• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

E. Bidang Bina Marga

2. Nilai B variabel konflik sebesar -0,022 dengan nilai signifikansi untuk variabel konflik ini yaitu sebesar 0,018 lebih kecil dari 0,05 dan nilai t-hitung untuk

4.1.4.2.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi

) menurun maka akan mengakibatkan kinerja pegawai (Y) meningkat secara signifikan pula.

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kemampuan variabel independen menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen, seperti terlihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model R R Square Adjusted

R Square Std. Error of the Estimate .749a 561 .535 .23999 a. Predictors: (Constant), x2, x1 b. Dependent Variable: Y

Sumber: Data primer yang diolah, 2011

Tabel 4.14 di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R square) sebesar 0,561 atau 56,1%. Hal ini berarti variabel independen yaitu job stressor dan konflik kerja mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap kinerja pegawai sebesar 56,1% sedangkan sisanya sebesar 43,9% dijelaskan oleh variabel yang tidak diteliti.

4.2. Pembahasan

Secara simultan job stressor dan konflik kerja mempunyai pengaruh negatip dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan job stressor dan konflik kerja berpengaruh negatip dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Pernyataan ini mendapat dukungan dari pendapat yang dikemukakan oleh Gilboa et al. (2008) yang menyatakan bahwa job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh terhadap kinerja, di mana semakin tinggi tingkat job stressor dan konflik kerja, maka akan berdampak pada kinerja karyawan yang semakin rendah.

Selain itu hasil penelitian Murtiningrum (2006) menunjukkan bahwa stress pekerjaan dan konflik kerja memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal sejalan juga diungkapkan oleh Rozikin (2006) sebenarnya stres atau

tekanan jiwa merupakan keadaan wajar, terbentuk dalam diri manusia sebagai respon terhadap setiap hasrat atau kehendak. Maka stres itu tidak mungkin dihindari, karena merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari pada manusia. Terlebih lagi zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia semakin sibuk. Disatu pihak peralatan kerja makin modem dan efisien, dilain pihak beban kerja disatuan-satuan organisasi juga makin bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi karyawan yang lebih besar dari yang sudah-sudah sehingga akibatnya pengalaman-pengalaman yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi makin terasa. Dampak negatip stres pada tingkat yang tinggi adalah kinerja karyawan menurun secara mencolok. Kondisi ini terjadi karena karyawan akan lebih banyak menggunakan tenaganya untuk melawan stres daripada melakukan tugas atau pekerjaannya

Pengamatan di lapangan menunjukkan job stressor dan konflik yang ada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara diakibatkan banyaknya pekerjaan yang dibebankan kepada pegawai,Tekanan atau desakan waktu,Kemenduaan peran dan koordinasi kerja yang kurang baik..

Selanjutnya dapat diketahui pula secara parsial job stressor memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, job stressor adalah merupakan faktor faktor yang sering menimbulkan stres di tempat kerja (Newstroom dan Davis, 2001), tetapi job stressor merupakan sesuatu yang tidak mungkin dapat dihindari dalam sebuah organisasi, langkah yang diperlukan adalah bagaimana mengelola job stressor tersebut agar dapat meningkatkan kinerja.

Pengamatan di lapangan menunjukkan job stressor yang terjadi di Dinas Pekerjaan Umum pada umumnya disebabkan tumpang tindihnya/ketidakjelasan pembagian pekerjaan dan perbedaan dalam memahami tujuan ataupun persepsi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

Koefisien regresi konflik kerja menunjukkan adanya pengaruh negatif konflik kerja terhadap kinerja pegawai, apabila terjadi kenaikan konflik maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja, sama seperti job stressor memiliki pengaruh yang berlawanan terhadap kinerja dan konflik kerja juga merupakan sesuatu yang tidak mungkin dihindari dan kemungkinan timbulnya konflik besar sekali dalam kerangka-kerangka keorganisasian. Konflik keorganisasian ini juga terjadi pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara di mana adanya ketidaksesuaian antara dua atau lebih pegawai, konflik ini timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Hasil regresi pengaruh konflik terhadap kinerja untuk kasus Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara masih bisa di telerir karena pengaruhnya sebesar 2,2% terhadap kinerja. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian dan penelitian Murtiningrum (2006) di mana stress pekerjaan dan konflik kerja memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja karyawan dengan stress pekerjaan memiliki pengaruh terbesar terhadap kinerja karyawan. Sedangkan dukungan dari hasil penelitian Diansyah (2010) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan

negatip dari job stressor terhadap kinerja karyawan. Terdapat pengaruh yang signifikan negatip dari konflik kerja terhadap kinerja karyawan.

Untuk penelitian ini, khususnya pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hal ini sesuai dengan penelitian Rozikin (2006) yang menunjukkan bahwa kinerja karyawan lebih banyak dipengaruhi oleh stress kerja daripada konflik peran. Terbukti dari

besamya kontribusi masing-masing variabel terhadap variabel kinerja karyawan yaitu job stressor 59,44% yang lebih besar dari konflik kerja 55,06%.

Berdasarkan pengamatan, konflik kerja masih saja terjadi, hal ini disebabkan karena pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara terlihat belum ada koordinasi kerja yang baik, ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, di mana jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, pihak yang lain juga terkena akibatnya (misalnya pegawai bagian gambar membuat gambar yang salah berdampak pada pegawai yang bertanggung jawab pada proses desain suatu konstruksi, tidak ada pembagian tugas yang jelas, perbedaan dalam otorisasi pekerjaan, tidak memahami tujuan organisasi, dan persepsi yang berbeda, masih ada ketidakadilan dalam sistem kompetensi insentif, strategi pemotivasian yang masih kurang tepat berdampak pada munculnya konflik dalam pekerjaannya.

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara telah melakukan beberapa upaya untuk menyelesaikan konflik seperti menekan konflik, dan bukan menyelesaikannya, karena konflik yang muncul ke permukaan kembali ditekan

kebawah. Menciptakan suatu situasi menang-kalah di mana pegawai yang kalah terpaksa mengalah terhadap pegawai yang memiliki otoritas lebih tinggi, atau memiliki kekuasaan lebih besar. Menghindari atau berpura-pura tidak mengetahui adanya suatu konflik, keengganan untuk menghadapi konflik dengan jalan mengulur-ulur waktu dan memberikan alasan tunggu dibandingkan dengan situasi sesungguhnya. Serta melakukan kompromi dengan meyakinkan masing-masing pegawai dalam perundingan penyelesaian masalah yang terjadi.

BAB V

Dokumen terkait