• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil Optimasi komposisi TAG

Berbeda dengan hasil uji RSM ketiga proses di atas, hasil uji RSM untuk fraksi TAG ini berkecenderungan memiliki nilai minimum. Reaksi gliserolisis akan mengubah TAG dalam minyak menjadi MAG dan DAG. Hsil yang diharapkan dalam percobaan ini adalah terbentuknya MAG dengan komposisi tinggi dan TAG dengan komposisi sangat rendah. Dengan bertambahnya jumlah MAG dan DAG yang terbentuk maka komposisi TAG yang ada akan semakin berkurang. Faktor suhu dan waktu reaksi akan berpengaruh dalam mengurangi kadar TAG dalam minyak setelah reaksi gliserolisis berjalan.

Visualisasi permukaan respon dari data komposisi TAG dalam produk yang dihasilkan dari optimasi proses gliserolisis dapat dilihat pada Gambar 16, dimana optimasi terhadap komposisi TAG menunjukkan adanya penurunan dengan semakin bertambahnya waktu dan suhu reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi kedua variabel ini berpengaruh dalam menurunkan nilai komposisi TAG. Persamaan RSM dari proses gliserolisis RBDPO untuk komposisi TAG adalah :

TAG = 2060,53 – 41,23X1 – 54,94X2 + 1,32 X12 - 0,19 X1X2 + 0,49 X22

dimana, X1 adalah waktu dan X2 adalah suhu reaksi gliserolisis Pada uji signifikansi model, model kuadratik memiliki nilai p paling kecil yaitu (Prob>F) = 0,0021 maka model yang tepat untuk data-data ini adalah model kuadratik karena berbeda nyata secara signifikan pada nilai α 1% (0,01). Nilai R2 dari persamaan RSM untuk komposisi TAG cukup besar yaitu 0,8325, hal ini menunjukkan variabilitas data dapat dijelaskan oleh model, sehingga model persamaan ini dapat digunakan sebagai model untuk menentukan optimasi komposisi TAG dalam produk MDAG. Hasil analisa statistik untuk data komposisi TAG dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berdasarkan analisa kanonik (canonical analysis) untuk menentukan kondisi optimum respon yaitu komposisi MAG, diperoleh nilai kritis untuk waktu reaksi adalah 19,84 jam dan suhu 60,22°C. Pada titik kritis ini diperkirakan nilai MAG yang akan diperoleh adalah sebesar 4,07%. Bentuk kontur yang memusat mengindikasikan bahwa titik stasioner merupakan respon maksimum dan minimum. Hasil analisa kanonikal menyatakan bahwa pada model ini titik stasionernya adalah minimum.

Gambar 16 Pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar TAG hasil sintesis pada proses gliserolisis

Pada Gambar 16 dapat dilihat pengaruh suhu terhadap komposisi TAG, dimana semakin tinggi suhu jumlah TAG semakin menurun sampai pada suatu titik dan jika suhu terus dinaikkan maka jumlah TAG akan mengalami peningkatan. Pengaruh suhu terhadap komposisi TAG lebih besar dibandingkan pengaruh waktu reaksi (Gambar 16). Hal ini terlihat dari gambar kurva respon permukaan dimana respon kenaikan suhu terlihat lebih curam dibandingkan respon kenaikan waktu reaksi. Nilai TAG lebih responsif terhadap perubahan suhu daripada waktu reaksi.

Perubahan nilai TAG lebih besar dengan berubahnya tingkatan suhu pada reaksi gliserolisis dengan waktu reaksi yang sama, sedangkan nilai TAG relatif tidak banyak berubah dengan berubahnya lama proses pada kondisi suhu yang sama. Dengan demikian untuk menetapkan kondisi proses gliserolisis penentuan kondisi suhu sangat penting diperhatikan dalam rangka meminimalkan kadar TAG dalam produk MDAG.

Hasil analisa RSM kemudian ditabulasi dalam Tabel 8 dimana perkiraan kondisi optimum proses gliserolisis untuk masing-masing parameter telah diketahui. Kondisi-kondisi optimum proses ini kemudian diverifikasi untuk melihat konsistensi proses terhadap produk yang dihasilkan. Kondisi optimum yang digunakan pada tahap verifikasi adalah kondisi yang menghasilkan rendemen tertinggi dan komposisi MAG tertinggi. Pemilihan kondisi ini didasari oleh tujuan utama penelitian yaitu menghasilkan produk MDAG dengan komposisi MAG dan DAG tinggi serta komposisi TAG rendah.

. Apabila dilakukan pemurnian produk dengan cara memisahkannya menjadi komponen MAG dan DAG, komponen MAG memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Kondisi optimum dari penelitian sintesis MDAG dengan cara gliserolisis ini adalah kondisi yang dapat menghasilkan komposisi MAG tertinggi yaitu waktu reaksi selama 19,86 jam dan suhu 60,3˚C. Kondisi ini kemudian diverifikasi untuk mengetahui apakah model persamaan dari hasil optimasi diatas dapat digunakan dengan konsistensi yang baik.

Tabel 8 Hasil analisa RSM untuk optimasi proses gliserolisis

Faktor

Parameter Persamaan Model Nilai maks/min

yang memungkinkan (%) Waktu (jam) Suhu (˚C) R2 Rendemen MAG DAG TAG Rendemen = -952,52 + 10,94 X1 + 28,80 X2 – 0,36 X12 + 0,08 X1X2 – 0,24 X22 MAG = -1035,07 + 25,69X1+ 26,92 X2–0,83X12+ 0,12X1X2 – 0,24 X22 DAG = -963,03 + 15,54X1 + 28,02X2 – 0,50X12 + 0,07X1X2 - 0,24 X22 TAG = 2060,53 – 41,23 X1– 54,94X2 +1,32 X12 - 0,19X1X2 + 0,49 X22 86,64 42,92 53,01 4,07 22,38 19,86 19,82 19,84 63,02 60,30 60,15 60,22 0,8863 0,7775 0,8489 0,8325

Verifikasi Proses Gliserolisis pada Kondisi Optimum

Verifikasi kondisi optimum proses gliserolisis dilakukan sebanyak lima kali ulangan terhadap kondisi optimum untuk menghasilkan MDAG dengan komposisi MAG tinggi. Verfikasi ini dilakukan pada kondisi waktu reaksi selama 19,86 jam (19 jam 52 menit) dan suhu 60,3 oC. Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG produk hasil sintesis pada verifikasi kondisi untuk mendapatkan kadar MAG tinggi dapat dilhat pada Tabel 9. Keseluruhan hasil ini akan diuji konsistensinya berdasarkan nilai coefficient of variation (CV). Armore (1973) menyatakan bahwa nilai CV menunjukkan tingkat variabilitas data berdasarkan banyak sampel yang dihitung. Suatu kondisi dinyatakan konsisiten jika nilai CV kurang dari 15% (0,15).

Nilai CV = Standar deviasi x 100% Rata-rata

Hasil perhitungan rendemen dan analisa komposisi produk pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rendemen, komposisi MAG, DAG dan TAG hasil verifikasi tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai yang diperkirakan oleh model. Perbandingan nilai rata-rata masing-masing parameter dengan nilai dari hasil perhitungan model dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG yang dihasilkan pada kondisi optimum proses gliserolisis untuk menghasilkan kadar MAG tinggi

No Rendemen (%) MAG (%) DAG (%) TAG (%) 1 80,87 44,23 47,84 7,93 2 83,82 42,68 48,51 8,81 3 82,29 43,8 47,78 8,42 4 82,15 43,47 47,69 8,84 5 83,12 42,14 48,11 9,75 Rata-rata 82,45 43,26 47,99 8,75 SD 1,11 0,85 0,33 0,67 CV 0,01 0,02 0,01 0,08 Hasil perhitungan dengan model 83,06 42,08 49,16 9,6 penyimpangan (%) 0,73 2,81 2,39 8,85

Pada Tabel 9 terlihat bahwa hasil perhitungan menunjukkan nilai CV untuk masing-masing parameter cukup rendah yaitu 0,02, 0,05, 0,05 dan 0,09 untuk rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG. Konsistensi pada uji verifikasi dievaluasi berdasarkan nilai koefisien variasi (CV), yang diperoleh dari pembagian antara nilai standar deviasi dengan rata-rata parameter yang diuji. Nilai CV menunjukkan tingkat variabilitas data berdasarkan banyaknya sampel yang dihitung. Konsistensi data ditunjukkan oleh nilai CV yang lebih kecil dari 15% dan semakin kecil nilai CV maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi (Armore 1973). Hasil perhitungan pada Tabel 9 menunjukkan nilai CV pada seluruh parameter lebih kecil dari 15%, berarti pada masing-masing parameter kondisi optimasi ini sudah konsisten.

Tabel 9 juga menunjukkan bahwa data hasil verifikasi sudah mendekati nilai yang diperkirakan oleh model pada parameter rendemen, MAG dan DAG. Nilai rata-rata hasil verifikasi untuk kadar TAG agak jauh berbeda dengan nilai yang diperkirakan oleh model, tetapi perbedaan ini masih dapat diterima karena nilai CV dari parameter ini 0,08 (<15%).

Karakterisasi Produk MDAG

Karakterisasi produk dilakukan untuk mengetahui beberapa sifat fisik dan kimia dari produk MDAG yang dihasilkan dari hasil sintesis RBDPO dengan proses gliserolisis. MDAG yang digunakan untuk uji karakterisasi ini adalah MDAG yang dihasilkan dengan menggunakan kondisi optimum proses untuk memperoleh MAG tinggi. Karakterisasi produk meliputi komposisi, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, titik leleh dan nilai HLB.

Gambar 17 Produk MDAG hasil sintesis pada kondisi optimum proses gliserolisis

Tabel 10Karakterisasi produk dilakukan pada hasil optimasi dari penelitian utama dibandingkan dengan MDAG komersial.

Karakterisasi Bahan baku

RBDPO MDAG verifikasi MDAG referensi Kadar MAG (%) DAG (%) TAG (%) Kadar ALB (%) Bilangan iod Nilai HLB Melting Point (oC) 0 0 100 0,12 54,14 -28,5 - 32 43,26 47,98 8,75 0,15 46,82 9,15 49,0 -51,5 100 0 0 0,44 40,34 4,32 60 - 64,5 a. Komposisi produk

Thin Layer Chromatography / Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu teknik kromatografi sederhana yang dapat memisahkan campuran minyak dan lemak yang memiliki perbedaan polaritas dalam sekali elusi. TLC mempunyai beberapa keunggulan dalam kemudahan pengoperasian, sensitivitas, kecepatan, dan kemampuan untuk mendeteksi semua komponen organik (Zaelani 2007).

Campuran pelarut yang digunakan untuk mengelusi hasil

kristalisasi M-DAG adalah petroleum eter, dietil eter, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 70:30:0,2 (v/v/v). Campuran ini merupakan modifikasi dari Gunstone et al. (1994) yang menggunakan campuran pelarut yang sama namun dengan rasio 70:30:1 (v/v/v) (petroleum eter:dietil eter:asam asetat glasial) Dengan menggunakan campuran pelarut tersebut, masing-masing fraksi dapat dipisahkan berdasarkan derajat polaritasnya. Fraksi yang bersifat lebih nonpolar akan terelusi terlebih dahulu, sedangkan fraksi yang bersifat lebih polar akan tertahan lebih lama oleh adsorben. Triasilgliserol adalah fraksi yang bersifat lebih nonpolar dibandingkan fraksi lainnya (DAG, dan MAG) sehingga

triasilgliserol akan terelusi pada bagian atas lempeng TLC. Hasil elusi produk MDAG pada lempeng TLC dapat dilihat pada Lampiran 9.

Kandungan MAG dalam emulsifier MDAG komersial dapat bervariasi, yaitu 40%, 50%, dan 90% tergantung proses produksinya (O’Brien 1998). Emulsifier dengan komposisi MAG tinggi lebih ideal karena Monogliserida dapat larut dengan sempurna dalam lemak dan minyak dan terdispersi dalam air pada kondisi tertentu (Gunstone et al.

1994). Pada Tabel 10 terlihat bahwa MDAG hasil sintesis pada penelitan ini termasuk pada klasifikasi MDAG dengan komposisi MAG 40% sedangkan produk MDAG referensi termasuk pada klasifikasi MDAG dengan komposisi MAG 90%.

Analisa komposisi produk menggunakan metode TLC memiliki kelemahan diantaranya hasil perhitungan komposisi yang relatif kasar dibandingkan metode lain misalnya gas chromatograpy (GC). Pada MDAG referensi komposisi MAG mencapai 100% padahal seharusnya suatu campuran MDAG tidak hanya terdiri dari komponen MAG tetapi ada juga komponen DAG dan TAG. Hal ini disebabkan oleh akurasi yang masih kurang dari metode TLC, sehingga senyawa yang terdeteksi hanya senyawa MAG saja, sedangkan senyawa lainnya tidak terlalu terlihat pada permukaan plate.

b. Kadar Asam lemak bebas

Suatu produk emulsifier diharapkan memiliki kadar ALB yang kecil. Hal ini berhubungan dengan kualitas produk. Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam suatu produk emulsifier harus diminimalisasi dikarenakan dapat mempengaruhi sifat sensori dari produk tersebut. Kadar asam lemak bebas yang tinggi menyebabkan produk bersifat sangat mudah rusak dan memungkinkan timbulnya bau yang tidak disukai (off odor). Selain itu, tingginya asam lemak bebas dapat mempengaruhi daya emulsifikasi. Secara visual, emulsifier yang banyak mengandung asam lemak bebas akan berminyak, lengket, kurang menarik dan berwarna agak gelap (Mulyana 2007). Oleh karena itu, produk

emulsifier diharapkan memiliki kadar ALB yang serendah mungkin karena kadar ALB tinggi dapat mengurangi kualitas produk dan mengurangi penerimaan produk di tingkat konsumen.

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan kadar ALB yang terkandung dalam bahan baku sebesar 0,13% dan produk MDAG hasil sitesis sebesar 0,11% (Tabel 10). Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai ALB yang dimiliki oleh MDAG referensi yaitu sebesar 0,44%.

Kadar ALB pada produk MDAG hasil sintesis adalah sebesar 0,11%. Hal ini menunjukkan bahwa produk MDAG hasil sintesis memenuhi kriteria untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena kandungan asam lemak bebas pada produk pangan maksimal adalah sebesar 0,2%. Kadar asam lemak bebas yang tinggi pada produk akan mempermudah pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton dan polimer. Oksidasi berantai menyebabkan penguraian konstituen flavor dan aroma. Pembentukan senyawa seperti peroksida, aldehida dan keton mengakibatkan bau tengik, pencoklatan minyak dan dapat menimbulkan keracunan (Ketaren 2005).

c. Bilangan iod

Bilangan iod didefinisikan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram lipid. Nilai yang didapat menunjukan derajat ketidakjenuhan lipid. Gliserida tak jenuh lemak atau minyak mempunyai kemampuan mengabsorbsi sejumlah Iod, khususnya apabila dibantu dengan suatu carrier seperti iodin klorida atau iodin bromida, membentuk suatu senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang diabsorbsi menunjukan derajat ketidakjenuhan lemak/minyak, semakin banyak iod yang diserap maka semakin banyak ikatan rangkap atau semakin tidak jenuh lemak/minyak tersebut. Pada Tabel 10 terlihat bahwa nilai bilangan iod pada bahan baku masih sangat tinggi sedangkan nilai bilangan iod pada produk MDAG hasil sintesis lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi gliserolisis telah mengubah karakter fisik pada minyak.

Emulsifier MDAG dapat berupa ester yang padat dan mempunyai titik leleh tinggi, ester yang berbentuk cair pada suhu ruang, maupun ester berbentuk plastis yang bersifat antara bentuk padat dan cair (O’Brien 1998). Ketiga jenis emulsifier tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusunnya. Semakin banyak banyak asam lemak yang yang mengandung ikatan rangkap dan semakin tidak jenuhnya asam lemak penyusunnya, maka bentuk emulsifier akan semakin lunak. Tabel 10 menunjukkan bahwa produk MDAG hasil penelitian memiliki nilai bilangan iod lebih tinggi daripada MDAG referensi berarti tekstur dari produk hasil penelitian lebih lunak daripada MDAG referensi.

Tabel 11 Kegunaan MDAG berdasarkan bentuk fisik dan nilai bilangan iod

Bentuk Emulsifier Kegunaan Produk Pangan

Keras Bilangan iod > 5 Menjaga kelembaban Pelembut crumb Pengembang volume Meningkatkan keempukan Memperbaiki tekstur Aerasi adonan Memperbaiki palatabilitas Mengurangi kelengkatan Antilengket Stabilisasi minyak Rehidrasi Emulsi kuat Stabilitas pembekuan

Semua produk bakeri Semua produk bakeri Semua produk bakeri Semua produk bakeri Kue

Kue Roti

Permen dan permen karet

Pasta

Mentega kacang Kentang goreng

Margarin dan produk beku

Plastis

Bilangan iod 60-80

Perantara antara bentuk keras dan lunak Semua produk Lunak Bilangan iod 90 atau lebih Aerasi Absorpsi air Perbaikan tekstur Emulsi lemah

Pelapis dan pengisi es Pelapis dan pengisi es Saus

Margarin Sumber : O’Brien (1998).

. Trigliserida yang telah diubah menjadi MDAG akan mengalami perubahan pada karakteristik fisiknya. Berdasarkan bentuk fisiknya, MDAG dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu keras, plastis dan lunak. Bentuk fisik ini ditentukan oleh jenis asam lemak yang menyusunnya.

Tabel 11 menunjukkan hubungan nilai iodin dengan bentuk fisik dan kegunaan MDAG.

Produk MDAG hasil sintesis penelitian mempunyai bilangan iod sebesar 46,81 (Tabel 9). Berdasarkan ketentuan dalam Tabel 11, emulsifier MDAG produk ini termasuk dalam jenis emulsifier yang mempunyai bentuk keras sehingga cocok digunakan untuk semua produk bakeri, permen, pasta, peanut butter, margarin dan produk makanan beku. Hal yang sama juga dimiliki oleh emulsifier referensi, karena MDAG standar ini memiliki nilai bilangan iod sebesar 40,34.

d. Nilai HLB

Nilai HLB suatu emulsifier adalah angka yang menunjukkan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik (menyukai air atau polar) dan gugus lipofilik (menyukai minyak atau non polar), yang merupakan sistem dua fase yang diemulsikan. HLB berdasarkan pada persentase relatif dari hidrofilik kedalam grup lipofilik dalam molekul emulsifier. Nilai tersebut menunjukkan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik (menyukai air atau polar) dan gugus lipofilik (menyukai minyak atau non-polar) dari dua fase yang diemulsikan. Emulsifier yang mempunyai nilai HLB rendah biasanya diaplikasikan ke dalam produk emulsi water in oil (w/o), sedangkan emulsifier dengan nilai HLB tinggi sering digunakan dalam produk emulsi oil in water (o/w).

Pemilihan jenis emulsifier yang tepat untuk suatu sistem emulsi dapat dilakukan antara lain dengan melihat nilai HLB-nya. Selain itu, dengan diketahuinya nilai HLB emulsifier juga dimungkinkan untuk mencampurkan dua atau lebih emulsifier yang berbeda untuk memperoleh karakteristik pengemulsi yang diinginkan. Menurut Stauffer (1996) MAG diklasifikasikan sebagai emulsifier lipofilik dengan kisaran nilai HLB antara 4 – 9. Emulsifier dengan nilai HLB 2 sampai 6,5 cocok digunakan pada sistem emulsi w/o, sedangkan emulsifier dengan nilai HLB 8,5 sampai 16,5 cocok untuk emulsi o/w. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai HLB produk M-DAG hasil sintesis adalah 9,15 sedangkan nilai HLB

MDAG referensi adalah 4,32. Jika mengacu pada ketentuan Stauffer (1996), M-DAG hasil sintesis pada penelitian ini termasuk dalam emulsifier oil in water (o/w) sedangkan dan MDAG referensi termasuk dalam emulsifier water in oil (w/o).

Nilai HLB pada MDAG referensi lebih rendah dibandingkan MDAG hasil sintesis, berarti semakin tinggi kandungan MAG dalam produk maka nilai HLB semakin rendah. Menurut Atmaja (2000), nilai HLB pada emulsifier MDAG menurun dengan semakin meningkatnya kemurnian atau semakin banyaknya kandungan MAG dalam emulsifier.

e. Titik Leleh (Melting Point)

Titik leleh termasuk sifat fisik emulsifier yang kritis pada penggunaan emulsifier dan mempengaruhi penerimaan konsumen. Suhu pada waktu emulsifier mencair mempunyai pengaruh besar pada proses pengolahan pangan, karena titik leleh maupun kondisi proses pembuatan produk harus sesuai dengan titik leleh emulsifier. Menurut O’Brien (1998), titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair sempurna.

Tabel 10 menunjukan bahwa produk MDAG hasil sintesis mempunyai kisaran titik leleh yang berkisar 49-51,5 OC dan nilai titik leleh MDAG referensi 60-64,5 OC. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi komposisi MAG maka titik leleh produk tersebut semakin meningkat.

Menurut Gunstone and Padley (1997), monogliserida memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan dengan digliserida maupun trigliseridanya. Monogliserida terdestilasi memiliki peningkatan titik leleh hingga 10OC di atas titik leleh trigliseridanya yang digunakan pada proses gliserolisis. Titik leleh MDAG hasil penelitian lebih rendah daripada titik leleh MDAG referensi. Hal ini disebabkan oleh kandungan MAG dalam MDAG referensi lebih tinggi daripada hasil penelitian karena MAG memiliki titik leleh lebih tinggi dibandingkan DAG dan TAG. MDAG

referensi juga biasanya telah mengalami pemurnian sehingga komponen TAG bisa hilang seluruhnya (Tabel 10).

Titik leleh lemak dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti bentuk kristal dan sifat asam lemak penyusunnya. Pembentukan kristal lemak (polimorfisme) sendiri dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar radikal asam lamak dalam kristal. Makin kuat ikatan antar molekul asam lemak, makin banyak panas yang diperlukan untuk pencairan kristal. Gaya tarik antar asam lamak yang berdekatan dalam kristal ditentukan oleh panjang rantai atom C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Makin panjang rantai atom C, titik leleh akan semakin tinggi. Sebaliknya titik leleh akan semakin menurun dengan semakin banyaknya jumlah ikatan rangkap. Asam lemak jenuh mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dari pada asam lemak tidak jenuh, sebab ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat. Bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik leleh lebih tinggi daripada asam lamak bentuk cis (Winarno 1992).

Titik leleh suatu emulsifier harus diketahui nilainya agar dapat digunakan pada sistem emulsi yang sesuai. Menurut O’Brien (1998), suatu emulsifier baru akan bekerja apabila kelarutannya dalam suatu emulsi pada suhu tertentu sudah mencapai konsentrasi yang cukup untuk membentuk formasi pada interfasenya. Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari emulsifier, terutama dalam kaitanya dengan mengaplikasikannya pada suatu produk. Titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair sempurna. Sama halnya dengan minyak dan lemak, emulsifier MDAG tidak meleleh dengan tepat pada suatu nilai suhu tertentu. Sehingga pengukuran titik lelehnya sering kali di lakukan dengan menetapkan kisaran suhu pada saat emulsifier mulai melunak hingga cair dengan sempurna.

Dokumen terkait