• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Data Angket Pemilu Kepala Daerah (Pilkada)

Dalam dokumen Ketua. Asep Kurnia, S.H., M.H (Halaman 13-73)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data dan Analisis Data

3. Hasil Data Angket Pemilu Kepala Daerah (Pilkada)

a. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan jenis kelamin b. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan usia

c. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan tingkat pendidikan

d. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan pekerjaan e. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan penghasilan

[xiii]

dengan sosialisasi yang dilakukan oleh selain KPU 3) Bentuk sosialisasi

g. Tingkat kepentingan pemilu menurut responden

1) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan anggapan pemilih akan pentingnya pilkada

2) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pada pilkada dengan aktivitas rutin responden

h. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pemilih dengan minat untuk berpartisipasi dalam pilkada

i. Mengenal calon kepala daerah

1) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pemilih dengan sejauhmana pemilih mengenal calon kepala daerah

2) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pemilih dengan sosialisasi visi misi calon kepala daerah

j. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pemilih dengan tingkat

kepercayaan bahwa hasil pilkada akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik

k. Teknis Pelaksanaan

1) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan kepahaman pemilih terhadap teknis pelaksanaan pilkada

2) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan

pengetahuan pemilih bahwa KTP bisa digunakan jika tidak terdaftar sebagai pemilih

3) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan terdaftar tidaknya pemilih di Daftar Pemilih Tetap

4) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan perolehan surat undangan untuk pemilih datang ke TPS

1 A. Latar Belakang Masalah

Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktiatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10% konsisten terjadi sampai dengan pemilu 2009. Sementara pada pemilu 2014, angka partisipasinya naik sebesar 5%.

Pada kasus pilpres, tercatat dalam pemilu 2014 pertama kalinya dalam sejarah angka partisipasinya lebih rendah dibandingkan pemilu legislatif. Di Kabupaten Sumedang, jumlah pemilih pada pemilu legislatif tahun 2009 sebanyak 786.481 orang sedangkan pada pemilu 2014 sebanyak 826.230 orang. Dari jumlah pemilih tersebut ternyata tingkat kehadiran pemilih pada pemilu legislatif tahun 2009 sebesar 80,7% sedangkan untuk pemilu legislatif tahun 2014 sebesar 81,55%. Lain halnya dengan tingkat kehadiran pada pemilu presiden, tingkat kehadiran pemilih pada pemilu presiden tahun 2009 sebesar 82,97% sedangkan pada pemilu presiden tahun 2014 sebesar 78,84%. Sedangkan untuk Pemilu Kada, pada Pilbup 2013 tercatat bahwa angka partisipasi hanya sebesar 78,75% dan pada Pilgub 78,72%.

Dari data di atas, muncul beberapa pertanyaan mengenai tingkat kehadiran pemilih pada pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilu kepala daerah tersebut, sehingga perlu kiranya dilakukan riset/penelitian kehadiran dan ketidakhadiran

pemilih di TPS (Voter turn-out) yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu

sebelumnya?

2. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di

TPS pada pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilu kepala daerah?

3. Kenapa angka partisipasi Pilpres tahun 2014 menyimpang dari pola pada

pemilu-pemilu sebelumnya?

4. Kenapa golput selalu saja hadir dalam setiap pemilu?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan alasan meningkatnya angka partisipasi pemilu legislatif

dibandingkan pemilu sebelumnya;

2. Mendeskripsikan hal-hal apa saja yang mempengaruhi kehadiran dan

ketidakhadiran pemilih di TPS pada pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilu kepala daerah;

3. Mendeskripsikan alasan terjadinya pola angka partisipasi pemilih pada

4. Mendeskripsikan alasan ketidakhadiran pemilih di TPS pada setiap pemilu.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dapat dipetakannya akar persoalan kehadiran dan ketidakhadiran pemilih di TPS.

2. Sebagai bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya.

3. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi pemilih dalam pemilu.

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Selayang Pandang tentang Sumedang

Sumedang adalah Kabupaten dengan jumlah penduduk kurang lebih sebanyak 1.151.191 jiwa dengan luas wilayah ±152.219,95 ha yang terbagi dalam 26 kecamatan, 276 desa dan 7 kelurahan. Wilayah Sumedang di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung, Subang dan Bandung Barat.

B. Voting Behavior dan Non Voting Behavior

Menurut Arianto (2011: 51) bahwa dalam kajian perilaku pemilih hanya ada dua konsep utama yaitu perilaku memilih (voting behavior) dan perilaku tidak memilih (non voting behavior).

Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Sedangkan David Moon (dalam Arianto, 2011: 51) mengatakan bahwa ada dua pendekatan teoritik utama dalam menjelaskan perilaku non-voting yaitu: pertama, menekankan pada karakteristik sosial dan psikologi pemilih dan karakteristik institusional sistem pemilu; dan kedua, menekankan pada harapan pemilih tentang keuntungan dan kerugian atas putusan mereka untuk hadir atau tidak hadir memilih.

Dilihat dari pendapat tersebut, beberapa hal yang mungkin menyebabkan perilaku tidak memilih adalah faktor karakteristik sosial, psikologi pemilih dan system pemilu, serta seberapa besar hasil pemilu dapat memberikan harapan dan berdampak menguntungkan bagi pemilih atau bahkan malah merugikan pemilih.

C. Golput

Apa sebenarnya pengertian dari golput? Menurut Arbi Sanit (dalam

Arianto, 2011) bahwa golput adalah gerakan protes politik yang didasarkan pada segenap problem kebangsaan, sasaran protes dari gerakan golput adalah penyelenggaraan pemilu. Apabila pemilih umumnya menggunakan hak pilih sesuai peraturan yang berlaku atau tidak menggunakan hak pilih karena berhalangan di luar kontrolnya, kaum golput menggunakan hak pilih dengan tiga kemungkinan, yaitu:

1. menusuk lebih dari satu gambar partai; 2. menusuk bagian putih dari kartu suara;

3. tidak mendatangi kotak suara dengan kesadaran untuk tidak menggunakan hak pilih.

Bagi mereka, memilih dalam pemilu sepenuhnya adalah hak. Kewajiban

mereka dalam kaitan dengan hak pilih ialah menggunakannya secara

bertanggungjawab dengan menekankan kaitan penyerahan suara kepada tujuan pemilu, tidak hanya membatasi pada penyerahan suara kepada salah satu kontestan pemilu (Arbi Sanit, 1992).

Jadi golput adalah mereka yang dengan sengaja dan dengan suatu maksud dan tujuan yang jelas menolak memberikan suara dalam pemilu. Dengan demikian, orang-orang yang berhalangan hadir di Tempat Pemilihan Suara (TPS) hanya karena alasan teknis atau terluput dari pendaftaran, otomatis dikeluarkan dari kategori golput.

Namun Eep Saefulloh Fatah (dalam Arianto, 2011) mengklasifikasikan golput

atas empat golongan, yaitu:

Pertama, golput teknis,yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis

tertentu (seperti keluarga meninggal, ketiduran,dan lain-lain) berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos sehingga suaranya dinyatakan tidak sah. Kedua, golput teknis-politis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistic, penyelenggara pemilu). Ketiga, golput politis, yakni mereka yang merasa tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa pileg/pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Keempat, golput ideologis, yakni mereka yang tak percaya pada mekanisme demokrasi (liberal) dan tak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalisme agama atau alasan politik-ideologi lain.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Upaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menekan angka golput dalam gelaran Pilpres 2014 berada di bawah 25%, tidak berhasil. Bahkan angka golput pada Pilpres tahun ini lebih buruk disbanding Pilpres 2009. Tingkat golput dalam gelaran Pilpres 2014 mencapai 29,8% atau 56.732.857 suara. Angka golput Pilpres 2014 lebih parah disbanding Pilpres 2009 yang mencapai 27,7%. Bahkan lebih buruk disbanding Pilpres 2004 (yang hanyamencapai 24%) (Harianterbit.com, 2014).

Data KPU menyebut, total warga yang berhak menggunakan hak pilihnya dan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pilpres 2014 adalah 190.307.134. Namun yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 133.574.277 suara. Buruknya angka partisipasi masyarakat dalam gelaran Pilpres 9 Juli 2014

menurut Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow, dikarenakan data pemilih yang diolah KPU kurang valid. Bahkan sebelum dilakukan pemilihan, potensi golput mencapai lebih dari 20%.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Jakarta, Arbi Sanit

dalam harian dialog.com (2014) membeberkan data yang menunjukkan

kecenderungan naiknya angka golput serta menurunnya partisipasi pemilih dari pemilu ke pemilu dan dari pilpres ke pilpres.

Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 mencapai 93,33%, Pemilu 2004 turun menjadi 84,9%, dan Pemilu 2009 turun lagi menjadi 70,99%. Angka golput juga terus meningkat. Pemilu 1999 angka golput 10,21%, Pemilu 2004 naik menjadi 23,34%, dan Pemilu 2009 naik lagi menjadi 29,01%. Bandingkan dengan angka golput pada pemilu era Orde Lama dan Orde Baru (1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997) yang tak pernah lebih dari 10%. Untuk Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah, angka golput juga tinggi. Pilpres 2004 angka golput 21,5%, Pilpres 2009 naik menjadi 23,3% (angka partisipasi pemilih Pilpres 2009 sebesar 72,09%). Angka golput pemilukada rata-rata 27,9%.

Arbi menyebutkan alasan-alasan rakyat tidak menggunakan hak pilihnya alias golput, yaitu tidak adanya kepercayaan rakyat kepada elite politik dan para pemimpin, baik di eksekutif maupun legislatif.

“Kepercayaan rakyat terhadap elite politik hamper mencapai titik nadir. Ini karena para pemimpin tidak lagi berpihak kepada rakyat”, ungkapnya. DPR yang diharapkan menjadi pembela rakyat, dinilai Arbi justru menjadi semacam lembaga stempel bagi pemerintah, termasuk terhadap kebijakan-kebijakan yang melukai hati rakyat, dengan adanya Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Parpol Pendukung Pemerintah yang dimotori Partai Demokrat. Tidak itu saja, perilaku para anggota DPR juga mengecewakan, misalnya bermewah-mewah di tengah kemiskinan rakyat.

Sementara itu menurut analisis Rully Akbar, peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) (TEMPO.CO, 2014), ada sejumlah faktor penyebab tingginya angka golput.

1) Persoalan administratif yang mana seseorang tidak terdaftar dalam suatu TPS.

2) Alasan teknis, seperti tidak ada waktu untuk mencoblos karena pekerjaan

yang tidak bisa ditinggalkan.

3) Alasan politis, yakni kepribadian seseorang yang tidak percaya lagi pada

institusi pemilu, dan merasa tidak ada keterkaitan mereka dengan calon-calon atau partai.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Komisioner dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia Rizkiyansyah [Unpad.ac.id]. Menurut Ferry, ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya angka partisipasi pemilu. Dari survei yang dilakukan KPU, salah satu faktor penyebab adalah masih tingginya angka pemilih yang golput. Menilik angka partisipan pemilu legislatif dan presiden tahun 2009 lalu, sekitar 29% pemilih memilih golput.

Menurunnya kepuasan masyarakat terhadap kinerja lembaga eksekutif juga turut menjadi penyebab yang lain. Ferry mengatakan, dari hasil survei KPU bersama Harian Kompas, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja di semua sektor pemerintahan turun hingga 40%. Sekitar 90,2 % dari responden pun menyebut tidak puas terhadap kinerja partai politik.

“Parpol sekarang terkesan hanya simbolik. Tugas parpol sekarang bagaimana menumbuhkan tingkat partispasi tadi, dan bagaimana menumbuhkan kesadaran politik dari masyarakat,” kata Ferry.

Sementara itu, di Kabupaten Sumedang, walaupun golput selalu ada, namun persentasenya masih di bawah perhitungan tingkat partisipasi pemilih secara nasional. Pada Pileg 2009 misalnya, persentase golput sebesar 19,3% dan tahun 2014 sebesar 18,45%. Sedangkan pada Pilpres 2014 dan Pilkada 2013 (Pilgub maupun Pilbup), berkisar di angka 21%.

KPU Kabupaten Sumedang senantiasa berikhtiar menekan angka golput, diantaranya melalui kegiatan sosialisasi yang variatif dan mampu menyentuh seluruh segmen pemilih secara optimal.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Tabel 3.1

Kegiatan dan Waktu Penelitian

Waktu Bulan (Tahun 2015)

Kegiatan April Mei Juni Juli

1. Pembuatan rancangan penelitian 2. Pembuatan instrumen

3. Percobaan instrument dan Revisinya

4. Pengumpulan data 5. Pengolahan data 6. Penulisanlaporan

B. Variabel Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dituliskan di bagian pendahuluan, maka variabel-variabel yang diteliti pada riset ini adalah:

Variabel = konsep yang mempunyai keragaman nilai Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi:

1. Identitas responden: a. Usia

b. Jenis kelamin c. Pendidikan terakhir

d. Pekerjaan e. Penghasilan

f. Status Perkawinan

2. Tema:

a. Sosialisasi

b. Tingkat kepentingan pemilu c. Mengenal calon

d. Kepahaman tujuan pemilu

e. Tingkat kepercayaan bahwa hasil pemilu membawa perubahan ke arah lebih baik

f. Kepahaman teknis pelaksanaan

g. Motivasi datang ke TPS h. Alasan tidak datang ke TPS

C. Metode Penelitian

Penelitian tentang tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu Legislatif 2014, Pemilu Presiden dan Pemilukada 2013 di Kabupaten Sumedang ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif digunakan untuk menghitung data tingkat partisipasi politik. Pendekatan kualitatif mengarah pada metode penelitian deskriptif, di mana data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan angka. Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar belakang dan individu secara utuh, dan mempunyai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

memakai penelitian kualitatif, menggunakan manusia sebagai alat pengumpulan data utama. Pada waktu pengumpulan data kehadiran tim peneliti di lapangan sangat penting dalam menunjang pengumpulan data yang valid.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemilih pada pemilu legislatif, pemilu presiden dan pemilu kepala daerah tahun 2014 di Kabupaten Sumedang sebanyak 838.114 orang yang tersebar di 26 kecamatan.

Sampel yang diambil ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin dengan asumsi populasi berdistribusi normal, yaitu dengan rumus:

݊ =1 + ܰ݁ܰ

Dimana:

݊ = ukuran sampel ܰ = ukuran populasi

݁ = presisi (taraf kesalahan ߙ = 5%)

Dari rumus tersebut, diperoleh banyaknya sampel minimal yang bisa diambil adalah sebanyak 400 orang yang diambil random dari semua kecamatan di Kabupaten Sumedang dengan proporsi sesuai dengan jumlah pemilih dari kecamatan masing-masing

E. Teknik Pengumpulan Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian partisipasi ini adalah daftar pertanyaan atau kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner cukup terperinci dan lengkap.

Pertanyaan kuesioner dalam penelitian ini merupakan pertanyaan

berstruktur. Pertanyaan berstruktur adalah pertanyaan yang dibuat

sedemikianrupa, sehingga responden dibatasi dalam memberi jawaban kepada beberapa alternatif saja.

Guna memenuhi persyaratan reliabilitas dan validitas instrumen, ditempuh langkah-langkah sebagai berikut.

1. Seluruh anggota tim peneliti mendiskusikan instrument untuk mengkaji aspek-aspek validitas, yang mencakup:

a) Validita sisi, berkenaan dengan ketepatan instrument ditinjau dari segi materi yang ingin diukur, apakah materi yang dipakai (bahannya, topiknya, substansinya) cukup representatif.

b) Validitas konstruk, berkenaan dengan konsep yang melatarbelakangi penyusunan instrumen, menyangkut komponen-komponen atau dimensi apa saja yang membentuk konsep tersebut.

c) Validitas muka, berkenaan dengan keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam instrument sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain.

2. Melakukan uji coba terhadap 30 responden yang berasal dari populasi penelitian.

3. Menganalisis hasil uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen.

4. Jika dari tahap ketiga, validitas dan reliabilitasnya belum memenuhi ketentuan, diadakan revisi sesuai dengan umpan balik yang ada. Data dari hasil ujicoba tidak dipakai. Jika dari tahap ketiga validitas dan reliabilitasnya sudah memenuhi ketentuan, data disimpan untuk digabungkan dengan data penelitian Koefisien reliabilitas angket dihitung dengan rumus KR-20 (Ruseffendi, 1998; Arikunto, 2010)

ݎ =ܾ− 1 ×ܾ ܦܤܦܤ− ∑ ܦܤ

dengan:

ܾ banyaknya pertanyaan

ܦܤ variansi skor seluruh pertanyaan menurut skor subyek/

responden perorangan

ܦܤ variansi skor pertanyaan tertentu (pertanyaan ke-i)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan pengujian ketergantungan dua faktor yaitu dengan uji kontingensi. Data hasil pengamatan atau pengukuran pada suatu variabel dapat diklasifikasikan atau digolongkan dalam beberapa factor berdasarkan karakteristik atau atribut, kategori, golonganatautingkatan. Data yang telah digolongkan dapat dilakukan analisis dalam penelitianya itu mengaitkan antar faktor atau menghubungkan antar faktor.

1. Pengujian kontingensi baris (b) x kolom (k) lebih dari dua

Analisis kaitan atau hubungan dua faktor digunakan daftar kontingensi baris (b) x kolom (k) yang lebih dari dua baris dan kolom menggunakan rumus Chi Kuadrat (2 ), yaitu: ߯= ෍ ෍ ൫ܱ௜௝− ܧ௜௝ ܧ௜௝ ௝ୀଵ ௜ୀ௝ Dimana:

ܱ௜௝=frekuensi hasil observasi setiap sel tiap faktor

ܨ௜௝=frekuensi harapan yang merupakan hasil perkalian dengan rumus:

ܨ௜௝=݊௜௢× ݊݊ ௢௝ Dimana:

݊௜௢= jumlah baris ke – i

݊௢௝= jumlah baris ke – j

Penggunaan2

dalam daftar kontingensi antar baris dikalikan kolom. Perhitungan yang dipakai adalah frekuensi pada tiap-tiap sel atau kategori (observasi) dan harapan (ekspektasi) yang dikenal dengan frekuensi teoritis.

Bentuk pasangan hipotesis yang diuji adalah:

H0= kedua faktor tidak terdapat kaitan atau hubungan

HA= kedua factor terdapat kaitan atau hubungan

Kriteria yang digunakan sebagai penolakan atau penerimaan hipotesis adalah:

Tidak menerima H0jika2hitung>2tabelatau2>2

(1-α),(b-1)k-1)

Menerima H0jika2hitung<2tabelatau2<2

Taraf kesalahan = α, derajat kebebasan (dk) distribusi Chi Kuadrat adalah = (b – 1)(k – 1).

2. Pengujian Kontingensi 2 x 2

Pengujian dua faktor dengan daftar kontingensi 2 x 2 menggunakan rumus 2

yang berbeda dengan daftar kontingensi yang baris dan kolomnya lebih dari dua.

߯= ݊ቀ|ܽ݀ − ܾܿ| −

݊ቁ (ܽ + ܾ)(ܽ + ܿ)(ܾ+ ݀)(ܿ+ ݀) Berikut ini adalah table daftar kontingensi 2 x 2:

Faktor 1 Jumlah Kelompok 1 Kelompok 2 Faktor 1 Kel. A A B a + b Kel. B C D c + d Jumlah a + c b + d N

Bentuk pasangan hipotesis yang diuji adalah:

H0= kedua faktor tidak terdapat kaitan atau hubungan

HA= kedua faktor terdapat kaitan atau hubungan

Kriteria yang digunakan sebagai penolakan atau penerimaan hipotesis adalah:

Tidak menerima H0jika2hitung>2

tabel atau2>2 (1-α),1

Menerima H0jika2hitung<2

tabel atau2<2 (1-α),1

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penyebaran angket yang disebar di 26 kecamatan di Kabupaten Sumedang sebanyak 800 buah yang dilakukan dari tanggal 11 Mei 2015 s.d. 22 Mei 2015 dengan jumlah personil yang menyebar angket 10 orang. Data diinput dan diolah untuk menjawab rumusan masalah seperti yang

dijabarkan di bab sebelumnya. Angket diolah menurut masing-masing

penyelenggaraan pemilihan yaitu Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah.

Pengolahan dilakukan untuk mendeskripsikan hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pemilih ke TPS dengan variabel-variabel usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan. Juga untuk melihat hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan sosialisasi, anggapan pemilih terhadap tingkat kepentingan pemilu, sejauh mana pemilih mengenal calon, sejauh mana pemilih paham terhadap tujuan pemilu, tingkat kepercayaan pemilih bahwa hasil pemilu dapat membawa perubahan ke arah lebih baik, kepahaman teknis pelaksanaan pemilu. Juga mengungkap motivasi pemilih datang ke TPS serta alasan pemilih tidak datang ke TPS.

A. Data dan Analisis Data

Hasil penelitian dibagi menjadi hasil data angket Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah.

1. Hasil Data Angket Pemilu Legislatif (Pileg)

a. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan jenis kelamin

Untuk menentukan hubungan antara kedatangan dengan ketidakdatangan pemilih dengan jenis kelamin, disusun rekapitulasi data yang disajikan dalam Tabel

4.1.Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka dapat ditentukan nilai dari 2dan

kesimpulannya.

Tabel 4.1

Rekapitulasi Responden Pileg Berdasarkan Jenis Kelamin

Kedatangan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan Datang 365 252 617 Tidak datang 88 74 162 Jumlah 453 326 779 2 hitung2 tabel Kesimpulan

1,04 3,84 Jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap

kedatangan/ketidakdatangan pemilih ke TPS

b. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan usia

Untuk menentukan hubungan antara kedatangan dengan ketidakdatangan pemilih dengan usia, disusun rekapitulasi data sebagai berikut.

Tabel 4.2

Rekapitulasi Responden PilegBerdasarkan Usia

Kedatangan Usia (tahun) Jumlah

< 17 17 - 29 30 - 39 40 - 49 >= 50

Datang 3 122 187 183 134 629

Tidak datang 0 31 58 37 37 163

Jumlah 3 153 245 220 171 792

Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka dapat ditentukan nilai dari 2dan

kesimpulannyayaitu sebagai berikut. 2

hitung2

tabel Kesimpulan

4,24 9,49 Usia tidak berpengaruh terhadap

kedatangan/ketidakdatangan pemilih ke TPS

c. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan pendidikan

Untuk menentukan hubungan antara kedatangan dengan ketidakdatangan pemilih dengan tingkat pendidikan pemilih, disusun rekapitulasi data sebagai berikut.

Tabel 4.3

Rekapitulasi Responden Pileg Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Kedatangan Pendidikan Jumlah Tidak sekolah SD SMP SMA Diploma/ sarjana Datang 1 114 114 296 90 615 Tidak datang 1 52 46 48 9 156 Jumlah 2 166 160 344 99 771

Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka dapat ditentukan nilai dari 2dan

kesimpulannya yaitu sebagai berikut. 2

hitung2

tabel Kesimpulan

36,96 9,49 Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap

kedatangan/ketidakdatangan pemilih ke TPS

Karena tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kedatangan pemilih ke TPS, dihitung persentase pemilih yang datang untuk tiap tingkat pendidikan.

Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA Diploma/ sarjana Persentase yang datang 50 68,74 71,25 86,04 90,91

Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula kecenderungan pemilih datang ke TPS.

d. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan pekerjaan

Untuk menentukan hubungan antara kedatangan dengan ketidakdatangan pemilih dengan pekerjaan pemilih, disusun rekapitulasi data seperti terlihat dalam Tabel

4.4. Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka dapat ditentukan nilai dari 2dan

Tabel 4.4

Rekapitulasi Responden Pileg Berdasarkan Pekerjaan

Kedatangan Pekerjaan Jumlah

PNS Wiraswasta Buruh Pensiunan Petani Lainnya

Datang 47 205 114 25 38 208 637 Tidak datang 1 38 44 3 13 64 163 Jumlah 48 243 158 28 51 272 8002 hitung2 tabel Kesimpulan

22,8 11,07 Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap

kedatangan/ketidakdatangan pemilih ke TPS

Karena jenis pekerjaan berpengaruh terhadap kedatangan pemilih ke TPS, dihitung persentase pemilih yang datang untuk tiap jenis pekerjaan.

Pekerjaan

PNS Wiraswasta Buruh Pensiunan Petani Lainnya Persentase yang

datang 97,92 84,36 72,15 89,3 74,5 76,5

Seperti tampak pada tabel di atas, persentase tertinggi pemilih yang datang bekerja sebagai PNS, berikutnya diikuti oleh pensiunan. Persentase terendah adalah buruh.

e. Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan dengan penghasilan

Untuk menentukan hubungan antara kedatangan dengan ketidakdatangan pemilih dengan jumlah penghasilan pemilih, disusun rekapitulasi data sebagai berikut.

Tabel 4.5

Rekapitulasi Responden Pileg Berdasarkan Penghasilan

Kedatangan Penghasilan Jumlah Tidak berpenghasilan < 1jt 1 - 3 jt > 3jt Tidak ada data Datang 105 221 231 50 31 638 Tidak datang 32 57 54 14 6 163 Jumlah 137 278 285 64 37 801

Berdasarkan data pada tabel tersebut, maka dapat ditentukan nilai dari 2dan

2

hitung2

tabel Kesimpulan

1,59 9,49 Besarnya penghasilan tidak berpengaruh terhadap

kedatangan/ketidakdatangan pemilih ke TPS

f. Sosialisasi

1) Hubungan antara kedatangan dan ketidakdatangan pemilih ke TPS dengan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU

Untuk menentukan hubungan antara kedatangan dengan ketidakdatangan pemilih dengan sosialisasi yang dilakukan oleh KPU, disusun rekapitulasi data sebagai berikut.

Tabel 4.6 Rekapitulasi Data

Berdasarkan Perolehan Sosialisasi Pileg dari KPU

Kedatangan Mendapat sosialisasi dari KPU Jumlah

Ya Tidak

Datang 579 (91,18%) 58 (36,02%) 637

Tidak datang 58 103 159

Dalam dokumen Ketua. Asep Kurnia, S.H., M.H (Halaman 13-73)

Dokumen terkait