• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera di Daerah Endemik Penyakit Blas

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Kondisi Umum Percobaan I,II dan III

III. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera di Daerah Endemik Penyakit Blas

Berdasarkan hasil analisis ragam, genotipe/galur berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati, kemudian dilakukan uji lanjut dengan DMRT 5 %. Berdasarkan koefisien keragaman , peubah yang menunjukkan keragaman relatif

besar yaitu anakan produktif (20,8%), bobot/rumpun (23,4%) dan bobot/petak (23,5%) (Tabel 10) .

Tabel 10. Hasil rekapitulasi sidik ragam peubah galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan pembanding, di Sukabumi daerah endemik penyakit blas MH 2008/2009.

Peubah JKP JKT F hitung

1. Tinggi 45 HST (cm) 5145,1 270,8 13,9*

2. Tinggi tanaman saat panen (cm) 14 437 759,8 11*

3. Jumlah total anakan 723,7 38 10,8*

4. Jumlah anakan produktif 493,6 25,9 6,4*

5. Panjang malai (cm) 179,5 9,4 2,9 *

6. Jumlah gabah / malai 125 722 6 616 28,6* 7. Jumlah gabah isi / malai 59 246 3 118 18* 8. Jumlah gabah hampa / malai 39 968 2103,6 35,3*

9. Persentase gabah hampa 8 713 458,6 19*

10. Persentasei gabah isi 9 165 483 20,6*

11. Bobot / rumpun (g) 11 083 58,3 4*

12. Bobot / petak (kg) 28 1,5 6,5*

Keterangan :, * = Berpengaruh nyata pada uji F, tn = tidak berbeda nyata pada uji F, JKP= jumlah kuadrat Perlakuan, KTP= kuadrat tengah

perlakuan.

Tinggi Tanaman, Jumlah Total Anakan dan Jumlah Anakan Produktif. Berdasarkan hasil analisis tinggi tanaman pada 45 HST, galur GI-7, IG-38, A3-2, dan D19-1 (51,5-53,4 cm) memiliki tinggi yang tidak berbeda dengan Jatiluhur, Limboto dan Batutegi (47,9-55,9 cm), sedangkan galur-galur lainnya memiliki tinggi tanaman nyata lebih tinggi dibanding Cisokan (Tabel 11). Tinggi tanaman saat panen galur A3-2, B13-2a, dan B13-2d memiliki tinggi tanaman yang tidak berbeda dibanding Jatiluhur, Limboto dan Batutegi. Tinggi tanaman galur WI-44, O18b-1 tidak berbeda dengan varietas Cisokan (Tabel 11). Tinggi tanaman tertinggi dicapai oleh Batutegi (125,8 cm) dan tinggi tanaman terendah yaitu galur IW-64 (73,9 cm). Menurut Mukhlis (2000) keseragaman tinggi antara beberapa galur dan varietas pembandingnya menunjukkan pertumbuhan yang baik di lokasi percobaan. Perbedaan tinggi tanaman merupakan salah satu faktor penting pilihan petani. Pengembangan varietas dianjurkan untuk mendapat

varietas yang berdaya hasil tinggi dan tinggi tanaman yang berkatagori sedang untuk menghindari kerebahan pada musim hujan.

Tabel 11. Nilai rataan tinggi tanaman, jumlah total anakan dan jumlah anakan produktif galur-galur padi gogo hasil kultur antera dan pembanding di Sukabumi daerah endemik penyakit blas MH 2008/2009

Varietas Tinggi Tinggi Jumlah Jumlah Tanaman Tanaman Anakan Anakan 45 HST (cm) Panen (cm) Total Produktif

IW-54 30,1 ef 78,3 e 19,4 a 13,7 ab IW-56 32,3 ef 76,5 e 15,1 bc 13,1 ab IW-64 31,8 ef 73,9 e 16,2 ab 14,0 ab IW-67 31,4 ef 80,5 e 15,8 b 14,8 a WI-43 35,7 ed 81,1 e 16,5 ab 13,9 ab WI-44 32,9 ef 88,2 de 14,4 bcd 13,7 abc GI-7 51,5 ab 107,7 bc 7,5 gh 6,9 def O18b-1 46,4 bc 89,4 de 7,3 gh 6,7 def IG-19 45,8 bc 106,5 bc 7,7 gh 6,5 ef IG-38 52,2 ab 98,9 cd 6,7 h 6,1 f A3-2 51,7 ab 115,8 ab 9,4 fgh 8,4 cdef A3-7 46,7 bc 101,0 bcd 9,5 fgh 6,6 ef

B13-2a 42,8 cd 116,2 ab 10,6 efg 8,5 cdef

B13-2d 46,0 bc 112,1 abc 10,9 defg 9,1 cdef B13-2e 46,9 bc 109,5 bc 12,0 cdef 10,1 bcde

D19-1 53,4 ab 106,1 bc 9,7 fgh 8,1 cdef

Jatiluhur 47,9 abc 116,2 ab 13,8 bcde 11,0 abc Limboto 55,7 a 112,4 abc 11,7 cdef 7,9 cdef

Batutegi 55,9 a 125,8 a 9,6 fgh 6,9 def

Cisokan 26,7 f 87,27 de 12,3 cdef 10,6 bcd

Keterangan : *) Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata pada tahap uji DMRT 5 %.

Jumlah anakan total pada saat panen galur IW-54, IW-64 dan WI-43 nyata lebih banyak dibandingkan dengan Jatiluhur, Limboto, Batutegi dan Cisokan. Jumlah total anakan galur IW-56, IW-67, dan WI-44 tidak berbeda dengan Jatiluhur, galur B13-2e tidak berbeda dengan Limboto dan Cisokan, galur A3-2, A3-7 dan D19-1 tidak berbeda dengan Batutegi. Rata-rata jumlah anakan galur-galur hasil kultur antera berkisar 7-19 anakan, sedangkan varietas pembanding berkisar 10-14 anakan (Tabel 11). Taryatet al.(1993) menyatakan bahwa perbedaan masa pertumbuhan total pada fase vegetatif, lebih dipengaruhi oleh sifat genetik atau tergantung pada sensitivitas varietas yang dibudidayakan terhadap lingkungan.

Jumlah anakan terutama anakan produktif merupakan peubah produksi penting bagi tanaman padi karena menentukan jumlah malai per rumpun yang dipanen. Jumlah anakan produktif galur IW-54, IW-56, IW-64, IW-67, 43,

WI-44 tidak berbeda dibandingkan dengan Jatiluhur. Jumlah anakan produktif B13-2e tidak berbeda dengan Cisokan. Jumlah anakan produktif A3-2, B13-2a, B13-2e dan D19-1 tidak berbeda dibanding Limboto. Varietas Batutegi memiliki anakan produktif tidak berbeda dengan GI-7 dan O18b-1 (Tabel 11). Peningkatan jumlah anakan produktif memberikan kontribusi positif bagi peningkatan produksi.

Umur Berbunga, Umur Panen dan Komponen Hasil

Umur berbunga galur-galur hasil kultur antera berkisar dari 75 – 96 HST, sedangkan varietas pembanding 87-101 HST. Galur-galur yang berbunga lebih awal adalah GI-7, O18b-1, IG-19, IG-38, A3-2 (75 - 79 HST) sedangkan galur yang berbunga paling lambat IW-64 (99 HST) (Tabel 12). Umur panen galur yang diuji paling genjah dan paling dalam berturut-turut adalah GI-7, O18b-1, IG-19, IG-38 (114 HST), galur IW-54, IW-56, IW-67, IW-64, WI-44, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d, B13-2e, D19-1, sama dengan Jatiluhur dan Limboto (125 HST) (Tabel 12). Berdasarkan penggolongan umur yang dikemukakan oleh Siregar (1981), Umur galur-galur yang diuji digolongkan sebagai berikut :Umur genjah : IW-54, IW-56, IW-64, IW-67, WI-44, WI-43, GI-7, O18b-1, IG-19, IG-38, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d, B13-2e. Umur varietas unggul yang lebih pendek dari varietas lokal sangat penting artinya bagi petani dalam menyusun pola pertanaman sepanjang tahun. Bila dengan varietas lokal petani hanya memperoleh satu pertanaman dalam setahun, dengan varietas unggul mereka dapat memanen dua pertanaman padi.

Panjang malai dan kerapatan butir gabah menentukan jumlah gabah per malai yang dapat dipanen. Malai yang lebih panjang dengan susunan gabah yang rapat diharapkan memiliki jumlah gabah yang lebih banyak dibandingkan dengan panjang malai yang pendek. Panjang malai galur-galur hasil kultur antera yang diuji berkisar 18,7 – 21,6 cm. Panjang malai galur-galur 54, 56 IW-64, IW-67, WI-43, IW-44, GI-7, O18b-1, IG-19, IG-38, A3-2, A3-7, 2a, B13-2d, B13-2e, D19-1 tidak berbeda dengan panjang malai Jatiluhur, Batutegi dan Cisokan tetapi nyata lebih pendek dibanding Limboto (Tabel 12).

Tabel 12. Nilai rataan umur berbunga, umur panen dan komponen hasil galur-galur hasil kultur antera dan pembanding, di Sukabumi Jawa Barat daerah endemik penyakit blas MH 2008/2009

Varietas Umur Umur Panjang Jumlah Jumlah Jumlah Berbunga Panen Malai Gabah/

Gabah. Isi

Gabah. Hampa (hari) (hari) (cm) Malai per Malai per Malai IW-54 99 125 20,2 bc 81,8 gh 67,6 de 21,3 e IW-56 99 125 20,1 bc 82,9 gh 58,5 f 24,4 e IW-64 99 125 19,7 bc 72,7 h 51,1 f 25,9 e IW-67 97 125 18,9 c 72,8 h 51,2 f 21,6 e WI-43 98 125 20,5 bc 80,5 gh 65,2 ef 20,6 f WI-44 95 125 21,6 bc 86,6 gh 64,0 ef 22,6 e GI-7 79 114 20,1 bc 92,6 fgh 71,1 cd 16,4 g O18b-1 75 114 20,8 bc 134,4 de 110,0 ab 45,0 cde IG-19 79 114 18,7 c 80,5 gh 62,2 ef 18,4 f IG-38 79 114 19,9 bc 90,7 fgh 68,4 cd 22,2 e A3-2 82 125 21,5 bc 118,2 def 62,2 ef 55,8 cd A3-7 93 124 19,9 bc 121,5 de 36,3 g 85,2 b B13-2a 93 125 21,2 bc 126,4 de 96,5 ab 29,9 de B13-2d 96 125 20,8 bc 115,3 def 82,0 bc 33,2 de B13-2e 96 125 19,7 bc 106,4 efg 85,8 bc 20,6 f D19-1 96 125 19,2 c 166,3 c 70,9 cd 95,4 b Jatiluhur 93 125 21,2 bc 185,3 bc 127,0 ab 57,9 cd Limboto 91 125 26,5 a 195,2 b 158,0 a 43,1 cde Batutegi 100 120 23,1 b 246,1 a 144,0 a 101,2 a Cisokan 101 120 23,1 b 138,2 d 75,9 cd 62,3 c Keterangan : *) Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak

berbeda nyata pada tahap uji DMRT 5 % .

Hasil uji DMRT 5 % memperlihatkan bahwa peubah jumlah gabah per malai semua galur yang diuji berbeda nyata dengan Jatiluhur, Batutegi dan Limboto. Jumlah gabah galur O18b-1, A3-2, A3-7, B13-2a dan B13-2d sama dengan Cisokan, tetapi jumlah gabah galur D19-1 berbeda nyata lebih tinggi dibanding Cisokan. Galur hasil kultur antera dengan jumlah gabah paling banyak dan paling sedikit berturut-turut adalah galur D19-1(166,3 butir) dan galur IW-56 (69,6 butir) (Tabel 12).

Jumlah gabah isi galur-galur yang diuji dari yang paling banyak sampai paling sedikit berturut-turut adalah O18b-1 (110 butir) dan galur A3-7 (36.3 butir). Hasil analisis statistika jumlah gabah isi galur B13-2a dan O18b-1 tidak berbeda dengan varietas Batutegi, varietas Limboto dan varietas Jatiluhur. Jumlah gabah isi galur GI-7, IG-38, dan D19-1 tidak berbeda dengan Cisokan (Tabel 12).

Dibandingkan dengan Percobaan pertama (Tabel 6), jumlah gabah isi galur IW-56, IW-67, WI-43, IG-19, B13-2d dan B13-2e tidak berbeda dengan Jatiluhur. Jumlah gabah isi menunjukan kemampuan suatu genotipe dalam proses pengisisan biji.

Hasil analisis menunjukkan beda nyata antara galur-galur yang diuji dengan varietas pembanding. Jumlah gabah hampa galur O18b-1, A3-2 tidak berbeda dengan Jatiluhur, Limboto dan Cisokan, sedangkan jumlah gabah hampa galur lain lebih rendah dibanding Jatiluhur, Limboto, Batutegi dan Cisokan (Tabel 12). Jumlah gabah hampa tertinggi dicapai oleh galur O18b-1, A3-7, D19-1. dan terrendah WI-43, IG-19, dan B13-2e. Dibandingkan dengan percobaan di Bogor (percobaan I), jumlah gabah hampa semua galur yang diuji tidak berbeda dengan varietas Jatiluhur, kecuali galur O18b-1, A3-2 dan A3-7 mempunyai jumlah galur hampa yang tinggi. Kehampaan yang tinggi karena kemampuan tanaman untuk menyediakan asimilat sangat terbatas. Hubungan kemampuan pengisian gabah pada malai dapat dilihat dari persentase kehampaannya.

Persentase Gabah Hampa dan Gabah Isi

Persentase gabah hampa galur-galur kultur antera berkisar antara 22,47 – 68,83%, sedangkan pembandingnya varietas Limboto (tahan) 22,47%, varietas Cisokan (rentan) 44,83%, varietas Jatiluhur (30,40%) dan varietas Batutegi (39,03%). Persentase gabah hampa galur dari terkecil - terbesar berturut-turut adalah IG-19 (22,47%) dan A3-7 (68,83%). Peubah ini berkorelasi sangat nyata terhadap bobot gabah per rumpun (Tabel 13). Persentase gabah hampa galur-galur kultur antera di atas 50% yaitu A3-7 (68,83%) dan D19-1 (57,86%) (Gambar 5), serangan hama penggerek batang pada saat pembungaan yang membuat malai mati (beluk), serangan penyakit blas daun dan blas leher malai dan penyakit hawar daun bakteri (Bacterial Leaf Blight) pada galur D19-1.

Berdasarkan hasil penelitian, persentase gabah isi sangat dipengaruhi oleh varietas dan cara budidaya. Persentase gabah isi terkecil ( 29,80%) dicapai oleh galur A3-7 dan persentase gabah isi terbesar (80,60%) dicapai oleh galur B13-2d. Persentase gabah isi varietas pembandingnya (54,90-78,30%) (Gambar 4). Menurut Vergara ( 1995 ), persentase gabah isi yang diharapkan bagi varietas unggul adalah ≥ 80%, sehingga terdapat satu galur yang dapat dikembangkan sebagai idiotipe varietas unggul padi gogo.

Gambar 4. Persentase gabah hampa dan gabah isi

Hasil

Bobot 1000 butir gabah merupakan peubah komponen hasil penting setelah panjang malai dan gabah isi per malai. Bobot 1000 butir gabah dapat menunjukkan kualitas dan ukuran suatu gabah. Berdasarkan hasil analisis, bobot 1000 butir galur IW-54, IW-56, IW-64, IW-67, WI-43, O18b-1, A3-2, A3-7, B13-2a, B13-2d dan B13-2e, D19-1 tidak berbeda dibanding Jatilihur, Limboto, Batutegi, dan Cisokan (20-24 g), tetapi berbeda dengan galur WI-44, GI-7, IG-19 dan IG -38 (28-40 g). Bobot 1000 butir terberat dicapai oleh galur GI-7 dan IG-19 (40 g) dan yang paling ringan galur IW-56 (20 g) (Tabel 13). Bobot 1000 butir galur IG dan GI tertinggi karena mengikuti tetuanya yaitu Gajah Mungkur yang memiliki bobot 1000 butir 36 g. Bobot 1000 butir galur IG dan GI lebih berat dibanding tetuanya yaitu 39-40 g.

Berdasarkan hasil analisis bobot gabah per rumpun galur GI-7 dan IG-38 tidak berbeda dengan varietas Jatiluhur, varietas Limboto dan varietas Batutegi. Bobot gabah per rumpun galur IW-54, IW-67, WI-43, IW-44, O18b-1, A3-2, B13-2a, B13-2d dan B13-2e berbeda lebih berat dibanding Cisokan, sedangkan bobot per rumpun galur IW-56, IW-64, dan D19-1 sama dengan Cisokan (Tabel 13).

Bobot per petak galur WI-43 dan IW-54 lebih berat dibanding varietas Batutegi. Bobot per petak galur IW-67, WI-44, GI-7, IG-38, IG-39, dan O18b-1 sama dengan Batutegi. Bobot per petak galur IW-64, A3-2 dan B13-2a nyata

lebih rendah dibanding Cisokan. Bobot per petak galur B13-2d dan D19-1 sama dengan Cisokan (Tabel 13).

Dari hasil uji lanjut DMRT 5 % hasil per hektar galur IW-54, IW-67, WI-43, IW-44, GI-7, O18b-1, IG-38 dan IG-19 (3,43 - 3,77 ton/ha) sama dengan Batutegi (3,50 ton/ha). Hasil per hektar galur IW-56, B13-2d, B13-2e dan D19-1 (2,78 - 3,27 ton/ha) sama dengan Cisokan (2,69 ton/ha) (Tabel 13).

Tabel 13. Nilai rataan hasil galur-galur hasil kultur antera dan varietas Batutegi, Limboto, Jatiluhur dan Cisokan, di Sukabumi Jawa Barat daerah endemik penyakit blas MH 2008/2009

Varietas Bobot Bobot/ rumpun Bobot/petak Hasil

1000 butir (g) (g) (kg) ton/ha

IW-54 23,4 c 17,4 bcd 2,82 bcd 3,67 c

IW-56 19,9 c 11,4 ef 2,41 defg 3,12 d

IW-64 23,7 c 12,7 ef 1,84 fg 2,42 e

IW-67 23,2 c 16,9 bcdef 2,73 cdef 3,53 c

WI-43 23,4 c 16,5 bcdef 2,90 bc 3,77 c

WI-44 27,9 b 14,1 def 2,84 cde 3,68 c

GI-7 40,1 a 21,8 abc 2,54 cdefg 3,33 c

O18b-1 22,3 c 16,6 bcdef 2,83 cde 3,68 c

IG-19 39,8 a 18,0 bcdef 2,63 cdefg 3,43 c

IG-38 39,4 a 22,7 ab 2,64 cdefg 3,47 c

A3-2 21,8 c 14,9 cdef 1,64 fg 2,16 e

A3-7 22,2 c 9,3 f 1,19 g 1,56 f

B13-2a 24,4 c 15,1 cdef 1,83 fg 2,40 e

B13-2d 22,9 c 13,3 def 2,14 efg 2,78 d

B13-2e 23,3 c 14,9 cdef 2,52 defg 3,27 cd

D19-1 23,1 c 11,4 ef 2,09 efg 2,71 d

Jatiluhur 23, 3 c 23,3 ab 3,62 ab 4,71 b

Limboto 24,3 c 25,5 a 4,13 a 5,37 a

Batutegi 24,8 c 20,3 abcd 2,68 cdef 3,50 c

Cisokan 21,7 c 12,1 ef 2,07 efg 2,69 d

Keterangan : *) Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukan tidak berbeda nyata pada tahap uji DMRT 5 %.

Dibandingkan dengan percobaan di Bogor (percobaan I), hasil per hektar percobaan tiga lebih tinggi, karena lingkungan yang mendukung pertumbuhan lebih baik dan jumlah populasi tanaman yang lebih banyak (tanaman padi gogo yang dipanen tiap petak 180 rumpun) sedangkan percobaan pertama kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan jumlah populasi tanaman yang dipanen lebih sedikit (tanaman padi gogo yang dipanen tiap petak 130 rumpun).

Galur-galur yang memiliki produksi yang rendah disebabkan serangan penyakit blas daun dan blas leher malai, penyakit yang disebabkan oleh bakteri

hawar daun bakteri (bacterial leaf blight), dan hama penggerek batang. Pada perkembangan tanaman sekitar 40-50 HST, terjadi kekeringan yang menyebabkan tanaman mengalami stres, hal ini mempengaruhi pembentukan malai, sehingga malai yang terbentuk lebih sedikit. Setelah kekeringan proses metabolisme berjalan normal kembali, tetapi berpengaruh terhadap hasil beberapa galur yang memiliki potensi hasil yang tinggi berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Sasmita 2006).

Pengujian Mutu Beras

Pengujian tampilan beras memperoleh data tentang ukuran rata-rata panjang dan bentuk beras pecah kulit dan beras giling, suhu gelatinasi dan kadar amilosa. Data tersebut menunjukkan adanya keragaman mutu beras dari varietas yang diuji. Mutu beras ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan maupun teknik budidaya dan teknik penanganan pasca panen. Bentuk dan ukuran gabah lebih ditentukan oleh faktor genetik tanaman.

Sifat fisik yang diamati yaitu panjang dan bentuk beras pecah kulit dan beras putih. Bentuk fisik beras semua galur yang diuji (16 galur hasil kultur antera ) memiliki beras yang tergolong berbentuk sedang (2,1 – 3,0 mm) sama dengan varietas Jatiluhur, varietas Limboto, varietas Batutegi dan varietas Cisokan. Sifat beras yang digunakan sebagai kriteria mutu tanak dan prosesing beras adalah kadar amilosa, uji alkali untuk menentukan suhu gelatinasi. Kadar amilosa merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepulenan nasi (Somantri et al.1985). Kandungan amilosa beras dibagi menjadi lima golongan ( Singh et al. 2000) yaitu, 1). Ketan (0%), 2). Kadar amilosa sangat rendah (3-9%), 3). Kadar amilosa rendah (10-19%), 4). Kadar amilosa sedang (20-25%), dan kadar amilosa sangat tinggi (> 25%) (Tabel 14).

Dari hasil penelitian ini terdapat tiga galur dengan kadar amilosa rendah (17,2-19,1 %) dengan tekstur nasi pulen, delapan galur dengan kadar amilosa sedang (20,9-24,2%) dengan tekstur nasi pulen, dan lima galur dengan kadar amilosa tinggi (25,8-28,8%) dengan tekstur nasi pera. Beras dengan kadar amilosa sedang (20-24%) lebih disenangi oleh masyarakat Indonesia (Suwarno et al. 1982). Kadar amilosa merupakan sifat terbaik untuk menggambarkan kepulenan dan rasa nasi (IRRI 1996) dan kadar amilosa lebih menentukan rasa dari sifat lainnya seperti suhu gelatinasi dan konsistensi gel (Juliano 1979).

Tabel 14. Tampilan bentuk beras, suhu gelatinasi dan kadar amilosa dari galur-galurpadi gogohasil kultur antera yang diujikan

Galur Beras Pecah Kulit Beras Putih Suhu Kadar Ukuran

(mm) Bentuk

Ukuran

(mm) Bentuk Nilai Gelatinasi

Amilosa (%) IW-54 7,6 Sedang 2,5 Sedang 6-7 < 700C 20,9 IW-56 7,3 Sedang 2,1 Sedang 6-7 < 700C 22,1 IW-64 7,3 Sedang 2,3 Sedang 1-2 74,5 - 800C 23,9 IW-67 7,6 Sedang 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 22,3 WI-43 7,1 Sedang 2,5 Sedang 6-7 < 700C 23,5 WI-44 7,5 Sedang 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 24,2 GI-7 7,5 Sedang 3,0 Sedang 4-5 70 - 740C 17,2 O18b-1 7,2 Sedang 2,6 Sedang 1-2 74,5 - 800C 23,4 IG-19 7,8 Sedang 3,0 Sedang 1-2 74,5 - 800C 19,1 IG-38 8,4 Sedang 3,0 Sedang 1-2 74,5 - 800C 17,3 A3-2 7,3 Sedang 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 27,6 A3-7 6,7 Sedang 2,7 Sedang 1-2 74,5 - 800C 24 B13-2a 5,6 Pendek 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 26,3 B13-2d 6,0 Sedang 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 28,8 B13-2e 5,7 Pendek 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 28,7 D19-1 5,5 Pendek 2,1 Sedang 1-2 74,5 - 800C 25,8 Jatiluhur 6,1 Sedang 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 26,6 Limboto 6,3 Sedang 2,7 Sedang 1-2 74,5 - 800C 24 Batutegi 6,0 Sedang 2,5 Sedang 1-2 74,5 - 800C 22,3 Cisokan 6,5 Sedang 2,4 Sedang 1-2 74,5 - 800C 27

Suhu gelatinasi (SG) digolongkan menjadi tiga : rendah /low (< 700C), sedang/intermediate (70-740C) dan tinggi/high (74,5-800C) (Tabel 14). Hasil percobaan memperlihatkan bahwa rata-rata galur yang diuji memiliki suhu gelatinasi yang tinggi/high.Suhu gelatinasi menunjukkan lamanya menanak nasi. Menurut Damardjati (1991) beras yang mempunyai suhu gelatinasi tinggi apabila dimasak membutuhkan lebih banyak air dan waktu tanak lama dibandingkan beras bersuhu gelatinasi rendah. Dari 20 galur/varietas yang diuji memiliki nilai pengembangan dan kejernihan 1, 2, 4, 5, 6 dan 7. Dari nilai-nilai ini dapat ditentukan suhu gelatinasi. Dari galur-galur yang diuji terdapat 3 galur yang tergolong rendah, satu galur tergolong sedang dan 13 galur memiliki suhu gelatinasi yang tinggi. Varietas pembanding mempunyai suhu gelatinasi tergolong tinggi/high (Tabel 14).