektrum terbesar adalah ion m/z 147 3-MCPD dan ion m/z 150 untuk 3-MCPD-d5, hal ini

menjadi salah satu alasan pemilihan ion tersebut untuk analisis kuantitatif, walaupun spektrum yang biasanya digunakan untuk penentuan kuantitatif adalah spektrum ion dengan berat molekul terbesar (Gambar 4.1).

25

Gambar 4.1 Spektrum massa hasil derivatisasi PBA untuk 3-MCPD-d5 dan 3-

26

Gambar 4.2 Kromatogram TIC derivatisasi 3-MCPD-d5 dan 3-MCPD (A),

3-MCPD-d5 m/z 201 (B), 3-MCPD-d5 m/z 150 (C), 3-MCPD m/z

196 (D), 3-MCPD m/z 147 (E)

Kromatogram TIC (total ion chromatograms) dengan menggunakan mode deteksi scan menghasilkan luas puncak gabungan seluruh spektrum massa yang sebanding dengan konsentrasi analit terukur, namun kromatogram baku internal dan eksternal tidak terpisah sempurna, untuk mengatasinya maka digunakan mode ion selektif (SIM) yang dapat memisahkan puncak kromatogram analit (Gambar 4.2). Selain itu SIM waktu siklusnya lebih pendek dari pada mode deteksi scan, maka analisis kuantitatif lebih optimal dan lebih baik akurasi dan presisinya (HP 1998).

Penentuan ion kuantitasi selain dari spektrumnya dapat pula ditentukan berdasarkan kromatogramnya. Ion yang dipilih adalah ion yang memiliki puncak tanpa interferensi atau ion yang memiliki gangguan sedikit mungkin, serta sensitif yang ditunjukkan oleh luas area puncak. Kromatogram analit dengan konsentrasi yang sama dan rendah ditunjukkan pada Gambar 4.2. Kromatogram 3-MCPD

27

pada ion m/z 91 puncak matriks lebih dominan, pada m/z 196 walaupun puncak matrik tidak tampak namun pada puncak analit terlihat ada gangguan pada kedua sisinya sehingga bagian bawah puncak terlihat lebih lebar dan luas area puncaknya lebih kecil dibandingkan kedua ion yang lain. Berdasarkan spektrum dan kromatogram yang dihasilkan maka ion kuantitaf untuk 3-MCPD yang dipilih adalah ion m/z 147 karena memiliki interferensi paling kecil dan luas area puncaknya besar, sementara pemilihan ion kuantitatif 3-MCPD-d5 ditentukan

hanya berdasarkan besaran luas area puncak, sedangkan gangguan terhadap puncak diabaikan karena pada ketiga kromatogram tidak terlihat adanya gangguan. Ion hasil derivatisasi yang terbentuk untuk masing-masing nilai m/z seperti terlihat pada Tabel 4.3.

Gambar 4.3 Kromatogram ion m/z 91 (7A), 147 (7C), 196 (7E) (3-MCPD) dan ion m/z 93 (7B), 150 (7D), 201 (7F) (3-MCPD-d5)

28

Tabel 4.3 Karakteristik ion (m/z) pada spektrum massa 3-MCPD dan 3- MCPD-d5 terderivatisasi Berat Molekul M-(CH2Cl) + (C7H7) + 3-MCPD 196 147 91 M = 3-MCPD-d5 201 150 93

4.2 Validasi Metode Analisis

Spesifisitas terhadap analit

Uji spesifisitas dilakukan untuk mengetahui bahwa metode analisis dapat menentukan dan mengukur konsentrasi analit dengan adanya komponen- komponen lain dalam sampel. Tahapan preparasi sangat mempengaruhi hasil pengujian, isolasi yang efektif akan menghasilkan analit yang terpisah dari matriksnya. Kromatogram memperlihatkan puncak analit yang terpisah dari puncak-puncak lain sehingga memudahkan identifikasi dan pengukuran, bahkan pada sampel yang mengandung analit dengan kadar rendah (Gambar 4.5).

Linieritas dan rentang kerja pengujian

Linieritas suatu metode analisis dapat menunjukkan hubungan yang proporsional antara respon dan konsentrasi analit pada rentang kerja yang ditunjukkan dengan nilai koefesien korelasi (r) lebih besar dari 0.99 (AOAC 2002). Linieritas dievaluasi dengan memetakan area daerah puncak yang merupakan rasio dari area baku eksternal dan baku internal terhadap rasio konsentrasi baku eksternal dan baku internal dimana umumnya antara keduanya membentuk hubungan linier. Penetapan rentang kerja perlu dilakukan untuk setiap metode kuantitatif, sehingga metode terpilih dapat diterapkan. Hal ini merujuk pada konsentrasi sebenarnya yang diukur dalam larutan uji dan bukan dalam sampel sebenarnya. Dalam rentang kerja yaang telah ditentukan, kemungkinan menghasilkan respon yang memiliki hubungan linear dengan kadar analit (Eurachem 1998).

Delapan konsentrasi baku eksternal yang digunakan 0.008-0.377mg/L dan konsentrasi tetap baku internal sebesar 0.13 mg/Lmembentuk persamaan regresi y = 0.076x + 0.005 dengan koefisien korelasi (r) 0.994 (Gambar 4.4).

Presisi dan akurasi hasil uji

Presisi adalah ukuran dari pengulangan suatu metode analisis yang atau akan digunakan secara berkala dan biasanya dinyatakan sebagai persen koefisien variasi. Uji presisi dapat diterima jika persen koefisien variasi lebih kecil dari dua pertiga koefisien variasi Horwizt atau memenuhi nilai HorRat. Akurasi adalah kedekatan antara hasil pengujian dengan nilai benar.

29

Uji presisi dan akurasi dilakukan pada sampel blanko yang ditambahkan baku eksternal dan internal dengan konsentrasi yang sama yaitu 0.13 mg/L dalam 100 mg sampel dengan tujuh ulangan, seperti pada Tabel 4.4.

Gambar 4.4. Kurva linieritas 3-MCPD dalam blanko sampel minyak goreng sawit

Gambar 4.5 Kromatogram 3-MCPD pada ion m/z 147

Batas deteksi dan batas kuantitasi analit dalam sampel

Batas deteksi merupakan konsentrasi minimum analit yang dapat dideteksi, batas kuantitasi adalah konsentrasi minimum yang dapat ditentukan kuantitasnya dan keduanya memenuhi persyaratan akurasi dan presisi.

30

Tabel 4.4 Nilai LoD dan LoQ dari beberapa jenis bahan pangan

Batas deteksi (LoD) dan kuantitasi (LoQ) pada penelitian ini adalah 0.06 mg/kg dan 0.20 mg/kg sampel minyak goreng sawit, jika dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti pada tabel (Tabel 4.4) validasi metode ini menunjukkan hasil yang lebih sensitif.

Hasil validasi yang dipaparkan telah melalui tahapan identifikasi data yaitu kompenen yang digunakan pada analisis memiliki kejelasan sumber, identitas, dan kemurniaan baku. Kinerja validasi ditunjukkan pada pengulangan, rekoveri dan batas pengukuran. Data tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk masing-masing parameter validasi.

Tabel 4.5 Hasil uji presisi, rekoveri, batas deteksi dan batas kuantitasi

Rerata SD KV (%) 2/3 KV Horwitz (%) HorRat Persyaratan Presisi (mg/kg) 4.06 0.25 6.16 8.64 0.680 KV<2/3KV Horwitz (Codex 2010) HorRat 0.5-2.0 (AOAC 2005) Rekoveri (%) 95.83-113.27 6.26 6.16 - - 10 mg/kg, 80-115% (AOAC 2002) 0.1 mg/kg, 75-120% (AOAC 2002) Batas deteksi 0.06 (mg/kg) Batas kuantitasi 0.20 (mg/kg)

Sampel LoD LoQ Referensi

Minyak goreng sawit (3-MCPD)

0.06 mg/kg 0.20 mg/kg Hasil validasi penelitian Minyak goreng sawit

(3-MCPD) 0.25 mg/kg 0.5 mg/kg Razak et al. 2012 Safflower (3-MCPD) 50-150 µg/kg Weiβhaar 2008 Minyak nabati (3-MCPD) 3 µg/kg 9 µg/kg Zelinkova et al. 2006 Virgin oil (3-MCPD ester) 100 µg/kg 300 µg/kg Zelinkova et al. 2006 HVP (3-MCPD ester) 1.1 mg/kg 3.3 mg/kg Divinova et al. 2004 Produk pangan (3-MCPD ester) 1.1-36.8 mg/kg Svejkovska et al. 2004

31

4.3 Analisis 3-MCPD dan Esternya dalam Minyak Goreng Sawit

Metode analisis tervalidasi digunakan untuk menetapkan kadar 3-MCPD total dan 3-MCPD dalam minyak goreng sawit komersial yang diperoleh dari pasar tradisional, hasilnya tercantum pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Kadar 3-MCPD total dan 3-MCPD dalam minyak goreng sawit Kode sampel 3-MCPD total (mg/kg) 3-MCPD (mg/kg)

S1 15.77 3.54 S2 15.99 3.59 S3 16.86 3.79 S4 18.16 3.69 S5 17.99 3.81 S6 16.95 3.92 Rerata 16.96 3.72 SD 0.99 0.14 KV (%) 5.83 3.81 2/3 KV Horwitz (%) 6.97 8.75

Kadar 3-MCPD ester ditentukan berdasarkan selisih 3-MCPD total dan 3- MCPD bebas, yaitu sebesar 13.24 mg/kg pada minyak goreng sawit. Hasil yang berada pada rentang kadar 3-MCPD ester sampel minyak goreng sawit pada uji profisensi EU-JRC dengan kisaran hasil 0.6-18.8 mg/kg dan laboratorium yang memenuhi nilai z score sebanyak 56% (Karasek et al. 2010). Larsen (2009) melaporkan bahwa minyak goreng sawit mengandung 3-MCPD ester dengan kadar 4.5-13 mg/kg.

Keberadaan senyawa 3-MCPD dan esternya dalam pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya suhu, pH, kadar air, gula dan lemak, cara pengolahan dan kondisi penyimpanan (Baer et al. 2010). Pada minyak goreng sawit 3-MCPD dan esternya dapat terbentuk pada saat pengolahan saat degumming dan bleaching, adapun penggunaan klorida selalu dimonitoring selama proses pengolahan.

Analisis 3-MCPD total juga dilakukan terhadap sebelas minyak goreng sawit komersial berbeda merek menunjukkan kadar 3-MCPD total bervariasi antara 13.94-34.52 mg/kg (Tabel 4.7). Hal ini diduga terjadi akibat pengaruh proses pengolahan dan lama waktu penyimpanan minyak goreng sawit. Kadar air yang tinggi dan enzim lipase yang ada dalam minyak goreng sawit selama penyimpanan minyak goreng sawit dapat membentuk asilgliserol, terutama diasilgliserol, yang akan menjadi sumber pembentukan 3-MCPD ester (Karsulinova et al. 2007).

32

Tabel 4.7 Kadar 3-MCPD total, DAG, TAG dan ALB dalam minyak goreng sawit komersial

No Sampel 3-MCPD

total (mg/kg) DAG (%) TAG (%) ALB (%) 1 23.60 5.21 94.80 0.19 2 14.79 5.17 94.83 0.17 3 25.50 5.59 94.34 0.15 4 34.52 7.87 92.13 0.11 5 26.79 5.90 94.10 0.13 6 33.36 5.56 94.44 0.13 7 27.10 6.31 93.69 0.13 8 31.62 6.27 93.72 0.23 9 16.66 5.63 94.37 0.18 10 33.92 6.26 93.74 0.11 11 13.94 3.62 96.38 0.11 Rerata 25.62 5.76 94.23 0.15 SD 7.65 1.03 1.029 0.04

Minyak goreng sawit merupakan salah satu komponen penting dalam proses pengolahan pangan, terutama penggorengan, yang berfungsi sebagai penghantar panas. Selama penggorengan, minyak dipanaskan pada waktu yang lama dengan suhu tinggi dan berada pada kondisi terdapat udara dan air. Situasi dan kondisi ini bisa menjadi pencetus terjadinya reaksi kimia dalam minyak goreng sawit.

Sebelas sampel minyak goreng sawit yang telah diketahui 3-MCPD total juga ditentukan kadar diasilgliserida (DAG), triasilgliserida (TAG) dan kandungan asam lemak bebasnya (ALB). Penentuan ini dilakukan untuk melihat korelasinya dengan kandungan 3-MCPD dan esternya dalam minyak goreng sawit seperti terlihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Hubungan antara diasilgliserida dengan 3-MCPD yang terkandung dalam minyak goreng sawit

33

Diasilgliserida memperlihatkan korelasinya dengan kandungan 3-MCPD total, sampel yang mengandung diasilgliserida tertinggi 7.87% mengandung 3- MCPD total sebanyak 34.517 mg/kg sementara sampel yang mengandung diasilgliserida terendah 3.62% mengandung 3-MCPD total sebanyak 13.937 mg/kg (Tabel 4.7 dan Gambar 4.6). Hasil ini sama dengan penelitian Greyt (2010) yang menyatakan bahwa diasilgliserida memilili korelasi dengan 3-MCPD ester, jika kadar diasilgliserida lebih besar dari 4%, maka kadar 3-MCPD ester umumnya lebih besar dari 5 ppm.

Dokumen terkait