i
OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN
KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK
DALAM TEH HIJAU
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN
KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK
DALAM TEH HIJAU
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN
KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI
CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK
DALAM TEH HIJAU
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
iv
“Jadilah seperti pohon yang ditanam ditepi aliran air, yang
menghasilkan buah pada musimnya, dan tidak layu daunnya, serta apa yang diperbuatnya pun berhasil ”
(Mazmur 1: 3)
Karya ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibu sebagai rasa syukur atas kasih sayang yang berlimpah
Kakakku Festy untuk perhatian, semangat, dan dukungannya
Teman - teman Almamaterku
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria berkat kasih
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan
skripsi yang berjudul “Optimasi dan Validasi Metode Penetapan Kadar Kuersetin
Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik dalam Teh
Hijau” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi, Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak
mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas
Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta yang turut memberikan saran dan masukan
untuk penulis selama tahap penelitian.
3. Prof. Dr. Sri Noegrahati Apt, selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan, bantuan, tuntunan, kritik, dan saran sejak awal penelitian hingga
akhir penyusunan skripsi ini.
5. Rini Dwiastuti, M.Sc., atas segala bantuan dalam perijinan penggunaan lab.
6. Pak Sanjaya, dan Bu Dewi, atas segala ilmu yang diberikan.
7. Segenap dosen yang telah berkenan membagikan ilmu kepada penulis selama
belajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Anasthasia Mardila Puspita atas semua waktu, kesabaran, bantuan serta
dukunganmu.
9. Teman seperjuangan skripsi: Paulus Setya Dharma, Anasthasia Filipa Veritas da
Silva, Adi Wirasaputra untuk kesabaran, kebersamaan dan suka dukanya.
10. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Kethul Ismadi, Mas Ottok dan seluruh
staf laboratorium Fakultas Farmasi serta staf keamanan dan kebersihan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya.
11. Teman seperjuangan di laboratorium Kimia Analisis Instrumentasi : Ussi, Seco,
Vica, Satya, Sasa, Dimas, Novi, Ike, Yuni dan Elisa,
12. Teman-teman FST A 2008 dan seluruh angkatan 2008 atas dukungan dan suka
duka yang diberikan, khususnya Rika, Elya, Widi, Pherty, dan Sisca Devi.
Semoga pengalaman yang telah kita lalui bersama bisa menjadi bekal untuk
perjuangan hidup kita kelak.
13. Seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas yang telah
membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sangat diharapkan adanya masukan dan saran yang membangun untuk penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi dunia ilmu
pengetahuan.
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………. -PRAKATA………....
-1. Perumusan masalah ………. 4
2. Keaslian Penelitian ……….. 5
3. Manfaat penelitian ……… 5
B. Tujuan Penelitian ………. 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………... 7
A. Teh Hijau………..………. 7
B. Kuersetin…... ………...……… 8
C. Spektrofotometri Ultraviolet……...……….. 9
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……… 11
I. Definisi dan instrumentasi ………..….. 11
II. Analisis Optimasi KCKT ……….. 17
III. Validasi Metode Analisis………. 25
E. Landasan teori ……….. 28
F. Hipotesis ……… 29
BAB III. METODE PENELITIAN ………. 30
A. Jenis dan rancangan penelitian ………. 30
B. Variabel dan Defonisi Operasional……… 30
C. Bahan-bahan Penelitian ……….. 31
D. Alat-Alat Penelitian ……….. 31 E. Tatacara Penelitian ………..
1. Penyiapan fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% 2. Pembuatan seri larutan baku kuersetin ……….. 3. Pembuatan Sampel ………. 4. Optimasi KCKT fase terbalik……….. 5. Validasi Metode KCKT Fase Terbalik……….
32 F. Analisis Hasil Optimasi ………..
1. Panjang Gelombang Maksimum……… 2. Analisis kualitatif ……… 3. Analisis pemisahan puncak kuersetin…………. …………..
a. Daya pisah (Resolusi)………. b. Jumlah lempeng (N) dan HETP……… c. Bentuk Puncak………….……….……….
d. Uji perbandingan tRpada teh hijau adisi 20mg, teh hitam tanpa adisi dan teh segar tanpa adisi.
39 39 39 39 40
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… A. PREPARASI SISTEM KCKT………
1. Pemilihan Pelarut ………. 2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin ……… 3. Penyiapan Fase Gerak ……….. 4. Penyiapan Larutan Kerja untuk Optimasi……… B. Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak dalam
pemisahan Kuersetin dengan Metode KCKT Fase Terbalik
a. Fase Gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (44 : 55 : 1) denganflow rate0,8; 1,0; dan 1,2 mL/menit………..
b. Fase Gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (49 : 50 : 1) denganflow rate0,8; 1,0 dan 1,2 mL/menit ………
c. Fase Gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (54 : 45 : 1). denganflow rate0,8; 1,0 dan 1,2 mL/menit ………..
41
C. Validasi Metode Analisis……… 1. Repeatability waktu retensi (tR) danArea Under Curve(AUC) 2. Hubungan linearitas sinyal detektor terhadap konsentrasi
kuersetin………. 3. Kurva baku……… 4. Limit of Detection (LOD)………. 5. Linearitas………...
D. Aplikasi Metode Penetapan Kadar Kuersetin Dalam Teh Segar, Hijau, dan Hitam……….………. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………...
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Nilai indeks polaritas beberapa pelarut pada KCKT fase terbalik 14 Tabel II Parameter validasi untuk tiap kategori analisis (Snyderet al.,
2010)………..
26
Tabel III %RSD menurut Horwitz dan AOAC……… 27
Tabel IV Komposisi optimasi fase gerak………. 33
Tabel V Serapan baku kuersetin dalam pelarut methanol………. 43
Tabel VI Indeks polaritas fase gerak………. 47
Tabel VII Pengamatan waktu retensi……….. 51
Tabel VIII parameter Tf, N, HETP dan Resolusi………. 52
Tabel IX Repetisi terhadap waktu retensi………. 64
Tabel X Repetisi terhadap AUC……… 64
Tabel XI Batasan range………. 66
Tabel XII Perbandingan rentang……… 66
Tabel XIII Uji Signifikansi……… 67
Tabel XIV Standar deviasi rentang………. 70
Tabel XV Regresi linear pada rentang tengah……… 71
Tabel XVI Regresi linear pada rentang bawah……… 72
Tabel XVII Hubungan r terhadap n……….………. 77
Tabel XVIII Presisi teh segar ……….………… 78
Tabel XIX Presisi teh hijau ……….……… 79
Tabel XX Presisi teh hitam ……… 81
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Teh hijau……….. 7
Gambar 2. Struktur Kuersetin……….. 9
Gambar 3. Diagram sistem KCKT……… 12
Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak……….. 18
Gambar 5. Perhitungan nilai resolusi dengan W1/2h (Munson, 1991).. 19
Gambar 6. Pengukuran efeisiensi Kromatografi dari puncak Gaussian 20 Gambar 7 Difusy Eddy (Noegrohati,1994)………. 23
Gambar 8. Transfer massa pada fase diam (Willardet al.,1988)……… 23
Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak (Willardet al.,1988)…….. 24
Gambar 10. Perhitungantailing factor dan asymetri factor……… 25
Gambar 11. Perhitungan nilai resolusi menurutMunson (1991)………….. 37
Gambar 12. Perhitungantailing factor dan asymetri factor……… 38
Gambar 13. Spektrogram kuersetin 5ppm……… 42
Gambar 14 Spektrogram kuersetin 10ppm……… 42
Gambar 15. Struktur auksokrom dan kromofor dari kuersetin………… 43 Gambar 16. Kromatogram pemisahan kuersetin dalam daun teh hijau
(Camellia sinenisO.K.)dengan komposisi fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (44 : 55 : 1)……….
57
Gambar 17. Kromatogram pemisahan kuersetin dalam daun teh hijau (Camellia sinensis O.K.) dengan komposisi fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (49 : 50 :
1)………. Gambar 18. .Kromatogram pemisahan kuersetin dalam daun teh hijau
(Camellia sinensis O.K) dengan komposisi fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (49 : 50 : 1)……….
62
Gambar 19 Hubungan konsentrasi larutan baku kuersetin dengan sinyal detektor 64
Gambar 20 Kurva linearitas rentang bawah……….. 68
Gambar 21 Kurva linearitas rentang tengah……….. 68
Gambar 22 Kurva linearitas atas……… 69
Gambar 23 Plot kurva rentang tengah……….. 71
Gambar 24. Plot kurva rentang bawah……….. 72
Gambar 25. Ilustrasi pencarian LOD……… 73
Gambar 26. Ilustrasi pemisahan Blanko dan LOD……….. 74
Gambar 27 Kromatogram teh segar ……… 78
Gambar 28 Kromatogram teh hijau ……… 79
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. COA KUERSETIN………. 89
Lampiran 2. Contoh spektrogram scaning panjang gelombang maksimum kuersetin……….
90
Lampiran 3. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerakmakuabides : methanol : asam fosfat 5% (44 : 55 :1)…..
91
Lampiran 4. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerakmakuabides : methanol : asam fosfat 5% (49 : 50 :1)…….
94
Lampiran 5. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerakmakuabides : methanol : asam fosfat 5% (54 : 45 :1)…….
98
Lampiran 6. Nilai Tailing Factor (Tf) puncak Kuersetin pada fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% dan contoh perhitungan.
100
Lampiran 7. Nilai N dan HETP dari puncak Kuersetin pada fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% dan contoh perhitungan
101
Lampiran 8. Nilai Resolusi (Rs) puncak kuersetin pada sampel daun teh hijau adisi 20ppm dengan fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% dan contoh perhitungan………..
102
Lampiran 9. Kromatogram linearitas dan rentang kuersetin, menggunakan fase gerak dan flowrate hasil optimasi yaitu akuabides : methanol : asam fosfat (54 : 45 : 1)……….
104
Lampiran 10. Perhitungan regresi linearitas menggunakan powerfit dan pembagian range………..
111
Lampiran 11. Penimbangan baku kuersetin……….. 112
Lampiran 13. Perhitungan regresi linear rentang bawah dan rentang tengah menggunakan powerfit………..
117
Lampiran 14. Data presisi dan contoh perhitungannya……….. 118
Lampiran 15. Perhitungan % RSD persamaan Horwitz………. 119
Lampiran 16. Perhitungan LOD……… 120
INTISARI
Kuersetin merupakan salah satu golongan flavonoid yang terdapat dalam teh hijau dimana memiliki khasiat utama sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum dan validitas dari metode KCKT itu sendiri sehingga dapat digunakan dalam penetapan kadar kuersetin dalam teh hijau. Sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18 dengan pengoptimasian fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5%. (44 : 55 :1), (49 : 50 : 1) dan (54 : 45 : 1) serta mengubah-ubah flow rate yaitu 0,8; 1,0; 1,2mL/menit dengan detektor ultraviolet pada λmaks 370 nm.
Hasil penelitian ini menunjukkan kuersetin dalam sampel teh dapat dipisahkan dengan metode KCKT fase terbalik. Kondisi optimum sistem KCKT yang diperoleh adalah k o m p o s i s i fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% (54 : 45 : 1) pada flow rate 1,0 mL/menit. Kondisi optimum tersebut mampu menghasilkan waktu retensi (tR) 15.495 menit, nilai resolusi 8.64, tailing factor (Tf) 1.75, lempeng teoritis (N) 3989dan HETP 0.003760. Serta regresi linear y = 15390 + 49598 x dengan koefisien korelasi (r) 0.995 pada rentang bawah dan regresi linear y = -368905 + 61532 x dengan koefisien korelasi (r) 0.999pada rentang tengah, LOD 0.377ppm, waktu retensi pada sampel (tR) 15.746.
ABSTRACT
Quercetin is a flavonoid in green tea which has a very potent antioxidant. The
aim from this study is to determine the optimum conditions and the validity of the
HPLC method so that the assay can be used to analyse quercetin in green tea.
Reversed-phase HPLC system using C18 column with optimization is done by
varying the composition of mobile phase from aquabidest: methanol: phosphoric acid
5%. (44: 55: 1), (49: 50: 1) and (54: 45: 1) as well as varying the flow rate is 0,8; 1,0;
1,2 mL / min with a UV detector λ maximum at 370 nm.
The results showed quercetin in samples of green tea may be separated by
reversed-phase HPLC method. The optimum conditions were obtained by HPLC
system with mobile phase aquabidest: methanol: 5% phosphoric acid (54: 45: 1) at
flow rate 1.0 mL / min. Optimum conditions are able to produce retention time t
Rat
15.495 minutes, the value of resolution was 8.64, the tailing factor (Tf) was 1.75,
with theoretical plates (N) 3989 and HETP was 0.003760. With validation result
equation y
= 15390 + 49598xcoefficient correlation (r)
0.995 atlowest range
andequation
y = -368905+ 61532xcoefficient correlation (r)
0.999 at middle range, LOD at
0.377ppm, and retention time (t
R) for sample at 15.746.
Keyword: quercetin, optimization and validation method of HPLC reversed phase
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kesadaran masyarakat akan tingkat kesehatan mengalami
kemajuan, hal tersebut tampak dalam berbagai usaha untuk meningkatkan kesehatan
maupun mencegah penyakit yang mulai banyak diterapkan baik secara modern
maupun tradisional. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan pola
hidup terutama di kota – kota besar menjadikan tubuh lebih rentan terhadap penyakit,
terutama yang berkaitan dengan radikal bebas. Kerusakan akibat radikal bebas dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit, diantaranya adalah penyakit jantung,
katarak, reumatik, penyakit pada otak, ginjal, paru – paru, sistem pencernaan, dan
imun. Akibat lain yang ditimbulkan adalah penurunan kualitas hidup serta
mempercepat proses penuaan. Dalam keadaan ini diperlukan suatu substansi yang
dapat mengurangi maupun menjaga tubuh dari radikal bebas yang disebut sebagai
senyawa antioksidan.
Secara turun
–
temurun
masyarakat
membuat ramuan dengan
memanfaatkan berbagai tanaman berkhasiat yang tersedia di lingkungan. Indonesia
merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan keanekaragaman sumber daya
alam hayatinya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan obat tradisional yang
2
Teh merupakan tanaman berkhasiat yang jumlahnya melimpah di
Indonesia, dimana untuk pembudidayaannya itu sendiri sedang dalam usaha
pencapaian maksimum. Sediaan teh juga sangat erat dalam kehidupan sehari – hari
masyarakat Indonesia, dimana pengkonsumsiannya paling banyak digunakan dalam
bentuk minuman. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan maupun kenyamanan yang di
tawarkan dari sediaan teh itu sendiri, serta besar khasiatnya yang dipercaya secara
turun – temurun. Sebagai contoh, biasanya teh digunakan sebagai minuman
penyambut tamu. Selain itu teh oleh beberapa kalangan dipercaya dapat memberikan
umur yang panjang.
Dewasa ini dikenal berbagai hasil pengolahan teh diantaranya adalah teh
hijau (green tea) dan teh hitam (black tea). Teh hijau merupakan produk olahan dari
teh segar, dalam pembuatannya melibatkan proses pelayuan secara cepat untuk
mencegah adanya proses oksidasi dari enzim yang terdapat dalam teh. Sedangkan teh
hitam merupakan sediaan teh dengan melibatkan proses fermentasi dalam
pembuatannya.
Flavonoid banyak terdapat pada tanaman, tak terkecuali untuk tanaman teh,
dimana flavonid berfungsi sebagai penarik serangga yang membantu penyerbukan,
membantu fotosintesis, antimikroba dan antivirus. Salah satu senyawa yang termasuk
dalam golongan flavonoid tersebut adalah kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa
polifenol dengan aktivitas utama sebagai antioksidan dan penangkal radikal bebas.
Penelitian ini memfokuskan terhadap senyawa kuersetin yang terkandung
dalam teh hijau, dimana peneliti mencoba untuk mengkaji kandungan kuersetin dalam
teh hijau menggunakan instrumentasi kromatografi. Instrumentasi kromatografi yang
digunakan adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pemilihan KCKT
sebagai media untuk analisis kuersetin dikarenakan KCKT memiliiki selektifitas,
sensitifitas dan daya pisah yang baik.
KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk
analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang
antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri - industri
makanan. KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa seperti :
asam – asam amino, asam – asam nukleat, kadar senyawa aktif obat, produk hasil
samping proses sintesis. KCKT merupakan metode tidak destruktif dan dapat
digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Gandjar dan Rohman,
2007).
Penelitian ini merupakan satu rangkaian penelitian yaitu “Optimasi Proses
Ekstraksi Kuersetin Total pada Teh Hijau dengan Metode KLT Densitometri” oleh
Dharma (2012) dan “Optimasi clean up ekstrak methanol air teh hijau dengan
menggunakan metode Solid Phase Extraction untuk Mendukung Penetapan Kadar
Kuersetin dalam Teh Hijau dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” oleh
Wirasaputra (2012) dilanjutakn dengan “Validasi Metode dan Penetapan Kadar
4
Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik” oleh Silva
(2012).
Pada penelitian Tosuglu (2003), pernah dilakukan penetapan kadar kuersetin
dari buah tomat. Metode yang digunakan dalam penetapan kadarnya berbeda karena
pada penelitian Tosuglu ini menggunakan RP-HPLC dan GC – MS dengan fase gerak
25:75 (v/v) acetonitril–pH 2.4 buffer fosfat (25% acetonitrile in 0.025 M NaH
2PO
4)
sebagai fase gerak pada
flow rate
of 1.2 mL/min sedangkan penelitian yang akan
dilakukan menggunakan sampel teh hijau dengan komponen penyusun fase gerak
akuabides : methanol : as fosfat.
Untuk menjamin bahwa metode KCKT fase terbalik yang akan dilakukan
dalam menetapkan kadar kuersetin dalam teh hijau telah memenuhi
acceptance
criteria,
maka perlu dilakukan validasi metode. Beberapa parameter yang harus
dianalisis antara lain akurasi, presisi, linearitas, rentang, dan spesifisitas.
1. Perumusan masalah
a. Bagaimanakah kondisi optimal dari sistem KCKT fase terbalik dengan
mengubah komposisi fase gerak dan
flow rate
yang mampu menghasilkan
pemisahan dengan nilai resolusi ≥ 1.5 terhadap
peak
terdekat, memiliki nilai
angka lempeng (N) yg besar, bentuk
peak
simetri, serta nilai HETP yang
semakin kecil?
b. Apakah optimasi metode KCKT fase terbalik yang digunakan mempunyai
validitas yang baik untuk menetapkan kadar kuersetin dalam sampel teh hijau
didasarkan pada parameter repeatability, presisi, linearitas, rentang dan LOD ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang kuersetin dalam teh hijau
sudah ada yang melakukan yaitu pada penelitian
Hplc–Uv And Gc–Ms CharacterizationOf The Flavonol Aglycons Quercetine
, Kaempferol, And Myricetin In Tomato Pastes
And Other Tomato-Based Products
oleh Tosuglu , O., Unal, M.K.,and Yildrim, Z.,
(2003). Namun untuk optimasi dan validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
untuk penetapan kadar kuersetin dalam teh hijau menggunakan fase gerak campuran
akuabides : methanol : asam fosfat 5% (54 : 45 : 1) belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Dengan penelitian ini dapat memberikan informasi atau
sumbangan pada ilmu pengetahuan tentang optimasi dan validasi metode KCKT fase
terbalik dalam aplikasinya untuk menetapkan kadar kuersetin.
.b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bahwa metode KCKT fase terbalik ini dapat digunakan dalam aplikasinya untuk
menetapkan kadar kuersetin.
c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
6
dalam suatu bahan alam, tanaman, atau bahkan sediaan farmasi menggunakan metode
KCKT fase terbalik.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui kondisi sistem KCKT
yang optimal dan tervalidasi agar dapat digunakan untuk menetapkan kadar kuersetin
dalam teh hijau.
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Teh Hijau
Keterangan Botani
Menurut Rehder, (1949)
tanaman teh (Camellia sinensis
O.K.) termasuk dalam Famili
Theaceae (cit.,Steenis, 1975). Teh
merupakan pohon dengan
ketinggian 5 – 10 m, namun karena
pemangkasan kerapkali seperti
perdu. Ujung ranting dan daun
muda berambut halus. Daun
Gambar 1. Teh (Camellia sinensisO.K.) sumber : penced 10.com
tersebar, tunggal ; helaian daun elliptis memanjang, dengan pangkal runcing,
bergerigi seperti kulit tipis ukuran 2 – 6cm. Bunga diketiak berkelamin 2 dengan
garins tengah 3-4 cm, sangat harum dan putih cerah. Daun mahkota pada
pangkalnya melekat ringan. Benang sari berlingkaran banyak, yang terluar pada
pangkalnya bersatu, melekat dengan daun mahkota, yang terdalam lepas. Tangkai
putik bercabang 3. Buah kotak berkayu lebarnya lebih dari panjangnya, biji
8
Teh hijau memiliki banyak khasiat antara lain menurunkan kolesterol
darah, mengurangi kadar gula dalam darah, menurunkan berat badan, mencegah
arthritis, kerusakan hati, gigi berlubang, dan keracunan, dan juga sebagai
antioksidan, antikanker, antimikroba. Khasiat utama teh berasal dari senyawa
polifenol yang secara optimal terkandung dalam daun teh yang masih muda. Daun
teh hijau memiliki kandungan 15-30% senyawa polifenol. Teh hijau diolah
melalui inaktivasi enzim polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun teh tanpa
mengalami proses fermentasi. Hal ini berbeda dengan teh lainnya yang mengalami
proses semifermentasi maupun fermentasi (Desvina, 2007).
B. Kuersetin
Teh hijau memiliki daya tarik tersendiri di kalangan konsumen, hingga
saat ini sangat digemari karena khasiatnya dalam menjaga kesehatan tubuh.
Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang dihasilkan oleh tumbuhan dan
merupakan metabolit sekunder. Flavonoid secara luas telah diketahui memiliki
aktivitas antioksidan, antimikroba, antimutagenik, serta anti kanker. Flavonoid
dapat ditemukan dimanapun dari tanaman pangan (Hossain dan Rahman, 2009)
Kuersetin merupakan salah satu komponen dari golongan flavonoid, yang
diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Kuersetin merupakan senyawa berwarna
kuning dan menjadi anhydrat pada suhu 95 - 97° C.Kelarutan : larut dalam asam
asetat glasial, dalam larutan aqueous alkaline dan praktis tidak larut dalam air
(The Merck Index, 1989). Kuersetin memiliki gugus fungsi karbonil dan hidroksil
sehingga dapat mengbentuk kompleks dengan beberapa ion logam (Makasheva,
2005).
Kuersetin (3’,4’-dihidroksiflavonol) merupakan senyawa flavonoid dari
kelompok flavonol dan terdapat terutama pada tanaman teh, tomat, apel, kakao,
anggur dan bawang. Kuersetin-3-glukosida (isokuersetin), kuersetin-3-rhamnoside
(kuersitrin), dan kuersetin-3-rutinoside (rutin) adalah glikosida kuersetin. Flavonol
kuersetin, mirisetin, robinitin, dan gossipetin memiliki sifat antioksidan yang amat
potensial
Selain bermanfaat sebagai antioksidan, kuersetin memiliki banyak manfaat
pada kesehatan manusia yakni perlindungan kardiovaskular, aktivitas antikanker,
antibisul, aktivitas antialergi, mencegah terjadinya katarak, serta memiliki efek
antiinflamasi (Cahanar dan Suhanda, 2006).
Gambar 2, Struktur kuersetin (Nuengchamnong, 2004)
C. Spektrofotometri Ultraviolet
Serapan cahaya molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visible
tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektrofotometri ultraviolet dan
visible dari senyawa – senyawa organik berkaitan erat dengan transisi – transisi
10
biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan elektron bebas dan orbital non
ikatan tak jenuh atau orbital non ikatan. Terdapat keuntungan yang selektif dari
serapan ultraviolet, yaitu gugus – gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul
yang sangat kompleks (Sastrohamidjojo, 2002)
Setiap molekul memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi hanya pada
daerah pada spektrum tertentu dimana radiasi menyebabkan peningkatan energi
eksitasi. Hasil dari pengamatan berupa hubungan antara absorpsi dengan panjang
gelombang (Willard, 1988)
Spektrum visibel yang merupakan korelasi antara absorbansi dan panjang
gelombang bukan merupakan garis spektrum melainkan suatu pita spektrum.
Terbentuknya pita spektrum visibel disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik
lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks. Penyerapan
radiasi sinar tampak oleh spesies molekul (M) dapat dipertimbangkan sebagai
proses 2 langkah yaitu eksitasi partikel secara elektronik (M*) merupakan hasil
dari reaksi M dengan foton (hv) yang ditunjukkan dengan persamaan M + hv→
M*. Waktu hidup M* sangat pendek (10-8-10-9 detik), selanjutnya
keberadaannya diakhiri dengan relaksasi. Kebanyakan relaksasi melibatkan
konversi energy eksitasi menjadi panas yang ditunjukkan dengan persamaan M*
→M + panas (Gandjar dan Rohman, 2007).
D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
I. Definisi dan instrumentasi
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan
berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas atau zat
cair, dan fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson,
1991).
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah teknik pemisahan
campuran senyawa berdasarkan interaksi dengan fase diam di bawah aliran
fase gerak, dimana fase gerak dialirkan dengan bantuan tekanan menuju kolom
secara cepat dan dideteksi dengan detektor yang sesuai (Hendayana, 2006). Ada
dua fase dalam kromatografi yaitu fase normal dan fase terbalik. Fase normal
apabila fase diam lebih polar dari fase gerak, sedangkan fase terbalik yaitu
apabila fase diam lebih non polar dari fase geraknya (Munson, 1991).
Metode KCKT banyak digunakan karena mempunyai banyak keuntungan,
antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah
melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan tinggi, dapat menghindari
terjadinya dekomposisi atau kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik,
dapat digunakan untuk bermacam-mcam detektor, dapat menganalisis senyawa
yang tidak mudah menguap dan termolabil, dan kolom dapat digunakan kembali,
mudah melakukan “sample recovery” (Snyder dan Kirkland, 1979).
Sistem KCKT merupakan gabungan dari berbagai macam alat yang
12
kuantifikasi zat analit. Gabungan alat tersebut dapat dilihat melalui diagram
sebagai berikut:
Gambar 3 . Diagram sistem KCKT. (a) wadah fase gerak; (b) pompa; (c) autosampler atau injektor; (d) kolom; (e) detektor; (f) komputer (Synder dan Kirkland, 1979).
Sistem KCKT seperti diatas memiliki tiga variabel utama yang harus
diperhatikan dalam pemisahan dan analisis yaitu fase gerak, fase diam dan
detektor.
a. Fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan
sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Fase gerak dapat berupa
pelarut tunggal atau pelarut campuran yang harus mampu bercampur secara
keseluruhan. Pengaruh fase gerak terkait dengan polaritas keseluruhan pelarut,
polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Fase gerak untuk
analisis KCKT harus murni untuk mencegah adanyapeakpengganggu yang dapat
tumpang tindih dengan peak analit, tidak bereaksi atau mempengaruhi kolom,
dapat melarutkan analit, viskositas rendah (tidak lebih dari 50 cP), toksisitas
rendah dan memiliki harga yang wajar (Skoog, Holler, and Nicman., 1998). Fase
gerak KCKT harus bebas dari gas terlarut karena dapat mempengaruhi respon
detektor sehingga memunculkan sinyal palsu yang akan mempengaruhi kolom.
Oleh karena itu, peralatan sonifikasi atau degassing diperlukan untuk
menghilangkan gas yang terlarut dalam fase gerak (Dean, 1995).
Polaritas keseluruhan pelarut yang digunakan sebagai fase gerak menjadi
ukuran kekuatan pelarut dalam mengelusi suatu senyawa. Kepolaran pelarut
dinyatakan dalam bentuk P’ (indeks polaritas). Besarnya polaritas campuran
pelarut dapat dihitung dengan persamaan berikut:
P’ = ΦaP’a+ ΦbP’b
Keterangan:
Φa= fraksi volume pelarut a Φb= fraksi volume pelarut b
P’a= kepolaran pelarut a murni P’b= kepolaran pearut b murni
P’ = kepolaran campuran pelarut
(Gritter, Bobbit dan Schawarrting, 1991)
Tabel I menunjukkan beberapa nilai indeks polaritas dari berbagai pelarut
14
Tabel I. Nilai indeks polaritas beberapa pelarut pada KCKT fase terbalik (Snyder, Kirkland dan Galjh , 1997)
Pelarut Indeks
Sikloheksan 0,2 0,04 - - 200
Toluen 2,4 0,29 - 0,22 284
Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212
Etil asetat 4,4 0,58 - 0,48 256
Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330
Metanol 5,1 0,95 1,0 0,70 205
Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190
Dimetilformamid 6,4 - 7,6 - 268
Dimetilsulfomid 7,2 0,62 - - 268
Air 10,2 - - - 190
Tabel I menunjukkan bahwa semakin besar eluotropic values dari pelarut
menunjukkan semakin mudah untuk mengelusi sampel dan semakin besar indeks
polaritas yang dimiliki campuran pelarut maka semakin bersifat polar pelarut yang
digunakan (Synder dan Kirkland, 1979). Namun juga terdapat nilai cutoff dalam
tabel I yang menunjukkan bahwa solven yang memiliki nilai cutoff lebih tinggi
dibandingkkan panjang gelombang sampel yang dianalisis maka solvent tersebut
tidak dapat digunakan (Kazakevich dan LeBrutto, 2007).
b. Fase diam. Fase diam pada KCKT berupa lapisan film cair yang terikat
pada basis silika. Lapisan film ini juga memiliki peranan dalam pemisahan
komponen-komponen sampel dan terdapat didalam suatu kolom. Kolom pada
KCKT dapat berupa gelas atau baja tidak berkarat. Kolom gelas dapat menahan
tekanan sampai 50 atm. Panjang kolom bervariasi antara 15-150 cm.
Lapisan film cair dalam kolom memiliki karakteristik masing-masing.
Lapisan ini terikat pada partikel silika melalui ikatan kovalen. Partikel silika
direaksikan dengan organochlorosilaneSi(CH3)2RCl, dimana R merupakan suatu
alkil atau gugus alkil tersubstitusi. Kepolaran fase diam akan bergantung pada
jenis R, apabila R merupakan suatu gugus fungsi yang bersifat polar, maka fase
diam akan bersifat polar, sebaliknya fase diam akan bersifat polar bila gugus
fungsi yang dimiliki merupakan gugus non polar (Harvey, 2000).
c. Detektor. Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen
sampel didalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis
kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan
(noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas dan memberi respons untuk
semua tipe senyawa.
Salah satu detektor yang sering digunakan adalah detektor UV-Vis.
Detektor ini didasarakan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan
sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies
solut yang mempunyai struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel
detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah
optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan
pengaruh indeks bias yang dapat mempengaruhi absorbansi yang terukur (Kar,
16
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat digunakan untuk
memisahkan makromolekul dan jenis ion, hasil alam yang labil, bahan polymer
dan aneka ragam dari molekul yang memiliki banyak bentuk gugus fungsional.
Dengan fase gerak cair yang berinteraksi dengan fase diam. Pemisahan secara
kromatografi pada KCKT merupakan hasil dari interaksi spesifik antara molekul
sampel dengan fase diam dan fase gerak. KCKT dapat menggunakan berbagai
jenis fase diam, yang memungkinkan untuk dilakukannya pemisahan secara
selektif serta pengisolasian dari pelarut pada fase gerak (Willard,1988).
Dalam kromatografi partisi fase terbalik biasanya digunakan kolom
dengan kemasan fase terikat yang memiliki sifat stabil karena fase diamnya terikat
secara kimia pada penyangga, sehingga tidak mudah terbawa oleh fase gerak.
Penyangga pada kemasan fase terikat biasanya terbuat dari silika yang sudah
diseragamkan, berpori, dan umumnya partikel mempunyai diameter 3,5 atau 10
μm (Skoog dkk.,1998).
Sistem KCKT memiliki beberapa keuntungan antara lain: waktu analisis
yang singkat, penentuan analit dapat digunakan pada jumlah mikro, hasil
pemisahan tinggi dan kondisi yang cukup (Roth dan Blaschke, 1985). Keuntungan
KCKT lainnya jika dibandingkan dengan kromatografi cair tradisional yaitu cepat
daya pisah baik peka, detektor unik, kolom dapat dipergunakan kembali, ideal
untuk molekul besar dan ion, mudah memperoleh kembali cuplikan. Selain
kelebihan tersebut, KCKT juga memiliki keterbatasan yaitu jika analit yang akan
digunakan sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Gandjar dan
Rohman, 2007).
II. Analisis Optimasi KCKT
Parameter pemisahan dengan sistem KCKT sebagai ukuran kemampuan
kolom untuk memisahkan senyawa dari suatu campuran. Batasan yang digunakan
adalah faktor resolusi, efisiensi kolom, waktu retensi (tR), dan tailing faktor
(Munson, 1991).
a. Waktu retensi (tR)
Waktu tambat atau waktu retensi merupakan selang waktu yang diperlukan
oleh analit mulai saat injeksi hingga keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap
oleh detektor. Waktu tambat atau retensi ini dinyatakan sebagai tR. Apabila harga
D (koefisien distribusi) kecil,maka analit akan lebih banyak di dalam fase gerak
atau (Cm > Cs) yang berarti analit akan lebih lama tinggal di dalam fase gerak dan
memiliki waktu retensi lebih cepat (Mulja dan Suharman, 1995). Apabila harga D
(koefisien distribusi) kecil maka analit akan lebih banyak di dalam fase gerak
atau (Cm > Cs) yang berarti analit akan lebih lama tinggal di dalam fase gerak
dan memiliki waktu retensi lebih cepat (Mulja dan Suharman, 1995). Analisis
kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi senyawa
murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel (Noegrohati,
1994).
b. Resolusi (Rs)
Faktor resolusi adalah ukuran pemisahan relatif dari dua puncak. Resolusi
18
puncak terdekat dibagi rerata lebar puncak yang diukur pada dasar puncak, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
maksimum puncak, sedangkan W merupakan lebar alas puncak (Munson, 1991).
Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak
Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar
puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:
Rs= x (2)
18
puncak terdekat dibagi rerata lebar puncak yang diukur pada dasar puncak, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
maksimum puncak, sedangkan W merupakan lebar alas puncak (Munson, 1991).
Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak
Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar
puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:
Rs= x (2)
18
puncak terdekat dibagi rerata lebar puncak yang diukur pada dasar puncak, yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
maksimum puncak, sedangkan W merupakan lebar alas puncak (Munson, 1991).
Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak
Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar
puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:
Rs= x (2)
Gambar 5. Perhitungan nilai resolusi dengan W1/2h(Munson, 1991)
Pemisahan yang baik Rs harus ≥ 1,5 yang berarti pemisahan kedua
senyawa ≥ 99,7% dan dapat dikatakan memiliki pemisahan yang tuntas. Dengan
nilai resolusi yang baik adalah ≥ 1,5 (Snyder, Kirkland, dan Galjh, 2010).
c. Efisiensi kolom.
Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah
efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ada dua teori mengenai pemisahan
puncak dalam kromatografi,yaitu lempeng teoritik dan teori laju. Pada teori
lempeng (Plate theory) dijelaskan bahwa ukuran efisiensi kolom adalah jumlah
lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis
(Rohman, 2009).
i. Teori Lempeng
Untuk kolom kromatografi, jumlah lempeng atau plate number (N) yang
20
efisiensi. Selain dengan N, efisiensi kolom dalam kromatografi secara umum
berkaitan dengan waktu retensi, yakni lamanya waktu komponen atau molekul
yang akan dianalisis berada di dalam kolom.
Dengan menganggap profil puncak kromatogram adalah sesuai kurva
Gaussian, maka N didefinisikan :
= (
) (3)
Keterangan:
tR: waktu retensi solut
t: standar deviasi lebar puncak
Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mengukur baik lebar puncak (Wb)
atau tinggi puncak (Wh/2) dan 2 persamaan berikut diturunkan dari persamaan (1):
N = 16 (
) (4)
N = 5,54(
) (5)
Gambar 6. Pengukuran efeisiensi Kromatografi dari puncak Gaussian
Satuan ukuran alternatif (yang tergantung pada panjang kolom
kromatografi ) adalah tinggi lempeng (H) atau juga biasa disebut dengan tinggi
pelat teori (HETP=Height Equivalent Theoretical Plate). Tinggi setara pelat teori
atau HETP dalam kolom kromatogafi yang menggunakan kolom (KCKT dan
Kromatografi Gas) merupakan panjang kolom kromatografi (dalam mm) yang
diperlukan sampai terjadinya satu kali keseimbangan molekul solut dalam fase
gerak dan fase diam. Berikut merupakan ilustrasi yang memudahkan untuk
memahami HETP dalam kromatografi:
Hubungan antara HETP dan jumlah lempeng (N) serta panjang kolom (L)
dirumuskan dengan:
H = (6)
Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP
yang kecil akan mampu memisahkan komponen-komponen dalam suatu
campuran yang lebih baik berarti bahwa efisiensi kolom adalah besar. N/L
merupakan bilangan yang menunjukan jumlah lempeng teori efektif per satuan
nilai H = 0,33mm. Makin besar harga N/L atau makin kecil H maka kolom yang
dipakai untuk pemisahan semakin efisien (Gandjar dan Rohman, 2007).
ii. Teori Laju
Teori lempeng hanya menggambarkan laju migrasi secara kuantitatif,
tetapi tidak dapat menggambarkan pengaruh variabel-variabel lain yang
menyebabkan terjadinya pelebaran peak, oleh karena itu perlu diketahui teori laju.
Pada waktu migrasi, solut mengalami transfer dalam fase diam dan fase gerak
berkali-kali. Solut hanya dapat bergerak jika berada dalam fase gerak sehingga
migrasi di dalam kolom juga tidak teratur dan mengakibatkan laju rata-rata solut
relatif terhadap fase gerak juga sangat bervariasi, sehingga terjadi pelebaran peak
22
Menurut teori laju ini, efisiensi kolom dinyatakan dengan persamaan Van
Deemter yang daapt dinyatakan sebagai berikut (Willard dkk.,1988) :
= +
Keterangan:= tetapan ukuran ketidakterautran kemasan
dp = diameter rata-rata partikel penyangga
D = kedifusian linarut dalam fase gerak
K’ = faktor kapasitas
µ = kecepatan alir
γ = factor koreksi kelikuan saluran dalam kolom
Dari persamaan di atas dapat dilihat terdapat tiga variabel yang
mempengaruhi efisiensi kolom, yaitu :
1) Difusi Eddy, yang dinyatakan sebagai A (2dp). Difusi Eddy menggambarkan
ketidakhomogenan kecepatan alir dan panjang lintasan di sekitar partikel yang
terpack-ing (Gambar 7). Lintasan alir yang tidak sama pasti ditemukan dalam
kolom dimana kerapatan kolom rendah dengan cepat mencapai akhir kolom,
khususnya pada kolom dengan diameter kecil. Molekul solut yang melewati
bagian tengah kolom akan mencapai akhir kolom lebih lambat. Hal ini
menyebabkan perbedaan laju tiap molekul melalui kolom berbeda-beda.
Unutk meminimalkan difusi Eddy ini, maka diameter rata-rata partikel dalam
kolom harus sekecil mungkin dan seseragam mungkin (Willard dkk.,1988).
Difusi Eddy yang terjadi di dalam kolom dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 7. Difusy Eddy (Noegrohati,1994)
2) Difusi longitudinal, Nilai B (
µ ) menyatakan efek difusi longitudinal, pergerakan acak molekul dalam fase gerak. Pengaruh difusi longitudinal
terhadap ketinggian lempeng menjadi signifikan hanya pada kecepatan fase
gerak yang rendah/lambat. Kecepatan difusi solut yang tinggi pada fase gerak
dapat menyebabkan molekul solut terdispersi secara aksial sementara dengan
lambat bermigrasi melalui kolom.
3) Transfer massa, Transfer massa dinyatakan dengan Cstasionary dan Cmobile.
Cstasionarymerupakan hasil dari ditahannya solute karena adanya fase diam.
Suatu molekul bergerak lambat dalam fase diam, sementara molekul lainnya
melaju melalui kolom bersama dengan fase gerak. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan fase diam yang lebih encer (tidak terlalu kental). Peristiwa ini
dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8) :
24
Cmobile menggambarkan adanya peristiwa dimana solute dalam fase diam
bertemu dengan fase gerak yang masih baru. Hal ini dapat digambarkan
sebagai berikut (Gambar 9) :
Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak (Willard dkk.,1988)
Suatu ukuran yang tergantung pada panjang kolom kromatografi
adalah tinggi lempeng (H) atau yang biasa disebut dengan tinggi setara pelat
teori (HETP = Heigth Equivalent Theoritical Plate). HETP dapat dihitung
dari “N” dan panjang kolom (L):
N L
HETP
Kolom yang memberikan jumlah lempeng (n) yang besar dan nilai
HETP yang kecil akan mampu memisahkan komponen-komponen dalam
suatu campuran yakni memiliki efisiensi kolom yang besar (Gandjar dan
Rohman, 2007).
d. Bentuk puncak (Tailing factor)
Bentuk kesimetrisan puncak dapat diketahui dengan melakukan
perhitunganAsymmetry factor(As) dan TF (tailing factor). Pada perhitungan TF
(tailing factor) dilakukan 5% dari tinggi puncak, sedangkan Asymmetry factor
(As) 10% dari puncak.
Gambar 10. perhitungantailing factor dan asymetri faktor
Jika nilai Tf dan As sama dengan 1, artinya sudah terjadi pemisahan
yang baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka makin
buruk pemisahan yang terjadi pada kolom. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat
meengganggu analisis dari analit, sehingga untuk analisis di persyaratkan nilai
tailing factoradalah kurang dari 2 (Synder Kirkland, dan Galjh,2010).
III. Validasi Metode Analisis
Suatu metode perlu divalidasi atau direvalidasi apabila: sebelum metode
tersebut digunakan secara rutin; suatu metode yang telah divalidasi dilakukan
pada kondisi yang berbeda (misalnya pada alat yang karakteristiknya berbeda);
metodenya berubah dan perubahan itu di luar jangkauan metode semula; kontrol
kualitas menunjukkan metode tersebut berubah seiring berjalannya waktu; dan
untuk menunjukkan ekuivalensi antara dua metode (misalnya metode baru dengan
metode standar/baku) Validasi metode analisis dapat digunakan pada analisis
senyawa obat dan produk obat (Ahuja dan Rasmussen, 2007).
Menurut Snyder , Kirkland, dan Galjh. (2010), metode analisis dapat
26
1. Kategori 1, merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengukur
komponen utama/jumlah besar (termasuk bahan pengawet) atau bahan aktif
obat dari suatu sediaan.
2. Kategori 2, merupakan metode analisis untuk penentuan impurities bahan obat
dan degradasi produk obat, termasuk penentuan kuantitatif dan uji batas.
3. Kategori 3, merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan
karakteristik sediaan farmasi (misalnya disolusi).
4. Kategori 4, merupakan metode analisis untuk identifikasi secara kualitatif.
Setiap kategori metode analisis memiliki persyaratan validasi yang
berbeda-beda seperti tercantum pada tabel II berikut.
Tabel II. Parameter validasi untuk tiap kategori analisis (Snyder , Kirkland, dan Galjh., 2010)
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak
LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Rentang Ya Ya Tidak * Tidak
* Mungkin dibutuhkan, tergantung dari tipe uji.
Validasi metode analisis merupakan suatu proses tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan yang dilakukan di
laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi
persyaratan untuk penggunaannya.
Parameter – parameter tersebut adalah :
1. Linearitas dan rentang
Linearitas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)
untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan
konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level
terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan
presisi, linearitas dan akurasi yang bisa diterima (Anonim, 2007)
2. Presisi
Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara
hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata – rata jika
prosedur diterapkan secara berulang pada sampel yang diambil dari campuran
yang homogen. Suatu metode memiliki presisi yang baik apabila memiliki nilai
%RSD < 2 %. Namun tergantung dari sampel dan kondisi analit (Harmita, 2004)
Berikut ini merupakan table presisi untuk analit dengan ketentuan tertentu.
(Travernier,2004)
Tabel III. %RSD menurut Horwitz dan AOAC
3. LOD (Limit of Detection)
LOD merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi
dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. LOD
dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi.
28
bx, sedangkan simpangan baku blanko sama ddengan simpangan baku residual
(Sy/x), sehingga LOD dan LOQ dapat dihitung menggunakan rumus :
b Sa
LOD 3,3 (Chan,Lam, Lee dan Zhang, 2004)
4. Repeatability
Merupakan kemampuan suatu metode untuk menghasilkan nilai
keterulangan yang sama selama interval waktu yang pendek. Repeatability harus
meliputi rentang yang akan digunakan dari prosedur analisis dan dilakukan
minimum sembilan penetapan (cth:tiga konsentrasi, dengan masing – masing tiga
repetisi) atau dapat juga dengan enam kali penetapan pada 100% konsentrasi
target uji. Persyaratan % RSD yang diperbolehkan untuk 5 kali atau lebih ripitasi
haruslah2% (Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010)
F. Landasan Teori
Kuersetin merupakan senyawa alam golongan flavonoid yang terdapat
dalam teh hijau. Kuersetin dalam bentuk glikosida akan larut dalam air dan
metanol. Stabilitas kuersetin dipengaruhi oleh pH dan suhu, dimana akan stabil
pada pH sedikit asam dan akan terion pada pH basa serta tahan hingga suhu 90oC.
Ekstrak teh hijau merupakan sampel yang berasal dari daun teh kering
yang telah mengalami proses pengekstraksian dan fraksinasi. Pada proses
pengekstraksian dilakukan dengan menggunakan berbagai macam jenis pelarut
serta dilakukan pada suhu terkontrol dengan uji kualitatif menggunakan alat TLC
– Densitometri. Sedangkan pada proses fraksinasi merupakan proses clean up
senyawa kuersetin dari senyawa – senyawa lain menggunakan bantuan SPE (Solid
Phase Extraction) sehingga diharapkan dapat memperoleh kuersetin yang bebas
dari pengaruh senyawa lain.
Analisis kuersetin dalam ekstrak teh hijau dapat dilakukan dengan metode
KCKT fase terbalik. Metode KCKT memiliki kelebihan selektif dan sensitif.
Pemilihan metode KCKT fase terbalik dalam analisis kuersetin dalam ekstrak teh
hijau karena kuersetin pada ekstrak merupakan aglikon sehingga bersifat nonpolar
dan dapat berinteraksi dengan fase diam melalui interaksi Van der Waals. Hal
tersebut disebabkan kuersetin tidak mengikat gugus gula lagi. Optimasi
pemisahan dengan KCKT fase terbalik dilakukan untuk memperoleh keadaan
optimum sebagai analisis kuersetin. Serta validitas dari metode dapat diketahui
dari presisi, rentang, linearitas,dan LOD
G. Hipotesis
Dengan komposisi fase gerak dan flow rate yang optimum akan
menghasilkan pemisahan yang baik yakni menghasilkan kromatogram dengan
bentuk peak yang simetri, tR kurang dari 10 menit, resolusi pemisahan ≥ 1,5
terhadap peak terdekat, dan nilai HETP yang semakin kecil (Snyder, Kirkland,
dan Glajh, 1997) sehingga diharapkan dapat menghasilkan validitas yang baik dan
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan
rancangan deskriptif karena dilakukan manipulasi subjek uji, subyek uji yang
dimaksud disini adalah sistem KCKT yaitu fase gerak danflow rate.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel Bebas
Konsentrasi larutan baku kuersetin yang digunakan, perbandingan
komposisi volume fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5%,
kecepatan alir (flow rate) yang digunakan dan suhu kolom.
b. Variabel Tergantung
Parameter optimasi yaitu nilai lempeng (N), HETP, resolusi (Rs), tailing
factor(Tf). Parameter validasi yaitu linearitas, rentang, presisi, danLimit
of Detection(LOD)
c. Variabel Pengacau Terkendali
Kualitas bahan baku, pelarut dan sampel ekstrak teh yang digunakan.
2. Definisi Operasional
a. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan dalam penelitian adalah fase
gerak berupa campuran akuabides : metanol : asam fosfat 5% dan fase diam
berupa kolom oktadesilsilan (C18).
b. Kadar kuersetin dinyatakan dengan satuanpart per million(ppm).
c. Parameter optimasi yang digunakan adalah nilai lempeng (N), HETP, resolusi
(Rs), tailing factor (Tf). Parameter validasi metode yang digunakan adalah
repeatability, presisi, linearitas, rentang, danLimit of Detection(LOD)
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baku
kuersetin dengan Certificate of Analysis dari Sigma Aldrich, Metanol (p.a., E.
Merck), Akuabides (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma), Asam fosfat 85% (p.a., Merck) dan sampel ekstrak
teh hijau yang diperoleh dari penelitian Dharma (2012) dan Wirasaputra (2012).
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: Spektrofotometer
UV/VIS SPEKTROFOTOMETERS SHIMADZHU (serial no A10934903995),
kuvet merek Hellma, seperangkat alat KCKT dengan detektor UV, Shimadzu
LC-2010C, kolom C18 merek SHIMADZHU, Dimensi 150 x 4,6 mm, 5 m,
seperangkat komputer (chasing merek Dell B6RDZ1S Connexant System
32
730), degassing ultrasonikator (Retsch tipe T460 no V935922013 EY), organic
solvent membrane filter Whatman (0,45m), neraca analitik dengan kepekaan
0,001 (Ohaus Carat Series PAJ 1003) dan seperangkat alat gelas (Pyrex).
E. Tatacara Penelitian
1. Penyiapan fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat
Larutan asam fosfat 5% dibuat dengan mengambil sebanyak 29,4 mL asam
fosfat 85% menggunakan biuret 50mL ke dalam labu takar 500mL dan di
encerkan dengan akuabides hingga tanda batas. Larutan asam fosfat 5% inilah
yang akan digunakan sebagai salah satu campuran dari komponen fase gerak.
Akuabides, metanol dan larutan asam fosfat 5% yang akan digunakan sebagai
fase gerak disaring menggunakan kertas Whatman no45 dengan menggunakan
kertas yang berbeda untuk pelarut organik dan anorganik.
Berikut ini merupakan % volume komponen penyusun fase gerak.
Tabel IV. Komposisi optimasi fase gerak
Fase Gerak Akuabides (%) Metanol (%) Asam Fosfat (%)
I 44 55 1
II 49 50 1
III 54 45 1
2. Pembuatan seri larutan baku kuersetin
a. Pembuatan larutan stok 1000 ppm kuersetin. Kuersetin baku ditimbang
lebih kurang 25mg dan dilarutkan dalam metanol dalam labu takar 25mL hingga
tanda.
b. Pembuatan larutan intermediet 100ppm.Memipet 1000µL larutan stok
kuersetin menggunakan mikropipet dan dilarutkan dalam metanol dalam labu
takar 10 mL hingga tanda.
c. Pembuatan larutan kerja 0,1; 0,5; 0,75; 1; 2; dan 4 ppm. Dilakukan
pemipetan menggunakan mikropipet larutan intermediet 100 ppm kuersetin
sebanyak 10; 50; 75; 100; 200; dan 400 µL dimasukkan ke dalam satu labu takar
10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda, sehingga
didapatkan seri larutan kerja 0,75; 1; 2; dan 4 ppm. Lalu larutan disaring dengan
milipore dan di-degassingselama 15 menit.
d. Pembuatan larutan kerja. Dilakukan pemipetan menggunakan
mikropipet larutan stok kuersetin sebanyak 100; 200; 300; 400; 500; 800; dan
1200µL dimasukkan ke dalam satu labu takar 10 mL. Selanjutnya diencerkan
dengan metanol hingga tanda, sehingga didapatkan seri larutan kerja 10; 20; 30;
40; 50; 80; dan 120 ppm. Lalu larutan disaring dengan milipore dan di-degassing
selama 15 menit.
e. Pembuatan larutan kerja 200; 300 dan 400 ppm.Dilakukan pemipetan
menggunakan pipet ukur larutan stok kuersetin sebanyak 2,0 ; 3,0; dan 4,0 mL
dimasukkan ke dalam satu labu takar 10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan
metanol hingga tanda, sehingga didapatkan seri larutan kerja 200; 300; dan 400
34
3. Penyiapan Sampel
Ditimbang kurang lebih 8 gram teh hijau merek SIGMA dari PT.
PAGILARAN yang telah di haluskan dan diayak. Kemudian dibungkus dengan
kertas saring dan dimasukkan dalam tabung soxhlet dengan 240 mL larutan
penyari dalam labu erlenmeyer. Ke dalam larutan penyari tambahkan BHT
sebanyak 240 gram. Proses ekstraksi ini dilakukan pada suhu 90 °C sebanyak
sirkulasi yang telah dioptimasi pada proses optimasi ekstraksi. Ekstrak yang
diperoleh selanjutnya dimasukkan kedalam labu takar 250 mL dan ditambahkan
dengan larutan penyari hingga batas tanda.
Sebanyak 25 mL ekstrak dipekatkan hingga volume 5 mL. Sebanyak 0,1 mL
dimasukkan kedalamcartridge C-18 yang telah dikondisikan dengan
aquabidest-HCl pH 3. Selanjutnya elusi dengan metanol 6 mL. fraksi yang diperoleh
ditampung dalam flakon.
4. Optimasi KCKT fase terbalik
a. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum kuersetin. Penentuan
panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara merekam spektra larutan
baku kuersetin dengan konsentrasi 10; 30; dan 50 ppm dengan pelarut metanol
pada rentang 200 - 400 nm terhadap blanko metanol. Berdasarkan spektra dapat
diketahui panjang gelombang yang menghasilkan serapan yang maksimum pada
masing-masing konsentrasi, kemudian ditentukan panjang gelombang yang akan
digunakan dalam optimasi.
b. Optimasi pemisahan. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang
gelombang maksimum. Sejumlah 20 µL larutan baku kuersetin 30 ppm dan
sampel teh hijau adisi 20 mg yang sudah disaring dengan millipore dan
di-degassing selama 15 menit diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik
menggunakan fase gerak yang telah dibuat seperti pada langkah di atas. Sistem
operasi KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah-ubah % volume
komposisi fase gerak danflow rate. Pengubahan % volume komposisi akuabides,
metanol, dan asam fosfat 5% pada fase gerak tersebut meliputi perbandingan (44 :
55 : 1), (49 : 50 : 1) dan (54 : 45 : 1) sertaflow rateyang meliputi 0,8; 1; dan 1,2
mL/menit untuk masing-masing fase gerak.
5. Validasi Metode KCKT Fase Terbalik.
a. Linearitas. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang gelombang
maksimum. Larutan kerja kuersetin 0,1; 0,5; 0,75; 1; 2; 4; 10; 20; 30; 40; 50; 80;
120; 200; 300; dan 400 ppm masing – masing diinjeksikan pada sistem KCKT
fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil
optimasi.
b. Limit of Detection (LOD), seri baku, dan presisi. Detektor pada alat
KCKT di atur pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja kuersetin 0,1;
0,5; 0,75; 1; 2; 4; 10; 20; 30; 40; dan 50 ppm masing – masing diinjeksikan pada
sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow
rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
c. Repeatability.Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang gelombang
36
diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase
gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan repeatasi (injek
berulang) sebanyak 5 kali untuk masing – masing konsentrasi.
d. Presisi. Sebanyak 20 µL sampel teh segar, teh hitam dan teh hitam tanpa
adisi di injekkan ke dalam sistem KCKT dan masing – masing di replikasi 5 kali.
F. Analisis Hasil Optimasi
1. Panjang gelombang maksimum.
Pemilihan panjang gelombang maksimum dapat dilakukan dengan
melihat hasil rekaman spektroskopi menggunakan alat spektrofotometer
terhadap baku kuersetin pada beberapa konsentrasi.
2. Analisis kualitatif.
Analisa kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu
retensi puncak baku kuersetin dengan puncak yang terdapat pada
kromatogram sampel. Apabila tR senyawa dalam sampel sama atau mendekati
tRbaku kuersetin maka senyawa tersebut merupakan senyawa kuersetin.
3. Analisa pemisahan puncak kuersetin
Data kromatogram yang diperoleh baik pada baku maupun
sampel diamati sehingga dapat diketahui sistem KCKT fase terbalik yang
memberikan pemisahan kuersetin paling baik yaitu dengan mengamati
nilai N (lempeng teoritis), HETP, menghitung nilai resolusi, bentuk peak
yang dihasilkan, d a n waktu yang dibutuhkan untuk elusi.
a. Daya pisah (Resolusi)
Nilai daya pisah atau resolusi merupakan nilai yang diperoleh dengan
melakukan perhitungan puncak kuersetin terhadap puncak terdekat. Dengan
rumus :
Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar
puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:
(menit), w1=lebar puncak 1 (menit), w2= lebar puncak 2 (menit.
Gambar 11 Perhitungan nilai resolusi menurut Munson (1991)
Nilai Resolusi yang baik adalah ≥ 1,5 (Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010)
b. Jumlah lempeng (N) dan HETP
Nilai N (lempeng) berbanding terbalik terhadap efisiensi kolom (HETP).
Nilai HETP dihitung dengan rumus HETP: = , dimana nilai lempeng teoritis
38
maka semakin kecil nilai HETP yang berarti bahwa kolom memberikan efisiensi
semakin baik pula.
c. Bentuk puncak (peak)
Bentuk kesimetrisan puncak dapat diketahui dengan melakukan
perhitungan Asymmetry factor (As) dan Tf (tailing factor). Dilakukan
perhitungan terhadap nilai dengan rumus :
A
untuk nilai Tf (tailing factor), dan
A B
AS untukAsymmetry
factor (As). Pada perhitungan Tf (tailing factor) dilakukan 5% dari tinggi
puncak, sedangkanAsymmetry factor(As) 10% dari puncak.
Gambar 12. perhitungantailing factor dan asymetri factor 25
Nilai Tf ≤ 1,2 dikatakan baik, karena tidak mengganggu atau berpengaruh
terhadap pemisahan, sedangkan nilai Tf < 1,0 maka puncak dikatakan fronting.
Namun apabila Tf > 2 dapat berpotensi mengganggu dan memberikan efek
terhadap pemisahan secara rutin. (Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010).
G. Analisa Hasil Validasi
a. Linearitas dan Rentang
Linearitas merupakan kemampuan dari suatu metode uji untuk
memberikan hasil yang proporsional terhadap konsentrasi analitnyang
diwujudkan dalam rentang.Pada umumnya linearitas sebagai varian dari nilai
slope suatu garis regresi.
Rentang merupakan suatu interval diantara konsentrasi rendah dan tinggi
dari baku kuersetin yang di tunjukkan dengan presisi, akurasi dan linearitas yang
baik menggunakan metode uji yang telah ditetapkan, dimana ditentukan
minimum lima tingkat konsentrasi untuk ditetapkan rentang dan linearitas
(Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010).
Parameter rentang ditetapkan dengan mencari konsentrasi terendah dan
teratas yang masih memberikan linearitas yang memenuhi syarat yaitu r 0,99
(APVMA, 2004).
b. Limit of Detection(LOD)
Limit of Detection (LOD) merupakan konsentrasi terkecil dari analit yang
mampu terdeteksi (kualitatif) oleh HPLC, tidak harus terkuantitasi. (Chan
dkk,2004).
b Sa LOD3,3
Ket: Sa = Standar deviasi b = slope
c. Repeatability
Repeatability merupakan kemampuan suatu metode untuk menghasilkan
40
ini dilakukan repeatability terhadap % RSD dari waktu retensi dan AUC pada
puncak kuersetin. Persyaratan untuk memenuhi repeatability adalah ≤ 2%.
d. Aplikasi Metode Penetapan Kadar Kuersetin Dalam Teh Segar, Hijau,
dan Hitam tanpa adisi
Hasil dari optimasi dan validasi kemudian di uji cobakan pada sampel teh
segar, teh hijau, dan teh hitam tanpa adisi untuk melihat presisi dan resolusi dari
kuersetin. Syarat presisi yang digunakan menurut horwitz adalah %RSD untuk 1
ppm sebesar 16%, sedangkan 10 ppm sebesar 10,3%.