Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah
diterbitkan. Demikian juga skirpsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain,
kecuali informasiyang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Apabila dikemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain '
di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka penelliti sanggup
empertanggungjawabkan keaslian skripsi ini dihadapan siding munaqasah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneiti untuk dapat dimaklumi
Salatiga, 15 Juli 2010
Penulis
N I Jazuli
08196
KEMENTRIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 fax. 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E -m ail: administrasi@stainsalatiga.ac.id
Drs. A. Bahruddin, M.Ag
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami
kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : Nur Ahmad Jazuli
NIM : 11408196
Jurusan/Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
Judul : HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PEM AHAM AN TAUHID
DENGAN TINGKAT KEJUJURAN (STUDI KASUS SISWA MTs ASSALAFI SUSUKAN TAHUN 2010)
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.
PENGESAHAN
Skripsi Saudara : Nur Ahmad Jazuli dengan Nomor Induk Mahasiswa :
11408196 yang beijudul : “HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PEMAHAMAN TAUHID DENGAN TINGKAT KEJUJURAN (STUDI KASUS SISWA MTs ASSALAFI SUSUKAN TAHUN 2010)”. Telah dimunaqosahkan dalam sidang panitia ujian jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari : Sabtu, 28 Agustus 2010 M yang bertepatan dengan tanggal 18 Ramadhan 1431 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam ilmu tarbiyah.
Salatiga, 28 Agustus 2010 M 18 Ramadhan 1431 H
Panitia Ujian
MOTTO
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang mampu
menyesatkannya.
Barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang mampu
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
1. Istri dan anak-anak tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi
2. Teman-teman mahasiswa dan almamater
ABSTRAK
Nur Ahmad Jazuli, NIM : 11408196 : HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PEMAHAMAN TAUHID DENGAN TINGKAT KEJUJURAN (STUDI KASUS SISWA MTs ASSALAFI SUSUKAN TAHUN 2010).
Penelitian kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pemahaman tauhid dengan tingkat kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan metode wawancara, dokumentasi, dan angket.
Hasil analisis akhir, sebagai kesimpulan penelitian ini sebagai berikut : Hasil perhitungan diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,8 16. Hasil ini diuji dengan teknik statistic dengan mengkonsultasikan antara nilai hasil perhitungan dengan nilai yang terdapat pada table. Bila nilai hitung sama atau lebih besar dan nilai table, maka hasil nilai hitung dikatakan signifikan.
Ternyata nilai hitung 0,8 16 lebih besar dan pada nilai table 0,339 maupun 0,436. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi ada hubungan antara tingkat pemahaman tauhid dengan tingkat kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan, Tahun 2010, dapat diterima.
Kata K u n ci:
Pemahaman Tauhid Jujur
: Mengetahui dengan yakin. : Pengesaan.
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmatNya yang tidak terhingga
kepada seluruh makhluk, khususnya manusia. Allah SWT te,pat bergantung dan
memohon segala hal dalam kehidupan. Sholawat serta salam kita sanjungkan kepada
beliau Nabi Agung Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah
menghantarkan manusia pada jalan yang benar sesuai dengan perintah dan petunjuk
Allah SWT.
Penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada
bantuan, dorongan serta bimbingan dari pihak-pihak tertentu yang terkait. Naun,
kebahagiaan tentu tidak dapat disembunyikan dari terselenggarannya penulisan
skripsi ini.
Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya dan
setulusnya atas semua bantuan, bimbingan dan partisipasinya, khususnya kepada :
1. Bapak Drs. Imam Sutomo, M.Ag selaku Ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. H. Muh Saerozi, M.Ag selaku Pembantu Ketua Bidang Akademik.
3. Bapak Drs. Joko Sutopo selaku Ketua Progdi Tarbiyah Ekstensi.
4. Bapak Drs. A. Bahrudin, M.Ag selaku pembimbing dalam penulisan skripsi ini,
yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran.
5. Bapak dan Ibu Dosen yang dengan tulus mendidik dan memberikan jasanya
dalam menuntut ilmu di STAIN Salatiga.
6. Ibu Dra. Dwi Astuti selaku Kepala MTs Assalft, beserta guru, karyawan dan para
siswa, yang telah membantu memberikan data-data untuk penyusunan skripsi ini.
7. Istri dan anak-anak yang telah memberikan dorongan moril sehingga dapat
menyelesakan skripsi ini.
8. Teman-teman sekelasku dan semua pihak yang telah membentu dan memberikan
dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis hanya dapat berdoa kepada Allah SWT, semoga semua amal
baik dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis senantiasa mendapat balasan
yang berlipat ganda dan selalu mendapatkan hidayah serta risho dari Allah SWT.
Dengan berbagai keterbatasan pengetahuan dan lainnya yang dimiliki penulis,
tentunya dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan. Semoga
skripsi ini dapat membawa manfaat, barokah bagi penulis khususnya dan segenap
pembaca pada umumnya, serta bermanfaat bagi nusa, bangsa dan begara.
Amin-amin ya rabbal ‘alamin.
Salatiga, 15 Juli 2010
Penulis
Nur Ahmad Jazuli
N IM : 11408196
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN DEKLARASI ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv A. Pemahaman Tauhid yang Berkaitan dengan K ejujuran... 14
1. Pengertian T a u h id ... 14
2. Ruang Lingkup T a u h id ... 19
3. Peranan Tauhid dalam A g a m a ... 29
a. Fondasi Ib a d a h ... 30
b. Fondasi A k h la k ... 36
4. Peranan Tauhid dalam K ejujuran... 39
a. Fondasi Ucapan yang B e n a r ... 39
b. Fondasi Perbuatan yang B e n a r... 41
TABEL I Struktur Organisasi MTs Assalafi ... 65
TABEL II Jumlah Siswa Menurut Kelas dan Jenis Kelamin Tahun Ajaran 2009/2010 ... 67
TABEL III Keadaan Pegawai Tata Usaha/Administrasi MTs Assalafi Tahun Ajaran 2009/2010 ... 67
TABEL IV Keadaan Gedung dan Sarana Sekolah MTs Assalafi S u su k an ... 68
TABEL V Keadaan Guru MTs Assalafi Susukan Tahun Ajaran 2009/2010 ... 69
TABEL VI Daftar Nama Responden Hasil Angket Pemahaman T a u h id ... 71
TABEL VII Daftar Nama Responden Hasil Angket Tentang Tingkat Kejujuran TABEL VIIIDaftar Nilai Hasil Angket Tentang Pemahaman T a u h id ... 73
TABEL IX Daftar Nilai Tentang Distribusi Frekuensi Pemahaman T au h id ... 77
TABEL X Presentase Distribusi Frekuensi Tingkat Pemahaman T au h id ... 80
TABEL XI Daftar Nilai Hasil Angket Tentang Tingkat K ejujuran... 80
TABEL XII Daftar Nilai Tentang Distribusi Frekuensi Tingkat K eju ju ran ... 82
TABEL XHIPresentasi Distribusi Frekuensi Tingakt K ejujuran... 84
TABEL XlVPersiapan Mencari Hubungan Dua V ariabel... 85
2
Dengan memahami tauhid yang benar, seseorang akan memiliki akhlak
yang mulia. Hal ini jelas sekali, karena seseorang yang memahami tauhid
dengan benar, dia tidak hanya menghafal secara urut tentang sifat-sifat wajib
bagi Allah. Tetapi memahami betul maksud kandungannya. Misalnya Allah
SWT Maha Mengetahui. Dengan memahami bahwa Allah adalah Al-‘Alim
(Yang Maha Mengetahui), kita harus mengaplikasikan keyakinan tersebut
dalam kehidupan nyata, dengan berusaha optimal melaksanakan perintah-Nya
dan meninggalkan larangan-Nya, di manapun, kapanpun, baik di tempat ramai,
maupun di tempat sunyi. Kita tidak lagi terpengaruh dengan “diketahui” atau
“tidak diketahui” oleh orang lain untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu,
karena kita menyadari sepenuhnya bahwa Allah SWT yang Maha Mengetahui
pasti selalu melihat, mendengar, dan memperhatikan apa yang kita lakukan di
mana saja dan kapan saja.2
Firman Alah SWT dalam Surat Al-Hajj ayat 7 0 :3
Artinya :
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa
saja yang ada di langit dan di b u m i...”
2 Ibid, hal. 59
Firman Allah SWT Surat Az-Zalzalah ayat 7-8 : 4
•
C i L
<,<
-7
7
/V "/T
A rtin y a:
“Barang siapa yang beramal walau sebesar dzarrah (atom) dari kebajikan
pastilah akan dilihat-Nya. Dan barang siapa yang beramal walaupun sebesar
dzarrah dari kejahatan, akan dilihat-Nya pula.”
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abdullah
bin Umar, diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah
SAW, yang ternyata orang itu adalah Malaikat Jibril, menanyakan tentang iman,
islam, dan ihsan. Dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan Malaikat Jibril,
diantaranya menjelaskan bahwa pengertian ihsan adalah engkau menyembah
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau tidak melihat-Nya,
yakinlah bahwa Ia selalu melihat engkau.5
Berdasarkan ayat-ayat Al Qur’an dan hadits di atas, dapat kita petik
pelajaran, bahwa seseorang yang memahami tauhidnya dengan benar, dia akan
memiliki akhlak mulia. Salah satu wujud lahiriyah yang tampak pada akhlak
mulia adalah sikap jujur.
Tingkat kejujuran siswa dapat diwujudkan lewat ucapan maupun
perbuatannya. Ucapan siswa yang jujur, tentu akan mengatakan apa saja yang
sesuai dengan kenyataan yang ada. Perbuatan siswa yang jujur, bila ulangan
4
tentu tidak akan menyontek, bila mendapat amanat akan menyampaikan dan
menjaganya, bila dipercaya tidak akan menghianati. Bahkan dalam beribadah
pun mereka tetap melaksanakan dengan sadar, tanpa menunggu perintah orang
lain. Hal ini dilakukan, karena mereka yakin akan adanya kekuatan gaib yang
mengawasinya yaitu Allah. Dan ini dilakukan karena memang kejujuran adalah
perintah agama. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam
Muslim : 6
if
J * J ' 01 j jjl Jl
JiSdl OU «piHj
LS^’- li-CaJl
(3-W2J
Jljj
iSdi Jl
«jc-tf v^isdl Oli 4-idt j
j iLjy. 4 J l
C &
ou ^
J i
Jjl lup 4 ^ ' ^
A rtin y a:
“Kalian harus jujur karena kejujuran akan menghantarkan kebaikan dan
kebaikan akan menghantarkan kepada surga. Sungguh seseorang yang
senantiasa berlaku jujur dan menjaga kejujuran akan dinilai di sisi Allah sebagai
orang yang jujur. Hati-hatilah kalian terhadap sifat dusta karena kedustaan akan
menghantarkan kepada kemaksiatan dan kemaksiatan akan menghantarkan
kepada neraka. Sungguh seseorang yang senantiasa berdusta dan berupaya
untuk selalu berdusta akan dianggap di sisi Allah sebagai pendusta.
Hadis yang diriwayatkan Imam M uslim .7
Artinya:
’’Tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berdusta, jika berjanji
mengingkari dan jika diberi amanat khianat” (HR. Muslim)
Dengan demikian, menurut hemat peneliti bahwa siswa yang jujur, pasti
dapat dipercaya dan apabila berjanji akan selalu menepati. Hal ini karena
tingkat pemahaman tauhidnya tinggi. Jadi, memahami tauhid bagi para siswa
sangat penting. Karena dengan betul-betul memahami pelajaran tauhid sejak
dini, generasi mendatang akan tercipta generasi yang jujur, bersih, berwibawa,
tidak suka”ngobral” janji yang tidak pemah ditepati, dan betul-betul amanah.
Untuk mencapai tujuan ini, program yang disajikan dalam lembaga
pendidikan di sekolah harus meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif,
dan psikom otorik. Sebab kenyataan di lapangan, pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah, pada umumnya masih menekankan pada aspek ko g n itif
Sedangkan aspek a fe k tif dan psikom otorik masih kurang mendapat perhatian. Selain itu pendidik (guru) harus betul-betul berusaha menguasai ilmu mendidik.
Karena kenyataan di lapangan juga, bahwa sebagian besar pendidik khususnya
di tingkat dasar, masih berprinsip bekeija untuk mendapatkan upah belaka.
Dengan adanya penyajian dalam pendidikan Islam yang hanya terfokus
pada aspek kognitif saja dan guru yang tidak menguasai ilmu mendidik, maka
6
hasil pendidikan yang diperoleh sebatas menghasilkan siswa-siswa yang
berpengetahuan (dalam hal ini pengetahuan tauhid) saja. Sedangkan praktek
sehari-hari belum bisa mencerminkan tauhid yang dimiliki. Kenyataannya
masih banyak siswa-siswa yang menyontek waktu ulangan. Bahkan masyarakat,
pejabat, wakil-wakil rakyat yang muslim, sikap mereka belum mencerminkan
tauhid yang dimilikinya. Terutama sikap kejujuran.
Seharusnya bila tauhid betul-betul dipahami, dan tertanam dalam hati,
tentu kejujuran mereka akan tercermin dalam sikap sehari-hari. Berdasarkan
latar belakang inilah peneliti mencoba mengadakan penelitian di MTs Assalafi
Susukan. Apakah siswa MTs Assalafi Susukan memiliki pemahaman tauhid
yang cukup dan memiliki tingkat kejujuran yang baik. Oleh karena itu, peneliti
memilih judul HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PEMAHAMAN TAUHID
DENGAN TINGKAT KEJUJURAN (STUDI KASUS SISWA MTs
ASSALAFI SUSUKAN TAHUN 2010).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat pemahaman tauhid yang berkaitan dengan sifat Allah SWT
seperti Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Maha Mendengar di kalangan
siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010?
2. Bagaimana tingkat kejujuran dengan pemahaman tauhid seperti itu, dapat
mewujudkan kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010?
3. Adakah hubungan antara tingkat pemahaman tauhid dengan tingkat kejujuran
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini
ad alah :
1. Untuk mengetahui tingkat pemahaman tauhid yang berkaitan dengan sifat
Allah SWT seperti Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Maha Mendengar
di kalangan siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010.
2. Untuk mengetahui tingkat kejujuran dengan pemahaman tauhid seperti itu,
dapat mewujudkan kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pemahaman tauhid dengan tingkat
kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010.
D. Hipotesis Penelitian
1. Semakin tinggi pemahaman tauhid, semakin tinggi pula tingkat kejujuran
siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010.
2. Semakin rendah tingkat pemahaman tauhid, semakin rendah pula tingkat
kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan tahun 2010.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Demi pembangunan Sumber Daya Mnusia terutama generasi muda muslim,
agar sejak dini terbentuk muslim yang berkualitas. Yaitu generasi muslim
8
2. menjadi salah satu sumbangan berharga bagi khasanah keilmuan islam di
lingkungan MTs Assalafi Susukan khususnya dan seluruh umat muslim pada
umumnya.
Menurut hemat kami, penelitian ini sangat penting, k a re n a :
1. Sampai saat ini, perilaku benar, jujur dan menepati janji yang merupakan
akhlak mulia, semakin banyak dilecehkan orang.
2. Begitu mudahnya orang-orang di kalangan kita (muslim) saling membohongi
dan mengingkari janji. Padahal kepercayaan merupakan modal utama dalam
kehidupan bermasyarakat.
3. Seseorang yang memahami tauhid atau aqidah dengan benar, pasti akan
memiliki akhlak yang mulia, dan akan melaksanakan ibadah dengan tertib.
Seseorang tidak akan dinamakan berakhlak mulia bila tidak memiliki tauhid
atau aqidah. Dan ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT, kalau
tidak dilandasi aqidah yang benar.
Dengan penelitian ini, harapan k a m i:
1. Semoga pemahaman tauhid siswa-siswa MTs Assalafi Susukan semakin
meningkat, dan semakin meningkat pula kejujuran mereka.
2. semoga Lembaga Pendidikan MTs Assalafi Susukan dapat menginstruksikan
pembiasaan jujur bagi siswa-siswanya. Dan memasyarakatkan budaya rasa
bangga dan penghormatan terhadap siswa-siswa yang memiliki sifat benar,
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah-istilah yang terdapat
dalam judul penelitian ini, perlu kami memberi batasan-batasan yang
berhubungan dengan konsep pokok pada judul ini.
1. Hubungan
Yang dimaksud hubungan dalam penelitian ini adalah hubungan antara
dua variabel, yaitu tingkat pemahaman tauhid sebagai variabel bebas, dan
tingkat kejujuran sebagai variabel terikat. Adapun hubungan dalam penilitian
ini adalah hubungan yang searah. Artinya hubungan antara dua variabel
tersebut menunjukkan arah yang sama.
2. Pemahaman tauhid
Yang dimaksud pemahaman tauhid dalam penelitian ini adalah
memahami dengan benar atau yakin, bahwa Allah SWT Yang Maha Esa itu
mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi. Walaupun kita tidak
melihat-Nya, namun kita yakin bahwa Allah selalu melihat kita. Bahkan amal
perbuatan kita yang baik maupun yang jahat, walau hanya seberat atom pun,
Allah SWT tetap mengetahui.
3. Kejujuran
Yang dimaksud kejujuran dalam penelitian ini adalah takut berbuat
dusta atau bohong dimanapun, kapanpun, baik di tempat ramai, maupun di
tempat sunyi. Tidak lagi terpengaruh dengan ’’diketahui” atau ’’tidak
diketahui” oleh orang lain untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu,
10
G. Metode Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Dalam memahami subyek dan obyek penelitian, peneliti menggunakan
pendekatan:
a. Metode wawancara
b. Metode dokumentasi
c. Metode angket
2. Lokasi dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di MTs Assalafi Susukan, mulai tanggal 9
Nopember sampai dengan 9 Desember 2009.
3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa MTs Assalafi
Susukan yang beijumlah 121 siswa . Sedangkan yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini adalah semua siswa kelas VII MTs Assalafi Susukan yang
berjumlah 34 sisw a .
4. Pengumpulan Data
a. Metode wawancara
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data dengan
menggunakan pertanyaan yang ada hubungan dengan sejarah berdirinya
sekolah dan keadaan siswa.
Adapun responden yang diwawancarai adalah kepala sekolah ,
wali kelas VII, guru Bimbingan Konseling, dan kepala tata usaha MTs
b. Metode Dokomentsi
Metode ini penulis gunakan untuk mengetahui gambaran umum
sekolah, guru, sarana prasarana MTs Assalafi Susukan.
c. Metode Angket
Metode ini penulis gunakan untuk mencari data tentang pemahaman
tauhid dan tingkat kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan
5. Analisis Data
a. Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, digunakan analisa statistik
dengan rumus prosentase.
P = — xl0 0 % N
Keterangan :
P = Angka prosentase yang dicari
F = Frekuensi dari jawaban
N = Jumlah responden
b. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pemahaman
tauhid dengan tingkat kejujuran siswa MTs Assalafi Susukan, digunakan
rumus korelasi product moment.
r
Nl/xy-(Lx)(Ly)
Keterangan :
% : Koefisien korelasi variable x dan variable y
xy : perkalian antara x dan y
12
y 2 Variabel terpengaruh
N : Jumlah Sampel yang diselidiki
£ : Sigma (jumlah)
H. Sistem atika Penulisan Skripsi
Dalam penulisan skripsi ini akan membahas masalah-masalah sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian sebelumnya. Adapun
sistematika ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang b e ris i:
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
hipotesis penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode
penelitian, sistematika penulisan skripsi.
BAB II : Landasan teori yang b e ris i:
A. Pemahaman tauhid yang berkaitan dengan kejujuran
1. Pengertian tauhid
2. Ruang lingkup tauhid
3. Peranan tauhid dalam agama
a. fondasi ibadah
b. fondasi akhlak
4. Peranan tauhid dalam kejujuran
a. fondasi ucapan yang benar
BAB III
BAB IV
BAB V
B. Kejujuran
1. Pengertian kejujuran
2. Peranan kejujuran
3. Pelaksanaan kejujuran
: Laporan Hasil Penelitian, yang b e ris i:
Sejarah berdirinya MTs Assalafi, struktur organisasi MTs Assalafi,
keadaan siswa MTs Assalafi, keadaan karyawan MTs Assalafi,
sarana prasarana MTs Assalafi, keadaan guru MTs Assalafi, visi dan
misi MTs Assalafi, data responden .
: Analisis data, yang b e ris i:
A. Analisis pertama
B. Analisis kedua
C. Analisis ketiga
D. Hasil analisis data
: Penutup, yang b e ris i:
1. Kesimpulan
2. Saran-saran
B A B U
LANDASAN TEORI
A. Pemahaman Tauhid Yang Berkaitan Dengan Kejujuran 1. Pengertian Tauhid
Ilmu Tauhid dalam makna etimologis ialah : ilmu artinya pengetahuan,
tauhid artinya menunggalkan, mengesakan atau menganggap satu.
Ilmu Tauhid dalam makna terminologis ialah : suatu ilmu yang
menerangkan tentang sifat-sifit Allah yang wajib dipercayai dan dimakrifati
(M. Hamdani B.Dz, 2001, 03).
Pengertian ilmu tauhid menurut Syeh Muhammad Abduh, asal makna
ilmu tauhid ialah mengiktikadkan bahwa Allah adalah Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Ilmu ini menetapkan sifat Esa bagi Allah dalam Dzat-Nya dan
perbuatan-Nya. Ilmu tauhid yang juga disebut ilmu kalam ialah ilmu yang
membahas tentang wujud Allah, tentang sifa-sifat Allah, dan tentang rasul-
rasul N ya.1 2
Menurut ulama-ulama ahli sunnah, tauhid ialah bahwa Allah itu Esa
dalam Dzat-Nya, tidak terbagi-bagi, Esa dalam sifat-sifat-Nya, Esa dalam
Iman semakna dengan tauhid. Iman adalah keyakinan yang terhujam
di dalam hati dengan penuh yakin, tak ada perasaan syak dan ragu-ragu, serta
mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian. Jadi tidak
bisa dikatakan iman jika hanya sekedar hafal secara urut tentang sifat-sifat
Allah, maupun hafal secara urut tentang rukun iman.
Iman bukan hanya sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya
adalah orang beriman, sebab orang-orang munafik pun dengan lisannya
menyatakan hal yang sama, namun hatinya mengingkari apa yang dikatakan
itu. Demikian juga iman bukan sekedar pengetahuan akan makna dan hakikat
iman, sebab tidak sedikit orang yang mengetahui hakikat iman akan tetapi
mereka tetap ingkar. Dengan demikian iman atau tauhid memerlukan
penerimaan akal hingga mencapai keyakinan yang benar-benar teguh, tidak
lentur dengan perasaan bimbang dan keraguan. Firman Allah dalam Surat Al
Hujurat ayat 15.4
1 * ' ' ' i \ i \ * I ' -U * ’ * l’f , .
^ A J aUD 1 f- (JiJU! ^ j I L*j!
A rtin y a:
’’Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang
beriman kepada Allah dan Rasulullah, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan
mereka beijihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah
orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat (49): 15)
16
Memahami tauhid merupakan kewajiban pertama kali bagi manusia
yang hidup di dunia ini, karena tauhid atau aqidah adalah dasar, pondasi yang
paling utama dari semua agama. Menurut Sayyid Afandi Aljisr At Tarabulise,
ilmu tauhid adalah pokok yang paling utama dari semua ilmu agama, karena
bertalian erat dengan Dzat Allah serta Rasul-Nya. Ilmu tauhid dibawa oleh
sekalian rasul sejak nabi Adam a.s. hingga nabi Muhammad SAW.5
Menurut Prof . Hasby Ash Shidieq dalam buah karyanya ’’Sejarah
Dan Pengantar Ilmu Tauhid” menyatakan : ” Pokok pembicaraan ilmu tauhid
ialah aqidah. Dan yang dimaksud aqidah ialah pendapat dan pikiran atau
anutan yang mempengaruhi jiw a manusia, kemudian dibela dan dipertahankan
dan diiktikadkan bahwa hal itu adalah benar, harus dipertahankan dan
diperkembangkan. Juga dikatakan bahwa aqidah menurut bahasa ialah sesuatu
yang dipegang teguh dan terhujam kuat didalam lubuk jiw a dan tidak dapat
beralih dari padanya.6
Berdasarkan pengertian dan istilah-istilah tauhid diatas manusia hidup
harus memahami tauhid dengan benar yaitu mengiktikadkan dengan yakin dan
tidak ragu bahwa Allah adalah Maha Esa. Esa dalam Dzat-Nya, sifat-sifat-
Nya perbutan-Nya, dan tidak ada sekutu bagi-Nya.
Tauhid atau aqidah merupakan dasar, pondasi untuk mendirikan
bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin
kokoh pondasi yang harus dibuat. Kalau pondasinya lemah, bangunan itu akan
cepat roboh. Seseorang yang memiliki tauhid atau aqidah yang kuat, pasti
akan melaksanakan ibadah dengan tertib, mamiliki akhlak mulia dan
bermuamalah dengan baik. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila
tidak memiliki tauhid yang benar.7
Jadi jelas, untuk mendasari tingkah laku seseorang agar terwujud
akhlaknya yang mulia, terutama sikap jujur, seseorang tersebut harus betul-
betul memahami tauhid dengan benar tentang sifat-sifat wajib bagi Allah,
terutama sifat Ilm u, S am a’ dan Bashar. Karena dengan meyakini dan mengaplikasikan ketiga sifat Allah tersebut dalam kehidupan nyata, seseorang
akan melaksanakan perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya, tanpa
diawasi oleh orang lain. Kita tidak lagi terpengaruh dengan "diketahui" atau
”tidak diketahui ” oleh orang lain untuk melakukan atau meniggalkan sesuatu, karena kita menyadari sepenuhnya bahwa Allah SWT. Yang Maha
Mengetahui pasti selalu melihat, mendengar dan memperhatikan apa yang kita
lakukan dimana dan kapan saja. Firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 70 :8
Artinya:
...
r u -u i j c;
ST
j&S jJ!
’’Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
mengetahui apa saja yang ada dilangit dan di b u m i.. . ”
(Qs. Al-Hajj(22) :70)
18
Firman Allah SWT dalam surat Az-Zalzalah ayat 7-8 :9
j i (_y>j j -*-9
Artinya :
’’Barang siapa yang beramal walau seberat dzarrrah (atom) dari kebajikan
pasti akan dilihatnya. Dan barang siapa beramal walaupun seberat dzarrah dari
kejahatan, akan dilihatnya pula. (Qs. Az-Zalzalah (99): 7-8)
Menurut hadist yang di riwayatkan oleh muslim, dari Abdullah bin
Umar, diceritakan bahwa pernah datang seorag laki-laki kepada Rasulullah
SAW., yang ternyata orang itu adalah malaikat Jibril yang menanyakan
tantang Iman, Islam, dan Ihsan. Dalam dialog antara Rasulullah SAW. dengan
malaikat Jibril, diantaranya menjelaskan bahwa pengertian Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, tetapi jika engkau
tidak melihatnya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.10
Menurut Sayyid Husain Afandi Aljisr At Tarabulise dalam bukunya
“Memperkokoh Aqidah Islamiyah” yang diteijemahkan oleh KH. Abdullah
Zaky Al-Kaaf, arti iman kepada Allah SWT. Yaitu hendaknya seorang hamba
Allah itu mengiktikadkan dengan keteguhan hatinya akan sifat-sifat Allah
SWT. Baik yang wajib, mustahil serta yang jaiz. Secara keseluruhan ia harus
beriktikad dengan seteguh hati, bahwa Allah itu wajib mempunyai sifat
kesempurnaan yang sesuai dengan keadaan ketuhanan-Nya, dan mustahil
bersifat dengan segala macam kekurangan, serta jaiz bagi Allah untuk
melakukan setiap yang mungkin atau meninggalkannya. Seorang hamba itu
9 Ibid, hal 909
wajib mengiktikadkan secara terperinci sifat-sifat Allah yang menunjukkan
kesempumaanNya yang berjumlah tiga belas.11
Ketiga belas sifat ini diantarnya adalah : Ilmu (Allah Maha
Mengetahui), Sama’ (Allah Maha Mendengar), Bashar (Allah Maha Melihat).
Dengan sifat ilmu inilah, Allah dapat mengetahui apa yang ada di alam
semesta ini, baik apa-apa yang termasuk hal-hal yang wajib maupun yang jaiz
dan yang mustahil. Dengan sifat sama’, Allah dapat mendengar suara yang
jelas, samar, bahkan suara dalam hati pun Allah dapat mendengarNya.
Demikian pula dengan sifat Bashar, Allah dapat melihat seluruh isi alam
semesta ini baik yang dapat dilihat manusia maupun yang tidak dapat dilihat
oleh manusia.
2. Ruang Lingkup Pembahasan Tauhid
Sistematika yang penulis gunakan dalam pembahasan ini adalah yang
pokok-pokok saja yaitu mengikuti sistematika arkanul iman. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Raslullah SAW tatkala berdialog dengan malaikat Jibril
tentang iman. Disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim.12
’’Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya,
Rosul-Rosul-Nya, dan kepada Hari Akhir, serta engkau beriman kepada
Taqdir-Nya yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim)
20
a. Iman Kepada Allah
Beriman kepada Allah merupakan keimanan yang paling pokok
dan mendasar, karena merupakan dasar keimanan selanjutnya. Iman
kepada Allah akan menandai perilaku seorang muslim, sebab keyakinan
yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika
seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, maha mengetahui, maha
mendengar, dan maha melihat, maka dalam perilakunya akan lahir sikap
hati-hati dan waspada. Selama iman ada pada dirinya, maka tidak
mungkin akan berbuat yang tidak sesuai dengan perintah Allah. Iman
kepada Allah adalah meyakini sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah.
Esensi imankepada Allah adalah tauhid. Yaitu meng-esakan-Nya
baik dzat, asma’ dan sifat, maupun perbuatan-Nya. Al-Asma’ artinya
nama-nama, dan As-Sifat artinya sifat-sifat. Allah memiliki nama-nama
dan sifat-sifat yang menunjukkan ke-Maha Sempumaan-Nya. Diantaranya
sifat-sifat Allah itu misalnya Allah Maha Mengetahui, Allah Maha
Melihat, Allah Maha Mendengar dan sebagainya. Sedangkan nama-nama
Allah disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Bukhori Muslim sebagai
b erik u t:13
s s s ' 'C
/J. s s '
$ 1 ''WA rtinya:
’’Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, seratus kurang satu. Tiadalah
seseorang menghafalnya kecuali dia akan masuk surga. Dia itu Tunggal
dan menyukai yang tunggal.” (H.R Bukhori Muslim)
Kata ’’menghafal” dalam hadis di atas janganlah diartikan secara
sempit dengan sekedar menghafal di lisan, tapi lebih dari itu yaitu
mengimani dan mengamalkan dalam kehidupan. Misalnya dengan
meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui, maka seseorang akan sadar
bahwa apa yang dilakukan di mana dan kapan saja, baik tampak maupun
tidak tampak Allah tetap mengetahuinya.
Dengan meyakini ketiga contoh sifat Allah di atas, yaitu Allah
Maha Mengetahui, Maha Melihat, dan Allah Maha Mendengar, jelaslah
bahwa Allah Maha Mampu mengontrol segala sikap dan tingkah laku
umat manusia. Firman Allah dalam Surat Al-Hadid ayat 4 sebagai
berikut:14
^
£ j * - i^3 fU-U'
(J* £ j£ -~(j
^
o J z S u * t i i i j ^ u J > j * Artinya :
”Dia yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari tertentu.
Kemudian Dia bersemayam di ’Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke
dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa-apa yang turun dari
2 2
langit dan apa-apa yang naik kepada-Nya. Dia bersamamu, di mana saja
kamu berada. Allah maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
(QS A l-H adid(57): 4)
Firman Allah dalam surat Al-Mujadilah ayat 7 :15
A rtin y a:
’’Tiadalah engaku ketahui bahwa Allah Mengetahui apa-apa yang ada di
langit dan apa-apa yang ada di bumi? Tiadalah berbisik tiga orang,
melainkan Dia yang keempatnya, dan tidak pula lima orang, melainkan
Dia yang keenamnya, dan tiada kurang daripada itu dan tidak pula lebih,
melainkan Dia bersama mereka, di mana saja mereka berada. Kemudian
Dia kabarkan kepada mereka apa-apa yang mereka kerjakan pada hari
kiamat. Sungguh Allah maha mengetahui tiap-tiap sesuatu.”
(QS Al-M ujadilah(58): 7)
Fungsi Iman Kepada Allah, antara lain :
- Menumbuhkan sikap j uj ur
- Menumbuhkan sikap disiplin dalam segala kegiatan
- Meningkatkan semangat keija dan beribadah
15
- Meningkatkan rasa percaya diri
- Memperkuat keimanan
- Memberikan ketenangan, ketentraman dan kedamaian
- Menyadarkan manusia agar selalu ingat kepada Allah
b. Iman Kepada Malaikat-Malaikat Allah
Keyakinan terhadap malaikat adalah salah satu dari keyakinan
yang harus diyakini dan tidak sedikitpun bercampur keraguan. Kita yakin
bahwa malaikat adalah makhluk yang selalu taat kepada Allah, serta tidak
pernah berbuat maksiat dan durhaka. Jumlah malaikat sangat banyak.
Mereka memiliki tugas yang berbeda-beda. Sebagian dari malaikat
disebutkan nama-nama mereka dan sebagian lagi hanya dijelaskan tugas-
tugasnya saja. Diantara malaikat-malaikat itu ada yang mendapat tugas
mencatat amal perbuatan manusia, yaitu malaikat Raqib dan ’Atid.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Q af ayat 17-18, sebagai
berikut:16
A rtin y a:
’’Ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di
sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu kata yang
diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat Raqib dan ’Atid.”
(QS Q af (50): 17-18)
16
24
Berdasarkan kedua ayat tersebut, jelaslah bahwa setiap manusia
selalu diawasi malaikat Raqib dan ’Atid untuk dicatat amal perbuatannya.
Dengan demikian keyakinan terhadap malaikat, tidak hanya dihafal nama-
nama dan tugasnya saja, melainkan harus dihayati keyakinan tersebut
dalam kehidupan nyata. Sehingga manusia akan selalu berhati-hati. Sebab
apapun perbuatannya akan dicatat oleh malaikat Raqib dan ’Atid.
Jadi salah satu fungsi beriman kepada malaikat Allah adalah
berusaha selalu berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemaksiatan serta
ingat senantiasa kepada Allah SWT, sebab malaikat Raqib dan ’Atid
selalu mengawasi dan mencatat amal perbuatan manusia,
c. Iman Kepada KitabAllah
Seorang muslim wajib mengimani semua kitab-kitab suci yang
telah diturunkan oleh Allah SWT kepada para nabi dan rosul-Nya. Akan
tetapi tentu ada perbedaan konsekuensi keimanan antara iman kepada Al-
Qur’an dan iman kepada kitab suci sebelumnya. Kalau terhadap kitab suci
sebelumnya seorang muslim hanyalah mempunyai kewajiban mengimani
keberadaan dan kebenarannya tanpa kewajiban mempelajari,
mengamalkan dan mendakwahkan kandungannya. Karena kitab-kitab suci
tersebut berlaku untuk umat dan masa tertentu yang telah berakhir dengan
kedatangan kitab suci yang terakhir yaitu Al-Qur’an. Sedangkan iman
kepada Al-Qur’an membawa konsekuensi yang lebih luas. Seperti
mempelajarinya, mengamalkan dan mendakwahkannya serta membelanya
1) Mengimani bahwa A-Qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang
berfungsi sebagai Nasikh, Muhaimin, dan Mushaddiq bagi kitab-kitab suci sebelumnya.
2) Mengamalkan ajaran Al-Qur’an dalam seluruh kehidupannya, baik
kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, bernegara, maupun
kehidupan internasional.
3) Mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain sehingga mereka dapat
membaca, memahami dan mengamalkannya.
Adapun fungsi iman kepada kitab-kitab Allah, antara la in :
- Untuk mengenal Tuhan, karena dengan menggunakan akal, manusia
tidak dapat mengenal Tuhannya dengan baik dan benar.
- Sebagai pedoman hidup bagi dirinya, keluarganya, masyarakat dan
negara.
- Sebagai tolok ukur kebenaran hakiki,
d. Iman Kepada Rosul-Rosul Allah
Rosul diutus kepada manusia, agar manusia dapat memahami apa
yang dikehendaki dan direncanakn oleh Allah, karena manusia tidak dapat
berhubungan langsung dengan Allah. Rosul adalah manusia yang dipilih
Allah dan diberi kuasa untuk menerangkan segala sesuatu yang
ditanggung Allah. 17
Jadi kewajiban seorang muslim terhadap Al-Qur’an, antara lain :17
26
Seorang muslim wajib beriman kepada seluruh nabi dan rosul yang
telah diutus oleh Allah SWT, baik yang disebutkan namanya maupun yang
tidak disebutkan. Bagi yang tidak disebutkan namanya kita wajib beriman
secara ijmal tafshil. Seorang muslim wajib membenarkan semua rosul dengan sifat-sifatnya. Salah satu diantara sifat rosul adalah As-Shidqu.
As-Shidqu (benar) artinya selalu berkata benar, tidak pernah dusta
dalam keadaan bagaimana pun. Apapun yang dikatakan oleh seorang
rosul, baik berupa berita, janji, ramalan masa depan dan lain-lain selalu
mengandung kebenaran. Pendek kata seorang rosul selalu jujur atau benar,
baik niat, keinginan, perkataan maupu perbuatan.18
Oleh karena itu seorang muslim wajib menjadikan Rosulullah
SAW sebagai uswatun hasanah dalam seluruh aspek kehidupannya. Firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 sebagai b erik u t:19
ajjl <U)! 0 ^ "
A rtin y a:
” Sesungguhnya telah ada pada diri rosulullah uswatun hasanah bagimu,
yaitu bagi omg-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.” (QS A-Ahzab(33):21)
18 Ibid, hal 140
- Untuk mengetahui segala tujuan Allah dalam menciptakan manusia,
melalui rosul-rosul-Nya.
- Untuk mendapatkan keteladanan tingkah laku yang baik dan mulia
bagi kemanusiaan, memberikan contoh akhlak terpuji dan ibadah yang
benar.
e. Iman Kepada Hari Akhir
Seorang muslim wajib beriman kepada Hari Akhir dengan segala
proses, peristiwa dan keadaan yang terjadi pada hari itu sesuai dengan
apa-apa yang telah diberitakan di dalam Al-Qur’an dan Sunah Rosulullah
SAW tanpa mengurangi dan menambah-nambahnya. Dan untuk hal-hal
yang sifatnya teknis (kaifiyah) segala sesuatu yang menyangkut masalah
ghaib hanyalah bisa diketahui sepanjang diberitahukan oleh Allah dan
Rosul-Nya. Misalnya tentang timbangan (mizan) bagaimana bentuknya,
bagaimaa menimbang amal perbuatan manusia, begitu pula tentang
jembatan (shirat) bagaimana bentuknya dan bagaimana melaluinya serta
hal-hal semacam itu tidak perlu dipikirkan dan diselidiki, cukup diimani
saja.
Fungsi iman kepada Hari Akhir, antara lain :
- Seseorang akan disiplin dan berusaha maksimal untuk mematuhi
ajaran Allah, sebab dia tahu bahwa tidak satupun amal perbuatannya,
28
kelak di Akherat. Firman Allah dalam Surat Al-Qori’ah ayat 6-9
sebagai berikut :20
Artinya :
”Dan adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, maka
dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (surga). Dan adapun
orang-orang yang ringan timbangannya, maka tempat kembalinya
dalah neraka hawiyah. (QS Al-Qori’a h (lO l): 6-9)
Seseorang akan terdorong untuk merasakan kenikmatan itu, dan takut
untuk merasakan siksaan. Hal tersebut tentu akan membuatnya selalu
ingin melaksanakan kebaikan dan tidak mau melaksanakan
kemaksiatan.
f. Iman Kepada Takdir Allah
Iman kepada takdir adalah meyakini bahwa segala perbuatan,
perkataan, termasuk segala hal yang tidak dilakukan manusia, diketahui,
dituliskan, dikehendaki dan diciptakan oleh Allah SWT. Seorang muslim
wajib beriman kepada takdir sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh
Allah SWT dan Rosul-Nya di dalam Al-Qur’an dan Sunah Rosul.
Memahami takdir harus secara benar, karena kesalahan memahami
takdir akan melahirkan pemahaman dan sikap yang salah pula dalam
menempuh kehidupan di dunia ini.
- Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-
sungguh untuk mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat,
mengikuti hukum sebab akibat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
- Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah
SWT yang memiliki kekuasaan dan kehendak yang mutlak.
- Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia, karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan berdoa, sedangkan hasilnya
diserahkan kepada Allah SWT.
3. Peranan Tauhid Dalam Agama
Dalam agama Islam, tauhid atau aqidah adalah dasar, fondasi untuk
mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus
semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah, bangunan itu
akan cepat roboh. Seseorang yang memiliki tauhid kuat, pasti akan
melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia. Seseorang
tidak akan dinamakan berakhlak mulia bila tidak memiliki tauhid atau aqidah.
Dan ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah, kalau tidak dilandasi
dengan tauhid atau aqidah yang benar. Jadi peranan tauhid dalam agama
antara lain sebagi fondasi ibadah dan fondasi akhlak. Fungsi iman kepada takdir, antara lain :21
30
a. Fondasi Ibadah
1) Pengertian Ibadah
Ibadah adalah penghambaan seorang manusia kepada Allah
sebagai pelaksanaan tugas hidup selaku makhluk yang diciptakan
Allah. Dari pengertian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ibadah
adalah penghambaan seseorang kepada Allah selaku pencipta.
Manusia dengan menghambakan diri kepada-Nya dengan sepenuh hati
dan memusatkan jiw a dan raga kepada Allah.
Orang yang telah sempurna keimanannya akan mencapai suatu
keadaan dimana ia dapat melakukan ibadah kepada Allah seakan-akan
melihat Allah, dan bila tidak dapat melihat, ia akan selalu merasa
diawasi oleh Allah. Perasaan melihat Allah atau diawasi Allah
menyebabkan ibadah yang dilakukan seorang hamba dapat
berlangsung dengan baik dan khusuk. Dalam pada itu, perasaan
tersebut besar pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari. Ia
mempunyai perasaan selalu terkontrol oleh Allah dan tidak pernah
lepas dari kontrol tersebut walau sedikit pun. Orang yang punya
perasaan demikian, tingkah lakunya akan selalu baik, ia tidak berani
melanggar aturan-aturan agama. Dengan demikian puncak kesadaran
tauhid atau aqiaah atau iman dan ibadah dapat menimbulkan amal
2) Macam-Macam Ibadah
Macam-macam ibadah ditentukan oleh dasar pembagiannya
yaitu ada dua macam (iabadah khusus dan ibadah umum).
Ibadah khusus adalah ibadah langsung kepada Allah yang telah
ditentukan macamnya tata cara dan syarat rukunnya oleh Allah dalam
Al-Qur’an atau melalui sunah rosul dalam hadisnya.
Ibadah umum adalah ibadah yang jenis dan macamnya tidak
ditentukan baik oleh Allah maupun sunah rosul, karena perbuatan ini
menyangkut perbuatan apa saja yang dilakukan oeh seorang muslim.
Dalam hal ini akan dibahas tentang ibadah khusus, antara lain .
a) Syahadatain
Mengucapkan kalimat syahadatain ialah mengucapkan
kalimat tauhid yaitu ”Laa ilaaha illallah”, Tiada Tuhan yang
sebenarnya disembah melainkan Allah, dan mengucapkan kalimat
risalah "Muhammadan Rosulullah”, Muhammad adalah rosul
Allah.
Mengakui dan meyakini ke-esaan Allah dengan
mengucapkan secara lisan, itulah permulaan yang diwajibkan.
Tauhidlah yang harus diketahui lebih dahulu sebelum segala fardlu
yang lain. Maka apabila seseorang berikrar "Tiada Tuhan yang aku
sembah selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan Allah”
32
b) Shalat
Shalat dalam pengertian bahasa arab ialah ”do’a” memohon
beberapa ucapan dan beberapa perbuatan yang dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam, yang telah ditentukan23
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan bahwa shalat
adalah menghadapkan dan menghadirkan hati dan raga kepada
Allah yang mendatangkan rasa takut atau patuh serta
menumbuhkan rasa kebesaran Allah dan kekuasaan-nya dengan
penuh khusuk dan ikhlas dalam beberapa perkataan dan perbuatan
yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam dan dengan
syarat-syarat tertentu.
Menurut bahasa, zakat berasal dari kata zakaa yang artinya
pensucian, sebab itu menunaikan zakat berarti mensucikan harta
suatu yang wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu,
menurut sifat-sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu
yang berhak menerima zakat.25 Zakat ialah memberikan suatu
bagian dari harta benda yang sudah sampai nishobnya
22 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedomcm Shalat, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hal 62 23 Ibid, hal 62
24 Proyek Pembinaan Sarana Prasarana Perguruan Tinggi, Ilmu Fikih, Jakarta, 1983, hal 229 25 Ibid, hal 2 2 °
kebajikan dan pujian.22 Sedang menurut istilah, shalat yaitu
c) Zakat
kepada orang fakir dan lain-lainnya tanpa halangan syar’i yang
melarang kita melakukannya.26
Menurut pengertian di atas, kita disuruh untuk mengambil
zakat dari harta kekayaan orang-orang mukmin yang sudah
mencapai nishob guna membersihkan mereka dari penyakit kikir
dan serakah, sifat-sifat rendah dan kejam terhadap fakir miskin dan
orang-orang yang tidak punya dan sifat-sifat hina lainnya. Juga
untuk mensucikan jiw a mereka, membersihkan dan mengangkat
derajat baik segi moral maupun amal, sehingga ia akan
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat.
Allah SWT memerintahkan kaum muslimin yang telah
sampai umur serta sanggup, baik laki-laki maupun perempuan,
baik tua maupun muda, mengeijakan puasa di bulan Romadlon
yang dipandang sebgai bulan latihan jiw a manusia. Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 183:27 d) Puasa
26 Ibid, hal 230
34
A rtinya:
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertaqwa.” (QS A l-Baqarah(2): 183)
Banyak pelajaran dan nilai-nilai pendidikan yang kita
dapatkan dari ibadah puasa romadlon, sekaligus mampu kita
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai kepribadian
bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. nilai-nilai
pendidikan dalam ibadah puasa tersebut, antara lain pendidikan
kejujuran. Bahwa pengalaman seseorang selama berpuasa
romadlon merupakan fondasi yang sangat kuat untuk
mengantarkan seseorang memiliki kepribadian yang jujur.
Salah satu bukti keberhasilan orang yang meningkat amal
sholehnya setelah sebulan lamanya berpuasa, adalah orang yang
semakin jujur dan disiplin apapun profesi dan pekerjaannya.
Sebagai seorang pelajar, maka ia akan jadi pelajar yang tekun,
jujur, dan disiplin. Meskipun tanpa diawasi bapak-ibu guru
ataupun diperintah oleh orang tua, maka ia akan belajar dengan
sungguh-sungguh, mengerjakan tugas dan ujian dengan jujur alias
tidak menyontek, kelak akan menjadi pemimpin bangsa yang jujur,
e) Haji
Sebagaimana Allah memfardlukan shalat, supaya para
hamba dapat menghubungi Allah yaitu dengan mengaku
kehambaan dan supaya hamba menghubungkan rahmat dan belas
kasihan dengan sesamanya, sebagaimana Allah memfardlukan
zakat untuk mensucikan harta dan untuk memberi pertolongan
kepada orang-orang fakir. Sebagaimana Allah memfardlukan
shalat jamaah, supaya penduduk satu kampung dapat berkenal-
kenalan, begitu pulalah Allah memfardlukan haji supaya terjalin
perkenalan antara penduduk suatu negra dengan negara lain.
Dengan demikian sempurnalah rumah kemanusiaan. Bagi yang
mampu wajiblah menunaikan ibadah haji ke Baitullah,
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Imran ayat 97.28
A rtin y a:
”Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah
melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang
yang mampu.” (QS A l-Im ran(3): 97)
Ketentuan haji di tempat yang tertentu dan di masa yang
tertentu pula, adalah untuk memudahkan umat islam mewujudkan
pertemuan besarnya bagi seluruh alam islam. Dengan bersama-
sama mereka datang ke tempat yang tertentu, di masa yang telah
36
ditentukan pula, sukseslah pertemuan yang merupakan ’’Konggres
Alam Islami” yang dihadiri oleh umat islam dari seluruh penjuru
dunia.
Dari kelima pelaksanaan ibadah tersebut di atas, tidak
mungkin akan terlaksana dengan khusuk, tanpa didasari oleh
tauhid atau aqidah yang kuat. Jadi salah satu peranan tauhid dalam
agama adalah sebagai fondasi ibadah,
b. Fondasi Akhlak
Akhlak dilihat dari sudut bahasa, adalah bentuk jamak dari kata
”khulk” . Khulk di dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangi
tingkah laku atau tabiat.29
Dalam D a’irotul M a’arif dikatakan, ’’Akhlak adalah sifat-sifat
manusia yang terdidik”.30
Prof. Dr. Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah
kebiasaan kehendak.31
Imam Ghozali dalam kitabnya ”Ihya” menyatakan, Akhlak ialah
sifat yang tertanam dalam jiw a yang menimbulkan macam-macam
perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.32
Berdasarkan pengertian dan pendapat-pendapat tersebut di atas,
akhlak adalah sifat baik atau buruk yang mudah muncul tanpa
29 Dr. Asmaran As,M .A, Pengantar Studi Akhlaq, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal 1 30 Ibid, hal 1
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan atau spontan dan mudah tanpa
dibuat-buat, hal ini karena telah menjadi kebiasaan.
Akhlak tidak akan ada gunanya tanpa dilandasi oleh tauhid atau
aqidah yang benar, karena tauhid atau aqidah adalah dasar, fondasi sebuah
bangunan. Akhlak sebagai bangunan, tauhid sebagai fondasinya.
Bangunan akan mudah roboh bila fondasinya lemah, dan bangunan akan
tegak kokoh apabila fondasinya kuat. Bagaimanakah akhlak seseorang
yang tidak dilandasi tauhid atau aqidah yang kuat? Dia hanya akan
berputar-putar di sekitar nafsunya, memperturutkan hawa nafsunya,
mengejar kesenangan sesaat dan berjalan sesuai dengan tuntutan nafsu,
terhanyut dalam temperamen diri.33
Kalau temperamennya termasuk kelompok binatang, maka ia akan
bertingkah laku dengan memperturutkan syahwat dan kepuasan nafsunya,
melanggar batas-batas akhlak, melanggar batas-bata hukum dan peraturan.
Ditempuhnya segala jalan, tiada peduli halal dan haram, tiada rasa malu
dan sopan yang dapat menegurnya, tidak ada rasa kemanusiaan yang dapat
mencegahnya dari berbuat salah dan tidak ada akal dan pikiran sehat yang
akan membatasinya. Maka beijalanlah dia menurut kemauan nafsunya
semata-mata.
Kalau temperamennya haus kekuasaan, maka cita-citanya ingin
menguasai bumi, berpengaruh di tengah masyarakat, berbuat sekehendak
hati. Dia berkata dan bertingkah laku dengan penuh kesombongan, dan
38
demi meluluskan keinginannya maka segala jalan dia tempuh tak peduli
benar atau salah. Dibangunnya istana kebesaran di atas tengkorak manusia
dan genangan darah orang-orang yang tidak bersalah.
Kalau temperamennya termasuk golongan setan, maka usahanya
tiada lain adalah menimbulkan kekacauan dan pertentangan, memecah
belah persatuan, meracuni sungai untuk membunuh orang dan
mengeruhkan air untuk mempermudah menangkap ikan. Kerjanya
menebarkan dosa dan maksiat, memuja dan menganjurkan segala
perbuatan keji, agar tumbuh berkembang di tengah masyarakat.
Bagaimana akhir kesudahan orang-orang semacam ini? Allah SWT
menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 25 sebagai berikut :34
A rtin y a:
”Dan orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan
teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang
memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk
(jahannam).” (QS Ar-Ra’d (1 3 ): 25)
Jadi, berdasar penjelasan di atas, jelas peranan tauhid dalam agama
diantaranya adalah sebagai fondasi akhlak.
4. Peranan Tauhid dalam Kejujuran
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bahwa salah satu peranan
tauhid dalam agama adalah sebagai fondasi akhlak. Dan salah satu diantara
akhlak itu adalah kejujuran.
Kejujuran seseorang dapat terlihat dari ucapannya maupun
perbuatannya. Ucapan seseorang yang jujur, tentu akan mengatakan apa saja
yang sesuai dengan kenyataan. Sedangkan perbuatan seseorang yang jujur,
bila menyelesaikan tugas dari pimpinan, walaupun pimpinan tidak
mengawasi, dia tetap menyelesaikan tugas dengan baik. Hal ini dilakukan,
karena seseorang tadi betul-betul memahami tauhid atau aqidah dengan benar.
Dengan demikian jelaslah bahwa peranan tauhid dalam kejujuran adalah
sebagai fondasi kebenaran. Baik sebagai fondasi ucapan yang benar maupun
fondasi perbuatan yang benar,
a. Fondasi Ucapan yang Benar
Tidak diragukan lagi bahwa Allah SWT telah memberi nikmat
yang besar kepada manusia. Diantara nikmat-nikmat yang terbesar setelah
nikmat hidayah memeluk islam, adalah kenikmatan berupa kemampuan
berbicara dengan menggunakan lisan. Lisan adalah laksana sebuah pedang
bermata dua. Lisan bisa dipergunakan untuk bertakwa kepada Allah,
seperti membaca Al-Qur’an, mengajak untuk menjalankan kebaikan dan
mencegah perbuatan mungkar, serta untuk berkata yang benar. Hal ini
karena ucapan-ucapan yang keluar telah didasari atau dikendalikan oleh
40
Lisan juga bisa dipergunakan untuk mengikuti kehendak setan,
seperti digunakan untuk memecah belah kaum muslimin, berdusta,
bersaksi palsu, menggunjing, memfitnah, serta melanggar kehormatan
orang lain. Hal ini dilakukan karena ucapan-ucapan yang keluar tidak
dikendalikan oleh pemahaman tauhid yang benar.
Orang yang tidak menggunakan lisannya untuk mengungkapkan
kebenaran, sama dengan setan yang bisu, orang yang durhaka kepada
Allah, orang yang suka pamer, pendusta dan orang-orang yang bermuka
dua. Julukan itu bisa dikenakan baginya jika ia tidak mempergunakan
lisannya untuk mengungkapkan kebenaran.
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 70.35
< I * -V-*» t s * ?-< i t ,
IJU I j Sj 4i)l Iy u \
A rtin y a:
’’Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar.” (Qs Al-Ahzab(33):70)
Dalam buku ’’Bahaya Lidah” yang disusun oleh Eko Haryono dan
Aris munandar, halaman 70 dituliskan sebuah hadis yang diriwayatkan
Imam Muslim, dalam terjemah shahih Muslim, halaman 72 sebagai
Artinya :
’’Tanda orang munafik ada tiga. Jika berbicara berdusta, jika berjanji
mengingkari dan jika diberi amanat khianat”,
b. Fondasi Perbuatan yang Benar
Telah disebutkan di atas, bahwa peranan tauhid adalah sebagai
fondasi ucapan yang benar. Ucapan yang didasari oleh tauhid, pasti akan
diwujudkan pada perbuatan yang benar pula (amanah). Seseorang yang
ucapannya jujur, bila mendapat titipan, tugas, dan jabatan pasti selalu
menjaga dan melaksanakan amanahnya.
Sifat amanah itu biasanya hanya dikaitkan dengan bidang materi.
Misalnya jujur karena tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya, baik
dengan mencuri, korupsi, manipulasi bisnis ataupun tindakan lain yang
intinya sama, yaitu mengambil yang bukan haknya. Padahal sebenarnya
perbuatan tidak jujur di bidang materi itu hanya salah satu segi dari
ketidakjujuran. Kejujuran pada hakekatnya meliputi semua bidang
kehidupan, yang di dalamnya termasuk bidang ilmu pengetahuan,
pemikiran, kekayaan, dan sebagainya.
Firman Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 58. 36
42
’’Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya ...” (QS An-Nisa ( 4 ) : 58) Artinya :
Dalam buku ’’Teijemah Riyadhus Shalihin” oleh Imam Nawawi
halaman 80 disebutkan sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhori Muslim
dari Ibnu Mas’ud, sebagai b erik u t:
A rtin y a:
’’Dari Ibnu M as’ud r.a dari nabi SAW, beliau bersabda : ’’Sesungguhnya
kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke
surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi
Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa
kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan
selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Sifat jujur, konsisten pada janji dan amanah, apabila benar-benar
telah diamalkan oleh kaum muslimin, citra islam pasti akan lebih harum
daripada kenyataan selama ini. Sebaliknya citra islam akan pudar apabila
lawan dari sifat-sifat tersebut, yaitu bohong, ingkar janji, KKN, dan
khianat, semakin mambudaya. Kesemuanya itu tergantung bagaimana
fondasi tauhidnya.
B. Kejujuran
1. Pengertian Kejujuran
Orang yang betul-betul memahami tauhid, tentu akan meningkat
keimanannya, ketaqwaannya,. Iman dan taqwa adalah modal utama dan bekal
yang sangat berharga dalam meraih kebahagiaan hidup yang sejati di dunia
dan di akherat. Iman dan taqwa tidak cukup diikrarkan dengan kata-kata,
tetapi harus diwujudkan dalam amalan nyata. Dan diantaraperbuatan yang
merupakan manifestasi iman dan taqwa adalah kejujuran, baik kejujuran dalam perkataan maupun kejujuran dalam perbuatan.
Kejujuran merupakan akhlak mulia yang sangat ditekankan dalam
islam. Di dalam Al-Qur’an kata keija ”Shadaqa ” yang berarti jujur dan benar. Kata ini disebutkan sampai 155 kali. Lafal "Shadiq” (orang yang jujur, benar) dalam bentuk mufrad (tunggal) disebutkan sebanyak tiga kali, sedangkan
dalam bentuk jamak disebutkan sebanyak 57 kali. Hal ini menunjukkan bahwa
44
(kolektif). Kejujuran kolektif dibangun melalui kejujuran individu-individu muslim.37
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia susunan W. J. S.
Purwadarminta, jujur berarti lurus hati, tidak curang. Kejujuran berarti
orang yang hatinya bersih dari kecurangan-kecurangan atau dusta, baik
ucapan maupun perbuatannya. Dia berbuat jujur dengan rela hati, bukan
karena paksaan dari siapapun.
Lawan kejujuran adalah kebohongan (kadzaba). Dusta, kebohongan
adalah merupakan akhlak yang tercela, buruk, dan hina. Yang oleh
masyarakat islam dipandang dapat menjauhkan iman, serta dikategorikan ke
dalam tanda-tanda munafik. Rosulullah membenci perangai dusta, baik yang
tampak mudlaratnya secara langsung di belakangnya maupun tidak. Apapun
alasannya, dusta adalah dusta, yang berarti memberikan sesuatu yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Dan ini menyerupai perangai orang munafik, yang
senantiasa memperkuat kebohongannya. Allah berfirman di dalam surat Al-
Munafiquun ayat 1 :39
Drs. Abdul Murti M. Ed, KhutbahJum ’at, Majalah SM, Yogyakarta, 2004, hal 3
38 W. J. S Poerwadarminti, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1984, h a l1
Artinya :
’’Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, ’’Kami
mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rosul Allah”. Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.” (QS Al-M unafiquun(63): 1)
Firman Allah surat An-Nahl ayat 105 i40
’’Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah dan mereka itulah orang-orang
pendusta.” (QS A n-N ahl(16): 105)
Jika kejujuran merupakan pangkal kesuksesan, maka sebaliknya
kebohongan adalah pangkal kehancuran. Di dalam kisah-kisah Al-Qur’an
dijelaskan bagaimana bangsa-bangsa yang sangat maju dan besar dapat hancur
binasa karena mereka tidak lagi mengikuti ajaran Allah dan Rosul-Nya.
Mereka tidak hanya mendustakan ajaran Allah dan Rosul-Nya, tetapi juga
melakukan kebohongan publik dan menciptakan kehancuran dalam
masyarakat. Akibat perbuatan munafik tersebut masyarakat hancur luluh
lantak.
Perbedaan antara kejujuran dengan dusta serta akibat yang
ditimbulkannya, kejujuran akan membawa kebahagiaan baik secara pribadi Artinya :
40
46
bagi orang-orang yang melakukan maupun bagi masyarakat. Kebohongan
akan mendatangkan malapetaka bagi pelaku dan masyarakat. Itulah sebabnya
mengapa Rosulullah sangat menganjurkan agar kaum muslimin senantiasa
berlaku jujur dan menghindari dusta. Rosulullah SAW bersabda :41
kebajikan, dan kebajikan akan menuntuk jalan ke surga. Barang siapa yang
senantiasa berbuat jujur dan berpegang teguh dengan kejujuran itu, maka
Allah akan mencatatnya sebagai orang yang jujur. Jauhilah oleh kalian
perbuatan dusta, karena kedustaan akan menyeret kalian kepada kedurhakaan
dan kedurhakaan akan menyebabkan kalian masuk neraka. Barang siapa yang
senantiasa berdusta dan menanamkan dusta dalam dirinya, maka Allah akan
mencatatnya sebagai seorang pendusta.” (H.R Muslim)
41 Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, Pustaka Amani, Jakarta, 1996, hal 605-606 A rtin y a:
Sayangnya saat ini kejujuran menjadi sesuatu yang sangat langka.
Bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragaman islam,
kenyataan tersebut merupakan masalah sosial keagamaan yang sangat
mendasar. Padahal, dalam pemandangan sehari-hari, semangat islam di dalam
menjalankan ibadah juga sangat tinggi. Bangsa kita adalah bangsa yang sangat
religius, taat beribadah, dan memiliki komitmen keagamaan yang tinggi.
Tetapi, angka korupsi di negeri kita justru yang terbesar di Asia Tenggara,
nomor dua di Asia, dan nomor lima di dunia.42
Korupsi adalah sebuah perilaku kebohongan, dusta, dan penipuan.
Korupsi adalah kebohongan ganda yang dapat menimbulkan kehancuran
sistematis, tidak hanya bagi si pelaku, tetapi yang lebih parah adalah merusak
tatanan dan merugikan bangsa dan negara. Suka berbohong, termasuk di
dalamnya korupsi, merupakan akhlak terceia dan perilaku orang-orang
munafik.
Kecintaan kepada keluarga, jabatan, dan harta benda yang berlebihan
memang potensial bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Setiap manusia
tentu memiliki naluri untuk mencintai orang yang memiliki kedekatan emosi
onal atau kekerabatan. Namun kecintaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan
untuk melakukan tindakan yang melanggar tata tertib kehidupan, baik yang
berasal dari Allah langsung maupun yang merupakan kesepakatan bersama.
Desakan pemenuhan kebutuhan keluarga juga tidak boleh dijadikan alasan
untuk melakukan korupsi atau usaha lain yang tidak halal. Rasa iba dan