• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Optimasi Jenis Fase Diam, Fase Gerak, Suhu Oven, dan Laju Alir

5. Hasil optimasi sistem KCKT untuk analisis PPD

Hasil optimasi menggunakan sistem KCKT yang berbeda-beda akan dijelaskan masing-masing berdasarkan sistem KCKT yang digunakan. Penentuan kualitas analisis PPD ditentukan dari nilai TF, Rs, N, dan HETP masing-masing sistem KCKT yang digunakan.

a. Sistem KCKT fase terbalik. Pada sistem KCKT fase terbalik, fase diam (kolom) yang digunakan bersifat lebih nonpolar dibandingkan fase gerak. Pada penelitian ini, kolom yang digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah C18, C8, dan C2. Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase diam pada sistem KCKT ini adalah interaksi hidrofobik. Interaksi tersebut terjadi antara bagian hidrofobik PPD, yaitu cincin benzen dengan bagian hidrofobik fase diam, yaitu rantai karbon (C18, C8, C2). Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase gerak pada sistem KCKT ini adalah dengan ikatan hidrogen (dengan metanol atau air) antara gugus polar PPD (-NH2) dengan gugus polar fase gerak (-OH) dan interaksi dipolar (dengan ACN).

1) Fase diam C18

Kolom C18 merupakan fase diam nonpolar yang paling umum digunakan dalam pemisahan menggunakan KCKT fase terbalik (Watson, 2012). Fase diam ini dapat memisahkan sebagian besar senyawa dengan polaritas rendah, sedang, hingga tinggi. Kolom C18 merupakan kolom silika gel termodifikasi yang pada gugus silanolnya terikat rantai hidrokarbon panjang dengan 18 gugus karbon, sehingga kolom ini paling nonpolar dibandingkan fase diam lain yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 18. Susunan molekul fase diam C18 (Watson, 2012)

Rentang pH yang dapat diatur pada fase gerak terbatas pada pH 2-8,5. Apabila pH fase gerak yang digunakan berada di luar rentang tersebut, maka kemungkinan ikatan antara silika gel dan C18 yang melapisinya akan rusak

serta silika gel fase diam akan larut oleh fase gerak yang terlalu asam atau basa. Namun, rentang pH ini semakin diperlebar dengan tersedianya fase diam yang lebih stabil dewasa ini (Watson, 2012).

Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD dapat dilihat pada Tabel VII. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT tersebut. Puncak-puncak yang tidak terpisah atau tidak terlihat di kromatogram tidak dapat dihitung dan dianggap tidak memenuhi parameter optimasi. Contoh kromatogram ditampilkan pada Gambar 19.

Pada Tabel VII, terlihat bahwa puncak PPD yang dihasilkan fase gerak asetonitril 100% tidak memisah dengan pelarut, sehingga parameter optimasi tidak dapat dihitung. Hal tersebut dapat terjadi karena kekuatan elusi asetonitril terlalu besar bila digunakan tanpa dikombinasikan dengan air, sehingga molekul PPD belum sempat mencapai kesetimbangan dengan fase diam, tetapi sudah keluar kolom bersama fase gerak. Penggunaan asetonitril yang dikombinasikan dengan air selanjutnya dapat menghasilkan puncak PPD yang terpisah dan dapat dihitung parameter optimasinya, misalnya asetonitril:air = 10:90.

Tabel VII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C18

No. Komposisi fase gerak Polaritas Laju alir

(mL/menit) pH

Suhu

ovena (ºC) TF Rs N HETP

tR (menit)

1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,8 7 32-33 N/Ab N/A N/A N/A N/A

2. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

3. Dapar fosfat 0,15 M 10,2 1 7 36 2,63 1,94 234,07 0,064 3,748

4. Dapar fosfat 0,15 M 10,2 1 7 40 N/A N/A N/A N/A N/A

5. Asetonitril = 100 + amonia 10% 1 L/mL 5,8 0,5 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

6. Metanol:air = 10:90 9,69 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

7. Metanol:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,69 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

8. Metanol:air = 20:80 9,18 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

9. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 32-33 2,33 6,62 408,15 0,04 6,468

10. Asetonitril:air = 10:90 9,76 0,8 5 32-33 1,83 1,44 427,63 0,035 5,949

11. Asetonitril:air = 20:80 9,32 0,8 5 32-33 1,68 1,62 360,92 0,042 5,372

12. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88 0,8 7 32-33 2,25 1,54 430,79 0,035 4,671 13. Asetonitril:air = 1:99 + amonia 10% 1 L/mL 10,16 0,5 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 14. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10% 1 L/mL 10,11 0,5 8 32-33 1,5 24,9 7906,47 0,002 9,119 15. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10% 1 L/mL 10,11 1 8 32-33 1,8 6,17 1105,32 0,014 4,911 16. Asetonitril:air = 2:98 + amonia 10% 2 L/mL 10,11 1 8 32-33 2,17 5,53 975,96 0,015 5,304

17. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10% 2 L/mL 10,07 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

18. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10% 1 L/mL 9,98 0,5 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 19. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% 1 L/mL 9,76 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 20. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% 1 L/mL 9,76 0,5 8 32-33 1,25 6,125 6254,44 0,002 4,834 Keterangan:

a

Suhu 32-33 ºC merupakan suhu lingkungan. Pada saat oven tidak dinyalakan, pengukuran dianggap dilakukan pada suhu tersebut

b

Gambar 19. Kromatogram a) pelarut, tR = 2,147 menit dan b) baku PPD pada fase gerak asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% 1 L/mL pH 8, laju alir = 0,5 mL/menit, suhu lingkungan, tR = 4,834 menit serta c) baku PPD pada fase gerak dapar fosfat pH 7, laju alir

= 1 mL/menit, suhu oven 36 ºC, tR = 3,748 menit dengan kolom C18

Penggunaan fase gerak pada pH di bawah 8 juga menghasilkan puncak yang buruk. Hal ini dapat terjadi karena pada pH tersebut, PPD masih berbentuk ion (Gambar 17) dilihat dari nilai pKa yang dekat dengan pH yang digunakan. Baku PPD yang sebagian besar berbentuk ion akan tidak teretensi pada kolom dan lebih larut dalam fase gerak yang lebih polar, mengakibatkan

b)

c)

a)

pemisahan tidak optimal. Pada pH di bawah 8, PPD yang terion akan bersifat lebih ‘polar’ dibandingkan pada pH 8, sehingga nilai k dan tR seharusnya akan lebih kecil. Namun, puncak yang dihasilkan dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 5 mempunyai tR yang lebih besar dibandingkan dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8 meskipun, laju alir pada pH 5 lebih cepat dibandingkan pada pH 8. Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh adanya pengaruh amonia yang dapat menutup (capping) gugus silanol, sehingga PPD yang terikat lebih sedikit dan keluar kolom lebih cepat. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab yang lebih spesifik.

Pengaruh laju alir dapat dilihat pada puncak yang dihasilkan fase gerak dengan indeks polaritas 9,76; yaitu asetonitril:air = 10: 90 pH 8 pada suhu lingkungan dengan laju alir 0,5 dan 1 mL/menit. Puncak yang paling efisien dan memenuhi parameter optimasi adalah puncak yang dihasilkan pada fase gerak dengan laju alir 0,5 mL/menit, sehingga laju alir yang optimal untuk mendapatkan nilai N sebesar mungkin dan HETP sekecil mungkin adalah 0,5 mL/menit. Hal ini dapat terjadi karena pada laju alir 1 mL/menit, pengaruh transfer massa terlalu besar dan mengakibatkan puncak yang dihasilkan tidak efisien dan tidak terpisah dengan baik.

Puncak PPD yang dihasilkan dengan fase gerak air 100%, dapar fosfat 0,15 M pada suhu oven 40 ºC, serta metanol:air tidak terpisah dengan puncak pelarut. Puncak yang tidak memisah dapat disebabkan oleh fase gerak yang terlalu kuat, sementara interaksi PPD dengan fase diam lemah. Puncak PPD yang dihasilkan dengan fase gerak dapar fosfat 0,15 M pada suhu oven 36 ºC

dapat terpisah dengan puncak pelarut, tetapi puncak tersebut tailing. Puncak yang tailing dapat disebabkan oleh fase gerak yang terlalu lemah, sementara interaksi dengan fase diam kuat.

Fase gerak dapar fosfat 0,15 M pada laju alir yang sama dan pH yang sama, tetapi pada suhu oven yang berbeda, menghasilkan puncak yang berbeda pula. Pada suhu 36 ºC, puncak baku PPD terpisah dengan pelarut walaupun nilai TF tidak memenuhi parameter, sedangkan pada suhu 40 ºC, puncak baku PPD yang dihasilkan lebih buruk karena tidak memisah. Hal ini menunjukkan bahwa suhu oven yang lebih tinggi dapat menyebabkan penurunan faktor retensi, sehingga resolusi juga turun dan pemisahan menjadi tidak baik.

Pada Tabel VII, terlihat bahwa profil puncak yang paling baik didapatkan pada fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8 laju alir 0,5 mL/menit pada suhu lingkungan dan telah memenuhi semua parameter optimasi, yaitu TF < 2, Rs ≥

1,5, N > 2000, HETP yang kecil, serta tR < 10 menit, yaitu 4,834 menit. Puncak yang dihasilkan fase gerak asetonitril:air = 2:98 pH 8 laju alir 0,5 mL/menit pada suhu lingkungan sebenarnya lebih baik bila dibandingkan nilai N dan HETP-nya, tetapi fase gerak ini menghasilkan puncak PPD dalam waktu retensi jauh lebih lama, yaitu 9,119 menit. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi asetonitril yang lebih sedikit, sehingga kekuatan elusi fase gerak ini lebih kecil. Kekuatan elusi yang lebih kecil akan membuat analit teretensi lebih lama pada fase diam dan faktor retensi yang dihasilkan lebih besar. Selain itu, polaritas fase gerak ini juga lebih besar, sehingga PPD yang berbentuk molekul

pada pH 8 akan lebih mudah berinteraksi dengan fase diam yang lebih nonpolar.

Puncak-puncak yang dihasilkan tidak dapat berbentuk simetris sempurna (TF = 1) dapat diakibatkan oleh adanya gugus silanol yang menyebabkan terjadinya tailing untuk analit yang bersifat basa (Hendayana, 2006) sementara PPD adalah analit yang bersifat basa (mempunyai dua gugus –NH3). Fase diam yang dibuat dari silika termodifikasi rantai hidrokarbon (C18, C8, dan C2) tetap dapat beresiko memberikan puncak yang tailing karena tidak dapat dipastikan bahwa semua gugus silanol telah diikat oleh rantai hidrokarbon. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan kolom yang lebih baik yaitu fase diam yang telah di-encapped gugus silanolnya (Gandjar dan Rohman, 2007).

2) Fase diam C8

Kolom C8 merupakan pilihan alternatif sebagai pengganti kolom C18 jika diperlukan pemisahan analit yang relatif hidrofobik. Bila kolom C18 terdiri dari 18 gugus karbon yang terikat pada gugus silanol, maka C8 mempunyai gugus karbon yang lebih pendek, yaitu 8 gugus. Semakin banyak gugus karbon, semakin nonpolar fase diam tersebut, sehingga dapat dikatakan fase diam C8 lebih polar dibanding kolom C18. Rantai hidrokarbon yang lebih pendek pada fase diam ini membuatnya memiliki selektivitas lebih baik dibandingkan kolom C18 karena terbatas pada analit dengan kepolaran sedang hingga tinggi. Pemisahan menggunakan fase diam C8 juga dikatakan sebagai sistem KCKT fase terbalik (Hansen et al., 2012).

Gambar 20. Molekul fase diam C8 (Hansen et al., 2012)

Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD dapat dilihat pada Tabel VIII. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT tersebut.

Pengaruh suhu dapat dilihat dari puncak yang dihasilkan oleh metanol:air = 1:99 pH 7, laju alir 0,5 mL/menit pada suhu oven 36 ºC dan 40 ºC. Suhu yang lebih tinggi menghasilkan puncak yang sedikit lebih buruk dan lebih tidak efisien bila dilihat dari hasil perhitungan parameter optimasinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan suhu oven kolom belum tentu dapat meningkatkan nilai N dan HETP.

Fase gerak pH 8 menghasilkan puncak yang buruk pada penggunaan dengan fase diam ini. Nilai pH yang menghasilkan puncak yang lebih baik adalah pH 7, sedangkan pada fase diam C18, pH 8 merupakan pH fase gerak yang paling baik. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan kepolaran fase diam C8 dan C18. Fase diam C8 yang lebih nonpolar masih dapat meretensi PPD walaupun sebagian berbentuk ion pada pH 7.

Penggunaan fase gerak air 100% dan metanol:air menghasilkan puncak yang tidak memisah. Puncak yang tidak memisah dapat disebabkan oleh fase gerak yang terlalu kuat, sementara interaksi PPD dengan fase diam lemah. Puncak PPD yang dihasilkan dengan fase gerak asetonitril:metanol:air tidak

memenuhi parameter optimasi dan kandungan metanol dapat menyebabkan baku PPD mengalami oksidasi lebih cepat.

Kombinasi fase gerak yang paling memenuhi syarat untuk keempat parameter adalah metanol:air = 1:99 pH 7 pada suhu oven 36 ºC dan laju alir 0,5 mL/menit. Namun, fase gerak ini tidak dipilih sebab PPD lebih cepat teroksidasi karena adanya metanol. Hal tersebut terlihat dari perubahan puncak-puncak yang dihasilkan yang semakin lama semakin tailing. Namun, selain fase gerak tersebut, tidak ada lagi fase gerak lain yang dapat menghasilkan puncak yang lebih baik karena semuanya tidak memenuhi parameter optimasi.

Pengaruh laju alir tidak terlalu besar dengan fase diam ini karena sama-sama menghasilkan puncak yang buruk walaupun laju alir telah diubah-ubah. Berdasarkan hasil yang didapatkan, disimpulkan bahwa tidak ada kombinasi fase gerak yang cocok digunakan untuk fase diam C8.

Tabel VIII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C8

No. Komposisi fase gerak Polaritas Laju alir

(mL/menit) pH

Suhu

oven (ºC) TF Rs N HETP tR (menit) 1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,6 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 2. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,6 7 38 N/A N/A N/A N/A N/A 3. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

4. Air = 100 10,2 0,9 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

5. CH3COOH 0,05 M = 100 + amonia 10% 10,2 0,8 5,9 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 6. CH3COOH 0,05 M = 100 + amonia 10% 10,2 0,8 5,9 48 N/A N/A N/A N/A N/A 7. CH3COOH 0,05 M = 100 + amonia 10% 10,2 0,8 7 48 N/A N/A N/A N/A N/A 8. Metanol:air = 0,5:99,5 + dapar fosfat 0,15 M 10,18 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 9. Metanol:air = 1:99 + dapar fosfat 0,15 M 10,15 0,5 7 36 1,3 2 2179,22 0,011 5,930 10. Metanol:air = 1:99 + dapar fosfat 0,15 M 10,15 0,5 7 40 1,43 1,96 1984,93 0,013 5,911 11. Metanol:air = 1:99 + dapar fosfat 0,15 M 10,15 0,8 7 32-33 1,65 1,82 1778,38 0,014 3,598 12. Metanol:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,95 0,6 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 13. Metanol:air = 10:90 9,69 0,9 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 14. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 15. Asetonitril:air = 10:90 9,76 0,9 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 16. Asetonitril:air = 20:80 + dapar fosfat 0,15 M 9,32 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 17. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 18. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10% 1 L/mL 10,07 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 19. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10% 1,5 L/mL 10,07 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 20. Asetonitril:air = 3:97 + amonia 10% 2 L/mL 10,07 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 21. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10% 1 L/mL 9,98 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 22. Asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% 1 L/mL 9,76 1 8 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 23. Asetonitril:metanol:air = 1:0,5:98,5 + dapar fosfat 0,15 M 10,13 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 24. Asetonitril:metanol:air = 1:1:98 + dapar fosfat 0,15 M 10,11 0,8 7 32-33 1,25 1,71 1775,07 0,014 3,495 25. Asetonitril:metanol:air = 2:1:97 + dapar fosfat 0,15 M 10,06 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 26. Asetonitril:metanol:air = 4:1:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,97 0,8 7 32-33 1,63 1,3 2216 0,011 3,574 27. Asetonitril:metanol:air = 5:0,5:94,5 + dapar fosfat 0,15 M 9,95 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 28. Asetonitril:metanol:air = 5:5:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,73 0,8 7 32-33 2 0,67 3745,04 0,007 3,674

Fase gerak asam asetat 0,05 M 100% + amonia 10% pH 5,9 pada suhu oven 48 ºC digunakan berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan (Vincent et al., 2002). Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan metode analisis secara KCKT fase terbalik yang valid pada produk pewarna rambut jenis oksidatif, termasuk PPD. Fase gerak tersebut digunakan bersama fase diam C8 dan didapatkan hasil puncak yang memenuhi parameter validasi. Namun, ternyata penggunaan fase gerak tersebut pada penelitian ini tidak menghasilkan puncak yang baik, meskipun pH dan suhu oven diubah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi lain yang digunakan tidak sesuai dengan penelitian tersebut, sehingga hasil yang didapatkan juga berbeda. Gambar 21 menunjukkan contoh kromatogram yang didapatkan.

Gambar 21. Kromatogram baku PPD dengan fase diam C8 dan a) fase gerak asetonitril:metanol:air = 5:5:90 pH 7, laju alir = 0,8 mL/menit, suhu lingkungan, tR = 3,674 menit dan b) fase gerak asetonitril:metanol:air = 1:1:98 pH 7, laju alir = 0,8 mL/menit, suhu

lingkungan, tR = 3,495 menit

a)

3) Fase diam C2

Kolom C2 merupakan jenis kolom silika gel termodifikasi lainnya dan mempunyai gugus karbon yang lebih pendek lagi, yaitu dua gugus, sehingga bersifat lebih polar dibanding C8 maupun C18. Kolom C2 dapat pula menjadi alternatif kolom C18 di samping kolom C8. Rantai hidrokarbon yang lebih pendek tidak menjamin waktu retensi analit yang lebih cepat karena banyaknya rantai karbon yang terikat pada permukaan silika gel mungkin lebih banyak daripada fase diam dengan rantai karbon lebih panjang sehingga memungkinkan analit teretensi lebih lama (Watson, 2012).

Gambar 22. Molekul fase diam C2 (Hansen et al., 2012)

Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD dapat dilihat pada Tabel IX. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT tersebut. Hasil perhitungan parameter optimasi puncak PPD yang terlihat di Tabel IX menunjukkan bahwa sistem KCKT yang paling optimal dengan fase diam C2 adalah dengan fase gerak asetonitril:air = 70:30 pH 7 pada suhu oven 34 ºC dan laju alir 0,8 mL/menit. Puncak yang dihasilkan dengan fase gerak dan laju alir yang sama, tetapi pada suhu oven 36 ºC dan ternyata lebih buruk karena lebih tidak efisien. Namun, bila dilihat puncak yang dihasilkan fase gerak asetonitril:air = 30:70 pH 7 dengan laju alir 0,8 mL/menit, profil puncak yang lebih baik justru ditunjukkan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu 40 ºC.

Tabel IX. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam C2

No. Komposisi fase gerak Polaritas Laju alir

(mL/menit) pH

Suhu

oven (ºC) TF Rs N HETP

tR (menit)

1. Air = 100 + dapar fosfat 0,15 M 10,2 1 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

2. Metanol = 100 5,1 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

3. Asetonitril = 100 5,8 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

4. Metanol:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,95 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

5. Metanol:air = 10:90 9,69 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

6. Metanol:air = 10:90 9,69 1 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

7. Metanol:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,69 1 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

8. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 32-33 2,42 1,73 604,34 0,041 9,521 9. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 34 2,71 4,15 1794,96 0,014 15,108 10. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 40 2,14 5,22 2195,9 0,011 9,170 11. Asetonitril:air = 5:95 + dapar fosfat 0,15 M 9,98 0,8 7 45 2,35 4,86 2096,78 0,012 8,965 12. Asetonitril:air = 5:95 + amonia 10% 9,98 0,8 8,4 40 2,79 3,19 1176,29 0,021 8,518 13. Asetonitril:air = 10:90 + dapar fosfat 0,15 M 9,76 0,8 7 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A 14. Asetonitril:air = 15:85 + dapar fosfat 0,15 M 9,54 0,8 7 40 2,75 2,48 2042,27 0,012 6,363 15. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88 0,8 7 34 2,1 2,61 701,16 0,036 6,042 16. Asetonitril:air = 30:70 + dapar fosfat 0,15 M 8,88 0,8 7 40 1,9 2,67 4138,99 0,006 5,753 17. Asetonitril:air = 70:30 + dapar fosfat 0,15 M 7,12 0,8 7 34 1,71 2,38 2179,22 0,011 4,980 18. Asetonitril:air = 70:30 + dapar fosfat 0,15 M 7,12 0,8 7 36 1,83 2,25 1302,52 0,019 4,805

Gambar 23. Kromatogram baku PPD dengan fase diam C2 dan a) fase gerak asetonitril:air = 5:95 pH 7, laju alir = 0,8 ml/menit, suhu oven kolom 34 ºC, tR = 15,108 menit dan b) fase gerak asetonitril:air = 70:30 pH 7, laju alir = 0,8 mL/menit, suhu oven kolom 34 ºC, tR =

4,980 menit

Begitu pula pada fase gerak asetonitril = 5:95 pH 7,4 dengan laju alir 0,8 mL/menit, puncak yang paling baik ditunjukkan pada penggunaan suhu oven 40 ºC tetapi peningkatan suhu hingga 45 ºC menghasilkan puncak yang lebih buruk. Hal ini terjadi karena pada suhu yang semakin tinggi, baku PPD semakin mudah teroksidasi yang dibuktikan dari puncak yang semakin lama semakin tidak konstan. Fenomena ini terjadi pula pada puncak yang dihasilkan oleh suhu oven 40 ºC yang semakin lama semakin buruk.

Penggunaan fase gerak yang mengandung metanol pada fase diam ini menghasilkan puncak yang buruk karena perbedaan polaritas antara metanol dan C2 tidak besar, sehingga analit sulit teretensi maupun mencapai

b)

a)

kesetimbangan antara fase gerak dan fase diam. Contoh kromatogram yang didapatkan dengan fase diam ini ditampilkan pada Gambar 23.

Pemisahan PPD pada sistem KCKT fase terbalik yang paling baik ditunjukkan oleh kolom C18 dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8, laju alir 0,5 mL/menit pada suhu lingkungan.

b. Sistem KCKT fase normal. Pada sistem KCKT fase normal, fase diam (kolom) yang digunakan bersifat lebih polar dibandingkan fase gerak. Pada penelitian ini, kolom yang digunakan dalam KCKT fase normal adalah diol dan poliol silika. Kolom diol lebih nonpolar dibandingkan dengan kolom poliol silika. Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase diam pada sistem KCKT ini adalah interaksi hidrogen antara gugus polar PPD (-NH2) dengan gugus polar fase diam (-OH). Mekanisme interaksi antara PPD dengan fase gerak pada sistem KCKT ini adalah interaksi dipolar (dengan ACN) dan hidrogen (dengan air).

1) Fase diam diol

Penggunaan fase diam diol biasanya untuk pemisahan analit polar serta untuk pemisahan protein pada sistem kromatografi eksklusi ukuran. Analit yang diinjeksikan akan berinteraksi dengan ikatan hidrogen pada gugus hidroksi fase diam (Watson, 2012). Nilai log P molekul PPD adalah -0,25 (National Center for Biotechnology Information, 2015), sehingga merupakan analit yang polar.

Walaupun kolom diol lebih baik digunakan untuk pemisahan analit seperti steroid, tetrasiklin, asam organik dan biopolimer yang dapat berikatan hidrogen (Meyer, 2004), peneliti mencoba menggunakan fase diam ini untuk

memisahkan PPD karena PPD juga memiliki gugus polar –NH2 sehingga diharapkan PPD dapat berinteraksi hidrogen dengan diol dan menghasilkan puncak yang terpisah dengan baik.

Gambar 24. Molekul fase diam diol (Hansen et al., 2012)

Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dan hasil perhitungan nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD dapat dilihat pada Tabel X. Parameter optimasi yang telah ditentukan, yaitu TF, Rs, N, dan HETP dihitung untuk masing-masing kondisi KCKT tersebut.

Pada Tabel X, terlihat bahwa pemisahan menggunakan semua fase gerak tidak menghasilkan puncak yang baik karena terdapat puncak yang tidak memisah, tidak terdeteksi, dan tailing. Hal tersebut dapat disebabkan karena fase diam diol menahan PPD dengan kuat, sehingga fase gerak tidak cukup kuat untuk mengelusinya dengan baik. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa fase diam ini tidak cocok digunakan untuk pemisahan PPD.

Tabel X. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap kondisi sistem KCKT dengan fase diam diol

No. Komposisi fase gerak Polaritas Laju alir

(mL/menit) pH

Suhu

oven (ºC) TF Rs N HETP

tR (menit)

1. Asetonitril = 100 5,8 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

2. Asetonitril:air = 90:10 6,24 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

3. Asetonitril:air = 92:8 6,15 1 5 32-33 3,14 2,17 99,37 0,25 7,051

4. Asetonitril:air = 94:6 6,06 1 5 32-33 3,06 3,05 135,6 0,184 12,965

5. Asetonitril:air = 96:4 5,98 0,8 5 32-33 3,06 2,62 97,73 0,256 8,237

6. Asetonitril:air = 96:4 5,98 1 5 32-33 2,41 3 111,1 0,225 14,333

7. Asetonitril:air = 96:4 5,98 1 5 40 2,54 2,63 101,76 0,25 12,553

8. Asetonitril:air = 97:3 5,93 0,5 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

9. Asetonitril:air = 97:3 5,93 1 5 32-33 2,58 3,76 140,72 0,178 17,635

10. Asetonitril:air = 99:1 5,84 0,8 5 40 N/A N/A N/A N/A N/A

11. Asetonitril:air = 99:1 5,84 1 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

12. Asetonitril:air = 96:4 + HCOOH 1 L/mL 5,98 0,7 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

13. Asetonitril:air = 96:4 + CH3COOH 2 L/mL 5,98 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

14. Asetonitril:air = 96:4 + CH3COOH 1 L/mL 5,98 1 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

15. Asetonitril:air = 98:2 + CH3COOH 1 L/mL 5,89 0,8 5 32-33 3,07 2,58 225,83 0,111 18,548 16. Asetonitril:air = 98:2 + CH3COOH 2 L/mL 5,89 0,8 5 32-33 N/A N/A N/A N/A N/A

Contoh kromatogram ditampilkan pada berikut.

Gambar 25. Kromatogram baku PPD dengan fase diam diol dan a) fase gerak asetonitril:air = 96:4 pH 5, laju alir 1 mL/menit, suhu lingkungan, tR = 14,333 menit dan b) fase gerak

asetonitril:air = 92:8 pH 5, laju alir 1 mL/menit, suhu lingkungan, tR = 18,548 menit

2) Fase diam poliol silika

Kolom poliol silika merupakan kolom paling polar dibandingkan semua kolom yang digunakan pada penelitian ini. Penggunaan kolom ini membuat sistem KCKT menjadi fase normal. Kolom poliol silika biasanya digunakan dalam kromatografi eksklusi ukuran untuk memisahkan protein (ed., Aboul-Enein, 1999) seperti fase diam diol dan dalam kromatografi interaksi hidrofobik (ed., Horváth, 1988).

a)

Tabel XI. Kombinasi fase gerak, laju alir, dan suhu oven kolom yang digunakan bersama kolom poliol silika

No. Komposisi fase gerak Polaritas Laju alir (mL/menit) pH

Suhu oven (ºC)

1. Asetonitril = 100 5,8 1 5 32-33

2. Asetonitril:air = 90:10 + dapar fosfat 0,15 M 6,24 0,5 7 32-33 3. Asetonitril:air = 90:10 + dapar fosfat 0,15 M 6,24 0,8 7 32-33

Gambar 26. Kromatogram a) pelarut, tR = 4,756 menit dan b) baku PPD tidak terdeteksi dengan fase diam poliol silika dan fase gerak asetonitril = 100 pH 5, laju alir =1 mL/menit,

suhu lingkungan

Komposisi fase gerak, laju alir, suhu oven kolom yang digunakan dengan fase diam ini dapat dilihat pada Tabel XI. Contoh kromatogram ditampilkan pada Gambar 26. Pada kedua kromatogram tersebut, terlihat bahwa ketika diinjeksikan pelarut atau baku PPD ternyata dihasilkan satu puncak pada tR yang sama. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa puncak baku PPD tidak terdeteksi atau tidak terpisah dengan puncak pelarut, sehingga parameter

a)

optimasi tidak dapat dihitung. Hal ini membuat peneliti menghentikan penggunaan fase diam ini sebab terbukti tidak dapat digunakan dalam pemisahan PPD.

Pemisahan PPD menggunakan sistem KCKT fase normal disimpulkan tidak dapat memberikan hasil yang baik karena tidak ada puncak yang terpisah.

Tabel XII. Nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD terbaik pada setiap fase diam

Dokumen terkait