• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2012"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

DETERMINAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI KECAMATAN BANDAR PULAU

KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

YUSNIAR SIREGAR 107032175 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE DETERMINANTS IN SELECTING CHILDBIRTH ASSISTANTS IN BANDAR PULAU SUBDISTRICT, ASAHAN DISTRICT

IN 2012

THESIS

By

YUSNIAR SIREGAR 107032175/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

DETERMINAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI KECAMATAN BANDAR PULAU

KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSNIAR SIREGAR 107032175/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : DETERMINAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI KECAMATAN BANDAR PULAU KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Yusniar Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 107032175

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (

Ketua Anggota

dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 26 Juli 2012

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

DETERMINAN PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI KECAMATAN BANDAR PULAU

KABUPATEN ASAHAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakanbahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(Yusniar Siregar) 107032175/IKM

(7)

ABSTRAK

Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman. Determinan pemilihan tenaga kesehatan atau tenaga non kesehatan meliputi faktor umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, penghasilan keluarga, keikutsertaan asuransi kesehatan, sarana pelayanan persalinan, ketersediaan tenaga penolong persalinan, lokasi sarana pertolongan persalinan, kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan berdasarkan hasil diagnosis oleh tenaga kesehatan. Di Kecamatan Bandar Pulau masih ditemukan persalinan yang ditolong tenaga non kesehatan akibat faktor pada ibu bersalin dan faktor pelayanan.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis determinan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau. Jenis penelitian adalah survei explanatory

dengan jumlah populasi sebanyak 494 ibu bersalin tiga bulan terakhir dan yang menjadi sampel sebanyak 96 ibu bersalin. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan (p=0,016), pengetahuan (p=0,001, ketersediaan tenaga pelayanan persalinan (p=0,026), lokasi sarana pertolongan persalinan (p=0,039) berpengaruh signifikan terhadap pemilihan penolong persalinan. Pengetahuan adalah variabel yang paling memengaruhi pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau dengan koefisien regresi 3,104.

Disarankan kepada kepala Puskesmas Aeksongsongan meningkatkan kinerja bidan yang berada diwilayah kerja Puskesmas Aeksongsongan terutama dalam peningkatan kemampuan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) khususnya tentang persalinan kepada ibu-ibu hamil sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang persalinan yang aman serta mendukung pemilihan tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan.

(8)

ABSTRACT

To select childbirth assistant is a determining factors to have a safe childbirth process. The determinants of selecting health workers or non-health workers including the factors of age, education, knowledge, attitude, trust, family income, participation in health insurance, delivery service facility, the availability of childbirth assistants, location of delivery assistance facilities, the need felt, the need based on the diagnose made by the health worker. In Bandar Pulau Subdistrict, a delivery assisted by non-health worker is still found due to the factors of the mother delivering a baby and service provided.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the determinants in selecting childbirth assistants in Bandar Pulau Subdistrict. The population of this study was 495 mothers who delivered their babies in the past three months and 96 of them were selected to be the samples for thid study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and then the data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the factors of education (P=0,016), knowledge (p=0,001), the availability of childbirth assistants (p=0,026), and location of delivery assistance facilities (p=0,039) had significant influence on the selection of childbirth assistants in Bandar Pulau Subdistrict with the regression coefficient value = 3.104.

The Head of Puskesmas Aeksongsongan is suggested to improve the performance of the midwife working in the working area of Puskesmas Aeksongsongan especially in improving the ability of Information Communication and Education, specifically on delivery to the pregnant mothers that they can improve their knowledge on safe delivery, support in selecting health workers as childbirth assistant, and prepare for the process of delivery.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Determinan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan Tahun 2012”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dukungan, bimbingan, arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. Dr. Juanita, SE, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan dr. Ria Masniari Lubis M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian, ketelitian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

6. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si dan Dra. Syarifah M.S selaku komisi penguji dan pembanding yang telah banyak memberikan arahan, masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. dr. H. Syarifuddin H. Nasution selaku Kepala Puskesmas Aeksongsongan yang telah berkenan memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk melakukan penelitian di kecamatan yang masih dalam wilayah kerja Puskesmas Aeksongsongan.

8. Aspihan, SH selaku Camat Bandar pulau beserta staf yang sudah memberikan izin dan memberikan informasi yang berkaitan dengan proses pengumpulan data dilokasi penelitian.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10.Ir. Zuraidah Nasution, M.Kes selaku direktur Poltekkes Kemenkes Medan yang telah memberikan izin tugas belajar kepada penulis selama masa pendidikan. 11.Teristimewa buat keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan, perhatian,

(11)

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta keritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan diucapkan terimakasih.

Medan. Juli 2012 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Yusniar Siregar, lahir pada tanggal 08 Juli 1967 di Asahan, anak ke dua dari delapan bersaudara dari pasangan ayahanda H. Mukmin Siregar dan ibunda Hj. Zahara Batubara.

Pendidikan formal penulis mulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Kisaran, selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama Negeri Kisaran, selesai tahun 1983, Sekolah Menengah Atas Negeri Kisaran, selesai tahun 1986, Akademi Perawatan DepKes Medan, selesai tahun 1989, Program Pendidikan Bidan“B“ Wijaya Kusuma Jakarta, selasai tahun 1994, Akademi kebidanan Depkes Padang, selesai tahun 2001, D.IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2004.

Penulis mulai bekerja sebagai Pegawai Rumah Sakit Umum Kisaran tahun 1990, Staf Pengajar di SPK Pemda Asahan tahun 1992, Staf Pengajar di SPK DepKes RI Medan tahun 1996, Dosen Politeknik Kemenkes RI Jurusan Kebidanan Medan tahjjun 2002 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2010 dan menyelesaikan studi tahun 2012.

(13)

DAFTAR ISI

(14)

3.4.1. Data Primer ... ... 47

3.4.2. Data Sekunder ... ... 47

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas ... ... 47

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... ... 49

3.6. Metode Pengukuran ... ... 51

3.6.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas ... ... 51

3.6.2. Metode Pengukuran Variabel Terikt ... ... 57

5.2. Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 87

5.2.1. Pengaruh Usia Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 87

5.2.2. Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 89

5.2.3. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 91

5.2.4. Pengaruh Sikap Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 93

5.2.5. Pengaruh Kepercayaan Ibu terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 95

5.3. Pengaruh Faktor Enabling terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 97

5.3.1. Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 97

5.3.2. Pengaruh Keikutsertaan Asuransi Kesehatan terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 99

5.3.3. Pengaruh Sarana Pelayanan Persalinan terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 101

5.3.4. Pengaruh Ketersediaan Tenaga Penolong Persalinan terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 103

5.3.5. Pengaruh Lokasi Sarana Pertolongan Persalinan terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 105

(15)

5.4.1. Pengaruh Kebutuhan Berdasarkan Gejala atau Gangguan Pada Masa Hamil dan Persalinan terhadap Pemilihan

Penolong Persalinan ... 106

5.4.2. Pengaruh Kebutuhan Berdasarkan Diagnosis Oleh Tenaga Kesehatan terhadap Pemilihan Penolong Persalinan ... 108

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

6.1. Kesimpulan ... 111

6.2. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Distribusi Sampel Menurut Desa ... 46 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 56 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 57 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Pendidikan

di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 60 4.2. Distribusi Pengetahuan Responden di Kecamatan Bandar Pulau

Tahun 2012 ... 63 4.3. Pengetahuan Responden tentang Penolong Persalinan yang Aman

di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 64 4.4. Distribusi Sikap Responden di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 .. 65 4.5. Sikap Responden tentang Penolong Persalinan di Kecamatan

Bandar Pulau Tahun 2012 ... 66 4.6. Distribusi Kepercayaan Responden di Kecamatan Bandar Pulau

Tahun 2012 ... 66 4.7. Kepercayaan Responden Tentang Penolong Persalinan di Kecamatan

Bandar Pulau Tahun 2012 ... 68 4.8. Distribusi Faktor Enabling Responden di Kecamatan Bandar Pulau

Tahun 2012 ... 69 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Faktor Enabling di

Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 70 4.10. Distribusi Faktor Kebutuhan Responden di Kecamatan Bandar Pulau

Tahun 2012 ... 70 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Faktor Kebutuhan yang

Dirasakan Berdasarkan Gejala atau Gangguan Selama Masa Hamil

(17)

4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Kebutuhan yang Berdasarkan Diagnosis oleh Tenaga Kesehatan Kecamatan

Bandar Pulau Tahun 2012 ... 71 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 72 4.14. Tabulasi Silang Hubungan Umur dengan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 73 4.15. Tabulasi Silang Hubungan Pendidikan dengan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 73 4.16. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 74 4.17. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 75 4.18. Tabulasi Silang Hubungan Kepercayaan dengan Pemilihan

Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 75 4.19. Tabulasi Silang Hubungan Penghasilan dengan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 76 4.20. Tabulasi Silang Hubungan Asuransi Kesehatan dengan Pemilihan

Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 77 4.21. Tabulasi Silang Hubungan Sarana Kesehatan dengan Pemilihan

Penolong Persalinan di Kecamatan Pulau Tahun 2012 ... 78 4.22. Tabulasi Silang Hubungan Tenaga Kesehatan dengan Pemilihan

Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 79 4.23. Tabulasi Silang Hubungan Lokasi dengan Pemilihan Penolong

Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Tahun 2012 ... 79 4.24. Tabulasi Silang Hubungan Kebutuhan yang Dirasakan dengan

Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau

Tahun 2012 ... 81 4.25. Tabulasi Silang Hubungan Kebutuhan yang Dirasakan dengan

Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau

(18)

4.26. Tabulasi Silang Hubungan Kebutuhan Hasil Pemeriksaan dengan Pemilihan Penolong Persalinan di Kecamatan Bandar Pulau

Tahun 2012 ... 82 4.27. Nilai probabilitas keputusan ibu memilih penolong persalinan ... 84

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 119

2. Data Uji Validitas dan Reliabilitas ... 124

3. Output Validitas dan Reabilitas ... 126

4. Master Data ... 137

5. Output SPSS ... 139

(21)

ABSTRAK

Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman. Determinan pemilihan tenaga kesehatan atau tenaga non kesehatan meliputi faktor umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, kepercayaan, penghasilan keluarga, keikutsertaan asuransi kesehatan, sarana pelayanan persalinan, ketersediaan tenaga penolong persalinan, lokasi sarana pertolongan persalinan, kebutuhan yang dirasakan dan kebutuhan berdasarkan hasil diagnosis oleh tenaga kesehatan. Di Kecamatan Bandar Pulau masih ditemukan persalinan yang ditolong tenaga non kesehatan akibat faktor pada ibu bersalin dan faktor pelayanan.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis determinan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau. Jenis penelitian adalah survei explanatory

dengan jumlah populasi sebanyak 494 ibu bersalin tiga bulan terakhir dan yang menjadi sampel sebanyak 96 ibu bersalin. Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan (p=0,016), pengetahuan (p=0,001, ketersediaan tenaga pelayanan persalinan (p=0,026), lokasi sarana pertolongan persalinan (p=0,039) berpengaruh signifikan terhadap pemilihan penolong persalinan. Pengetahuan adalah variabel yang paling memengaruhi pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau dengan koefisien regresi 3,104.

Disarankan kepada kepala Puskesmas Aeksongsongan meningkatkan kinerja bidan yang berada diwilayah kerja Puskesmas Aeksongsongan terutama dalam peningkatan kemampuan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) khususnya tentang persalinan kepada ibu-ibu hamil sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang persalinan yang aman serta mendukung pemilihan tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan.

(22)

ABSTRACT

To select childbirth assistant is a determining factors to have a safe childbirth process. The determinants of selecting health workers or non-health workers including the factors of age, education, knowledge, attitude, trust, family income, participation in health insurance, delivery service facility, the availability of childbirth assistants, location of delivery assistance facilities, the need felt, the need based on the diagnose made by the health worker. In Bandar Pulau Subdistrict, a delivery assisted by non-health worker is still found due to the factors of the mother delivering a baby and service provided.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the determinants in selecting childbirth assistants in Bandar Pulau Subdistrict. The population of this study was 495 mothers who delivered their babies in the past three months and 96 of them were selected to be the samples for thid study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and then the data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the factors of education (P=0,016), knowledge (p=0,001), the availability of childbirth assistants (p=0,026), and location of delivery assistance facilities (p=0,039) had significant influence on the selection of childbirth assistants in Bandar Pulau Subdistrict with the regression coefficient value = 3.104.

The Head of Puskesmas Aeksongsongan is suggested to improve the performance of the midwife working in the working area of Puskesmas Aeksongsongan especially in improving the ability of Information Communication and Education, specifically on delivery to the pregnant mothers that they can improve their knowledge on safe delivery, support in selecting health workers as childbirth assistant, and prepare for the process of delivery.

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Program pembangunan di bidang kesehatan yang diupayakan pemerintah dalam meningkatkan mutu kesehatan serta derajat kesehatan masyarakat melalui perbaikan pelayanan kesehatan, mulai dari pengadaan tenaga medis yang profesional sampai pada pelatihan penolong persalinan. Upaya ini bertujuan supaya setiap proses persalinan mendapatkan pertolongan dari tenaga kesehatan. Dengan demikian diharapkan terhindar dari kejadian kematian ibu pada saat melahirkan (Anwar, 2003).

(24)

Secara umum kematian ibu di dunia disebabkan oleh perdarahan (25%), infeksi pasca persalinan (15%), aborsi tidak aman (13%), gangguan tekanan darah tinggi (12%), partus lama (8%), penyebab obstetrik langsung lainnya (8%), dan penyebab tidak langsung (19%) (Bappenas, 2007). Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010, penyebab langsung kematian ibu yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (8%), abortus (5%), trauma obstetrik (5%), emboli (5%), partus lama / macet (5%), dan lain-lain (11%). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor risiko keterlambatan (tiga terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi (Kemenkes RI, 2011).

(25)

Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut jaminan persalinan. Jaminan persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB paska persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan kehadiran jaminan persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya tiga terlambat sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDGs no 4 dan 5 (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan data Riskesda (2010), tahun 2002 persentase cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 66,7%, tahun 2009 meningkat menjadi 77,34% dan tahun 2010 meningkat lagi menjadi 82,3%. Harapan pada tahun 2015 proporsi persalinan oleh tenaga kesehatan 100% menurut kesepakatan global (Millenium Development Gools).

(26)

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Sumatera Utara menunjukkan kecendrungan peningkatan yaitu dari 81,61% tahun 2008, 85,93% tahun 2009 dan 86,73% tahun 2010. Pencapaian cakupan sangat bervariasi per kabupaten / kota namun angka ini juga belum mencapai target cakupan dalam visi Indonesia Sehat 2010 yaitu 90% (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2010).

Selain di tingkat propinsi tingginya AKI juga dapat dilihat di tingkat kabupaten seperti Kabupaten Asahan, AKI dalam tiga tahun terakhir masih tinggi. Pada tahun 2007 sebesar 6,43 per 1000 Kelahiran hidup atau 16 kematian ibu dari 24.898 kelahiran hidup, tahun 2008 sebesar 12,23 per 1000 kelahiran hidup atau 17 kematian ibu dari 13.897 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2009 sebesar 11,56 per 1000 atau 19 kematian ibu dari 16.435 kelahiran hidup, berdasarkan data tersebut AKI di kabupaten Asahan terlihat meningkat (Dinkes Kab.Asahan, 2010).

Pemanfaatan bidan atau petugas kesehatan lainnya dalam Pertolongan persalinan bagi ibu bersalin di Kabupaten Asahan pada dua tahun terakhir meningkat dari 84,17% tahun 2008 menjadi 90,23% tahun 2009. Namun pencapaian ini juga belum sesuai harapan MDG`s (Dinkes Kab.Asahan, 2010).

(27)

sarana transportasi yang sulit, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang masih rendah, terdiri dari dari 10 desa dan 60 dusun dengan jumlah penduduknya yang lebih banyak yaitu 20.508 jiwa di bandingkan dengan Kecamatan Aek Songsongan dan kecamatan Rahuning.

Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Aek Songsongan tahun 2010, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di kecamatan Bandar Pulau dari 10 desa, 5 desa sudah mencapai target cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan visi Indonesia Sehat 2010 yaitu 90%. 5 desa lagi

belum mencapai target cakupan nasional. Kecamatan Bandar Pulau mempunyai 4 Puskesmas Pembantu (Pustu) dengan 4 orang bidan Pustu, dan 7 orang bidan desa.

Empat orang bidan desa menetap tinggal di wilayah kerjanya sedangkan 2 orang bidan desa menetap tinggal di luar wilayah kerjanya. Jumlah dukun yang terdapat di kecamatan Bandar Pulau sebanyak 20 orang dukun terdiri dari 7 orang dukun terlatih dan 13 orang dukun tidak terlatih.

Pada tahun 2010 di Kecamatan Bandar Pulau terdapat 2 orang ibu bersalin dan 1 orang ibu masa nifas meninggal. Hal ini disebabkan oleh karena persalinan di tolong oleh dukun (Profil kesehatan Puskesmas Aek songsongan, 2010).

(28)

penolong persalinan. Demikian juga penelitian Bungsu (2001) menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pertolongan persalinan antara lain faktor demografi meliputi umur dan paritas ibu melahirkan, faktor pendidikan dan pengetahuan ibu, faktor ekonomi dan lingkungan sosial.

Penelitian Musadad dkk (1999) menyimpulkan bahwa pemilihan tenaga penolong persalinan dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan (akses) terhadap pelayanan persalinan yang tersedia, jumlah dan jenis penolong persalinan yang ada serta keterjangkauan penolong persalinan. Penelitian ini menemukan bahwa sebesar 94,0% persalinan di pedesaan dilakukan di rumah penduduk karena kurangnya sarana pelayanan persalinan. Penelitian Amilda (2010) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, status ekonomi, dan keterjangkauan sarana kesehatan dengan pemilihan pertolongan persalinan oleh dukun bayi.

Penelitian yang lebih menyeluruh tentang determinan pemilihan penolong persalinan dilakukan Roudlotun (2005) menyimpulkan bahwa faktor predisposing

(umur, pendidikan, penghasilan keluarga, pengetahuan, sikap dan nilai/budaya) dan faktor enabling (ketersediaan dan keterjangkauan sarana pelayanan kesehatan) berhubungan dengan dalam pemilihan penolong persalinan di daerah pantai Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.

(29)

responden terhadap gejala sebelumnya dan gejala saat ini) dan variabel aktualisasi (kapasitas yang tersedia) berpengaruh terhadap penggunaan pelayanan kesehatan yang didukung persepsi pasien terhadap kualitas perawatan petugas kesehatan.

Secara teoritis, kajian tentang determinan pemilihan pertolongan persalinan dapat ditelaah berdasarkan teori Andersen ”Behavioral model of Health Service Utilization” (Sarwono, 2004) bahwa keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen yaitu (1) komponen predisposisi terdiri dari demografi, struktur sosial dan kepercayaan kesehatan, (2) komponen enabling terdiri dari sumber daya keluarga (penghasilan keluarga) dan sumber daya masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan), jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan, (3) komponen need merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Berdasarkan analisis teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penentu sebagai determinan pemilihan penolong persalinan terkait dengan 3 faktor yang disebutkan Anderson, yaitu : predisposisi, enabling dan need.

(30)

Alasan 10 orang ibu yang ditolong tenaga kesehatan saat persalinan ditemukan alasan sebagai berikut : lebih yakin dengan kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan, keselamatan bayi dan ibu lebih terjamin bila di tolong tenaga kesehatan. Mengacu kepada uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang determinan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan perlu dilakukan, sehingga dapat ditempuh upaya-upaya preventif dan upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu guna menurunkan angka kematian bayi dan ibu melahirkan.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah “ Apa sajakah determinan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2012”.

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis determinan yang mempengaruhi pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2012.

1.4 Hipotesis

Faktor predisposisi (pemungkin) yaitu: umur, pendidikan, pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap penolong persalinan, enabling (pendukung) : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, sarana pelayanan persalinan, ketersediaan tenaga penolong persalinan dan lokasi sarana pertolongan persalinan,

(31)

saat persalinan dan kebutuhan berdasarkan diagnosis oeleh tenaga kesehatan merupakan determinan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Memberikan masukan kepada Puskesmas Aeksongsongan tentang gambaran pemanfaatan pertolongan persalinan oleh bidan serta menjadi masukan dalam upaya mempercepat akselerasi penurunan angka kematian ibu.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penolong Persalinan

Menurut Depkes RI (1998), tenaga yang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) dan dukun bayi (terlatih dan tidak terlatih). Dalam proses pertolongan persalinan, tidak jarang ibu hamil yang kritis meningggal sesampai di rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan lainnya, dan tidak jarang juga sering terjadi kematian akibat pertolongan persalinan yang tidak ditangani oleh tenaga yang ahli dan berlatar belakang kesehatan seperti dukun bayi (Darwizar, 2002).

2.1.1 Bidan

Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

(33)

Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, deteksi kondisi abnormal ibu dan anak, usaha mendapatkan bantuan medik dan melaksanakan tindakan kedaruratan dimana tidak ada tenaga bantuan medik. Dia mempunyai tugas penting dalam pendidikan dan konseling, tidak hanya untuk klien tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat (Notoatmodjo, 1993).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 363/1990 tentang wewenang bidan, bidan ialah seseorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Bidan di desa adalah bidan yang ditempatkan dan bertugas di desa, mempunyai wilayah kerja satu sampai dua desa, dan dalam melaksanakan tugas pelayanan medis baik didalam maupun di luar jam kerjanya bidan harus bertanggung jawab langsung kepada Kepala Puskesmas.

Dasar pelaksanaan penempatan bidan di desa ini sesuai dengan kebijaksanaan Departemen Kesehatan yang telah disebarluaskan keseluruh propinsi dengan surat edaran Direktur Jenderal Pembina Kesehatan Masyarakat No. 429/Binkesmas /DJ/III/89 pada tanggal 29 Maret 1989.

(34)

Secara umum dapat kita ketahui bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat termasuk keluarga ada tiga segi yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Segi manusianya (petugas kesehatan)

2. Sarana (Puskesmas, Rumah sakit dan lembaga kesehatan lainnya) 3. Dana (biaya untuk pengobatan)

Keterbatasan dan kekurangan salah satu dari ketiga segi ini sedikit banyak mempengaruhi pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat (WHO, 1998)

Menurut Azwar (2006) pelayanan kesehatan yang terdapat dalam masyarakat secara umum dapat dibedakan atas tiga macam yaitu ;

1. Pelayanan kesehatan tingkat I, pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan yang bersifat dasar.

2. Pelayanan kesehatan tingkat II, pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan spesialis satu bahkan kadang – kadang pelayanan sub – spesialisasi tetapi terbatas.

3. Pelayanan kesehatan tingkat III, pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan spesialisasi serta sub – spesialisasi luas.

(35)

Untuk terwujudnya kebijaksanaan yang telah ditetapkan maka diselenggarakan Pendidikan Bidan satu tahun dengan dasar pendidikan lulus SPK, dan sejak tahun 1996 ditingkatkan menjadi Akademi (DIII). Lulusan pendidikan tersebut akan ditempatkan di Puskesmas dan di Desa dengan kriteria tertentu dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan Puskesmas dan membina Posyandu. Agar Bidan dapat bekerja secara berdaya guna dan berhasil guna, maka disusunlah pedoman atau program kerja.

Berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat No. 429/Binkesmas/DJ/II/89 Tanggal 29 Maret 1989 menyatakan bahwa tujuan penempatan bidan Puskesmas di desa secara umum adalah untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan melalui Puskesmas dan Posyandu dalam rangka menurunkan angkat kematian ibu, bayi dan anak balita dan menurunkan angka kelahiran, serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berprilaku hidup sehat (Depkes RI, 1989).

(36)

membantu pembinaan kesehatan kelompok Dasa Wisma, (g) Meningkatnya peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD termasuk gerakan Dana Sehat.

Tugas Pokok Bidan Puskesmas: (a) Melaksanakan kegiatan Puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan, (b) Menggerakkan dan membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar tumbuh kesadarannya untuk dapat berperi hidup sehat.

Fungsi Bidan di wilayah kerjanya adalah : (a) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah – rumah, menangani persalinan, pelayanan keluarga berencana dan pengayoman medis kontrasepsi, (b) Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat, (c) Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader kesehatan serta dukun bayi, (d) Membina kelompok dasa wisma dibidang kesehatan, (e) Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral dan lembaga swadaya masyarakat, (f) Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada Puskesmas kecuali dalam keadaan darurat harus dirujuk ke fasilitas kesehatan lainnya, (g) Mendeteksi secara dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit – penyakit dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuan.

(37)

1. Wewenang umum

Kewenangan yang diberikan untuk melaksanakan tugas yang dapat dipertanggungjawabkan secara mandiri.

2. Wewenang khusus

Wewenang khusus adalah wewenang untuk melaksanakan kegiatan yang memerlukan pengawasan dokter. Tanggung jawab pelaksanaannya berada pada dokter yang diberikan wewenang tersebut.

3. Wewenang pada keadaan darurat

Bidan diberi wewenang melakukan pertolongan pertama untuk menyelamatkan penderita atas tanggung jawabnya sebagai insan profesi. Segera setelah melakukan tindakan darurat tersebut, bidan diwajibkan membuat laporan ke Puskesmas di wilayah kerjanya.

4. Wewenang tambahan

Bidan dapat diberi wewenang tambahan oleh atasannya dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat lainnya, sesuai dengan program pemerintah, pendidikan dan pelatihan yang diterimanya.

Sesuai dengan kewenangan bidan yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1990, maka kegiatan bidan Puskesmas yang ditempatkan di desa adalah sebagai berikut :

(38)

b. Merencanakan dan menganalisa data serta mengidentifikasikan masalah kesehatan untuk merencanakan penanggulangannya.

c. Menggerakkan peran serta masyarakat melalui pendekatan PKMD dengan melaksanakan Pertemuan Tingkat Desa (PTD), Supaya Mawas Diri (SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) yang diikuti dengan menghimpun dan melatih kader kesehatan sesuai dengan kebutuhan.

d. Memberikan bimbingan teknis kepada kader kesehatan dan memberikan pelayanan langsung dimeja lima pada saat kegiatan Posyandu dalam wilayah kerjanya, terutama pelayanan KIA dan KB serta membantu pelaksanaan imunisasi.

e. Melaksanakan pembinaan para sekolah di TK dan masyarakat. f. Memberikan pertolongan persalinan.

g. Memberikan pertolongan kepada pasien (orang sakit), kecelakaan dan kedaruratan.

h. Kunjungan rumah untuk melaksanakan perawatan kesehatan masyarakat di wilayah kerja bidan.

i. Melatih dan membina dukun bayi agar mampu melaksanakan penyuluhan dan membantu deteksi ibu hamil resiko tinggi.

j. Melatih dan membina ketua kelompok dasa wisma (persepuluhan) dalam bidang kesehatan secara berkala sesuai dengan kebutuhan setempat.

(39)

l. Mencatat semua kegiatan yang dilakukan dan melaporkan secara berkala kepada Puskesmas sesuai dengan ketentuan.

m. Bekerja sama dengan rekan staf Puskesmas dan tenaga sektor lain yang ada di desa, antara lain PLKB, dan pamong setempat dalam rangka pelayanan kesehatan dan pembinaan peran serta masyarakat.

n. Menghadiri rapat staf (lokakarya mini) Puskesmas setiap bulan. o. Melaksanakan upaya kesehatan sekolah di desa wilayah kerjanya.

p. Merujuk penderita dengan kelainan jiwa, dan melakukan / pengobatan tindak lanjut pasien dengan kelainan jiwa yang dirujuk oleh Puskesmas.

Kewenangan bidan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010, bidan dalam menjalankan peraktiknya dapat memberikan pelayanan yang meliputi :

a. pelayanan kesehatan ibu b. pelayanan kesehatan anak

c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. Pelayanan tersebut meliputi pelayanan konseling pada masa pra hamil, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pelayanan persalinan normal, pelayanan ibu nifas normal, pelayanan ibu menyusui dan pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.

(40)

kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan, pemberian tablet Fe pada ibu hamil, pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas, fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif, pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum, penyuluhan dan konseling, bimbingan pada kelompok ibu hamil, pemberian surat keterangan kematian dan pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat. pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah, pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah, pemberian konseling dan penyuluhan, pemberian surat keterangan kelahiran, pemberian surat keterangan kematian.

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, berwenang untuk memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana dan memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.

(41)

bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter, penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan, melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan, pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah , melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas, melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya dan pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.

Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan penanganan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.

Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Jika dalam daerah tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku.

(42)

a. Untuk surat keterangan kelahiran hanya dapat dibuat oleh bidan yang memberikan pertolongan persalinan tersebut dengan menyebutkan :

(a)Identitas bidan penolong persalinan (b)Identitas suami dan ibu yang melahirkan

(c)Jenis kelamin, berat badan dan panjang badan anak yang dilahirkan. (d)Waktu kelahiran (tempat, tahun, bulan, tanggal dan jam)

b. Untuk surat keterangan kematian hanya dapat diberikan terhadap ibu dan atau bayi yang meninggal pada waktu pertolongan persalinan dilakukan dengan menyebutkan :

(a) Identitas bidan

(b) Identitas ibu/bayi yang meninggal (c) Identitas suami dan ibu yang meninggal

(d) Identitas ayah dan ibu dari bayi yang meninggal (e) Jenis kelamin

(f) Waktu kematian (tempat, tahun, bulan, tanggal dan jam) (g) Dugaan penyebab kematian

c. Setiap pemberian surat keterangan kelahiran atau surat keterangan kematian harus dilakukan pencatatan.

(43)

2.1.2 Dukun Bayi Terlatih

Pengertian dukun bayi terlatih adalah seseorang dengan jenis kelamin wanita yang dapat dan mampu membantu persalinan dan merawat bayi yang telah mendapatkan pelatihan sehingga memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menolong persalinan secara normal, minimal tentang kebersihan dalam menolong persalinan (Depkes RI, 1993).

Peran dukun bayi terlatih ini tidak berbeda jauh dengan peran Bidan dalam kehidupan masyarakat, yang membedakan hanya latar belakang dan jenis pendidikan formal yang pernah diperoleh, disamping itu dukun bayi terlatih berada langsung dibawah pengawasan pimpinan Puskesmas atau bidan koordinator di Puskesmas, dengan demikian seluruh tugas dan kegiatan yang dilakukannya langsung dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada pimpinan Puskesmas atau bidan koordinator di Puskesmas (Depkes RI, 1993).

Pada saat ini fasilitas pelayanan kesehatan belum mampu menjangkau masyarakat secara luas seperti saat ini yang dilakukan melalui program pembangunan di bidang kesehatan. Masyarakat di daerah pedesaan umumnya memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bersifat tradisional, pelayanan kesehatan tersebut tidak terbatas pada penyembuhan penyakit tetapi juga pertolongan persalinan (Depkes RI, 1993).

(44)

atau masyarakat itu sendiri yang tidak mampu untuk menjangkau pelayanan persalinan akibat keterbatasan tingkat ekonomi, masalah sosial budaya yang ditradisikan oleh nenek moyang, maupun faktor lainnya (Depkes RI, 1993).

Para dukun bayi terlatih yang membantu persalinan tersebut umumnya berusia lanjut dan keterampilan mereka terbatas. Sering kali persalinan yang seharusnya dibantu dokter kebidanan, tidak tertangani dengan baik. Hal ini membuat seorang ibu bisa dalam ancaman maut. Menyikapi situasi tersebut perlu dijalin kemitraan bidan dan dukun bayi terlatih. Dengan adanya kemitraan ini diharapkan tenaga dukun bayi terlatih dapat dimanfaatkan dalam hal memandikan bayi dan membantu ibu yang baru melahirkan untuk memulihkan kesehatannya (Suprihatini, 2003).

Secara historis keberadaan dukun bayi terlatih sangat dekat dengan proses pertolongan persalinan oleh bidan dalam masyarakat Indonesia, mengingat di masa lalu jumlah tenaga medis yang mampu menolong persalinan (dokter atau bidan) masih sangat sedikit, sehingga masyarakat tidak memiliki alternatif lain dalam pertolongan persalinan oleh dukun bayi terlatih. Keadaan ini berlangsung cukup lama sampai pemerintah membuat program penempatan bidan di desa sebagai tenaga penolong persalinan.

2.2 Persalinan

(45)

Jenis persalinan adalah (1) spontan, yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir atau tanpa usaha dari luar, (2) persalinan buatan, yaitu persalinan dengan dibantu tenaga dari luar, misalnya : ekstraksi dengan forceps, atau melakukan operasi section caesarea, dan (3) persalinan anjuran, yaitu persalinan setelah pemecahan ketuban, pemberian potocin atau prostaglandin.

Menurut Manuaba (2001) peningkatan pelayanan antenatal care, penerimaan gerakan keluarga berancana, melaksanakan persalinan bersih dan aman (pelayanan kebidanan dasar), dan meningkatkan pelayanan obstetric essensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer. Tidak jarang ibu hamil yang kritis meninggal sesampai di rumah sakit, artinya si ibu terlambat mendapatkan pertolongan. Kejadian ini dapat berupa kasus kelainan letak janin, hipertensi, perdarahan (rupture uteri) karena dukun bayi terlatih mendorong janin keluar rahim. Dalam keadaan kritis ditangan dukun bayi terlatih barulah si ibu dirujuk ke rumah sakit.

(46)

Masalah pertolongan persalinan di daerah pedesaan sangat memprihatinkan, hal ini semakin diperparah apabila selama masa kehamilan seorang ibu juga tidak pernah melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, kalaupun dilakukan pemeriksaan hanya kepada dukun bayi yang tentunya tidak memiliki kemampuan dan fasilitas yang cukup untuk mengetahui dan mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan atau penyakit yang mengiringi kehamilan tersebut (Resty, 2003).

Masalah mendasar yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kesehatan perempuan adalah sering terjadinya nilai-nilai sosial budaya yang menempatkan posisi perempuan pada posisi subordinatif yaitu stereotip masyarakat terhadap peran dan kedudukan perempuan (Sumaryoto, 2003).

Upaya untuk meningkatkan harga diri dan martabat perempuan selain pendidikan keterampilan, juga sangat memperhatikan character building

(pembangunan karakter). Pembangunan hanya bisa sukses jika masyarakat termasuk perempuan mempunyai karakter yang baik. Penerapan kemampuan harus berjalan secara selaras. Negara hanya dapat bertahan jika etika dan moral penduduknya bagus. Masyarakat yang pintar secara intelektual tidak bermanfaat apabila moral dan etikanya rusak karena kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Kenyataan selama ini perempuan baru bisa dihargai jika memiliki kemampuan intelektual dan emosi yang seimbang (Resty, 2003).

(47)

bayi terjadi dalam masa tersebut. Pelayanan kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya bayi baru lahir), balita dan anak pra sekolah. Dalam melaksanakan pertolongan persalinan, bidan dapat memberikan uterotonika. Pelayanan dan pengobatan kelainan ginekologik yang dapat dilakukan oleh bidan adalah kelainan ginekologik ringan, seperti keputihan dan penundaan haid. Pengobatan ginekologik yang diberikan tersebut pada dasarnya bersifat pertolongan sementara sebelum dirujuk ke dokter, atau tindak lanjut pengobatan sesuai advis dokter.

Masalah pertolongan persalinan di daerah pedesaan sangat memprihatinkan, hal ini semakin diperparah apabila selama masa kehamilan seorang ibu juga tidak pernah melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, kalaupun dilakukan pemeriksaan hanya kepada dukun bayi yang tentunya tidak memiliki kemampuan dan fasilitas yang cukup untuk mengetahui dan mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan atau penyakit yang mengiringi kehamilan tersebut.

2.3 Permasalahan Persalinan

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin dari tubuh si ibu.

Jenis Persalinan adalah :

(48)

2. Persalinan buatan : persalinan dibantu dengan tenaga dari luar, misalnya: ekstraksi dengan Farceps, atau melakukan operasi sectio caesarea.

3. Persalinan anjuran : persalinan setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.

Menurut Manuaba (2001) peningkatan pelayanan antenatal care, penerimaan gerakan keluarga berencana, melaksanakan persalinan bersih dan aman (pelayanan kebidanan dasar), dan meningkatkan pelayanan obstetri essensial dan darurat yang merupakan pelayanan kesehatan primer.

(49)

Kasus persalinan yang dirujuk ke rumah sakit antara lain partus lama, bayi lahir tapi plasenta di dalam kandungan (retensio plasenta), anak besar, ketuban pecah sebelum waktu persalinan, abortus, eklampsia. Beberapa kasus yang terlambat dirujuk oleh dukun bayi terlatih membuat para ibu yang hendak bersalin meninggal setelah beberapa jam di rumah sakit. Uniknya, dalam beberapa kasus meskipun ibu hamil memeriksakan kehamilan ke bidan atau ke dokter, belum tentu bersalin dibantu dokter atau bidan.

Pada persalinan dibantu bidan biayanya mencapai Rp 300.000. Sementara imbalan jasa bagi dukun bayi terlatih tidak harus berupa uang tunai. Imbalan bisa dalam bentuk beras, ayam, yang nilainya setara dengan tarif bidan, perbedaan tersebut merupakan alternatif bagi masyarakat yang kurang mampu untuk memanfaatkan jasa pelayanan dukun bayi terlatih untuk menolong persalinan.

Target kelahiran 100 % ditolong oleh tenaga terlatih masih belum terpenuhi, karena berdasarkan Laporan MDG’s tahun 2010 jumlah persalinan yang ditolong tenaga kesehatan (bidan dan dokter) sebesar 79,2%. Belum tercapainya target pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan disebakan permasalahan yang dihadapi bidan desa, yaitu : jumlah bidan desa saat ini hanya sekitar 20.000 dari 80.000 bidan di Indonesia. Adapun jumlah desa yang tercatat saat ini sekitar 76.613. Kekurangan bidan desa mengurangi kemampuan untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi.

(50)

pernah melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan, kalaupun dilakukan pemeriksaan hanya kepada dukun bayi yang tentunya tidak memiliki kemampuan dan fasilitas yang cukup untuk mengetahui dan mendeteksi secara dini apabila terdapat kelainan atau penyakit yang mengiringi kehamilan tersebut (Aryanti, 2002).

Kurangnya pemeriksaan kehamilan pada daerah pedesaan terkait dengan keterbatasan tingkat ekonomi. Keadaan itu cukup memprihatinkan, mengingat seorang ibu harus memeriksakan kehamilannya minimal empat kali selama kehamilan. Data dari profil kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa secara nasional sekitar 93 % ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan profesional selama masa kehamilan. Terdapat 81,5 % ibu hamil yang melakukan paling sedikit empat kali kunjungan pemeriksaan selama masa kehamilan, namun yang melakukan empat kali kunjungan sesuai jadwal yang dianjurkan baru mencapai 65,5 persen. Meski cakupan ANC cukup tinggi, diperlukan perhatian khusus karena penurunan angka kematiaan ibu masih jauh dari target. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan adalah kualitas layanan ANC untuk memastikankan diagnosis dini dan perawatan yang tepat, di samping pendekatan kesehatan ibu hamil yang terpadu dan menyeluruh (Bappenas, 2010).

(51)

posyandu dan unit transfusi darah belum merata dan belum seluruhnya terjangkau oleh seluruh penduduk. Sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit juga belum berjalan dengan optimal. Ditambah lagi, dengan kendala geografis, hambatan transportasi, dan faktor budaya. Terbatasnya ketersediaan tenaga kesehatan baik dari segi jumlah, kualitas dan persebarannya, terutama bida petugas kesehatan di DTPK sering kali tidak memperoleh pelatihan yang memadai . Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan ibu. Indikator sosial ekonomi seperti tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah serta determinan faktor lainnya dapat mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan serta berkontribusi pada angka kematian ibu di Indonesia (Bappenas, 2010).

Upaya yang dilakukan untuk menurunkan AKI ini dengan memperkuat fungsi bidan desa, termasuk kemitraan dengan tenaga kesehatan swasta dan dukun bayi serta memperkuat layanan kesehatan berbasis masyarakat antara lain melalui posyandu dan poskesdes, memperkuat sistem rujukan, untuk mengatasi masalah tiga terlambat dan menyelamatkan nyawa ibu ketika terjadi komplikasi melalui perawatan yang memadai tepat pada waktunya. Meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan, baik jumlah, kualitas dan persebarannya (dokter umum, spesialis, bidan, tenaga paramedis) (Bappenas, 2010).

(52)

kematian ibu hamil disebabkan oleh perdarahan, terjadi perdarahan yang berujung pada kematian ibu hamil utamanya berkaitan dengan masalah pelayanan kesehatan. Aborsi tidak aman tersebut terselubung dalam angka perdarahan yang menjadi penyebab utama kematian ibu. Diperkirakan sebanyak 11% dari jumlah perdarahan yang berujung kematian ibu disebabkan karena aborsi yang tidak aman (Sumaryoto, 2003).

Tahun 2007 kematian ibu akibat perdarahan diperkirakan 6-16% disebabkan oleh praktek aborsi yang tidak aman. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan layanan KB menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan sehingga memicu pada tindakan aborsi. Di Indonesia, aborsi termasuk tindakan yang ilegal sehingga para ibu yang hamil di luar rencana memilih menggunakan cara aborsi yang tidak aman (SDKI, 2007).

(53)

pelayanan kesehatan; (3) terlambat menerima asuhan atau sampai di pelayanan kesehatan.

Tahun 2000 kematian ibu akibat pendarahan mencapai 50% dari seluruh kematian ibu hamil tidak perlu terjadi kalau saja aborsi dilakukan dengan aman. Aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Aborsi bisa terjadi secara tidak disengaja, atau yang disebut dengan keguguran, dan bisa pula dilakukan dengan sengaja. Aborsi sebenarnya bisa dilangsungkan secara aman, yaitu jika dilakukan sebelum janin berumur 12 minggu, oleh dokter yang terlatih, tanpa paksaan, serta melalui tahapan konseling. Usia 12 minggu merupakan awal dimana janin mulai menampakkan bentuk sebagai bayi. Kalau aborsi dilakukan secara tidak aman, yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dan tidak mengikuti prosedur kesehatan (Sumaryoto, 2003).

(54)

yang istrinya sedang melahirkan karena peran suami sangat besar dalam menjaga kesehatan istrinya itu. Suami 'siaga' atau 'siap antar dan jaga' merupakan upaya yang harus terus dikembangkan (Sentika, 2003).

Berdasarkan Sensus Penduduk 2000, jumlah perempuan dan laki-laki sudah berimbang, tetapi kualitas hidup perempuan dalam berbagai bidang masih tertinggal dibanding laki-laki. Rendahnya peranan perempuan itu meliputi bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, dan sosial budaya, hal itu disebabkan oleh masih terbatasnya kesempatan, peluang dan akses bagi perempuan untuk berperan serta dalam berbagai bidang pembangunan dan masih rendahnya perempuan memperoleh manfaat dari pembangunan. Padahal, rendahnya kualitas perempuan akan mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia Indonesia secara keseluruhan (Aryanti, 2002).

Masalah mendasar yang sering menjadi kendala dalam peningkatan kesehatan perempuan adalah sering terjadinya nilai-nilai sosial budaya yang menempatkan posisi perempuan pada posisi subordinatif yaitu stereotip masyarakat terhadap peran dan kedudukan perempuan (Sumaryoto, 2003).

(55)

pintar secara intelektual tidak bermanfaat apabila moral dan etikanya rusak karena kurang memperhatikan kepentingan masyarakat. Kenyataan selama ini perempuan baru bisa dihargai jika memiliki kemampuan intelektual dan emosi yang seimbang (Aryanti, 2002)

Di beberapa Provinsi masih terdapat AKI yang masih lebih tinggi dibandingkan angka nasional. Banyak faktor penyebab tingginya AKI dan AKB, antara lain terlambat mengenali masalah kehamilan dan melahirkan, terbatasnya sarana, fasilitas pelayanan kesehatan dan biaya, rendahnya pengetahuan masyarakat dan persoalan sosial budaya, terlalu muda dan terlalu tua melahirkan (di bawah usia 20 tahun dan di atas 35 tahun), rapatnya jarak kelahiran dari jarak ideal (2-2,5 tahun) (Bappenas, 2007).

2.4 Determinan

Konsep-konsep dasar tentang determinan pemilihan penolong persalinan yang menjadi fokus penelitian ini dapat dikaji berdasarkan pendapat Anderson (dalam Sarwono, 2004) yang mendefinisikan determinan sebagai

Menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2005) mengemukakan konsep bahwa perilaku sesorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu :

faktor-faktor penentu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

(56)

kepercayaan tentang kesehatan yang akan menolongnya menyembuhkan penyakit. Karakteristik predisposing menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda– beda yang digolongkan atas :

a. Ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah keluarga

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic).Karateristik ini mengambarkan bagaimana individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan perlu didukung oleh faktor lain seperti : faktor pendapatan, ketercapaian atau kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Karakteristik pendukung ini menjelaskan bahwa meskipun individu mepunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, tidak akan bertindak menggunakannya kecuali mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Yang termasuk karakteristik ini adalah :

(57)

b. Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi tersedianya pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan dan sumber – sumber yang ada didalam masyarakat

3. Karakteristik kebutuhan (need). Faktor predisposisi dan faktor pendukung dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan, apabila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan

b. Evaluate / clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Model pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan yang diajukan oleh Andersen pada tahun 1984, sering disebut sebagai model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model) atau model perilaku pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan (behaviour model of health services utilization).

Konsep determinan dalam proses keputusan memilih penolong persalinan sebagai implementasi konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan suatu proses pada diri konsumen apabila hendak mengambil suatu keputusan untuk membeli suatu barang atau jasa. Proses pengambilan keputusan ini agak aneh

(58)

keluarga, pihak petugas kesehatan setempat, pihak penanggung biaya, biasanya ikut berperan dalam keputusan pembelian.

Adapun macam peranan dalam keputusan membeli menurut Kotler (1997) ialah: pengambil inisiatif (inisiator), orang yang mempengaruhi (influences), pembuat keputusan (decides), pembeli (buyer) dan pemakai (user). Analisis perilaku konsumen dalam perencanaan pemasaran merupakan hal yang penting (Sutisna 2003 dan Sabarguna, 2004). Demikian juga untuk perencanaan penjualan pelayanan kesehatan diperlukan status kesehatan dan analisis tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan yang ada, baik masa lalu, sekarang dan rencana pelayanan kesehatan masa akan datang (Sabarguna 2004).

2.5 Pengambilan Keputusan

2.5.1 Pengertian Pengambilan Keputusan

Menurut Robbins (2001) pengambilan keputusan adalah rasional, artinya membuat pilihan dengan memaksimalkan nilai-nilai yang konsisten pada batas tertentu. Ciri umum dari pengambilan keputusan : (1) keputusan merupakan hasil berfikir dan hasil usaha intelektual, (2) keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai laternatif, (3) keputusan selalu melibatkan tindakan nyata.

Menurut Rivai (2005) pengambilan keputusan yang dapat diimplementasikan

dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan melalui beberapa langkah, yaitu : (1) manfaat dari tindakan pengambilan keputusan, (2) risiko tindakan, (3) alternatif

(59)

Pola pengambil keputusan dalam keluarga untuk menentukan penolong persalinan ternyata bervariasi menurut daerah, latar belakang keluarga, dan sosial ekonomi. Menurut daerah ternyata keluarga pihak isteri di daerah perdesaan lebih dominan dalam mengambil keputusan dibandingkan dengan di perkotaan, sebaliknya peran suami dominan di perkotaan dibandingkan dengan di perdesaan (Musadad, dkk., 1999).

Dalam kondisi demikian besarnya peran orangtua mengikuti besarnya peran isteri/ibu bersalin. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi keluarga, di mana suami isteri di perdesaan umumnya tinggal bersama orangtua isteri sehingga pihak isteri lebih banyak yang mengambil keputusan, sebaliknya keluarga suami isteri di perkotaan umumnya merupakan keluarga inti yang mandiri sehingga suami cukup menonjol dalam mengambil keputusan, termasuk dalam menentukan penolong persalinan (Musadad, dkk., 1999).

Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.

(60)

3. Pelbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama. 4. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif yang

dipilih diteliti.

5. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya, dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.

6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif’ dan akibat-akibatnya’ yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau sasaran yang telah digariskan.

Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom. Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.

Teori rasional komprehensif ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya.dan mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan.

2.5.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengambilan Keputusan dalam Pemilihan Penolong Persalinan

(61)

ini terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil ataupun ibu primipara yang baru saja melahirkan. Faktor - faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Keyakinan dan Kepatuhan Mengikuti Adat

Keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas mempengaruhi perempuan dalam memilih penolong. Dimasyarakat, selain dipercaya memiliki kemampuan untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan, persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang adat istiadat mengenai larangan selama kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas (Juariah, 2009).

2. Akses terhadap Informasi Kesehatan

(62)

tidak memiliki informasi kesehatan lebih cenderung untuk memilih dukun dibandingkan dengan perempuan yang memiliki akses terhadap informasi kesehatan. Akses tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, buku-buku atau majalah kesehatan, dan lain-lain (Juariah, 2009). 3. Persepsi tentang Jarak

Jarak dapat menjadi faktor yang mempengaruhi seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan pertama karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka. Jadi walaupun di kampung yang sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai penolong. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan juga beralasan karena mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).

4. Dukungan Suami dan Keluarga

(63)

ataupun sebaliknya. Hal ini agak berbeda dengan perempuan yang lebih dewasa usianya.

2.6Landasan Teori

Andersen merupakan salah satu ahli yang ikut mengembangkan teori tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan, teori ini biasa disebut “Andersen’s Behavioral model of Health Service Utilization” dan sering dianut oleh banyak orang. Teori darinya ini dibuat pada tahun 1968 tetapi sampai sekarang banyak dirujukan karena masih relevan.

Menurut Andersen keputusan untuk menggunakan pelayanan kesehatan itu ada tiga komponen yaitu: predisposisi (pemungkin), enabling (pendukung), dan need. Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, dan kesukuan), dan kepercayaan kesehatan. Komponen

(64)

Berkaitan dengan pemilihan penolong persalinan, faktor yang menjadi determinan adalah ditinjau dari beberapa faktor sebagaimana teori Anderson pada skema di bawah ini.

Gambar 2.1 Landasan Teori

Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)

Predisposing Enabling Need

(65)

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

(66)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan explanatory

yang bertujuan untuk menjelaskan determinan pemilihan penolong persalinan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bandar Pulau Kabupaten Asahan dengan pertimbangan bahwa cakupan persalinan yang ditolong petugas kesehatan masih rendah yaitu 84%.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari penyusunan proposal sampai seminar hasil penelitian, yaitu mulai dari bulan Maret sampai Juni 2012.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(67)

jumlah ibu bersalin sebanyak 494 orang (Data PWS KIA, puskesmas Aek Songsongan, 2011).

Populasi penelitian difokuskan pada 3 Desa (Gunung Berkat, Padang Pulau dan Aek Nagali) dengan pertimbangan ketiga desa tersebut mewakili wilayah paling dekat, sedang dan paling jauh dari puskesmas dan sarana kesehatan lain sebagai penolong persalinan (Profil Kesehatan Puskesmas Aek Songsongan, 2011).

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini terkait dengan tujuan penelitian adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian, yaitu seluruh ibu bersalin dalam 3 bulan terakhir. Dalam penelitian besar sampel dihitung dengan rumus Lemeshow dkk (1997) sebagai berikut:

n = 2

n : jumlah sampel minimal yang diperlukan α : derajat kepercayaan 5%

Z1-α/2

Z

: Nilai distribusi baku normal (tabel Z) pada α 5% sebesar 1,96 1-β

Po : Proporsi cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan berdasarkan data profil kesehatan Puskesmas Aeksongsongan yang diperoleh 85% dan 1- Po = 0,15 : Nilai distribusi baku normal (tabel Z) pada β 10% sebesar 1,282

(68)

Pa – Po : Perkiraan selisih proporsi Ў diteliti dengan proporsi di populasi = 10%

Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar n= 96 orang. Menentukan jumlah sampel setiap desa dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa

No Desa

Jumlah Ibu Bersalin Per

Desa

Proporsi Jumlah Sampel

1 Gunung Berkat 45 45/125 x 96 35

2 Padang Pulau 38 38/125 x 96 29

3 Aek Nagali 42 42/125 x 96 32

Total 125 96

Sumber: PWS KIA Puskesmas Aek Songsongan, 2011

Setelah diperoleh jumlah sampel dari masing-masing desa, maka selanjutnya dilakukan pemilihan sampel per desa dilakukan dengan cara simple random sampling

sebanyak jumlah yang telah ditentukan pada setiap desa dan memenuhi kriteria penelitian dengan cara sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.1 Landasan Teori
Gambar 2.2  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.2 Pengukuran Variabel Bebas
Tabel 3.3  Pengukuran Variabel Terikat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 5.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan faktor – faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemilihan penolong persalinan di Desa. Paluh

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “faktor – faktor yang memepengaruhi ibu dalam pemilihan penolong persalinan”.. Saat ini angka kematian ibu di Indonesia masih

Survey awal melalui wawancara yang dilakukan pada ibu hamil yang mempunyai tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil trimester III yang pernah mengalami tentang penolong

Dengan cukup memadainya tingkat pendidikan ibu di Kecamatan Samudera berdampak kepada pemilihan bidan desa sebagai penolong persalinan, hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat

Variabel yang paling dominan mempengaruhi pemilihan penolong persalinan adalah keterjangkauan artinya jika keterjangkauan ibu tidak baik maka peluang untuk memilih

Dalam hal perencanaan penolong persalinan, responden lebih banyak memilih tenaga penolong kesehatan disbanding dukun karena ibu bersalin yang ada di Daerah Perdesaan Kabupaten

Dari hasil analisis multivariat didapatkan model yang menyatakan bahwa, ibu yang berpendidikan rendah akan memilih tempat persalinan di rumah sebanyak 2.94 kali debandingkan dengan

Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden memilih ketersediaan bidan di desa, kemudahan dalam akses komunikasi, pelayanan yang cepat dan mudah,