• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi penetapan kadar p-Phenylenediamine (PPD) dan uji kesesuaian sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi penetapan kadar p-Phenylenediamine (PPD) dan uji kesesuaian sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

p-Phenylenediamine (PPD) merupakan senyawa pewarna yang terkandung dalam pewarna rambut oksidatif. Kadar PPD yang diperbolehkan maksimum sebesar 6% (60 mg/g sampel) karena dapat mengiritasi kulit. Meskipun demikian, banyak pewarna rambut yang tidak mencantumkan kadar PPD pada kemasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH dan polaritas sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang sesuai untuk penetapan kadar PPD serta mendapatkan sistem KCKT dan metode penetapan kadar PPD yang dapat memberikan hasil yang valid.

Instrumen KCKT yang digunakan terdiri dari detektor UV pada λ 254 nm dan sistem elusi isokratik dengan jenis kolom, fase gerak, laju alir, dan suhu oven yang diubah hingga didapatkan pemisahan PPD yang optimal. Parameter optimasi yang diacu adalah nilai resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), tinggi lempeng (HETP), dan waktu retensi (tR). Uji kesesuaian sistem KCKT yang telah dioptimasi untuk penetapan kadar PPD mengacu pada parameter presisi (keterulangan dan presisi antara), linearitas, dan sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem KCKT yang optimal untuk pengukuran PPD adalah kolom C18 dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% hingga pH 8, pada suhu lingkungan, dan laju alir 0,5 mL/menit. Sistem KCKT optimal tersebut memenuhi parameter validitas setelah dilakukan uji kesesuaian sistem, sehingga disimpulkan dapat digunakan sebagai metode penetapan kadar PPD.

(2)

ABSTRACT

p-Phenylenediamine (PPD) is the colorant contained in oxidative hair dyes with allowed maximum concentration of 6% (60 mg/g sample) because it is irritative to skin. Despite of that, majority of hair dyes don’t provide information about the amount of PPD on its packaging. The aims of this study are to determine the pH and polarity of high performance liquid chromatography (HPLC) system appropriate for determination of PPD and to obtain the HPLC condition and method which can give valid results.

The HPLC instrument equipped with UV detector at 254 nm and isocratic elution while using variation of column, mobile phase, flow rate, and oven temperature to acquire optimum separation of PPD. The parameters are resolution (Rs), tailing factor (TF), plate number (N), plate height (HETP), and retention time (tR). System suitability test was performed on optimum HPLC condition with the parameters of precision (repeatability and intermediate precision), linearity, and sensitivity.

The results show the optimum HPLC condition for PPD determination are C18 column; acetonitrile:water = 10:90 adjusted to pH of 8 with a 10% ammonia solution, as the mobile phase; ambient temperature; and 0,5 mL/min of flow rate. The HPLC system mentioned will be able to give reliable results as it passed all parameters on system suitability test hence, can be used as a technique to determine PPD.

(3)

ii

OPTIMASI PENETAPAN KADAR P-PHENYLENEDIAMINE (PPD) DAN UJI KESESUAIAN SISTEM KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Verni Emelia

NIM : 118114033

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

I’m so glad to be born,

I’m so lucky to be the daughter of my loving mom and dad,

I’m so excited to grow among my sisters and brother,

I’m so joyous to be a part of society,

I’m so contented to be a companion of my friends,

I’m so delighted to be considered a rival or even an enemy,

I’m so thankful to be able to learn precious lessons from people who come and go,

I’m so grateful as a student of my teachers,

I’m so pleased that I have studied at my alma mater,

I’m so honored to live in my lovely hometown and country,

I’m so happy to be who I am today.

This work is dedicated to all of the above mentioned parties,

for who I am today was magnificently sculptured by them yesterday,

(7)
(8)
(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Optimasi Penetapan Kadar p-Phenylenediamine (PPD) dan Uji Kesesuaian Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu

Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak baik secara moril

maupun materiil selama proses penyusunan skripsi ini, maka dalam kesempatan

ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen pembimbing, atas segala

bimbingan, masukan, penghiburan, dan motivasi kepada penulis

2. Bapak Sanjayadi, M.Si., selaku ‘pembimbing tanpa tanda jasa’, atas segala

bimbingan, masukan, penghiburan, cerita, suka duka, dan motivasi kepada

penulis

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

4. Bapak Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji skripsi atas motivasi,

bantuan, kritik, dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi

5. Bapak F. Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku dosen penguji skripsi atas

bantuan, kritik, dan masukkan kepada penulis selama penyusunan skripsi

6. Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia atas Program Beasiswa

(10)

viii

7. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku kepala laboratorium yang telah

memberikan izin untuk penggunaan laboratorium di lingkungan Fakultas

Farmasi

8. Pak Bimo, Pak Bima, Pak Parlan, Pak Kun, Pak Mus, selaku laboran di

lingkungan laboratorium Fakultas Farmasi yang turut memberikan bantuan

selama penggunaan laboratorium untuk penelitian skripsi ini

9. Segenap dosen dan karyawan yang telah memberikan segala pengajaran dan

ilmu kepada penulis selama masa studi di Fakultas Farmasi

10. Orang tua penulis atas motivasi, doa, pengertian, serta cinta yang tak

terhingga diberikan kepada penulis

11. Tim PPDers, Rita, Canly, Shiro, selaku sahabat, partners in crime, serta

teman seperjuangan skripsi, atas segala masukan, motivasi, suka duka,

keceriaan, kegilaan, ejekan, cerita, keluh kesah, dan cinta yang dibagikan dan

diberikan kepada penulis

12. Sahabat yang jauh di mata dekat di hati, Vero dan Margaret, atas motivasi,

doa, kebersamaan, suka duka, cinta, serta cerita yang diberikan dan dilalui

bersama penulis sejak dulu hingga sekarang

13. Sahabat yang dekat di mata apalagi di hati, Ester, Sisca, Ingrid, Uci, Greta,

dan Evi, atas motivasi, cerita, suka duka, dinamika, serta makanan yang

dibagikan kepada penulis

14. Tim golongan umur dewasa, Henra, Tia, Dea, atas canda tawa, motivasi,

cerita faktual maupun fiktif, serta ilmu pendewasaan diri yang telah dibagikan

(11)

ix

15. Tim analisis, Eva, Yolana, Me Li, Miko, Kiki, Devi, Lika, Yolanda, Adit,

selaku teman-teman seperjuangan skripsi bidang analisis di bawah bimbingan

Bu Nunuk dan Pak Sanjaya

16. Teman-teman angkatan 2011 Prodi S1 Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang

menjalani masa studi bersama-sama dengan penulis dan berperan dalam

pembentukan pribadi penulis yang lebih baik

17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan secara

langsung maupun tidak langsung yang diberikan kepada penulis dalam

penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,

sehingga segala bentuk masukan, kritik, dan saran yang membangun sangat

diharapkan. Terlepas dari segala ketidaksempurnaan, penulis berharap skripsi ini

dapat memberikan manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di

lingkungan masyarakat dan negara Republik Indonesia

.

Yogyakarta, 5 Juni 2015

(12)
(13)

xi

C. Kromatografi……….

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)………..

E. Optimasi……….

F. Pengaruh Laju Alir Terhadap Efisiensi Pemisahan………...

G. Uji Kesesuaian Sistem………...

2. Optimasi jenis fase diam, fase gerak, suhu oven, dan laju alir KCKT..

(14)

xii

A. Pembuatan seri larutan baku PPD……….

B. Optimasi Jenis Fase Diam, Fase Gerak, Suhu Oven, dan Laju Alir

KCKT………

1. Optimasi polaritas fase diam dalam analisis PPD dengan KCKT…….

2. Optimasi pH dan polaritas fase gerak dalam analisis PPD dengan

KCKT………

3. Optimasi laju alir fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT…….

4. Optimasi suhu oven dalam analisis PPD dengan KCKT………...

5. Hasil optimasi sistem KCKT untuk analisis PPD……….

(15)

ixiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kolom dengan berbagai fase diam yang dipakai dalam

penelitian ini………

Tabel II. Kondisi sistem KCKT yang diubah-ubah dalam optimasi……..

Tabel III. Batas % CV parameter presisi (keterulangan) yang dapat

diterima menurut standar AOAC………

Tabel IV. Batas nilai r yang harus dilampaui dan hubungannya dengan

banyaknya penetapan kadar (n)………..

Tabel V. Deret eluotropik dan nilai UV cut-off pelarut KCKT………….

Tabel VI. Viskositas kombinasi fase gerak metanol:air (baris atas) dan

asetonitril:air (baris bawah) pada suhu tertentu (B = komposisi

organik)………...

Tabel VII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam C18……….

Tabel VIII. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam C8………..………….

Tabel IX. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam C2………...

Tabel X. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR puncak baku PPD setiap

kondisi sistem KCKT dengan fase diam diol………..

(16)

xiv

Tabel XII. Nilai TF, Rs, N, dan HETP puncak baku PPD terbaik pada

setiap fase diam………...

Tabel XIII. Persen CV nilai tR dan AUC baku PPD……….

Tabel XIV. Data persamaan regresi linier baku PPD……… 59

60

(17)

ixv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses oksidasi molekul PPD (I) menjadi p-benzoquinone

diimine (III), p-benzoquinone monoimine (V), benzoquinone

(VI), dan Bandrowski’s base (II)………..

Gambar 2. Skema instrumentasi KCKT……….

Gambar 3. Hubungan tR, t0, dan k……….

Gambar 4. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap k………...

Gambar 5. Nilai Rs dan hubungannya dengan pemisahan terhadap

puncak lain………

Gambar 6. Perhitungan nilai Rs puncak kromatogram………...

Gambar 7. Bentuk puncak yang mungkin muncul dalam pemisahan

dengan KCKT………...

Gambar 8. Perhitungan nilai TF suatu puncak kromatogram……….

Gambar 9. Nilai TF dan hubungannya dengan bentuk puncak dan

pemisahan dengan puncak lain……….

Gambar 10. Perhitungan nilai N suatu puncak kromatogram………...

Gambar 11. Difusi Eddy pada kolom KCKT………...

Gambar 12. Difusi longitudinal pada kolom KCKT……….

Gambar 13. Ilustrasi transfer massa pada kolom KCKT………..

Gambar 14. Pengaruh laju alir terhadap efisiensi pemisahan………...

Gambar 15. Pengaruh komposisi asetonitril, metanol, dan tetrahidrofuran

(18)

xvi

Gambar 16. Segitiga selektivitas fase gerak KCKT……….

Gambar 17. Distribusi bentuk molekul PPD dalam berbagai pH………….

Gambar 18. Susunan molekul fase diam C18………...

Gambar 19. Kromatogram dengan kolom C18……….

Gambar 20. Molekul fase diam C8………...

Gambar 21. Kromatogram baku PPD dengan fase diam C8………

Gambar 22. Molekul fase diam C2………...

Gambar 23. Kromatogram baku PPD dengan C2……….

Gambar 24. Molekul fase diam diol……….

Gambar 25. Kromatogram baku PPD dengan kolom diol………...………

Gambar 26. Kromatogram dengan fase diam poliol silika………...

Gambar 27. Plot kumulatif AUC terhadap jumlah baku PPD (ng)………..

Gambar 28. Perbedaan profil linieritas antara kisaran massa baku PPD

(19)

ixvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) Baku PPD I...………

Lampiran 2. Certificate of Analysis (CoA) Baku PPD II...………...

Lampiran 3. Perhitungan student’s t-test slope persamaan garis kisaran

massa baku PPD 20-80 ng dan 80-200 ng………

Lampiran 4. Perhitungan LOD……...………...

Lampiran 5. Contoh perhitungan polaritas fase gerak………...

Lampiran 6. Perhitungan ANOVA satu arah untuk slope kurva baku...…... 71

71

72

72

73

(20)

ixviii

INTISARI

p-Phenylenediamine (PPD) merupakan senyawa pewarna yang terkandung dalam pewarna rambut oksidatif. Kadar PPD yang diperbolehkan maksimum sebesar 6% (60 mg/g sampel) karena dapat mengiritasi kulit. Meskipun demikian, banyak pewarna rambut yang tidak mencantumkan kadar PPD pada kemasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH dan polaritas sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang sesuai untuk penetapan kadar PPD serta mendapatkan sistem KCKT dan metode penetapan kadar PPD yang dapat memberikan hasil yang valid.

Instrumen KCKT yang digunakan terdiri dari detektor UV pada λ 254 nm dan sistem elusi isokratik dengan jenis kolom, fase gerak, laju alir, dan suhu oven yang diubah hingga didapatkan pemisahan PPD yang optimal. Parameter optimasi yang diacu adalah nilai resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), tinggi lempeng (HETP), dan waktu retensi (tR). Uji kesesuaian sistem KCKT yang telah dioptimasi untuk penetapan kadar PPD mengacu pada parameter presisi (keterulangan dan presisi antara), linearitas, dan sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem KCKT yang optimal untuk pengukuran PPD adalah kolom C18 dengan fase gerak asetonitril:air = 10:90 + amonia 10% hingga pH 8, pada suhu lingkungan, dan laju alir 0,5 mL/menit. Sistem KCKT optimal tersebut memenuhi parameter validitas setelah dilakukan uji kesesuaian sistem, sehingga disimpulkan dapat digunakan sebagai metode penetapan kadar PPD.

(21)

xix ABSTRACT

p-Phenylenediamine (PPD) is the colorant contained in oxidative hair dyes with allowed maximum concentration of 6% (60 mg/g sample) because it is irritative to skin. Despite of that, majority of hair dyes don’t provide information about the amount of PPD on its packaging. The aims of this study are to determine the pH and polarity of high performance liquid chromatography (HPLC) system appropriate for determination of PPD and to obtain the HPLC condition and method which can give valid results.

The HPLC instrument equipped with UV detector at 254 nm and isocratic elution while using variation of column, mobile phase, flow rate, and oven temperature to acquire optimum separation of PPD. The parameters are resolution (Rs), tailing factor (TF), plate number (N), plate height (HETP), and retention time (tR). System suitability test was performed on optimum HPLC condition with the parameters of precision (repeatability and intermediate precision), linearity, and sensitivity.

The results show the optimum HPLC condition for PPD determination are C18 column; acetonitrile:water = 10:90 adjusted to pH of 8 with a 10% ammonia solution, as the mobile phase; ambient temperature; and 0,5 mL/min of flow rate. The HPLC system mentioned will be able to give reliable results as it passed all parameters on system suitability test hence, can be used as a technique to determine PPD.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat terhadap penampilan

fisiknya, berbagai produk perawatan tubuh dan kosmetik tersedia luas di pasaran,

salah satunya adalah pewarna rambut. Pewarna rambut termasuk produk kosmetik

yang dipakai oleh sebagian besar penduduk di dunia, baik pria maupun wanita,

untuk mendapatkan warna rambut yang menambah percaya diri penggunanya,

misalnya untuk menyamarkan uban ataupun untuk mengikuti perkembangan tren.

Pada tahun 2001, dilaporkan bahwa pasar global untuk pewarna rambut

menghasilkan tujuh miliar dolar Amerika Serikat per tahun dan diperkirakan akan

meningkat 8-10% per tahun hingga lima tahun yang akan datang. Hal ini membuat

pasar pewarna rambut menjadi pasar dengan pertumbuhan paling pesat di industri

produk perawatan rambut (The Economist Newspaper, 2001).

Pewarna rambut adalah sediaan kosmetik yang digunakan dalam tata rias

rambut untuk mewarnai rambut atau untuk mengembalikan warna rambut asalnya

(Dirjen POM, 1985). p-Phenylenediamine (PPD) merupakan salah satu komposisi

utama pewarna rambut jenis oksidasi yang berperan sebagai pemberi warna.

Mayoritas produk pewarna rambut mengandung PPD, terutama yang membuat

warna rambut menjadi hitam. Namun, penggunaan produk pewarna rambut yang

mengandung PPD pada individu yang sensitif akan menyebabkan timbulnya

masalah kulit seperti dermatitis dan alergi (Pardede, Nababan, dan Mahadi, 2008).

(23)

tahun akibat penggunaan pewarna rambut merek ternama yang mengandung PPD.

Reaksi alergi tersebut berujung pada kematian setelah korban mengalami koma

selama 1 tahun (Brooke, 2015).

Kandungan PPD tidak hanya terdapat dalam pewarna rambut biasa,

namun juga dalam pewarna rambut henna. Pewarna rambut henna mengandung

tumbuhan henna (Lawsonia inermis L.) yang telah digunakan sejak lama untuk

mewarnai rambut. Banyak produk pewarna rambut henna yang diklaim alami,

lebih aman dari pewarna rambut sintetis, dan hanya mengandung henna ternyata

juga mengandung PPD. Pewarna rambut henna yang mengandung PPD biasanya

disebut ‘black henna’. Adanya PPD dapat memberikan warna yang lebih tahan

lama dan lebih hitam dibandingkan produk pewarna rambut henna yang tidak

mengandung PPD karena henna hanya dapat memberi warna jingga kecoklatan

atau merah kecoklatan (U.S. Food and Drug Administration, 2015). Penggunaan

PPD dalam produk pewarna rambut henna akan lebih berisiko, sebab banyak

konsumen yang tidak mengetahui adanya kandungan PPD dan percaya bahwa

pewarna rambut henna tersebut sepenuhnya aman dan alami.

Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia (BPOM RI) nomor HK.00.05.42.1018 tentang bahan

kosmetik (2008), kadar maksimum PPD yang diperbolehkan dalam pewarna

rambut adalah sebesar 6%. Namun, seringkali pada produk pewarna rambut tidak

dicantumkan mengenai banyaknya kandungan PPD, sehingga penelitian mengenai

penetapan kadar PPD secara kuantitatif dalam produk pewarna rambut perlu

(24)

Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode

analisis yang digunakan untuk analisis dan pemisahan hampir semua jenis

campuran senyawa kimia, dapat dilakukan oleh banyak laboratorium karena

peralatan dan instrumennya tersedia luas di pasaran, serta memiliki presisi

pengukuran yang sangat baik (Snyder, Kirkland, and Dolan, 2010). Penentuan

kadar PPD lebih baik menggunakan suatu metode pemisahan seperti KCKT

karena sifat PPD yang mudah mengalami oksidasi menjadi berbagai senyawa lain

(Corbett, 1972). Pemisahan PPD akan sangat bergantung pada nilai pH dan

polaritas sistem KCKT karena PPD merupakan senyawa basa lemah yang

memiliki dua nilai pKa, yaitu 6,46 dan 3,04 (ChemAxon, 2014), sehingga dalam

lingkungan pH yang berbeda, distribusi bentuk molekul PPD dan polaritasnya

akan berbeda pula. Kualitas pemisahan PPD menggunakan teknik KCKT dapat

ditingkatkan pula dengan mengatur sistem KCKT pada suhu oven kolom dan laju

alir yang optimal (Snyder et al., 2010).

Penelitian tentang optimasi penetapan kadar PPD melalui pengaturan pH

dan polaritas sistem KCKT dan uji kesesuaian sistem KCKT ini adalah tahap

pertama dalam rangkaian penelitian mengenai PPD dalam sampel pewarna rambut

oksidatif. Hasil penelitian ini akan digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya

yang mencakup optimasi penetapan kadar PPD dan uji kesesuaian sistem KCKT,

validasi metode analisis PPD dalam formulasi pewarna rambut oksidatif,

penentuan kinetika penetrasi PPD dalam pewarna rambut oksidatif pada kulit

(25)

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, maka timbul permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah jenis fase diam, fase gerak, suhu oven kolom, dan laju alir

yang optimal agar didapatkan pH dan polaritas sistem KCKT yang sesuai

pada penetapan kadar PPD, sehingga dapat menghasilkan pemisahan yang

baik?

b. Apakah sistem KCKT yang telah diatur pada pH dan polaritas hasil optimasi

telah dapat memberikan hasil analisis yang valid setelah dilakukan uji

kesesuaian sistem?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran peneliti, penelitian tentang PPD pernah dilakukan

secara KCKT pasangan ion fase terbalik, kolom C16 dengan gugus aktif amida,

fase gerak asetonitril:dapar fosfat pH 6 dengan sistem elusi gradien, pengukuran

pada suhu kamar (25±1 ºC), serta detektor photodiode-array (PDA) (Rastogi,

Worsøe, and Jensen, 2001); menggunakan kolom C18 dan fase gerak

asetonitril:dapar asetat 10 mM (sistem elusi gradien), serta detektor PDA (Fu,

2010); dengan kolom C8 dan fase gerak metanol:asam asetat 0,05 M yang

ditambah larutan amonia 10% hingga pH 5,9 yang dipompa dengan sistem elusi

gradien, pengukuran pada suhu oven 48 ºC, serta detektor UV (Vincent, Bordin,

and Rodríguez, 2002); menggunakan kolom C18 dan fase gerak metanol:asam

asetat 0,05 M = 5:95 yang ditambahan larutan amonia 10% hingga pH 5,9 dengan

sistem elusi isokratik, pengukuran pada suhu 30 ºC, serta detektor indeks bias

(26)

Penelitian terhadap pengaturan pH dan polaritas sistem KCKT melalui

optimasi jenis fase diam, fase gerak, suhu oven kolom, dan laju alir fase gerak,

serta uji kesesuaian sistem KCKT untuk penetapan kadar PPD belum pernah

dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi

alternatif metode penetapan kadar PPD atau aplikasinya dengan teknik KCKT.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi terkait pemilihan sistem KCKT yang sesuai serta memenuhi parameter

optimasi dan validasi atau aplikasinya dalam penetapan kadar PPD dengan teknik

KCKT.

B. Tujuan Penelitian

1. Menentukan sistem kromatografi yang sesuai digunakan dalam determinasi

PPD dengan cara mengatur pH dan polaritas sistem KCKT.

2. Mendapatkan hasil pengukuran PPD yang valid menggunakan metode

(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pewarna Rambut

Pewarna rambut adalah sediaan kosmetik yang digunakan dalam tata rias

rambut untuk mewarnai rambut atau untuk mengembalikan warna rambut asalnya

(Dirjen POM, 1985). Berdasarkan durasi daya lekatnya, pewarna rambut

diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu pewarna rambut temporer,

semi-permanen dan semi-permanen (Azis dan Muktiningsih, 1999).

p-Phenylenediamine (PPD) atau p-diaminobenzene adalah penyusun

utama pewarna rambut permanen yang juga dikenal sebagai pewarna rambut

oksidatif, (Helmenstine, 2003). Daya oksidatif pewarna rambut ini juga dapat

merusak rambut dan menyebabkan dermatitis kontak (Acton, 2013).

B. p-Phenylenediamine (PPD)

p-Phenylenediamine (PPD) adalah suatu amin aromatik yang digunakan

dalam hampir setiap cat rambut di pasaran. p-Phenylenediamine adalah senyawa

yang tidak berwarna, menjadi berwarna pada saat teroksidasi, dan pada keadaan

teroksidasi sebagian menyebabkan alergi bagi individu yang sensitif. Paparan

terhadap PPD meski dalam konsentrasi rendah selanjutnya dapat menimbulkan

reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang bermanifestasi sebagai dermatitis kontak

alergi (Pardede dkk., 2008).

Bobot molekul PPD adalah 108,14 g/mol, berwujud serbuk kristal

berwarna putih hingga sedikit merah, dan dapat menjadi lebih gelap karena

(28)

bagian air dingin, larut dalam alkohol, kloroform, eter. Kelarutan PPD pada suhu

22 °C dalam air sebesar < 10% (b/v), dalam etanol sebesar < 10% (b/v), dan

dalam DMSO sebesar > 20% (b/v) (United States Department of Labor, diakses

tanggal 18 April 2014). Pada suhu 25 °C, kelarutan PPD dalam air adalah 4 g/100

mL. Log Pow PPD sebesar –0,25 (National Center for Biotechnology

Information, diakses tanggal 4 Juni 2015); titik leleh pada suhu 139-141 °C

(Merck index: 145-147 °C), tekanan uap < 1 mmHg pada suhu 21 °C (produk

teknis), titik didih pada suhu 267 °C, dan panjang gelombang maksimum sebesar

281,9 nm (Scientific Committee on Consumer Safety, 2012).

Senyawa ini memiliki nilai pKa 1 = 6,46 dan pKa 2 = 3,04 (ChemAxon,

2014), sehingga struktur molekulnya sangat bergantung pada nilai pH. Bila

terpapar oksigen, PPD sangat mudah mengalami autoksidasi menjadi produk

oksidasi seperti Bandrowski’s base, benzoquinone, p-benzoquinone monoimine

dan p-benzoquinone diimine (Gambar 1) (Corbett, 1972).

Gambar 1. Proses oksidasi molekul PPD (I) menjadi p-benzoquinone diimine (III), p-benzoquinone monoimine (V), benzoquinone (VI), dan Bandrowski’s base (II)(Corbett, 1972)

Berdasarkan peraturan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.42.1018

tentang bahan kosmetik (2008), kadar maksimum PPD yang diperbolehkan dalam

(29)

C. Kromatografi

Kromatografi adalah metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan

kecepatan migrasi analit ketika suatu komponen sampel dilewatkan pada fase

diam menggunakan fase gerak. Fase diam terdiri dari partikel-partikel padat atau

semipadat atau cair yang dikemas dalam suatu tabung yang kemudian disebut

kolom. Fase gerak dipompa ke dalam kolom pada kecepatan tertentu. Fase gerak

dapat berupa gas, zat cair atau fluida superkritis (Hansen, Pedersen-Bjergaard, and

Rasmussen, 2012).

Berdasarkan mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi

kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion,

kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran, dan kromatografi

afinitas. Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas

kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut

dengan kromatografi planar, kromatografi gas dan kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) (Gandjar dan Rohman, 2007).

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut

dengan HPLC (high performance liquid chromatography) merupakan teknik

kromatografi yang paling banyak digunakan dalam analisis farmasetika. Fase

gerak yang digunakan adalah zat cair, sehingga metode ini disebut sebagai

kromatografi cair. Analisis menggunakan KCKT dapat memberikan hasil yang

akurat dan presisi untuk analisis senyawa secara kuantitatif, walaupun dalam

(30)

Teknik KCKT dilakukan dengan menginjeksikan sampel ke dalam kolom,

sementara fase gerak dipompa terus-menerus melalui kolom ke detektor, analit

akan terpisah di dalam kolom menurut kekuatan interaksinya dengan fase diam

dan fase gerak. Semakin lemah interaksi analit dengan fase diam, semakin cepat

analit tersebut keluar kolom. Analit yang keluar kolom akan dideteksi oleh

detektor, lalu sinyal yang terdeteksi akan diplot terhadap waktu oleh komputer

dan disebut kromatogram (Snyder et al., 2010).

Instrumentasi KCKT terdiri dari wadah fase gerak, pompa bertekanan

tinggi (mencapai 4000 psi) dan mampu memompa fase gerak dengan kecepatan

hingga 10 mL/menit, injektor (biasanya dengan volume injeksi 20 L), kolom

yang berisi berbagai macam fase diam, detektor (biasanya digunakan

spektrofotometer UV/visibel), sistem komputasi pengolah data kromatogram,

serta injektor sampel otomatis atau oven kolom untuk instrumen yang lebih rumit

(Watson, 2012). Instrumentasi KCKT secara skematik dapat dilihat pada Gambar

2.

(31)

E. Optimasi

Optimasi metode dapat dilakukan secara manual dengan melibatkan

variasi satu variabel percobaan dalam satu waktu, sedangkan variabel yang lain

dibuat tetap, lalu respon yang terjadi dicatat. Variabel-variabel tersebut dapat

berupa laju alir, komposisi fase diam dan atau fase gerak, suhu, λ deteksi, dan pH.

Selama tahap optimasi, nilai resolusi, bentuk puncak, jumlah lempeng, kapasitas

kolom, waktu retensi, batas deteksi, batas kuantifikasi, dan parameter kualitas

pemisahan dan pengukuran lain harus dimaksimalkan hingga didapatkan nilai

yang paling baik dan memenuhi syarat (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada pemisahan analit menggunakan metode KCKT, dikenal istilah

waktu retensi dan faktor retensi/faktor kapasitas. Waktu retensi (tR) adalah ukuran

waktu yang dihitung saat cuplikan diinjeksikan hingga suatu komponen campuran

keluar kolom (Hendayana, 2006). Waktu retensi pelarut (zat yang tidak teretensi)

disebut dead-time (waktu mati) dan disimbolkan sebagai tm atau t0. Faktor retensi

(k) atau faktor kapasitas (k’) merupakan banyaknya solut pada fase diam dibagi

dengan banyaknya solut pada fase gerak. Nilai k merupakan nilai yang penting

bagi peneliti dalam proses interpretasi dan peningkatan kualitas pemisahan. Nilai

k tidak perlu dihitung karena dalam suatu pengembangan metode analisis ataupun

analisis rutin, nilai k cukup diperkirakan berdasarkan rumus berikut (Snyder et al.,

2010):

= (1)

Ilustrasi proses pemisahan analit X, Y, dan Z menggunakan KCKT dapat

(32)

dan k. Semakin besar tR, makin besar pula nilai k. Nilai k yang dikehendaki

adalah nilai k yang tidak terlalu kecil (k < 1), tetapi juga tidak terlalu besar, yaitu

k ≤ 10 sebab pada nilai tersebut, puncak yang dihasilkan biasanya lebih tinggi,

lebih sempit, dan tR yang lebih singkat. Nilai k < 1 dapat menghasilkan puncak

dengan resolusi yang buruk karena kemungkinan terjadinya penumpukan dengan

puncak lain. Maka dari itu, nilai k yang biasanya disarankan adalah 1 ≤ k ≤ 10

atau untuk resolusi yang lebih baik nilai k sebaiknya 2 ≤ k ≤ 10 (Snyder et al.,

2010).

Gambar 3. Hubungan tR, t0, dan k (Snyder et al., 2010)

Nilai k sebagian besar dipengaruhi oleh kekuatan elusi fase gerak,

sehingga perbedaan komposisi komponen fase gerak dapat menghasilkan nilai k

yang berbeda pula (Snyder et al., 2010). Semakin kuat komposisi fase gerak

tersebut, semakin kecil nilai k yang dihasilkan. Pengaruh komposisi fase gerak

terhadap nilai k pada pemisahan menggunakan kolom C18 dapat dilihat pada

gambar berikut.

(33)

Resolusi (Rs) adalah perbedaan antara waktu retensi dua puncak yang

saling berdekatan dibagi dengan rata-rata lebar puncak. Nilai Rs harus mendekati

atau ≥ 1,5 agar memberikan puncak yang terpisah dengan baik (baseline

resolution) (Gandjar dan Rohman, 2007) (Gambar 5).

Gambar 5. Nilai Rs dan hubungannya dengan pemisahan terhadap puncak lain (Snyder et al., 2010)

Gambar 6. Perhitungan nilai Rs puncak kromatogram (Kealey and Haines, 2002)

Resolusi dapat dihitung dengan rumus:

=

( ) (2)

ΔtR adalah perbedaan waktu retensi dua puncak yang saling berdekatan dan

(W1+W2) adalah jumlah lebar alas kedua puncak (Gambar 6) (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Gambar 7. Bentuk puncak yang mungkin muncul dalam pemisahan dengan KCKT (Meyer, 2004)

Tailing factor (TF) adalah ukuran yang menyatakan bentuk puncak.

(34)

(Gaussian). Nilai TF > 1 menunjukkan puncak mengalami pengekoran (tailing)

dan nilai TF < 1 berarti puncak mengalami fronting (Gambar 7). Nilai TF yang

diperbolehkan adalah < 2. Bila nilai TF ≥ 2 maka, harus dilakukan optimasi

sistem KCKT hingga dihasilkan puncak TF < 2 karena akan berpengaruh pada

pemisahan (Gambar 9) (Snyder et al., 2010). TF dapat dihitung dengan rumus:

= , (3)

Gambar 8. Perhitungan nilai TF suatu puncak kromatogram (Hansen et al., 2012) Simbol d adalah setengah lebar puncak sebelah kiri dan W0,05 adalah lebar alas

puncak. Nilai keduanya diukur pada 5% tinggi puncak dari alas puncak (Hansen et

al., 2012) (Gambar 8).

Gambar 9. Nilai TF dan hubungannya dengan bentuk puncak dan pemisahan dengan puncak lain (Snyder et al., 2010)

Plate number (N) atau jumlah lempeng dan height equivalent to a

(35)

kromatografi. Semakin besar nilai N, semakin efisien suatu pemisahan sebaliknya,

semakin kecil nilai HETP, semakin efisien suatu pemisahan karena didasarkan

pada teori plat yang menyatakan bahwa sepanjang kolom terjadi proses

kesetimbangan ekstraksi sebanyak N kali dan HETP merupakan tinggi setiap plat

(Hendayana, 2006).

Nilai N berbanding terbalik terhadap efisiensi kolom (HETP). Semakin

besar nilai N, maka semakin kecil nilai HETP yang berarti bahwa kolom

memberikan efisiensi yang baik pula (Gandjar dan Rohman, 2007). Nilai N dan

HETP dapat dihitung dengan rumus:

= 5,54 (

/

) (4)

= (5)

tR adalah waktu retensi, Wh/2 adalah lebar setengah puncak (Gambar 10), L adalah

panjang kolom dalam cm (sentimeter).

Gambar 10. Perhitungan nilai N suatu puncak kromatogram (Kealey and Haines, 2002)

F. Pengaruh Laju Alir Terhadap Efisiensi Pemisahan

Pada pemisahan menggunakan sistem KCKT, seringkali puncak yang

(36)

efisien. Fenomena ini disebut band broadening (pelebaran puncak) dan

dipengaruhi oleh kondisi sistem KCKT, yaitu laju alir. Pengaruh ini dapat

dijelaskan melalui persamaan van Deemter (6). Simbol H menunjukkan HETP, A,

B, dan C berturut-turut menunjukkan besarnya difusi Eddy, difusi longitudinal,

dan transfer massa, serta u menunjukkan besarnya laju alir (Snyder et al., 2010).

(6)

Difusi Eddy menjelaskan bahwa terdapat molekul analit yang mencapai

ujung kolom lebih cepat sementara yang lain lebih lambat karena melalui jalur

yang berbeda (Gambar 11). Fenomena ini menyebabkan terjadinya pelebaran

puncak karena perbedaan waktu molekul mencapai detektor. Hal ini terjadi karena

distribusi ukuran partikel fase diam yang tidak merata, sehingga tidak terpengaruh

oleh laju alir (Hendayana, 2006).

Gambar 11. Difusi Eddy pada kolom KCKT (Meyer, 2004)

Difusi longitudinal merupakan kecenderungan molekul-molekul analit

untuk berdifusi ke daerah di dalam kolom yang tidak ditempati oleh molekul lain

(dari konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah). Semakin

lama analit berada dalam kolom, semakin besar pula kecenderungan untuk

berdifusi yang menyebabkan melebarnya puncak kromatogram. Hal ini terjadi

sebab molekul yang berdifusi searah dengan aliran fase gerak akan tiba lebih

(37)

berbeda (Gambar 12). Peningkatan laju alir akan menurunkan kemungkinan

terjadinya difusi longitudinal (Hendayana, 2006).

Gambar 12. Difusi longitudinal pada kolom KCKT (Hendayana, 2006)

Sebagian molekul analit berada dalam fase gerak dan sebagian lagi

berada dalam fase diam ketika diinjeksikan ke dalam kolom. Bila fase gerak yang

membawa sebagian molekul analit mengalir dengan terlalu cepat, sementara

sebagian molekul yang masih tertinggal pada fase diam tidak dapat meninggalkan

kolom dengan kecepatan yang sama, maka akan terjadi pelebaran puncak akibat

molekul analit yang tiba di ujung kolom secara tidak bersamaan (Gambar 13)

(Hendayana, 2006).

Gambar 13. Ilustrasi transfer massa pada kolom KCKT (Hendayana, 2006)

Pengaruh laju alir terhadap efisiensi pemisahan dapat dilihat pada grafik

berikut (Gambar 14). Pada grafik tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk

mencapai efisiensi yang optimum (HETP paling kecil), bukan berarti laju alir

harus diatur paling kecil ataupun paling besar, namun harus diatur sedemikian

(38)

Gambar 14. Pengaruh laju alir terhadap efisiensi pemisahan (Hansen et al., 2012)

G. Uji Kesesuaian Sistem

Uji kesesuaian sistem (UKS) adalah suatu proses untuk memastikan

bahwa instrumen dan prosedur analisis yang digunakan pada pengujian tertentu

beroperasi dengan benar, sehingga memberikan hasil yang dapat dipercaya. Uji

kesesuaian sistem biasanya dilakukan sebelum proses analisis sampel dilakukan.

Parameter untuk UKS dapat berbeda-beda tergantung keperluan analisis (Snyder

et al., 2010).

Parameter UKS dalam penelitian ini mengacu pada kriteria validitas

analisis menggunakan KCKT, yaitu presisi, linearitas, dan batas deteksi (LOD).

Parameter presisi yang digunakan adalah keterulangan (repeatability) dan presisi

antara (intermediate precision/ruggedness). Keterulangan menunjukkan

kedekatan antarhasil pengukuran yang didapatkan dari metode pengukuran yang

sama, laboratorium yang sama, serta dilakukan oleh operator dan instrumen yang

sama dalam jangka waktu pengukuran yang singkat. Presisi antara menunjukkan

variasi pengukuran dalam laboratorium yang sama yang diperoleh dari metode

pengukuran yang sama, sampel yang identik, serta dilakukan oleh operator dan

(39)

hari) (United States Pharmacopeia, 2006). Presisi (keterulangan) dinyatakan

dengan koefisien variansi/coefficient of variation (CV) yang dapat dihitung

dengan rumus:

CV = 100 x SD / (7)

Simbol SD adalah standar deviasi dan X adalah nilai rata-rata data (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Linearitas adalah kemampuan (dalam rentang tertentu) untuk

mendapatkan hasil penelitian yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam

sampel. Semakin mendekati -1 atau 1 nilai koefisien korelasi (r), semakin baik

dan linear kurva bakunya (Gandjar dan Rohman, 2007).

Limit of detection/batas deteksi (LOD) adalah konsentrasi yang

menghasilkan sinyal instrumen yang berbeda signifikan dari sinyal blanko (Miller

and Miller, 2010). Sensitivitas dapat ditentukan dari LOD dan slope. LOD dapat

dihitung dari regresi linier y = (b ± Sb) x + (a ± Sa) dengan rumus:

LOD = 3 (Sa/b) (8)

Simbol b adalah slope atau kemiringan kurva baku, Sb merupakan standar deviasi

slope, a adalah intersep, dan Sa merupakan standar deviasi intersep (Gonzales and

Herrador, 2007). Nilai slope diperoleh dari nilai b pada persamaan regresi linier y

= bx + a. Slope menunjukkan respon alat.

H. Metode Analisis Baku

Sejauh penelusuran pustaka penulis, belum terdapat metode analisis baku

PPD dalam pewarna rambut menggunakan instrumen KCKT. Metode analisis

(40)

dalam penelitian tertentu, sehingga merupakan suatu pengembangan metode

seperti yang dilakukan oleh Rastogi et al. (2001). Terdapat metode analisis baku

PPD dalam pewarna rambut pada AOAC (Association of Official Analytical

Chemists) (1984) yang menggunakan metode gravimetri. European Commission

pada tahun 1999 mengeluarkan metode analisis baku PPD dalam pewarna rambut

menggunakan metode TLC (Thin Layer Chromatography).

I. Landasan Teori

p-Phenylenediamine (PPD) merupakan salah satu komposisi utama

dalam pewarna rambut permanen jenis oksidatif. Pada penggunaan jangka pendek

maupun jangka panjang, PPD dapat menimbulkan efek buruk pada kesehatan

seperti dermatitis, mata iritasi dan berair, serta asma pada manusia. Menurut

peraturan yang berlaku, kadar PPD yang diperbolehkan dalam suatu sediaan

pewarna rambut maksimal sebesar 6%. Namun, pada kenyataannya, banyak

sediaan pewarna rambut yang tidak mencantumkan kadar PPD dalam produknya,

sehingga keamanan produk tersebut tidak dapat dipastikan.

Sifat PPD yang mudah mengalami oksidasi saat terpapar oksigen

dianalisis menggunakan instrumen KCKT dalam penelitian ini untuk memisahkan

PPD dengan produk oksidasinya. Metode analisis baku yang tersedia adalah

gravimetri dan TLC, namun kedua metode tersebut belum cukup baik untuk

memisahkan PPD dan tidak memiliki sistem pendeteksi sebaik instrumen KCKT

mengingat hasil dari penelitian ini akan digunakan dalam kajian keamanan dan

(41)

Oleh sebab itu, metode baku tersebut tidak digunakan dan dilakukan

pengembangan metode penetapan kadar menggunakan teknik KCKT.

Analisis PPD yang struktur molekulnya ditentukan oleh nilai pKa sangat

tergantung pada pH dan polaritas sistem KCKT, sehingga perlu dilakukan proses

optimasi khususnya pada jenis fase diam dan fase gerak. Optimasi suhu oven

kolom dan laju alir fase gerak juga dilakukan agar didapatkan kualitas pemisahan

yang baik, kemudian sistem KCKT yang telah optimal diuji kesesuaian sistemnya

sebelum digunakan untuk penetapan kadar PPD. Parameter pemisahan dengan

KCKT yang menunjukkan hasil optimum yaitu resolusi ≥ 1,5 pada kromatogram,

TF < 2, N > 2000, HETP kecil dan waktu retensi yang tidak lama (< 10 menit).

Parameter uji kesesuaian sistem dengan KCKT ditentukan dari linearitas

(koefisien korelasi/r), presisi keterulangan (koefisien variansi/CV) dan presisi

antara (signifikansi slope), serta sensitivitas (slope dan batas deteksi/LOD).

J. Hipotesis

1. Bila struktur molekul PPD ditentukan oleh pKa, maka pemilihan sistem

KCKT untuk penetapan kadar PPD harus diatur pH dan polaritasnya.

2. Metode penetapan kadar PPD menggunakan sistem KCKT yang telah

(42)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimental karena terdapat perlakuan

terhadap subjek uji dengan rancangan penelitian deskriptif.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi

larutan baku PPD, jenis fase diam, komposisi fase gerak, suhu oven, dan laju alir

yang digunakan.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah

resolusi (Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), nilai HETP, waktu retensi

(tR), limit of detection (LOD), slope, koefisien korelasi (r), dan koefisien variansi

(CV).

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah kemurnian pelarut yang digunakan. Hal tersebut dapat diatasi

dengan mengunakan pelarut pro analysis (p.a.)yang memiliki kemurnian tinggi.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali

dalam penelitian ini adalah kemungkinan oksidasi baku PPD.

2. Definisi operasional

a. Sistem KCKT yang dipergunakan adalah seperangkat alat KCKT yang

(43)

(communication bus module), dan komputer yang dilengkapi dengan

aplikasi penyaji data kromatogram.

b. Optimasi adalah proses penentuan sistem KCKT paling baik (optimal) yang

dilakukan dengan cara mengubah jenis fase diam, suhu oven kolom,

komposisi fase gerak yaitu jenis, pH, dan perbandingan volume fase gerak,

serta laju alirfase gerak.

c. Sistem KCKT optimal adalah kondisi KCKT yang mampu menghasilkan

puncak baku PPD yang baik dan dapat dilihat dari penentuan nilai resolusi

(Rs), tailing factor (TF), jumlah lempeng (N), nilai HETP, dan waktu retensi

(tR).

d. Resolusi (Rs) adalah ukuran pemisahan puncak baku PPD dengan puncak

komponen lain seperti natrium metabisulfit yang terletak paling dekat

dengan puncak PPD. Tailing factor adalah nilai yang mendefinisikan bentuk

puncak baku PPD yang dihasilkan. N dan HETP adalah ukuran efisiensi

pemisahan sistem KCKT terhadap baku PPD.

e. Penentuan nilai Rs, TF, N, HETP, dan tR adalah untuk puncak-puncak baku

PPD yang terlihat mencapai baseline resolution dari kromatogram.

f. Uji kesesuaian sistem KCKT adalah proses pemastian sistem KCKT yang

digunakan telah sesuai untuk digunakan dalam penetapan kadar baku PPD

dengan hasil yang dapat dipercaya yang dapat dilihat dari penentuan presisi

(keterulangan dan presisi antara) yang dilihat dari koefisien variansi (CV),

sensitivitas yang dilihat dari limit of detection (LOD) dan slope, serta

(44)

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku PPD 99,6%

(Nacalai Tesque, Inc.) dan 100,0% (Sigma Aldrich); metanol, asetonitril, natrium

metabisulfit, larutan amonia 10%, asam asetat, asam formiat dengan kualitas pro

analysis (E. Merck); Na2HPO4, KH2PO4, dan akuades.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (OHAUS

Pioneer tm PA214; maks. 60/120 g; min. 0,001 g; d = 0,01/0,1 mg),

ultrasonifikator (Branson 3510), kertas saring (Whatman; d = 47 mm; 0,45 μm),

syringe, mikropipet (Transferpette), milipore filter (Minisart; d = 30 mm; 0,45

µ m), pH meter (Hanna), indikator pH universal (E.Merck), tabung mikrosentrifus

1,5 mL (Eppendorf), seperangkat alat-alat gelas (Pyrex), instrumen KCKT yang

meliputi pompa (Waters, Model 510) dengan sistem elusi isokratik, injektor

(Rheodyne 7125; Loop 20L), oven kolom (Waters Millipore 1122) dan detektor

spektrofotometer ultraviolet (Waters Associates, Model 441; λ = 254 nm),

seperangkat komputer dengan CBM-102 (Shimadzu) dan perangkat lunak

(Shimadzu Labsolutions: GCsolution versi 2.30.00SU4), perangkat lunak Powerfit

v.6.05, serta kolom kromatografi seperti yang ditunjukkan pada Tabel I.

Tabel I. Kolom dengan berbagai fase diam yang dipakai dalam penelitian ini

Fase diam Merek Dimensi

Diol Chrompack Lichrosorb 250 x 4,6 10-100

(45)

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan seri larutan baku PPD

a. Pembuatan larutan natrium metabisulfit 0,01 M. Sejumlah lebih

kurang 1,9 g natrium metabisulfit ditimbang seksama lalu dilarutkan dalam

akuades yang telah disaring dengan kertas Whatman hingga 1 L.

b. Pembuatan larutan stok PPD 2 mg/mL dan larutan intermediet PPD 40 g/mL. Larutan stok PPD 2 mg/mL dibuat dengan menimbang seksama lebih

kurang 100 mg baku PPD lalu dilarutkan dengan larutan natrium metabisulfit 0,01

M dan diencerkanhingga batas dalam labu takar 50 mL. Larutan intermediet PPD

40 g/mL dibuat dari larutan stok 2 mg/mL.

c. Pembuatan seri larutan baku PPD. Seri larutan baku dibuat dari larutan intermediet dengan konsentrasi 40 g/mL sebanyak tujuh seri konsentrasi

yaitu 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL.

2. Optimasi jenis fase diam, fase gerak, suhu oven, dan laju alir KCKT Masing-masing seri larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2, 3, 4, 6, 8,

dan 10 g/mL diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume 20 µL. Optimasi

pemisahan sistem KCKT dilakukan pada setiap kolom yang tertera pada Tabel I

dengan mengubah kondisi suhu oven kolom, komposisi dan laju alir fase gerak

seperti yang ditunjukkan pada Tabel II. Nilai TF, Rs, N, HETP, dan tR ditetapkan

dari data kromatogram yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan/optimasi.

Contoh penyiapan fase gerak asetonitril:air = 10:90 pH 8 adalah dengan

mencampur air (akuades) sebanyak 90 mL yang telah ditambah larutan amonia

(46)

disaring menggunakan kertas saring Whatman dengan dibantu pompa vakum lalu

di-degassing dengan ultrasonifikator selama 20 menit.

Tabel II. Kondisi sistem KCKT yang diubah-ubah dalam optimasi

Komposisi fase gerak

Suhu oven (ºC) Suhu lingkungan (32-33) 34

36 40 45 48

Pengubahan pH fase gerak dilakukan dengan menambahkan dapar fosfat

0,15 M, amonia 10%, asam asetat 0,05 M atau asam formiat. Dapar fosfat 0,15 M

dibuat dengan menimbang seksama lebih kurang 57,731 g Na2HPO4 dan 35,3833

g KH2PO4 lalu dilarutkan dalam akuades hingga 1 L.

3. Uji kesesuaian sistem KCKT

Uji kesesuaian sistem KCKT dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kelayakan sistem KCKT untuk digunakan dalam penentuan kadar baku PPD

berdasarkan tiga parameter, yaitu presisi (keterulangan dan presisi antara),

(47)

a. Presisi (keterulangan) sistem KCKT. Nilai CV digunakan untuk

menentukan keterulangan sistem KCKT yang telah optimal. Parameter

keterulangan ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan

konsentrasi 1, 3, 4, 6, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem

KCKT sebanyak 5 kali. Respon alat berupa luas puncak PPD masing-masing

konsentrasi larutan baku yang diperoleh dapat dihitung nilai rata-rata, (standar

deviasi) SD, dan CV.

c. Presisi antara (intermediet) sistem KCKT. Parameter presisi antara

ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2,

3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem KCKT. Linieritas

hubungan antara jumlah PPD yang diinjeksikan dengan respon alat diplotkan

dalam bentuk kurva baku dan dihitung parameter statistik, yaitu intersep (a), slope

(b), dan koefisien korelasi (r). Metode pengukuran yang sama dilakukan pada 3

hari yang berbeda. Nilai slope dari ketiga persamaan kurva baku tersebut dihitung

signifikansinya menggunakan perhitungan statistik.

b. Linieritas hubungan konsentrasi baku PPD dengan respon sistem

KCKT. Koefisien korelasi (r) digunakan untuk menentukan linieritas hubungan

konsentrasi baku PPD dengan respon sistem KCKT yang telah optimal. Parameter

linieritas ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan

konsentrasi 1, 2, 3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem

KCKT. Linieritas hubungan antara jumlah PPD yang diinjeksikan dengan respon

alat diplotkan dalam bentuk kurva baku dan dihitung parameter statistik, yaitu

(48)

c. Sensitivitas sistem KCKT. Nilai LOD dan slope digunakan untuk

menentukan sensitivitas sistem KCKT yang telah optimal. Parameter sensitivitas

ditetapkan dengan cara menginjeksikan larutan baku PPD dengan konsentrasi 1, 2,

3, 4, 6, 8, dan 10 g/mL dengan volume 20 µL ke dalam sistem KCKT. Persamaan

kurva baku dari hasil injeksi tersebut dapat ditentukan dan dapat dihitung nilai

LOD dan slope.

F. Analisis Hasil 1. Analisis hasil optimasi KCKT

Analisis hasil optimasi KCKT dilakukan sesuai dengan persamaan (2)

hingga (5). Berikut ini ditentukan syarat-syarat nilai Rs, TF, N, HETP, tR yang

harus dicapai agar sistem KCKT dinyatakan optimal untuk penentuan kadar PPD.

a. Daya pisah (resolusi). Nilai Rs harus ≥ 1,5 karena akan memberikan

pemisahan puncak yang baik (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Bentuk puncak. Nilai TF yang dikehendaki adalah ≤ 2 karena tidak

mengganggu atau berpengaruh terhadap pemisahan, sedangkan nilai TF > 2 dapat

berpotensi mengganggu dan memberikan efek terhadap pemisahan secara rutin

(Snyder et al., 2010).

c. Jumlah lempeng (N) dan HETP. Nilai N (jumlah lempeng) yang

direkomendasikan secara umum adalah > 2000 dengan HETP menyesuaikan

panjang kolom dan nilai N (Snyder et al., 2010).

d. Waktu retensi (tR). Waktu retensi yang diharapkan dalam penelitian

(49)

2. Analisis hasil UKS KCKT

Analisis hasil UKS KCKT dilakukan sesuai dengan persamaan (7) dan

(8). Berikut ini ditentukan syarat-syarat nilai CV, r, LOD, dan slope yang harus

dicapai agar sistem KCKT dinyatakan sesuai untuk penentuan kadar PPD.

a. Presisi (keterulangan). Batas nilai CV yang diterima dalam penelitian

ini mengacu pada standar AOAC (Tabel III).

Tabel III. Batas % CV parameter presisi (keterulangan) yang dapat diterima menurut standar AOAC (AOAC International, 2012)

b. Presisi antara. Uji signifikansi slope kurva baku antarhari dilakukan

dengan uji statistik menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) satu arah.

c. Linearitas. Batas nilai r yang harus dipenuhi dalam penelitian ini

mengacu pada Pearson’s Product Moment Correlation Coefficient (PPMCC)

(Tabel IV). Batas nilai r yang harus dipenuhi dilihat dari derajat kebebasan (df)

yaitu banyaknya pengukuran (n) – 2. Nilai r yang dicetak tebal menunjukkan nilai

r pada tingkat kepercayaan (1 – P) 95%, sedangkan nilai r yang tidak dicetak tebal

(50)

Tabel IV. Batas nilai r yang harus dilampaui dan hubungannya dengan banyaknya pengukuran (n) (Wheater and Cook, 2000)

d. Sensitivitas. Nilai LOD harus lebih kecil daripada jumlah baku PPD

terkecil yang diinjeksikan. Nilai LOD diharapkan sekecil mungkin dan nilai slope

diharapkan sebesar mungkin.

(51)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan kadar PPD menggunakan instrumen KCKT karena peneliti

ingin memisahkan PPD dari produk oksidasinya. Instrumen KCKT harus dalam

kondisi yang optimal bila akan digunakan untuk penetapan kadar suatu analit.

Sistem KCKT yang beroperasi dalam keadaan tidak optimal akan memberikan

hasil analisis yang kurang baik, benar, dan efisien. Proses optimasi dalam

penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pH fase gerak serta polaritas fase

diam dan fase gerak sistem KCKT yang optimal agar dapat digunakan dalam

penetapan kadar PPD. Optimasi tersebut dapat dilakukan dengan mengubah jenis

fase diam dan fase gerak, laju alir serta suhu oven kolom hingga didapatkan

puncak PPD yang memenuhi parameter optimasi yang telah ditentukan.

A. Pembuatan Seri Larutan Baku PPD

Tujuan pembuatan seri larutan baku adalah untuk mengetahui hubungan

antara respon instrumen dengan konsentrasi baku PPD (analit) memenuhi kriteria

linieritas atau tidak, sehingga jika memenuhi dapat digunakan untuk menetapkan

kadar PPD dalam sampel pewarna rambut oksidatif atau sampel lain yang

mengandung PPD. Baku yang digunakan dalam penelitian ini merupakan baku

PPD dengan kemurnian 99,6% dan 100,0% berdasarkan Certificate of Analysis

(CoA) pada Lampiran 1 dan 2. Baku dengan kemurnian 99,6% diganti dengan

kemurnian 100,0% karena dalam proses optimasi yang dilakukan, sulit didapatkan

hasil pemisahan yang baik, sehingga peneliti mengganti baku yang digunakan

(52)

diperkirakan terjadi karena kemurnian baku yang kurang tinggi menyebabkan

banyak pengotor yang mengganggu pemisahan dan mengakibatkan proses

oksidasi baku PPD menjadi lebih cepat. Penanganan baku yang tidak tepat pada

awal penelitian juga mempercepat proses oksidasi baku PPD tersebut. Oleh sebab

itu, pada penggunaan baku 100,0%, peneliti berusaha menangani baku sebaik

mungkin dengan memisahkan sebagian kecil baku pada wadah yang berbeda dan

wadah baku diberi nitrogen setelah dibuka lalu ditutup rapat, kemudian disimpan

dalam lemari pendingin.

Pelarut baku PPD yang digunakan adalah natrium metabisulfit. Natrium

metabisulfit merupakan suatu serbuk kristal yang dapat larut dalam air, bersifat

sebagai reduktor, berfungsi sebagai antimikroba, antifungi, dan pengawet

makanan (Bareh, Shouk, and Kassem, 2011). Oleh karena itu, penggunaan

natrium metabisulfit dalam penelitian ini adalah sebagai antioksidan yang dapat

mencegah baku PPD mengalami oksidasi selama pemisahan dengan KCKT.

Penggunaan antioksidan sebagai pelarut PPD disebabkan oleh sifat PPD yang

mudah mengalami autooksidasi bila terpapar oksigen (Corbett, 1972).

B. Optimasi Jenis Fase Diam, Fase Gerak, Suhu Oven, dan Laju Alir KCKT

Variabel-variabel bebas yang dioptimasi dalam analisis ini sangat

berperan penting untuk penentuan kualitas pemisahan PPD. Oleh sebab itu,

optimasi sistem KCKT dengan mengubah variabel bebas tersebut diharapkan

(53)

1. Optimasi polaritas fase diam dalam analisis PPD dengan KCKT

Fase diam merupakan faktor yang sangat berperan penting dalam

optimasi karena menentukan retensi dan selektivitas. Retensi adalah tertahannya

analit pada fase diam dan selektivitas adalah kemampuan suatu metode untuk

mendeteksi analit yang diinginkan walaupun terdapat komponen lain dalam

sampel yang sama (Snyder, et al., 2010).

Fase diam yang digunakan dalam optimasi sistem KCKT dalam

penelitian ini ada lima macam, yaitu C18, C8, C2, diol, dan poliol silika.

Penggunaan fase diam C18, C8, dan C2 dengan fase gerak yang lebih polar akan

menghasilkan sistem KCKT fase terbalik dan sebaliknya, penggunaan fase diam

diol dan poliol silika dengan fase gerak yang lebih nonpolar akan menghasilkan

sistem KCKT fase normal.

2. Optimasi pH dan polaritas fase gerak dalam analisis PPD dengan KCKT Fase gerak pada penelitian ini terdiri dari komposisi metanol atau

asetonitril dan air atau air yang diberi dapar fosfat, serta asetonitril dan air yang

diberi amonia 10% atau asam asetat 0,05 M atau asam formiat. Optimasi fase

gerak dilakukan dengan menambah, mengurangi, atau mengubah komponen fase

gerak. Sistem elusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem isokratik

yaitu, komposisi fase gerak sama selama pengukuran berlangsung.

Metanol dan asetonitril digunakan sebagai kombinasi dengan air karena

pada pemisahan dengan fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kekuatan elusi meningkat seiring dengan meningkatnya polaritas fase gerak dan

(54)

daripada fase gerak), kekuatan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas fase

gerak (Kealey and Haines, 2002) (Gambar 15). Polaritas (P’) air yang tinggi

(Tabel V) membuatnya menjadi eluen paling kuat pada KCKT fase normal karena

air berinteraksi dengan gugus polar fase diam, sehingga analit sulit berinteraksi

dengan fase diam dan akan terelusi lebih cepat, sebaliknya, air merupakan eluen

yang lemah pada KCKT fase terbalik karena sulit membasahi fase diam yang

nonpolar. Hal ini juga membuat fase gerak yang mengandung semakin banyak air

akan mempunyai waktu retensi yang semakin lama pada KCKT fase terbalik.

Kekuatan elusi pelarut pada fase diam polar dapat dilihat pula dari nilai εº (Tabel

V). Semakin tinggi εº, semakin kuat pelarut tersebut (Meyer, 2004). Oleh sebab

itu, kekuatan elusi fase gerak mempengaruhi pula nilai k. Semakin kuat suatu

komposisi fase gerak, semakin kecil nilai k puncak analit yang dihasilkan (Snyder

et al., 2010). Kombinasi metanol atau asetonitril dengan air berguna untuk

mengatur pemisahan analit yang lebih baik dibandingkan bila fase gerak hanya

terdiri dari air.

Gambar 15. Pengaruh komposisi asetonitril, metanol, dan tetrahidrofuran dalam air terhadap kekuatan elusinya pada KCKT fase terbalik (Meyer, 2004)

(55)

Gambar 16. Segitiga selektivitas fase gerak KCKT (Snyder et al., 2010)

Walaupun dengan mengubah perbandingan komponen fase gerak dapat

mengubah indeks polaritas (Lampiran 4) dan mempengaruhi kekuatan elusi dan

nilai k, tetapi perubahan tersebut tidak selektif, sehingga bila terdapat puncak

yang sangat menumpuk, bisa saja puncak tersebut terus menumpuk meskipun

polaritas fase gerak telah diubah secara signifikan. Pada kasus ini, akan lebih baik

mengubah selektivitas pelarut agar terjadi pemisahan yang baik. Terdapat dua cara

yang biasanya dilakukan, yang pertama yaitu mengubah jenis pelarut pada fase

gerak. Segitiga selektivitas fase gerak dapat menjadi panduan untuk memilih

pelarut tersebut (Harvey, 2000).

Pada Gambar 16, dapat dilihat segitiga selektivitas fase gerak KCKT

yang dibuat berdasarkan nilai dipolaritas (π*), keasaman (α), dan kebasaan (β)

masing-masing pelarut (Tabel V). Dipolaritas adalah ukuran kemampuan pelarut

berinteraksi dengan analit dengan kekuatan dipol dan polarisasi. Keasaman adalah

ukuran kemampuan pelarut untuk bertindak sebagai pendonor ikatan hidrogen

(56)

pelarut untuk bertindak sebagai akseptor ikatan hidrogen terhadap analit asam

(pendonor). Segitiga selektivitas tersebut menggambarkan bahwa pemilihan

kombinasi pelarut fase gerak lebih tepat bila dipilih pelarut yang tidak berada

pada area yang berdekatan supaya diperoleh selektivitas yang diinginkan (Meyer,

2004). Oleh sebab itu, dipilih pelarut asetonitril (ACN) yang merupakan pelarut

yang bersifat dipolar, serta metanol dan air yang bersifat sebagai pendonor H

untuk digunakan dalam pemisahan PPD untuk memodifikasi selektifitas fase

gerak agar pemisahan dapat berjalan dengan baik. Asetonitril yang bersifat dipolar

karena memiliki dipol positif pada atom C dari gugus nitril dapat berinteraksi

secara dipolar dengan PPD yang memiliki dipol negatif pada atom N. Metanol dan

air yang bersifat sebagai pendonor H dapat berinteraksi dengan PPD yang bersifat

basa (akseptor H).

Gambar 17. Distribusi bentuk molekul PPD dalam berbagai pH (ChemAxon, 2014)

Cara kedua untuk mengubah selektivitas fase gerak adalah dengan

mengubah pH. Analit yang bersifat asam lemah atau basa lemah akan berubah

(57)

Senyawa PPD merupakan analit yang dapat terionisasi pada pH tertentu (Gambar

17), sehingga pada pemisahannya menggunakan KCKT diperlukan dapar dalam

fase gerak agar dapat mempertahankan pH dan menghasilkan retensi yang

reprodusibel selama pemisahan (Snyder et al., 2010).

Tujuan pengubahan pH fase gerak adalah untuk mengamati pengaruh pH

pada pemisahan PPD menggunakan polaritas kolom tertentu. Pengaturan pH juga

penting pada pemisahan PPD menggunakan KCKT karena kecepatan

pembentukan produk oksidasi PPD (Bandrowski’s base) dipengaruhi pula oleh

peningkatan pH. Kecepatan oksidasi PPD meningkat pada pH > 8,5 (Corbett,

1972). Pada beberapa kombinasi komposisi fase gerak ditambahkan pula asam

asetat 0,05 M dan asam formiat dengan tujuan untuk mengatur pH fase gerak pada

suasana asam (± pH 5); dapar fosfat pH 7 pada suasana netral (± pH 7); amonia

10% pada suasana basa (± pH 8).

Nilai UV cut-off adalah panjang gelombang UV pelarut yang akan

memberikan serapan lebih dari 1,0 satuan absorbansi dalam kuvet 1 cm sehingga

dianjurkan untuk tidak menggunakan pelarut yang memiliki nilai UV cut-off

bertepatan atau mendekati panjang gelombang deteksi analit (Gandjar dan

Rohman, 2007). Air, metanol, dan asetonitril berturut-turut memiliki nilai UV

cut-off 170 nm, 205 nm, dan 190 nm (Tabel V) sehingga tidak mengganggu

pembacaan analit karena penelitian ini menggunakan detektor spektrofotometer

UV pada panjang gelombang cukup jauh dari nilai UV cut-off pelarut yaitu, 254

(58)

Viskositas fase gerak dapat mempengaruhi tekanan dan efisiensi kolom.

Semakin tinggi viskositas, semakin tinggi pula tekanan pada kolom, sebaliknya

semakin kecil nilai N. Maka dari itu, viskositas yang baik untuk fase gerak adalah

viskositas yang sekecil mungkin. Viskositas air, metanol, dan asetonitril

berturut-turut sebesar 0,89; 0,54; dan 0,34 cP. Kombinasi ketiga senyawa tersebut dapat

mempengaruhi viskositasnya. Tabel VI menyajikan data viskositas kombinasi fase

gerak antara metanol dan air serta asetonitril dan air dalam satuan cP pada

berbagai suhu.

Tabel VI. Viskositas kombinasi fase gerak metanol:air (baris atas) dan asetonitril:air (baris bawah) pada suhu tertentu (B = komposisi organik) (Snyder et al., 2010)

Partikel-partikel pengotor dalam fase gerak harus dihilangkan karena

dapat mengganggu proses analisis dan pembacaan analit karena partikel tersebut

dapat menyumbat pori-pori kolom. Oleh karena itu, fase gerak harus disaring

menggunakan kertas Whatman terlebih dahulu sebelum digunakan. Keberadaan

gas dalam fase gerak juga dapat mengganggu pembacaan analit (Gandjar dan

Rohman, 2007). Fase gerak di-degassing (dihilangkan gasnya) dengan

Gambar

Gambar 2. Skema instrumentasi KCKT (Hansen  et al., 2012)
Gambar 4. Pengaruh komposisi fase gerak terhadap k (Snyder  et al., 2010)
Gambar 7. Bentuk puncak yang mungkin muncul dalam pemisahan dengan KCKT (Meyer,  2004)
Gambar 8. Perhitungan nilai TF suatu puncak kromatogram (Hansen  et al., 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dalam tablet campuran dengan deksametason dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase balik dengan

Telah dilakukan penentuan kadar difenhidramin HCl dalam obat batuk sirup dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan detektor UV-Vis dengan

Tujuan penelitian adalah modifikasi penetapan kadar ibuprofen dalam tablet yang beredar di pasaran secara KCKT menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), fase gerak

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR.. KINERJA

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan metode elusi gradien untuk penentuan kadar antioksidan sintetik tertier butil hidrokuinon (TBHQ) dalam minyak goreng

Telah dilakukan penelitian mengenai optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar

Penulis skripsi dengan judul “Optimadi dan Validasi Determinasi Kuersetin Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik dalam Teh Hijau ( Camelia sinensis

Penetapan kadar levofloksasin dalam tablet dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom VP-ODS (250 x 4,6 mm) (Shimadzu) dengan perbandingan