• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gliserolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan Lipase untuk Sintesis MDAG (Mono Diasilgliserol)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gliserolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan Lipase untuk Sintesis MDAG (Mono Diasilgliserol)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

GLISEROLISIS RBDPO (REFINED BLEACHED

DEODORIZED PALM OIL) DENGAN LIPASE UNTUK

SINTESIS MDAG

(MONO-DIASILGLISEROL)

ANGGIRASTI

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ILMU PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Gliserolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan Lipase untuk Sintesis MDAG (Mono-diasilgliserol) adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguran tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

(3)

ABSTRACT

ANGGIRASTI. Lipase-Catalyzed Glycerolysis of Refined Bleached Deodorized Palm Oil for the Mono-diacylglycerol Synthesis. Directed by PURWIYATNO HARIYADI, NURI ANDARWULAN, and TRI HARYATI Indonesia is among the largest palm oil producing countries and the production is still increasing therefore, product diversivication should be done in order to obtain higher added value to the country. One of the potential products is palm based emulsifier. Mono-diacylglycerol (MDAG) is the mostly used emulsifier in food industry. Enzymatic synthesis of MDAG by lipase catalyst has received much attention in recent year owing to the lower energy requirements, selectivity of the catalyst and higher product purity and quality. The aim of this study was to optimize production of MDAG by lipase-catalyzed glycerolysis. Esterification of glycerol and RBDPO using lipase as catalyst is used to synthesize MDAG. Thirteen batch reactions consisting of refined bleached deodorized palm oil (RBDPO), glycerol, and commercially lipase were carried out, with two process parameters being varied : reaction time and temperature. Respon surface methodology (RSM) was applied to optimize the reaction system. Production yield, MAG, DAG and TAG contents were used as model response. After getting the optimum condition from respon surface equation, a trial of five replicates to verify its consistency was conducted. MAG, DAG and TAG content in the product were analyzed using thin layer chromatography method. The physicochemical properties of the product namely free fatty acid, iodine value, melting point and HLB value were also determined. The optimal conditions established for reaction time 19,86 hour and temperature 60,3°C. Under this condition production yield of 83,06% with 42,08% MAG content was predicted. Verification experiments under optimized reaction conditions were conducted, and the result agreed well with the range of prediction. The yield obtain under this condition is 82,45% with composition of MAG and DAG are 43,26% and 47,98% respectively. The product melting point was higher than RBDPO i.e. 49,0-51,5˚C, iodine value was 46,82, free fatty acid content was 0,15% and hydrophilic lypophilic balance (HLB) value was 9,15.

(4)

RINGKASAN

ANGGIRASTI. Gliserolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan Lipase untuk Sintesis MDAG (Mono-Diasilgliserol). Dibimbing oleh PURWIYATNO HARIYADI, NURI ANDARWULAN, dan TRI HARYATI

Indonesia adalah negara produsen minyak sawit terbesar didunia, untuk itu perlu dilakukan diversifikasi produk yang dapat meningkatkan nilai ekonomi kelapa sawit. Salah satu produk berbasis kelapa sawit yang potensial untuk dikembangkan adalah emulsifier monodiasilgliserol (MDAG). MDAG adalah emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan. Diperkirakan kebutuhan dunia akan MDAG setiap tahunnya berkisar antara 132.000 ton. Sintesis MDAG secara enzimatis mulai banyak diteliti karena dalam prosesnya membutuhkan lebih sedikit energi, memiliki selektifitas katalis dan kemurnian serta kualitas produk yang dihasilkan lebih tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan produksi MDAG melalui proses gliserolisis secara enzimatis.

Proses gliserolisis antara gliserol dan RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) menggunakan katalis lipase adalah metode yang dipergunakan untuk memproduksi MDAG. Dalam optimasi proses gliserolisis sebanyak 13 perlakuan dilakukan dengan parameter suhu dan waktu reaksi untuk memenuhi rancangan percobaan respon surface method (RSM). Model respon yang digunakan adalah rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG dalam produk MDAG. Setelah mendapatkan respon optimum dari persamaan respon surface, dilakukan verifikasi sebanyak lima ulangan. Kadar MAG, DAG dan TAG dianalisa menggunakan metode thin layer chromatography (TLC). Dilakukan pula analisa sifat fisikokimia produk meliputi : asam lemak bebas (ALB), bilangan iod, titik leleh dan nilai HLB untuk mengetahui karakteristik produk.

(5)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

GLISEROLISIS RBDPO (REFINED BLEACHED

DEODORIZED PALM OIL) DENGAN LIPASE UNTUK

SINTESIS MDAG

(MONO-DIASILGLISEROL)

ANGGIRASTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI ILMU PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Gliserolisis RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dengan Lipase untuk Sintesis MDAG (Mono-Diasilgliserol)

Nama : Anggirasti

NIM : F251040231

Rogram Studi : Ilmu Pangan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Dr. Ir. Tri Haryati, M.S. Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc. selaku pembimbing dan juga

selaku Direktur Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) yang telah banyak membimbing, mengarahkan dan memberikan dukungan bagi pelaksanaan penelitian ini. 2. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si, selaku pembimbing dan juga selaku

Sekretaris Eksekutif Southeast Asia Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) yang telah memberikan dukungan bagi pelaksanaan penelitian ini. Perhatian, bimbingan, saran serta arahan beliau sangat membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ibu Dr. Tri Haryati, MS. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, dukungan, bimbingan, saran dan arahan selama berjalannya penelitian sampai penulis bisa menyelesaikan semua pekerjaan ini.

4. Staf Laboratorium SEAFAST Center IPB: Bapak Karna, Arif, Ria, dan Mansyah atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian

5. Rekan-rekan di SEAFAST Center IPB: Bapak Soenar Soekopitojo, Msi., Ibu Fajriyati Mas’ud, MSi., Yuliasri Ramadhani, STp. Msi. dan Reno Fitri Hasrini, SP. Msi. atas bantuan, kebersamaan dan kerjasamanya.

6. Keluarga besar Bapak Suharno dan Ibu Atik Mudjiati atas segala bantuan, doa dan dukungannya selama ini.

7. Penghargaan dan terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Ibunda Tatty Triana, Ayahanda Hendro Sukaton dan adik-adikku tercinta Widihasto dan Agastio atas dorongan moril, materiil, pengorbanan dan kesabarannya dalam menemani penulis menyelesaikan pendidikan.

8. Secara khusus dan terimakasih yang sedalam-dalamnya tak lupa penulis haturkan kepada suami tercinta Ponco Wasono Junianto, STp. dan ananda tersayang Ramyaswasti, atas kasih sayang, motivasi, pengorbanan, kesabaran dan hiburannya dalam menemani penulis menyelesaikan pendidikan.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam melaksanakan pendidikan dan penelitian ini penulis menyampaikan terimakasih yang tak terhingga, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 25 Oktober 1980 dari ayah Hendro Sukaton, dan ibu Tatty Triana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Widyawan I Cimahi pada tahun 1992, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Cimahi tahun 1995 dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 2 Bandung pada tahun 1998. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN), dan menyelesaikan studi pada tahun 2002. Setelah lulus S1 selama 1 tahun penulis sempat bekerja sebagai peneliti di Lembaga Swadaya Masyarakat Pertanian Organik UNISOSDEM Jakarta. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Refined Bleached DeodorizedPalm Oil (RBDPO) ... 4

Gliserol ... 9

Interesterifikasi Enzimatis ... 10

Emulsifier Mono-diasilgliserol (MDAG) ... 17

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

Alat dan Bahan ... 24

Metodologi ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Kimia bahan Baku ... 37

Gliserolisis untuk Sintesis MDAG ... 38

Penentuan Titik Tengah untuk Optimasi Proses Gliserolisis ... 41

Optimasi Reaksi Gliserolisis untuk Sintesis MDAG ... 44

Verifikasi Proses Glisrolisis pada Kondisi Optimum ... 55

Karakterisasi Produk MDAG ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi asam lemak penyusun minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit

(PKO) ... 6

2 Nilai HLB dan aplikasinya ... 22

3 Korelasi nilai HLB dengan kelarutan emulsifier ... 23

4 Perlakuan dan kode perlakuan untuk optimasi proses gliserolisis ... 29

5 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean ... 30

6 Kurva standard (nilai air vs HLB) ... 36

7 Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG yang dihasilkan pada kondisi optimum proses gliserolisis penelitian pendahuluan... 39

8 Hasil analisa RSM untuk optimasi proses gliserolisis ... 54

9 Nilai rendemen, kadar MAG, DAG dan TAG yang dihasilkan pada kondisi optimum proses gliserolisis untuk menghasilkan kadar MAG tinggi ... 55

10 Karakterisasi produk dilakukan pada hasil optimasi dari penelitian utama dibandingkan dengan MDAG komersial ... 57

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Buah kelapa sawit ... 5

2 Proses pemurnian minyak ... 7

3 Struktur kimia gliserol ... 9

4 Struktur kimia MAG dan DAG ... 19

5 Orbital shaker yang digunakan untuk mengagitasi substrat pada proses gliserolisis ... 24

6 Diagram alir penentuan suhu reaksi terbaik pada proses gliserolisis untuk sintesis MDAG ... 27

7 Diagram alir penentuan waktu reaksi terbaik pada proses gliserolisis untuk sintesis MDAG ... 28

8 TLCPlate ... 32

9 Grafik persamaan untuk memperoleh kurva standar nilai HLB ... 36

10 Pengaruh penambahan pelarut heksan terhadap rendemen dan komposisi gliserida produk MDAG ... 41

11 Pengaruh suhu reaksi terhadap rendemen dan komposisi gliserida produk MDAG ... 42

12 Pengaruh waktu reaksi terhadap rendemen dan komposisi gliserida produk MDAG ... 43

13 Pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap rendemen hasil sintesis pada proses gliserolisis ... 46

14 Pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar MAG hasil sintesis pada proses gliserolisis ... 48

15 Pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar DAG hasil sintesis pada proses gliserolisis ... 50

16 Pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap kadar TAG hasil sintesis pada proses gliserolisis ... 52

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penimbangan bahan baku ... 72

2 Penentuan berat total MDAG secara teoritis ... 74

3 Tabulasi hasil analisa sifat kimia bahan baku ... 76

4 Data pengaruh penambahan pelarut heksan, suhu dan waktu reaksi terhadap

hasil sintesis pada proses gliserolisis ... 77

5 Nilai variabel yang digunakan dalam penelitian utama berdasarkan sistem

pengkodean ... 83

6a Nilai rendemen dan komposisi produk hasil optimasi ... 84

6b Gambar plate hasil analisa TLC pada optimasi proses gliserolisis ... 85

7 Hasil olah data statistik pada optimasi proses gliserolisis menggunakan

software SAS.62 ... 86

8 Tabulasi hasil analisa RSM dan verifikasi variabel kondisi untuk

menghasilkan rendemen dan MAG maksimum ... 102

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi dunia akan minyak dan lemak nabati pada tahun 2006 sampai 2007 sudah mencapai 123 juta ton dan diprediksi akan mencapai 142 juta ton pada tahun 2010. Dari produksi sebesar ini 45,5 juta ton berasal dari minyak kelapa sawit, dimana sebesar 22,3 juta ton atau sekitar 46% berasal dari Indonesia. Kelapa sawit dikenal dengan produk utama berupa minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang kini menjadi komoditas primadona sektor perkebunan. Dengan pertumbuhan luas lahan dan produksi yang terus meningkat tiap tahun memberikan indikasi bahwa industri kelapa sawit sangat menjanjikan (Maulida 2007).

Sejak tahun 2006 Indonesia menempati urutan pertama sebagai penghasil CPO terbesar di dunia setelah menggeser kedudukan Malaysia, dimana produksi CPO Indonesia mencapai 15,9 juta ton, sementara Malaysia sebesar 15,88 juta ton. Pada tahun 2007 produksi CPO Indonesia diprediksi sebanyak 17,2 juta ton, sedangkan produksi Malaysia hanya mencapai 16 juta ton. Sebanyak 75% dari CPO di Indonesia digunakan untuk ekspor, sedangkan hanya 25% saja yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini menunjukkan bahwa industri ini masih dapat dikembangkan dengan cara mengolah CPO menjadi produk-produk turunannya baru kemudian diekspor. Diharapkan produk-produk turunan CPO ini dapat dijual dan diekspor dengan harga yang lebih tinggi sehingga devisa negara dapat ditingkatkan (An 2008).

Pemerintah merespon kondisi diatas dengan melakukan pembatasan ekspor CPO guna mengembangkan industri hilir komoditas kelapa sawit sehingga nilai tambah produk, investasi, perolehan devisa serta penyerapan tenaga kerja dapat ditingkatkan (Wachyudi 2007). Keberhasilan pengembangan industri hilir kelapa sawit tidak terlepas dari hasil-hasil penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi minyak sawit.

(16)

lanjut, dimana CPO diolah menjadi RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) melalui proses pemurnian dengan tahapan pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), penghilangan warna (bleaching), dan penghilangan bau (deodorisasi) (Ketaren 2005).

Salah satu produk yang dapat diturunkan dari minyak sawit adalah emulsifier yang dapat digunakan sebagai bahan penstabil pada berbagai produk makanan. Pengemulsi (emulsifier) adalah suatu bahan dengan karakteristik khusus yang dapat menyatukan air dengan minyak. Hampir semua produk yang menggunakan campuran air dan minyak menggunakan bahan ini, seperti margarin, mayonnaise, obat-obatan dan kosmetik. Dengan demikian, emulsifier memiliki nilai ekonomis tinggi dan dengan memproduksi sendiri bisa menghilangkan ketergantungan impor. Sekitar 70% dari total emulsifier yang digunakan dalam produk makanan adalah campuran mono dan diasilgliserol (MDAG). MDAG dapat disintesis melalui proses gliserolisis antara minyak dan gliserol atau esterifikasi antara asam lemak dan gliserol (O’Brien 1998).

Secara komersial, MDAG diproduksi melalui proses gliserolisis, yaitu dengan mereaksikan triasilgliserol (TAG) dan gliserol. Reaksi ini dilakukan dengan proses batch pada temperatur tinggi (220-260˚C) dengan dibantu oleh katalis inorganik seperti sodium, potassium, atau kalsium hidroksida. Dalam proses ini suhu tinggi akan menimbulkan warna gelap serta flavor yang tidak diinginkan pada produk. Namun sekarang penelitian tentang proses gliserolisis dengan penggunaan biokatalis (enzim lipase) banyak sekali dilakukan karena dalam prosesnya energi yang dibutuhkan untuk reaksi lebih sedikit, lebih ramah lingkungan, dan dapat menghasilkan produk dengan warna yang lebih terang (Noureddini et al. 2004).

(17)

salah satu bentuk diversifikasi dan peningkatan nilai ekonomis produk-produk berbasis kelapa sawit.

Dengan pertimbangan tingginya potensi minyak sawit, nilai ekonomi dan kebutuhan akan monoasilgliserol, perlu untuk dilakukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut tentang produksi MDAG. Penerapan teknik gliserolisis menggunakan biokatalis (enzim lipase) ini diharapkan dapat menghasilkan MDAG dengan kualitas yang lebih baik.

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari minyak sawit dengan cara mengolahnya menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu MDAG.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mencari kondisi optimum untuk sintesis MDAG melalui proses gliserolisis dengan bahan baku Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) menggunakan enzim lipase.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

Kelapa sawit diperkenalkan pertama kali pada tahun 1848 dan ditanam di

kebun raya Bogor serta selanjutnya dilakukan serangkaian pengamatan dan

penelitian. Hasil pengembangan kelapa sawit baru diperoleh kira-kira 70-80 tahun

setelah tahap pengenalan. Kelapa sawit mulai dikembangkan secara besar-besaran

pada tahun 1970-an. Upaya pengembangan ini di dorong oleh pemikiran bahwa

kelapa sawit merupakan sumber yang potensial bagi peningkatan pendapatan

devisa. Selain itu juga perlu adanya tindakan untuk mengurangi ketergantungan

pada ekspor minyak dan gas bumi sebagai sumber dana pembangunan

(Mangoensoekarjo 2003).

Nama genus kelapa sawit adalah Elaeis guineesis yang diberikan oleh Jacqueis pada tahun 1763 berdasarkan pengamatannya pada pohon-pohon kelapa

sawit yang tumbuh di Martinique kawasan Hindia Barat. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak sedangkan kata guineensis diberikan berdasarkan keyakinan Jacqueis bahwa kelapa sawit berasal dari Guinea (Afrika). Terdapat tiga macam

varietas tanaman kelapa sawit yaitu Nigrescens, Virecens, dan Albescens. Jenis yang umum dipakai untuk penanaman komersial adalah varietas Nigrescens, sedangkan jenis lainnya secara umum hanya dipakai untuk penelitian

(Mangoensoekarjo 2003).

Minyak sawit dihasilkan dari daging buah kelapa sawit (Elaeis guineensis

Jacq.) dan tersedia dalam beberapa bentuk produk minyak diantaranya crude palm oil (CPO), RBDPO, palm olein, palm stearin, fractionated palm olein dan palm mid-fraction. Teknologi pengolahan minyak kelapa sawit meliputi proses ekstraksi, proses pemurnian, pembuatan produk olahan, serta aplikasi minyak

kelapa sawit pada produk pangan dan dan non pangan. Ekstraksi minyak kelapa

sawit secara komersial dilakukan dengan menggunakan pengepres berulir.

Sebelum dipress, dilakukan pemisahan mesokarp dan intisawit, bagian mesokarp

(19)

Gambar 1Buah kelapa sawit

Gambar 1 diatas merupakan gambar buah kelapa sawit yang terdiri dari dua

bagian utama yaitu mesokarp yang merupakan daging buah dan endokarp atau biji

buah kelapa sawit. Saat ini produk utama dari kelapa sawit yang banyak di

manfaatkan adalah minyaknya. Berdasarkan asalnya, minyak kelapa sawit ini

dapat di bagi menjadi 2 jenis yaitu Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil

(PKO). CPO merupakan minyak yang didapatkan dari hasil ekstraksi bagian sabut

buah kelapa sawit (mesokarp), sedangkan PKO didapatkan dari hasil ekstraksi

inti buah kelapa sawit (endokarp). Oleh karena berasal sumber yang berbeda maka

komposisi asam lemak penyusunnya pun berbeda. CPO umumnya banyak

mengandung asam palmitat dan asam oleat sedangkan PKO banyak sekali

mengandung asam laurat, asam miristat dan asam oleat. Secara rinci komposisi

asam lemak penyusun CPO dan PKO di lihat pada Tabel 1.

Minyak dan lemak dari sumber tertentu mempunyai ciri khas yang berbeda

dari sumber lainnya yang tergantung pada komposisi dan distribusi asam lemak

pada molekul trigliseridanya. Titik leleh suatu lemak atau minyak dipengaruhi

oleh sifat asam lemaknya, yaitu daya tarik antar asam lemak yang berdekatan

dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap

dan bentuk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Semakin panjang rantai C maka titik lelehnya akan semakin tinggi, misalnya asam butirat (C14) memiliki

(20)

leleh menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap dikarenakan ikatan

antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat. Bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik leleh yang lebih tinggi

dibandingkan bentuk cis (Winarno 2002).

Tabel 1 Komposisi Asam Lemak Penyusun Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO)

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

(CPO) (%)

Minyak sawit seperti halnya minyak pada umumnya merupakan komponen

yang tersusun atas 3 buah molekul asam lemak yang berikatan dengan 1 buah

molekul gliserol. Asam lemak utama yang terdapat dalam CPO adalah asam

palmitat dan asam oleat, sedangkan asam lemak yang jumlahnya paling sedikit

adalah asam palmitoleat dan asam linoleat. Komponen minor yang terdapat dalam

minyak sawit terdiri dari karotenoid (pigmen yang membentuk warna oranye),

tokoferol dan tokotrienol (sebagai antioksidan), sterol, triterpenic dan alifatik alkohol (Chin 1979). Adanya karotenoid, tokoferol, dan tokoterienol

menyebabkan tingginya stabilitas oksidasi dan nilai gizi minyak sawit

dibandingkan minyak nabati lainnya (Hui 1996).

Minyak sawit yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa sawit

merupakan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil). Untuk memperoleh minyak goreng (minyak makan) maka perlu dilakukan proses lebih lanjut yaitu netralisasi

(pemisahan gum), dekolorisasi (pemucatan), dan deodorisasi (penghilangan bau),

(21)

fraksinasi (Ketaren 1986). Secara umum proses pemurnian minyak kelapa sawit

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses pemurnian minyak

Tahap pemisahan gum (degumming) biasanya diawali dengan pengendapan terlebih dahulu. Degumming dilakukan dengan melakukan pemanasan uap beserta absorben atau kadang-kadang menggunakan sentrifusa (Winarno 1997). Proses

degumming ini biasanya juga dilakukan dengan menambahkan asam fosfat. Hal ini bertujuan agar gum menggumpal dan pecah kemudian disaring

Setelah dilakukan tahap degumming minyak kemudian dinetralisasi. Tahap netralisasi bertujuan untuk memisahkan minyak dari senyawa terlarut seperti

pospatida, asam lemak bebas dan hidrokarbon. Lemak dengan kandungan asam

lemak bebas tinggi dipisahkan dengan menggunakan uap panas dalam keadaan

vakum lalu ditambah alkali. Jika kandungan asam lemak bebasnya rendah maka

cukup dilakukan penambahan NaCO3.

Degumming

Netralisasi

Bleaching

Deodorisasi

CPO

(22)

Tahap pemucatan (Bleaching) bertujuan menghilangkan sebagian zat-zat warna dalam minyak. Hal ini dilakukan dengan menambahkan adsorbing agent

seperti arang aktif, tanah liat atau dengan perlakuan reaksi-reaksi kimia. Setelah

zat warna terserap kemudian minyak disaring.

Tahap terakhir yang dilakukan adalah tahap penghilangan bau

(deodorizing). Proses ini bertujuan menghilangkan bau dalam minyak yang akan mempengaruhi penerimaan minyak oleh calon konsumen. Proses ini meliputi

penghilangan terhadap senyawa-senyawa aldehid dan keton. Minyak hasil dari

serangkaian proses diatas disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil).

Setelah minyak RBDPO didapatkan, tahap perlakuan selanjutnya adalah

tahap fraksinasi. Tahap fraksinasi merupakan tahap pemisahan fraksi yang

terdapat dalam minyak RBDPO. Terdapat 2 jenis fraksi dalam minyak RBDPO

yaitu fraksi olein dan fraksi stearin. Fraksi olein akan diolah lebih lanjut menjadi

minyak goreng (minyak makan) dan fraksi stearin akan digunakan sebagai bahan

baku pembuatan margarin.

Gunstone et al. (1997) menyatakan bahwa fraksinasi merupakan proses pemisahan bahan dasar secara termomekanik. Proses fraskinasi terdiri dari 2 tahap

yaitu proses kristalisasi dan tahap pemisahan fraksi. Tahap kristalisasi dilakukan

dengan cara mengatur kondisi suhu (biasanya pada suhu rendah) dan tahap

pemisahan fraksi dilakukan dengan cara penyaringan. Pada dasarnya, fraksinasi

merupakan suatu teknik pemisahan minyak berdasarkan titik leleh minyak dimana

tiap jenis minyak memiliki karakteristik titik leleh yang berbeda-beda. Proses

fraksinasi dilakukan untuk beberapa alasan seperti penghilangan komponen minor

yang dapat merusak produk, dan pemisahan menjadi beberapa fraksi yang

memiliki nilai lebih pada suatu minyak (fraksi olein dan stearin). Fraksinasi yang

dilakukan secara berulang (double fractionation) akan menghasilkan fraksi minyak yang lebih beragam untuk diaplikasikan ke dalam berbagai produk pangan

(23)

Gliserol

Gliserol adalah suatu senyawa yang terdiri dari 3 gugus hidroksil (-OH)

yang berikatan pada masing-masing 3 atom karbon (C) sehingga gliserol sering

disebut dengan gula alkohol. Nama perdagangan dari gliserol adalah gliserin.

Keberadaan gugus hidroksil ini menyebabkan gliserol memiliki sifat larut air atau

yang lazim disebut hidrofilik. Gliserol memiliki rumus kimia C3H8O3 dengan

nama kimia Propane 1,2,3-triol dengan bobot molekul 92,10 dan massa jenis

1,261 g/cm3. Gliserol memiliki titik didih 290oC dan viskositas sebesar 1,5 pa.

Lindsay (1985) menyatakan bahwa gliserol memiliki sifat mudah larut dalam air,

tidak berwarna, dan tidak berbau. Gliserol juga memiliki kekentalan tertentu

sehingga jika digunakan bersama bahan pangan dapat meningkatkan viskositas

bahan pangan tersebut. Struktur gliserol dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur kimia gliserol

Gliserol merupakan senyawa yang telah banyak digunakan di berbagai

industri baik itu industri pangan ataupun nonpangan seperti industri kosmetik.

Gliserol saat ini sering digunakan sebagai pelarut, pemanis, sabun cair, atau

bahkan sebagai bahan tambahan industri bahan peledak. Gliserol juga dapat

digunakan sebagai komponen anti beku atau lazim disebut cryoprotectan dan sumber nutrisi pada kultur fermentasi dalam produksi antibiotika.

Dalam reaksi interesterifikasi ataupun esterifikasi minyak, gliserol biasanya

digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk MAG, DAG, ataupun

TAG terstruktur. Jika suatu TAG direaksikan dengan gliserol dalam suatu reaksi

interesterifikasi, baik itu secara kimiawi atau enzimatis, asam-asam lemak pada

triasilgliserol akan terlepas dari struktur gliserolnya dan lalu asam-asam lemak

bebas ini akan tersambung pada molekul gliserol lainnya sehingga terbentuk

molekul MAG atau DAG. Hal ini pula yang terjadi pada reaksi esterifikasi antara

(24)

gliserol berlebih akan menyebabkan reaksi kesetimbangan menuju ke arah kanan

reaksi sehingga akan menghasilkan produk MAG yang cukup tinggi.

Interesterifikasi Enzimatis

Reaksi interesterifikasi sudah di kenal cukup lama yaitu sejak pertengahan

tahun 1800-an. Duffy pada tahun 1852 telah berhasil melakukan reaksi alkoholisis

antara tristearin dan etanol. Penggunaan reaksi ini ditujukan untuk jenis minyak/

lemak yang dapat di makan (edible lipids) pertama kali dilakukan oleh Norman

pada tahun 1920. akhirnya reaksi ini mulai aplikasikan dalam industri pangan

sejak tahun 1940 (Rousseau dan Marangoni,2002).

Reaksi interesterifikasi didefinisikan sebagai reaksi dimana terjadi

perpindahan gugus ester (asam lemak) dari satu lemak ke lemak lain atau dalam

satu lemak tetapi hanya berpindah dari satu ‘junction’ ke ‘junction’ lain atau lepas sama sekali. Dalam reaksi ini akan dihasilkan lemak baru dengan kategori baru

atau mungkin lebih baik misalnya MAG dan DAG.

Reaksi interesterifikasi dapat dibagi menjadi empat kelas yaitu reaksi

asidolisis, alkoholisis, gliserolisis, dan transesterifikasi. Dalam reaksi asidolisis,

reaksi terjadi antara lemak dengan asam lemak. Produk yang dihasilkan adalah

lemak dengan karakteristik asam lemak yang baru. Reaksi alkoholisis adalah

reaksi antara alkohol dan lemak dimana produk yang biasa dihasilkan adalah

MAG atau DAG. Reaksi gliserolisis pada prinsipnya sama dengan reaksi

alkoholisis hanya saja alkohol diganti dengan gliserol yang sama-sama memiliki

gugus hidroksil. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara lemak dengan

lemak yang berbeda komposisi asam lemaknya dengan penambahan katalis.

Produk yang dihasilkan adalah suatu produk lemak baru dengan karakteristik

asam lemak yang baru akibat terjadi distribusi antar asam lemak (Rousseau dan

Marangoni 2002).

MDAG biasanya diproduksi dengan proses gliserolisis, dimana lemak

direaksikan dengan gliserol (Rendon et al. 2001). MDAG dapat disintesis melalui tiga cara (Garcia et al. 1996). Cara pertama berupa esterifikasi sederhana dari asam lemak dan gliserol, cara kedua adalah hidrolisis dari minyak dalam emulsi

(25)

asil antara ester asam lemak/minyak dengan alkohol seperti etanolisis atau

gliserolisis. Seluruh proses ini bisa dilakukan dengan menggunakan dua macam

katalis yaitu katalis inorganik (bahan kimia) atau katalis organik (enzim lipase).

Proses Gliserolisis merupakan reaksi transesterifikasi antara gliserol dan

minyak atau lemak. Tahapan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Reaksi 1 :

Reaksi 2 : DAG + Gliserol ↔ MAG

Reaksi 3 : TAG + MAG ↔ 2 DAG

Reaksi interesterifikasi ini dapat terjadi secara acak ataupun terarah.

Secara umum reaksi interesterifikasi dapat terjadi secara batch, semi-continuously,

atau continuously. Reaksi ini akan berjalan dengan empat tahapan, yaitu : perlakuan awal minyak, penambahan katalis, terjadi reaksi, dan deaktivasi enzim.

Reaksi terjadi secara acak mengikuti hukum kemungkinan hingga komposisi yang

terbentuk seimbang. Reaksi ini dapat terjadi pada suhu tinggi ataupun rendah.

Secara komersial reaksi berlangsung pada suhu tinggi 249 oC tanpa katalis atau

pada suhu lebih rendah dengan penambahan katalis metal alkali. Proses

interesterifikasi umumnya dipengaruhi beberapa faktor yaitu suhu, lama

pengadukan, jenis substrat, konsentrasi katalis dan perbandingan metanol dan

(26)

Penggunaan katalis dalam reaksi interesterifikasi akan berpengaruh

terhadap peningkatan laju reaksi yang terjadi. Katalis yang digunakan dalam

reaksi interesterifikasi dapat berupa katalis kimia maupun katalis enzimatis.

Kedua jenis katalis ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan katalis

kimia saat ini lebih banyak dilakukan dikarenakan katalis kimia memiliki

kelebihan antara lain mudah penanganannya, harganya yang murah, mudah

dipisahkan, dan dapat digunakan dalam konsentrasi relatif rendah. Walaupun

begitu penggunaan katalis kimia memiliki beberapa kekurangan antara lain

terjadinya variasi produk yang beragam karena gugus asil terdistribusi dengan

acak. Selain itu, Borncsheuer (1995) melaporkan bahwa produk hasil sintesis

secara kimiawi memiliki rendemen yang rendah, warna yang gelap, dan flavor

yang kurang baik. Penggunaan metode enzimatis saat ini mulai dilirik untuk

memperbaiki kekurangan yang terdapat pada penggunaan katalis kimia. Katalis

enzimatis saat ini telah diketahui memiliki keunggulan antara lain produk yang

dihasilkan tidak memiliki keragaman yang besar. Hal ini disebabkan enzim lipase

yang digunakan memiliki kespesifikan tertentu artinya enzim ini akan memotong

ikatan antara gliserol dan asam lemak pada titik tertentu (Elizabeth dan Boyle

1997). Kelemahan dari metode ini adalah harga katalis enzimatis murni saat ini

umumnya cukup mahal. Hal tersebut saat ini mulai bisa diminimalkan dengan

dikembangkannya pembuatan enzim dengan harga yang tidak berbeda jauh

dengan katalis kimia.

Keuntungan lain pada penggunaan lipase sebagai katalis adalah dalam hal

selektifitas substrat, efisiensi katalitik dan kondisi proses yang mild (Zuyi dan Ward 1993). Karakterisasi dan aplikasi produk M-DAG tersebut telah dilakukan

oleh Christina (1999), sedangkan penelitian mengenai pemurniannya telah

dilakukan oleh Atmadja (2000).

Gliserolisis secara enzimatik termasuk reaksi orde 2 (Pecnik dan Knez,

1992) yang melibatkan substrat gliserol dan minyak/lemak atau asam lemak bebas

atau ester asam lemak, sehingga rendemen MAG dipengaruhi oleh konsentrasi

gliserol dalam sistem reaksi. Faktor lain yang turut berpengaruh terhadap

rendemen MAG produk biosintesis antara lain kadar air sistem reaksi, jenis

(27)

yang berpengaruh terhadap aktivitas lipase, seperti pH, suhu dan konsentrasi

substrat.

Rendon et al. (2001). Telah menguji teknik rekayasa pelarut untuk melakukan gliserolisis triolein dengan katalis lipase untuk menghasilkan MAG.

Dalam penelitiannya dibandingkan tiga sistem reaksi yaitu gliserol diserap dalam

silika gel pada pelarut heksan, gliserol bebas pada heksan dan gliserol bebas pada

sistem tanpa pelarut (pada seluruh perlakuan ditambahkan 0,1g enzim, 0,25 mmol

triolein dan 0,5 mol gliserol, dan reaksi dilakukan pada suhu 40 oC). Heksan

dipilih sebagai pelarut karena kelarutannya yang tinggi pada hampir semua

trigliserida dan minyak. Pada sistem reaksi tanpa pelarut ternyata dihasilkan

monoolein yang lebih tinggi jika dibandingkan pada sistem yang menggunakan

heksan. Campuran akhir gliserol dan asilgliserida akan meningkatkan polaritas

medium sehingga lingkungan menjadi lebih polar dan akan memperkuat

selektivitas sintesis monoolein. Meskipun sistem bebas pelarut memiliki

keuntungan dalam sintesis asilgliserida dalam hal produktivitasnya, namun sifat

termodinamika sistem tersebut tidak mudah dimanipulasi untuk memperkuat

selektivitas reaksi. Dilaporkan pula reaksi yang dilakukan pada heksan dengan

gliserol yang terserap pada silika gel menunjukkan tranformasi yang lebih cepat

dibandingkan sistem reaksi yang lainnya, dimana kondisi kesetimbangan dicapai

setelah 10 jam. Sebaliknya pada gliserol yang tak diserap mencapai

kesetimbangan setelah 48 jam untuk reaksi dengan pelarut dan untuk reaksi tanpa

pelarut setelah 72 jam. Rendahnya kecepatan reaksi pada sistem tanpa pelarut

diduga disebabkan terbatasnya transfer masa.

Menurut Kaewthong et al. (2005), proses gliserolisis menggunakan enzim lipase TLIM dengan perbandingan mol 1:3 antara minyak palm olein dengan

gliserol menghasilkan produk MDAG dengan komposisi MAG sebesar 24%.

Menurut Watanabe et al. (2003), sebelum memulai reaksi gliserol harus diadsorbsi oleh silika gel untuk memperoleh yield yang tinggi dan laju reaksi optimum. Waktu reaksi berpengaruh terhadap kadar MAG dan jenis MAG yang

terbentuk. Pada daerah waktu reaksi tertentu, perubahan kadar MAG sebanding

(28)

berubah terhadap waktu dan dikenal dengan istilah waktu dan reaksi

kesetimbangan (Myrnes et al. 1995).

Lipase sebagai katalis dalam proses gliserolisis dapat diperoleh dari

berbagai organisme seperti tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Lipase

komersial yang tersedia saat ini terutama diperoleh dari mikroorganisme seperti

kapang, bakteri dan khamir disamping juga diperoleh dari pankreas hewan.

Bakteri yang menghasilkan lipase diantarnya Pseudomonas fluoresens,

Chromobacterium viscosum, Staphylococcus sp., Bacillus dan Moraxella.

Penghasil lipase dari golongan kapang diantaranya Aspergillus niger, Geotrichum candidum, Humicola (Thermomyces) lanuginosus, Rhizopus delemar, dan lain-lain. Lipase bisa juga bersumber dari khamir seperti Candida rugosa, Candida cylindracea, Candida curvata, Saccharomyces carlbergiensis, dan jenis khamir lainnya (Listyorini 2003).

Aplikasi lipase telah dilakukan oleh beberapa peneliti untuk menghasilkan

berbagai produk turunan atau produk modifikasi minyak/lemak. Produk-produk

hasil reaksi menggunakan lipase tersebut antara lain MAG yang bersifat anti

bakteri dari minyak kelapa (Mappiratu 1999; August 2000), DAG sebagai minyak

makan (Watanabe et al. 2002), ester asam lemak untuk flavor (Babali et al. 2001), surfaktan sorbitan koleat (Xu et al. 2002), lemak coklat dari minyak sawit (Satiawiharja et al. 1999), TAG kaya asam lemak omega-3 (Elisabeth 1997), produk makanan bayi yang kaya kandungan asam palmitat pada posisi 2 (Quinlan

dan Moore 1993), trigliserida kaya DHA (Irimescu et al. 2001), butil oleat untuk aditif biodesel (Linko et al. 1995) dan lain-lain.

Enzim lipase didefinisikan sebagai protein yang memiliki aktivitas

katalisis terhadap reaksi hidrolisis dan sintesis ikatan ester pada lemak dan

turunannya. Menurut sistem International Union of Biochemistry (IUB), enzim lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase dengan nama sistematiknya

gliserol ester hidrolase (EC 3.1.1.3), yang menghidrolisis gliserida menjadi asam

lemak bebas, gliserida parsial (MAG atau DAG), dan gliserol. Enzim lipase

(29)

berada diluar, dan sebaliknya jika lingkungan merupakan lingkungan nonaqueous

(August, 2000).

Beberapa cara telah digunakan untuk mempertinggi efisiensi katalis lipase

pada sistem dua fase. Dalam metode hidrolisis konvensional substrat lipofilik atau

ester lipofilik terlarut dalam fase organik, sementara enzim terlarut pada fase

aquaeus. Reaksi tersebut berjalan lambat dan dipengaruhi oleh pH dan kecepatan

agitasi. Mori et al. (2001) menemukan bahwa lipase yang diselubungi dengan lipida dapat menjadi katalis hidrolitik dalam sistem dua fase aquaeus organik yang

sangat efisien. Dilaporkan lipase yang diselubungi lipida bisa mempercepat

aktivitas hidrolisis baik dalam kondisi aquaeus maupun organik 40 sampai 100

kali dan aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh pH dan kecepatan agitasi.

Jensen et al. (1990) menyatakan bahwa spesifitas enzim dipengaruhi oleh sifat fisiko kimia enzim dan substrat, seperti pH, suhu, jenis pelarut, modifikasi

fisik atau kimia dan sumber enzim. Jensen mengklasifikasikan spesifitas enzim ke

dalam enam jenis yaitu spesifitas posisi, stereospesifitas, spesifitas asam lemak,

spesifitas alkohol dan spesifitas gabungan. Sedangkan Van Camp et al. (1998), menyatakan bahwa selektifitas dan spesifitas lipase sangat tergantung pada

kondisi yang diterapkan selama proses seperti Aw, pH, suhu, tipe pelarut, pilihan

kosubstrat dan imobilisasi.

Penggunaan enzim lipase sebagai katalis pada proses gliserolisis untuk

menghasilkan MAG sudah banyak dilakukan dan memberikan hasil yang jauh

lebih baik daripada dengan katalis kimia. Hanya saja secara ekonomis

penggunaan katalis enzim lipase lebih mahal (Kaewthong et al. 2005). Untuk mengatasi masalah ini enzim lipase digunakan pada fase amobil sehingga dapat

digunakan berulang-ulang dan memungkinkan untuk diaplikasikan pada proses

kontinyu.

Lipase telah diterima secara luas sebagai biokatalis untuk memodifikasi

minyak dan lemak. Tetapi penggunaannya untuk skala besar masih agak terbatas

karena alasan ekonomis dimana lipase memiliki harga yang mahal. Dengan

perkembangan teknologi peneliti dari Novozymes A/S, Bagsvaerd, Denmark telah

berhasil memproduksi Lipase TLIM yang diklaim sebagai enzim yang harganya

(30)

memenuhi kebutuhan produksi komoditas minyak dan lemak khususnya margarin

(Xu et al 2002).

Menurut Christensen et al. (2001), Lipozyme TLIM berasal dari mikroorganisme Thermomyces (sebelumnya Humicola) lanuginosus. Lipozyme TLIM memiliki harga yang relatif murah dibandingkan enzim jenis lain karena

pembuatannya menggunakan teknologi granulasi. Konsentrat cairan lipase dari

Thermomyces lanuginosus disemprotkan pada butiran silika kemudian diaduk rata dan ditambahkan dekstrin serta selulosa sebagai pengikat. Efek mekanis dari

pengadukan memperbesar ukuran partikel silika menjadi granula yang bersifat

kompak dan dapat digunakan sebagai enzim imobil setelah dikeringkan.

Granula lipase yang sudah kering sangat stabil pada larutan organik tetapi

dapat larut dalam air dan terjadi pemisahan silika. Untuk itu dalam penggunaan

enzim TLIM harus dihindari kontak dengan air. Menurut Rendon et al. (2001), untuk memperoleh hasil optimal dalam reaksi gliserolisis dengan menggunakan

enzim TLIM sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pencampuran antara gliserol

yang akan digunakan dengan silika gel. Agar penyerapan gliserol dalam silika gel

optimal pencampuran kedua bahan dilakukan dengan perbandingan 1:1, kemudian

diaduk secara merata sampai campuran ini homogen.

Menurut Xu et al. (2002), suhu sangat mempengaruhi derajat reaksi yang menggunakan enzim TLIM sebagai katalis. Pada reaksi batch, derajat reaksi baru

akan stabil jika suhunya diatas 55˚C. Suhu optimum untuk enzim TLIM berkisar

antara 60-90˚C dan konsentrasi katalis yang dapat digunakan berkisar antara

2-14% (Berben et al. 2000).

Menurut Christensen et al. (2001), Pada proses pembuatan margarin melalui proses interesterifikasi antara palm stearin dan minyak kelapa dengan

katlis enzim TLIM hasil terbaik diperoleh pada suhu 65˚C, konsentrasi enzim

10% dengan waktu reaksi 6 jam. Nilai ini pun tetap signifikan ketika diterapkan

(31)

Emulsifier Mono-Diasilgliserol (MDAG)

Konsumsi produk pangan hasil industri pengolahan pangan telah

mengalami peningkatan di dalam masyarakat modern saat ini. Beragam produk

telah banyak diproduksi oleh industri pangan. Produk-produk campuran

minyak-air atau sering disebut dengan produk emulsi seperti es krim, santan, margarin,

mayonnaise, dan lain sebagainya memerlukan bahan tambahan tertentu untuk menjaga kestabilan emulsi dalam produk. Suatu produk dengan tingkat kestabilan

emulsi yang tinggi akan memiliki penampakan yang baik dan bertahan dalam

waktu yang cukup lama. Hal ini menjadi salah satu faktor penting yang harus di

perhatikan dalam membuat suatu produk emulsi.

Penggunan bahan tambahan pangan yang sesuai dengan karakteristik

produk pangan merupakan salah satu cara untuk menciptakan produk yang

berkualitas tinggi. Bahan tambahan pangan yang sering digunakan oleh industri

pangan adalah emulsifier dan surfaktan yang merupakan produk turunan dari

olahan lemak dan minyak atau asam lemak yang bersifat lebih alami. Kedua

bahan tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembuatan

suatu produk pangan terutama proses pengolahan pangan yang berhubungan

dengan emulsi. Selain mendukung kesetabilan emulsi, emulsifier juga dapat

berperan sebagai agen pengkompleks pada produk pangan yang mengandung pati

atau untuk memodifikasi kristal pada lemak.

Emulsifier atau zat pengelmusi didefinisikan sebagai senyawa yang

mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya

menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier

memiliki struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa yang berbeda

polaritasnya. Produk emulsifier ini dapat berfungsi untuk (1) meningkatkan

stabilitas emulsi, (2) memodifikasi tekstur, umur simpan dan sifat reologi dengan

membentuk kompleks antara protein dan lemak, (3) memperbaiki tekstur makanan

yang berbasis lemak dengan pengontrolan polimorifisme lemak (Krog 1990).

Emulsifier yang digunakan oleh industri pangan dapat terbuat secara alami, hasil

(32)

Emulsifier dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara yaitu menurut

muatan, nilai HLB (hidrofilik-lipofilik balance), kelarutan, dan gugus fungsionalnya. Berdasarkan muatannya, emulsifier diklasifikasikan sebagai

emulsifier ionik, non ionik, dan amfoterik. Emulsifier kationik adalah emulsifier

yang memiliki muatan positif pada sisi aktif molekulnya seperti asam phospatida

pada lesitin, sedangkan emulsifier aninonik memiliki muatan negatif pada sisi

aktif molekulnya. Emulsifier amfoterik memiliki gugus anion maupun kation

sehingga sifat surface activenya tergantung pada pH misalnya lesitin dan elmusifaier non ionik merupakan emulsifier yang tidak memiliki muatan ion serta

tidak larut dalam air karena ikatan kovalennya.

Emulsifier memiliki hubungan erat dengan produk yang digunakan, salah

satunya adalah dalam memilih elmusifier untuk diaplikasikan pada suatu produk

harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti muatan emulsifier, nilai pH,

nilai hidrofilik-lipofilik balance (HLB), titik leleh, sinergisme dan kompetisi

elmusifier, jenis sistem emulsi oil in water (o/w) dan water in oil (w/o).

Mono-diasilgliserol (MDAG) adalah emulsifier yang pertama kali

digunakan dalam produk pangan. Pada mulanya emulsifier ini digunakan pada

pembuatan margarin dan shortening untuk produk pastry. Setelah mulai diperkenalkan pada tahun 1933, MDAG mulai ditambahkan pada cake shortening

dan menyebabkan peningkatan aerasi dan karakteristik kriming pada cake

sehingga cake yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih empuk. Pada tahun-tahun berikutnya MDAG mulai diperkenalkan untuk diaplikasikan pada

pembuatan produk roti. Hak paten untuk produk MDAG diberikan oleh

pemerintah Amerika pertama kali pada tahun 1938 yang mengilustrasikan bahwa

penggunaan emulsifier sangat penting terutama untuk emulsifikasi dalam

pembuatan margarin.

MDAG pada masa sekarang ini tetap saja merupakan emulsifier yang

paling banyak digunakan di industri pangan dimana penggunaanya meliputi 70%

dari seluruh penggunaan emulsifier. Bahan tambahan makanan ini dibutuhkan

oleh hampir semua jenis pengolahan produk pangan. Penggunaan paling besar

adalah untuk produk bakeri, campuran bahan, margarin, dan makanan beku.

(33)

yang sangat tepat untuk digunakan pada pembuatan margarin. MDAG diproduksi

pada tiga macam tingkat konsentrasi MAG yaitu 40-46% α-monogliserida; 52%

α-monogliserida dan monogliserida destilasi atau yang mengandung 90% monogliserida. Kualitas MDAG akan semakin baik jika kadar monoasilgliserol

semakin tinggi (O’ Brien 1998). Menurut Kamel (1991) dan Zielinski (1997),

MDAG merupakan emulsifier yang paling banyak digunakan dengan status

GRAS (Generally Recognized As Safe) atau aman untuk dikonsumsi.

MAG terdapat sebagai isomer 1-asil atau 2-asil. DAG terdapat sebagai

1,2- dan 2,3- serta 1,3- diasil ester. Pada skala industri, MAG telah banyak

diproduksi dengan menggunakan metode interesterifikasi minyak degan gliserol

(gliserolisis) yang merupakan hasil samping dari pembuatan metil ester. Reaksi

gliserolisis ini dilakukan pada suhu 180-230˚C dengan penambahan katalis alkali

(Gunstone et al. 1994). Modifikasi lemak dan minyak juga dapat dilakukan dengan menggunakan enzim lipase. Suhu yang digunakan lebih rendah

dibandingkan dengan cara gliseriolisis. Bentuk struktur kimia MAG dan DAG

dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur kimia MAG dan DAG

MAG merupakan komponen yang tersusun oleh satu rantai asam lemak

yang diesterifikasikan ke rantai gliserol, sehingga MAG memiliki bagian gugus

hidroksil bebas, yang merupakan gugus hidrofilik dan gugus ester asam lemak

yang merupakan gugus lipofilik. Karena sifat afinitas gandanya atau sering

disebut amphifilik tersebut, MAG dapat digunakan sebagai emulsifier. MAG

dengan satu gugus asam lemak dan dua gugus hidroksil bebas pada gliserol O O

║ H2C – O – C – R1 H2C – O – C – R1 │ │

HC – OH HC – OH O │ ║ H2C – OH H2C – O – C – R2

(34)

yang bersifat non-ionik dan tidak terlalu sensitif pada kondisi asam dan cara

kerjanya sebagai emulsifier adalah dengan menurunkan tegangan permukaan

antara dua fase kemudian menstabilkan produk (Hui, 1996).

MAG mengandung dua gugus yang bersifat polar dan satu gugus yang

bersifat non polar atau mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik. Adanya

kedua gugus tersebut menyebabkan MAG berfungsi sebagai pengemulsi dan

digolongkan sebagai bahan aditif pangan. Gugus hidrofobik MAG dalam

campuran yang tidak saling melarut berorientasi pada fase organik (fase non

polar), sedangkan gugus hidrofilik berorientasi pada fase air atau fase polar.

Orientasi kedua gugus tersebut menyebabkan campuran yang tidak saling

melarut nampak terpisah satu terhadap yang lain (membentuk emulsi) (Mappiratu

1999).

MAG dalam industri pangan digunakan sebagai pengemulsi pada

pengolahan margarine, mentega kacang (peanut butter), whitener, puding, roti, biskuit dan kue-kue kering berlemak lainnya (Igoe dan Hui 1996). Twillman dan

White (1998) melaporkan MAG memperbaiki reologi adonan dan memperpanjang

masa simpan tekstur (textural shelf life) tortila jagung. MAG dalam adonan bereaksi dengan amilopektin membentuk senyawa kompleks yang berfungsi

memperbaiki adonan, volume dan tekstur roti serta memperpanjang masa simpan

produk roti (Mappiratu 1999). Menurut Sanches et al. (1995), lemak rendah kalori dapat mensubtitusi 35% lemak dalam adonan dengan adanya pengemulsi mono

dan diasilgliserol pada tingkat kepekatan 0,5%. Rahman (1997) menemukan

tepung singkong dapat mensubtitusi tepung terigu sampai 40% pada penambahan

1% gliseril monostearat.

Diasilgliserol (DAG) sudah terdapat secara alami di dalam berbagai

macam minyak dan lemak edibel sebagai komponen minor. DAG dikenal sebagai

blooming agent pada cocoa butter dan sebagai substrat dalam sentesis lemak terstruktur. Beberapa studi pada sifat nutrisi dan efek konsumsi DAG

menyebutkan bahwa DAG memiliki sifat yang berlawanan dengan trigliserida

(TAG), dimana memiliki kemampuan untuk menurunkan konsentrasi serum TAG

dalam darah sehingga dapat menurunkan berat badan dan mereduksi lemak

(35)

Proses pengolahan minyak (TAG) menjadi MAG dan DAG akan

mengubah beberapa sifat atau karakteristik dari minyak seperti titik leleh, jumlah

ikatan rangkap, komposisi asam lemak, kemampuan emulsifikasi dan lain

sebagainya. Pada dasarnya, perubahaan karakteristik minyak tersebut dilakukan

dengan tujuan untuk menghasilkan produk turunan yang dapat digunakan pada

berbagai macam pengolahan pangan maupun nonpangan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan karakteristik

produk turunan minyak sawit adalah komposisi asam lemak yang terkandung di

dalamnya. Karakteristik antara suatu asam lemak dengan asam lemak lain cukup

beragam. Minyak dan lemak dari sumber tertentu mempunyai ciri khas yang

berbeda dengan minyakdan lemak dari sumber lainnya. Perbedaan ini tergantung

pada komposisi dan distribusi asam lemak pada molekul TAG.

Komposisi termasuk pada bentuk rantai, kejenuhan dan tidak jenuhan serta

distribusi asam lemak pada molekul gliserol akan sangat mempengaruhi sifat-sifat

lemak dan minyak baik fisik maupun kimia. Titik leleh suatu lemak atau minyak

dipengaruhi oleh sifat asam lemaknya, yaitu daya tarik antar asam lemak yang

berdekatan dalam kristal. Gaya ini ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan

rangkap, dan bentk cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Semakin panjang rantai C, titik lelehnya akan semakin tinggi, misalnya asam butirat (C4 ) memiliki

titik leleh -7,9˚C sedangkan asam stearat (C18) memiliki titik leleh 64,6˚C. titik

leleh menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap dikarenakan ikatan

antarmolekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat. Bentuk trans pada asam lemak akan menyebabkan lemak mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan

bentuk cis (Winarno 2002).

Perbedaan komposisi gliserida serta nilai rendemen dari produk MDAG

hasil reaksi gliserolisis tergantung pada beberapa faktor seperti rasio minyak

dengan gliserol, suhu dan waktu reaksi, serta tekanan yang digunakan (Gunstone

et al. 1994). Pada umumnya, tujuan yang ingin dicapai adalah memproduksi MAG dalam jumlah yang maksimal dan meminimalisasi kadar TAG yang

terkandung di dalamnya.

Emulsifier MDAG dapat berupa ester yang padat dan mempunyai titik

(36)

plastis yang bersifat antara bentuk padat dan cair (O’Brien 1998). Ketiga jenis

emulsifier tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusunnya.

Semakin banyak asam lemak yang yang mengandung ikatan rangkap dan semakin

tidak jenuhnya asam lemak penyususnnya, maka bentuk emulsifier akan semakin

lunak.

Emulsifier dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai HLB ( Hydrophilic-Lipophilic Balance). Nilai tersebut menunjukan ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik (menyukai air atau polar) dan gugus lipofilik (menyukai

minyak atau nono polar) dari dua fase yang di emulsikan. Emulsifier yang

mempunyai nilai HLB rendah biasanya diaplikasikan ke dalam produk emulsi

water in oil (wlo), sedangkan emulsifier dengan nilai HLB tinggi sering digunakan dalam produk emulsi oil in water (o/w) (O’Brien 1998). Klasifikasi emulsifier berdasarkan nilai HLB-nya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai HLB dan aplikasinya

Nilai HLB Aplikasi

3-6 Emulsifier w/o

7-9 Wetting agent

8-18 Emulsifier o/w

13-15 Detergen

15-18 Stabilizer

Sumber : Becker (1983)

Menurut Stauffer (1996), emulsifier dengan nilai HLB 2,0 sampai 6,5

cocok untuk emulsi w/o, sedangkan nilai HLB 8,5 sampai 16,5 cocok digunakan

pada sistem emulsi o/w. Lebih jauh, Kamel (1991) menyatakan bahwa emulsifier

yang baik digunakan untuk stabilitas emulsi adalah yang mempunyai nilai HLB

3,5 sampai 12,0 karena diluar kisaran tersebut, laju koalesen akan meningkat

pesat. Nilai HLB yang terlalu ekstrim menyebabkan emulsifier hanya akan larut

dalam fase kontinyu (Hassenhuettl 1997). MAG diklasifikasikan sebagai

emulsifier lipofiflik, dan memiliki kisaran nilai HLB antara 3,7 sampai 9,2.

Variasi ini disebabkan oleh grup substitusi yang teresterifikasi (Dziezak, 1988).

(37)

memperlihatkan bahwa apabila emulsifier semakin tidak larut dalam air, nilai

HLB tersebut semakin rendah dan semakin bersifat lipofilik.

Tabel 3 Korelasi nilai HLB dengan kelarutan emulsifier

Kelarutan emulsifier dalam air Nilai HLB

Tidak larut dalam air 1 – 4

Terdispersi sangat sedikit (poor dispersion) 3 – 6

Dispersi keruh setelah didispersi dengan cepat 6 – 8

Dispersi keruh stabil 8 – 10

Dispersi jernih atau bening 10 – 13

Larutan bening >13

Sumber: Kamel (1991)

(38)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung selama 8 bulan sejak bulan Oktober 2007 sampai

bulan Juni 2008 bertempat di Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen ITP

dan Laboratorium Kimia SEAFAST Center Institut Pertanian bogor.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : neraca analitik,

orbital shaker, sentrifugasi, oven, desikator, stirring hot plate, refrigerator,

freezer, kertas saring, TLC (Thin Layer Chromatography) plate, chamber glass

(untuk elusi TLC), pipa kapiler dan alat-alat gelas.

Bahan baku utama yang digunakan adalah refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) dari PT. Karya Putrakreasi Nusantara (Medan, Indonesia), Gliserol dari Bratachem (Indonesia), Silica gel 60H dari Merck (Germany), enzim

lipase TLIM dari Novozymes A/S (Bagsvaerd, Denmark), n-Hexan dari

Bratachem (Indonesia), MDAG komersial untuk referensi serta bahan-bahan

kimia untuk analisa.

Gambar 5 Orbital shaker yang digunakan untuk mengagitasi substrat pada proses

(39)

Metodologi

Karakterisasi Sifat Kimia Bahan Baku

Analisis pada RBDPO (refined bleached deodorized palm oil) dilakukan untuk menentukan kualitas bahan baku, yaitu analisis kadar air, kadar asam lemak

bebas (ALB), bilangan peroksida, dan bilangan iod

Gliserolisis untuk Sintesis MDAG

Penelitian tahap awal untuk sintesis MDAG dari RBDPO dengan cara

gliserolisis menggunakan enzim lipase meliputi penentuan kondisi waktu dan

suhu reaksi sebagai titik tengah untuk rancangan percobaan, menentukan model

rancangan percobaan dan verifikasi kondisi yang dihasilkan oleh model tersebut.

Jika hasil verifikasi tidak konsisten dan memiliki penyimpangan yang sangat

besar maka kondisi yang diperoleh dari model rancangan tersebut harus dievaluasi

kembali.

Proses gliserolisis dilakukan dengan mereaksikan substrat sebanyak 5 g

yaitu RBDPO dengan gliserol dengan perbandingan 1:3 (mol/mol). Sebelum

direaksikan dengan minyak, gliserol terlebih dahulu dicampur dengan silika gel

dengan perbandingan 1:1 (w/w). Contoh perhitungan penggunaan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1. Minyak dan gliserol direaksikan dalam tabung

erlenmeyer kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 200 rpm. Metode ini mengacu pada penelitian Kaewthong et al. (2005) yang mereaksikan palm olein dengan gliserol menggunakan katalis enzim lipase untuk memperoleh MDAG.

Setelah suhu reaksi yang diinginkan dalam rotary shaker tercapai, enzim lipase sebanyak 10% (w/w oil) (Damstrup et al. 2006) dan pelarut heksan dengan tiga macam perlakuan yaitu 0, 5 dan 10 ml ditambahkan pada sistem. Reaksi

dibiarkan berjalan sampai waktu reaksi yang diinginkan tercapai kemudian reaksi

dihentikan dan dilakukan pengenceran produk dengan penambahan pelarut heksan

sebanyak 50 ml, sehingga pemisahan produk dari enzim dan silika gel dapat

dilakukan dengan menggunakan sentrifuse. Produk kemudian difraksinasi 16-18

jam pada suhu 7˚C (Zaelani 2007). Pemisahan endapan yang merupakan produk

(40)

merupakan produk MDAG yang kemudian dianalisa untuk memperoleh nilai bagi

parameter-parameter yang diuji.

Penentuan Titik Tengah pada Optimasi Proses gliserolisis untuk Sintesis

MDAG

1. Penentuan Perkiraan Suhu Reaksi Terbaik untuk Gliserolisis

Penentuan perkiraan suhu proses gliserolisis dilakukan untuk

menentukan perkiraan suhu yang dapat menghasilkan produk MDAG yang

relatif terbaik. Kriteria produk MDAG terbaik adalah produk dari proses

yang menghasilkan rendemen yang tinggi, dimana kadar MAG dan DAG

tinggi serta kadar TAG rendah. Hasil yang diperoleh kemudian digunakan

dalam menentukan titik tengah dalam rancangan percobaan optimasi

reaksi gliserolisis untuk sintesis MDAG.

Penentuan perkiraan suhu dilakukan dengan menguji lima level

suhu yaitu 55, 60, 62, 65 dan 70˚C (Gambar 6). Perlakuan diulang

sebanyak dua ulangan sehingga diperlukan 10 sampel percobaan. Reaksi

(41)

Gambar 6 Diagram alir penentuan suhu reaksi terbaik pada proses gliserolisis

untuk sintesis MDAG

Agitasi dengan rotary shaker selama 23 jam dan suhu 55,60,62,65 dan 70˚C

Heksan 5 ml

Lipase 10%

Pengenceran produk dengan pelarut heksan sebanyak 50 ml

Pemisahan produk dari enzim dan silika gel menggunakan sentrifuse (1000 rpm selama 5

menit)

Fraksinasi produk pada suhu 7˚C selama 16-18 jam

Pemisahan produk dari heksan dengan penyaringan

MDAG Analisis

MDAG +heksan

Heksan Lipase

+silika gel

RBDPO + Gliserol (telah dicampur silika gel)

(42)

2. Penentuan Perkiraan Waktu Reaksi Terbaik untuk Gliserolisis

Penentuan perkiraan lama proses atau waktu reaksi gliserolisis

yang relatif terbaik dilakukan untuk menghasilkan MDAG (mono-

diasilgliserol) dengan rendemen yang tinggi, kadar MAG tinggi dan kadar

TAG yang rendah. Hasil yang diperoleh kemudian digunakan dalam

menentukan titik tengah perancangan optimasi reaksi gliserolisis.

Gambar 7 Diagram alir penentuan waktu reaksi terbaik pada proses gliserolisis

untuk sintesis MDAG

Agitasi dengan rotary shaker selama 2,4,8,10,16,18,20,22 dan 24 jam dan suhu 60˚C

Heksan 5 ml

Lipase 10%

Pengenceran produk dengan pelarut heksan sebanyak 50 ml

Pemisahan produk dari enzim dan silika gel menggunakan sentrifuse (1000 rpm selama 5

menit)

Fraksinasi produk pada suhu 7˚C selama 16-18 jam

Pemisahan produk dari heksan dengan penyaringan

MDAG Analisis

MDAG +heksan

Heksan Lipase

+silika gel

RBDPO + Gliserol (telah dicampur silika gel)

(43)

Proses gliserolisis dilakukan pada substrat RBDPO dan gliserol

sebanyak 5 g yang diagitasi dan dipanaskan sampai suhu 60˚C kemudian

ditambahkan enzim lipase 10 % (w/w oil) dan pelarut heksan 5 ml. Lama proses gliserolisis yang dicobakan adalah 2, 4, 8, 10, 16, 18, 20, 22, dan 24

jam (Gambar 7), seluruh perlakuan diulang 2 kali sehingga diperlukan 18

sampel perlakuan. Lama proses yang relatif terbaik digunakan sebagai titik

tengah dalam mencari kondisi optimum untuk sintesis MDAG.

Optimasi Reaksi Gliserolisis untuk Sintesis MDAG

Optimasi dilakukan untuk mencari kondisi optimum proses gliserolisis

yang dapat menghasilkan MDAG dengan komposisi MAG dan DAG tinggi serta

komposisi TAG rendah. Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap ini

mengikuti rancangan Central Composite Design (CCD) dari Respon Surface Methodology (RSM) dengan dua variabel yaitu waktu dan suhu reaksi gliserolisis. Interval variabel berupa perlakuan dan kode perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4,

sedangkan rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 5 (Cochran and Cox

1962).

Tabel 4 Perlakuan dan kode perlakuan untuk optimasi proses gliserolisis

Kode Perlakuan

Contoh perhitungan penentuan nilai pada kode 1.

(44)

Tabel 5 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean

Sumber : Cochran and Cox (1962)

contoh kondisi suhu dan waktu reaksi pada perlakuan nomor 1 : waktu reaksi (-1) = 17,17 jam

suhu reaksi (-1) = 56,5oC

Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Central Composite design. Model Respon surface digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan waktu dan suhu reaksi terhadap redemen produk, serta komposisi MAG, DAG dan TAG

dalam produk. Titik tengah perancangan penelitian diambil dari suhu dan waktu

reaksi terpilih pada penelitian sebelumnya. Seluruh perlakuan terdiri dari 13 set

percobaan, dimana model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah :

ε

(45)

Xj = Kode untuk faktor ke-j

k = Jumlah faktor yang dicobakan

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan software SAS v6.12 dan bentuk permukaan tanggap diperoleh dengan menggunakan software Surfer 32

Verifikasi Kondisi Optimum Proses Gliserolisis untuk Sintesis MDAG

Setelah diperoleh kondisi optimum dengan parameter-parameter diatas,

kemudian dilakukan verifikasi dengan 5 ulangan dan dilakukan analisa sifat

fisikokimia produk meliputi komposisi (analisa TLC), kadar asam lemak bebas (AOAC, 1995), bilangan iod dengan metode Wijs (AOAC, 1995), Titik leleh

(AOAC, 1995) dan nilai HLB (AOAC, 1995).

Pengamatan

Rendemen

Rendemen dihitung dari persentase bobot produk MDAG yang diperoleh

dari hasil percobaan (g) dibandingkan dengan bobot produk secara teoritis yang

diperoleh dari hasil perhitungan reaksi kimia pada lampiran 2.

Rendemen (%) = Bobot produk MDAG percobaan x 100% Bobot produk MDAG teoritis

Komposisi Gliserida (Metode TLC)

Sebanyak 0,05 g produk MDAG dilarutkan dalam 1 ml kloroform.

Kemudian sebanyak 1 µl larutan diaplikasikan pada TLC plate dalam bentuk spot bulat (ditotol) dengan jarak antar spot (antar sampel) 2 cm. TLC plate kemudian dielusi menggunakan campuran pelarut petroleum eter : dietil eter : asam asetat

glasial (70:30:0,2 v/v/v) yang telah dijenuhkan dalam chamber glass. Setelah elusi selesai dilakukan (sampai tanda batas atas pada TLC plate), plate dikeluarkan dari

chamber kemudian didiamkan beberapa menit sampai uap dari pelarut hilang. Identifikasi kemudian dilakukan dengan menyemprotkan larutan

(46)

terbentuk kemudian diberi tanda dengan menggunakan pensil untuk memperjelas

area fraksi-fraksi yang telah terpisah.

Gambar 8 TLC Plate

Pengukuran kadar MAG dilakukan secara kuantitatif dengan

membandingkan luas area fraksi MAG dengan total fraksi yang terbentuk dari

hasil elusi produk MDAG dalam TLC plate. Hal ini dilakukan dengan cara menggambar ulang fraksi-fraksi (spot) yang terbentuk dalam TLC plate diatas kertas kalkir, kemudian kertas-kertas ini digunting sesuai dengan area-area fraksi

yang terbentuk, sehingga masing-masing guntingan ini bisa ditimbang. Hasil

timbangan menunjukkan kuantitas masing-masing fraksi yang terkandung dalam

produk MDAG.

Nilai fraksi MAG yang tebentuk dalam produk dihitung berdasarkan berat

potongan kertas fraksi MAG dibagi berat potongan kertas total fraksi (MAG,

DAG dan TAG) dikali 100%. Perhitungan nilai fraksi DAG dan TAG sama

dengan perhitungan komposisi untuk fraksi MAG.

Kadar MAG (%) = Bobot kertas fraksi MAG (g) x 100%

Bobot kertas seluruh fraksi (g)

Kadar DAG (%) = Bobot kertas fraksi DAG (g) x 100%

Bobot kertas seluruh fraksi (g)

(47)

Kadar TAG (%) = Bobot kertas fraksi TAG (g) x 100%

Bobot kertas seluruh fraksi (g)

Bilangan Peroksida (AOAC 1995)

Contoh minyak ditimbang seberat 5 g dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer tertutup dan diisi dengan gas N2. sampel ditambah dengan 10 ml

kloform dan distirer kemudian ditambah asam asetat glasial sebanyak 15 ml.

Larutan KI jenuh ditambahkan sebanyak 1 ml kemudian ditutup dengan cepat,

digoyang selama 1 menit. Sampel disimpan di tempat yang gelap selama 5 menit

pada suhu 15oC sampai 25oC. Setelah itu, sampel ditambahkan 75 ml air destilata.

Larutan tersebut dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0,002N dan digoyang

dengan kuat. Larutan pati yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika

warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan hingga warna biru

menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap blangko.

BP = ( ) x1000

Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel (ml)

Vb = volume sodium thiosulfat untuk titrasi blangko (ml)

T = konsentrasi sodium thiosulfat yang distandarisasi

m = massa sampel (g)

Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (AOAC 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 5,6 g kemudian dilarutkan ke dalam 50 ml

etanol (alkohol) 95%. Larutan ini kemudian ditrasi dengan NaOH 0,01N dengan

indikator fenoftalein hingga terlihat warna merah muda selama 10 detik. Kadar

asam lemak bebas dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan :

Kadar Asam =

Gambar

Gambar 1 Buah kelapa sawit
Tabel 1 Komposisi Asam Lemak  Penyusun Minyak Sawit (CPO) dan Minyak Inti Sawit (PKO)
Gambar 2  Proses pemurnian minyak
Gambar 4  Struktur kimia MAG dan DAG
+7

Referensi

Dokumen terkait

The results of ANOVA showed that the reaction time and temperature had significant effect on production yield, glyceride composition, iodine value, melting point,

Pemerintah Indonesia merespon kondisi tersebut dengan melakukan pembatasan ekspor CPO yaitu melalui peningkatan pajak ekspor CPO yang lebih tinggi dari pada produk hilirnya,

Reaksi interesterifikasi adalah suatu reaksi dimana terjadi perpindahan gugus ester (asam lemak) dari suatu lemak ke lemak yang lain atau dalam satu lemak tetapi hanya

Parameter yang digunakan adalah rendemen produk, komposisi gliserida (MG, DG dan TG), kadar asam lemak bebas (ALB), bilangan peroksida, bilangan iod, titik leleh, nilai

PENENTUAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DARI REFINED BLEACHED DEODORIZED PALM OIL (RBDPO) PADA PROSES DEODORISASI..

Untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang hal-hal yang mempengaruhi nilai kadar asam lemak bebas dalam refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). Universitas

Gambar L5.1 Hasil Analisis Kromatogram GC-MS Asam Lemak RBDPO. Gambar L5.1 Hasil Analisis Kromatogram GC-MS Asam

Parameter yang digunakan adalah rendemen produk, komposisi gliserida (MG, DG dan TG), kadar asam lemak bebas (ALB), bilangan peroksida, bilangan iod, titik leleh, nilai