ANALISIS PENGARUH
JOB STRESSOR
DAN KONFLIK KERJA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN
UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA
TESIS
Oleh
ZIVO MADRESTY HUTABARAT
NIM 097019040/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
SE K O L
A H
P A
S C
A S A R JA N
ANALISIS PENGARUH
JOB STRESSOR
DAN KONFLIK KERJA
TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN
UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ZIVO MADRESTY HUTABARAT
097019040/IM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH JOB STRESSOR DAN
KONFLIK KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA
Nama Mahasiswa : Zivo Madresty Hutabarat
Nomor Pokok : 097019040
Program Studi : Ilmu Manajemen
Menyetujui, Komisi Pembimbing:
(Dr. Prihatin Lumbanraja, SE,M.Si.) (Dr. Arlina Nurbaity Lubis,SE, M.B.A.
Ketua Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur,
(Prof. Dr, Paham Ginting, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 29 Desember 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si.
Anggota : 1. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A.
2. Prof. Dr. Paham Ginting, MS
3. Dr. Khaira Amalia Fachruddin, M.B.A, Ak.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: “Analisis
Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan
Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan
belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya,
Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara
jelas dan benar.
Medan, Desember 2011 Yang membuat pernyataan
ABSTRAK
Salah satu dinas yang sedang mengalami pemekaran di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Pekerjaan Umum, hal ini disebabkan Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang berkaitan dengan job stressor, konflik, dan kinerja pegawai.
Penelitian ini adalah penelitian sensus karena penelitian ini yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel yaitu 56 Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan survei, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat dari penelitian adalah penjelasan. Model analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah Analisis Regresi Berganda, menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.
Hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
ABSTRACT
One of the expanding government agencies in Batubara District is Public Work Service because, as a newly established district, Batubara District needs to develop infrastructures for smooth course of development in the district. The problem to solve in this study was whether job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District. The hypothesis of this study was job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District.
This study employed the theory of human resource management and organizational behavior related to job stressor, conflict and performance of employees.
The population of this descriptive quantitative explanatory census survey study was all of the 56 Civil Servants assigned in Public Work Service of Batubara District. The data obtained to answer the hypothesis were analyzed through multiple
regression analysis with α = 95%.
The result of this study showed that simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees. Job stressor had a more dominant influence compared to that of work conflict on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.
The conclusion of this study is that (1) simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees, (2) partially job stressor and work conflict had a significant negative influence on the performance of employees, and (3) job stressor had a dominant influence on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara.” Tesis ini
disusun dalam rangka memenuhi persyaratan Pendidikan Program Pascasarjana
Magister Ilmu Manajemen pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Penyusunan tesis ini terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan penulis menjadi
mahasiswa program studi Magister Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Manajemen dan Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A., selaku Sekretaris
Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana yang telah memberikan
4. Ibu Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A., Selaku anggota Komisi Pembimbing,
atas bimbingan, dukungan dan arahan yang diberikan selama penyusunan tesis
ini.
5. Bapak Dr. Paham Ginting, MS., Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., Ibu Dr. Khaira
Amalia Fachruddin, M.B.A, Ak. Selaku dosen pembanding atas saran dan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
6. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, beserta seluruh pegawai
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara dan teman-teman yang telah
mendukung dalam penelitian ini
7. Teristimewa buat kedua orang tua dan adik-adikku tercinta, yang telah
memberikan dukungan, bantuan, semangat, pengertian, pengorbanan selama
proses pendidikan hingga terselesainya tesis ini.
Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari kekurangan. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan masukan guna perbaikan selanjutnya, serta semoga
bermanfaat.
Medan, 29 Desember 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Zivo Madresty Hutabarat, lahir di Pontianak pada tanggal 11 Juli 1985, anak
pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan ayahanda M. Nur Hutabarat dan ibunda
Ivo Fresty Wahyuni.
Sekolah Dasar di SD Taman Asuhan Pematang Siantar tamat dan lulus tahun
1997, Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertiwi Medan tamat dan lulus tahun
2000, Sekolah Menengah Umum di SMU Al-Azhar Medan tamat dan lulus tahun
2003. Melanjutkan studi di Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Sumatera Utara
tamat dan lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sejak tahun 2008 sampai dengan
DAFTAR ISI
2.2.1.3.2. Tahap Perancangan Sistem Pengukuran
Kinerja ... 15
2.2.2. Teori tentang Job Stressor ... 16
2.2.2.1. Pengertian Job Stressor ... 16
2.2.2.2. Kategori-Kategori Job Stressor... 19
2.2.3. Teori tentang Konflik Kerja ... 23
2.2.3.1. Pengertian Konflik ... 23
2.2.3.2. Tingkatan Konflik ... 25
2.2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Konflik ... 27
2.2.3.4. Metode Penyelesaian Konflik ... 31
2.3. Kerangka Konseptual ... 34
2..4 Hipotesis Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 36
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.3. Populasi dan Sampel ... 37
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 37
3.5. Jenis dan Sumber Data ... 38
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 38
3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40
3.7.1. Uji Validitas ... 40
3.7.2. Uji Reliabilitas ... 42
3.8. Motode Analisis Data ... 43
3.9. Uji Asumsi Klasik ... 46
3.9.1. Uji Normalitas ... 46
3.9.2. Uji Multikolinieritas ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
4.1. Hasil Penelitian ... 49
4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49
4.1.1.1. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 49
4.1.1.2. Visi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 51
4.1.1.3. Misi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 51
4.1.1.4. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 52
4.1.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 53
4.1.2. Karakteristik Responden ... 61
4.1.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 61
4.1.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 62
4.1.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
4.1.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ... 63
4.1.3. Analisis Statistik Deskripsi ... 64
4.1.3.1. Tanggapan Responden Mengenai Job Stressor ... 64
4.1.3.2. Tanggapan Responden Mengenai Konflik Kerja ... 66
4.1.3.3. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Pegawai ... 68
4.1.4 Analisis Statistik Inferensial ... 71
4.1.4.1. Uji Asumsi Klasik ... 71
4.1.4.1.1. Hasil Uji Normalitas ... 71
4.1.4.1.2. Hasil Uji Multikoliniaritas ... 71
4.1.4.2. Hasil Regresi Linier Berganda ... 72
4.1.4.2.1. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan ... 74
4.1.4.2.2. Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial... 75
4.1.4.2.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 76
4.2. Pembahasan ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
5.1. Kesimpulan ... 79
5.2. Saran ... 79
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian: Variabel, Definisi Operasional,
Indikator, dan Skala Ukuran ... 39
3.2. Uji Validitas Instrument Penelitian ... 41
3.3. Uji Reliabilitas Instrument Penelitian ... 43
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... 61
4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 62
4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ... 63
4.5. Tanggapan Responden atas Job Stressor ... 64
4.6. Tanggapan Responden atas Konflik Kerja ... 66
4.7. Tanggapan Responden Mengenai atas kinerja Pegawai ... 68
4.8 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 71
4.9. Hasil Uji Multikolinearitas ... 71
4.10. Hasil Uji Heteroskedatisitas ... 72
4.11. Hasil Regresi Linier Berganda ... 73
4.12. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan ... 74
4.13. Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial ... 75
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Konseptual ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner ... 90
2. Data Penelitian ... 93
3. Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Penelitian... 106
4. Hasil Regresi Penelitian ... 108
5. Uji Normalitas ... 109
6. Uji Glejser ... 110
ABSTRAK
Salah satu dinas yang sedang mengalami pemekaran di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Pekerjaan Umum, hal ini disebabkan Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang berkaitan dengan job stressor, konflik, dan kinerja pegawai.
Penelitian ini adalah penelitian sensus karena penelitian ini yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel yaitu 56 Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan survei, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat dari penelitian adalah penjelasan. Model analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah Analisis Regresi Berganda, menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.
Hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
ABSTRACT
One of the expanding government agencies in Batubara District is Public Work Service because, as a newly established district, Batubara District needs to develop infrastructures for smooth course of development in the district. The problem to solve in this study was whether job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District. The hypothesis of this study was job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District.
This study employed the theory of human resource management and organizational behavior related to job stressor, conflict and performance of employees.
The population of this descriptive quantitative explanatory census survey study was all of the 56 Civil Servants assigned in Public Work Service of Batubara District. The data obtained to answer the hypothesis were analyzed through multiple
regression analysis with α = 95%.
The result of this study showed that simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees. Job stressor had a more dominant influence compared to that of work conflict on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.
The conclusion of this study is that (1) simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees, (2) partially job stressor and work conflict had a significant negative influence on the performance of employees, and (3) job stressor had a dominant influence on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Setiap perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menggunakan sumber
daya yang dimiliki seoptimal mungkin, dalam arti perusahaan harus dapat
menciptakan keunggulan kompetitif, sehingga diharapkan dapat menghadapi para
pesaingnya. Salah satu permasalahan yang dihadapi perusahaan atau organisasi
adalah mencari metode yang tepat untuk mengatur dan mengkoordinasikan sumber
daya manusia secara efektif dan efisien. Meskipun terdapat banyak teori tentang
manajemen sumber daya manusia, namun pada prakteknya untuk mencapai hal
tersebut bukan merupakan satu hal yang mudah, sebab sumber daya manusia ini
terdiri dari berbagai manusia dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Pada zaman sekarang banyak organisasi yang mengubah konsep operasional
dalam manajemen sumber daya manusia, yang dulunya organisasi memperlakukan
pegawai secara individu tetapi sekarang para pegawai tersebut diperlakukan sebagai
bagian dari suatu kelompok atau tim kerja dalam suatu kelompok, dengan tujuan
dapat mengoptimalkan aspek sosial, teknis serta kinerja dari individu itu sendiri
macam individu dengan berbagai latar belakang, pendidikan, dan sifat yang berbeda
sehingga konflik dapat muncul setiap saat. Jika suatu konflik tidak dapat terselesaikan
dengan baik, maka akan dapat berdampak buruk bagi kelompok secara langsung
maupun kinerja organisasi secara tidak langsung.
Di samping, konflik dapat terjadi pada setiap organisasi, maka konflik dapat
menyebabkan akibat bagi organisasi tersebut. Akibat itu, dapat merupakan hal yang
negatip, tetapi dapat juga merupakan hal yang positip, bergantung bentuk konflik itu
sendiri. Pada hakikatnya konflik tidak bisa dihindari tetapi bisa diminimalkan agar
konflik tidak mengarah keperpecahan, permusuhan bahkan mengakibatkan suatu
organisasi mengalami kerugian. Tetapi jika konflik dapat diolah dengan baik maka
suatu organisasi memperoleh keuntungan yang maksimal seperti menciptakan
persaingan sehat antar karyawan. Jadi, pihak manajemen harus dapat menangkap
gejala-gejala dan indikator-indikator konflik yang berdampak konstruktif dan konflik
yang berdampak destruktif. Pihak manajemen harus benar-benar jeli dalam melihat,
memperhatikan dan merasakan perilaku-perilaku karyawannya agar konflik yang
berdampak negatip dapat ditekan
Stres dan konflik merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam
organisasi. Hal tersebut bisa disebabkan adanya ketidakpuasan pegawai terhadap apa
yang diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja, bisa juga terjadi di
luar lingkungan kerja pegawai. Stress bisa terjadi karena faktor-faktor yang
menyebabkannya, atau bisa juga disebut job stressor. Stres merupakan suatu kondisi
seseorang. Konflik kerja dalam organisasi merupakan ketidaksesuaian antara dua
individu atau kelompok dalam suatu perusahaan atau organisasi yang timbul karena
ada kenyataan bahwa pihak satu dengan yang lain harus membagi sumber daya yang
terbatas atau kegiatan kerja dan atau kenyataan kedua belah pihak mempunyai status,
tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda-beda. Job stressor dan konflik kerja
dapat menimbulkan dampak yang positip dan negatip terhadap organisasi atau
perusahaan, itu semua tergantung pada sifat stres pekerjaan dan konflik itu sendiri
dan bagaimana cara mengatasinya. Konflik dapat berperan positip (fungsional), tetapi
dapat pula berperan negatip (disfungsional). Ini berarti konflik harus dapat dikelola
sebaik-baiknya, karena potensial untuk dapat berkembang “positip” dan ”negatip”
dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Job stressor dan konflik kerja merupakan masalah yang timbul pada pegawai
pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Masalah yang
dihadapi pegawai bisa bersifat sementara atau jangka panjang, ringan, atau berat,
tergantung seberapa besar kekuatan dan kemampuan pegawai dalam menghadapinya.
Apabila setiap persoalan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dapat terselesaikan
dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan
dapat menimbulkan dampak positip bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam
meningkatkan kinerjanya, sebaliknya, apabila masalah-masalah tersebut tidak dapat
terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan kinerja pegawai, karena
menimbulkan stres dan konflik yang berkepanjangan sehingga akan dapat
menimbulkan dampak yang negatip.
Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan cara kerja pegawai dalam suatu
perusahaan atau selama periode tertentu. Suatu organisasi atau perusahaan yang
memiliki pegawai yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja organisasi
atau perusahaan tersebut juga baik, sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang
sangat erat antara kinerja individu (pegawai) dengan kinerja organisasi atau
perusahaan, hal ini juga berlaku bagi pegawai negeri yang bekerja di Pemerintah
Pusat, Pemerintah Kota, maupun Pemerintah Kabupaten.
Kabupaten Batu Bara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara,
Indonesia yang memiliki beberapa dinas-dinas sebagai pelaksana kebijakan
pemerintah di antaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum. Kabupaten Batu Bara
sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun
infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Pegawai Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara bekerja di berbagai bagian atau sub dinas,
dimana bagian bagian tersebut saling berhubungan, dan dari beberapa bagian tersebut
terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaan dari pendapatan, gaji, kondisi kerja,
mutu supervisi, tantangan tugas, sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup dalam
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti yang dikemukakan Maslow, di mana
perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan bidang pekerjaan suatu
Fenomena melatarbelakangi penelitian ini adalah tingginya beban kerja di
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara menimbulkan job stressor dan konflik
kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja pegawai. Job stressor yang
paling nyata adalah stressor yang datang dari individu dan stressor yang datang dari
lingkungan kerja, maupun stressor yang bersumber dari teknis maupun non-teknis,
misalnya perbedaan nilai kompensasi di luar gaji yang berbeda antara seorang
pegawai dengan pegawai lain di mana banyak pegawai merasa banyak melakukan
pekerjaan tetapi kompensasi yang mereka terima lebih kecil dari pegawai yang sedikit
pekerjaannya, demikian pula dari segi promosi dimana banyak pegawai merasa
pengangkatan pimpinan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara baik
sebagai kepala seksi, kepala bagian dan lain lain, bukan dinilai dari kinerja tetapi
dikarenakan pegawai tersebut mempunyai kedekatan hubungan dengan pimpinan.
Kinerja pegawai dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara juga sangat rendah hal
ini ditunjukkan dengan waktu penyelesaian pekerjaan yang cukup lama khususnya
apabila pekerjaan tersebut berhubungan dengan administrasi, Dinas PU Kabupaten
Batu Bara harus membuat laporan mingguan dan laporan bulanan untuk setiap proyek
yang sedang berjalan, laporan mingguan ini sering baru selesai setelah dua minggu
demikian juga dengan laporan bulanan tidak pernah selesai pada waktu yang telah
ditetapkan, pada umumnya rendahnya kinerja ini disebabkan oleh rendahnya
kemampuan sumber daya manusia yang bekerja di kantor ini, khususnya apabila
berhubungan dengan komputer dan penyusunan anggaran keuangan ataupun
Konflik yang timbul terjadi antara unit kerja dan antar seksi (intergroup
conflict), karena beranggapan bahwa seksi atau bagian kerja merekalah yang paling
memiliki target yang terlalu besar dan beranggapan seksi lain memiliki target yang
terlalu kecil. Hal ini dapat menimbulkan kecumburuan dan rasa ketidakadilan oleh
pegawai.
Adanya berbagai bentuk stres pekerjaan, konflik kerja, perbedaan tanggapan
atau pengelolaan konflik individu dan akibatnya terhadap kinerja pegawai di Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara tersebut, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh job stressor dan Konflik
Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu
Bara”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: apakah job stressor dan konflik
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Batu Bara?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai Dinas
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, sebagai masukan bagi pimpinan
dalam merumuskan kebijakan, strategi dan program kerja dalam meningkatkan
kinerja pegawai di instansi tersebut
2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan, membuka cakrawala berpikir dan
menambah wawasan mengenai job stressor, konflik kerja dan kinerja pegawai.
3. Peneliti selanjutnya, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang sama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Murtiningrum (2006) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh
Stress pekerjaan dan Konflik Kerja terhadap Kinerja Karyawan Bank BCA Cabang
Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh stress
pekerjaan dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan, dan untuk mengetahui faktor
mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang
Semarang. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa stress pekerjaan dan konflik kerja memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang Semarang dengan
job stressor memiliki pengaruh terbesar terhadap kinerja karyawan Bank BCA
Cabang Semarang.
Diansyah (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Job stressor dan
Konflik Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota
Surakarta”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh job stressor terhadap kinerja
kinerja karyawan. 3). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh secara
bersama-sama antara job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Data penelitian
diolah dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan
1). Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job stressor terhadap kinerja
karyawan. 2). Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari konflik kerja terhadap
kinerja karyawan. 3) job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori tentang Kinerja Pegawai
2.2.1.1. Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika, (Sentono, 2001).
Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan.
Sejauhmana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut
level of performance. Pada umumnya kinerja atau performance diberi batasan
sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi kinerja
adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan
Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan
kesuksesan orang lain Ghiselli dan Brown dalam Tobing (2007).
Sedangkan menurut Malthis dan Jackson dalam Tobing (2007) kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja adalah
yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.
Selanjutnya definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2002) bahwa
”Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya”.
Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2002) terdiri
dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:
1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan
2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan
3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
Sedangkan aspek kualitatif meliputi:
1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan
2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,
3. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan
mesin/peralatan, dan
2.2.1.2. Evaluasi Kinerja
Menurut Glueck dalam Tobing (2007) evaluasi kinerja adalah kegiatan
penentu sampai pada tingkat mana seorang karyawan melakukan tugasnya secara
efektif. Sedang menurut Beach dalam Tobing (2007) tujuan dan kegunaan evaluasi
kinerja karyawan adalah sebagai berikut :
1. Hasil evaluasi kinerja karyawan dapat menjadi sarana untuk mempertahankan
atau bahkan meningkatkan kinerja karyawan.
2. Hasil evaluasi kinerja dapat menunjukkan kebutuhan akan pelatihan dan
pengembangan.
3. Evaluasi formal dan berkala akan mendorong penyelia untuk selalu
mengobservasi perilaku bawahan.
4. Evaluasi kinerja dapat membantu pihak manajemen dalam pengambilan
keputusan tentang promosi, pengalihan tugas, dan PHK untuk pegawai yang
senantiasa menampilkan kinerja yang buruk.
5. Banyak organisasi yang menghubungkan besar dan kenaikan imbalan dengan
hasil penilaian dan evaluasi kinerja.
2.2.1.3. Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja suatu organisasi/perusahaan adalah suatu sistem
melalui alat ukur finansial maupun non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat
dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi/perusahaan karena pegukuran kinerja
dapat diperkuat dengan menetapkan sistem reward dan punishment.
Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk memenuhi 3 hal. Pertama pengukuran
kinerja dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja dimana ukuran kinerja ini
nantinya dapat digunakan untuk membantu organisasi/perusahaan fokus pada tujuan
dan sasaran program kerja, hal ini nantinya dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas. Kedua, ukuran kinerja suatu perusahaan digunakan untuk pengalokasian
sumber daya dan pembuat keputusan. Ketiga, ukuran kinerja suatu perusahaan
dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung jawaban kepada atasan dan
memperbaiki komunikasi kelembagaan. Secara umum tujuan pengukuran kinerja
adalah:
1. Menetapkan target target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya akan
diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakteristikkan oleh komunikasi
terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan tindakan
2. Menggunakan ukuran ukuran prestasi yang dapat diandalakan, terbuka dan
objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang direncanakan,
dan menyediakan umpan balik bagi orang yang menilai.
3. Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah sebelumnya,
timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana
pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian
4. Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan
untuk meningkatkan ketrampilan) yang mengikuti proses penilaian
5. Menjanjikan hasil hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan karyawan,
pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan
pencapaian sasaranorganisasi dalam kondisi dimana keharmonisan anstara sasaran
individu dan organisasi. (Tobing, 2007)
2.2.1.3.1. Dasar Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja
Terdapat tujuh kriteria yang sebaiknya dipenuhi oleh organisasi dalam
merancang sistem pengukuran kinerja yang baru agar dapat menjadi organisasi yang
bagus, yaitu:
1. Sistem Pengukuran kinerja yang dirancang hendaknya berkaitan langsung dengan
strategi yang diterapkan perusahaan.
2. Variabel-variabel sebaiknya diukur menggunakan ukuran ukuran non finansial
3. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus fleksibel dan bervariasi
tergantung dari lokasi organisasi.
4. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus bersifat dinamis, selalu
diperbaharui seing dengan perubahan waktu
5. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus sederhana dan mudah
dioperasikan
6. Pengukuran harus memungkinkan adanya umpan balik (feedback) yang cepat bagi
operator dan manajer yang bertanggung jawab, agar dapat diambil tindakan
7. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus ditujukan pada proses perbaikan
bukan sekedar pemantauan. (Maskell, 2001)
Globerson dalam Stoop (2004) memberikan beberapa kriteria yang hampir
sama dan menambahkan kriteria lain yang lebih lengkap, yaitu:
1. Kriteria kinerja yang akan diukur dalam setiap level organisasi harus berasal dari
tujuan perusahaan.
2. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus memungkinkan untuk digunakan
sebagai alat membandingkan anatar perusahaan sejenis (benchmarking)
3. Tujuan perancangan sistem pengukuran kinerja harus didefinisikan dengan jelas
sejak awal
4. Metode pengumpulan dan pengolahan data yang akan digunakan dalam sistem
pengukuran kinerja harus didefinisikan dengan jelas.
5. Dalam penentuan besaran variabel, penggunaan rasio variabel lebih disukai
dibandingkan dengan penggunaan angka absolut
6. Kriteria kinerja yang dirancang harus di bawah kendali unit organisasi yang
berhak mengevaluasi
7. Kriteria kinerja kuantitatif lebih disukai daripada kualitatif
Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja yang dirancang
harus dapat mengakomodasikan sistem operasi dari sebuah perusahaan. Dengan
mengetahui sistem operasi perusahaan tersebut diharapkan perancangan sistem
2.2.1.3.2. Tahap Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja
Perancangan sistem pengukuran kinerja dapat dibagi menjadi lima tahap,
yaitu:
1. Tahap fondasi, yaitu pemahaman atas pedoman prinsip yang harus dijadikan
sebagai fondasi bagi rancangan sistem pengukuran kinerja, tahap fondasi ini
terbagi atas: 1) mudah dimengerti 2) berorientasi jangka panjang 3)
berdasarkan atas basis waktu 4) fokus pada perbaikan berkelanjutan 5)
menggunakan pendekatan kuantitatif
2. Tahap Informasi Dasar, yaitu informasi dasar yang diperlukan sebagai masukan
dalam perancangan pengukuran kinerja menyangkut lingkungan usaha yang saat
ini sedang digeluti, yang terdiri dari informasi tentang industri, pemerintah dan
masyarakat, pasar, produk, dan pesaing.
3. Tahap Perancangan, yaitu langkah perancangan sistem pengukuran kinerja yang
terdiri atas penentuan visi, misi, strategi, dan kerangka kerja yang digunakan
sebagai dasar penentuan variabel kinerj, keterkaitan antar variabel, dan kaji
banding (benchmarking) yang akan diambil
4. Tahap penerapan, pada tahap ini merupakan tahap penerapan rancangan yang
meliputi display yang akan didukung, laporan yang akan dirancang, sosialisasi
sistem pengukuran kinerja kepada seluruh karyawan, analisis manfaat / biaya bagi
yang harus disertakan, sumber daya yang akan terlibat dalam penerapan, dan
kedudukan sistem pengkuran kinerja saat ini terhadap sistem pengukuran kinerja
yang baru. Pada saat penerapan, harus diuji apakah sistem pengukuran kinerja
tersebut telah dapat mengakomodasikan empat hal utama, yaitu: 1) pengukuran
2) evaluasi 3) diagnosis 4) dan tindak lanjut yang diperlukan jika kinerja
perusahaan menyimpang dari standar yang ditetapkan.
5. Tahap penyegaran. Tahap ini merupakan langkah evaluasi terhadap
kemutakhiran sistem pengukuran kinerja yang dirancang dengan
mempertimbangkan informasi dan perkembangan pengetahuan terkini.
(Wibisono, 2006)
2.2.2. Teori tentang Job Stressor
2.2.2.1. Pengertian Job Stressor
Stres adalah tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan
yang berasal dari luar diri seseorang. Ada beberapa alasan mengapa masalah stress
yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini, yaitu:
1. Masalah stress adalah masalah yang akhir akhir ini hangat dibicarakan dan
posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas karyawan
2. Selain dipengaruhi oleh faktor faktor yang bersumber dari luar organisasi, stress
juga banyak dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari dalam organisasi.
3. Pemahaman akan sumber sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap
cara cara mengatasinya adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang
4. Banyak diantara kita hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa
organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami
stress meskipun dalam taraf yang rendah
5. Kemajuan zaman disegala bidang memberikan beban kerja yang lebih besar bagi
karyawan atau pegawai, dan ini menuntut pegawai agar lebih banyak
mengeluarkan energinya dari sebelumnya, sebagai akibatnya timbul stress di
kalangan pegawai/karyawan. (Nimran, 2000)
Stressor adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya stress, sementara
job stressor adalah faktor faktor yang sering menimbulkan stres di tempat kerja
(Newstroom dan Davis, 2001), yaitu:
1. Beban kerja yang berlebihan (work overload)
2. Tekanan atau desakan waktu (time pressure)
3. Kualitas supervisi yang jelek (poor quality of supervision)
4. Iklim politis yang tidak aman (insecure political climate)
5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai (lack of
recognition/reward)
6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
(inadequate authority to match responsibilities)
7. Kemenduaan peranan (role ambiguity and conflict)
8. Frustasi (frustation)
10.Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (differences between
company and employee value)
11.Berbagai bentuk perubahan (change of anytipe).
Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah masalah di luar
tempat kerja. Stressor dari kategori off the job ini antara lain (Newstroom dan Davis,
2001):
1. Kekuatiran finansial
2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan
5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6. Masalah-masalah pribadi lainnya
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan
bahwa stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada karyawan, yang
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap
2.2.2.2. Kategori-Kategori Job Stressor
Faktor-faktor di pekerjaan yang bisa menimbulkan stres (job stressor) dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori (Newstroom dan Davis, 2001), yaitu:
1) Stressor Lingkungan Fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal.
Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak
juga terhadap kesehatan mental dan keselematan kerja seorang tenaga kerja. Menurut
Munandar (2001) kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi
psikologis diri seorang tenaga kerja. Ruangan kerja yang tidak nyaman, panas,
sirkulasi udara yang kurang memadai, berisik, tentu besar pengaruhnya terhadap
kenyamanan karyawan dalam bekerja.
2) Stressor Individu
a) Konflik peran (role conflict) : konflik peran dirasakan seseorang/individu
ketika memenuhi kepada satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan
dengan memenuhi kepada satu deretan harapan lainnya (Gibson, 2002).
Konflik peran dapat timbul jika seeorang atau individu mengalami adanya
pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung jawab
yang ia miliki, tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya
bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang
bertentangan dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting
bagi dirinya, dan pertentangan nilai-nilai dengan keyakinan pribadinya
Miles dan Perreault dalam Tobing (2007) membedakan empat jenis konflik
peran, yaitu:
1) Konflik peran pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda yang
disarankan dalam uraian pekerjannya.
2) Konflik intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki
sumber daya yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan
berhasil.
3) Konflik intersender : tenaga kerja diminta berperilaku sedemikian rupa
sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain
tidak.
4) Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja
yang terlalu banyak dan tidak dapat ditangani dengan efektif.
b) Ambiguitas peran (role ambiguity), adalah tidak adanya pengertian dari
seseorang tentang hak-hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam
mengerjakan suatu pekerjaan (Gibson, 2002). Ambiguitas peran merupakan
kondisi ketidakpastian akibat dari seorang individu karena kurang mengerti
dan memahami mengenai prioritas harapan dan kriteria evaluasi yang
diterapkan organisasi kerjanya (Fakhrudin dan Asri, 2003). Menurut Everly
dan Girdano dalam Tobing (2007) faktor-faktor yang dapat menimbulkan
ambiguitas peran adalah:
1) Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran atau tujuan kerja
3) Ketidakjelasan tentang prosedur kerja
4) Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain / perusahaan
5) Kurang adanya informasi tentang balikan atau ketidakpastian tentang
penilaian pekerjaan.
Ambiguitas peran (role ambiguity) berpengaruh terhadap menurunnya
penggunaan keterampilan intelektual, pengetahuan, dan kepemimpinan
(Gibson, 2002).
c) Beban kerja berlebih (work overload), situasi yang menunjukkan tingkat
dimana tuntutan peran dan pekerjaan melebihi sumber daya individu dan
organisasi kerjanya, dan akibatnya karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas
pekerjaan sesuai yang diharapkan (Fakhrudin dan Asri, 2003). Beban kerja
berlebih memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu beban berlebih kualitatif
terjadi jika pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita
kemampuan teknis dan kognitif karyawan dan beban kerja kuantitatif jika
banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan. Beban
berlebih secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap menurunya
kualitas pengambilan keputusan, merusak hubungan antar pribadi dan
meningkatnya angka kecelakaan. Beban kerja berlebih berakibat pada lebih
rendahnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi kerja, dan meningkatnya
d) Tidak ada control, stressor besar yang dialami oleh banyak karyawan adalah
tidak adanya pengendalian atas suatu situasi, langkah kerja, urutan kerja,
pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri,
dan kendali jadwal adalah penting (Gibson, 2002).
e) Tanggung jawab, dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab
bagi orang vs tanggung jawab bagi sesuatu. Perawat bagian UGD, ahli bedah
syaraf, dan pengatur lalu lintas udara memiliki tanggung jawab yang tinggi
bagi orang. Suatu studi mendapatkan dukungan bagi hipotesa bahwa tanggung
jawab bagi orang menyumbang stres yang berhubungan dengan kerja (Gibson,
2002).
3) Stressor Kelompok
Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai
faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak
baik (antar sesama rekan, atasan, dan bawahan) terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah, dan minat yang rendah
dalam pemecahan masalah organisasi (Munandar, 2001).
4) Stressor Organisasional
Faktor stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana
para karyawan dapat terlibat atau berperan serta dalam mengambil keputusan.
Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini, dan ide seseorang termasuk
didalam proses keputusan. Kurangnya partisipasi para karyawan dalam mengambil
serta menghasilkan peningkatan unjuk kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan
mental dan fisik (Munandar, 2001).
2.2.3. Teori tentang Konflik Kerja
2.2.3.1. Pengertian Konflik
Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka
individu dan kelompok yang saling bergantungan harus membentuk hubungan kerja
dalam lingkungan batas organisasi. Untuk memperoleh informasi, bantuan, atau
tindakan yang terkoordinasi, ketergantungan, semacam dapat membantu
perkembangan kerjasama dan konflik.
Menurut Robbins (2002) mendefenisikan konflik sebagai situasi yang mana
individu (seseorang) dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan. Jadi,
konflik peran timbul bila individu dalam peran tertentu dibingungkan oleh tuntutan
kerja atau keharusan melakukan sesuatu yang berbeda dari yang diinginkannya atau
yang tid ak merupakan bagian dari bidang kerjanya. Greenberg dan Baron (2003)
mengutarakan bahwa konflik terjadi sebagai suatu proses bahwa satu pihak atau satu
kelompok merasakan ada pihak atau kelompok lain yang telah mengambil atau akan
mengambil tindakan negatif yang akan berpengaruh pada tujuan utama kelompoknya.
Menurut Mangkunegara (2001) Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara
apa yang diharapkan oleh seorang terhadap dirinya, orang lain, orang dengan
Konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan
tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang
diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak
(Winardi, 2004).
Kemungkinan timbulnya konflik besar sekali dalam kerangka-kerangka
keorganisasian. Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat
dari 3 sudut, pandang, yaitu :
1. Pandangan Tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang
diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.
2. Pandangan Perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau
peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat
(konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik disfugsional).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang
tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin
organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi diorganisasi, apakah
konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar
berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.
1. Pandangan Tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang
2. Pandangan Perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau
peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat
(konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik disfugsional).
3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang
tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.
Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin
organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi diorganisasi, apakah
konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar
berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi (Munandar, 2001).
Kreitner dan Kinicki (2001) membedakan empat tipe konflik, yaitu :
1. Personality conflict yaitu konflik antar personal yang didorong oleh ketidak
senangan atau ketidak cocokan pribadi.
2. Value conflict adalah konflik karena perbedaan pandangan atas tata nilai tertentu.
3. Intergroup conflict merupakan pertentangan antar kelompok kerja, team dan
departemen.
4. Cross-Cultural conflict merupakan pertentangan yang terjadi antar budaya yang
berbeda.
2.2.3.2. Tingkatan Konflik
Ada 5 macam tingkatan konflik, yaitu :
1. Konflik Antarpribadi
Konflik antarpribadi ini penting karena konflik semacam ini akan melibatkan
memenuhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut. Konflik antarpribadi terjadi
jika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain dalam melaksanakan pekerjaan.
Konflik tujuan terdapat bagi seorang individu, apabila perilaku individu tersebut akan
menyebabkan timbulnya hasil-hasil yang:
a) Bersifat eksklusif satu sama lain
b) Memiliki elemen-elemen yang tidak sesuai satu sama lain (yang menunjukkan
hasil-hasil positif dan negatif).
2. Konflik Antar Perorangan
Konflik antar perorangan meliputi 2 pihak. Salah satu sifat dari konflik antar
perorangan adalah perlu diperhatikannya hasil-hasil bersama kedua belah pihak
maupun hasil-hasil individual masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik yang
bersangkutan.
3. Konflik Intra Kelompok
Konflik intrakelompok dianggap sebagai sesuatu hal yang melebihi jumlah
dari konflik intrapersonal dan interpersonal. Konflik didalam sebuah kelompok
tertentu dapat melibatkan kelompok tersebut secara keseluruhan, maupun para
anggota individunya.
4. Konflik Interkelompok
Konflik interkelompok menunjukkan bahwa persaingan interkelompok dapat
5. Konflik Intra Keorganisasian
Konflik organisasi ini sebenarnya adalah konflik antarpribadi dan konflik
dalam pribadi yang mengambil tempat dalam suatu organisasi tertentu. Secara
konsepsial, ada empat sumber dari konflik organisasi itu, yakni:
a) Suatu situasi yang tidak menunjukkan keseimbangan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai
b) Terdapatnya sarana-sarana yang tidak seimbang, atau timbulnya proses alokasi
sumber-sumber yang tidak seimbang
c) Terdapatnya suatu persoalan status yang tidak selaras
d) Timbulnya persepsi yang berbeda.
Konflik dalam suatu organisasi seharusnya dapat digunakan untuk mencapai
suatu tujuan yang sehat. Dengan kata lain, timbulnya konflik dalam organisasi
haruslah dipandang sebagai suatu gejala organisasi yang sehat. Dengan demikian,
setiap konflik yang timbul akan dapat diatasi dengan semangat kerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. (Winardi, 2004).
2.2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Konflik
Faktor penyebab konflik dapat dikelompokkan dalam tiga kategori (Winardi,
2004), yaitu :
1. Karakteristik Individual
Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin
a. Nilai, Sikap, dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs). Nilai-nilai yang
dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan diantara individual dan
group dalam suatu organisasi.
b. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality). Konflik muncul karena
adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap
orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.
c. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences). Persepsi dan penilaian dapat
menjadi penyebab terjadinya konflik. Konflik juga dapat timbul jika orang
memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan menstereotype orang lain atau
mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan perstual sering di dalam
situasi yang samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi
mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap
situasi tersebut.
2. Faktor Situasi
Kondisi umum yang memungkinkan memicu konflik pada suatu organisasi
diantaranya:
a. Kesempatan dan Kebutuhan berinteraksi (Opportunity and Need to Interact).
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah
secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di
antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik.
bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin
meningkat.
b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus). Ada banyak hal di mana
para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama,
hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal
dimana tiap-tiap departemen harus melakukan consensus bersama. Karena
demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses
menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik.
Sampai setiap manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang
akan muncul.
c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to
Another). Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya,
pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
d. Perbedaan Status (Status Differences). Apabila seseorang bertindak dalam
cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh
dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering menolak ide-ide
inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar (Draftsmen) karena
meraka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga
tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu
e. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers). Komunikasi sebagai media
interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya
konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya
komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi
yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh,
informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat
mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat
memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih
sedikit.
f. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous
responsibilites and Jurisdictions). Orang-orang dengan jabatan dan tanggung
jawab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing.
Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan
terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen penjualan
terkadang menemukan dan memesan material di saat departemen produksi
mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan
menuduh departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik
pun muncul tak henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi
permintaan pasar, hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja.
Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, yaitu :
1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan
3. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan)
4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan
5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi
6. Perbedaan persepsi
7. Sistem kompetensi insentif (reward)
8. Strategi pemotivasian tidak tepat (Mangkunegara, 2001).
2.2.3.4. Metode Penyelesaian Konflik
Adapun tiga macam metode penyelesaian konflik yang paling banyak
dimanfaatkan, yaitu :
1. Dominasi dan Penekanan. Metode-metode dominasi dan penekanan biasanya
mempunyai persamaan sebagai berikut:
a. Mereka menekan konflik, dan bukan menyelesaikannya, karena konflik yang
muncul ke permukaan kembali ditekan ”kebawah”.
b. Mereka menciptakan suatu situasi ”menang-kalah” dimana pihak yang kalah
terpaksa mengalah terhadap pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi, atau
memiliki kekuasaan lebih besar, yang biasanya menyebabkan timbulnya sikap
tidak puas dan bermusuhan.
2. Meratakan (Smoothing). Meratakan merupakan suatu cara lebih diplomatik untuk
menyelesaikan konflik dimana sang manajer meminimasi tingkat dan pentingnya
ketidaksepakatan dan ia mencoba membujuk salah satu pihak untuk ”mengalah”.
Andaikata sang manajer tersebut mempunyai lebih banyak informasi di
yang dapat diterima, maka metode tersebut dapat menjadi efektif. Tetapi, apabila
sang manajer terkesan ”memihak” pada salah satu kelompok, atau ia tidak
memahami persoalan yang ada, maka pihak yang kalah kiranya akan
menentangnya.
3. Menghindari (Avoidance). Pura-pura tidak mengetahui adanya suatu konflik
merupakan suatu bentuk menghindari yang sering kali terlihat dalam praktik.
Bentuk lain adalah keengganan untuk menghadapi konflik dengan jalan
mengulur-ulur waktu dan memberikan alasan ”tunggu” dibandingkan dengan
situasi sesungguhnya.
4. Suara Terbanyak (Majority Rule). Berupaya untuk menyelesaikan konflik
kelompok dengan suara terbanyak dapat merupakan cara efektif, andaikata para
anggota-anggota kelompok-kelompok yang ada menganggapnya sebagai cara
yang layak. Tetapi, apabila kelompok tertentu terus menerus menang dengan
suara terbanyak, maka pihak yang terus menerus kalah akan merasa frustasi dan
tak berdaya.
5. Kompromis. Melalui tindakan kompromis, para manajer berupaya menyelesaikan
konflik dengan meyakinkan masing-masing pihak dalam perundingan bahwa
mereka perlu mengorbankan sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang
dicapai melalui kompromis, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yang
berkonflik merasa frustasi atau bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut
pandangan organisatoris, kompromis merupakan sebuah metode penyelesaiaan
pemecahan yang paling baik membentu organisasi yang bersangkutan mencapai
tujuan-tujuannya. (Winardi, 2004).
Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2001) mengemukakan bahwa menstimulasi
functional conflict dapat dilakukan dengan menggunakan “Programmed Conflict”,
yaitu proses penyelesaian konflik dengan cara mengangkat perbedaan-perbedaan
pendapat atau pandangan dengan mengabaikan perasaan pribadi, melalui keikut
sertaan dan masukan-masukan baik dari pihak yang mempertahankan gagasan
maupun yang mengkritik gagasan berdasarkan fakta-fakta yang relevan dan
mengesampingkan pandangan pribadi atau kepentingan politis.
Dua teknik Programmed Conflict yang banyak dimanfaatkan adalah :
1. Devil’s Advocacy, di mana seseorang ditunjuk untuk “menelanjangi”
kelemahan-kelemahan dari sebuah gagasan tertentu sehingga dapat disempurnakan bersama.
Devil’s Advocacy yang dilakukan secara periodik merupakan latihan yang bagus
untuk mengembangkan kemampuan analitis dan komunikasi.
2. Dialectic method dilaksanakan dengan cara membuka forum perdebatan di antara
pandangan-pandangan yang berbeda untuk memahami issue tertentu secara lebih
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual digunakan untuk menunjukkan arah bagi suatu
penelitian agar penelitian dapat berjalan pada lingkup yang telah ditetapkan. Pada
penelitian yang menjadi variabel-variabel adalah job stressor, konflik kerja, dan
kinerja.
Job stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada pegawai, yang
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian pegawai
dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap orang atau
pegawai (Newstroom dan Davis, 2001). Konflik kerja adalah situasi yang mana
pegawai dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan (Robbins, 2002).
Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya, di mana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan
kesuksesan orang lain Ghiselli dan Brown dalam Tobing (2007).
Apabila dilihat hubungan antar variabel bahwa job stressor yang tinggi dalam
suatu instansi akan mudah mengakibatkan timbulnya konflik di instansi tersebut, dan
apabila konflik ini terus berlangsung maka akan mengganggu kinerja intansi tersebut.
Sehingga secara sederhana dapat dibuat menjadi kerangka konseptual penelitian ini
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Job stressor dan Konflik
Menurut Gilboa et al. (2008) bahwa semakin tinggi tingkat job stressor dan
konflik kerja, maka akan berdampak pada kinerja karyawan yang semakin rendah.
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan, maka hipotesis
penelitian adalah: job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Sumber: Gilboa et al. (2008)
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
JOB STRESSOR
KONFLIK KERJA
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian ini adalah sensus, Singarimbun dan Effendy (2005),
menyatakan bahwa: sensus merupakan penelitian yang mengambil seluruh populasi
menjadi sampel karena populasinya kecil dengan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data yang pokok dan secara umum menggunakan metode statistik.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir (2005), menyatakan
bahwa: penelitian deskriptif adalah metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang
bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Sedangkan Arikunto (2006), menyatakan bahwa: penelitian kuantitatif
memiliki kejelasan unsur yang dirinci sejak awal, langkah penelitian yang sistematis,
menggunakan sampel yang hasil penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki
hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan
hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data serta analisis data yang
Penelitian ini bersifat deskriptif eksplanatori. Sugiyono (2004), menyatakan
bahwa: penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan
kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan
yang lain.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara,
yang berada di Jalan Sudirman No 2. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April
2011 sampai dengan Desember 2011.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil (PNS) Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara pada tahun 2011, sebanyak 56 orang. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sensus, di mana yang menjadi
sampel adalah seluruh pegawai PNS, yaitu sebanyak 56 orang.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Wawancara (interview) kepada pegawai yang menjadi responden di Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara
2. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada pegawai Dinas Pekerjaan
3. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Batu Bara berupa data struktur organisasi, dan jumlah pegawai.
3.5. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada penelitian adalah :
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara (interview) dan
daftar pertanyaan (questionaire) pada responden di Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Batu Bara.
2. Data sekunder, yaitu struktur organisasi maupun data pegawai yang diperoleh dari
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.
3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi:
1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab timbulnya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebas (X) adalah Job stressor (X1) dan Konflik Kerja (X2
2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel terikat adalah Kinerja Pegawai (Y)