BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012.
3.2 Alat-alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen KCKT lengkap (Shimadzu) dengan pompa, degasser, penyuntik mikroliter (50µl), kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm), detektor UV-Vis, wadah fase gerak, vial, Sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA – P604 – BN), neraca analitik (Mettler Toledo), membrane filter PTFE 0,5 µm dan 0,2 µm, cellulose nitrate membran filter 0,45 µm.
3.3 Bahan-bahan
3.4 Pengambilan Sampel
Menurut Sudjana (2005), pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan satu tempat dengan tempat yang lain karena semua sampel dianggap homogen. Pengambilan sampel di Apotek K-24 dan Apotek Serdang Farma Medan.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembuatan Fase Gerak
Metanol 500 ml disaring dengan menggunakan membran filter PTFE 0,5 µ m dan diawaudarakan selama 30 menit. Akuabides 500 ml disaring dengan menggunakan cellulose nitrate membrane filter 0,45 µm dan diawaudarakan selama 30 menit.
3.5.2 Prosedur Analisis
3.5.2.1 Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm), detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang 264 nm. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1 ml/menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.
3.5.2.2 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum
3.5.3 Analisis Kualitatif Menggunakan KCKT
3.5.3.1 Uji Identifikasi cefadroxil menggunakan KCKT
Sampel cefadroxil dengan konsentrasi 10 µg/ml diinjeksikan sebanyak 20 µ l, dianalisis pada kondisi KCKT dengan perbandingan fase gerak metanol:air (60:40) dan laju alir 1 ml/menit serta panjang gelombang 264 nm. Selanjutnya untuk identifikasi, pada larutan sampel cefadroxil tersebut ditambahkan sedikit larutan cefadroxil BPFI (spiking) kemudian diinjeksikan dan dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang sama. Diamati kembali luas area dan dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung cefadroxil, jika terjadi peningkatan tinggi puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking.
3.5.4 Analisis Kuantitatif
3.5.4.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Cefadroxil BPFI
Ditimbang seksama sejumlah 50,0 mg cefadroxil BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml (LIB I). 3.5.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Cefadroxil BPFI
regresi dan faktor korelasinya. 3.5.4.3 Penetapan Kadar Sampel
Ditimbang 20 kapsul untuk masing-masing jenis kapsul, kemudian digerus homogen dan ditimbang seksama sejumlah serbuk setara dengan 500 mg cefadroxil, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10000 µg/ml, dikocok ± 5 menit, kemudian disaring dengan kertas saring, ± 5 ml filtrat pertama dibuang. Dipipet 0,05 ml filtrat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dan dicukupkan hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µg/ml. Dikocok ± 5 menit lalu disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm. Diinjeksikan sebanyak 20 µ l ke sistem KCKT dan dideteksi pada panjang gelombang 264 nm dengan perbandingan fase gerak metanol:air (60:40), laju alir 1 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali perlakuan untuk setiap sampel.
Kadar dapat dihitung dengan mensubstitusikan luas area sampel pada Y dari persamaan regresi : Y = ax + b.
3.5.4.4 Analisis Data Penetapan Kadar Secara Statistik
Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.
Menurut Harmita (2004), rumus yang digunakan untuk menghitung Standar Deviasi (SD) adalah :
1
t hitung
Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel , pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1.
Keterangan :
SD = Standar deviasi
X = Kadar dalam satu perlakuan
X = Kadar rata-rata dalam satu sampel n = Jumlah perlakuan
Menurut Wibisono (2005), untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan rumus: n = Jumlah perlakuan t = Harga ttabel
dk= Derajat kebebasan
sesuai dengan derajat kepercayaan
3.5.5 Validasi Metode
3.5.5.1 Akurasi (kecermatan)
lagi serbuk yang mengandung 70% analit dari kadar zat berkhasiat dan 30% bahan baku lalu dilakukan prosedur yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Dilakukan 3 kali replikasi untuk masing-masing rentang spesifik tersebut.
Menurut Harmita (2004), hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus:
% Perolehan kembali =
A
= konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran (µg/ml)
A
C*
= konsentrasi sampel sebenarnya (µg/ml)
A
3.5.5.2 Presisi (keseksamaan)
= konsentrasi analit yang ditambahkan (µg/ml)
Untuk menguji data presisi (RSD), diambil rata-rata dari data % perolehan kembali (9 kali replikasi) kemudian dihitung standar deviasi. Setelah itu, dihitung % RSD dengan cara standar deviasi dibagi rata-rata dari % perolehan kembali kemudian dikali 100%.
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), nilai RSD dirumuskan dengan:
SD =
(
)
X = nilai dari masing-masing pengukuran
X = rata-rata (mean) dari pengukuran n = banyaknya data
3.5.5.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Nilai batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ) dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dari kurva kalibrasi. Menurut Ephstein (2004), Batas Deteksi (Limit Of Detection/ LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit Of Quantitation/ LOQ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan komposisi fase gerak untuk mendapatkan kondisi kromatogra fi yang optimal
Pada awal penelitian ini dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal. Adapun perbandingan fase gerak yang dioptimasi adalah metanol:air dengan perbandingan 50:50, 60:40, 70:30, pada laju alir 1 ml/menit, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 264 nm. Dari hasil optimasi menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) diperoleh perbandingan fase gerak yang terbaik yaitu pada perbandingan metanol:air (60:40). Pemilihan fase gerak yang terbaik ini didasarkan pada faktor tailing yang paling kecil dan nilai theoretical plate yang paling besar. Hubungan antara pengaruh komposisi fase gerak terhadap parameter kromatogram dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 1 Pengaruh Komposisi Fase Gerak terhadap Parameter Kromatogram
4.2 Analisis Kualitatif
Dari hasil optimasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk cefadroxil diperoleh komposisi fase gerak metanol:air 60:40, laju alir 1 ml/menit. Untuk mengetahui bahwa sampel yang dianalisis mengandung
cefadroxil maka dilakukan spiking yaitu menambahkan bahan baku ke dalam sampel pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: Pertama, dilakukan proses kromatografi sampel tanpa penambahan baku. Kedua, sampel dengan penambahan bahan baku dilakukan proses kromatografi. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 5 Kromatogram hasil spike secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol:air (60:40) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µ l dan deteksi pada panjang gelombang 264 nm.
Dari kromatogram diatas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luas area dan tinggi puncak pada kromatogram setelah penambahan baku dibandingkan dengan sebelum penambahan bahan baku maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung cefadroxil (Johnson dan Stevenson, 1991).
4.3 Analisis Kuantitatif
4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi
menyatakan adanya hubungan antara X dan Y (Moffat, dkk., 2005). Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 6 Kurva kalibrasi Cefadroxil BPFI secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol:air (60:40) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µ l dan deteksi pada panjang gelombang 264 nm.
4.3.2 Penetapan Kadar Analit dalam Sampel yang dianalisis
Tabel 2 Hasil penetapan kadar cefadroxil dalam sediaan kapsul dengan nama dagang dan generik
Dalam perdagangan, sediaan kapsul cefadroxil dengan nama dagang mempunyai harga yang bisa 5 sampai 10 kali lebih mahal dibandingkan dengan nama generik. Dari hasil analisis, diperoleh bahwa sediaan kapsul cefadroxil baik nama dagang maupun nama generik yang ditentukan kadarnya berdasarkan luas area, keseluruhannya memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam USP Edisi 30 tahun 2007 yaitu mengandung cefadroxil tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Namun, terdapat satu jenis sediaan kapsul cefadroxil yang mempunyai kadar yang paling mendekati batas minimal yang ditetapkan dalam USP Edisi 30 Tahun 2007.
4.4 Hasil Uji Validasi
Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode standar adisi terhadap sampel kapsul Librocef (PT Hexpharm Jaya) yang meliputi uji akurasi dengan parameter % recovery dan uji presisi dengan parameter RSD
Nama Sediaan Kadar Cefadroxil (%)
(Relative Standard Deviasi), LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation).
Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan dengan membuat tiga konsentrasi analit dengan rentang spesifik 80%, 100%, dan 120%, masing- masing dengan tiga replikasi dan setiap rentang spesifik mengandung 70% analit dan 30% baku pembanding (Harmita, 2004).
Data hasil uji validasi, parameter akurasi dan presisi cefadroxil dengan metode adisi standar dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil Pengujian Validasi, dengan parameter Akurasi, Presisi, Batas Deteksi (LOD), Batas Kuantitasi (LOQ) Cefadroxil pada Kapsul Libro cef ( PT Hexpharm Jaya) dengan Menggunakan Metode Adisi Standar
Dari tabel di atas diperoleh hasil pengujian akurasi dengan kadar rata-rata % recovery 99,86%. Hasil ini dapat diterima karena memenuhi syarat uji akurasi, bahwa rentang rata-rata % recovery ialah 98-102%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode ini mempunyai akurasi yang baik (Epshtein, 2004).
Hasil uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviasi) diperoleh 0,86%, persyaratan nilai RSD yang ditentukan adalah < 2%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis mempunyai presisi yang baik (Harmita, 2004).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penetapan kadar Cefadroxil dalam sediaan kapsul dapat dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol:air (60:40), laju alir 1 ml/ menit, dan dideteksi pada panjang gelombang 264 nm.
Kadar cefadroxil dalam kapsul yang dianalisis dari sediaan kapsul yang terdapat di pasaran dengan kondisi kromatografi yang terpilih diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan kadar pada USP edisi 30 Tahun 2007 yaitu mengandung cefadroxil tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 120,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.
5.2 Saran