• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN

METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

(KCKT)

TUGAS AKHIR

OLEH:

ARAHMAN AKBAR

NIM 102410034

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah

melimpahkan rahmat, karunia, dan ridhoNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Kotrimoksazol

Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Tugas Akhir ini

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya pada

Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan doa restu, kasih

sayang dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.

2. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program

Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

4. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh

perhatian hingga selesainya Tugas Akhir ini.

5. Bapak Drs. Ismail M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III

(4)

6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

7. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai

Besar POM Medan.

8. Ibu Lambok Okta SR, M.Kes., Apt., selaku Manager Mutu di Balai Besar

POM Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja

Lapangan.

9. Kakak Dewi Afriani, S.Si., Apt., selaku Penanggung jawab Laboratorium

Obat di Balai Besar POM Medan yang telah membantu penulis selama

menjalani Praktek Kerja Lapangan.

10.Bapak dan Ibu seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan

di Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan praktek kerja lapangan.

11.Abang dan Adik penulis “Iwa dan Yoga” tersayang, yang selalu

memberikan nasehat dan kasih sayang kepada penulis.

12.Sahabat-sahabat terbaik penulis, Riska, Nazly, Kiki, Asro, Janu, Ojan,

Astri, Nadya, Rama, Lia, Devi, Nisa, Vitta, Tiwi, Dina dan Yohanna yang

selalu semangat dan selalu menghibur penulis setiap saat.

13.Seluruh teman-teman seperjuangan “Analis Farmasi 2010” dan semua

pihak tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan

berjasa kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran

(5)

menambah pengetahuan dan berguna bagi kita semua. Akhir kata semoga Allah

SWT melimpahkan rahmat dan karuni-Nya untuk kita semua, Amin.

Medan, April 2013

Penulis,

(6)

DETERMINATION OF KOTRIMOKSAZOL BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Kotrimoksazol is combination mixture sulfametoksazol and trimethoprim between 5:1 to bacterisid with the spectrum bigger than sulfonamide.Trimetoprim and sulfametoksazol will survive enzimatik obligat reaction with 2 steps so this combination will give sinergistik effect. The qualitatif test of each drug was done to suspension sulfametoksazol and trimetoprim solution to system HPLC with coloum, mobile phase, flow rate and detector same as included in United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition 2011. The requirement oral suspension of United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition namely containing sulfametoxazole and trimetoprim not less than 90.0 % and not more than 110.0 % from the label declared. The validation test of the tablet mixture who made by researcher showed the concentration 101.17% for sulfametoxazole and for trimetoprim showed the concentration 105.14%.

(7)

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom, fase gerak, laju alir dan detektor yang tertera pada United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV tahun 2011. Persyaratan kadar suspensi kotrimoksazol menurut USP Edisi XXXIV tahun 2011 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yaitu untuk kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetropim sebesar 105,14%.

(8)
(9)

2.2.7 Dosis ... 10

2.3 Kromatografi ... 10

2.3.1 Pembagian Kromatografi ... 11

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 11

2.4.1 Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 12

1. Kromatografi Absorbsi ... 12

2. Kromatografi Partisi ... 13

3. Kromatografi Penukar Ion ... 15

4. Kromatografi Ekslusi ... 15

2.4.2 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15

(10)

3.5.3.1 Sulfametoksazol ... 21

3.5.3.2 Trimetoprim ... 21

3.5.4 Larutan Uji ... 21

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 22

3.6.1 Pengaturan Kondisi Sistem ... 22

3.6.2 Mengaktifkan Sistem ... 22

3.6.3 Penentuan Garis Alas ... 22

3.7 Penetapan Kadar Kotrimoksazol ... 22

3.8 Interprestasi Hasil ... 23

3.9 Persyaratan ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Hasil ... 25

4.2 Pembahasan ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) ... 31

Lampiran 2. Gambar alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 32

Lampiran 3. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Penyaring ... 33

Lampiran 4. Neraca Mikro Dan Neraca Analitik ... 34

Lampiran 5. Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol ... 35

Lampiran 6. Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol ... 36

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kadar Kotrimoksazol Suspensi ... 25

Tabel 2. Berat Jenis Suspensi Kotrimoksazol ... 37

Tabel 3. Data Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol ... 39

Tabel 4. Data Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol ... 39

(13)

DETERMINATION OF KOTRIMOKSAZOL BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Kotrimoksazol is combination mixture sulfametoksazol and trimethoprim between 5:1 to bacterisid with the spectrum bigger than sulfonamide.Trimetoprim and sulfametoksazol will survive enzimatik obligat reaction with 2 steps so this combination will give sinergistik effect. The qualitatif test of each drug was done to suspension sulfametoksazol and trimetoprim solution to system HPLC with coloum, mobile phase, flow rate and detector same as included in United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition 2011. The requirement oral suspension of United States Pharmacopeia (USP) 34TH Edition namely containing sulfametoxazole and trimetoprim not less than 90.0 % and not more than 110.0 % from the label declared. The validation test of the tablet mixture who made by researcher showed the concentration 101.17% for sulfametoxazole and for trimetoprim showed the concentration 105.14%.

(14)

PENETAPAN KADAR KOTRIMOKSAZOL DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom, fase gerak, laju alir dan detektor yang tertera pada United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV tahun 2011. Persyaratan kadar suspensi kotrimoksazol menurut USP Edisi XXXIV tahun 2011 baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yaitu untuk kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetropim sebesar 105,14%.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari sulfametoksazol dan

trimetoprim dengan perbandingan 5:1, bersifat bakterisid dengan spektrum kerja

lebih lebar dibandingkan dengan sulfonamida. Trimetoprim dan sulfametoksazol

menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap yang berurutan pada bakteri

sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergistik. Spektrum

antibakteri trimetoprim mirip sulfametoksazol. Namun demikian, Trimetoprim

20-50 kali lebih poten (kuat) dari sulfametoksazol (Mycek, 1995).

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan

yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang

berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapetik yang diharapkan.

Prosedur pengujian dan penetapan kadar pengujian diberikan untuk menetapkan

kesesuaian dengan persyaratan kadar, mutu dan kemurnian yang tertera pada

Farmakope (Depkes, 1995).

Kotrimoksazol merupakan pengobatan yang efektif untuk infeksi-infeksi

seperti: saluran kemih, alat kelamin (prostatitis), saluran cerna, dan pernapasan

(bronchitis) sehingga pengawasan terhadap zat berkhasiat kotrimoksazol perlu

dijaga karena jika tidak memenuhi persyaratan dapat mengakibatkan terjadinya

efek samping yang tidak diinginkan.

Menurut Clarke’s Analysis of Drug & Poisons Edisi Ketiga (2004),

(16)

menggunakan Kromatografi Lapis Tipis, Spektrofotometri UV, Spektrofotometri

Inframerah, Spektrofotometri Massa, Kromatografi Gas, dan Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi.

Menurut United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV (2011) bahwa

kombinasi Sulfametoksazol dan Trimetoprim ditentukan kadarnya menggunakan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan fase gerak campuran

air:asetonitril:trietilamin (1400:400:2) v/v, menggunakan detektor 254 nm dengan

kolom L1 (25 cm x 4,6 mm), dan laju alir 2 ml/menit dimana persyaratan kadar

untuk suspensi kotrimoksazol baik untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim

mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah

yang tertera pada etiket.

Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki banyak keuntungan

yaitu: kecepatan analisis tinggi, daya pisahnya baik, mampu memisahkan

molekul-molekul dari suatu campuran, mudah untuk memperoleh kembali

cuplikan, kolom dapat dipakai berulang kali, dan perangkatnya dapat digunakan

secara otomatis dan kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan hal ini, penulis melakukan pengujian kadar Kotrimoksazol

dalam suspensi dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar Kotrimoksazol dalam sediaan

suspensi adalah untuk mengetahui apakah kadar Kotrimoksazol dalam sediaan

suspensi memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan United States Pharmacopeia

(17)

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar Kotrimoksazol dalam

sediaan suspensi adalah agar dapat mengetahui bahwa sediaan suspensi

Kotrimoksazol yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang

dipersyaratkan United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXXIV sehingga aman

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus

yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus

dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus

segera terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk

menjamin stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan

disebut sebagai emulgator (Joenoes, 1990).

Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung

partikel obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan

secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat

minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedia dalam bentuk siap

pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan

bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).

Suspensi merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase

kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat, dan fase

terdispersi atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya

tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu (Lieberman, 1994).

Menurut Anief (1999), suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai

cara:

(19)

− Tetes Mata (Guttae opthalmicae)

− Per oral

− Per rektal

Menurut Ansel (2005), ada beberapa alasan pembuatan suspense oral.

Salah satunya karena adanya obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada

dalam larutan tetapi stabil apabila disuspensi. Dalam hal ini, suspensi oral

menjamin stabilitas kimia dan memungkinkan terapi untuk cairan. Pada

umumnya, bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat karena pemberiannya

lebih mudah, aman, dan keluwesan dalam pemberian dosis terutama untuk

anak-anak.

Menurut Joenoes (1990), beberapa faktor penting dalam formulasi sediaan

obat bentuk suspensi adalah:

− Derajat kehalusan partikel yang terdispersi.

− Tidak tebentuk garam kompleks yang tidak dapat diabsorbsi dari saluran

pencernaan.

− Tidak terbentuk kristal/hablur.

− Derajat viskositas cairan.

Menurut Ansel (1989), sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan

farmasi adalah:

− Sediaan suspensi harus mengendap secara lambat dan mudah rata apabila

dikocok.

− Karakteristik suspensi harus stabil dan tersuspensi kembali ketika

(20)

− Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.

2.2 Suspensi Kotrimoksazol

Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C10H11N3O3S dan

Trimetoprim, C14H18N4O3, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%

dari jumlah yang tertera pada etiket (USP Edisi XXXIV, 2011).

2.2.1 Uraian Kotrimoksazol

2.2.1.1 Sulfametoksazol

Rumus struktur :

Nama kimia : N1 – (5-metil-3-isoksazolil) sulfanilamida

Rumus molekul : C10H11N3O3S

Berat molekul : 253, 28

Pemerian : Serbuk hablur, putih, dan praktis tidak berbau.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan dalam

kloroform, mudah larut dalam aseton dan dalam larutan

(21)

2.2.1.2 Trimetoprim

Rumus struktur :

Nama kimia : 2,4-Diamino-5-(3,4,5-trimetoksibenzil)pirimidina

Rumus molekul : C14H18N4O3

Berat molekul : 290, 36

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih sampai krem, dan tidak

berbau.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam benzyl

alkohol, agak sukar larut dalam kloroform dan dalam

methanol, sangat sukar larut alam etanol dan dalam

aseton, praktis tidak larut dalam eter dan dalam

karbon tetraklorida.

2.2.2 Mekanisme Kerja

Aktivitas antibakteri kombinasi antara sulfametoksazol dan trimetoprim

(kotrimoksazol) berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan pada reaksi

enzimatik untuk pembentukan asam tetrahidrofolat. Sulfonamida menghambat

masuknya para-aminobenzoic acid (PABA) ke dalam molekul asam folat dan

trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat menjadi

(22)

Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C,

seperti pembentukan basa purin (adenine, guanine dan timidin) dan beberapa

asam amino. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba

secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada

sel mamalia (Mariana, 1995).

Untuk mendapatkan efek sinergi diperlukan perbandingan kadar yang

optimal dari kedua obat tersebut. Kotrimoksazol ini bersifat bakterisid untuk

beberapa jenis mikroba dengan perbandingan kadar sulfametoksazol dengan

trimetoprim yang optimal adalah 20:1. Sifat farmakokinetik sulfonamid untuk

kombinasi dengan trimetoprim sangat penting untuk kadar yang relatif tetap dari

kedua obat tersebut dalam tubuh. Trimetoprim pada umumnya 20-100 kali lebih

poten daripada sulfametoksazol, sehingga sediaan kombinasi diformulasikan

untuk mendapatkan kadar sulfametoksazol 20 kali lebih besar daripada

trimetoprim (Mariana, 1995).

2.2.3 Farmakokinetika

Trimetoprim biasanya diberikan secara oral, baik tunggal maupun

dikombinasikan dengan sulfametoksazol, kombinasi ini merupakan bentuk

terakhir yang dipilih karena trimetoprim dan sulfametoksazol memiliki waktu

paruh yang hampir sama (Katzung, 2004).

Menurut Sukandar, dkk., (2008), waktu paruh dengan pemberian oral pada

trimetoprim adalah 8-11 jam dan sulfametoksazol adalah 10-12 jam. Trimetoprim

dan sulfametoksazol diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Sekitar 44%

(23)

Trimetoprim diabsorbsi dengan baik di usus dan didistribusikan secara

luas dalam cairan dan jaringan tubuh, termasuk cairan serebrospinal. Karena

trimetoprim lebih larut dalam lemak dibandingkan sulfametoksazol, maka volume

distribusi trimetoprim lebih banyak dibandingkan sulfametoksazol. Jika 1 bagian

trimetoprim diberikan dengan 5 bagian sulfametoksazol, maka konsentrasi plasma

puncaknya adalah pada rasio 1:20 yang merupakan konsentrasi optimal.

Sulfametoksazol lebih banyak terikat pada protein plasma dibandingkan

trimetoprim (Katzung, 2004).

2.2.4 Efek samping

Biasanya berupa gangguan kulit dan gangguan lambung-usus, stomatitis.

Pada dosis tinggi efek sampingnya juga berupa demam dan gangguan fungsi hati

dan kelainan pada darah (neutropenia, trombositopenia). Oleh karena itu,

penggunaan lebih dari dua minggu hendaknya disertai dengan pengawasan darah.

Resiko kristal uria dapat dihindari dengan meminum lebih dari 1,5 liter air sehari

(Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2.5 Kegunaan

Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim merupakan pengobatan yang

efektif untuk infeksi-infeksi saluran kemih dengan komplikasi, alat kelamin

(prostatitis) dan saluran cerna (Katzung, 2004).

Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim menjadi terapi efektif untuk

berbagai infeksi, meliputi pneumonia akibat Pneumocystis jiroveci, shigelosis,

infeksi salmonella sistematik, infeksi saluran kemih, dan beberapa infeksi

(24)

2.2.6 Bentuk sediaan

Kotrimoksazol tersedia dalam bentuk tablet oral yang mengandung 400

mg Sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim atau 800 mg sulfametoksazol dan

160 mg trimetoprim. Untuk anak- anak tersedia dalam bentuk suspensi oral yang

mengandung 200 mg Sulfametoksazol dan 40 mg Trimetoprim/5 ml, serta tablet

pediatrik yang mengandung 100 mg Sulfametoksazol dan 20 mg Trimetoprim.

Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg

Sulfametoksazol dan 80 mg Trimetoprim/5 ml (Gunawan, 2007).

2.2.7 Dosis

Dosis dewasa 800 mg Sulfametoksazol dan 160 mg Trimetoprim setiap 12

jam. Pada infeksi yang berat diberikan dosis lebih besar. Dosis yang dianjurkan

untuk anak-anak adalah Sulfametoksazol 40 mg/kg/BB/hari dan 8 mg/kg/BB/hari

Trimetoprim (Mariana, 1995).

2.3 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia

Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang

berisi kalsium karbonat (Johnson dan Stevenson, 1991).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk

memisahkan berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik

maupun komponen anorganik. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan

(25)

melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif atau preparative dalam

bidang farmasi. (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.1 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

dibedakan menjadi: (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c)

kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi

eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Rohman, 2009).

Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)

kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut

kromatografi planar, (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d)

kromatografi gas (KG). Bentuk kromatografi yang paling awal adalah

kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang

besar (Rohman, 2009).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan

HPLC (High Perpormance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir

tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat (Rohman, 2009).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik yang mana

solute atau zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan

solute-solute ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solute-solute ini

(26)

kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi

membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi

operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom,

kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman,

2007).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, detektor sangat sensitif dan

beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen

POM, 1995).

Menurut Roth dan Gottfried (1998), kromatografi cair kinerja tinggi

merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom. Berbeda dengan

kromatografi gas, metode ini menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai

fase mobil (fase gerak) sebagai pengganti gas. Metode ini dapat dibedakan dari

kromatografi kolom klasik oleh empat sifat yang khas yaitu:

- Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.

- Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm,

untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.

- Ukuran partikel bahan sorbsi (penyerap) terletak dibawah 50 µm, hingga

akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.

- Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk

mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom.

(27)

Menurut Synder (1979), banyak kelebihan metode kromatografi cair

kinerja tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. Beberapa kelebihan

kromatografi cair kinerja tinggi antara lain:

1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran.

2. Mudah melaksanakannya.

3. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi.

4. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis.

5. Resolusi yang baik.

6. Dapat digunakan bermacam-macam detektor.

7. Kolom dapat dipergunakan kembali.

2.4.1 Klasifikasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) berdasarkan pada sifat

fase diam yaitu:

1. Kromatografi Absorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi menggunakan fase diam silika gel atau

alumina. Fase geraknya berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut

polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan

elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak, seperti n-heksana ditambah

metanol. Jenis KCKT ini sesuai untuk pemisahan-pemisahan campuran isomer

struktur dan untuk pemisahan solut dengan gugus fungsional yang berbeda

(Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Kromatografi Partisi

Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat.

(28)

fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah

hidrokarbon-hidrokarbon non polar seperti oktadesilsilana, oktilsilana, atau

dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilana

(ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah dengan fase terbalik.

Sedangkan fase geraknya adalah campuran asetonitril atau metanol dengan air

atau dengan larutan buffer. (Gandjar dan Rohman, 2007).

Ditinjau dari jenis fase diam dan fase geraknya, maka kromatografi partisi

dapat dibedakan atas:

a. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak

ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana,

heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti

diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan.

Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Munson,

1991).

b. Kromatografi Fase Terbalik

Kromatografi fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak),

kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Kandungan

utama fase gerak fase terbalik adalah air. Pelarut yang dapat campur dengan air

seperti metanol, etanol, asetonitril, dioksan, tetrahidrofuran dan dimetilformamida

ditambahkan untuk mengatur kepolaran fase gerak. Dapat ditambahkan pula

(29)

3. Kromatografi Penukar Ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation

atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di

pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaanya adalah polistiren

resin (Rohman, 2007).

Tehnik ini tergantung pada penukaran (adsorpsi) ion-ion diantara fase

gerak dan tempat-tempat berion dari kemasan. Kebanyakan resin-resin berasal

dari polimer stiren divinilbenzen dimana gugus-gugus fungsinya telah ditambah.

Resin-resin tipe asam sulfonat dan amin kuarterner merupakan jenis resin pilihan

paling baik dan banyak digunakan. Keduanya, fase terikat dan resin telah

digunakan. Tehnik ini dipakai secara luas dalam life sciences dan dikenal secara

khas untuk pemisahan asam-asam amino. Tehnik ini dapat dipakai untuk

keduanya, kation-kation dan anion-anion (Johnson dan Stevenson, 1991).

4. Kromatografi Eksklusi

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi (filtrasi) gel,

yang digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat

molekul lebih besar dari 2000 Dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa

silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus atau

berdifusi melewati fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pemisahan tehnik ini berdasarkan pada ukuran molekul dari solut.

Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang sangat kecil

yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan dan ditahan

(30)

dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan (Johnson

dan Stevenson, 1991).

2.4.2 Instrumentasi Kromatogarfi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Bagan instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat

dilihat pada Lampiran 1 hal 31. Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) pada dasarnya terdiri atas enam komponen pokok yaitu:

1. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak yang digunakan harus bersih. Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (Gandjar

dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Menurut Mulja dan Suharman (1995), pompa yang cocok untuk KCKT

mempunyai beberapa ciri yaitu : pompa harus dibuat dari bahan yang lembam

terhadap semua macam pelarut, mampu menghasilkan tekanan sampai 5000-6000

psi pada kecepatan alir sampai 3 ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparative

perlu kecepatan alir sampai 20 ml/menit, dan menghantarkan aliran pelarut yang

tetap dan terulangkan ke dalam kolom. Ada tiga macam jenis pompa yang banyak

dipakai pada KCKT antara lain:

- Reciprocating Pumps

- Displacement Pumps (Syringe Pumps)

- Pneumatic Pumps (Constant Pressure Pumps)

(31)

3. Injektor

Menurut Mulja dan Suharman (1995), sampel-sampel cair dan larutan

disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan

menuju kolom menggunakan alat penyuntik (injektor). Ada tiga macam sistem

injektor pada KCKT yaitu:

- Injektor dengan memakai diafragma (septum)

- Injektor tanpa septum

- Injektor dengan pipa dosis

4. Kolom

Kolom merupakan komponen yang vital pada analisis kromatografi.

Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi

kerja yang tepat. Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi merupakan bagian

yang sangat penting, karena proses separasi (pemisahan) komponen-komponen

sampel akan terjadi di dalam kolom. Kolom akan menjadi kunci penentu

keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir analisis

dengan KCKT. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 µm di jalur antara

penyuntik dan kolom untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan

memperjang umur dari kolom (Gritter, 1991; Munson, 1991; Mulja dan

Suharman, 1995).

5. Detektor

Menurut Rohman (2007), Detektor diperlukan untuk mengindera adanya

komponen cuplikan di dalam efluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor

(32)

dan menanggapi semua jenis senyawa. Kita menginginkan pula detektor yang

kurang peka terhadap perubahan aliran dan suhu, tetapi hal itu selalu tidak

terpenuhi. Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu:

- Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara

umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor

indeks bias dan spektrofotometri massa.

- Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik

dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan

elektrokimia

5. Komputer

Alat pengumpul data seperti komputer dihubungkan dengan detektor. Alat

ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu

memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi

(33)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan di Laboratorium Obat, Balai

Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem

Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Alat

Alat yang digunakan adalahSeperangkat alat KCKT dengan kolom L1 (25

cm x 4,6 mm), detektor 254 nm; sonikator, penyaring membrane PTFE 0,45 μm,

penyaring vakum, timbangan analitik, beaker glass, piknometer 25 ml, batang

pengaduk, labu tentukur 50 ml, 100 ml, 1000 ml, membran filterukuran 0,45 μm,

pH meter, dan pipet volume ukuran 1,0 ml, 2,0 ml, 5,0 ml.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah akuabides, asetonitril, metanol, asam asetat

glasial, NaOH 0,2 N, trietilamin, sulfametoksazol baku pembanding, dan

trimetoprim baku pembanding.

3.4 Sampel

(34)

− Wadah/Kemasan : Botol/Suspensi 50 ml

− No. Batch : 006189

− No Reg : DKL 8304116833A1

− Komposisi : setiap 5 ml suspense mengandung sulfametoxazol

200 mg dan trimetoprim 40 mg

− Kadaluarsa : Jun 2013

− Produksi : PT. Combiphar, Bandung – Indonesia

3.5 Prosedur

3.5.1 Penentuan Bobot jenis

Sediakan piknometer 25 ml. Diatur suhu termometer hingga mencapai

suhu kamar (250C). Ditimbang dalam keadaan kosong. Diisi piknometer tersebut

dengan air hingga penuh. Diatur suhu termometer hingga mencapai suhu kamar.

Ditimbang kembali. Dikeluarkan air dalam piknometer dan bersihkan. Lalu

piknometer tersebut diisi dengan sampel yang diuji hingga penuh. Diatur suhu

termometer hingga mencapai suhu kamar. Ditimbang dan hitung bobot jenisnya.

Data perhitungan bobot jenis dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 37.

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak

Campuran 400 ml asetonitril dan 2,0 ml trietilamin dimasukkan ke dalam

gelas ukur 2000 ml. Kemudian diadkan dengan air sampai garis tanda. Biarkan

(35)

0,2 N atau asam asetat glasial P (1:100). Disaring menggunakan penyaring vakum

yang sudah dilapisi membran 0,45 μm.

3.5.3 Larutan Baku Pembanding

3.5.3.1 Sulfametoksazol

Ditimbang seksama ±8 mg sulfametoksazol BP, masukkan ke dalam labu tentukur 5 ml, tambahkan 3 ml metanol, sonikasi selama 15 menit, didinginkan.

Diadkan dengan metanol sampai garis tanda.

3.5.3.2 Trimetoprim

Ditimbang seksama ±3 mg trimetoprim BP, masukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, tambahkan 5 ml metanol, sonikasi selama 15 menit, didinginkan.

Diadkan dengan metanol sampai garis tanda.

Masing-masing larutan baku sulfametoksazol dan larutan baku

trimetoprim dipipet 1,0 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml dan diadkan

dengan fase gerak sampai garis tanda. Kemudian dikocok dan disaring dengan

penyaring membran dengan porositas 0,45 µm kedalam vial.

3.5.4 Larutan Uji

Dipipet 2,0 ml suspensi (setara lebih kurang 80 mg sulfametoksazol).

Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 30 ml metanol dan

disonikasi selama 10 menit, didiamkan sampai suhu ruang dan diadkan dengan

metanol sampai garis tanda. Kemudian dipipet 5,0 ml dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 50 ml dan diadkan dengan fase gerak sampai garis tanda, dan disaring

(36)

3.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

3.6.1 Pengaturan Kondisi Sistem

Sistem diperiksa dan dicek untuk meyakinkan apakah sistem pengalir

pelarut telah disambungkan dengan baik, kolom telah dipasang, tersedia cukup

pelarut di dalam botol pelarut, sistem pengawasan pelarut bekerja dengan baik

untuk menghilangkan gelembung udara, penyaring pelarut sudah dipasang, dan

detektor yang sesuai sudah terpasang dengan benar.

3.6.2 Mengaktifkan Sistem

Setelah masing-masing sistem diatur, hubungkan setiap sistem dengan

sumber arus listrik. Tekan tombol power pada pompa, detektor UV-VIS ke posisi

ON dan CBM (Communication Bus Module) ke posisi ON.

3.6.3 Penentuan Garis Alas

Bila nilai absorbansi yang ditampilkan pada detektor UV-VIS telah

menunjukkan 0,000 lalu biarkan beberapa menit sampai diperoleh garis alas yang

relatif cukup lurus yang menandakan sistem telah stabil.

3.7 Penetapan Kadar Kotrimoksazol

Kemudian larutan uji dan baku diinjeksikan secara terpisah kedalam

kolom kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan dilakukan elusi dengan

kondisi menggunakan kolom fase balik L1 (ODS berukuran 25 cm x 4,6 mm),

detektor dengan panjang gelombang 254 nm, dengan laju alir 2 ml/menit, dengan

volume injeksi 20 µl, dengan fase gerak campuran air:asetonitril:trietilamin

(37)

Hasil yang diperoleh dapat dilihat dari terbentuknya puncak yang direkam

oleh CBM (Communication Bus Module) yakni sejenis penghubung dengan

sistem komputer yang dilengkapi dengan pencetak kromatogram.

Kromatogram larutan baku dan larutan uji dapat dilihat pada Lampiran 5

halaman 35 dan Lampiran 6 halaman 35.

3.8 Interpretasi Hasil

Kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT) dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Au : Luas puncak larutan uji

Ab : Luas puncak larutan baku

Bb : Bobot baku yang ditimbang dalam mg

Bu : Bobot uji yang ditimbang dalam mg

Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Fb : Faktor pengenceran larutan baku

5 : Menunjukkan bahwa takaran setiap 5 ml suspensi mengandung 200 mg

sulfametoksazol dan 40 mg Trimetoprim

Bj : Berat jenis sampel

(38)

3.9 Persyaratan

Persyaratan suspensi oral menurut USP Edisi XXXIV tahun 2011 baik

untuk sulfametoksazol maupun trimetoprim mengandung tidak kurang dari 90,0%

dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket sulfametoksazol

(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pada penetapan kadar Kotrimoksazol dalam sediaan suspensi dengan

kromatografi cair kinerja tinggi diperoleh kadar sulfametoksazol dan trimetoprim

yang dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Kadar kotrimoksazol dalam suspensi

Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap penetapan kadar

kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) diperoleh kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan trimetoprim

105,65%.

Kromatogram hasil pengujian dari kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 35 dan Lampiran 6 halaman 36.

Sedangkan perhitungan penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan

metode KCKT dapat dilihat pada Lampiran 7 halaman 37.

Kombinasi

Kotrimoksazol Bobot Uji

(40)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh hasil bahwasanya

suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang

ditetapkan oleh USP Edisi XXXIV tahun 2011, yaitu tidak kurang dari 90,0% dan

tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket, yaitu untuk kadar

sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetropim sebesar 105,65%.

Kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim (kotrimoksazol) dalam

sediaan suspensi dapat ditetapkan kadarnya dengan kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) karena analisis dengan KCKT cepat, daya pisah baik, peka,

penyiapan sampel yang mudah, dan dapat dihubungkan dengan detektor yang

sesuai. Panjang gelombang analisis yang dipilih adalah 254 nm, karena pada

panjang gelombang tersebut kotrimoksazol memberikan respon puncak yang baik.

Metode KCKT yang digunakan pada penetapan kadar kotrimoksazol

dalam suspensi adalah kromatografi partisi metode kolom fase terbalik yakni fase

diam bersifat non polar berupa Oktadesilsilan (L1) dan fase gerak bersifat polar

yaitu air:asetonitril:trietilamin (1400:400:2). Pada saat penggunaan metode kolom

fase terbalik terjadi kompetisi antara fase gerak dengan sampel yang diuji yang

terjadi di dalam kolom. Pada dasarnya, sulfametoksazol dan trimetoprim memiliki

sifat kepolaran yang berbeda-beda sehingga trimetoprim yang bersifat polar akan

lebih cepat keluar dari kolom dibandingkan dengan sulfametoksazol yang bersifat

non polar. Hal ini dapat dilihat pada panjang gelombang 254 nm, sulfametoksazol

yang terkandung didalam suspensi ditunjukkan dengan adanya puncak pada waktu

(41)

disuntikkan dengan luas area 6012882 (penyuntikan I) dan 6126941 (penyuntikan

II) sedangkan trimetoprim yang terkandung di dalam suspensi ditunjukkan dengan

adanya puncak pada waktu retensi 5,257 (penyuntikan I) dan 5,287 (penyuntikan

II) menit setelah sampel disuntikkan dengan luas area 557330 (penyuntikan I) dan

555978 (penyuntikan II).

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat dinyatakan bahwa

penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi dengan metode kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan prinsip kromatografi partisi metode

kolom fase terbalik merupakan metode yang cukup baik untuk pemisahan dan

penetapan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim, sehingga dapat diterapkan

(42)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan penetapan kadar kotrimoksazol dalam suspensi

dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa suspensi yang

diuji mengandung kadar sulfametoksazol sebesar 101,17% dan kadar trimetoprim

sebesar 105,65% di mana suspensi kotrimoksazol yang diuji tersebut memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh USP Edisi XXXIV tahun 2011, yaitu tidak

kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada

etiket.

5.2Saran

Penetapan kadar suatu sediaan obat sebaiknya dilakukan dengan berbagai

metode lain agar dapat dibandingkan hasilnya, sehingga dapat diperoleh kadar

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1994). Ilmu Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 89.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI Press. Hal. 354.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 769-771.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378-394, 406.

Gritter, R.J., dan Bobbitt, J.M., (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB Press. Hal 221.

Gunawan, S.G. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 591.

Lieberman, H. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: UI Press. Hal. 986.

Joenoes, N.Z. (1990). Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Surabaya: UNAIR. Hal. 88-89.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 291-302.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 73-80.

Katzung, B.G. (2007). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi X. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 791.

Mariana, J. (1995). Sulfonamid dan Trimetoprim-Sulfametoksazol. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Hal. 460, 470-471.

Mulja, M., dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 248.

(44)

Mycek, M.J., Harvey, R.A., dan Champe, P.C. (2001). Farmakologi Ulasan

Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. Hal. 297.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 2.

Roth, H.J., dan Gottfried, B. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal 431-432.

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., dan Sigit., J.I. (2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI. Hal. 738.

Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi V. Cetakan ke-2. Jakarta: PT. Gramedia. Hal. 80-81.

(45)
(46)

Lampiran 2. Gambar Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(47)

Lampiran 3. Gambar Alat Ultrasonic Cleaner dan Penyaring

Gambar 3. Alat Ultrasonic Cleaner

(48)

Lampiran 4. Neraca Mikro Dan Neraca Analitik

Gambar 5. Neraca Mikro

(49)
(50)
(51)

Lampiran 7. Perhitungan Penetapan Kadar Kotrimoksazol dalam Suspensi

Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Setiap 5 ml suspensi Bactoprim Combi mengandung sulfametoksazol

200 mg dan trimetoprim 40 mg.

Penentuan Bobot Jenis

Pemerian

Bentuk : Suspensi Warna : Merah Muda Rasa : Normal Bau : Ragi

Tabel 2. Berat Jenis Suspensi Kotrimoksazol

Piknometer Kosong Piknometer Kosong +

Air

Piknometer Kosong +

Zat

32,7995 gram 57,2687 gram 58,9338 gram

Maka:

Baku Pembanding Kotrimoksazol:

Sulfametoksazol BPFI

(52)

Kadar : 99,26%

Susut pengeringan : 0,14%

Trimetoprim BPFI

No Kontrol : 199341

Kadar : 100,03%

Susut pengeringan : 0,16%

Baku Pembanding yang ditimbang:

− Sulfametoksazol : 7,8 mg

− Trimetoprim : 3,05 mg

Bobot baku Sulfametoksazol

Bobot baku Trimetoprim

Sampel

Bobot uji yang akan ditimbang (setiap 5 ml suspensi) :

(53)

Penimbangan uji yang dilakukan:

− Berat uji 1 : 2,1358 gram

− Berat uji 2 : 2,1394 gram

Penetapan Kadar Kotrimoksazol Dengan Metode KCKT

Fase gerak : 400 ml acetonitrile dan 2.0 ml trietilamin dan diadkan

dengan air hingga 2 L, pH hingga 5,9±0,1 menggunakan

Baku pembanding : Sulfametoksazol BPFI dan Trimetoprim BPFI

Tabel 3. Data Kromatogram Larutan Baku Kotrimoksazol

Nama Zat Bobot Faktor Volume Respon

Sisa Pengenceran Penyuntikan Puncak

Sulfametoksazol 7,8 mg 7,7422 mg 50 20 μl 5763026

Trimetoprim 3,05 mg 3,0509 mg 100 20 μl 501518

Tabel 4. Data Kromatogram Larutan Uji Kotrimoksazol

Bobot Nama Zat Faktor Volume Respon

Uji Uji Pengenceran Penyuntikan Puncak

2,1358 gram Sulfametoksazol 500 20 μl 6012882

Trimetoprim 557330

2,1394 gram Sulfametoksazol 500 20 μl 6126941

(54)

Rumus:

Keterangan:

Au : Luas puncak larutan uji

Ab : Luas puncak larutan baku

Bb : Bobot baku yang ditimbang dalam mg

Bu : Bobot uji yang ditimbang dalam mg

Fu : Faktor pengenceran larutan uji

Fb : Faktor pengenceran larutan baku

Bj : Berat jenis sampel

Ki : Kadar Sulfametoksazol dan Trimetropim dalam setiap 5 ml suspensi

Sulfametoksazol 1:

Sulfametoksazol 2:

(55)

Trimetoprim 1:

Trimetoprim 2:

(56)

Gambar

Tabel 1. Kadar kotrimoksazol dalam suspensi
Gambar 1. Seperangkat Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Gambar 3.  Alat Ultrasonic Cleaner
Gambar 5. Neraca Mikro
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selain memberikan manfaat bagi para nasabahnya, system layanan ATM ini juga memberikan manfaat bagi perkembangan dan kemajuan bank itu sendiri, seperti : banyak menarik nasabah,

Iman kepada kitab-kitab Allah Swt Adalah mengakui, mempercayai dan meyakini bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab kepada para nabi dan Rasul-Nya yang berisi ajaran Allah SWT.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui berbagai jenis kegiatan Jelajah Alam yang menjadi tren di kalangan mahasiswa Unnes, (2) Mengetahui peran Media

Pengaruh Dosis Pupuk Organik dan Populasi Tanaman Terhadap Pertumbuhan Serta Hasil Tumpang sari Kedelai (Glycine max L. ) Universitas Sebelas Maret.. Respon

Sedangkan pada isteri mayoritas istri dengan suku Jawa yang mengalami kecemasan. ringan yaitu sebanyak 11

kelembapan ruangan. Adapun ruangan di gudang antara lain :.. a) Ruang karantina bahan baku obat. b) Ruang penyimpanan bahan pembantu yang telah diluluskan bagian. pengawasan mutu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menemukan ide pokok paragraf dalam berbagai jenis wacana yang ada pada soal UAN