• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Mono dan Diasilgliserol Dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (Rbdpo) Dengan Cara Gliserolisis Kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Mono dan Diasilgliserol Dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (Rbdpo) Dengan Cara Gliserolisis Kimia"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA

Oleh :

AHMAD ZAELANI F24102051

(2)

SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AHMAD ZAELANI F24102051

(3)

Ahmad Zaelani. F24102051. Sintesis Mono dan Diasilgliserol Dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Dengan Cara Gliserolisis Kimia. Di bawah bimbingan : Purwiyatno Hariyadi dan Tri Haryati. 2007.

Abstrak

Indonesia berpeluang menjadi negara produsen utama minyak kelapa sawit dunia, karena setiap tahun luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan sekitar 150.000 sampai 200.000 ha yang diiringi dengan peningkatan produksi CPO. Sampai akhir tahun 2000 produksi CPO adalah sekitar 6.5 juta ton dan pada tahun 2012 diperkirakan Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar didunia dengan total produksi sebesar 15 juta ton pertahun (Darnoko, et al., 2001). Untuk memperoleh minyak goreng (minyak makan) maka perlu dilakukan proses lebih lanjut yaitu netralisasi, dekolorisasi, dan deodorisasi, yang disebut RBDPO (Refining Bleaching Deodorizing Palm Oil) serta fraksinasi (Ketaren, 1986). RBDPO dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MDAG.

Campuran MDAG merupakan emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan, yaitu sekitar 70% dari total penggunaan emulsifier (Kamel, 1991 dan O’Brien, 1998). Secara komersial, MDAG dapat diperoleh dengan proses gliserolisis, yaitu dengan mereaksikan triasilgliserol (TAG) dan gliserol, menggunakan katalis alkali pada suhu tinggi sekitar 200 0C (Sonntag, 1982). Menurut Elizabeth dan Boyle (1997), MDAG dapat juga diproduksi dengan cara yang lebih mild, yaitu dengan gliserolisis enzimatis. Akan tetapi biaya pembuatannya menjadi relatif lebih mahal karena tingginya harga enzim.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan mono dan diasilgliserol (MDAG) melalui reaksi gliserolisis menggunakan katalis kimia. Penggunaan katalis ini memungkinkan reaksi transesterifikasi berjalan pada suhu yang tidak terlalu tinggi serta waktu yang tidak terlalu lama. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia dari produk MDAG yang telah dibuat.

Sebelum bahan baku digunakan, maka harus diketahui kandungan air, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida yang ada didalamnya. Kandungan air, asam lemak bebas dan peroksida berlebih akan mengganggu jalannya reaksi dengan cara menginaktivasi kerja katalis. Kadar air bahan baku RBDPO dibawah 0.1%, kadar asam lemak bebas sebesar 0.11% dan kadar peroksida sebesar 5.67 meqO2/kg.

(4)

pendahuluan juga menunjukan penambahan pelarut tidak memberikan hasil yang lebih baik.

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh : AHMAD ZAELANI

F24102051

Dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1982 Di Bogor

Tanggal Lulus: Februari 2007 Menyetujui:

Bogor, Februari 2007

(6)

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16

Agustus 1982 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan putra pertama dari enam bersaudara, dari pasangan Djaja dan Amnah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1990-1996 di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Manbaul Islam kota Bogor.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 (SMPN 12) Kodya Bogor pada tahun 1996-1999. Pada rentang waktu tahun 1999-2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 (SMUN 3) Kodya Bogor. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI.

Selama menjalani pendidikan, penulis cukup aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Selama di SMUN 3 penulis pernah menjadi ketua Kerohanian Islam (ROHIS) DKM Al-Ghufron SMUN Bogor, bersama ”TARUNA SMUN3 ”meraih juara 3 lomba ketangkasan baris-berbaris tingkat kota Bogor, juara paduan suara tingkat kota bogor.

(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, karena karunia rahmat dan kasih sayang-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk baginda Rasulullah SAW, atas kecintaan dan tauladannya bagi seluruh ummat.

Skripsi yang berjudul “ SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA” ini merupakan hasil kegiatan penelitian penulis. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar kakak-kakak (Ceu Juju, Ceu Nining, Ceu Jamil dan Ceu Lia). Khususnya Ce Nining terima kasih atas pinjaman komputernya; dan adik tercinta (Sri Maimunah) mudah-mudahan Allah mengkaruniakan kebarokahan bagi kita.

2. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi MSc, atas bimbingan dan motivasinya yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

3. Ibu Dr. Ir. Tri Haryati MS, atas bimbingan, kesabaran dan segala perhatiannya yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi, yang telah berkenan menyempatkan waktunya untuk menjadi dosen penguji.

5. Semua keponakanku yang lucu-lucu (Kiki, Zidan, Didin, Fitriya, Mega dan Alam), yang telah menghibur penulis dengan keriangannya. Semoga kalian menjadi anak yang sholeh dan cerdas

(9)

7. Rekan-rekan seperjuangan (Arif, Rahmat dan Hanif). Semoga silaturrahim kita senantiasi terjaga.

8. Rekan-rekan ITP angkatan 39, khususnya Fahrul, Riski Yandi, Zulkipli, Gumilar, juga untuk sahabat-sahabatku golongan B4 (Echo, Qco, Marlin dan Anita) terima kasih atas kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2007

(10)

DAFTAR ISI

2. Muatan Emulsifier dan Derajat Keasamaan (pH) Sistem Emulsi .... 14

3. Nilai Hydrophile Lipophile Balance (HLB) Emulsifier ... 14

4. Titik Leleh Emulsifier ... 16

5. Sinergisme dan Kompetisi Emulsifier ... 17

(11)

SKRIPSI

SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA

Oleh :

AHMAD ZAELANI F24102051

(12)

SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AHMAD ZAELANI F24102051

(13)

Ahmad Zaelani. F24102051. Sintesis Mono dan Diasilgliserol Dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Dengan Cara Gliserolisis Kimia. Di bawah bimbingan : Purwiyatno Hariyadi dan Tri Haryati. 2007.

Abstrak

Indonesia berpeluang menjadi negara produsen utama minyak kelapa sawit dunia, karena setiap tahun luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan sekitar 150.000 sampai 200.000 ha yang diiringi dengan peningkatan produksi CPO. Sampai akhir tahun 2000 produksi CPO adalah sekitar 6.5 juta ton dan pada tahun 2012 diperkirakan Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar didunia dengan total produksi sebesar 15 juta ton pertahun (Darnoko, et al., 2001). Untuk memperoleh minyak goreng (minyak makan) maka perlu dilakukan proses lebih lanjut yaitu netralisasi, dekolorisasi, dan deodorisasi, yang disebut RBDPO (Refining Bleaching Deodorizing Palm Oil) serta fraksinasi (Ketaren, 1986). RBDPO dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan MDAG.

Campuran MDAG merupakan emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri pangan, yaitu sekitar 70% dari total penggunaan emulsifier (Kamel, 1991 dan O’Brien, 1998). Secara komersial, MDAG dapat diperoleh dengan proses gliserolisis, yaitu dengan mereaksikan triasilgliserol (TAG) dan gliserol, menggunakan katalis alkali pada suhu tinggi sekitar 200 0C (Sonntag, 1982). Menurut Elizabeth dan Boyle (1997), MDAG dapat juga diproduksi dengan cara yang lebih mild, yaitu dengan gliserolisis enzimatis. Akan tetapi biaya pembuatannya menjadi relatif lebih mahal karena tingginya harga enzim.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan mono dan diasilgliserol (MDAG) melalui reaksi gliserolisis menggunakan katalis kimia. Penggunaan katalis ini memungkinkan reaksi transesterifikasi berjalan pada suhu yang tidak terlalu tinggi serta waktu yang tidak terlalu lama. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sifat fisiko kimia dari produk MDAG yang telah dibuat.

Sebelum bahan baku digunakan, maka harus diketahui kandungan air, kadar asam lemak bebas, dan bilangan peroksida yang ada didalamnya. Kandungan air, asam lemak bebas dan peroksida berlebih akan mengganggu jalannya reaksi dengan cara menginaktivasi kerja katalis. Kadar air bahan baku RBDPO dibawah 0.1%, kadar asam lemak bebas sebesar 0.11% dan kadar peroksida sebesar 5.67 meqO2/kg.

(14)

pendahuluan juga menunjukan penambahan pelarut tidak memberikan hasil yang lebih baik.

(15)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)

DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh : AHMAD ZAELANI

F24102051

Dilahirkan pada tanggal 16 Agustus 1982 Di Bogor

Tanggal Lulus: Februari 2007 Menyetujui:

Bogor, Februari 2007

(16)

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16

Agustus 1982 di Bogor, Jawa Barat. Penulis merupakan putra pertama dari enam bersaudara, dari pasangan Djaja dan Amnah. Penulis memulai pendidikannya pada tahun 1990-1996 di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Manbaul Islam kota Bogor.

Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 (SMPN 12) Kodya Bogor pada tahun 1996-1999. Pada rentang waktu tahun 1999-2002 penulis menamatkan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 3 (SMUN 3) Kodya Bogor. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur USMI.

Selama menjalani pendidikan, penulis cukup aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Selama di SMUN 3 penulis pernah menjadi ketua Kerohanian Islam (ROHIS) DKM Al-Ghufron SMUN Bogor, bersama ”TARUNA SMUN3 ”meraih juara 3 lomba ketangkasan baris-berbaris tingkat kota Bogor, juara paduan suara tingkat kota bogor.

(17)
(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, karena karunia rahmat dan kasih sayang-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan untuk baginda Rasulullah SAW, atas kecintaan dan tauladannya bagi seluruh ummat.

Skripsi yang berjudul “ SINTESIS MONO DAN DIASILGLISEROL DARI Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) DENGAN CARA GLISEROLISIS KIMIA” ini merupakan hasil kegiatan penelitian penulis. Kegiatan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak, karena penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan studi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dorongan, terutama pada :

1. Ibu dan Bapak tercinta atas ketegaran dan dukungannya mendidik penulis hingga saat ini, juga kepada seluruh keluarga besar kakak-kakak (Ceu Juju, Ceu Nining, Ceu Jamil dan Ceu Lia). Khususnya Ce Nining terima kasih atas pinjaman komputernya; dan adik tercinta (Sri Maimunah) mudah-mudahan Allah mengkaruniakan kebarokahan bagi kita.

2. Bapak Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi MSc, atas bimbingan dan motivasinya yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

3. Ibu Dr. Ir. Tri Haryati MS, atas bimbingan, kesabaran dan segala perhatiannya yang diberikan selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

4. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi, yang telah berkenan menyempatkan waktunya untuk menjadi dosen penguji.

5. Semua keponakanku yang lucu-lucu (Kiki, Zidan, Didin, Fitriya, Mega dan Alam), yang telah menghibur penulis dengan keriangannya. Semoga kalian menjadi anak yang sholeh dan cerdas

(19)

7. Rekan-rekan seperjuangan (Arif, Rahmat dan Hanif). Semoga silaturrahim kita senantiasi terjaga.

8. Rekan-rekan ITP angkatan 39, khususnya Fahrul, Riski Yandi, Zulkipli, Gumilar, juga untuk sahabat-sahabatku golongan B4 (Echo, Qco, Marlin dan Anita) terima kasih atas kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun mudah-mudahan keterbatasan ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah laporan ini, dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2007

(20)

DAFTAR ISI

2. Muatan Emulsifier dan Derajat Keasamaan (pH) Sistem Emulsi .... 14

3. Nilai Hydrophile Lipophile Balance (HLB) Emulsifier ... 14

4. Titik Leleh Emulsifier ... 16

5. Sinergisme dan Kompetisi Emulsifier ... 17

(21)

5. Analisis Asam Lemak Bebas ... 30

6. Analisis Bilangan Iod ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. ANALISIS KIMIA BAHAN BAKU ... 32

1. Kadar air ... 32

2. Kadar Asam Lemak Bebas dan Bilangan Peroksida ... 32

B. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN ... 34

1. Penentuan Rasio Substart Terbaik ... 34

2. Penentuan Penggunaan Tert-Butanol sebagai Pelarut reaksi ... 38

3. Penentuan Rasio Heksan Pelarut Sebagai Pelarut Kristalisasi ... 38

C. HASIL PENELITAN UTAMA ... 39

1. Hasil Uji RSM Terhadap Nilai Triasilgliserol ... 39

2. Hasil Uji RSM Terhadap Nilai Diasilgliserol ... 42

3. Hasil Uji RSM Terhadap Nilai Monoasilgliserol ... 44

4. Hasil Uji RSM Terhadap Nilai Rendemen ... 46

D. ANALISIS SIFAT FISIKO-KIMIA PRODUK MDAG ... 50

1. Analisa Titik Leleh ... 50

2. Kadar ALB ... 52

3. Hasil Pemisahaan Fraksi Mono dan Diasilgliserol dengan KLT .... 52

4. Penentuan Bilangan Iod ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. KESIMPULAN ... 56

B. SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(22)

DAFTAR TABEL

(23)

DAFTAR GAMBAR

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1a. Perlakuan dan kode perlakuan untuk reaksi gliserolisis ... 64 Lampiran 1b. Rancangan percobaan central composite design ... 64 Lampiran 2a. Titik leleh beberapa MAG dari asam lemak jenuh ... 65 Lampiran 2b. Titik leleh beberapa DAG dari asam lemak jenuh ... 65 Lampiran 2c. Titik leleh beberapa Triasilgliserol ... 65 Lampiran 3a. Produk MDAG setelah dikristalisasi ...

kode perlakuan PAZ1-PAZ10 ... 66 Lampiran 3b. Produk MDAG setelah dikristalisasi ...

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan kearah agroindustri karena beragam produk dari komoditi tersebut. Indonesia berpeluang menjadi negara produsen utama minyak kelapa sawit dunia, karena setiap tahun luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami peningkatan sekitar 150.000 sampai 200.000 ha yang diiringi dengan peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO). Sampai akhir tahun 2000 produksi CPO adalah sekitar 6.5 juta ton dan pada tahun 2012 diperkirakan Indonesia akan menjadi produsen CPO terbesar didunia dengan total produksi sebesar 15 juta ton pertahun (Darnoko, et al., 2001).

Minyak sawit yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa sawit merupakan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil). Untuk memperoleh minyak goreng (minyak makan) maka perlu dilakukan proses lebih lanjut yaitu netralisasi, dekolorisasi, dan deodorisasi, yang disebut minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) serta fraksinasi (Ketaren, 1986). Minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan emulsifier.

Emulsifier merupakan bahan yang digunakan untuk mengurangi tegangan permukaan pada interfasial dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling bercampur, sehingga menyebabkan keduanya dapat bercampur dan membentuk emulsi. Emulsifier yang digunakan untuk produk pangan merupakan suatu bentuk ester asam lemak edible (Dziezak, 1988).

(27)

1982). Proses gliserolisis dibawah kondisi demikian dapat mencapai hasil 60% monoasilgliserol, tetapi proses tersebut menghasilkan produk dengan warna yang gelap (Mc Neill, 1993). Menurut Elizabeth dan Boyle (1997), MDAG dapat juga diproduksi dengan cara yang lebih mild, yaitu dengan gliserolisis enzimatis. Akan tetapi biaya pembuatannya menjadi mahal mengingat tingginya harga enzim.

Dengan pertimbangan potensi minyak sawit, nilai ekonomi dan kebutuhan akan monoasilgliserol, kiranya perlu untuk dilakukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut tentang produksi MDAG. Salah satu teknik pengolahan yang diharapkan dapat menghasilkan MDAG dengan harga relatif terjangkau dan mutu baik adalah penerapan teknik gliserolisis menggunakan katalis kimia.

B. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari minyak sawit dengan cara mengolahnya menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu Mono dan Diasilgliserol.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mencari kondisi optimum sintesis mono dan diasilgliserol berbahan baku minyak sawit yang dimurnikan/Refined, Bleached, Deodorised, Palm Oil (RBDPO) menggunakan katalis kimia.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KELAPA SAWIT

Tanaman kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq) merupakan

tanaman berkeping satu dari famili palmae. Kelapa sawit merupakan

salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting, yang

dewasa ini terdapat disepanjang daerah tropis, terutama kawasan antara

10o lintang utara dan 10o lintang selatan, yang mempunyai suhu rata-rata 24 - 26oC dengan fluktuasi suhu kurang dari 10oC dan curah hujan optimal pada 2000 – 3000 mm. (Setyamidjaya, 1991).

Sumber : www.fao.org.

Gambar 1. Buah kelapa sawit

Buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian besar yaitu bagian sabut

atau mesocarp dan bagian tempurung atau kernel. Jenis asam lemak yang

terkendung dalam minyak pada kedua bagian tersebut cenderung

berbeda. Minyak bagian mesocarp lebih dominan asam lemak palmitat

dan oleat sedangkan bagian kernel lebih dominan asam lemak laurat.

Buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan bagian

sabut dari buah kelapa sawit akan menghasilkan Crude Palm Oil (CPO)

yang jika diolah lebih lanjut akan menghasilkan minyak Refined Eksokarp

Endokarp Mesokarp

(29)

Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). Sedangkan pengolahan bagian kernel akan menghasilkan Palm Kernel Oil (PKO).

Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak yang tinggi

dibanding tanaman penghasil minyak lainnya seperti kelapa, kedelai, dan

kacang tanah (Hutomo dan Latief, 1990). Beberapa tanaman penghasil

minyak nabati dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas tanaman penghasil minyak nabati

No. Jenis tanaman Hasil minyak nabati (ton/Ha) 1 *Sumber: Penebar Swadaya (1999)

Perkembangan kelapa sawit di Indonesia meningkat pesat sejak

tahun 1978. Pada tahun 1968 luas areal kelapa sawit baru 120 ribu ha,

pada tahun 1978 mencapai 250 ribu ha dan lebih lanjut meningkat pesat

menjadi 2.975 ribu ha tahun 1999 atau meningkat hampir 25 kali lipat.

Sebagian besar perkebunan kelapa sawit tersebut berada di Sumatera dan

kedepan pengembangannya diarahkan ke kawasan Indonesia timur

khususnya di pulau Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. (www.deptan

.go.id, 2006)

Perkebunanan kelapa sawit selain menghasilkan minyak kelapa

sawit mentah (CPO; Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (PKO; Palm

(30)

Minyak sawit, seperti halnya minyak dan lemak lain sebagian

besar tersusun dari trigliserida dengan sejumlah kecil monogliserida,

digliserida, dan nongliserida (Hui, 1996). Menurut Sonntag (1982),

minyak kelapa sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh

sebanyak 47% dan asam lemak jenuh sebanyak 53%. Komposisi asam

lemak dari minyak kelapa sawit kasar (CPO) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak 1) dari minyak kelapa sawit kasar (CPO)

Jenis asam lemak %b/b

2) nd = tidak terdeteksi

Asam lemak utama yang terdapat dalam minyak sawit adalah

asam palmitat dan asam oleat, sedangkan asam lemak yang jumlahnya

paling sedikit adalah asam palmitoleat dan asam linoleat. Komponen

minor yang terdapat dalam minyak sawit terdiri dari karotenoid (pigmen

yang membentuk warna oranye), tokoferol dan tokotrienol (sebagai

antioksidan), sterol, triterpenic dan alifatik alkohol (Chin, 1979).

Adanya karotenoid, tokoferol, dan tokoterienol menyebabkan tingginya

stabilitas oksidasi dan nilai gizi minyak sawit dibandingkan minyak

(31)

Minyak dan lemak dari sumber tertentu mempunyai ciri khas

yang berbeda dari sumber lainnya yang tergantung pada komposisi dan

distribusi asam lemak pada molekul trigliseridanya. Titik leleh suatu

lemak atau minyak dipengaruhi oleh sifat asam lemaknya, yaitu daya

tarik antar asam lemak yang berdekatan dalam kristal. Gaya ini

ditentukan oleh panjang rantai C, jumlah ikatan rangkap, dan bentuk cis

atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Semakin panjang rantai C, titik

lelehnya akan semakin tinggi, misalnya asam butirat (C14) memiliki titik

leleh -7.9oC sedangkan asam stearat (C18) memiliki titik leleh 64.6oC.

Titik leleh menurun dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap

dikarenakan ikatan antar molekul asam lemak tidak jenuh kurang kuat.

Bentuk trans pada asam lemak mempunyai titik leleh yang lebih tinggi

dibandingkan bentuk cis (Winarno, 2002).

Teknologi pengolahan minyak kelapa sawit meliputi proses

ekstraksi, proses pemurnian, pembuatan produk olahan serta aplikasi

minyak kelapa sawit pada produk pangan dan non pangan. Ekstraksi

minyak kelapa sawit secara komersial dilakukan dengan menggunakan

pengepres berulir. Sebelum dipress dilakukan pemisahan mesokarp dan

inti sawit, bagian mesokarp akan menghasilkan CPO (Crude Palm Oil)

sedangkan bagian inti akan menghasilkan PKO (Pal Kernel Oil)

(Budiyanto, et.al., 2001).

Minyak sawit yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah

kelapa sawit merupakan minyak sawit kasar (Crude Palm Oil). Untuk

memperoleh minyak goreng (minyak makan) maka perlu dilakukan

proses lebih lanjut yaitu netralisasi, dekolorisasi, dan deodorisasi, yang

disebut minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) serta

fraksinasi (Ketaren, 1986). Secara umum proses pemurnian minyak

kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2. Dari hasil fraksinasi diperoleh

(32)

membuat margarin, mentega putih (shortening) dan sabun. Sedangkan

fraksi olein digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng.

Gambar 2. Proses pemurnian minyak sawit (Budiyanto et al., 2001)

B. TRANSESTERIFIKASI

Berdasarkan jenis senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan

ester, proses transesterifikasi digolongkan kedalam 4 kelompok reaksi

yaitu asidolisis, alkoholisis, ester exchange (Interesterifikasi) dan

aminolisis. Beberapa pengarang menyebut keempat jenis reaksi tersebut

sebagai reaksi “interesterifikasi” (Kitu, 2000). Tetapi Yamane (1987)

menyebutnya dengan istilah transesterifikasi karena dalam reaksi

biokimia transfer suatu grup dari suatu senyawa kimia kepada senyawa

kimia lainnya disebut “trans”.

Interesterifikasi yang berlangsung secara batch,

semi-continuously, atau continuously dapat berjalan dalam empat tahap yaitu perlakuan awal minyak, penambahan katalis, reaksi dan deaktivasi

katalis. Minyak yang diolah harus memenuhi persyaratan reaksi sesuai

dengan karakteristik katalis yang akan digunakan. Penggunaan katalis CPO

Degumming

Netralisasi

Bleaching

Deodorisasi

(33)

sodium hidroksida hanya efektif pada suhu tinggi (120oC-260oC), sedangkan katalis sodium metilat dapat aktif pada suhu yang lebih rendah

(<100oC). Penggunaan katalis dalam proses interesterifikasi kimia serta kondisi optimum penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi optimum katalis dalam proses interesterifikasi kimia

Jenis katal Level (%) Suhu (oC) Waktu (min)

Sumber : Sreenivasan (1978)

Adanya kandungan air, asam lemak bebas, dan hidroperoksida

dapat menginaktivasi katalis sodium metoksida. Untuk menghindari

terjadinya inaktivasi katalis ini sebelum perlakuan maka minyak harus

diberi perlakuan agar kandungan komponen pengganggu dalam minyak

tersebut berkurang. Kadar asam lemak yang diperbolehkan harus lebih

rendah dari 0.05%, bilangan peroksida lebih rendah dari 10 meq O2/kg,

(34)

proses, reaksi tidak akan berjalan dengan sempurna dan produk yang

dihasilkan juga tidak terlalu banyak.

Tabel 4. Komponen pengganggu penginaktivasi katalis reaksi gliserolisis

Sumber Levela Katalis terinaktivasi (kg/ton minyak) Na CH3ONa NaOH

air dan ALB dalam %, peroksida dalam meq O2/kg minyak

Sumber : De Greyt et al. (1997).

Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran gugusan

antara dua buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi apabila terdapat

katalis. Katalis yang sering digunakan untuk reaksi ini adalah logam

natrium atau kalium dalam bentuk metoksilat atau etoksilat. Dalam reaksi

ini ion logam natrium atau kalium akan menyebabkan terbentuknya ion

enolat yang selanjutnya diikuti dengan pertukaran gugus alkil. Reaksi

antara ester asam lemak dengan katalis (natrium metoksilat) dapat dilihat

pada Gambar 3. Proses ini sangat penting untuk memodifikasi sifat fisik

dan fungsional dari campuran minyak dan lemak. Metode

transesterifikasi ini merupakan metode sintesis MDAG yang paling

sering digunakan oleh industri pembuat emulsifier.

Gambar 3. Reaksi antara trigliserida dan gliserol dengan katalis natrium metoksida pada proses interesterifikasi kimia (Tarigan,

(35)

Triasilgliserol banyak diubah menjadi emulsifier mono dan

diasilgliserol, karena baik monoasilgliserol dan diasilgliserol luas

penggunaannya sebagai bahan pengemulsi. Oleh karena itu triasilgliserol

melalui reaksi transesterifikasi dengan gliserol diubah menjadi mono dan

diasilgliseol dengan bantuan katalis seperti natrium metoksida dan basa

lewis lainnya. Tahapan reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan

gliserol (gliserolisis) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Transesterifikasi gliserolisis (Tarigan, 2002)

C. RESPONSE SURFACE METHOD (RSM)

Reaksi transesterifikasi kimia umumnya berlangsung secara

random yang dapat memutus dan menyusun kembali asam lemak dalam

molekul triasilgliserol. Kecepatan reaksi transesterifikasi dipengaruhi

oleh suhu reaksi serta jumlah dan jenis katalis yang digunakan. Menurut

Konishi et.al., (1993), interesterifikasi kimia minyak kedelai dan asam stearat dalam heksan dapat berlangsung pada suhu 30oC – 60oC. Cho dan deMan (1993) didalam Haryati (1999), melaporkan transesterifikasi

kimia biasanya berlangsung pada suhu 80 oC – 90oC selama 30 menit menggunakan katalis 0.2-0.5%. Kondisi reaksi optimum didapat secara

parsial diantara suhu, konsentrasi katalis dan waktu reaksi. Menurut

Haryati (1999), ketiga faktor tersebut secara simultan mempengaruhi

reaksi transesterifikasi.

(36)

waktu pemanasan, dan konsentrasi katalis, sedangkan variabel respon

yang digunakan untuk menentukan hasil reaksi adalah Rendemen, MAG,

DAG, dan TAG. Penelitian ini menggunakan RSM dalam bentuk

”second order” yang melibatkan satu faktor square dan dua faktor cross

froduct. Bentuk “second order” hanya mempunyai nilai kritis maksimal atau minimal (Haryati, 1999).

Sintesis MDAG dapat dilakukan dengan cara gliserolisis kimia

menggunakan RBDPO sebagai substrat direaksikan dengan gliserol

dengan bantuan katalis kimia. Pada tahap gliserolisis kimia terjadi

pemutusan dan penyusunan kembali asam lemak secara random, yang

sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi, waktu reaksi dan konsentrasi katalis

yang digunakan. Untuk mengetahui pengaruh ketiga faktor diatas

terhadap mutu dan rendamen MDAG yang dihasilkan, maka digunakan

Response Surface Method (RSM). Shieh et.al., (1995), melaporkan bahwa RSM bisa digunakan untuk mengoptimasi reaksi transesterifikasi

kimia antara trioleoil gliserol dengan asam kaprat. Selain itu metode ini

juga bisa digunakan untuk mengoptimasi formulasi produk (Cho et.al.,

1993; Toufeill et.al., 1994). Reaksi transesterifikasi dikondisikan sebaik

mungkin agar dapat menghasilkan nilai rendemen yang tinggi, MAG dan

DAG yang maksimal dan TAG yang minimal. RSM terhadap reaksi

transesterifikasi RBDPO dapat dilihat pada Lampiran 4.

Central Composite Design (CCD) merupakan rancangan dari RSM yang memberikan model persamaan multiple regression yang

dapat menunjukan pengaruh dari konsentrasi katalis, waktu reaksi, dan

suhu reaksi terhadap setiap parameter yang diujikan (Triasilgliserol,

Diasilgliserol, Monoasilgliserol, dan Rendemen), seperti terlihat

dibawah ini (Cochran dan Cox, 1962).

Y = β1 + β2C + β3t + Β4T + β5Ct + β6CT + β7C2 + β8t2 + β9T2 Dimana Y adalah variabel respon yang diinginkan, β1 – β9

(37)

C, t, dan T menunjukan variabel independen seperti konsentrasi katalis,

waktu reaksi dan suhu reaksi.

D. EMULSIFIER

Sistem emulsi pangan maupun non pangan bersifat jauh lebih

komplek dibandingkan definisi emulsi, yaitu dispersi koloidal suatu

droplet cairan pada fase cairan lain; karena fase terdispersi dapat berupa

padatan atau fase kontinyu yang mungkin mengandung bahan yang

terdiri dari kristal padatan, seperti pada es krim (Bos et al., 1997).

Persamaan karakter pada hampir semua sistem emulsi adalah

ketidakstabilan emulsi. Ketidakstabilan atau rusaknya sistem emulsi

dapat dicegah dengan dua cara. Cara yang pertama adalah dengan

penggunaan alat mekanik untuk mengatur ukuran droplet terdispersi.

Cara yang kedua adalah penambahan bahan penstabil seperti emulsifier.

Tujuan utama penambahan emulsifier adalah mencegah koalesen atau

penggabungan irreversibel dua atau lebih droplet atau partikel menjadi

unit yang lebih besar (Kamel, 1991).

Emulsifier adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi

tegangan permukaan diantara dua fase yang tidak saling bercampur,

sehingga dapat bersatu dan berbentuk emulsi (Dziezak, 1988). Emulsifier

biasanya berupa ester yang memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik

(Zielinski, 1997). Gugus lipofilik biasanya berupa asam lemak dengan

rantai karbon 16 atau lebih, juga dapat berupa asam lemak tak jenuh.

Asam lemak tak jenuh seperti linoleat, memiliki kekurangan karena

sifatnya yang mudah teroksidasi dan menghasilkan off flavor pada

produk akhir. Gugus hidrofilik emulsifier dapat berupa gugus polar yang

terdiri dari berbagai macam gugus fungsional, seperti gugus hidroksil,

(38)

umur simpan, dan sifat reologi dengan membentuk komplek dengan

protein dan lemak, (3) memperbaiki tekstur makanan yang berbasis

lemak dan pengontrolan polimorfisme lemak. Berbagai produk pangan

seperti produk bakery, eskrim, minuman formulasi, confectionary, dan

produk olahan daging menggunakan emulsifier untuk memperbaiki

tekstur dan penampakannya.

Penggunaan emulsifier harus disesuikan pada aplikasi yang

spesifik karena kinerja emulsifier sangat dipengaruhi oleh kondisi proses

dan keberadaan ingridien atau bahan-bahan lain. Pemilihan emulsifier

untuk diaplikasikan pada berbagai produk harus mempertimbangkan

berbagai faktor, antara lain: muatan emulsifier (ionik, nonionik dan

amfoterik), pH sistem, nilai HLB emulsifier, titik leleh, sinergisme,

kompetisi emulsifier dan sebagainya.

a. Emulsifier Ionik, Nonionik

Emulsifier yang mempunyai muatan atau emulsifier ionik

dibagi menjadi dua, yaitu emulsifier kationik dan anionik. Emulsifier

kationik adalah emulsifier yang mempunyai muatan positif pada sisi

aktif molekulnya, seperti asam phosfatida pada lesitin; sedangkan

emulsifier anionik seperti SDS (sodium dedocyl sulfate) dan SLS

(sodium lauryl sulfat) memiliki muatan negatif pada sisi aktif molekulnya. Emulsifier ampoterik seperti lesitin adalah emulsifier

yang memiliki baik gugus anion maupun kation sehingga sifat

surface active-nya tergantung pada pH. Pada pH netral, lesitin bersifat kationik. MDAG dan banyak emulsifier komersial lain pada

produk pangan termasuk jenis emulsifier nonionik, yaitu emulsifier

yang tidak memiliki muatan ion serta tidak larut dalam air karena

ikatan kovalennya, namun memiliki segmen lipofilik dan hidrofilik

seperti MAG dengan asam lemak rantai panjang (Kamel, 1991).

Industri pangan juga menggunakan emulsifier yang

(39)

garam sodium (Na). Logam Ca dan Na ditambahkan untuk

menetralkan asam laktat pada emulsifier. Emulsifier yang

mengandung garam ini misalnya Calcium stearoyl-2-lactylate (CSL).

Emulsifier tersebut diproduksi melalui reaksi esterifikasi garam asam

laktat parsial dengan asam lemak (Thompson et al., 1956 dalam

Zielinski, 1997).

b. Muatan emulsifier dan derajat keasaman (pH) sistem emulsi Sistem emulsi mempunyai derajat keasaman atau pH

tertentu. Sistem emulsi seperti mayonaise atau kebanyakan produk

salad dressing lainnya memiliki nilai pH yang relatif rendah, sedangkan sistem emulsi produk pangan pada umumnya berkisar

pada pH netral. Kondisi asam atau perubahan pH tersebut tidak

terlalu berpengaruh pada kinerja emulsifier nonionik, seperti

monogliserida (Dziezak, 1988), namun perlu diperhatikan pada

penambahan emulsifier ionik terutama yang bersifat amfoterik,

seperti lesitin, karena jenis muatan dan kinerjanya berbeda pada pH

yang berbeda.

c. Nilai hydrophile lipophile balance (HLB) emulsifier

Nilai HLB suatu emulsifier adalah angka yang menunjukan

ukuran keseimbangan dan regangan gugus hidrofilik (menyukai air

atau polar) dan gugus lipofilik (menyukai minyak atau non polar),

yang merupakan sistem dua fase yang diemulsikan. HLB

berdasarkan pada persentase relatif dari hidrofilik kedalam grup

lipofilik dalam molekul emulsifier.

Emulsifier dengan nilai HLB rendah digolongkan sebagai

emulsifier lipofilik yang akan menyerap air atau bahan larut air

(40)

menjadi emulsi oil-continous dan water-continous (Bancroft, 1913; Ostberg, 1995 dalam Bergenstahl, 1997). Klarifikasi emulsifaier

berdasarkan nilai HLB-nya dapat dilihat pada Tabel 5 .

Tabel 5. Nilai HLB dan aplikasinya

Nilai HLB Aplikasi

3-6 Emulsifaier w/o

7-9 Wetting agent

8-18 Emulsifaier o/w

13-15 Detergen

15-18 Stabilizer

Sumber : Becker (1983)

MAG diklasifikasikan sebagai emulsifier lipofiflik, dan

memiliki kisaran nilai HLB antara 3.7 samapai 9.2. Variasi ini

disebabkan oleh grup substitusi yang teresterifikasi (Dziezak, 1988).

Sedangkan menurut O’Brien (1998), emulsifier MDAG mempunyai

nilai HLB berkisar 2.8 sampai 4.3 tergantung banyaknya asam lemak

yang terinkorporasi pada posisi 1 dan 3, yang sering disebut posisi

alpha.

Menurut Kamel (1991) terdapat korelasi antara nilai HLB

dengan kelarutan emulsifier dalam aquades seperti terlihat pada

Tabel 6, yang memperlihatkan bahwa apabila emulsifier semakin

tidak larut dalam air, nilai HLB tersebut semakin rendah dan

semakin bersifat lipofilik.

Emulsifier yang banyak digunakan pada saat ini adalah

gliserol monostearat (GMS). Emulsifier ini tersusun dari asam stearat

yang terinkorporasi didalam gliserol. GMS saat ini banyak

digunakan terutama dalam pembuatan es krim. Emulsifier memiliki

berbagai macam kegunaan, antara lain seperti yang terlihat pada

(41)

Tabel 6. Korelasi nilai HLB dengan kelarutan emulsifier

Kelarutan emulsifier dalam air Nilai HLB

Tidak larut dalam air 1 – 4

Terdispersi sangat sedikit (poor dispersion) 3 – 6

Dispersi keruh setelah didispersi dengan cepat 6 – 8

Dispersi keruh stabil 8 – 10

Dispersi jernih atau bening 10 – 13

Larutan bening 13+

Sumber: Kamel (1991)

Tabel 7. fungsi emulsifier pada produk pangan

Fungsi emulsifier Contoh produk

Bahan pengaerasi Whipping toppings, icing, cakes

Pendispersi Flavor dan vitamin

Pelembut adonan Roti dan produk bakery

Defoamer Pembuatan yeast dan gula

Pengkomplek pati Makaroni, pasta

Anti kristalisasi Minyak salad

Bahan anti lengket Permen, permen karet

Penstabil pelelehan produk beku Topping beku, pemutih kopi

Bahan penghidrasi Produk susu bubuk

Bahan enkapsulasi Flavor, aroma

Penstabil dispersi Mentega kacang

Sumber: Hassenhuettl (1997)

d. Titik leleh emulsifier

Suhu dan titik leleh emulsifier yang digunakan juga harus

(42)

suhu kritis tertentu, yaitu titik Kraft (Bergenstahl, 1997). Pada titik

atau suhu ini, kelarutan emulsifier mencapai konsentrasi yang cukup

untuk membentuk formasi pada interface.

Setiap emulsifier mempunyai titik leleh tertentu tergantung

titik leleh asam lemak pembentuk emulsifier (Hassenhuattl, 1997a).

Semakin tinggi kandungan asam lemak tak jenuh, titik leleh

emulsifier akan semakin rendah. Misalnya titik leleh sorbitan

monostearat adalah 52.8oC dan titik leleh monoolein adalah 50oC -45oC.

e. Sinergisme dan kompetisi emulsifier

Sinergisme adalah pencampuran dua jenis emulsifier atau

lebih yang bersifat komplementer satu sama lain dan membentuk

emulsi yang sangat stabil (Kamel, 1991), seperti pencampuran

MDAG dengan lesitin pada pembuatan margarin. Kombinasi dua

atau lebih emulsifier perlu dicoba untuk menentukan kondisi emulsi

yang paling stabil.

Kompetisi pada pencampuran emulsifier dapat menurunkan

kinerja emulsifier. Pada sistem emulsi yang menggunakan emulsifier

ionik, stabilitas emulsi dipengaruhi oleh dominasi jenis muatan pada

permukaan partikel teremulsi, sehingga perlu diperhatikan untuk

tidak mencampurkan emulsifier anionik dan kationik karena akan

saling menetralkan satu sama lain sehingga tidak efektif lagi. Selain

itu penggunaan emulsifier juga harus mempertimbangkan

keberadaan ingredien lain pada pangan tersebut, misalnya pati, telur,

dan lainnya sebagai bahan penstabil alami (Cowles, 1998).

E. MONO DAN DIASILGLISEROL

Emulsifier sintetik mulai digunakan pada pertengahan abad 20

dan pemakaiannya berkembang dengan sangat pesat, seiring dengan

(43)

untuk memproduksi dan mempertahankan kualitas produk. Campuran

mono dan diasilgliserol (MDAG) adalah emulsifier komersial pertama

yang dikembangkan di Amerika pada tahun 1929. Emulsifier tersebut

diaplikasikan pada produk margarin dan sejak saat itu telah menjadi

produk yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada sektor industri

(Dziezak, 1988). Pada tahun 1997, emulsifier yang diproduksi adalah

sekitar 500 juta kg (Hassenhuettl, 1997a) dan pemakaian pada produk

pangan adalah kurang lebih 200 juta kg (Orthoefer, 1997).

Monoasilgliserol atau MAG merupakan komponen yang

tersusun oleh satu rantai asam lemak yang diesterifikasikan ke rantai

gliserol, sehingga MAG memiliki bagian gugus hidroksil bebas, yang

merupakan gugus hidrofilik dan gugus ester asam lemak yang merupakan

gugus lipofilik. Karena sifat afinitas gandanya atau sering disebut

amphifilik tersebut, MAG dapat digunakan sebagai emulsifier. MAG

dengan satu gugus asam lemak dan dua gugus hidroksil bebas pada

gliserol membuatnya bersifat seperti lemak dan air (Potter, 1973). MAG

sendiri merupakan emulsifier yang bersifat non-ionik dan tidak terlalu

sensitif pada kondisi asam. Cara kerja emulsifier tersebut adalah dengan

menurunkan tegangan permukaan antara dua fase kemudian

menstabilkan produk.

MAG dapat disintesis melalui beberapa metode, yaitu hidrolisis

selektif, esterifikasi asam lemak atau ester asam lemak dengan gliserol,

dan gliserolisis lemak/minyak (Bornscheuer, 1995). Menurut Elizabeth

dan Boyle (1997), MAG dapat juga diproduksi dengan cara yang lebih

mild, yaitu dengan gliserolisis enzimatis. Dalam hal ini lipase digunakan sebagai katalis dalam proses esterifikasi asam lemak bebas dengan

gliserol. Jenis asil gliserol lain yang dapat digunakan sebagai emulsifier

komersial adalah diasilgliserol (DAG) yang memiliki dua gugus asil pada

(44)

Gambar 5. Struktur kimia Monoasilgliserol dan Diasilgliserol

Emulsifier MDAG dapat berupa ester yang padat dan

mempunyai titik leleh tinggi, ester yang berbentuk cair pada suhu ruang,

maupun ester berbentuk plastis yang bersifat antara bentuk padat dan cair

(Zielinski, 1997; O’Brien, 1998). Ketiga jenis emulsifier tersebut sangat

dipengaruhi oleh jenis asam lemak penyusunnya. Semakin banyak

banyak asam lemak yang mengandung ikatan rangkap dan semakin tidak

jenuhnya asam lemak penyususnnya, maka bentuk emulsifier akan

semakin lunak.

Sebagian besar MDAG diproduksi dengan gliserolisis

triasilgliserol (TAG) lemak atau minyak. Dalam proses ini TAG

direaksikan dengan gliserol menggunakan katalis alkali anorganik pada

suhu yang sangat tinggi (220oC – 250oC) dibawah gas nitrogen. Produk yang dihasilkan memiliki beberapa kelemahan seperti rendamen yang

rendah, warna yang gelap dan rasa terbakar (Bornscheuer, 1995). MDAG

juga dapat diproduksi dengan cara esterifikasi menggunakan katalis

lipase, enzim lipase dapat mengkatalisis reaksi ester gliserol dengan

asam lemak bebas menghasilkan MDAG (Elizabeth dan Boyle, 1997).

Emulsifier yang dihasilkan relatif lebih baik karena gugus lipofilik

terdapat pada posisi 1 dan 3, sehingga daerah emulsinya meningkat.

Kandungan MAG dalam emulsifier komersial campuran MDAG

dapat bervariasi, yaitu 40%, 50%, dan 90% tergantung proses

produksinya (Zielinski, 1997). Menurut Kamel (1991) dan Zielinski O O

(45)

(1997), MDAG merupakan emulsifier yang paling banyak digunakan

dengan status GRAS (Generally Recognized As Safe) atau aman untuk

dikonsumsi. Menurut O’Brien (1998) dan Gunstone et.al. (1986),

campuran MDAG sebagai emulsifier yang paling banyak digunakan

dalam industri pangan, yaitu sebanyak 70% dari keseluruhan penggunaan

emulsifier. MDAG sendiri pertama kali diproduksi oleh Berthelot pada

tahun 1953 melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak dan gliserol.

Kegunaan monoasilgliserol dalam industri pangan adalah sebagai

surfaktan, emulsifier zat untuk pembentukan tekstur pada adonan roti

(Elizabeth dan Boyle, 1997). Sedangkan menurut Sonntag (1982)

monoasilgliserol sacara luas dipergunakan sebagai emulsifier pada

makanan dan pembentuk tekstur pada kosmetik dan roti. Aplikasi

campuran monoasilgliserol dan turunannya pada berbagai sistem pangan

dapat dilihat pada Tabel 8.

F. FRAKSINASI

Menurut Gunstone et. al., (1997), fraksinasi merupakan proses

thermommechanical dimana bahan dasar (raw material) dipisahkan

menjadi dua atau lebih fraksi. Proses ini dilakukan dalam dua tahap yaitu

proses kristalisasi dengan cara mengatur kondisi suhu, dan tahap dua

memisahkan fraksi MDAG tersebut dengan cara penyaringan. Pada

dasarnya, fraksinasi merupakan suatu teknik pemisahan minyak

berdasarkan titik leleh minyak dimana tiap jenis minyak memiliki

karakteristik titik leleh yang berbeda-beda tergantung dari kedua faktor di

atas. Proses fraksinasi dilakukan untuk beberapa alasan seperti

penghilangan komponen minor yang dapat merusak produk, dan

pemisahan menjadi beberapa fraksi yang memiliki nilai lebih pada suatu

(46)

Menurut Winarno (1997), bila suatu lemak didinginkan hilangnya

panas akan memperlambat gerakan-gerakan molekul dalam molekul

sehingga jarak antara molekul-molekul lebih kecil. Kelarutan minyak atau

lemak dalam suatu pelarut ditentukan oleh sifat polaritas asam lemaknya.

Asam lemak yang bersifat polar cenderung larut dalam pelarut polar,

sedangkan asam lemak non-polar larut dalam pelarut non polar. Daya

kelarutan dari asam lemak biasanya lebih tinggi dari komponen

gliseridanya, dan dapat larut dalam pelarut organik yang bersifat polar dan

non polar. Semakin panjang rantai karbon, maka minyak dan lemak

tersebut semakin sukar larut. Minyak dan lemak yang tidak jenuh lebih

mudah larut dalam pelarut organik daripada asam lemak jenuh dengan

panjang karbon yang sama. Asam lemak dengan derajat kejenuhannya

lebih tinggi akan lebih mudah larut daripada asam lemak dengan derajat

ketidakjenuhan rendah (Ketaren, 1986)

Pelarut heksan merupakan pelarut non polar sehingga dapat

melarutkan TAG dan ALB dengan sangat baik. Selain itu heksan

memeiliki bau yang tidak tajam sehingga tidak mengganggu nilai

organoleptik produk akhir yang dihasilkan. Penambahan pelarut heksan

diharapkan kandungan ALB dan TAG pada emulsifier semakin berkurang.

Hal ini dikarenakan heksan merupakan pelarut non polar dan TAG lebih

bersifat non polar dari pada DAG dan MAG, sehingga TAG lebih larut

dalam heksan dan terpisah dari MAG dan DAG. Menurut Farmo (1994),

kelarutan suatu komponen didalam sistem non-aquoeus tergantung dari

titik leleh dan karakteristik pelarutnya. Suatu zat dapat larut dalam pelarut

(47)

Tabel 8. Aplikasi campuran MAG dan turunannya pada sistem pangan

Sumber: Anonymous. 1994. American Ingredients Company

Keterangan : A = bahan pengemulsi, peningkatan dispersi, stabilitas thawing

Campuran es krim A,C A,C,D A,C,D

Produk panggang A,B,D A,B,D A,B,D A,B,D A,B,D A,B,D,F A,B,D,F

Camp. Pemb. Roti A,B,D A,B,D A,B,D A,B,D,F A,B,D,F A,B,D,F

(48)

III. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku untuk sintesis mono dan diasilasilgliserol (MDAG) adalah Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang diperoleh dari PT. ASIANAGRO AGUNG JAYA, Jakarta. Bahan kimia yang dibutuhkan untuk sintesis emulsifier MDAG antara lain gliserol, tert-butanol, katalis kimia. Sedangkan bahan kimia yang dibutuhkan untuk analisis TLC meliputi pelarut kloroform dan campuran petroleum eter; dietileter; asam asetat glasial.

(49)

B. METODE

1. Penelitian Pendahuluan

Produksi MAG dan DAG dilakukan dengan menggunakan metode gliserolisis. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mencari rasio penggunaan substrat (RBDPO dan gliserol) yang terbaik dengan pengaruh penggunaan pelarut terhadap komposisi MDAG. Rasio penggunaan substrat yang dilakukan adalah R1, R2, dan R3. Penelitian ini dilakukan dengan cara mereaksikan minyak RBDPO, gliserol, katalis kimia dengan atau tanpa penambahan pelarut. Campuran dipanaskan pada suhu T selama t menit dengan penggunaan katalis sebanyak 3%. Kondisi Perlakuan ini dianggap telah sempurna jika tidak terdapat triasilgliserol atau kandungan triasilgliserida yang minimal didalam produk campuran MDAG. Perlakuan ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan pelarut pada kondisi yang sama memberikan hasil yang lebih baik. Penggunaan gas N2 bertujuan untuk menggantikan atmosfer udara di dalam labu agar kerusakan minyak akibat oksidasi udara dapat dikurangi. Penelitian pendahuluan juga dilakukan untuk mencari kondisi titik tengah dari formula rancangan percobaan. Diagram alir tahapan penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 7.

2. Penelitian Utama

(50)

Demikian halnya dengan penggunaan pelarut, berdasarkan pada hasil penelitian pendahuluan. Sintesis MDAG dilakukan dengan mencampurkan minyak RBDPO, gliserol, katalis kimia kedalam labu leher tiga. Labu leher tiga digabungkan dengan perangkat lainnya seperti termometer, magnetic stirrer, dan pendingin (kondensor). Kondisi didalam labu diusahakan dalam kondisi vakum dengan menggunakan pompa vakum atau flushing gas Nitrogen kedalam labu (setting dan skema peralatan dapat dilihat pada Gambar 6a dan 6b).

Gambar 6a. Setting peralatan untuk sintesis MDAG skala laboratorium

Gambar 6b. Alur proses untuk sintesis MDAG skala laboratorium

(51)

Tabel 9. Perlakuan dan kode perlakuan untuk bahan baku minyak RBDPO Perlakuan Kode perlakuan

-1,682 -1 0 1 1,682 Suhu 100oC 108oC 120oC 132oC 140 oC

Waktu 30 menit 66 menit 120 menit 174 menit 210 menit

Katalis 1% 1.8% 3% 4.2% 5%

Tabel 10. Rancangan Percobaan dengan Sistem Pengkodean No. Suhu Reaksi Waktu Reaksi (jam) Konsentrasi Katalis

(%)

(52)

magnetic stirrer untuk mendapatkan pemanasan yang merata. Suhu dan waktu perlakuan disesuaikan dengan rancangan percobaan yang telah ditentukan dengan kode perlakuan. Kode perlakuan dan rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10 diatas.

Campuran mono dan diasilgliserol yang terbentuk dilarutkan dengan menggunakan heksan. Campuran yang terlarut dalam pelarut n-heksan didekantasi untuk memisahkan campuran dari gliserol serta disentrifuse untuk memisahkan campuran dari katalis dan gliserol yang berlebih. Fraksinasi dilakukan untuk memurnikan produk mono dan diasilgliserol dengan menggunakan pelarut organik non-polar (n-heksan) dan didinginkan pada suhu ± 7oC selama 16-18 jam. Produk hasil fraksinasi dianalisis komposisi asam lemaknya dengan menggunakan KLT dan ditentukan titik leleh serta nilai rendemennya. Diagram alir tahapan penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 8.

Penambahan gliserol dengan rasio : R1; R2; R3

Pemanasan pada suhu T selama t menit

dan ditambahkan katalis sebanyak 3% dalam kondisi vakum/ flushing N2 Pemisahan gliserol

menggunakan pelarut n-heksan (dekantasi) Pemisahan gliserol berlebih dan katalis

menggunakan pelarut n-heksan (disentrifus 1000 rpm selama 10 menit) Fraksinasi dilakukan pada suhu ±7oC selama 16-18 jam

Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian pendahuluan

M-DAG Analisis

(53)

Penambahan gliserol dengan rasio terbaik yang diperoleh pada penelitian pendahuluan

Perlakuan pemanasan dengan suhu, waktu dan jumlah katalis sesuai dengan rancangan percobaan yang telah dibuat (Tabel 9 dan Tabel

10)

Pemisahan gliserol

menggunakan pelarut n-heksan (dekantasi) Pemisahan gliserol berlebih dan katalis

menggunakan pelarut n-heksan (disentrifus 1000 rpm selama 10 menit) Fraksinasi dilakukan pada suhu ±7oC selama 16-18 jam

Gambar 8. Diagram alir tahapan penelitian utama

C. PENGAMATAN

1. ANALISA KADAR AIR DALAM MINYAK RBDPO (AOAC, 1995) Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan diletakan kedalam cawan aluminium yang sebelumnya telah dikeringkan dalam oven bersuhu 105OC dan diketahui beratnya. Sampel dimasukan kedalam oven selama 6 jam. Kemudian cawan dipindahkan kedalam desikator dan didinginkan. Setelah dingin ditimbang kembali. Kerimhkan kembali kedalam oven sampai diperoleh berat yang tetap. Kadar air sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

KA = ( )x100% c

b a c− −

dengan : a = berat cawan dan sampel (g) Minyak RBDPO

(54)

2. ANALISA BILANGAN PEROKSIDA (AOAC, 1995)

Contoh minyak ditimbang seberat 5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer tertutup dan diisi dengan gas N2. sampel ditambah dengan 55 ml kloroform dan distirer kemudian ditambah asam asetat glasial sebanyak 20 ml. Larutan KI jenuh ditambahkan sebanyak 0.5 ml kemudian ditutup dengan cepat, digoyang selama 1 menit. Sampel disimpan di tempat yang gelap selama 5 menit pada suhu 15oC sampai 25oC. Setelah itu, sampel ditambahkan 30 ml air destilata. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0.1N dan digoyang dengan kuat. Larutan pati yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan hingga warna biru menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap blangko.

BP = ( ) x1000

Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel (ml) Vb = volume sodium thiosulfat untuk titrasi blangko (ml) T = konsentrasi sodium thiosulfat yang distandarisasi m = massa sampel (g)

3. PENENTUAN TITIK LELEH (AOAC, 1995)

(55)

4. ANALISA CAMPURAN PRODUK

Sebanyak 50 mg produk campuran MDAG dilarutkan dalam 0.1 ml kloroform. Selanjutnya ± 0.5 µl dari larutan tersebut dimasukan dalm pipa kapiler dan diaplikasikan pada lempeng KLT dalam bentuk spot bulat. Setiap lempeng KLT (ukuran 20x20 cm2) dapat memuat 9 spot. Jarak antar spot adalah 2 cm. Jarak batas bawah adalah 1.5 cm dan jarak batas atas 1 cm seperti terlihat pada Gambar 9.

Setelah spotting selesai dilakukan, lempeng KLT dikembangkan atau dielusi menggunakan campuran petroleum eter : dietil eter : asam asetat glasial (70:30:0.2 v/v/v) yang sebelumnya telah dijenuhkan didalam chamber. Waktu yang diperlukan untuk mengelusi ± 1.5 jam. Lempeng kemudian dikeluarkan dari dalam chamber dan didiamkan selama beberapa menit sampai uap yang masih tertinggal hilang. Untuk identifikasi, pewarnaan dilakukan menyemprotkan 2’, 7’-dichlorofluorescein lalu diamati dibawah sinar lampu UV.

Gambar 9. Rencana preparasi sampel pada lempeng KLT

5. ANALISA KADAR ASAM LEMAK BEBAS (ALB) (AOAC,1995) Sampel ditimbang sebanyak 5,6 gram kemudian dilarutkan ke dalam 50 ml etanol (alkohol) 95%. Larutan ini kemudian ditrasi dengan NaOH 0,01N dengan indikator fenoftalein hingga terlihat warna merah

1 cm

………

1.5 cm

.

…...

.

(56)

Kadar Asam = T = normalitas larutan KOH M = berat molekul sampel

m = jumlah sampel yang digunakan

6. ANALISIS BILANGAN IOD, Metode Wijs (AOAC, 1995)

Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0.5 gram dalam erlenmeyer 500 mililiter, ditambahkan 20 mililiter larutan kloroform, 25 mililiter larutan Wijs. Kemudian dicampur merata dan disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit pada suhu 20 OC. Selanjutnya ditambahkan 20 mililiter larutan KI 15% dan 100 mililiter aquades yang telah dididihkan lalu dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1 Normal sampai larutan berwarna kekuningan. Setelah itu ditambah indikator pati dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. Bilangan Iod dinyatakan sebagai gram iod yang diserap per 100 gram, dihitung sapai dua desimal.Bilangan Iod = 12.69 x T x (V3-V4)

m

Dimana :

T = Normalitas larutan standard Na2S2O3 0.1 Normal V3 = Volume larutan titrasi 0.1 Normal untuk blanko V4 = Volume larutan titrasi 0.1 Normal untuk contoh 12.69 = berat atom id

(57)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. ANALISIS KIMIA BAHAN BAKU

Analisa sifat fisiko kimia minyak atau lemak selain bertujuan untuk

mengetahui mutu minyak juga dapat mengetahui tingkat kerusakan minyak

selama penanganan, penyimpanan maupun aplikasi minyak dalam proses

pengolahan. Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan sifat

kimia lemak antara lain: kadar air, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida.

Bahan baku yang digunakan dalam bentuk RBDPO (Refined Bleached

Deodorized Palm Oil) harus diperiksa terlebih dahulu komposisi yang ada di dalamnya. Hal ini dilakukan agar tidak mengganggu jalannya reaksi yang bisa

menginaktivasi katalis yang akan digunakan sehingga akan menghasilkan

produk MDAG yang rendah.

1. Kadar Air

Efektivitas reaksi transesterifikas dalam pembuatan emulsifier

sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang terkandung didalam bahan baku

(RBDPO). Kadar air yang tinggi dapat mengganggu kerja katalis sehingga

dapat menurunkan mutu produk dan rendamen yang dihasilkan. Menurut

De Greyt et al.(1997), sebanyak 0,01% air yang terkandung dalam minyak

akan menginaktivasi katalis sebanyak 0,3 kg/ton minyak

Pengukuran kadar air dalam minyak menggunakan metode oven

terbuka yaitu dengan cara menimbang minyak kedalam cawan

porselin/aluminium, kemudian dikering didalam oven bersuhu ±100oC selama 6-8 jam. Hasil analisa menunjukan minyak RBDPO memiliki

kandungan air dibawah 0.1%.

(58)

minyak/lemak oleh air dengan katalis enzim atau panas pada ikatan ester

triasilgliserol akan menghasilkan asam lemak bebas seperti pada Gambar

10 berikut:

Enzim

Triasilgliserida + H2O Digliserida + Monogliserida + ALB + Gliserol

Panas

Gambar 10. Reaksi hidrolisis triasilgliserol oleh air (Budijanto et al., 2001)

Keberadaan asam lemak bebas ini biasanya dijadikan indikator

awal terjadinya kerusakan minyak/lemak. Asam lemak bebas lebih mudah

teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk esternya.

Netralisasi asam lemak bebas dapat mengurangi resiko terjadinya

oksidasi pada minyak dan lemak. Oksidasi asam lemak bebas dapat

berlangsung baik secara enzimatis maupun non enzimatis. Tahap awal

terjadi oksidasi adalah terjadinya senyawa radikal bebas yang kemudian

akan menghasilkan senyawa peroksida jika bereaksi dengan oksigen.

Senyawa peroksida merupakan produk yang terbentuk pada awal

proses oksidasi lemak. Bilangan (jumlah) peroksida pada minyak atau

lemak menunjukan tingkat kerusakan oksidasi lemak, tetapi peroksida

bersifat tidak stabil dan akan terdekomposisi secepat pembentukannya

(Budijanto et. al., 2001). Jadi kenaikan bilangan peroksida hanya indikator

dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.

Kadar asam lemak dan bilangan peroksida yang terkandung dalam

minyak juga termasuk faktor penentu efektifnya reaksi transesterifikasi

yang terjadi. Minyak yang memiliki kadar asam lemak bebas 0,05% akan

menginaktivasi katalis natrium metoksida sebanyak 0,1 kg/ton minyak,

sedangkan minyak dengan bilangan peroksida 10 meq O2/kg akan

menginaktivasi katalis sebanyak 0,054 kg/ton minyak (De Greyt et al.,

1997). Berdasarkan perhitungan, didapat kadar asam lemak RBDPO yang

akan digunakan sebesar 0.11%, dan bilangan peroksidanya sebesar 5.67

(59)

B. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

rasio terbaik antara minyak RBDPO dengan gliserol yang dapat memberikan

hasil (rendemen) yang maksimal. Selain itu, perlakuan ini bertujuan untuk

mengetahui apakah penggunaan pelarut pada kondisi yang sama memberikan

hasil yang lebih baik.

1. Penentuan Rasio Substrat Terbaik

Metode yang umumnya digunakan dalam produksi MDAG secara

komersial adalah dengan mereaksikan gliserol dengan triasilgliserol. Pada

reaksi ini gliserol ditambahkan secara berlebih dan melibatkan

penggunaan katalis kimia. Menurut Gupta (1996), semakin tinggi gliserol

yang direaksikan dengan lemak maka semakin tinggi monogliserida yang

diperoleh. Produk yang dihasilkan yaitu berupa campuran MAG, DAG dan

TAG yang tidak bereaksi. Komposisi gliserida dalam campuran

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Rasio gliserol dan lemak

(asam lemak), (2) Suhu reaksi, (3) Jenis dan konsentrasi katalis, (4) waktu

reaksi. Faktor lain yang juga mempengaruhi diantaranya: derajat

pencampuran dan tekanan (Budijanto et al., 2001).

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mereaksikan RBDPO dan

gliserol dengan menggunakan tiga macam perbandingan molar yaitu R1,

R2, dan R3 dengan menambahkan katalis kimia. Penambahan katalis

memungkinkan reaksi transesterifikasi minyak dapat berlangsung pada

suhu yang tidak terlalu tinggi dengan waktu pemanasan yang tidak terlalu

lama dan jumlah katalis yang digunakan relatif sedikit. Choo et al. (1994),

melaporkan bahwa produksi MAG dengan cara gliserolisis Refined

(60)

rasio substrat R1, R2 dan R3. Produk MDAG yang dihasilkan masih

mengandung triasilgliserol seperti terlihat pada gambar hasil elusi

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dibawah ini. (Gambar 11).

Gambar 11. Hasil elusi KLT reaksi gliserolisis pada suhu T1, waktu reaksi t1 dan jumlah katalis 3%

Berdasarkan hasil tersebut, reaksi diulang dengan menaikan suhu

menjadi T2 dan menambah waktu reaksi menjadi t2 serta jumlah katalis

yang digunakan tetap 3%. Menurut Budijanto et al., (2001) waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai titik equilibrium (titik keseimbangan) dimana

jumlah monogliserida tidak bertambah dan tidak berkurang akan

bergantung pada suhu reaksi, jenis dan jumlah katalis. Reaksi pada suhu

rendah dengan jumlah katalis sedikit membutuhkan waktu untuk mencapai

keseimbangan yang lebih lama. Pada kondisi tersebut reaksi masih belum

sempurna karena masih mengandung triasilgliserol seperti terlihat pada

hasil analisis dengan menggunakan KLT (Gambar 12).

Lebih lanjut reaksi dilakukan dengan menaikan suhu menjadi T3dan

waktu yang digunakan tetap t2 serta jumlah katalis yang digunakan tetap

3%. Komposisi MDAG dalam produk dianalisis dengan menggunakan

KLT. Hasil elusi pada lempeng KLT menunjukkan bahwa rasio substrat

R1 tidak ada TAG/kandungan TAG sangat rendah dibandingkan dengan

dengan rasio substrat R2 atau R3 (Gambar 13).

TAG TAG TAG TAG

DAG DAG DAG

(61)

Gambar 12. Hasil elusi KLT reaksi gliserolisis pada suhu T2, waktu t2 menit dan jumlah katalis 3%

Gambar 13. Hasil elusi KLT reaksi gliserolisis pada suhu T3, waktu t2 menit dan jumlah katalis 3%

Reaksi esterifikasi dengan menggunakan rasio substrat R1 dan

berlangsung pada suhu T3 selama t2 dengan menggunakan katalis 3%

menghasilkan rendemen produk MDAG sebesar 76.32% dengan

kandungan MAG sebesar 20.95% dan kandungan DAG sebesar 55.37%.

TAG TAG TAG

DAG DAG DAG

MAG MAG MAG

TAG TAG

(62)

8.62%; dan rasio substrat R3 yaitu 59.11% dengan komposisi MAG

sebesar 4.41%, DAG sebesar 35.84%, serta TAG sebesar 18.86%.

Prosentase rendemen dan komposisi MDAG di atas dapat dilihat pada

Gambar 14a dan 14b.

0

Gambar 14a. Rendemen (yield) MDAG dari reaksi transesterifikasi pada suhu T3, konsentrasi katalis 3% selama t2 dengan menggunakan rasio substrat R1, R2, dan R3 (RBDPO:gliserol)

Gambar 14b. Komposisi MDAG produk hasil reaksi transesterifikasi pada suhu T3 selama t2 menit dengan konsentrasi katalis 3% pada rasio substrat R1, R2, dan R3 (RBDPO:gliserol)

(63)

atau meningkat. Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diambil keputusan

bahwa rasio substrat yang akan digunakan pada penelitian utama adalah

rasio substrat R1.

2. Penentuan Penggunaan Tert-Butanol sebagai Pelarut Reaksi

Percobaan dengan menggunakan pelarut tert-butanol dilakukan

untuk mengetahui apakah penambahan pelarut tert-butanol memberikan

hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan pelarut ter-butanol

dalam kondisi reaksi yang sama, yaitu pada suhu T3, selama t2 dan

konsentrasi katalis 3%. Penambahan pelarut tert-butanol menghasilkan

campuran MDAG lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa penambahan

pelarut tert-butanol (Gambar 15).

62

Gambar 15. Rendemen MDAG produk dari reaksi transesterifikasi dengan suhu 120oC, konsentrasi katalis 3%, selama 2 jam dengan/tanpa menggunakan tert-butanol

3. Penentuan Rasio Heksan sebagai Pelarut Kristalisasi

Untuk memperoleh rendamen MDAG, dilakukan pengendapan pada

suhu rendah dengan menggunakan pelarut non polar (heksan). Menurut

(64)

asilgliserol akan mengendap sehingga secara mudah dapat dipisahkan dari

pelarutnya dengan proses penyaringan.

Fraksinasi dan kristalisasi campuran MDAG dilakukan dengan

penambahan pelarut heksan dengan perbandingan rasio heksan:substrat

berturut-turut H1, H2 dan H3. Ketiga perlakuan tersebut disimpan didalam

refrigerator dengan suhu yang sama yaitu ±7oC selama 16 – 18 jam, agar endapan MDAG dapat mengendap dengan baik. Menurut Kurniawan

(2003), suhu 5oC merupakan suhu yang baik untuk mendapatkan endapan MDAG yang optimum. Hasil penelitian menunjukan bahwa campuran

heksan dan substrat dengan rasio H2 memberikan hasil endapan MDAG

yang paling tinggi yaitu 83.39% dari pada rasio H1 (70.96%) dan rasio H3

(79.46%). Prosentase rendemen MDAG di atas dapat dilihat pada Gambar

16. Berdasarkan hasil penelitian ini, proses kristalisasi selanjutnya

dilakukan dengan menggunakan pelarut heksan dengan rasio H2

64

Gambar 16. Rendemen MDAG dari reaksi transesterifikasi dengan suhu T3, konsentrasi katalis 3% selama t2 dengan menggunakan heksan pada rasio yang berbeda

C. HASIL PENELITIAN UTAMA

a. Hasil Uji RSM terhadap Nilai Triasilgliserol

Tujuan reaksi transesterifikasi adalah untuk mendapatkan jumlah

(65)

transesterifikasi yang terjadi kurang sempurna sehingga menurunkan

jumlah MAG dan DAG yang ada didalam produk.

Analisa data percobaan menunjukan bahwa model respon

permukaan tanggap untuk triasilgliserol akan mencapai minimum pada

saat menggunakan konsentrasi katalis CT, waktu reaksi tT dan suhu reaksi

TT. Ketiga faktor tersebut akan menghasilkan jumlah TAG sebesar

-5.02%. TAG dengan jumlah tersebut berada pada titik “stationary”

minimal

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa model persamaan regresi

untuk jumlah TAG minimal memiliki nilai koefisien korelasi (r) cukup

besar, hal ini berarti hubungan ketiga faktor percobaan terhadap jumlah

TAG yang dihasilkan cukup besar sehingga variabilitas data dapat

dijelaskan oleh model. Hasil analisis statistik juga menunjukan bahwa

model persamaan regresi untuk jumlah TAG minimal menunjukan tidak

berbeda nyata untuk nilai α=10%, sehingga model persamaan tersebut

tidak bisa digunakan sebagai model dalam menentukan kondisi optimum.

Kontur tiga dimensi dari kondisi perlakuan suhu reaksi, waktu reaksi, dan

konsentrasi katalis terhadap jumlah TAG dapat dilihat pada Gambar 17 –

19.

Pada saat konsentrasi katalis CT, kandungan TAG akan menurun

seiring dengan meningkatnya waktu reaksi sampai mencapai waktu reaksi

tT. Ketika waktu reaksi ditambah, kandungan TAG akan meningkat

Gambar

Tabel 2. Komposisi asam lemak 1) dari minyak kelapa sawit kasar (CPO)
Tabel 3. Kondisi optimum katalis dalam proses interesterifikasi kimia
Tabel 4. Komponen pengganggu penginaktivasi katalis reaksi gliserolisis
Gambar 4. Transesterifikasi gliserolisis (Tarigan, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Agribisnis Ternak Unggas Pedaging 420.. Agribisnis Ternak Unggas

bahwa sehubungan dengan adanya perubahan Susunan Personalia Tenaga Kerja Sukarela Otonom (TKS-O) Program Community Development Mengentaskan Kemiskinan

Di dalamnya terdapat suatu tampilan yang terbuat dari lampu lantai panggung LED diode pemancar cahaya, yang di gunakan untuk menampilkan digit-digit dalam kalkulator. Komponen

Website ini dibuat dengan menggunakan aplikasi Joomla 1.0.12 Dengan adanya website masakan ini penulis berharap dapat berguna sebagai sarana informasi bagi anda yang ingin

--- Pada hari ini, Senin tanggal dua puluh sembilan bulan Agustus tahun dua ribu enam belas pukul sepuluh Waktu Indonesia Tengah, berdasarkan Keputusan Kabid Dokkes Polda Bali

Didalam website ini terdapat bermacam informasi Klinik Sosial Candra Naya / profile, informasi yang terdiri dari fasilitas umum dan jadwal praktek dokter, pelayanan yang terdiri

Layanan Pengadaan Polda Bali Pokja Konstruksi pada Biro Sarpras Polda Bali akan melaksanakan Pelelangan Pemilihan Langsung Pembuatan Fasum Gedung Kantor Sat Brimob

Kebijakan akuntansi yang dipergunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Kota Surabaya Tahun 2011 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang