PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA
DAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH TERHADAP KINERJA SKPD
DI PEMERINTAH KABUPATEN
SIMALUNGUN
TESIS
Oleh
TUBAGUS SYAH PUTRA
087017118/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
SE K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA N
PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA
DAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH TERHADAP KINERJA SKPD
DI PEMERINTAH KABUPATEN
SIMALUNGUN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
TUBAGUS SYAH PUTRA
087017118/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DAN SISTEM INFORMASI
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
TERHADAP KINERJA SKPD DI PEMERINTAH KABUPATEN SIMALUNGUN
Nama Mahasiswa : Tubagus Syah Putra
Nomor Pokok : 087017118
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
(Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak)
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal : 30 Agustus 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak
Anggota : 1. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak
3. Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:
“Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi
Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD di Pemerintah
Kabupaten Simalungun”,
adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 30 Agustus 2010
Yang membuat pernyataan,
ABSTRAK
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD telah banyak dilakukan, namun penelitian yang mengkaji tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD masih relatif sedikit. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Populasi penelitian ini adalah seluruh SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Unit analisisnya adalah setiap pimpinan dalam hal ini kepala SKPD. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diantar langsung oleh penulis. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi linier berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun secara parsial penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
ABSTRACT
Research about the factors that affect the performance of work unit in local Government (SKPD) have been much undertaken, however research about affect performance budgeting to performance of SKPD in local government is not many. The objective of this research is to test empirically and analyse whether performance budgeting or information system of financial management have an effect on performance of SKPD in Government of Simalungun.
The population of this research are all of work units (SKPD) in Government of Simalungun. The unit analysis are all of the chiefs of the work units. The data collecting is done with a questionnaire which delivered directly by the researcher. Before the hypothesis testing is done, the testing of quality data is undertaken firstly.
The result of this research proves whether simultantly or partially that the performance budgeting and information system of financial management have an effect and significant on performance of SKPD in Government of Simalungun.
KATA PENGANTAR
Berawal dari motivasi sang ibunda dan istri tercinta, agar penulis melanjutkan
pendidikan ke jenjang Strata-2. Tadinya penulis ragu akan motivasi mereka, namun
seiring berjalannya waktu dan hanya karena hidayah Allah SWT semata yang telah
berkenan membukakan pintu hati penulis, akhirnya penulis memberanikan diri untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata-2.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Zat yang Maha Pembolak Balik hati
manusia, yang telah memberikan rahmad, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi sekaligus dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
“Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi
Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Simalungun”.
Sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan studi pada Sekolah
Pascasarjana Program Studi Akuntansi pada Universitas Sumatera Utara,
penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan yang penulis terima dari
berbagai pihak, oleh karenanya dengan setulus hati penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak., selaku Ketua Program
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus
sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk
perbaikan sehingga selesainya tesis ini.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si., Ak., selaku Sekretaris Program Magister
Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai
Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk
perbaikan sehingga selesainya tesis ini.
5. Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA., Ak., selaku Dosen Pembanding yang telah banyak
memberikan saran dan kritik untuk perbaikan sehingga selesainya tesis ini.
6. Ibu Erlina, SE., M.Si., Ph.D., Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan penulisan
untuk menyusun tesis ini.
7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan arahan, bimbingan dan saran dalam proses penelitian dan
penulisan untuk menyusun tesis ini.
8. Bapak dan Ibu para dosen serta seluruh pegawai pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan bantuan yang diberikan.
9. Rekan-rekan pengelola Sekretariat Program Magister Akuntansi, Bang Ari, Mbak
Yusna, Mbak Dori dkk yang telah banyak membantu administrasi penelitian ini.
10.Kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun beserta jajarannya, Bapak Kepala
Bapak Edwin Purba, Bapak Wilken Situmorang, Bapak Jasman Saragih, Ibu Budi
Susilowati Sirait, Bapak Mulyadi Parlaungan Marpaung, beserta yang lainnya
atas segala waktu dan tenaga yang diberikan sehingga penelitian ini dapat
terlaksana dengan baik.
11.Kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Warino dan Ibunda Mujannah serta kedua
mertuaku Bapak H. Awaluddin Nasution (Alm) dan Ibu Hj. Djamilah Nasution
(Almh), yang telah memberikan dorongan dan do’a serta motivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini.
Akhirnya penulis menghaturkan ribuan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada istriku tercinta Afrina Dewi Nasution
dan para malaikat kecilku Nizam Abdul Wafiy, Hanif Maulana Irham dan Almira
Syifa Syauqiah atas segala pengorbanan yang tak ternilai harganya dalam
memberikan dukungan moril, materil dan spiritual dalam suka maupun duka.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Amiin.
Medan, Agustus 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : TUBAGUS SYAH PUTRA
2. Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 10 November 1977
3. Alamat : Jalan Sunggal Komplek BPKP No. 121 Medan
4. No. Telepon : 08126333055
5. Agama : Islam
6. Jenis Kelamin : Laki-laki
7. Pekerjaan : PNS pada Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Prov. Sumatera Utara
8. Status : Menikah
Nama Istri : Afrina Dewi Nasution
Nama Anak : 1. Nizam Abdul Wafiy (7 tahun)
2. Hanif Maulana Irham (6 tahun)
3. Almira Syifa Syauqiah (9 bulan)
9. Nama Ayah : Warino
Nama Ibu : Mujannah
10.Pendidikan :
a. SD Negeri No. 122336 Kota Pematangsiantar lulus tahun 1989.
b. SMP Negeri 4 Kota Pematangsiantar lulus tahun 1992.
c. SMEA Negeri Kota Pematangsiantar lulus tahun 1995.
d. Diploma 3 (D3) STAN lulus tahun 1998.
e. Sarjana (S1) Universitas Medan Area lulus tahun 2004.
11.Riwayat Pekerjaan :
a. 1998 – 2002 : PNS pada BPKP Perwakilan Jambi.
b. 2002 – sekarang : PNS pada BPKP Perwakilan Sumatera Utara.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT....... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI...……… vii
DAFTAR TABEL....………... x
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN….……….. xii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
1.1. Latar Belakang Penelitian…...……… 1
1.2. Rumusan Masalah Penelitian....…...……… 9
1.3. Tujuan Penelitian...………. 9
1.4. Manfaat Penelitian...…..……….………… 10
1.5. Originalitas Penelitian……….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA….……….. 12
2.1. Landasan Teori……….. 12
2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja……… 12
2.1.2. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah……. 15
2.1.3. Kinerja SKPD………. 17
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu..……… 21
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS……….. 25
3.1. Kerangka Konsep……….. 25
BAB IV METODE PENELITIAN…..………. 28
4.1. Jenis Penelitian….………. 28
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian….………... 28
4.3. Populasi dan Sampel………. 28
4.4. Metode Pengumpulan Data……….. 29
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel…….. 31
4.5.1. Variabel Penelitian….……… 31
4.5.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel..……. 31
4.6. Model Penelitian….……….. 35
4.7. Metode Analisis Data……… 35
4.7.1. Uji Validitas dan Reliabilitas………. 35
4.7.2. Uji Asumsi Klasik….………. 36
4.7.2.1. Uji Normalitas………. 36
4.7.2.2. Uji Multikolinieritas………. 37
4.7.2.3. Uji Heteroskedastisitas…...………. 37
4.7.3. Pengujian Hipotesis... 38
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN………. 39
5.1. Deskripsi Data... 39
5.1.1. Deskripsi Lokasi... 40
5.1.2. Karakteristik Penelitian... 41
5.2. Analisis Data... 43
5.2.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data………. 43
5.2.1.1. Uji Validitas... 43
5.2.1.2. Uji Reliabilitas... 45
5.3. Deskripsi Hasil Penelitian... 46
5.3.1. Variabel Anggaran Berbasis Kinerja... 46
5.3.2. Variabel Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah...
5.3.3. Variabel Kinerja SKPD... 49
5.4. Pengujian Asumsi Klasik... 51
5.4.1. Pengujian Normalitas... 52
5.4.2. Pengujian Multikolinearitas... 54
5.4.3. Pengujian Heteroskedastisitas... 54
5.5. Pengujian Hipotesis... 56
5.5.1. Pengujian Hipotesis Secara Simultan... 56
5.5.2. Pengujian Hipotesis Secara Parsial……… 57
5.5.3. Analisis Koefisien Determinasi (R2)….………. 58
5.5.4. Hasil Persamaan Regresi……… 60
5.6. Pembahasan…... 61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN….…..………. 70
6.1. Kesimpulan... 70
6.2. Keterbatasan Penelitian... 71
6.3. Saran... 71
DAFTAR PUSTAKA...……… 72
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya... 24
4.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 34
5.1 Distribusi Kuesioner... 40
5.2 Tingkat Pendidikan Responden... 41
5.3 Pangkat/Golongan Responden... 41
5.4 Lama Bekerja Responden... 42
5.5 Kursus/Diklat/Bimtek di Bidang Pengelolaan Keuangan... 42
5.6 Uji Validitas Variabel... 44
5.7 Uji Reliabilitas Variabel... 46
5.8 Deskripsi Statistik Variabel Anggaran Berbasis Kinerja... 47
5.9 Deskripsi Statistik Variabel Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah... 48 5.10 Deskripsi Statistik Variabel Kinerja SKPD... 50
5.11 Deskripsi Statistik Seluruh Variabel... 51
5.12 Pengujian Kolmogorov-Smirnov... 53
5.13 Hasil Pengujian Multikolinearitas... 54
5.14 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji F…... 57
5.15 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji t…... 58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konseptual... 25
5.1 Pengujian Normalitas Data…..………... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Daftar Pertanyaan... 75
2 Tabulasi Data Kuesioner……….. 80
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variable…..……… 82
4 Deskriptif Statistik…..……… 84
5 Hasil Pengujian Normalitas Data………. 86
6 Hasil Pengujian Multikolinearitas…..………. 87
7 Hasil Pengujian Heteroskedastisitas…..………. 88
8 Hasil Pengujian Hipótesis…..………. 89
ABSTRAK
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD telah banyak dilakukan, namun penelitian yang mengkaji tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD masih relatif sedikit. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh bukti empiris apakah penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Populasi penelitian ini adalah seluruh SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Unit analisisnya adalah setiap pimpinan dalam hal ini kepala SKPD. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diantar langsung oleh penulis. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi linier berganda, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas data dan uji asumsi klasik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun secara parsial penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
ABSTRACT
Research about the factors that affect the performance of work unit in local Government (SKPD) have been much undertaken, however research about affect performance budgeting to performance of SKPD in local government is not many. The objective of this research is to test empirically and analyse whether performance budgeting or information system of financial management have an effect on performance of SKPD in Government of Simalungun.
The population of this research are all of work units (SKPD) in Government of Simalungun. The unit analysis are all of the chiefs of the work units. The data collecting is done with a questionnaire which delivered directly by the researcher. Before the hypothesis testing is done, the testing of quality data is undertaken firstly.
The result of this research proves whether simultantly or partially that the performance budgeting and information system of financial management have an effect and significant on performance of SKPD in Government of Simalungun.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan Pemerintah Pusat kepada
Daerah. Meskipun demikian, urusan pemerintahan tertentu seperti politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional masih diatur Pemerintah Pusat.
Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan
pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM)
dalam kerangka Desentralisasi Fiskal. Pendanaan kewenangan yang diserahkan
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan
daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan Pusat-Daerah dan antar
Daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam
wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan
melalui Dana Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum,
Dengan adanya kewenangan yang lebih besar dalam pelaksanaan otonomi ini,
pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara
transparan dan akuntabel yang selalu berpedoman kepada kaidah-kaidah yang
ditetapkan dalam regulasi yang mengatur mengenai keuangan daerah (Baridwan,
2003).
Anggaran Daerah yang tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.
Sebagai instrumen kebijakan, Anggaran Daerah menduduki posisi sentral dalam
upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran
Daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan
pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan,
otorisasi pengeluaran di masa yang akan datang, sumber pengembangan
ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas
berbagai unit kerja.
Struktur APBD yang berlaku pada masa sebelum munculnya regulasi
mengenai otonomi daerah disusun masih menggunakan pendekatan incremental dan
line item. Cara penyusunan anggaran seperti ini tidak didasarkan pada analisa
rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan,
namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem
pertanggungjawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah
digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya
namun jika anggaran tersebut defisit atau minus berarti pelaksanaan anggaran
tersebut gagal. Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja
yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan
dengan hasil dari pelayanan.
Pendekatan incremental menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar
dalam menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan dengan jumlah atau
persentase tertentu tanpa menggunakan alasan yang lebih rasional. Pendekatan seperti
ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga bisa
mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut, karena tidak diketahui apakah
pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan dasar penyusunan anggaran sudah
didasarkan kepada kebutuhan yang wajar atau tidak. Pendekatan line item, yaitu
perancangan anggaran yang didasarkan “item” yang telah ada di masa lalu.
Pendekatan ini tidak memungkinkan pemerintah daerah untuk menghilangkan satu
atau lebih item pengeluaran yang telah ada, sekalipun keberadaan item pengeluaran
tersebut secara riil tidak lagi dibutuhkan oleh unit kerja yang bersangkutan.
Konsekuensi logis dari kedua pendekatan ini adalah terjadinya overfinancing atau
underfinancing pada suatu unit kerja. Dalam situasi seperti ini banyak layanan publik
yang dijalankan secara tidak ekonomis, tidak efisien dan tidak efektif serta kurang
sesuai dengan kebutuhan publik. Di samping itu, pendekatan penganggaran
incremental dan line item tidak menghasilkan laporan pertanggungjawaban yang
Dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun
1999 jo UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004, maka selain
dilakukan reformasi anggaran daerah juga dilakukan reformasi dalam
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. Reformasi yang dilakukan adalah
dengan menggunakan pola penganggaran berbasis kinerja dan laporan
pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja. Melalui sistem penganggaran
berbasis kinerja ini penetapan besarnya alokasi anggaran daerah lebih
mempertimbangkan nilai uang (value for money) dan nilai uang yang mengikuti
fungsi (money follow function) sesuai dengan kebutuhan riil setiap unit kerja. Hal ini
karena APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha
pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktivitas yang dimiliki oleh unit kerja
terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam setiap
tahun. Dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja maka setiap pemerintah
daerah akan diketahui kinerjanya. Kinerja ini akan tercermin pada laporan
pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja satuan kerja pemerintah
daerah (SKPD).
Penyusunan APBD berbasis prestasi kerja atau kinerja dilakukan berdasarkan
capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan
standar pelayanan minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi
berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan
pemerintah daerah dituntut lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap
kepentingan masyarakat (Mardiasmo, 2006).
Berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah, pemerintah telah
mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah. Lebih lanjut Menteri Dalam Negeri menerbitkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 kemudian
disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007.
Pengelolaan keuangan daerah yang dimulai dengan penyusunan anggaran,
kemudian pelaksanaan dan penatausahaan, perubahan anggaran, pertanggungjawaban
serta akuntansi dan pelaporan mengalami perubahan yang fundamental dibanding
dengan regulasi yang berlaku sebelumnya. Diantara perubahan tersebut adalah
dilimpahkannya sebagian mekanisme pengelolaan keuangan di Badan/Biro/Bagian
Keuangan kepada SKPD. Lingkup penatausahaan keuangan yang dilimpahkan
diantaranya pengujian Surat Permintaan Pembayaran (SPP) baik, Uang Persediaan
(UP), Ganti Uang (GU), Tambahan Uang (TU) maupun Langsung (LS) serta
penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM). Selain itu terjadi perubahan yang terkait
dengan laporan-laporan yang harus dibuat para pengelola keuangan (bendahara,
pejabat penatausahaan keuangan SKPD, pejabat pelaksana teknis kegiatan) serta
laporan keuangan masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Dengan
demikian dapat dipastikan bahwa tugas para pengelola keuangan jauh lebih banyak
dan rumit dibandingkan dengan peraturan sebelumnya.
Dengan semakin banyak dan rumitnya tugas para pengelola keuangan daerah,
kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi adalah suatu keharusan. Dengan
penggunaan teknologi informasi, tugas-tugas para pengelola keuangan daerah akan
semakin terbantu dan dapat menghasilkan formulir-formulir maupun laporan-laporan
yang dibutuhkan oleh pimpinan SKPD secara akurat dan tepat waktu. Penggunaan
teknologi informasi di dalam pengelolaan keuangan daerah telah diakomodir dalam
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 225 yang memperkenankan
dipergunakannya aplikasi komputer dalam mengelola keuangan daerah sehingga
dapat menghasilkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah.
Terkait dengan prestasi kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
mengamanatkan untuk dilakukan penilaian atas prestasi kerja dengan menggunakan
tolok ukur, indikator dan target kinerja. Hasil akhir atas penilaian kinerja adalah
capaian-capaian kinerja yang diformulasikan dalam bentuk ekonomis, efisiensi, dan
efektivitas. Ekonomis dan efisiensi terkait dengan pelaksanaan suatu kegiatan,
sedangkan efektivitas akan selalu terkait dengan pelaksanaan suatu program.
Tanggung jawab untuk menyajikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
suatu kegiatan ada pada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pelaksanaan
evaluasi kinerja dengan menggunakan indikator ekonomis, efisiensi dan efektivitas
menggunakan istilah ekonomis, efisiensi dan efektivitas sering disebut sebagai value
for money.
Ketiga istilah tersebut berkaitan erat dengan implementasi anggaran berbasis
kinerja. Lebih jauh istilah tersebut digunakan untuk menyusun pelaporan kinerja dan
melakukan evaluasi kinerja. PP Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan peraturan yang mengatur lebih jauh
mengenai bagaimana pemerintah daerah menggunakan ketiga istilah di atas. Terkait
dengan peraturan tersebut, Pemerintah Kabupaten Simalungun tidak bisa melepaskan
kewajiban untuk memenuhi ketentuan yang ada. Oleh karena itu Pemerintah
Kabupaten Simalungun tentu melaksanakan penganggaran berbasis kinerja.
Penyusunan Rancangan APBD di Pemerintah Kabupaten Simalungun dimulai
dengan disusunnya RKA-SKPD terlebih dahulu oleh setiap SKPD yang ada setelah
memperoleh batasan pagu anggaran untuk setiap SKPD atas program dan kegiatan
yang diusulkan pada tahun bersangkutan. Batasan pagu anggaran yang harus ditaati
oleh setiap SKPD adalah sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen KUA dan
PPAS yang telah disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif. Bappeda sebagai
satuan kerja perencanaan pembangunan daerah memiliki peran yang sangat sentral
dalam penentuan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan bagi setiap SKPD,
hal ini dikarenakan harus diselaraskannya antara usulan program dan kegiatan setiap
SKPD dengan prioritas pembangunan daerah sebagaimana yang tertuang di dalam
Daerah (RKPD) maupun yang ada di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD).
Pemerintah Kabupaten Simalungun juga telah membangun dan
mengembangkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang berbasis
komputer yang disebut dengan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah sejak
tahun 2008. Dari aplikasi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah ini, setiap
pimpinan SKPD dapat memperoleh data dengan cepat berupa berapa besar persentase
penyerapan dana masing-masing kegiatan pada masing-masing SKPD dari waktu ke
waktu. Dari aplikasi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah ini diperoleh
informasi penyerapan dana secara keseluruhan untuk Pemerintah Kabupaten
Simalungun pada tahun anggaran 2008 dan 2009 masing-masing sebesar 95,65%; dan
97,27%.
Pengamatan awal yang dilakukan peneliti di Pemerintah Kabupaten
Simalungun menunjukkan bahwa penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 menjadi
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Simalungun ditetapkan pada bulan Maret 2009
dan pengiriman Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2009 kepada
Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK-RI) pada bulan Mei 2010. Sesuai Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, bahwa penetapan APBD menjadi
Perda APBD selambat-lambatnya pada bulan Desember sebelum Tahun Anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan, dan penyampaian LKPD kepada BPK-RI
Keterlambatan penetapan APBD Tahun Anggaran 2009 belum sesuai dengan
tujuan penerapan anggaran berbasis kinerja yang menghendaki penyusunan dan
penetapan APBD dapat tepat waktu, begitu juga halnya keterlambatan penyelesaian
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2009 belum sesuai dengan tujuan
dibangunnya sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang menghendaki
penyusunan dan penerbitan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dapat tepat waktu.
Keterlambatan penetapan Perda APBD Tahun Anggaran 2009 dan
keterlambatan penyampaian LKPD Tahun 2009 kepada BPK-RI tersebut memotivasi
peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk membuktikan apakah Penerapan
Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
(SIPKD) mempengaruhi Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Simalungun.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) berpengaruh terhadap
Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan
menganalisis pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi
Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) terhadap Kinerja SKPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Simalungun.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam akuntansi sektor publik khususnya tentang pengelolaan
keuangan daerah.
b. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan khususnya dalam peningkatan kinerja
SKPD yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun sehingga dapat
melakukan perbaikan dan pembenahan dalam penyusunan anggaran maupun
pengelolaan keuangan daerah kedepan.
c. Bagi akademisi dan peneliti lanjutan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian tentang pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap
Kinerja SKPD masih sedikit dilakukan. Salah satu diantaranya adalah Yusriati
Yusriati (2008). Yusriati telah melakukan penelitian tentang ‘Pengaruh Penerapan
Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Mandailing Natal’, dengan variabel independen berupa ‘Penerapan
Anggaran Berbasis Kinerja’ dan variabel dependen berupa ‘Kinerja SKPD’.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis
Kinerja terhadap Kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mandailing
Natal.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusriati
(2008) adalah adanya penambahan variabel independen baru berupa ‘Sistem
Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)’, di samping itu peneliti juga
mengambil tempat pada kabupaten lainnya di Sumatera Utara yaitu Kabupaten
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi
pada ‘output’ organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana
Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada
program bukan pada unit organisasi semata dan memakai ‘output measurement’
sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).
Anggaran Berbasis Kinerja pada pemerintah daerah pertama sekali digulirkan
dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang
berisi panduan untuk membuat anggaran kinerja, pelaksanaan anggaran sampai
dengan pelaporan pelaksanaan anggaran. Regulasi ini kemudian disempurnakan
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan
terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, maka penyusunan
APBD dilakukan dengan mengintegrasikan program dan kegiatan masing-masing
satuan kerja di lingkungan pemerintah daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan
dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk
menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi
kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolok ukur kinerja
yang telah ditetapkan.
Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan
suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output
dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih
besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input
yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan
saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada
tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu
anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien
dan efektif.
Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran
dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita
menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada
"apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan"
kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem
ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan
dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini
menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran
yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat
adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.
Penyusunan APBD berbasis kinerja dilakukan berdasarkan capaian kinerja,
indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan
minimal. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan
antar susunan pemerintahan. Dalam penyelenggaraannya, pemerintah daerah dituntut
lebih responsif, transparan, dan akuntabel terhadap kepentingan masyarakat
(Mardiasmo, 2006).
Indikator kinerja yang ditetapkan dalam penyusunan anggaran berbasis
kinerja meliputi masukan (input), keluaran (output) dan (outcome). Masukan (input)
adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan
untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan
tingkat atau besaran sumber-sumber dana, sumber daya manusia, material, waktu,
teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau
kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu organisasi dapat
menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana
strategik yang telah ditetapkan.
Keluaran (output) adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan
dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator
dapat berupa fisik dan/atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran
organisasi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan
rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan
suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang
terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai
dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi.
Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah
sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini
menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para
pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok
ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan
seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap organisasi
perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu
kegiatan.
2.1.2. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Sistem informasi merupakan seperangkat komponen yang saling berhubungan
yang berfungsi mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan
informasi untuk mendukung pembuatan keputusan dan pengawasan dalam organisasi
baik dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer (Laudon dan
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005,
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu sistem yang
digunakan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan
keuangan pemerintah daerah. Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah
diperlukan oleh pemerintah daerah sebagai salah satu alat untuk melakukan
monitoring dan evaluasi pengelolaan keuangan setiap satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) yang ada pada pemerintahan daerah. Dari sistem informasi pengelolaan
keuangan daerah, pimpinan SKPD dapat memonitor sudah sejauhmana suatu program
atau kegiatan telah terlaksana, sudah seberapa besar penyerapan dana atas program
atau kegiatan yang telah dilakukan sehingga dapat dinilai apakah program atau
kegiatan yang dilakukan sudah ekonomis, efisien dan efektif. Hasil akhir dari sistem
informasi pengelolaan keuangan daerah dapat berupa formulir-formulir yang
dibutuhkan para pengelola keuangan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) antara
lain laporan berkala maupun laporan tahunan.
Banyak peneliti Winfield (1978), Chang and Mos (1985), Boyne and Law
(1991) telah mengemukakan pentingnya laporan tahunan sebagai alat memperkuat
akuntabilitas. Marston and Shrives (1991) menyimpulkan bahwa laporan keuangan
merupakan dokumen yang paling komprehensif yang tersedia bagi publik dan
tahunan sebagai media komunikasi masa meski laporan tahunan bukanlah
satu-satunya sumber informasi tentang kinerja organisasi, namun masih dipandang
sebagai sumber penting karena luas cakupan dan ketersediaannya. Informasi yang
dikomunikasikan kepada stakeholder melalui laporan tahunan adalah fokus dari riset
yang merupakan seperangkat alat dalam kerangka kerja akuntabilitas publik (Coy et
al, 2002; Hooks et al, 2002).
Zimmerman ( 1997) menyatakan bahwa fungsi Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan dalam organisasi adalah: (a) memfasilitasi pembuatan keputusan
(manajemen keputusan), dan (b) mengontrol perilaku.
2.1.3. Kinerja SKPD
Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1).
Kinerja mengacu pada suatu hasil yang dicapai atas kerja atau kegiatan yang
telah dilakukan. Dalam konteks pemerintahan, kinerja akan dinilai sebagai suatu
prestasi manakala dalam melaksanakan suatu kegiatan dilakukan dengan
mendasarkan pada peraturan yang berlaku, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral dan etika (Yusriati, 2008).
Dengan demikian, ukuran kinerja dalam anggaran memberikan dorongan
kepada para pelaksana anggaran untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai
ukuran kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam pencapaian kinerja menjadi satu
keberhasilan atas kinerja membutuhkan suatu penghargaan untuk dapat meningkatkan
produktivitas serta untuk mendapatkan dukungan publik terhadap pemerintah.
Definisi yang dirumuskan oleh beberapa peneliti mengenai pengukuran
kinerja cukup beragam, namun tetap bermuara pada satu kesepakatan bahwa dengan
mengukur kinerja maka proses pertanggungjawaban pengelola atas segala
kegiatannya kepada stakeholders dapat lebih obyektif. Hatry (1999) mendefinisikan
pengukuran kinerja sebagai pengukuran hasil dan efisiensi jasa atau program
berdasarkan basis regular (tetap, teratur).
Dalam konteks pengukuran kinerja untuk instansi pemerintah, Whittaker
(1995) mendefinisikan sebagai suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam menilai
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan (program) sesuai dengan sasaran
dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rangka mewujudkan visi dan misi
instansi pemerintah. Sejalan dengan itu, Smith (1996) menyatakan bahwa sistem
pengukuran kinerja dapat membantu pengelola dalam memonitor implementasi
strategi organisasi dengan cara membandingkan antara hasil (output) aktual dengan
sasaran dan tujuan strategis. Dengan kata lain, pengukuran kinerja merupakan suatu
metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang
telah ditetapkan.
Menurut Flynn (1997) manfaat pengukuran dan manajemen kinerja terutama
adalah untuk meningkatkan akuntabilitas dan untuk menyediakan jasa publik secara
bagaimana penggunaan dana publik. Konsep akuntabilitas mencakup juga proses
untuk menunjukkan apakah dana publik telah digunakan secara efisien dan efektif.
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan
(disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang
berkepentingan (Schiavo-Campo and Tomasi, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun
daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan
hak-hak publik yaitu hak-hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar
aspirasinya.
Wayne C. Parker (1996) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran
kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu: (1) Pengukuran kinerja meningkatkan
mutu pengambilan keputusan, (2) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas
internal, (3) Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik,
(4) Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan, dan
(5) Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan
sumber daya secara efektif.
Fokus pengukuran kinerja pada awalnya adalah pada pengukuran tingkat
efisiensi. Hal tersebut berhubungan erat dengan obyek pembahasan pada awalnya
yaitu pengukuran kinerja kegiatan usaha swasta. Ketika kesadaran para pegambil
kebijakan muncul bahwa kegiatan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah
seharusnya juga dapat diukur efisiensi dan efektivitasnya, maka pembahasan yang
masalah muncul ketika disadari bahwa untuk pelayanan publik banyak sekali hal-hal
yang bersifat kualitatif.
Mengukur kinerja kegiatan suatu organisasi dapat mencerminkan baik
tidaknya pengelolaan organisasi yang bersangkutan. Pengelola suatu organisasi perlu
mengetahui apakah kegiatan pelayanan yang mereka berikan sudah memenuhi
prinsip-prinsip ekonomis, efisien dan efektif. Hal ini merupakan wujud
pertanggungjawaban pengelola kepada para stakeholders. Pengelola bertanggung
jawab tidak hanya sebatas pelayanan fisik, melainkan lebih dari itu, yaitu pada
pengelolaan usaha yang baik.
Selanjutnya, Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa kinerja mencerminkan
ekonomis, efisiensi dan efektifnya suatu pelayanan publik. Pengertian ekonomis
adalah perbandingan input dengan output value yang dinyatakan dalam satuan
moneter. Ekonomis terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat
meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari
pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Pengertian efisiensi berhubungan erat
dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of
output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau
hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya. Pengertian efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan
pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan
operasional dapat dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan
sasaran akhir kebijakan.
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Dalam melakukan proses pengelolaan keuangan daerah, masing-masing
SKPD sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
merupakan pengguna anggaran dan melakukan tugas antara lain dari proses
perencanaan anggaran, penyusunan anggaran, pelaksanaan dan penatausahaan
anggaran, akuntansi dan pelaporan, serta pertanggungjawaban. Peran dan fungsi
SKPD menjadi sangat penting karena sebagai pengguna anggaran tiap SKPD
melakukan hampir seluruh siklus pengelolaan keuangan daerah selain pengawasan
dan pemeriksaan. Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang
menetapkan bahwa APBD harus disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja
membuat SKPD sebagai unit pengguna anggaran dituntut untuk dapat mengajukan
Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) yang benar-benar baik, artinya
sesuai dengan kebutuhan, ekonomis, efisien, dan efektif.
Penelitian tentang pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap
kinerja SKPD masih sangat sedikit dilakukan. Mahfatik (1997) melakukan penelitian
dengan judul “Pengukuran Kinerja Pemda, Studi Kasus pada Kabupaten Sleman”,
dengan variabel independen ‘Pengeluaran Pemerintah’ dan variabel dependen
‘Kinerja SKPD’ menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah pada setiap kategori
oleh pengeluaran Pemerintah Kabupaten Sleman untuk infrastruktur masih
memberikan kelemahan dan ancaman pada tugas pokok dan fungsi unit kerja yang
menangani.
Priyono (2003) telah melakukan penelitian dengan judul “Implementasi
Model Pengukuran Kinerja SKPD Kabupaten Purworejo”, menyimpulkan model
pengukuran kinerja mudah dilaksanakan, namun memerlukan SDM yang memadai
dan harus didukung dengan dana yang memadai.
Tuasikal (2007) melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pemahaman Sistem
Akuntansi dan Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD. (Studi pada
Kab. Maluku Tengah di Provinsi Maluku)”, dengan variabel independen ‘Pemahaman
Sistem Akuntansi keuangan daerah dan Pengelolaan Keuangan Daerah’ dan variabel
dependen ‘Kinerja SKPD’ menyimpulkan secara simultan pemahaman mengenai
sistem akuntansi dan pengelolaan keuangan berpengaruh terhadap kinerja satuan
kerja perangkat daerah.
Yusriati (2008), meneliti “Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
terhadap Kinerja SKPD di Pemkab. Mandailing Natal”, dengan variabel independen
‘Anggaran Berbasis Kinerja’ dan variabel dependen ‘Kinerja SKPD’ menyimpulkan
ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD, disisi lain
penerapan anggaran berbasis kinerja di SKPD yang ada di Pemkab. Mandailing Natal
masih relatif rendah.
Julianto (2009), meneliti “Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
‘Anggaran Berbasis Kinerja’ dan variabel dependen ‘Kinerja SKPD’ menyimpulkan
ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemko
Tebing Tinggi.
Arif Yulianto dan Asrori (2009), meneliti “Model Pengembangan Sistem
Akuntansi Pemerintahan Daerah Berbasis Partisipasi Pengguna untuk Meningkatkan
Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah pada Kabupaten Demak”, dengan variabel
independen “Sistem Informasi Akutansi Pemerintahan Daerah” dan variabel
dependen “Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah” menyimpulkan bahwa Sistem
Akuntansi Pemerintahan Daerah meningkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan
Daerah.
Masih sedikitnya penelitian yang dilakukan tentang pengaruh anggaran
berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD memotivasi peneliti untuk melakukan
penelitian lanjutan dengan menambahkan satu variabel independen baru berupa
‘Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)’.
Tinjauan atas penelitian terdahulu berupa nama peneliti, tahun penelitian,
variabel yang digunakan serta hasil penelitiannya dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Hasil Penelitian Sebelumnya
No. Peneliti
(Tahun) Judul Variabel Hasil Penelitian
1. Mahfatik kebutuhannya dan kinerja yang dihasilkan oleh pengeluaran
Kinerja SKPD Mudah dilaksanakan, namun
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam
suatu masalah tertentu. Kerangka konsep akan menghubungkan secara teoritis antara
variabel-variabel penelitian yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat
(Erlina, 2008).
Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian sebagaimana
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, kerangka konseptual yang digunakan dalam
penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Anggaran Berbasis Kinerja
(X1)
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan
Daerah (X2)
Anggaran Berbasis Kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi
pada ‘output’ organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana
Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumberdaya pada
program bukan pada unit organisasi semata dan memakai ‘output measurement’
sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).
Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut Bastian tersebut,
komponen-komponen visi, misi dan recana strategis merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari anggaran berbasis kinerja. Begitu juga halnya dengan penetapan
indikator-indikator pencapaian kinerja berupa indikator input (masukan), output
(keluaran) dan outcome (hasil) pastilah telah ditetapkan di dalam dokumen
penganggaran yaitu pada Rencana Kerja dan Anggaran (RKA-SKPD). Dengan
demikian penyusunan anggaran berbasis kinerja membutuhkan suatu sistem
administrasi publik yang telah ditata dengan baik, konsisten dan terstruktur sehingga
kinerja organisasi dapat dicapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan.
Evaluasi pencapaian kinerja SKPD secara berkala diperlukan bagi setiap
pimpinan SKPD. Hal ini diperlukan agar pimpinan SKPD dapat segera mengambil
langkah-langkah sehingga target kinerja yang telah ditetapkan dapat dicapai tepat
waktu. Dalam melakukan evaluasi pencapaian kinerjanya, pimpinan SKPD perlu
dengan cepat mengetahui sejauhmana suatu kegiatan atau program telah terlaksana.
Untuk dapat mengetahui dengan cepat apakah suatu kegiatan telah terlaksana dan
sudah seberapa besarkah penyerapan dana atas pelaksanaan kegiatan dimaksud,
dengan berbasis komputerisasi. Dari sistem informasi pengelolaan keuangan daerah
ini pula pimpinan SKPD akan dapat mengetahui apakah pelaksanaan tupoksinya telah
berjalan dengan ekonomis, efisien maupun efektif.
Dalam penelitiannya yang berjudul ‘Model Pengembangan Sistem Akuntansi
Pemerintahan Daerah Berbasis Partisipasi Pengguna untuk Meningkatkan Kinerja
Pengelolaan Keuangan Daerah’, Arif Yulianto dan Asrori (2009) menyimpulkan
bahwa Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah meningkatkan Kinerja Keuangan
Daerah.
Berdasarkan konsep tersebut di atas, peneliti menduga bahwa Penerapan
Anggaran Berbasis Kinerja (X1) dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah
(X2) yang merupakan variabel independen baik secara simultan maupun secara
parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja SKPD (Y) sebagai
variabel dependen di Pemerintah Kabupaten Simalungun.
3.2. Hipotesis Penelitian
Menurut Kuncoro (2003), hipotesis merupakan jawaban sementara yang
disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya melalui penelitian
yang akan dilakukan.
Hipotesis yang dirumuskan berdasarkan uraian sebelumnya adalah: ‘Ada
pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dan Sistem Informasi Pengelolaan
Keuangan Daerah terhadap Kinerja SKPD baik secara simultan maupun parsial
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang direncanakan adalah penelitian kausal dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian kausal berguna untuk mengukur hubungan antara
variabel riset, atau untuk menganalisis bagaimana pengaruh suatu variabel terhadap
variabel lainnya (Umar, 2003). Penelitian ini menekankan pada pengujian teori
melalui pengukuran variabel dengan angka dan melakukan analisis data dengan
prosedur statistik dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada jajaran SKPD di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Simalungun, dengan jangka waktu penelitian dari bulan Mei 2010 sampai
dengan bulan Juli 2010.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pimpinan/kepala SKPD yang ada
yang terdiri dari 2 Sekretariat, 19 Dinas, 7 Badan, 1 Inspektorat, 2 RSU, 3 Kantor, 1
Satuan dan 31 Kecamatan maka populasi penelitian ini sebanyak 66 orang.
Dalam penelitian ini, yang menjadi sampel adalah responden yang
mengembalikan kuesioner yaitu sebanyak 62 kuesioner. Penyebaran kuesioner
dilakukan dalam satu tahap dengan jangka waktu selama 2 minggu, setelah waktu
yang ditentukan selesai, maka penulis kembali mendatangi SKPD yang bersangkutan
untuk mengambil hasil pengisian kuesioner. Dari 66 kuesioner yang disebar,
sebanyak 62 kuesioner dapat kembali dikumpulkan oleh penulis, sehingga sejumlah
62 kuesioner tersebut dijadikan sampel dalam penelitian ini.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer berupa daftar pertanyaan atau
kuesioner yang menggali persepsi dari setiap pimpinan atau kepala SKPD. Data
diperoleh dengan cara meminta setiap kepala SKPD yang ada di Pemerintahan
Kabupaten Simalungun untuk mengisi kuesioner yang akan dibagikan. Kuesioner
penelitian diadopsi dan dikembangkan dari kuesioner yang telah digunakan
peneliti-peneliti terdahulu.
Kuesioner Anggaran Berbasis Kinerja diadopsi dari Yusriati (2008) serta
dikembangkan sesuai dengan Peraturan Bupati Simalungun Nomor 14 Tahun 2008
tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Simalungun,
4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat
tidak setuju).
Kuesioner Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)
dikembangkan oleh peneliti dari Peraturan Bupati Simalungun Nomor 14 Tahun 2008
tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Simalungun,
kuesioner ini akan menghasilkan data interval dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor
4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat
tidak setuju). Terhadap butir-butir pernyataan dalam kuesioner ini telah dilakukan
pengujian respons bias kepada responden yang memiliki karakteristik sama dengan
calon responden sebenarnya dengan jumlah 30 orang.
Kuesioner Kinerja SKPD mengadopsi kuesioner yang dikembangkan oleh
Julianto (2009), kuesioner ini akan menghasilkan data interval dengan skor 5
(SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (N=netral), skor 2 (TS=tidak setuju) dan
skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
Selanjutnya berdasarkan kuesioner yang telah disusun dan dirumuskan secara
matang, kuesioner disampaikan ke masing-masing responden dengan tujuan untuk
memperoleh data. Secara umum, konstruksi di dalam kuesioner diukur dengan
menggunakan skala Likert yang berisi lima poin, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
4.5.1. Variabel Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, uraian teoritis dan hipotesis yang diajukan,
variabel penelitian terdiri dari variabel terikat (dependent variable) dan variabel bebas
(independent variable). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat/variabel
dependen adalah ‘Kinerja SKPD’ sedangkan yang menjadi variabel bebas/variabel
independen adalah ‘Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja’ dan ‘Sistem Informasi
Pengelolaan Keuangan Daerah’.
4.5.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Sugiyono (2007) mengatakan “definisi operasional memungkinkan sebuah
konsep yang bersifat abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga memudahkan
penelitian dalam melakukan pengukuran”. Beberapa konsep dapat langsung dipecah
dan ditemukan elemen-elemen perilaku yang dapat diukur, tetapi banyak konsep yang
tidak dapat langsung ditemukan elemen-elemen perilakunya, tetapi lewat beberapa
dimensi dulu.
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala interval.
Menurut Erlina dan Mulyani (2007) “skala interval adalah skala pengukuran yang
menyatakan kategori, peringkat dan jarak konstruk yang diukur tetapi tidak
menggunakan angka nol sebagai titik awal perhitungan dan bukan angka absolut”.
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pelaksanaan
akan diteliti. Definisi operasional atas setiap variabel dalam penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kinerja SKPD (Y)
Kinerja SKPD yang merupakan variabel dependen, adalah keluaran/hasil dari
kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan
anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Variabel ini akan diukur
berdasarkan persepsi responden tentang pencapaian kinerja atas pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi dalam mengelola keuangan daerah satuan kerja perangkat
daerah yang bersangkutan dilihat dari segi ekonomis, efisien dan efektif.
2. Anggaran Berbasis Kinerja (X1)
Anggaran Berbasis Kinerja yang merupakan variabel independen, adalah
anggaran yang disusun dengan menghubungkan output atau hasil apa yang ingin
dicapai, mengidentifikasi input, ouput, dan outcome yang dihasilkan dengan
dilaksanakannya suatu aktivitas atau kegiatan. Variabel ini akan diukur
berdasarkan persepsi responden tentang anggaran yang disusun meliputi:
(1) hubungan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan Renja-SKPD,
(2) hubungan antara Renja SKPD dengan RKA-SKPD, (3) identifikasi input dari
kegiatan,(4) identifikasi output dari kegiatan dan (5) identifikasi outcome dari
kegiatan.
3. Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) (X2)
Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) yang merupakan
menggunakan aplikasi komputer sehingga dapat menghasilkan laporan-laporan
pengelolaan keuangan baik secara berkala maupun tahunan. Variabel ini akan
diukur berdasarkan persepsi responden tentang manfaat adanya sistem informasi
pengelolaan keuangan daerah meliputi: (1) Pengelola keuangan SKPD dalam hal
ini PPK-SKPD dan Bendahara SKPD telah memahami konsep pengelolaan
keuangan daerah, (2) Pengelolaan keuangan SKPD memerlukan alat bantu
(aplikasi komputer) atau suatu sistem informasi untuk mempermudah proses
pengolahan data keuangan, (3) Aplikasi komputer atau sistem informasi yang ada
telah membantu tugas-tugas Bendahara di SKPD, (4) Aplikasi komputer atau
sistem informasi yang ada telah membantu tugas-tugas Pejabat Penatausahaan
Keuangan (PPK-SKPD), (5) Aplikasi komputer atau sistem informasi yang ada
telah membantu tugas-tugas Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan
(6) Aplikasi komputer atau sistem informasi yang ada telah memudahkan SKPD
Ringkasan definisi operasional dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel
Penelitian Definisi Operasional Pengukuran Variabel
Skala
Anggaran yang disusun dengan menghubungkan output atau hasil
apa yang ingin dicapai,
mengidentifikasi input, output dan
4.6. Model Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka model penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Y = â0 + â1X1 + â2X2 + e
Di mana:
Y = Kinerja SKPD
â0 = konstanta
â1, â2 = koefisien regresi
X1 = Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
X2 = Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)
e = error term
4.7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini selain berupa Uji
Validitas dan Reliabilitas juga Uji Asumsi Klasik. Masing-masing metode analisis
data tersebut dijelaskan sebagai berikut.
4.7.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk menilai sejauhmana suatu alat ukur diyakini
dapat digunakan untuk mengukur item pertanyaan/pernyataan dalam kuesioner. Valid
berarti item-item yang digunakan dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono, 2007). Nilai validitas dapat dilihat pada kolom