• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGARUH

JOB STRESSOR

DAN KONFLIK KERJA

TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN

UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Oleh

ZIVO MADRESTY HUTABARAT

NIM 097019040/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

ANALISIS PENGARUH

JOB STRESSOR

DAN KONFLIK KERJA

TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN

UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ZIVO MADRESTY HUTABARAT

097019040/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH JOB STRESSOR DAN

KONFLIK KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI DINAS PEKERJAAN UMUM PEMERINTAH KABUPATEN BATU BARA

Nama Mahasiswa : Zivo Madresty Hutabarat

Nomor Pokok : 097019040

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

(Dr. Prihatin Lumbanraja, SE,M.Si.) (Dr. Arlina Nurbaity Lubis,SE, M.B.A.

Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur,

(Prof. Dr, Paham Ginting, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 29 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si.

Anggota : 1. Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A.

2. Prof. Dr. Paham Ginting, MS

3. Dr. Khaira Amalia Fachruddin, M.B.A, Ak.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: “Analisis

Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan

Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara” adalah benar hasil karya saya sendiri dan

belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya,

Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara

jelas dan benar.

Medan, Desember 2011 Yang membuat pernyataan

(6)

ABSTRAK

Salah satu dinas yang sedang mengalami pemekaran di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Pekerjaan Umum, hal ini disebabkan Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang berkaitan dengan job stressor, konflik, dan kinerja pegawai.

Penelitian ini adalah penelitian sensus karena penelitian ini yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel yaitu 56 Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan survei, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat dari penelitian adalah penjelasan. Model analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah Analisis Regresi Berganda, menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.

Hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

(7)

ABSTRACT

One of the expanding government agencies in Batubara District is Public Work Service because, as a newly established district, Batubara District needs to develop infrastructures for smooth course of development in the district. The problem to solve in this study was whether job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District. The hypothesis of this study was job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District.

This study employed the theory of human resource management and organizational behavior related to job stressor, conflict and performance of employees.

The population of this descriptive quantitative explanatory census survey study was all of the 56 Civil Servants assigned in Public Work Service of Batubara District. The data obtained to answer the hypothesis were analyzed through multiple

regression analysis with α = 95%.

The result of this study showed that simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees. Job stressor had a more dominant influence compared to that of work conflict on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.

The conclusion of this study is that (1) simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees, (2) partially job stressor and work conflict had a significant negative influence on the performance of employees, and (3) job stressor had a dominant influence on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis dengan judul “Analisis Pengaruh Job Stressor dan Konflik Kerja Terhadap

Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara.” Tesis ini

disusun dalam rangka memenuhi persyaratan Pendidikan Program Pascasarjana

Magister Ilmu Manajemen pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan tesis ini terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai

pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A (K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, Selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan penulis menjadi

mahasiswa program studi Magister Ilmu Manajemen pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Paham Ginting, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Manajemen dan Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A., selaku Sekretaris

Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana yang telah memberikan

(9)

4. Ibu Dr. Prihatin Lumbanraja, SE, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Ibu Dr. Arlina Nurbaity Lubis, SE, M.B.A., Selaku anggota Komisi Pembimbing,

atas bimbingan, dukungan dan arahan yang diberikan selama penyusunan tesis

ini.

5. Bapak Dr. Paham Ginting, MS., Bapak Drs. Syahyunan, M.Si., Ibu Dr. Khaira

Amalia Fachruddin, M.B.A, Ak. Selaku dosen pembanding atas saran dan

masukan untuk perbaikan tesis ini.

6. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, beserta seluruh pegawai

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara dan teman-teman yang telah

mendukung dalam penelitian ini

7. Teristimewa buat kedua orang tua dan adik-adikku tercinta, yang telah

memberikan dukungan, bantuan, semangat, pengertian, pengorbanan selama

proses pendidikan hingga terselesainya tesis ini.

Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari kekurangan. Untuk itu penulis

mengharapkan saran dan masukan guna perbaikan selanjutnya, serta semoga

bermanfaat.

Medan, 29 Desember 2011 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Zivo Madresty Hutabarat, lahir di Pontianak pada tanggal 11 Juli 1985, anak

pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan ayahanda M. Nur Hutabarat dan ibunda

Ivo Fresty Wahyuni.

Sekolah Dasar di SD Taman Asuhan Pematang Siantar tamat dan lulus tahun

1997, Sekolah Menengah Pertama di SMP Pertiwi Medan tamat dan lulus tahun

2000, Sekolah Menengah Umum di SMU Al-Azhar Medan tamat dan lulus tahun

2003. Melanjutkan studi di Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Sumatera Utara

tamat dan lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2009 melanjutkan studi di Program Studi Magister Ilmu Manajemen

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Sejak tahun 2008 sampai dengan

(11)

DAFTAR ISI

(12)

2.2.1.3.2. Tahap Perancangan Sistem Pengukuran

Kinerja ... 15

2.2.2. Teori tentang Job Stressor ... 16

2.2.2.1. Pengertian Job Stressor ... 16

2.2.2.2. Kategori-Kategori Job Stressor... 19

2.2.3. Teori tentang Konflik Kerja ... 23

2.2.3.1. Pengertian Konflik ... 23

2.2.3.2. Tingkatan Konflik ... 25

2.2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Konflik ... 27

2.2.3.4. Metode Penyelesaian Konflik ... 31

2.3. Kerangka Konseptual ... 34

2..4 Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.5. Jenis dan Sumber Data ... 38

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ... 38

3.7. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.7.1. Uji Validitas ... 40

3.7.2. Uji Reliabilitas ... 42

3.8. Motode Analisis Data ... 43

3.9. Uji Asumsi Klasik ... 46

3.9.1. Uji Normalitas ... 46

3.9.2. Uji Multikolinieritas ... 47

(13)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Hasil Penelitian ... 49

4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 49

4.1.1.1. Gambaran Umum Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 49

4.1.1.2. Visi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 51

4.1.1.3. Misi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 51

4.1.1.4. Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 52

4.1.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara ... 53

4.1.2. Karakteristik Responden ... 61

4.1.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 61

4.1.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 62

4.1.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.1.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ... 63

4.1.3. Analisis Statistik Deskripsi ... 64

4.1.3.1. Tanggapan Responden Mengenai Job Stressor ... 64

4.1.3.2. Tanggapan Responden Mengenai Konflik Kerja ... 66

4.1.3.3. Tanggapan Responden Mengenai Kinerja Pegawai ... 68

4.1.4 Analisis Statistik Inferensial ... 71

4.1.4.1. Uji Asumsi Klasik ... 71

4.1.4.1.1. Hasil Uji Normalitas ... 71

4.1.4.1.2. Hasil Uji Multikoliniaritas ... 71

(14)

4.1.4.2. Hasil Regresi Linier Berganda ... 72

4.1.4.2.1. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan ... 74

4.1.4.2.2. Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial... 75

4.1.4.2.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 76

4.2. Pembahasan ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 79

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian: Variabel, Definisi Operasional,

Indikator, dan Skala Ukuran ... 39

3.2. Uji Validitas Instrument Penelitian ... 41

3.3. Uji Reliabilitas Instrument Penelitian ... 43

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... 61

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 62

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62

4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Formal ... 63

4.5. Tanggapan Responden atas Job Stressor ... 64

4.6. Tanggapan Responden atas Konflik Kerja ... 66

4.7. Tanggapan Responden Mengenai atas kinerja Pegawai ... 68

4.8 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 71

4.9. Hasil Uji Multikolinearitas ... 71

4.10. Hasil Uji Heteroskedatisitas ... 72

4.11. Hasil Regresi Linier Berganda ... 73

4.12. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan ... 74

4.13. Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial ... 75

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Konseptual ... 35

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ... 90

2. Data Penelitian ... 93

3. Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Penelitian... 106

4. Hasil Regresi Penelitian ... 108

5. Uji Normalitas ... 109

6. Uji Glejser ... 110

(18)

ABSTRAK

Salah satu dinas yang sedang mengalami pemekaran di Kabupaten Batu Bara adalah Dinas Pekerjaan Umum, hal ini disebabkan Kabupaten Batu Bara sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang berkaitan dengan job stressor, konflik, dan kinerja pegawai.

Penelitian ini adalah penelitian sensus karena penelitian ini yang mengambil seluruh populasi menjadi sampel yaitu 56 Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan survei, jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat dari penelitian adalah penjelasan. Model analisis data yang digunakan untuk menjawab hipotesis adalah Analisis Regresi Berganda, menggunakan taraf kepercayaan sebesar 95 persen.

Hasil penelitian menunjukkan secara serempak job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Secara parsial job stressor dan konflik memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja, pengaruh job stressor lebih dominan dibandingkan dengan konflik kerja terhadap kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah (1) Job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. (2) Job stressor dan konflik kerja secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, dan job stressor memiliki pengaruh dominan atas kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

(19)

ABSTRACT

One of the expanding government agencies in Batubara District is Public Work Service because, as a newly established district, Batubara District needs to develop infrastructures for smooth course of development in the district. The problem to solve in this study was whether job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District. The hypothesis of this study was job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of the employees of Public Work Service of Batubara District.

This study employed the theory of human resource management and organizational behavior related to job stressor, conflict and performance of employees.

The population of this descriptive quantitative explanatory census survey study was all of the 56 Civil Servants assigned in Public Work Service of Batubara District. The data obtained to answer the hypothesis were analyzed through multiple

regression analysis with α = 95%.

The result of this study showed that simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees. Job stressor had a more dominant influence compared to that of work conflict on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.

The conclusion of this study is that (1) simultaneously job stressor and work conflict had a significant influence on the performance of employees, (2) partially job stressor and work conflict had a significant negative influence on the performance of employees, and (3) job stressor had a dominant influence on the performance of employees of Public Work Service of Batubara District.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Setiap perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat menggunakan sumber

daya yang dimiliki seoptimal mungkin, dalam arti perusahaan harus dapat

menciptakan keunggulan kompetitif, sehingga diharapkan dapat menghadapi para

pesaingnya. Salah satu permasalahan yang dihadapi perusahaan atau organisasi

adalah mencari metode yang tepat untuk mengatur dan mengkoordinasikan sumber

daya manusia secara efektif dan efisien. Meskipun terdapat banyak teori tentang

manajemen sumber daya manusia, namun pada prakteknya untuk mencapai hal

tersebut bukan merupakan satu hal yang mudah, sebab sumber daya manusia ini

terdiri dari berbagai manusia dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Pada zaman sekarang banyak organisasi yang mengubah konsep operasional

dalam manajemen sumber daya manusia, yang dulunya organisasi memperlakukan

pegawai secara individu tetapi sekarang para pegawai tersebut diperlakukan sebagai

bagian dari suatu kelompok atau tim kerja dalam suatu kelompok, dengan tujuan

dapat mengoptimalkan aspek sosial, teknis serta kinerja dari individu itu sendiri

(21)

macam individu dengan berbagai latar belakang, pendidikan, dan sifat yang berbeda

sehingga konflik dapat muncul setiap saat. Jika suatu konflik tidak dapat terselesaikan

dengan baik, maka akan dapat berdampak buruk bagi kelompok secara langsung

maupun kinerja organisasi secara tidak langsung.

Di samping, konflik dapat terjadi pada setiap organisasi, maka konflik dapat

menyebabkan akibat bagi organisasi tersebut. Akibat itu, dapat merupakan hal yang

negatip, tetapi dapat juga merupakan hal yang positip, bergantung bentuk konflik itu

sendiri. Pada hakikatnya konflik tidak bisa dihindari tetapi bisa diminimalkan agar

konflik tidak mengarah keperpecahan, permusuhan bahkan mengakibatkan suatu

organisasi mengalami kerugian. Tetapi jika konflik dapat diolah dengan baik maka

suatu organisasi memperoleh keuntungan yang maksimal seperti menciptakan

persaingan sehat antar karyawan. Jadi, pihak manajemen harus dapat menangkap

gejala-gejala dan indikator-indikator konflik yang berdampak konstruktif dan konflik

yang berdampak destruktif. Pihak manajemen harus benar-benar jeli dalam melihat,

memperhatikan dan merasakan perilaku-perilaku karyawannya agar konflik yang

berdampak negatip dapat ditekan

Stres dan konflik merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam

organisasi. Hal tersebut bisa disebabkan adanya ketidakpuasan pegawai terhadap apa

yang diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja, bisa juga terjadi di

luar lingkungan kerja pegawai. Stress bisa terjadi karena faktor-faktor yang

menyebabkannya, atau bisa juga disebut job stressor. Stres merupakan suatu kondisi

(22)

seseorang. Konflik kerja dalam organisasi merupakan ketidaksesuaian antara dua

individu atau kelompok dalam suatu perusahaan atau organisasi yang timbul karena

ada kenyataan bahwa pihak satu dengan yang lain harus membagi sumber daya yang

terbatas atau kegiatan kerja dan atau kenyataan kedua belah pihak mempunyai status,

tujuan, nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda-beda. Job stressor dan konflik kerja

dapat menimbulkan dampak yang positip dan negatip terhadap organisasi atau

perusahaan, itu semua tergantung pada sifat stres pekerjaan dan konflik itu sendiri

dan bagaimana cara mengatasinya. Konflik dapat berperan positip (fungsional), tetapi

dapat pula berperan negatip (disfungsional). Ini berarti konflik harus dapat dikelola

sebaik-baiknya, karena potensial untuk dapat berkembang “positip” dan ”negatip”

dalam kegiatan organisasi untuk mencapai tujuannya.

Job stressor dan konflik kerja merupakan masalah yang timbul pada pegawai

pada Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu Bara. Masalah yang

dihadapi pegawai bisa bersifat sementara atau jangka panjang, ringan, atau berat,

tergantung seberapa besar kekuatan dan kemampuan pegawai dalam menghadapinya.

Apabila setiap persoalan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum dapat terselesaikan

dengan baik, maka akan meningkatkan kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan

dapat menimbulkan dampak positip bagi Dinas Pekerjaan Umum dalam

meningkatkan kinerjanya, sebaliknya, apabila masalah-masalah tersebut tidak dapat

terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan kinerja pegawai, karena

(23)

menimbulkan stres dan konflik yang berkepanjangan sehingga akan dapat

menimbulkan dampak yang negatip.

Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan cara kerja pegawai dalam suatu

perusahaan atau selama periode tertentu. Suatu organisasi atau perusahaan yang

memiliki pegawai yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja organisasi

atau perusahaan tersebut juga baik, sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang

sangat erat antara kinerja individu (pegawai) dengan kinerja organisasi atau

perusahaan, hal ini juga berlaku bagi pegawai negeri yang bekerja di Pemerintah

Pusat, Pemerintah Kota, maupun Pemerintah Kabupaten.

Kabupaten Batu Bara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara,

Indonesia yang memiliki beberapa dinas-dinas sebagai pelaksana kebijakan

pemerintah di antaranya adalah Dinas Pekerjaan Umum. Kabupaten Batu Bara

sebagai sebuah kabupaten yang baru berdiri perlu membangun

infrastruktur-infrastruktur demi jalannya pembangunan di kabupaten tersebut. Pegawai Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara bekerja di berbagai bagian atau sub dinas,

dimana bagian bagian tersebut saling berhubungan, dan dari beberapa bagian tersebut

terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaan dari pendapatan, gaji, kondisi kerja,

mutu supervisi, tantangan tugas, sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup dalam

kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti yang dikemukakan Maslow, di mana

perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan bidang pekerjaan suatu

(24)

Fenomena melatarbelakangi penelitian ini adalah tingginya beban kerja di

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara menimbulkan job stressor dan konflik

kerja yang pada akhirnya dapat menurunkan kinerja pegawai. Job stressor yang

paling nyata adalah stressor yang datang dari individu dan stressor yang datang dari

lingkungan kerja, maupun stressor yang bersumber dari teknis maupun non-teknis,

misalnya perbedaan nilai kompensasi di luar gaji yang berbeda antara seorang

pegawai dengan pegawai lain di mana banyak pegawai merasa banyak melakukan

pekerjaan tetapi kompensasi yang mereka terima lebih kecil dari pegawai yang sedikit

pekerjaannya, demikian pula dari segi promosi dimana banyak pegawai merasa

pengangkatan pimpinan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara baik

sebagai kepala seksi, kepala bagian dan lain lain, bukan dinilai dari kinerja tetapi

dikarenakan pegawai tersebut mempunyai kedekatan hubungan dengan pimpinan.

Kinerja pegawai dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara juga sangat rendah hal

ini ditunjukkan dengan waktu penyelesaian pekerjaan yang cukup lama khususnya

apabila pekerjaan tersebut berhubungan dengan administrasi, Dinas PU Kabupaten

Batu Bara harus membuat laporan mingguan dan laporan bulanan untuk setiap proyek

yang sedang berjalan, laporan mingguan ini sering baru selesai setelah dua minggu

demikian juga dengan laporan bulanan tidak pernah selesai pada waktu yang telah

ditetapkan, pada umumnya rendahnya kinerja ini disebabkan oleh rendahnya

kemampuan sumber daya manusia yang bekerja di kantor ini, khususnya apabila

berhubungan dengan komputer dan penyusunan anggaran keuangan ataupun

(25)

Konflik yang timbul terjadi antara unit kerja dan antar seksi (intergroup

conflict), karena beranggapan bahwa seksi atau bagian kerja merekalah yang paling

memiliki target yang terlalu besar dan beranggapan seksi lain memiliki target yang

terlalu kecil. Hal ini dapat menimbulkan kecumburuan dan rasa ketidakadilan oleh

pegawai.

Adanya berbagai bentuk stres pekerjaan, konflik kerja, perbedaan tanggapan

atau pengelolaan konflik individu dan akibatnya terhadap kinerja pegawai di Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara tersebut, mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh job stressor dan Konflik

Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Batu

Bara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: apakah job stressor dan konflik

kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Batu Bara?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: untuk mengetahui dan

menganalisis pengaruh job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja pegawai Dinas

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara, sebagai masukan bagi pimpinan

dalam merumuskan kebijakan, strategi dan program kerja dalam meningkatkan

kinerja pegawai di instansi tersebut

2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan, membuka cakrawala berpikir dan

menambah wawasan mengenai job stressor, konflik kerja dan kinerja pegawai.

3. Peneliti selanjutnya, sebagai referensi untuk melakukan penelitian yang sama

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Murtiningrum (2006) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh

Stress pekerjaan dan Konflik Kerja terhadap Kinerja Karyawan Bank BCA Cabang

Semarang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh stress

pekerjaan dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan, dan untuk mengetahui faktor

mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang

Semarang. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa stress pekerjaan dan konflik kerja memiliki pengaruh

negatif signifikan terhadap kinerja karyawan Bank BCA Cabang Semarang dengan

job stressor memiliki pengaruh terbesar terhadap kinerja karyawan Bank BCA

Cabang Semarang.

Diansyah (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Job stressor dan

Konflik Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kota

Surakarta”. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh job stressor terhadap kinerja

(28)

kinerja karyawan. 3). Untuk menganalisis ada tidaknya pengaruh secara

bersama-sama antara job stressor dan konflik kerja terhadap kinerja karyawan. Data penelitian

diolah dengan menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan

1). Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari job stressor terhadap kinerja

karyawan. 2). Terdapat pengaruh yang signifikan negatif dari konflik kerja terhadap

kinerja karyawan. 3) job stressor dan konflik kerja secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Teori tentang Kinerja Pegawai

2.2.1.1. Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun

etika, (Sentono, 2001).

Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan.

Sejauhmana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya disebut

level of performance. Pada umumnya kinerja atau performance diberi batasan

sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Jadi kinerja

adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan

(29)

Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan

pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan

kesuksesan orang lain Ghiselli dan Brown dalam Tobing (2007).

Sedangkan menurut Malthis dan Jackson dalam Tobing (2007) kinerja pada

dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja adalah

yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.

Selanjutnya definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2002) bahwa

”Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang diberikan kepadanya”.

Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2002) terdiri

dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif. Aspek kuantitatif meliputi:

1. Proses kerja dan kondisi pekerjaan

2. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan

3. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan

4. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.

Sedangkan aspek kualitatif meliputi:

1. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan

2. Tingkat kemampuan dalam bekerja,

3. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan

mesin/peralatan, dan

(30)

2.2.1.2. Evaluasi Kinerja

Menurut Glueck dalam Tobing (2007) evaluasi kinerja adalah kegiatan

penentu sampai pada tingkat mana seorang karyawan melakukan tugasnya secara

efektif. Sedang menurut Beach dalam Tobing (2007) tujuan dan kegunaan evaluasi

kinerja karyawan adalah sebagai berikut :

1. Hasil evaluasi kinerja karyawan dapat menjadi sarana untuk mempertahankan

atau bahkan meningkatkan kinerja karyawan.

2. Hasil evaluasi kinerja dapat menunjukkan kebutuhan akan pelatihan dan

pengembangan.

3. Evaluasi formal dan berkala akan mendorong penyelia untuk selalu

mengobservasi perilaku bawahan.

4. Evaluasi kinerja dapat membantu pihak manajemen dalam pengambilan

keputusan tentang promosi, pengalihan tugas, dan PHK untuk pegawai yang

senantiasa menampilkan kinerja yang buruk.

5. Banyak organisasi yang menghubungkan besar dan kenaikan imbalan dengan

hasil penilaian dan evaluasi kinerja.

2.2.1.3. Sistem Pengukuran Kinerja

Sistem pengukuran kinerja suatu organisasi/perusahaan adalah suatu sistem

(31)

melalui alat ukur finansial maupun non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat

dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi/perusahaan karena pegukuran kinerja

dapat diperkuat dengan menetapkan sistem reward dan punishment.

Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk memenuhi 3 hal. Pertama pengukuran

kinerja dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja dimana ukuran kinerja ini

nantinya dapat digunakan untuk membantu organisasi/perusahaan fokus pada tujuan

dan sasaran program kerja, hal ini nantinya dapat meningkatkan efisiensi dan

efektivitas. Kedua, ukuran kinerja suatu perusahaan digunakan untuk pengalokasian

sumber daya dan pembuat keputusan. Ketiga, ukuran kinerja suatu perusahaan

dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung jawaban kepada atasan dan

memperbaiki komunikasi kelembagaan. Secara umum tujuan pengukuran kinerja

adalah:

1. Menetapkan target target yang dapat diterima oleh mereka yang kinerjanya akan

diukur, dan dilaksanakan dalam suasana yang dikarakteristikkan oleh komunikasi

terbuka antara atasan dan bawahan dan mengusahakan kebersamaan tindakan

2. Menggunakan ukuran ukuran prestasi yang dapat diandalakan, terbuka dan

objektif, membandingkan prestasi yang sesungguhnya dengan yang direncanakan,

dan menyediakan umpan balik bagi orang yang menilai.

3. Bila prestasi kurang optimal, setelah melalui berbagai langkah sebelumnya,

timbul kebutuhan untuk menspesifikasikan dan setuju dengan rencana

pengembangan pribadi orang yang dinilai yang dapat didasarkan pada penilaian

(32)

4. Membuat ketentuan untuk alokasi baik reward ekstrinsik (misalnya kesempatan

untuk meningkatkan ketrampilan) yang mengikuti proses penilaian

5. Menjanjikan hasil hasil yang diinginkan dalam bentuk pemenuhan karyawan,

pemanfaatan penuh kapasitas individu, perubahan budaya organisasi, dan

pencapaian sasaranorganisasi dalam kondisi dimana keharmonisan anstara sasaran

individu dan organisasi. (Tobing, 2007)

2.2.1.3.1. Dasar Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja

Terdapat tujuh kriteria yang sebaiknya dipenuhi oleh organisasi dalam

merancang sistem pengukuran kinerja yang baru agar dapat menjadi organisasi yang

bagus, yaitu:

1. Sistem Pengukuran kinerja yang dirancang hendaknya berkaitan langsung dengan

strategi yang diterapkan perusahaan.

2. Variabel-variabel sebaiknya diukur menggunakan ukuran ukuran non finansial

3. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus fleksibel dan bervariasi

tergantung dari lokasi organisasi.

4. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus bersifat dinamis, selalu

diperbaharui seing dengan perubahan waktu

5. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus sederhana dan mudah

dioperasikan

6. Pengukuran harus memungkinkan adanya umpan balik (feedback) yang cepat bagi

operator dan manajer yang bertanggung jawab, agar dapat diambil tindakan

(33)

7. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus ditujukan pada proses perbaikan

bukan sekedar pemantauan. (Maskell, 2001)

Globerson dalam Stoop (2004) memberikan beberapa kriteria yang hampir

sama dan menambahkan kriteria lain yang lebih lengkap, yaitu:

1. Kriteria kinerja yang akan diukur dalam setiap level organisasi harus berasal dari

tujuan perusahaan.

2. Sistem pengukuran kinerja yang dirancang harus memungkinkan untuk digunakan

sebagai alat membandingkan anatar perusahaan sejenis (benchmarking)

3. Tujuan perancangan sistem pengukuran kinerja harus didefinisikan dengan jelas

sejak awal

4. Metode pengumpulan dan pengolahan data yang akan digunakan dalam sistem

pengukuran kinerja harus didefinisikan dengan jelas.

5. Dalam penentuan besaran variabel, penggunaan rasio variabel lebih disukai

dibandingkan dengan penggunaan angka absolut

6. Kriteria kinerja yang dirancang harus di bawah kendali unit organisasi yang

berhak mengevaluasi

7. Kriteria kinerja kuantitatif lebih disukai daripada kualitatif

Secara ringkas, dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja yang dirancang

harus dapat mengakomodasikan sistem operasi dari sebuah perusahaan. Dengan

mengetahui sistem operasi perusahaan tersebut diharapkan perancangan sistem

(34)

2.2.1.3.2. Tahap Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja

Perancangan sistem pengukuran kinerja dapat dibagi menjadi lima tahap,

yaitu:

1. Tahap fondasi, yaitu pemahaman atas pedoman prinsip yang harus dijadikan

sebagai fondasi bagi rancangan sistem pengukuran kinerja, tahap fondasi ini

terbagi atas: 1) mudah dimengerti 2) berorientasi jangka panjang 3)

berdasarkan atas basis waktu 4) fokus pada perbaikan berkelanjutan 5)

menggunakan pendekatan kuantitatif

2. Tahap Informasi Dasar, yaitu informasi dasar yang diperlukan sebagai masukan

dalam perancangan pengukuran kinerja menyangkut lingkungan usaha yang saat

ini sedang digeluti, yang terdiri dari informasi tentang industri, pemerintah dan

masyarakat, pasar, produk, dan pesaing.

3. Tahap Perancangan, yaitu langkah perancangan sistem pengukuran kinerja yang

terdiri atas penentuan visi, misi, strategi, dan kerangka kerja yang digunakan

sebagai dasar penentuan variabel kinerj, keterkaitan antar variabel, dan kaji

banding (benchmarking) yang akan diambil

4. Tahap penerapan, pada tahap ini merupakan tahap penerapan rancangan yang

meliputi display yang akan didukung, laporan yang akan dirancang, sosialisasi

sistem pengukuran kinerja kepada seluruh karyawan, analisis manfaat / biaya bagi

(35)

yang harus disertakan, sumber daya yang akan terlibat dalam penerapan, dan

kedudukan sistem pengkuran kinerja saat ini terhadap sistem pengukuran kinerja

yang baru. Pada saat penerapan, harus diuji apakah sistem pengukuran kinerja

tersebut telah dapat mengakomodasikan empat hal utama, yaitu: 1) pengukuran

2) evaluasi 3) diagnosis 4) dan tindak lanjut yang diperlukan jika kinerja

perusahaan menyimpang dari standar yang ditetapkan.

5. Tahap penyegaran. Tahap ini merupakan langkah evaluasi terhadap

kemutakhiran sistem pengukuran kinerja yang dirancang dengan

mempertimbangkan informasi dan perkembangan pengetahuan terkini.

(Wibisono, 2006)

2.2.2. Teori tentang Job Stressor

2.2.2.1. Pengertian Job Stressor

Stres adalah tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan

yang berasal dari luar diri seseorang. Ada beberapa alasan mengapa masalah stress

yang berkaitan dengan organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini, yaitu:

1. Masalah stress adalah masalah yang akhir akhir ini hangat dibicarakan dan

posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan produktivitas karyawan

2. Selain dipengaruhi oleh faktor faktor yang bersumber dari luar organisasi, stress

juga banyak dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari dalam organisasi.

3. Pemahaman akan sumber sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap

cara cara mengatasinya adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang

(36)

4. Banyak diantara kita hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa

organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami

stress meskipun dalam taraf yang rendah

5. Kemajuan zaman disegala bidang memberikan beban kerja yang lebih besar bagi

karyawan atau pegawai, dan ini menuntut pegawai agar lebih banyak

mengeluarkan energinya dari sebelumnya, sebagai akibatnya timbul stress di

kalangan pegawai/karyawan. (Nimran, 2000)

Stressor adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya stress, sementara

job stressor adalah faktor faktor yang sering menimbulkan stres di tempat kerja

(Newstroom dan Davis, 2001), yaitu:

1. Beban kerja yang berlebihan (work overload)

2. Tekanan atau desakan waktu (time pressure)

3. Kualitas supervisi yang jelek (poor quality of supervision)

4. Iklim politis yang tidak aman (insecure political climate)

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai (lack of

recognition/reward)

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab

(inadequate authority to match responsibilities)

7. Kemenduaan peranan (role ambiguity and conflict)

8. Frustasi (frustation)

(37)

10.Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (differences between

company and employee value)

11.Berbagai bentuk perubahan (change of anytipe).

Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah masalah di luar

tempat kerja. Stressor dari kategori off the job ini antara lain (Newstroom dan Davis,

2001):

1. Kekuatiran finansial

2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak

3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya

Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan

bahwa stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada karyawan, yang

disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian

karyawan dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap

(38)

2.2.2.2. Kategori-Kategori Job Stressor

Faktor-faktor di pekerjaan yang bisa menimbulkan stres (job stressor) dapat

dikelompokkan ke dalam empat kategori (Newstroom dan Davis, 2001), yaitu:

1) Stressor Lingkungan Fisik

Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal.

Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak

juga terhadap kesehatan mental dan keselematan kerja seorang tenaga kerja. Menurut

Munandar (2001) kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi

psikologis diri seorang tenaga kerja. Ruangan kerja yang tidak nyaman, panas,

sirkulasi udara yang kurang memadai, berisik, tentu besar pengaruhnya terhadap

kenyamanan karyawan dalam bekerja.

2) Stressor Individu

a) Konflik peran (role conflict) : konflik peran dirasakan seseorang/individu

ketika memenuhi kepada satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan

dengan memenuhi kepada satu deretan harapan lainnya (Gibson, 2002).

Konflik peran dapat timbul jika seeorang atau individu mengalami adanya

pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung jawab

yang ia miliki, tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya

bukan merupakan bagian dari pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang

bertentangan dari atasan, rekan, bawahan, atau orang lain yang dinilai penting

bagi dirinya, dan pertentangan nilai-nilai dengan keyakinan pribadinya

(39)

Miles dan Perreault dalam Tobing (2007) membedakan empat jenis konflik

peran, yaitu:

1) Konflik peran pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda yang

disarankan dalam uraian pekerjannya.

2) Konflik intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki

sumber daya yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan

berhasil.

3) Konflik intersender : tenaga kerja diminta berperilaku sedemikian rupa

sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain

tidak.

4) Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja

yang terlalu banyak dan tidak dapat ditangani dengan efektif.

b) Ambiguitas peran (role ambiguity), adalah tidak adanya pengertian dari

seseorang tentang hak-hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam

mengerjakan suatu pekerjaan (Gibson, 2002). Ambiguitas peran merupakan

kondisi ketidakpastian akibat dari seorang individu karena kurang mengerti

dan memahami mengenai prioritas harapan dan kriteria evaluasi yang

diterapkan organisasi kerjanya (Fakhrudin dan Asri, 2003). Menurut Everly

dan Girdano dalam Tobing (2007) faktor-faktor yang dapat menimbulkan

ambiguitas peran adalah:

1) Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran atau tujuan kerja

(40)

3) Ketidakjelasan tentang prosedur kerja

4) Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain / perusahaan

5) Kurang adanya informasi tentang balikan atau ketidakpastian tentang

penilaian pekerjaan.

Ambiguitas peran (role ambiguity) berpengaruh terhadap menurunnya

penggunaan keterampilan intelektual, pengetahuan, dan kepemimpinan

(Gibson, 2002).

c) Beban kerja berlebih (work overload), situasi yang menunjukkan tingkat

dimana tuntutan peran dan pekerjaan melebihi sumber daya individu dan

organisasi kerjanya, dan akibatnya karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas

pekerjaan sesuai yang diharapkan (Fakhrudin dan Asri, 2003). Beban kerja

berlebih memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu beban berlebih kualitatif

terjadi jika pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita

kemampuan teknis dan kognitif karyawan dan beban kerja kuantitatif jika

banyaknya pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan. Beban

berlebih secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap menurunya

kualitas pengambilan keputusan, merusak hubungan antar pribadi dan

meningkatnya angka kecelakaan. Beban kerja berlebih berakibat pada lebih

rendahnya kepercayaan diri, menurunnya motivasi kerja, dan meningkatnya

(41)

d) Tidak ada control, stressor besar yang dialami oleh banyak karyawan adalah

tidak adanya pengendalian atas suatu situasi, langkah kerja, urutan kerja,

pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri,

dan kendali jadwal adalah penting (Gibson, 2002).

e) Tanggung jawab, dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab

bagi orang vs tanggung jawab bagi sesuatu. Perawat bagian UGD, ahli bedah

syaraf, dan pengatur lalu lintas udara memiliki tanggung jawab yang tinggi

bagi orang. Suatu studi mendapatkan dukungan bagi hipotesa bahwa tanggung

jawab bagi orang menyumbang stres yang berhubungan dengan kerja (Gibson,

2002).

3) Stressor Kelompok

Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai

faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak

baik (antar sesama rekan, atasan, dan bawahan) terungkap dalam gejala-gejala adanya

kepercayaan rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah, dan minat yang rendah

dalam pemecahan masalah organisasi (Munandar, 2001).

4) Stressor Organisasional

Faktor stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana

para karyawan dapat terlibat atau berperan serta dalam mengambil keputusan.

Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini, dan ide seseorang termasuk

didalam proses keputusan. Kurangnya partisipasi para karyawan dalam mengambil

(42)

serta menghasilkan peningkatan unjuk kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan

mental dan fisik (Munandar, 2001).

2.2.3. Teori tentang Konflik Kerja

2.2.3.1. Pengertian Konflik

Dalam setiap organisasi, agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, maka

individu dan kelompok yang saling bergantungan harus membentuk hubungan kerja

dalam lingkungan batas organisasi. Untuk memperoleh informasi, bantuan, atau

tindakan yang terkoordinasi, ketergantungan, semacam dapat membantu

perkembangan kerjasama dan konflik.

Menurut Robbins (2002) mendefenisikan konflik sebagai situasi yang mana

individu (seseorang) dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan. Jadi,

konflik peran timbul bila individu dalam peran tertentu dibingungkan oleh tuntutan

kerja atau keharusan melakukan sesuatu yang berbeda dari yang diinginkannya atau

yang tid ak merupakan bagian dari bidang kerjanya. Greenberg dan Baron (2003)

mengutarakan bahwa konflik terjadi sebagai suatu proses bahwa satu pihak atau satu

kelompok merasakan ada pihak atau kelompok lain yang telah mengambil atau akan

mengambil tindakan negatif yang akan berpengaruh pada tujuan utama kelompoknya.

Menurut Mangkunegara (2001) Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara

apa yang diharapkan oleh seorang terhadap dirinya, orang lain, orang dengan

(43)

Konflik merupakan sebuah situasi, dimana dua orang atau lebih menginginkan

tujuan-tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang

diantara mereka, tetapi hal itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak

(Winardi, 2004).

Kemungkinan timbulnya konflik besar sekali dalam kerangka-kerangka

keorganisasian. Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat

dari 3 sudut, pandang, yaitu :

1. Pandangan Tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang

diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.

2. Pandangan Perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau

peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat

(konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik disfugsional).

3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang

tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin

organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi diorganisasi, apakah

konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar

berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.

1. Pandangan Tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang

(44)

2. Pandangan Perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau

peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat

(konflik fungsional) dan bisa pula merugikan organisasi (konflik disfugsional).

3. Pandangan Interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang

tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin

organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi diorganisasi, apakah

konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar

berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi (Munandar, 2001).

Kreitner dan Kinicki (2001) membedakan empat tipe konflik, yaitu :

1. Personality conflict yaitu konflik antar personal yang didorong oleh ketidak

senangan atau ketidak cocokan pribadi.

2. Value conflict adalah konflik karena perbedaan pandangan atas tata nilai tertentu.

3. Intergroup conflict merupakan pertentangan antar kelompok kerja, team dan

departemen.

4. Cross-Cultural conflict merupakan pertentangan yang terjadi antar budaya yang

berbeda.

2.2.3.2. Tingkatan Konflik

Ada 5 macam tingkatan konflik, yaitu :

1. Konflik Antarpribadi

Konflik antarpribadi ini penting karena konflik semacam ini akan melibatkan

(45)

memenuhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut. Konflik antarpribadi terjadi

jika dua orang atau lebih berinteraksi satu sama lain dalam melaksanakan pekerjaan.

Konflik tujuan terdapat bagi seorang individu, apabila perilaku individu tersebut akan

menyebabkan timbulnya hasil-hasil yang:

a) Bersifat eksklusif satu sama lain

b) Memiliki elemen-elemen yang tidak sesuai satu sama lain (yang menunjukkan

hasil-hasil positif dan negatif).

2. Konflik Antar Perorangan

Konflik antar perorangan meliputi 2 pihak. Salah satu sifat dari konflik antar

perorangan adalah perlu diperhatikannya hasil-hasil bersama kedua belah pihak

maupun hasil-hasil individual masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik yang

bersangkutan.

3. Konflik Intra Kelompok

Konflik intrakelompok dianggap sebagai sesuatu hal yang melebihi jumlah

dari konflik intrapersonal dan interpersonal. Konflik didalam sebuah kelompok

tertentu dapat melibatkan kelompok tersebut secara keseluruhan, maupun para

anggota individunya.

4. Konflik Interkelompok

Konflik interkelompok menunjukkan bahwa persaingan interkelompok dapat

(46)

5. Konflik Intra Keorganisasian

Konflik organisasi ini sebenarnya adalah konflik antarpribadi dan konflik

dalam pribadi yang mengambil tempat dalam suatu organisasi tertentu. Secara

konsepsial, ada empat sumber dari konflik organisasi itu, yakni:

a) Suatu situasi yang tidak menunjukkan keseimbangan tujuan-tujuan yang ingin

dicapai

b) Terdapatnya sarana-sarana yang tidak seimbang, atau timbulnya proses alokasi

sumber-sumber yang tidak seimbang

c) Terdapatnya suatu persoalan status yang tidak selaras

d) Timbulnya persepsi yang berbeda.

Konflik dalam suatu organisasi seharusnya dapat digunakan untuk mencapai

suatu tujuan yang sehat. Dengan kata lain, timbulnya konflik dalam organisasi

haruslah dipandang sebagai suatu gejala organisasi yang sehat. Dengan demikian,

setiap konflik yang timbul akan dapat diatasi dengan semangat kerja sama untuk

mencapai tujuan bersama. (Winardi, 2004).

2.2.3.3. Faktor-faktor Penyebab Konflik

Faktor penyebab konflik dapat dikelompokkan dalam tiga kategori (Winardi,

2004), yaitu :

1. Karakteristik Individual

Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin

(47)

a. Nilai, Sikap, dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs). Nilai-nilai yang

dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan diantara individual dan

group dalam suatu organisasi.

b. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality). Konflik muncul karena

adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap

orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.

c. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences). Persepsi dan penilaian dapat

menjadi penyebab terjadinya konflik. Konflik juga dapat timbul jika orang

memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan menstereotype orang lain atau

mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan perstual sering di dalam

situasi yang samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi

mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap

situasi tersebut.

2. Faktor Situasi

Kondisi umum yang memungkinkan memicu konflik pada suatu organisasi

diantaranya:

a. Kesempatan dan Kebutuhan berinteraksi (Opportunity and Need to Interact).

Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah

secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di

antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik.

(48)

bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin

meningkat.

b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus). Ada banyak hal di mana

para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama,

hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal

dimana tiap-tiap departemen harus melakukan consensus bersama. Karena

demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses

menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik.

Sampai setiap manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang

akan muncul.

c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to

Another). Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya,

pihak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.

d. Perbedaan Status (Status Differences). Apabila seseorang bertindak dalam

cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh

dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering menolak ide-ide

inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar (Draftsmen) karena

meraka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga

tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu

(49)

e. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers). Komunikasi sebagai media

interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya

konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya

komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi

yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh,

informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat

mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat

memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih

sedikit.

f. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous

responsibilites and Jurisdictions). Orang-orang dengan jabatan dan tanggung

jawab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing.

Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan

terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen penjualan

terkadang menemukan dan memesan material di saat departemen produksi

mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan

menuduh departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik

pun muncul tak henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi

permintaan pasar, hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja.

Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, yaitu :

1. Koordinasi kerja yang tidak dilakukan

(50)

3. Tugas yang tidak jelas (tidak ada deskripsi jabatan)

4. Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan

5. Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi

6. Perbedaan persepsi

7. Sistem kompetensi insentif (reward)

8. Strategi pemotivasian tidak tepat (Mangkunegara, 2001).

2.2.3.4. Metode Penyelesaian Konflik

Adapun tiga macam metode penyelesaian konflik yang paling banyak

dimanfaatkan, yaitu :

1. Dominasi dan Penekanan. Metode-metode dominasi dan penekanan biasanya

mempunyai persamaan sebagai berikut:

a. Mereka menekan konflik, dan bukan menyelesaikannya, karena konflik yang

muncul ke permukaan kembali ditekan ”kebawah”.

b. Mereka menciptakan suatu situasi ”menang-kalah” dimana pihak yang kalah

terpaksa mengalah terhadap pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi, atau

memiliki kekuasaan lebih besar, yang biasanya menyebabkan timbulnya sikap

tidak puas dan bermusuhan.

2. Meratakan (Smoothing). Meratakan merupakan suatu cara lebih diplomatik untuk

menyelesaikan konflik dimana sang manajer meminimasi tingkat dan pentingnya

ketidaksepakatan dan ia mencoba membujuk salah satu pihak untuk ”mengalah”.

Andaikata sang manajer tersebut mempunyai lebih banyak informasi di

(51)

yang dapat diterima, maka metode tersebut dapat menjadi efektif. Tetapi, apabila

sang manajer terkesan ”memihak” pada salah satu kelompok, atau ia tidak

memahami persoalan yang ada, maka pihak yang kalah kiranya akan

menentangnya.

3. Menghindari (Avoidance). Pura-pura tidak mengetahui adanya suatu konflik

merupakan suatu bentuk menghindari yang sering kali terlihat dalam praktik.

Bentuk lain adalah keengganan untuk menghadapi konflik dengan jalan

mengulur-ulur waktu dan memberikan alasan ”tunggu” dibandingkan dengan

situasi sesungguhnya.

4. Suara Terbanyak (Majority Rule). Berupaya untuk menyelesaikan konflik

kelompok dengan suara terbanyak dapat merupakan cara efektif, andaikata para

anggota-anggota kelompok-kelompok yang ada menganggapnya sebagai cara

yang layak. Tetapi, apabila kelompok tertentu terus menerus menang dengan

suara terbanyak, maka pihak yang terus menerus kalah akan merasa frustasi dan

tak berdaya.

5. Kompromis. Melalui tindakan kompromis, para manajer berupaya menyelesaikan

konflik dengan meyakinkan masing-masing pihak dalam perundingan bahwa

mereka perlu mengorbankan sasaran-sasaran lain. Keputusan-keputusan yang

dicapai melalui kompromis, agaknya tidak akan menyebabkan pihak-pihak yang

berkonflik merasa frustasi atau bermusuhan. Tetapi, dipandang dari sudut

pandangan organisatoris, kompromis merupakan sebuah metode penyelesaiaan

(52)

pemecahan yang paling baik membentu organisasi yang bersangkutan mencapai

tujuan-tujuannya. (Winardi, 2004).

Sedangkan Kreitner dan Kinicki (2001) mengemukakan bahwa menstimulasi

functional conflict dapat dilakukan dengan menggunakan “Programmed Conflict”,

yaitu proses penyelesaian konflik dengan cara mengangkat perbedaan-perbedaan

pendapat atau pandangan dengan mengabaikan perasaan pribadi, melalui keikut

sertaan dan masukan-masukan baik dari pihak yang mempertahankan gagasan

maupun yang mengkritik gagasan berdasarkan fakta-fakta yang relevan dan

mengesampingkan pandangan pribadi atau kepentingan politis.

Dua teknik Programmed Conflict yang banyak dimanfaatkan adalah :

1. Devil’s Advocacy, di mana seseorang ditunjuk untuk “menelanjangi”

kelemahan-kelemahan dari sebuah gagasan tertentu sehingga dapat disempurnakan bersama.

Devil’s Advocacy yang dilakukan secara periodik merupakan latihan yang bagus

untuk mengembangkan kemampuan analitis dan komunikasi.

2. Dialectic method dilaksanakan dengan cara membuka forum perdebatan di antara

pandangan-pandangan yang berbeda untuk memahami issue tertentu secara lebih

(53)

2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual digunakan untuk menunjukkan arah bagi suatu

penelitian agar penelitian dapat berjalan pada lingkup yang telah ditetapkan. Pada

penelitian yang menjadi variabel-variabel adalah job stressor, konflik kerja, dan

kinerja.

Job stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada pegawai, yang

disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian pegawai

dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap orang atau

pegawai (Newstroom dan Davis, 2001). Konflik kerja adalah situasi yang mana

pegawai dihadapkan dengan harapan-harapan peran yang berlainan (Robbins, 2002).

Kinerja merupakan tingkat keberhasilan seseorang dalam melaksanakan

pekerjaannya, di mana ukuran kesuksesan yang dicapainya tidak disamakan dengan

kesuksesan orang lain Ghiselli dan Brown dalam Tobing (2007).

Apabila dilihat hubungan antar variabel bahwa job stressor yang tinggi dalam

suatu instansi akan mudah mengakibatkan timbulnya konflik di instansi tersebut, dan

apabila konflik ini terus berlangsung maka akan mengganggu kinerja intansi tersebut.

Sehingga secara sederhana dapat dibuat menjadi kerangka konseptual penelitian ini

(54)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Job stressor dan Konflik

Menurut Gilboa et al. (2008) bahwa semakin tinggi tingkat job stressor dan

konflik kerja, maka akan berdampak pada kinerja karyawan yang semakin rendah.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan, maka hipotesis

penelitian adalah: job stressor dan konflik kerja berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara. Sumber: Gilboa et al. (2008)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

JOB STRESSOR

KONFLIK KERJA

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah sensus, Singarimbun dan Effendy (2005),

menyatakan bahwa: sensus merupakan penelitian yang mengambil seluruh populasi

menjadi sampel karena populasinya kecil dengan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data yang pokok dan secara umum menggunakan metode statistik.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Nazir (2005), menyatakan

bahwa: penelitian deskriptif adalah metode dalam meneliti status kelompok manusia,

suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang yang

bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki. Sedangkan Arikunto (2006), menyatakan bahwa: penelitian kuantitatif

memiliki kejelasan unsur yang dirinci sejak awal, langkah penelitian yang sistematis,

menggunakan sampel yang hasil penelitiannya diberlakukan untuk populasi, memiliki

hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah penelitian dan

hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data serta analisis data yang

(56)

Penelitian ini bersifat deskriptif eksplanatori. Sugiyono (2004), menyatakan

bahwa: penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan

kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan

yang lain.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara,

yang berada di Jalan Sudirman No 2. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan April

2011 sampai dengan Desember 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil (PNS) Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara pada tahun 2011, sebanyak 56 orang. Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik sensus, di mana yang menjadi

sampel adalah seluruh pegawai PNS, yaitu sebanyak 56 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Wawancara (interview) kepada pegawai yang menjadi responden di Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara

2. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada pegawai Dinas Pekerjaan

(57)

3. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data dari Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Batu Bara berupa data struktur organisasi, dan jumlah pegawai.

3.5. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan pada penelitian adalah :

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara (interview) dan

daftar pertanyaan (questionaire) pada responden di Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Batu Bara.

2. Data sekunder, yaitu struktur organisasi maupun data pegawai yang diperoleh dari

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu Bara.

3.6. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi:

1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebab timbulnya perubahan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel bebas (X) adalah Job stressor (X1) dan Konflik Kerja (X2

2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

karena adanya perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel terikat adalah Kinerja Pegawai (Y)

Gambar

Tabel 3.2.  Uji Validitas Variabel Penelitian
Tabel 3.3. Uji Reliabilitas Variabel Penelitian
Gambar 4.1.  Struktur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Batu
Tabel 4.1.  Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penerapannya Fungsionalisme mewujudkan bangunan murni tanpa hiasan, sederhana dengan komposisi bidang, kotak, balok, dan kubus, sehingga terbentuk aliran baru, yaitu

Dengan bantuan komputer, seseorang dapat melakukan input data barang dengan mudah, pencarian data barang bahkan ingin melihat persediaan barang digudang dengan cepat sehingga

[r]

Simpul menyatakan perjalanan yang diperbolehkan sedangkan ruas adalah dua perjalanan yang saling melintas, dan banyaknya fase dalam perancangan lampu lalu lintas sama dengan

[r]

Agar sistem yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, penulis berusaha untuk merancang sistem dengan mengambil langkah-langkah antara lain dengan membuat suatu baga diagram yaitu :

[r]

LEMBAR HASIL PENILAIAN SEJAWAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH : JURNAL ILMIAHa. Judul Jurnal