• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Penetapan Kadar Flukonazol dalam Sediaan Kapsul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Penetapan Kadar Flukonazol dalam Sediaan Kapsul"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

PADA PENETAPAN KADAR FLUKONAZOL DALAM

SEDIAAN KAPSUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SAFRINA

NIM 081501033

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

PADA PENETAPAN KADAR FLUKONAZOL DALAM

SEDIAAN KAPSUL

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SAFRINA

NIM 081501033

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN

KADAR FLUKONAZOL DALAM SEDIAAN KAPSUL

OLEH: SAFRINA NIM: 081501033

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 15 Juni 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt.

NIP 195201041980031002 NIP 195008281976032002

Pembimbing II, Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, S.U., Apt. Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 195306191983031001 NIP 194810031987012001

Drs. Syafruddin, M.Si., Apt. NIP 194811111976031003

Medan, Juni 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Optimasi dan

Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Penetapan

Kadar Flukonazol dalam Sediaan Kapsul”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan

Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis

dapat menyelesaikan pendidikan . Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.,

dan Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., selaku dosen pembibing

yang telah banyak memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, tulus dan

ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Siti

Morin Sinaga, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Syafruddin, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.

Salbiah, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran

demi kesempurnaan skripsi ini. Serta kepada Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si.,

Apt., sebagai dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama

masa pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

(5)

Ibunda tercinta Hj. Iriany, S.Pd., untuk Saudara tersayang Maulana Saputra, SH.

dan Ramadhan, atas do’a, dukungan, motivasi dan perhatian yang tiada hentinya

kepada penulis, serta teman-teman mahasiswa Fakultas Farmasi USU yang

memberikan saran, arahan, dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan,

oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik

dan saran yang membangun pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kita semua.

Medan,15 Juni 2013 Penulis,

(6)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR FLUKONAZOL

DALAM SEDIAAN KAPSUL ABSTRAK

Kapsul flukonazol merupakan salah satu antifungi golongan triazol yang bekerja menghambat sintesis ergosterol sehingga menghambat pertumbuhan jamur. Obat ini berspektrum antifungal luas dan efektif pada pemberian per oral. Obat ini digunakan untuk mengobati candidiasis vagina akut dan kronis, candidiasis mulut, candidiasis sistemik dan infeksi kriptokokus. Penetapan kadar flukonazol dalam United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXIX tahun 2006

ditentukan secara KCKT menggunakan fase gerak campuran air dan asetonitril (80:20). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode KCKT pada penetapan kadar flukonazol dalam sediaan kapsul. Selanjutnya metode yang tervalidasi ini diaplikasikan pada penetapan kadar kapsul flukonazol dengan nama generik dan dagang

Penetapan kadar flukonazol dalam kapsul dilakukan dengan metode kroma tografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom VP-ODS (250 x 4,6 mm) (Shimadzu) dengan perbandingan fase gerak asetonitrill:air (45:55), laju air 1,0 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 260 nm.

Hasil identifikasi flukonazol diperoleh waktu retensi flukonazol dalam sediaan kapsul sama dengan waktu retensi flukonazol baku yaitu pada 3,3 menit. Hasil penelitian diperoleh kadar Flukonazol (PT Kimia Farma) = 100,70% ± 1,57%, kapsul Zemyc® (PT Pharos) = 101,77% ± 3,21%. kapsul Cancid® (PT Sunthi Sepuri) = 102,72% ± 1,00%, dan kapsul Govazol® (PT Guardian Pharmatama) = 103,98 ± 2,53%. Hasil yang diperoleh ini memenuhi persyaratan yang tercantum dalam USP Revision Bulletin 33th Edition tahun 2010, yaitu

mengandung flukonazol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Uji validasi metode yang dilakukan terhadap kapsul Flukonazol (PT Kimia Farma) diperoleh persen perolehan kembali 100,34%, Relatif Standar Deviasi (RSD) = 0,75%. Ini berarti metode yang

digunakan memiliki ketepatan dan ketelitian yang baik. Batas Deteksi = 1,4846 µg/ml dan Batas Kuantitasi = 4,9489 µg/ml.

(7)

OPTIMATION AND VALIDATION HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) METHOD OF ANALYSIS FOR

FLUCONAZOLE IN CAPSULE ABSTRACT

Fluconazole capsule is a triazole antifungal drug which acts by inhibition of the ergosterol component of the fungal cell membrane which inhibits fungal growth. It is active against a broad spectrum fungal pathogens and is available for oral use. It is indicated in the treatment of accute and recurrent vaginal candidiasis, mucosal candidiasis, systemic candidiasis and criptococcal infections. Determination of fluconazole in United States Pharmacopheia (USP) 29th Edition 2006 confirmed by HPLC using mobile phase of water and acetonitrile (80:20). The purpose of this study is to optimate and validate HPLC method in determining fluconazole levels in generic and brand capsule dosage.

Determination of Fluconazole contents in capsules was perfomed on Reversed Phase High Peformance Liquid Chromatography system VP-ODS (250 x 4.6 mm) (Shimadzu) using a mobile phase of acetonitrile and water (45 : 55 v/v) with flow rate 1.0 ml/min at 260 nm detector wave length.

The identification results esthablished in similar retention time between Fluconazole capsule dosage form and Fluconazole reference standard at 3.3 minute. The results showed contents of generic capsule of Fluconazole (PT Kimia Farma) = 100.70% ± 1.57%, and the contents of brand capsule Zemyc® (PT

Pharos) = 101. 77% ± 3.21%, Cancid® (PT Sunthi Sepuri) = 100.72% ± 1.00%, Govazol® (PT Guardian Pharmatama) = 103.98 ± 2.53%. The results showed the contents of generic and brand capsules of Fluconazoles are accepted in requirement of fluconazole pharmacy dosage form levels specified in USP Revission Bulletin 33th Edition which contains not less than 90.0% and not more than 110.0% of the labeled amount. Validation test was held on the Fluconazole capsules (PT Kimia Farma) showed the percent recovery 100.34%, the Relative Standard Deviation (RSD) = 0.75%. It means the method was obtained has good accuracy and precision. The Limit of Detection (LOD) = 1.4846 µg/ml and the Limit of Quantitation (LOQ) = 4.9489 µg/ml.

Keywords : Fluconazole, HPLC, optimation, validation.

(8)
(9)
(10)

2.3.6 Rentang ... 21

3.5.3.1 Penyiapan alat kromatografi cair kinerja tinggi ... 23

3.5.3.2 Penentuan perbandingan fase gerak yang optimum ... 23

3.5.4 Analisis kualitatif menggunakan KCKT ... 24

3.5.4.1 Uji identifikasi flukonazol menggunakan KCKT ... 24

(11)

3.5.6 Validasi metode ... 27

3.5.6.1 Akurasi (kecermatan) ... 27

3.5.6.2 Presisi (keseksamaan) ... 27

3.5.6.3 Batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Optimasi Komposisi Fase Gerak ... 30

4.2 Analisis Kualitatif ... 31

4.3 Analisis Kuantitatif ... 35

4.3.1 Penentuan kurva kalibrasi ... 35

4.3.2 Penetapan kadar analit dalam sampel yang dianalisis ... 36

4.4 Hasil Uji Validasi .... ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

5.2 Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Optimasi Perbandingan Fase Gerak Asetonitril:Air... 30

Tabel 2. Data hasil penetapan kadar flukonazol

dalam sediaan kapsul ... 36

Tabel 3. Hasil pengujian validasi, dengan parameter akurasi, dan

presisi flukonazol pada kapsul Flukonazol ( PT Kimia

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Flukonazol . ... 4

Gambar 2. Diagram Blok KCKT . ... 10

Gambar 3. Kromatogram bahan baku flukonazol secara KCKT

menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm)

dengan perbandingan fase gerak asetonitril : air (45:55)

dan Laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan

deteksi pada panjang gelombang 260 nm ... 31

Gambar 4. Kromatogram kapsul flukonazol secara KCKT menggunakan

kolom Shimadzu VP-ODS(250 x 4,6 mm) dengan

perbandingan fase gerak asetonitril : air (45:55) dan

laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi

pada panjang gelombang 260 nm ... 32

Gambar 5. Kromatogram kapsul flukonazol menggunakan kolom

Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan

fase gerak asetonitril : air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit,

volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada

panjang gelombang 260 nm ... 33

Gambar 6. Kromatogram hasil Spike secara KCKT menggunakan

kolom Shimadzu VP-ODS(250 x 4,6 mm) dengan

perbandingan fase gerak asetonitril : air (45:55) dan

laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi

(14)

Gambar 7. Kurva kalibrasi flukonazol baku menggunakan kolom

Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan

fase gerak asetonitril : air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit,

volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada

panjang gelombang 260 nm ... 35

Gambar 8. Alat KCKT Shimadzu ... 107

Gambar 9. Alat sonifikator Branson (1510) ... 108

Gambar 10. Pompa vakum dan alat penyaring fase gerak ... 108

Gambar 11. Sonifikator Kudos ... 109

Gambar 12. Neraca analitik ... 109

Gambar 13. Syringe KCKT ... 110

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kromatografi penyuntikan larutan kapsul flukonazol

untuk mencari komposisi fase gerak asetonitril : air

yang optimum pada analisis ... 42

Lampiran 2. Kromatogram larutan flukonazol baku pada pembuatan

kurva kalibrasi ... 45

Lampiran 3. Perhitungan persamaan regresi dari kurva kalibrasi

flukonazol bakuI yang diperoleh secara KCKT pada

panjang gelombang 260 nm ... 53

Lampiran 4. Perhitungan recovery dengan metode adisi standar ... 55

Lampiran 5. Kromatogram hasil reovery dari sampel Flukonazol

(PT Kimia Farma) ... 59

Lampiran 6. Hasil pengujian validasi dengan parameter akurasi, dan

presisi flukonazol pada kapsul Flukonazol

(PT Kimia Farma) ... 71

Lampiran 7. Contoh perhitungan % recovery dengan metode adisi

standar ... 72

Lampiran 8. Perhitungan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi

(LOQ) persamaan regresi : Y = ax + b ... 73

Lampiran 9. Kromatogram dari larutan kapsul Flukonazol

(PT Kimia Farma) ... 74

Lampiran 10. Analisis data statistik untuk mencari kadar

(16)

(PT Kimia Farma) ... 78

Lampiran 11. Kromatogram dari larutan kapsul Cancid® (PT Sunthi Sepuri) ... 80

Lampiran 12. Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan kapsul Cancid® (PT Sunthi Sepuri) ... 84

Lampiran 13. Kromatogram dari larutan kapsul Govazol® (PT Guardian Pharmatama) ... 86

Lampiran 14. Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan kapsul Govazol® (PT Guardian Pharmatama) ... 90

Lampiran 15. Lanjutan analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari larutan kapsul Govazol® (PT Guardian Pharmatama) ... 91

Lampiran 16. Kromatogram dari larutan kapsul Zemyc® (PT Pharos) ... 93

Lampiran 17. Analisis data statistik untuk mencari kadar sebenarnya dari penyuntikan larutan kapsul Zemyc® (PT Pharos) ... 97

Lampiran 18. Perhitungan penimbangan sampel ... 99

Lampiran 19. Hasil analisa kadar flukonazol dalam sampel ... 100

Lampiran 20. Contoh perhitungan untuk mencari kadar flukonazol ... 102

Lampiran 21. Daftar spesifikasi sampel ... 103

(17)

Lampiran 23. Sertifikat flukonazol baku ... 106

Lampiran 24. Gambar alat KCKT (Simadzu) ... 107

(18)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) PADA PENETAPAN KADAR FLUKONAZOL

DALAM SEDIAAN KAPSUL ABSTRAK

Kapsul flukonazol merupakan salah satu antifungi golongan triazol yang bekerja menghambat sintesis ergosterol sehingga menghambat pertumbuhan jamur. Obat ini berspektrum antifungal luas dan efektif pada pemberian per oral. Obat ini digunakan untuk mengobati candidiasis vagina akut dan kronis, candidiasis mulut, candidiasis sistemik dan infeksi kriptokokus. Penetapan kadar flukonazol dalam United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXIX tahun 2006

ditentukan secara KCKT menggunakan fase gerak campuran air dan asetonitril (80:20). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode KCKT pada penetapan kadar flukonazol dalam sediaan kapsul. Selanjutnya metode yang tervalidasi ini diaplikasikan pada penetapan kadar kapsul flukonazol dengan nama generik dan dagang

Penetapan kadar flukonazol dalam kapsul dilakukan dengan metode kroma tografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom VP-ODS (250 x 4,6 mm) (Shimadzu) dengan perbandingan fase gerak asetonitrill:air (45:55), laju air 1,0 ml/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 260 nm.

Hasil identifikasi flukonazol diperoleh waktu retensi flukonazol dalam sediaan kapsul sama dengan waktu retensi flukonazol baku yaitu pada 3,3 menit. Hasil penelitian diperoleh kadar Flukonazol (PT Kimia Farma) = 100,70% ± 1,57%, kapsul Zemyc® (PT Pharos) = 101,77% ± 3,21%. kapsul Cancid® (PT Sunthi Sepuri) = 102,72% ± 1,00%, dan kapsul Govazol® (PT Guardian Pharmatama) = 103,98 ± 2,53%. Hasil yang diperoleh ini memenuhi persyaratan yang tercantum dalam USP Revision Bulletin 33th Edition tahun 2010, yaitu

mengandung flukonazol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket. Uji validasi metode yang dilakukan terhadap kapsul Flukonazol (PT Kimia Farma) diperoleh persen perolehan kembali 100,34%, Relatif Standar Deviasi (RSD) = 0,75%. Ini berarti metode yang

digunakan memiliki ketepatan dan ketelitian yang baik. Batas Deteksi = 1,4846 µg/ml dan Batas Kuantitasi = 4,9489 µg/ml.

(19)

OPTIMATION AND VALIDATION HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) METHOD OF ANALYSIS FOR

FLUCONAZOLE IN CAPSULE ABSTRACT

Fluconazole capsule is a triazole antifungal drug which acts by inhibition of the ergosterol component of the fungal cell membrane which inhibits fungal growth. It is active against a broad spectrum fungal pathogens and is available for oral use. It is indicated in the treatment of accute and recurrent vaginal candidiasis, mucosal candidiasis, systemic candidiasis and criptococcal infections. Determination of fluconazole in United States Pharmacopheia (USP) 29th Edition 2006 confirmed by HPLC using mobile phase of water and acetonitrile (80:20). The purpose of this study is to optimate and validate HPLC method in determining fluconazole levels in generic and brand capsule dosage.

Determination of Fluconazole contents in capsules was perfomed on Reversed Phase High Peformance Liquid Chromatography system VP-ODS (250 x 4.6 mm) (Shimadzu) using a mobile phase of acetonitrile and water (45 : 55 v/v) with flow rate 1.0 ml/min at 260 nm detector wave length.

The identification results esthablished in similar retention time between Fluconazole capsule dosage form and Fluconazole reference standard at 3.3 minute. The results showed contents of generic capsule of Fluconazole (PT Kimia Farma) = 100.70% ± 1.57%, and the contents of brand capsule Zemyc® (PT

Pharos) = 101. 77% ± 3.21%, Cancid® (PT Sunthi Sepuri) = 100.72% ± 1.00%, Govazol® (PT Guardian Pharmatama) = 103.98 ± 2.53%. The results showed the contents of generic and brand capsules of Fluconazoles are accepted in requirement of fluconazole pharmacy dosage form levels specified in USP Revission Bulletin 33th Edition which contains not less than 90.0% and not more than 110.0% of the labeled amount. Validation test was held on the Fluconazole capsules (PT Kimia Farma) showed the percent recovery 100.34%, the Relative Standard Deviation (RSD) = 0.75%. It means the method was obtained has good accuracy and precision. The Limit of Detection (LOD) = 1.4846 µg/ml and the Limit of Quantitation (LOQ) = 4.9489 µg/ml.

Keywords : Fluconazole, HPLC, optimation, validation.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flukonazol merupakan antifungal golongan triazol yang bekerja

menghambat sintesis ergosterol, yaitu komponen utama pembentukan membran

sel jamur dan efektif terhadap candidiasis mulut, kerongkongan, dan vagina. (Tan

dan Rahardja, 2007).

Optimasi dalam sistem KCKT dilakukan untuk menemukan kondisi yang

optimal guna menghasilkan pemisahan yang baik pada kondisi percobaan tersebut

dilakukan. Keberhasilan suatu pemisahan analit sangat dipengaruhi oleh

pemilihan sistem kromatografi dan komposisi fase gerak yang tepat. Pemilihan

komposisi fase gerak merupakan aspek utama dalam optimasi. Pemilihan fase

gerak juga berhubungan denngan parameter lain seperti laju alir dan suhu kolom

yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan komposisi fase gerak yang

digunakan (Berridge, 1985).

Menurut United States Pharmacopeia (USP) Edisi XXVIII Tahun 2006

penetapan kadar flukonazol secara KCKT menggunakan kolom ODS (4,6 mm x

15 cm) sedangkan kolom yang digunakan dalam penelitian adalah kolom

VP-ODS (4,6 mm x 25 cm). Perbedaan panjang kolom yang digunakan pada sistem

kromatografi merupakan parameter penting untuk dilakukan optimasi metode.

Menurut beberapa literatur, penetapan kadar flukonazol sebagai bahan

baku dapat ditentukan secara KCKT menggunakan kolom C18, laju alir 1,0

ml/menit dengan fase gerak asetonitril:air (20:80) (USP Conventional Inc., 2006);

(21)

(Moffat, et al., 2005). Sedangkan penetapan kadar flukonazol dalam sediaan

kapsul ditentukan secara KCKT menggunakan kolom C 18, dideteksi pada

panjang gelombang 260 nm, laju alir 1,0 ml/menit dengan perbandingan fase

gerak metanol:air (40:60) (Corrêa, et al., 2012); asetonitril:air (35:65)

(Sadasivudu, et al., 2009). Penetapan kadar flukonazol dapat juga ditentukan

secara spektrofotometri UV menggunakan pelarut HCl 0,1 N pada panjang

gelombang maksimum 260 nm (Sadasivudu, et al., 2009).

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik melakukan optimasi dan

validasi metode KCKT dengan kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm) menggunakan

fase gerak asetonitril:air dengan perbandingan tertentu, laju alir 1 ml/menit

dideteksi pada λ= 260 nm pada penetapan kadar flukonazol dalam sediaan kapsul.

Metode yang tervalidasi ini diaplikasikan pada penetapan kadar kapsul flukonazol

dengan nama dagang dan generik yang beredar di pasaran. Adapun parameter

validasi metode yang dilakukan meliputi uji akurasi, presisi, batas deteksi (LOD),

dan batas kuantitasi (LOQ).

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah metode KCKT menggunakan fase gerak asetonitril:air dengan

perbandingan tertentu dapat digunakan pada penetapan kadar flukonazol

dalam sediaan kapsul dan memberikan uji validasi metode yang memenuhi

syarat?

2. Apakah kadar flukonazol dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan

generik yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar yang

(22)

1.3 Hipotesis

1. Metode KCKT menggunakan fase gerak asetonitril:air dapat digunakan

pada penetapan kadar flukonazol dalam sediaan kapsul dan

memberikan uji validasi metode yang memenuhi syarat.

2. Kadar flukonazol dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan generik

yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan

dalam USP Convention Inc. (2010).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Melakukan optimasi fase gerak dan validasi metode KCKT pada

penetapan kadar flukonazol dalam sediaan kapsul.

2. Menerapkan metode KCKT dengan fase gerak dari hasil optimasi yang

terbaik pada penetapan kadar kapsul flukonazol dengan nama dagang dan

generik yang beredar di pasaran.

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai metode alternatif bagi industri farmasi pada penetapan kadar

flukonazol dalam sediaan kapsul yang mengandung flukonazol dengan metode

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Flukonazol

2.1.1 Sifat fisikokimia

Menurut USP Convention Inc. (2006), sifat fisikokimia flukonazol adalah:

Gambar 1 Struktur Flukonazol

Nama Kimia : 2,4-Difluoro-1’,1’-bis(1H-1,2,4-triazol-1-ylmethyl)benzyl alcohol

Rumus Molekul : C13H12F2N6O

Berat Molekul : 306,27

Pemerian : Serbuk hablur putih sampai hampir putih, melebur pada suhu

1380 sampai suhu 1420.

Kelarutan : Mudah larut dalam metanol; larut dalam etanol dan aseton;

agak sukar larut dalam isopropanol dan kloroform; sukar

larut dalam air; sangat sukar larut dalam toluen.

Menurut Moffat, et al., (2005) Spektrum UV dalam larutan asam 261, 266

(24)

2.1.2 Farmakologi

Flukonazol termasuk golongan antifungi golongan triazol yang bekerja

menghambat sintesis ergosterol pada membran sel jamur. Flukonazol diberikan

peroral absorbsinya baik dan tidak bergantung pada keasaman lambung. Waktu

paruh obat berkisar pada 30 jam dengan ikatan obat pada protein plasma rendah

dan obat ini terdistribusi merata dalam cairan tubuh. Flukonazol diberikan pada

penderita candidiasis mulut, kerongkongan dan vagina. Flukonazol berguna untuk

mencegah relaps meningitis yang disebabkan oleh Cryptococcus pada pasien

AIDS (Setiabudi dan Bahry, 2007).

2.1.3 Bentuk Sediaan

Kapsul 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200 mg; tablet 50 mg, 150 mg, dan

200 mg (Anonim, 2010). Flukonazol tersedia untuk pemakaian sistemik (IV)

dalam formula yang mengandung 2 mg/ml dan untuk pemakaian oral dalam

kapsul yang mengandung 50, 100, 150, 200 mg. Di Indonesia, yang tersedia

adalah sediaan 50 dan 150 mg (Setiabudi dan Bahry, 2007).

2.2 Teori Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.2.1 Sejarah Kromatografi

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk

bermacam-macam teknik pemisahan, yaitu berdasarkan absorbsi sampel diantara suatu fase

gerak dan fase diam. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903

mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu

kolom yang berisi kapur (CaSO4). Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett

(25)

Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi

untuk memisahan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah yang pertama

diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi

(Johnson dan Stevenson, 1978).

2.2.2 Pembagian Kromatografi

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada

pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi

dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c)

kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi

eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Johnson dan Stevenson, 1978;

Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a)

kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut

kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d)

kromatografi gas (KG) (Johnson dan Stevenson, 1978; Gandjar dan Rohman,

2007).

2.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam

teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi serta detektor yang sangat sensitif

dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal ataupun campuran (Ditjen

(26)

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian

(impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap

(nonvolatile). KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa

tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam

cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain

(Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.3.1 Jenis-jenis KCKT

Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT

karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan

dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau

fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak (Gandjar

dan Rohman, 2007).

Pada KCKT fase normal, kemampuan elusi meningkat dengan

meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak biasanya non polar, seperti dietil eter,

benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana.

Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform

juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase

normal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa

oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril

dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah

,peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solut akan

(27)

menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika

solut dalam bentuk yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat (Gandjar dan

Rohman, 2007).

2.2.3.2 Kriteria Optimasi KCKT

Menurut Berridge (1985), optimasi dalam sistem KCKT disyaratkan untuk

menemukan kondisi yang optimal guna menghasilkan pemisahan yang baik pada

kondisi percobaan tersebut dilakukan. Meskipun demikian, kondisi terbaik sistem

KCKT sulit untuk ditemukan. Adapun tujuan dipersyaratkannya optimasi pada

sistem KCKT antara lain :

- Menghemat biaya penelitian

- Mendapatkan hasil pemisahan yang baik dengan waktu yang singkat

- Menciptakan pemisahan terbaik yang mungkin dihasilkan oleh sampel

- Menyeleksi / memilih komposisi fase gerak dan kolom yang menunjukkan

pemisahan yang baik pada waktu yang singkat

- Memperoleh kombinasi optimum pada kecepatan elusi / laju alir, ukuran

sampel, dan resolusi dari larutan sampel

- Melokasikan kriteria optimasi untuk tempat / daerah percobaan tersebut

dilakukan.

Keberhasilan suatu pemisahan analit sangat dipengaruhi oleh pemilihan

sistem kromatografi dan komposisi fase gerak yang tepat. Meskipun dari segi

instrumennya sering diabaikan. Proses pemisahan dikatakan baik bergantung pada

kondisi kolom, detektor, dan pompa instrumen KCKT. Ditinjau lebih luas lagi,

pemilihan komposisi fase gerak merupakan aspek utama dalam optimasi.

(28)

sampel oleh pelarut karena adanya parameter seperti laju alir dan suhu kolom

yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan komposisi fase gerak yang

digunakan (Berridge, 1985).

2.2.4 Cara Kerja KCKT

Secara teori, pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika

fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya sehingga memastikan

kesetimbangan yang baik antara fase dan bila fase gerak bergerak dengan cepat

sehingga difusi sekecil-kecilnya (Gritter, dkk., 1985).

Kromatografi merupakan teknik pemisahan dimana analit atau zat-zat

terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi saat melewati suatu kolom

kromatografi, pemisahan tersebut diatur oleh distribusi analit dalam fase gerak

dan fase diam (Rohman, 2009).

Komponen yang telah terpisah akan dibawa oleh fase gerak menuju

detektor dan sinyal yang terekam oleh detektor disebut sebagai puncak, sedangkan

keseluruhan puncak yang direkam oleh detektor selama analisis dinamakan

kromatogram. Puncak yang diperoleh dalam analisis memiliki dua informasi

penting yakni informasi kualitatif dan kuantitatif (Meyer, 2004).

Untuk mendapatkan hasil analisis yang baik, diperlukan penggabungan

secara tepat dari kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan

diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel

(Rohman, 2009).

2.2.5 Migrasi dan Retensi Solut

Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan

(29)

fase (fase diam dan fase bergerak). Dalam konteks kromatografi, nilai D

didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam (Cs) dan

dalam fase gerak (Cm) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat dan

semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut

perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup

besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan (Gandjar

dan Rohman, 2007).

2.2.6 Instrumen KCKT

Instrument KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak

(reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom(column),

detector (detector) dan perekam (recorder) (Rohman, 2009). Instrument dasar

KCKT dapat dilihat pada gambar

Gambar 2 . Diagram Blok KCKT (McMaster, 2007) m

S

(30)

2.2.6.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun

labu dapat digunakan sebagai wadah fase gerak dan biasanya dapat menampung

fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus

dilakukan degassing (penghilangan gas) pada fase gerak, sebab adanya gas akan

berkumpul dengan komponen lain terutama pompa dan detektor sehingga akan

mengacaukan analisis (Rohman, 2009).

2.2.6.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni harus inert terhadap

fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan

karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu

memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan

kecepatan alir 3 ml/menit (Rohman, 2009).

Ada dua jenis utama pompa yang digunakan: tekanan-tetap. Pompa

pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan pompa semprit.

Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam

denyut atau peredam elektronik untuk menghasilkan garis alas detektor yang

stabil jika detektor peka terhadap aliran. Kelebihan utamanya ialah tandonnya

tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi

(31)

2.2.6.3 Injektor

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic

injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling

sederhana (Dong, 2005).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran

pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom.

Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau

digunakan katup injeksi (Dong, 2005).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk

menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan

cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat

diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam

putaran akan bergerak ke dalam kolom (Dong, 2005).

Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang

mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2004).

2.2.6.4 Kolom

Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:

a. Kolom analitik: garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada

jenis kemasan, untuk kemasn pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm,

untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dari

(32)

Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai

pada suhu kamar, tetapi pada suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai (Johnson

dan Stevenson, 1978).

2.2.6.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan

dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki

sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respon linier yang

luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan

yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi

tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1978).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern

kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam

detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer

karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam

rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama

dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor

spektrofotometer UV. Detektor lainnya seperti detektor fluometer, detektor

ionisasi nyala, dan detektor elektrokimia juga telah digunakan (Johnson dan

Stevenson, 1978).

2.2.6.6 Perekam

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, rekorder dihubungkan

dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh

detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat

(33)

2.2.7 Parameter Penting dalam KCKT 2.2.7.1 Tinggi dan Luas Puncak

Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau

jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi

kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam

perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan

menggunakan tinggi puncak (Dong, 2005). Hal ini dikarenakan luas puncak relatif

tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara

itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat,

suhu kolom serta cara injeksi sampel (Miller, 2005). Hal ini akan menyebabkan

tinggi puncak relatif labil selama analisis. Namun demikian tinggi puncak masih

dapat digunakan dalam perhitungan kuantitatif bila puncak analit simetris (Meyer,

2004).

2.2.7.2 Waktu Tambat

Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang

terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat. Waktu tambat dari suatu

komponen yang tidak ditahan oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void

time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang

kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu

hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak

mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu

(34)

2.2.7.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter

yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit

yang lebih independen yakni faktor kapasitas (Meyer, 2004).

Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor

tambat (k’). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda

dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak

yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut

secara teoritis adalah sama (Meyer, 2004).

Faktor tambat yang disukai berada di antara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k’

terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga

tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul

dalam kromatogram. Sebaliknya, nilai k’ yang terlalu besar mengindikasikan

waktu analisis akan panjang. Nilai k’ dari analit yang lebih besar dari 10 akan

menjadi masalah dalam analisis KCKT karena waktu analisis yang terlalu panjang

dan sensitifitas yang buruk sebagai akibat dari pelebaran puncak yang berlebihan

(Meyer, 2004).

2.2.7.4 Selektifitas

Proses pemisahan antara dua komponen dalam KCKT hanya

memungkinkan bila kedua komponen memiliki kecepatan yang berbeda dalam

melewati kolom. Kemampuan sistem kromatografi dalam

memisahkan/membeda-kan analit yang berbeda dikenal sebagai selektifitas (α). Selektifitas umumnya

tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam

(35)

sistem KCKT harus lebih besar dari 1. Selektifitas disebut juga sebagai faktor

pemisahan atau tambatan relatif (Meyer, 2004).

2.2.7.5 Efisiensi Kolom

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah

efisiensi atau jumlah lempeng teoritis. Bilangan lempeng (N) yang tinggi

disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya semakin kecilnya nilai H.

Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP (high equivalent

theoretical plate) yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk

menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan

lempeng yang tinggi dan nilai H yang rendah, untuk mencapai hal ini ada

beberapa faktor yang mendukung yaitu kolom yang dikemas dengan baik, kolom

yang lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang

lebih rendah dan suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih

kecil, dan pengaruh di luar kolom yang minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.7.6 Resolusi

Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode

kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan, untuk hasil

pemisahan yang baik puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara

sempurna dari puncak lainnya. Resolusi adalah perbedaan waktu retensi 2 puncak

yang saling berdekatan, dibagi dengan rata-rata lebar puncak, dengan rumus sbb:

Keterangan:

(36)

Nilai Rs mendekati atau lebih dari 1,5 akan memberikan pemisahan yang

baik (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.7.7 Faktor Asimetri

Adanya puncak yang asimetris dapat disebabkan oleh hal–hal berikut:

• Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase

gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi

pengekoran atau tailing.

• Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut

sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor.

• Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga

menimbulkan puncak mendahului (fronting) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3 Validasi Metode

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004). Berikut delapan karakterisitik utama yang digunakan dalam validasi

metode analitik menurut USP:

Karakteristik Pengertian

Akurasi Kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya.

Presisi Ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel.

Spesifisitas Kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks.

Batas deteksi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

(37)

ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Linieritas

Rentang

Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.

Konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Kekasaran Tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah berbagai

kondisi yang diekspresikan sebagai % RSD.

Ketahanan Kapasitas metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter yang kecil.

(Rohman, 2009).

2.3.1 Akurasi

Akurasi/kecermatan dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked

placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked placebo recovery

atau metode simulasi, analit murni ditambahkan (spiked) ke dalam campuran

bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah

analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan

(Harmita, 2004).

Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit

yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam

sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan metode standard addition method

atau metode penambahan baku (Harmita, 2004).

Jumlah keseluruhan analit kemudian diukur dan dibandingkan dengan

jumlah teoritis, yaitu jumlah analit yang murni berasal dari sediaan farmasi otentik

tersebut, ditambah dengan jumlah analit yg di-spiked ke dalam sediaan. Akurasi

kemudian dinyatakan dalam persen perolehan kembali (%Recovery) (Harmita,

2004).

Persen perolehan kembali ditentukan sebagai rasio antara hasil yang

(38)

yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi yang digunakan dalam

penentuan akurasi harus sama dengan metode kuantitasi yang digunakan untuk

menganalisis sampel dalam penelitian (Harmita, 2004).

2.3.2 Presisi

Presisi diekspresikan dengan standar deviasi atau standar deviasi relatif

(RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan

sebagai bagian dari kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti

linearitas atau akurasi. Biasnya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal

untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2%

biasanya dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak

sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara

5-15% (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Spesifitas

Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan. Cara

pertama adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang

dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi senyawa

yang dituju ≥ 2). Cara kedua untuk memperoleh spesifitas adalah dengan

menggunakan detektor selektif terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi

secara bersama-sama sebagai contoh detektor elektrokimia hanya akan

mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi.

Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga merupakan

cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas (Gandjar dan Rohman,

(39)

2.3.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni

metode non instrumental visual dan metode perhitungan. Metode non instrumental

visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan metode titrimetri.

Metode perhitungan didasarkan pada simpangan baku respon (SB) dan derajat

kemiringan/slope (b) dengan rumus perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi

sbb:

Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku

blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y

pada garis regresi (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.5 Linearitas

Lineritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva

kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).

Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi

yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode

kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),

intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).

(40)

2.3.6 Rentang

Rentang atau kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi

terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi,

presisi, dan linearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji

tergantung pada jenis metode dan kegunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.7 Kekuatan

Kekuatan/ketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi

parameter-parameter metode seperti persentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, suhu,

dan sebagainya. Suatu praktek yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu

metode adalah dengan memvariasi parameter-parameter penting dalam suatu

metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan (Gandjar

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara pada bulan Desember 2012 – Januari 2013.

3.2Alat-alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen

KCKT lengkap (Shimadzu) dengan pompa, degasser, penyuntik mikroliter (50µl),

kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm), detektor UV-Vis, wadah fase gerak,

vial, Sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA – P604 – BN), neraca

analitik (Mettler Toledo), membrane filter PTFE 0,5 µm dan 0,2 µm, cellulose

nitrate membran filter 0,45 µm.

3.3Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah asetonitril grade for HPLC (E.Merck®),

akuabides (PT. Ikapharmindo Putramas), flukonazol baku, kapsul Govazol® 150

mg (PT Guardian Pharmatama), kapsul Zemyc® 150 mg (PT Pharos), kapsul Cancid® 150 mg (PT Sunthi Sepuri), dan kapsul Flukonazol 150 mg (PT kimia Farma).

3.4Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif (Sudjana, 2005) yaitu tanpa

membandingkan satu tempat dengan tempat yang lain karena semua sampel

(42)

3.5Prosedur Penelitian 3.5.1Pembuatan Fase Gerak

Asetonitril 500 ml disaring dengan menggunakan cellulose nitrate

membrane filter 0,45 µm dan diawaudarakan selama 30 menit. Akuabides 500 ml

disaring dengan menggunakan cellulose nitrate membrane filter 0,45 µm dan

diawaudarakan selama 30 menit.

3.5.2 Pembuatan pelarut

Pelarut dibuat dari asetonitril dan akuabides dengan perbandingan 45:55

dalam labu takar 500 ml. Pelarut lalu disaring dengan penyaring membran

Cellulose Nitrate 0,45 μm dan diawaudarakan selama ± 20 menit menggunakan

sonifikator.

3.5.3 Prosedur Analisis Menggunakan KCKT

3.5.3.1 Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan Shimadzu VP-ODS

(250 x 4,6 mm), detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang 260 nm.

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan

mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1 ml/menit sampai diperoleh garis alas

yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.3.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum

Pada kondisi kromatografi komposisi fase gerak divariasikan untuk

mendapatkan hasil analisis yang optimum. Perbandingan fase gerak asetonitril:air

yang divariasikan adalah 50:50, 45:55, 40:60, 35:65, dan 30:70 dengan laju alir 1

(43)

2,0, theoretical plate lebih besar dari 2000 dan waktu retensi yang singkat yang

akan dipilih dan digunakan dalam penelitian ini.

3.5.4 Analisis Kualitatif Menggunakan KCKT

3.5.4.1 Uji Identifikasi Flukonazol Menggunakan KCKT

Sampel dan bahan baku flukonazol masing-masing dengan konsentrasi 40

µg/ml diinjeksikan sebanyak 20 µl, dianalisis pada kondisi KCKT dengan

perbandingan fase gerak asetonitril:air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit serta

panjang gelombang 260 nm. Sampel dinyatakan mengandung flukonazol dengan

membandingkan waktu retensi sampel dan bahan baku flukonazol. Selanjutnya

untuk identifikasi lanjutan, pada larutan sampel flukonazol ditambahkan sedikit

larutan baku flukonazol (spiking) kemudian diinjeksikan dan dianalisa kembali

pada kondisi KCKT yang sama. Diamati luas area dan dibandingkan antara

kromatogram hasil spike dengan kromatogram larutan sampel sebelum spike.

Sampel dinyatakan mengandung flukonazol, jika terjadi peningkatan tinggi

puncak dan luas area pada kromatogram hasil spike.

3.5.5 Analisis Kuantitatif Menggunakan KCKT 3.5.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Flukonazol

Ditimbang seksama sejumlah 25,0 mg flukonazol baku, dimasukkan ke

dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan akuabides hingga

garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml (LIB I).

(44)

Dipipet LIB I sebanyak 0,24 ml; 0,44 ml; 0,64 ml; 0,84 ml; dan 1,04 ml,

dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan pelarut hingga garis

tanda. Kocok sehingga diperoleh konsentrasi 12,0 µg/ml, 22,0 µg/ml, 32,0 µg/ml,

42,0 µg/ml, dan 52,0 µg/ml. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan

membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 20 µl

dan dideteksi pada panjang gelombang 260 nm. Dari luas area yang diperoleh

pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan regresi

dan faktor korelasinya

3.5.4.3 Penetapan Kadar Sampel

Ditimbang isi 20 kapsul untuk masing-masing jenis kapsul, kemudian

digerus homogen dan ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 25 mg

flukonazol, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dengan 30

ml akuabides, disonikasi 10 menit dan dicukupkan dengan akuabides hingga garis

tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml, dikocok ± 5

menit, kemudian disaring dengan kertas saring, ± 5 ml filtrat pertama dibuang.

Dipipet 0,8 ml filtrat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dan dicukupkan

hingga garis tanda dengan pelarut sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi

40 µg/ml. Dikocok ± 5 menit lalu disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm.

Diinjeksikan sebanyak 20 µl ke sistem KCKT dan dideteksi pada panjang

gelombang 260 nm dengan perbandingan fase gerak asetonitril:air (45:55), laju

alir 1 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali perlakuan untuk setiap sampel.

Kadar dapat dihitung dengan mensubstitusikan luas area sampel pada Y

dari persamaan regresi: Y = ax + b.

(45)

Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Menurut Harmita (2004), rumus yang digunakan untuk menghitung Standar

Deviasi (SD) adalah:

Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk

menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitung

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel, pada taraf kepercayaan

99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1.

Keterangan :

SD = Standar deviasi X = Kadar sampel

X = Kadar rata-rata dalam satu sampel

n = Banyaknya data

Menurut Wibisono (2005), untuk mencari kadar sebenarnya dapat

digunakan rumus:

t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan

dk= Derajat kebebasan

3.5.6 Validasi Metode

3.5.6.1 Akurasi (kecermatan)

Ditimbang 20 kapsul flukonazol yang mengandung kadar zat berkhasiat

(46)

Ditimbang serbuk yang mengandung 70% analit dari kadar zat berkhasiat lalu

dilakukan prosedur yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Ditimbang

lagi serbuk yang mengandung 70% analit dari kadar zat berkhasiat dan 30% bahan

baku lalu dilakukan prosedur yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.

Dilakukan 3 kali replikasi untuk masing-masing rentang spesifik tersebut.

Menurut Harmita (2004), hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (%

recovery). Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus:

% Perolehan kembali = A

C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan (µg/ml)

3.5.6.2 Presisi (Keseksamaan)

Untuk menguji data presisi (RSD), diambil rata-rata dari data % perolehan

kembali (9 kali replikasi) kemudian dihitung standar deviasi. Setelah itu, dihitung

% RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata-rata dari % perolehan kembali

kemudian dikali 100%

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), nilai RSD dirumuskan dengan:

%

RSD = Standar Deviasi Relatif (%) SD = Standar deviasi

(47)

Sementara itu, nilai SD dihitung dengan :

X = nilai dari masing-masing pengukuran

X = rata-rata (mean) dari pengukuran

n = banyaknya data n-1 = derajat kebebasan

3.5.6.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Nilai batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dihitung dari

persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi. Menurut Ephstein (2004),

Batas Deteksi (Limit Of Detection/ LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit Of

Quantitation/ LOQ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi komposisi fase gerak asetonitril:air

Pada awal penelitian ini dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi

kromatografi yang optimal. Adapun fase gerak yang dioptimasi yaitu

perbandingan 50:50, 45:55, 40:60, 35:65, dan 30:70, pada laju alir 1 ml/menit,

deteksi dilakukan pada panjang gelombang 260 nm menggunakan kolom

Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm). Dari Tabel 1 di bawah dapat dilihat hasil

optimasi dari perbandingan fase gerak asetonitril:air yang digunakan.

Tabel 1 Data Optimasi Perbandingan Fase Gerak Asetonitril:Air

Perbandingan fase gerak yang dipilih dari hasil optimasi yaitu pada

perbandingan asetonitril:air (45:55). Pemilihan fase gerak ini didasarkan pada

nilai tailing factor lebih kecil dari 2,0 dan nilai theoritical plate lebih besar dari

2000 dengan waktu retensi paling kecil, yaitu 3,364 menit.

(49)

4.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif flukonazol ditentukan dengan parameter waktu retensi,

yaitu dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan bahan baku.

Hasil kromarogram dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4 di bawah ini.

(50)

Gambar 4 Kromatogram kapsul flukonazol secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak asetonitiril:air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 260 nm.

Dari kromatogram di atas dapat dilihat bahwa waktu retensi flukonazol

dalam sediaan kapsul sama dengan waktu retensi flukonazol baku, yaitu 3,3

menit. Hal ini berarti sampel yang ditentukan mengandung flukonazol.

Selanjutnya untuk dapat memastikan kebenaran analisa sampel

mengandung flukonazol maka dilakukan spiking yaitu menambahkan bahan baku

flukonazol ke dalam sampel dan ditentukan secara KCKT. Hasil kromatogram

(51)
(52)

Gambar 6 Kromatogram kapsul flukonazol hasil spike secara KCKT

menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak asetonitril:air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 260 nm.

Dari kromatogram diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luas area

dan tinggi puncak pada kromatogram setelah penambahan baku dibandingkan

dengan sebelum penambahan bahan baku maka dapat diambil kesimpulan sampel

(53)

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi

Dari hasil penentuan kurva kalibrasi flukonazol baku yang ditentukan

berdasarkan luas area pada konsentrasi 12,0 µg/ml, 22,0 µg/ml, 32,0 µg/ml, 42,0

µg/ml, dan 52,0 µg/ml diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi,

r = 0,9996 dan persamaan regresi Y = 2588,195X + 3521,8. Nilai r mendekati 1

menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X

dan Y (Sudjana, 2005). Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 5di

bawah ini.

(54)

4.3.2 Penetapan Kadar Analit dalam Sampel yang dianalisis

Analisis kuantitatif flukonazol dapat ditentukan berdasarkan luas area

kromatogram atau tinggi puncak. Dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan

luas area kromatogram karena luas area dianggap merupakan parameter yang

lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995). Hasil penetapan

kadar flukonazol dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan generik dapat

dilihat pada Tabel 2di bawah ini.

Tabel 2 Hasil penetapan kadar flukonazol dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan generik

Persyaratan kadar sediaan ditetapkan berdasarkan persyaratan tablet

flukonazol menurut USP Revision Bulletin 33th Edition tahun 2010 yaitu

mengandung flukonazol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari

jumlah yang tertera pada etiket. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya monografi

kapsul flukonazol dalam USP maupun FI edisi IV. Dari tabel diatas diperoleh

kesimpulan kadar kapsul flukonazol memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

4.4 Hasil Uji Validasi

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode standar

adisi terhadap sampel kapsul Flukonazol (PT Kimia Farma) yang meliputi uji

akurasi dengan parameter % recovery dan uji presisi dengan parameter RSD

No Nama Sediaan Kadar Flukonazol (%)

1 Kapsul Flukonazol (PT Kimia Farma) 100,70 2 Kapsul Cancid® (PT Sunthi Sepuri) 102,73 3 Kapsul Govazol® (PT Guardian Pharmatama) 103,40

(55)

(Relative Standard Deviasi), LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of

Quantitation).

Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan dengan membuat tiga

konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80%, 100%, dan 120%, masing-

masing dengan tiga replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% analit

dan 30% baku pembanding (Harmita, 2004).

Data hasil ujivalidasi metode yang dilakukan dengan metode adisi standar

dapat dilihat padaTabel 3.

Tabel 3 Hasil Pengujian Validasi, dengan parameter Akurasi, dan Presisi Flukonazol pada Kapsul Flukonazol (PT Kimia Farma) dengan Menggunakan Metode Adisi Standar

Dari tabel di atas diperoleh hasil pengujian akurasi dengan kadar rata-rata

% recovery 100,34%. Hasil ini dapat diterima karena memenuhi syarat uji akurasi,

bahwa rentang rata-rata % recovery ialah 98-102%. Maka dapat disimpulkan

bahwa metode ini mempunyai akurasi yang baik (Epshtein, 2004). No

Luas Area Konsentrasi ( µg/ml ) Reco

very

1 80 9,504 61456 86300 22,384 31,983 100,99

2 80 9,504 60392 84580 21,973 31,461 99,83

3 80 9,504 60711 85495 22,096 31,672 100,75

4 100 11,880 75613 106208 27.854 39,675 99,50

5 100 11,880 75815 107083 27,932 40,013 101,69

6 100 11,880 75740 106563 27,903 39,812 100,24

7 120 14,252 89023 125907 33,035 47,286 99,.99

8 120 14,252 90444 127100 33,584 47,747 99,38

9 120 14,252 90164 127325 33,476 47,834 100,75

Kadar rata – rata (%) Recovery = 100,34

(56)

Hasil uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviasi)

diperoleh 0,75%, persyaratan nilai RSD yang ditentukan adalah < 2%. Maka dapat

disimpulkan bahwa metode analisis mempunyai presisi yang baik (Harmita,

2004).

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang

diperoleh dalam kurva kalibrasi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai LOD

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil optimasi fase gerak pada penetapan kadar flukonazol dalam sediaan

kapsul diperoleh perbandingan fase gerak asetonitril:air (45:55), laju alir 1 ml/

menit, menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dan dideteksi

pada panjang gelombang 260 nm. Metode ini memberikan hasil uji validasi yang

memenuhi syarat.

Kadar flukonazol dalam kapsul yang dianalisis dari sediaan kapsul dengan

nama dagang dan generik yang terdapat di pasaran dengan kondisi kromatografi

yang terpilih diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan kadar pada USP

Revision Bulletin 33th Edition yaitu mengandung flukonazol tidak kurang dari 90,0

% dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan

kadar flukonazol dalam sediaan farmasi lainnya secara KCKT dengan fase gerak

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). Fluconazole. Tanggal akses 23 Desember 2012.

Berridge, J.C. (1985). Techniques for the Automated Optimization of HPLC Separations. Britain: John Wiley & Sons Ltd. Halaman 1-4.

Corrêa, J.C.R., Soarres, C.D.V., dan Salgado, H.R.N. (2012). Development and Validation of Dissolution Test for Fluconazole Capsules by HPLC and Derivative UV Spectrophotometry. Chromatography Research International Article. Kanada: Hindawi Publishing Corporation. Halaman

1-8.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI. Halaman 1002.

Dong, M.W. (2005). Modern HPLC for Practicing Scientists. Chichester: John wiley & Sons Ltd. Halaman 39-42, 84-86.

Épshtein, N.A. (2004). Validation of HPLC Techniques for Pharmaceutical Analysis. Pharmaceutical Chemistry Journal. 38(4): 212 – 228

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Halaman 323, 378-382, 393-397, 465-470.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwarting, A.E. (1985). Introduction of

Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Pengantar

Kromatografi. Edisi Ketiga. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 186-239.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol 1(3):

117-135.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1978). Basic Liquid Chromatography.

Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung:

Penerbit ITB. Halaman 16, 278-279.

McMaster, M.C. (2007). HPLC A Practical User’s Guide. Edisi Kedua. New

Jersey: John Wiley and Sons Inc. Halaman 7.

Meyer, V.R. (2004). Practical High Peformance Liquid Chromatography. Edisi

Kedua. Chichester: John Wiley & Sons Ltd. Halaman 17-56.

Miller, J.M. (2005). Chromatography-Concepts and Contrasts. Chichester: John

(59)

Moffat, A.C., Osselton, M.D., dan Widdop, B. (2005). Clarke‘s Analysis Of Drug And Poisons. Edisi Ketiga. London: Pharmaceutical Press. Electronic

version.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Cetakan Pertama.

Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 111-122 dan 222-240.

Sadasivudu, P., Shastri, N., dan Sadanandam, M. (2009). Development and Validation of RP-HPLC and UV Methods of Analysis for Fluconazole in Pharmaceutical Solid Dosage Forms. International Journal of ChemTech Research 4(1): 1131-1136.

Setiabudi, R., dan Bahry, B. (2007). Obat Jamur. Dalam: Farmakologi dan

Terapi. Edisi kelima. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 571-578.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Halaman 168.

Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan,

dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo. Halaman 101-107.

USP Conventional Inc. (2006). The United States Pharmacopeia. Edisi Kedua

puluh sembilan. United States: Electronic Version. Halaman 911

USP Conventional Inc. (2010). The United States Pharmacopeia Revision Buletin.

Edisi Ketiga puluh tiga. United States: Electronic Version.

Wibisono, Y. (2005). Metode Statistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

(60)

Lampiran 1 Kromatogram Penyuntikan Larutan Flukonazol untuk

Mencari Komposisi Fase Gerak Asetonitril:Air yang Optimum pada Analisis

Perbandingan fase gerak asetonitril:air (50:50) dengan laju alir 1 ml/menit

(61)

Perbandingan fase gerak asetonitril:air (40:60) dengan laju alir 1 ml/menit.

(62)
(63)

Lampiran 2 Kromatogram Larutan Flukonazol Baku pada Pembuatan Kurva Kalibrasi

A

Perbandingan fase gerak asetonitril:air (45:55) dengan laju alir 1 ml/menit, konsentrasi 12,0 µg/ml.

B

Gambar

Gambar 1 Struktur Flukonazol
Gambar 2 . Diagram Blok KCKT (McMaster, 2007)
Gambar 3  Kromatogram flukonazol baku secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak asetonitiril:air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 260 nm
Gambar 4 Kromatogram kapsul flukonazol secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak asetonitiril:air (45:55) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 260 nm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan kadar deksklorfeniramin maleat dalam tablet campuran dengan deksametason dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase balik dengan

Dari uraian di atas peneliti tertarik menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom TC-C18 (4,6 × 150 mm) dengan fase gerak metanol-air

Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar sulfametoksazol dan trimetoprim dalam sediaan suspensi menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom, fase

Kromatogram dari larutan tablet Cotrimoksazole (PT.. Indofarma) pada konsentrasi setara dengan sulfametoksazol 160 mcg/ml, yang dianalisa secara KCKT, kolom VP-ODS (4,6 mm x 25 cm),

Penulis skripsi dengan judul “Optimadi dan Validasi Determinasi Kuersetin Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik dalam Teh Hijau ( Camelia sinensis

Pengujian ini bertujuan untuk menetapkan kadar Pirazinamid dalam sediaan tablet menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom Eclipse Plus C 18 (4,6 mm x

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada penetapan kadar natrium siklamat dalam minuman ringan dan

Kondisi dan Pengaturan pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi HPLC Kondisi Pengaturan Kecepatan Air 1 mL/ menit Panjang gelombang 220 nm Fase stasioner/Kolom Shim-pack ODS C 18, 150