Ransum komplit merupakan campuran dari berbagai bahan pakan sesuai dengan proporsinya untuk mendapatkan kadar gizi yang lengkap. Menurut Hartadi dan Tilman (1997) ransum komplit dapat mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi tanpa tambahan bahan. Ransum komplit dapat digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi ternak. Bahan ransum komplit yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bungkil kelapa, jagung kuning, pollard, urea, CaCO3, rumput lapang serta pucuk dan ampas tebu. Ransum yang dihasilkan diharapkan dapat meningkatkan konsumsi saat hijauan ataupun konsentrat ketersediaannya terbatas.
Wafer ransum komplit merupakan salah satu produk pengolahan pakan yang telah mengalami pemadatan dan mendapatkan pemanasan dengan komposisi yang teah disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak. Pembuatan wafer pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan palabilitas ternak, dapat memanfaatkan limbah pertanian dan perkebunan, serta dapat memudahkan dalam penyimpanan (Trisyulianti, 1998). Wafer ransum komplit dalam penelitian ini memiliki kandungan nutrisi seperti yang tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan Nutrisi Wafer Ransum Komplit Berdasarkan Bahan Kering Ransum Zat Makanan A1 A2 A3 A4 Abu 5,33 4,2 4,7 5,13 Protein Kasar 16,36 16,03 16,84 17,26 Lemak Kasar 4,62 5,66 4,08 4,07 Serat Kasar 15,33 13,08 14,19 14,39 Beta-N 58,36 61,03 60,19 59,15 TDN 72,72 76,97 74,14 73,72
Sumber : Hasil analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB, 2007 TDN = 2,79 + 1,17 PK + 1,74 LK - 0,295 SK + 0,810 BeTN
Protein kasar (Tabel 7) pada wafer sumber serat pucuk tebu lebih tinggi bila dibandingkan dengan wafer sumber rumput lapang dan ampas tebu. Hal tersebut karena kandungan protein pada pucuk tebu lebih tinggi bila dibandigkan dengan kandungan protein kasar dari rumput lapang dan ampas tebu.
Serat kasar (Tabel 7) pada wafer dengan komposisi ampas tebu lebih rendah bila dibandingkan wafer dengan komposisi hijauan yang lain. Hal tersebut karena kandungan serat kasar dalam ampas tebu lebih tinggi bila dibanding dengan rumput lapang dan pucuk tebu, sehingga butuh pengolahan sebelum diberikan ternak.
Bahan ekstrak tanpa nitrogen (Tabel 7) pada wafer dengan komposisi ampas tebu lebih tinggi bila dibanding wafer dengan komposisi hijauan lainnya. Hal tersebut dikarenakan oleh kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen pada ampas tebu lebih tinggi dibanding dengan wafer dengan komposisi hiajauan lainnya.
Keadaan Umum Wafer Bentuk Fisik
Bentuk fisik wafer akan mempengaruhi transportasi dan lama penyimpanan. Menurut Jayusmar (2000) wafer dengan kerapatan rendah hanya bertahan dalam penyimpanan beberapa waktu saja. Suhu dan tekanan mesin kempa berpengaruh terhadap kerapatan wafer (Jayusmar, 2000).
Wafer Ransum Komplit rumput lapang, ampas tebu, pucuk dan ampas tebu serta pucuk tebu berbentuk padat dan kompak. Ukuran yang dihasilkan pada masing-masing wafer adalah 20 x 20 x 1,5 cm3. Bentuk wafer dapat dilihat pada Gambar 2.
A1 A2 A3 A4
Gambar 2. Bentuk Fisik Ransum Komplit Wafer
Permukaan wafer rumput lapang lebih kasar bila dibandingkan dengan wafer pucuk tebu, ampas tebu serta campuran pucuk dan ampas tebu, sedangkan wafer ampas tebu memiliki permukaan yang lebih halus bila dibandingkan dengan wafer lainnya.
Warna dan Aroma
Secara umum warna wafer yang dihasilkan adalah A1 terlihat cokelat kehijauan karena banyak mengandung rumput lapang sebesar 20%. A2 terlihat berwarna cokelat muda karena banyak mengandung 20% ampas tebu, A3 terlihat berwarna cokelat karena banyak mengandung 10% ampas tebu dan 10% pucuk tebu serta A4 berwarna cokelat kehijauan karena banyak mengandung 20% pucuk tebu. Warna kecokelatan pada wafer disebabkan oleh reaksi browning (Winarno, 1992).
Aroma wafer pada keempat macam wafer secara umum khas karamel. Adanya reaksi browning secara non enzimatis (karamelisasi dan Maillard) menyebabkan wafer beraroma molases. Molases merupakan sukrosa yang jika diuapkan sampai seluruh air menguap akan terjadi karamelisasi, sedangkan reaksi
Maillard terjadi apabila adanya reaksi antara karbohidrat, khusunya gula pereduksi
dengan gugus amina primer (Winarno, 1992).
Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban sangat menentukan laju pertumbuhan dan jumlah mikroorganisme pada penyimpanan. Berdasarkan suhu optimum dan maksimum suhu pada penelitian ini termasuk bisa memberi peluang bagi mikroba kelompok
Psikrofil karena suhu penyimpanan diantara 20-30oC yaitu 27,40 – 28,16oC (Frazier
et al., 1979).
Semakin tinggi suhu penyimpanan maka kelembaban relatif makin rendah. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaaan, sehingga permukaan bahan basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dab kerusakan mikrobial. Kelembaban relatif yang terlalu rendah menyebabkan cairan permukaan bahan akan menguap sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap (Frazier et
al., 1979). Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 8 dan
suhu dan kelembaban lingkungan sekitar ruang penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Minggu Penyimpanan 0 (5 Des 07) 2 (6 Des 07-20 Des 07) 4 (7 Des 07-5 Jan 08) 6 (8 Des 07-19 Jan 08) Pagi Suhu (oC) 28,00 27,93 27,28 27,45 Kelembaban (%) 78,00 78,50 79,68 78,33 Siang Suhu (oC) 28,00 28,21 27,53 27,64 Kelembaban (%) 78,00 79,07 80,21 78,64 Sore Suhu (oC) 28,00 28,50 27,57 27,80 Kelembaban (%) 78,00 78,57 79,89 78,30 Malam Suhu (oC) 28,00 28,00 27,25 27,62 Kelembaban (%) 78,00 78,57 79,86 78,28 Rataan Suhu (oC) 28,00 28,16 27,40 27,62 Kelembaban (%) 78,00 78,67 79,91 78,38
Tabel 9. Rataan Suhu dan Kelembaban Lingkungan Minggu Penyimpanan 0 (5 Des 07) 2 (6 Des 07-20 Des 07) 4 (7 Des 07-5 Jan 08) 6 (8 Des 07-19 Jan 08) Pagi Suhu (oC) 23,6 23,40 23,38 23,02 Kelembaban (%) 97,00 96,93 95,78 92,83 Siang Suhu (oC) 29,40 29,98 28,73 29,05 Kelembaban (%) 69,00 70,50 75,28 72,07 Sore Suhu (oC) 25,20 25,17 25,16 25,96 Kelembaban (%) 90,00 93,00 91,21 86,43 Rataan Suhu (oC) 26,06 26,16 25,75 26,01 Kelembaban (%) 85,30 86,81 87,42 83,78
Sumber : Badan Metorologi dan Geofisika, 2008
Sifat Fisik Wafer Ransum Komplit Selama Penyimpanan
Sifat fisik berguna sebagai homogenitas pengadukan ransum, cara penyimpanan dan pengangkutan bahan. Faktor yang mempengaruhi sifat fisik bahan antara lain : kadar air, kerapatan, jenis dan ukuran partikel.
Penyimpanan bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu dari komoditas yang disimpan dengan cara menghindari, mengurangi ataupun menghilangkan berbagai faktor yang dapat menurunkan kualitas ataupun kuantitas barang (Soesarsono, 1988). Penyimpanan yang terlalu lama menurut Hall (1980) akan berakibat buruk pada bahan makanan yang selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas ransum tersebut. Penyimpanan dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae pada hijauan (Anonim, 2007) dan Aspergillus flavus pada beras (Winarno, 1982).
Kadar air
Waktu penyimpanan cenderung meningkatkan kadar air bahan makanan ternak, hal ini akan menunjang pertumbuhan jamur dan akan lebih mempercepat kerusakan bahan makanan ternak. Selain dari pengaruh lama penyimpanan dan kadar air, perbedaan jumlah koloni jamur yang dihasilkan dapat pula dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama temperatur dan kelembaban ruang tempat penyimpanan (Nangudin, 1982). Nilai kadar air wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 10. Menurut Sofyan dan Abunawan (1974), syarat umum untuk suatu kamar penyimpanan antara lain temperatur 18-24oC, bersih dan terang, mempunyai ventilasi yang baik untuk sirkulasi udara, bebas dari serangga dan tikus yang dapat merusak.
Tabel 10. Nilai Kadar Air Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 14,99±0,00 14,50±0,28 14,67±0,91 15,39±0,88 14,89±0,66C A2 14,67±0,00 14,32±0,57 14,19±0,61 14,78±0,65 14,49±0,52B A3 14,46±0,10 13,83±0,47 13,83±0,15 14,86±0,95 14,22±0,54B A4 13,00±0,00 14,16±0,005 13,31±0,82 14,76±0,95 13,78±0,87A Rataan 14,28±0,79A 14,20±0,43A 14,25±0,78A 14,93±0,71B
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang
A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu
A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu
B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan jenis komposisi hijauan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air wafer, pada uji lanjut diperoleh bahwa kadar air pada wafer dengan komposisi rumput lapang nyata lebih tinggi bila dibanding dengan wafer sumber serat yang lain. Wafer dengan komposisi rumput lapang memiliki rongga yang lebih sedikit sehingga penguapan yang terjadi lebih lambat, sedangkan pada wafer dengan sumber serat lainnya memiliki rongga yang lebih banyak dan besar sehingga penguapan berjalan cepat.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air wafer. Menurut Pomeranz (1974) penyimpanan yang baik adalah penyimpanan dengan kadar air di bawah 15%. Nilai rataan kadar air tertinggi pada penyimpanan minggu ke 6, hal tersebut karena wafer menyerap air dari lingkungan. Nilai rataan pada minggu ke 0 sampai minggu ke 4 sama. Kadar air wafer yang selalu berubah diungkapkan oleh Hall (1970) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi ransum selama penyimpanan antara lain faktor fisik, seperti temperatur, kelembaban relatif, komposisi udara ruang penyimpanan, faktor biologis seperti kutu, bakteri, kapang, serangga dan binatang pengerat.
Kadar air wafer akan terus meningkat jika disimpan pada tempat lembab karena mikroorganisme mudah tumbuh dan menyebabkan perubahan sifat fisik dan 27
kimia wafer ransum komplit. Nilai rataan kadar air selama enam minggu tidak stabil, hal tersebut karena nilai kelembaban dan suhu dan kelembaban yang sering berubah-ubah yaitu antara 78 – 79,91 dan suhu 27,40 – 28,16oC. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi. Suhu bahan yang lebih rendah (dingin) daripada RH disekitarnya akan menyebabkan kondensasi uap air udara pada permukaan bahan, dan hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas bahan atau pakan akibat tumbuhnya jamur atau perkembangan bakteri (Winarno et al, 1980).
Berat Jenis
Berat jenis memiliki peranan penting dalam pengolahan, penanganan dan penyimpanan, selain itu berat jenis juga mempunyai peran penting dalam kerapatan. Nilai berat jenis wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Berat Jenis Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 1,37±0,10 1,25±0,00 1,20±0,08 1,20±0,08 1,25±0,09A A2 1,31±0,10 1,31±0,10 1,20±0,08 1,25±0,00 1,26±0,08A A3 1,31±0,10 1,25±0,00 1,17±0,15 1,25±0,00 1,24±0,09A A4 1,37±0,10 1,25±0,00 1,43±0,00 1,26±0,13 1,33±0,09B Rataan 1,34±0,09B 1,26±0,05A 1,25±0,13A 1,24±0,08A
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang
A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu
A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu
B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan sumber serat yang berbeda sangat nyata terhadap berat jenis. Wafer dengan komposisi serat pucuk tebu mempunyai berat jenis paling tingg, sedangkan wafer dengan suber hijauan yang lainnya mempunyai nilai berat jenis yang sama. Wafer yang mempunyai berat jenis 28
besar cenderung akan mudah terpisah, ditunjukkan dengan semakin lama disimpan maka konsentrat akan mudah terpisah atau tidak saling melekat lagi dengan pucuk tebu.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap berat jenis. Berat jenis pada penyimpanan minggu ke 0 menunjukkan nilai rataan yang tinggi, sedangkan minggu ke 2 sampai minggu ke 6 nilai rataan berat jenis terus menurun. Berat jenis yang tinggi akan meningkatkan kapasitas ruang penyimpanan (Syarifudin, 2001), sehingga semakin banyak volume ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan.
Kerapatan
Kerapatan adalah suatu ukuran kekompakan ukuran partikel dalam lembaran dan sangat tergantung pada kerapatan bahan baku yang digunakan dan besarnya tekanan kempa yang diberikan selama proses pembuatan lembaran. Kerapatan wafer komplit dapat mempengaruhi tingkat palatabilitas terhadap ternak. Menurut Jayusmar (2000) faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah jenis bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan. Kerapatan wafer dadat mempengaruhi tingkat palatabilitas ternak. Menurut Jayusmar (2000) kerapatan yang bagus bernilai 0,69 g/cm3. Besarnya variasi kerapatan disebabkan oleh penyebaran bahan pada saat dilakukan pencetakan yang tidak merata, selain itu ukuran partikel bahan yang berbeda juga mempengaruhi nilai kerapatan (Miasari, 2004).Nilai kerapatan wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Kerapatan Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 0,60±0,05 0,52±0,04 0,55±0,05 0,56±0,04 0,56±0,04 A2 0,89±0,03 0,53±0,04 0,54±0,09 0,53±0,03 0,62±0,23 A3 0,55±0,03 0,54±0,01 0,52±0,01 0,48±0,07 0,52±0,04 A4 0,70±0,38 0,53±0,08 0,55±0,04 0,51±0,01 0,57±0,19 Rataan 0,68±0,27B 0,53±0,06A 0,54±0,04A 0,52±0,05A
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang
A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu
A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu
B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan sumber serat yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kerapatan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kerapatan. Menurut Prabowo (2003) kerapatan wafer sebesar 0,6 g/cm3 sesuai untuk ternak dan penyimpanan. Hal ini dikarenakan oleh fator bahan baku yang berbeda. Nilai rataan kerapatan wafer paling tinggi pada penyimpanan minggu ke 0, karena penyimpanan minggu ke 0 ikatan antar partikel bahan masih kuat. Kerapatan wafer mengalami penurunan dari minggu ke 2 sampai minggu ke 6.
Nilai kerapatan yang tidak stabil disebabkan oleh saat kelembaban relatif tinggi menyebabkan cairan akan terkondensasi pada permukaan bahan sehingga permukaan bahan menjadi basah dan sangat kondusif untuk pertumbuhan dan kerusakan mikrobial. Sebaliknya, jika kelembaban relatif terlalu rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan daging menjadi gelap. Keadaan yang tidak stabil tersebut menyebabkan nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier et al., 1979) dengan kata lain kerapatan wafer akan menyusut.
Aktivitas Air
Air merupakan faktor penting sebagai media nutrien, enzim dan senyawa-senyawa kimia yang diperlukan untuk memelihara kehidupan. Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang digunakan mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1993). Syarief dan Halid (1993) menyatakan bahwa air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimia yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi enzimatis sehingga menimbulkan perubahan cita rasa serta nilai gizinya. Pengukuran Aw mencerminkan air bebas yang ada dalam bahan atau kelembaban relatif kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan. Mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran aktivitas air 0,70 sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan (Syarief et al., 1980). Nilai aktivitas air wafer ransum komplit dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai Aktivitas Air Wafer Ransum Komplit dengan Berbagai Lama Penyimpanan Lama Penyimpanan Perlakuan B1 B2 B3 B4 Rataan A1 0,80±0,01 0,78±0,01 0,80±0,01 0,77±0,01 0,78±0,03 A2 0,80±0,07 0,78±0,09 0,81±0,005 0,79±0,01 0,79±0,05 A3 0,80±0,07 0,80±0,09 0,82±0,01 0,79±0,05 0,80±0,06 A4 0,80±0,07 0,76±0,01 0,83±0,01 0,78±0,00 0,78±0,04 Rataan 0,79±0,06 0,78±0,06 0,81±0,01 0,78±0,03
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) A1 = ransum yang mengandung 20% rumput lapang
A2 = ransum yang mengandung 20% ampas tebu
A3 = ransum yang mengandung 10% pucuk tebu dan 10% ampas tebu A4 = ransum yang mengandung 20% pucuk tebu
B1 = penyimpanan selama 0 Minggu B2 = penyimpanan selama 2 Minggu B3 = penyimpanan selama 4 Minggu B4 = penyimpanan selama 6 Minggu
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa wafer dengan berbagai sumber serat yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas air. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas air. Aktivitas air dari awal penyimpanan sampai penyimpanan minggu ke enam tetap, walaupun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Putra (2005)
mengungkapakan bahwa lama penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap aktivitas air. Menurut Putra (2005) semakin lama disimpan, maka aktivitas air pakan semakin menurun dan seolah-olah menjadi bagus. Kadar air erat hubungannya dengan aktivitas air, begitu juga dengan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, dengan adanya adsorpsi uap air dari udara ke dalam komoditi maka dapat mengakibatkan perubahan kandungan air bebas komodidi tersebut.
Aktivitas air pada awal minggu 0 sampai 6 nilainya tetap tinggi. Tingginya aktivitas air disebabkan oleh ransum yang disimpan dalam jumlah yang cukup tinggi, dan pelepasan air ke udara ruang penyimpanan tidak besar tetapi tinggi sehingga nilai aktivitas air tinggi (Ayu, 2003).
Penyimpanan sampai dengan umur empat minggu, wafer tersebut belum menunjukkan adanya mikroorganisme yang tumbuh dan bau wafer masih harum, akan tetapi umur enam minggu wafer berbau apek dan permukaan wafer mulai berubah warna menjadi kehitaman. Hal tersebut dikarenakan oleh kelembaban udara yang tidak stabil sehingga permukaan wafer menjadi gelap. Saat kelembaban relatif rendah maka cairan permukaan bahan akan banyak menguap (dehidrasi), sehingga pertumbuhan mikroba terhambat oleh dehidrasi dan permukaan bahan menjadi gelap, sehingga nilai ekonomis bahan akan berkurang karena terjadi pengkerutan atau penyusutan (Frazier et al., 1979).