• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK DALAM TEH HIJAU"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN

KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

DALAM TEH HIJAU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN

KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

DALAM TEH HIJAU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE PENETAPAN

KADAR KUERSETIN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK

DALAM TEH HIJAU

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

(2)
(3)
(4)

iv

“Jadilah seperti pohon yang ditanam ditepi aliran air, yang

menghasilkan buah pada musimnya, dan tidak layu daunnya, serta apa yang diperbuatnya pun berhasil ”

(Mazmur 1: 3)

Karya ini kupersembahkan untuk:

Bapak dan Ibu sebagai rasa syukur atas kasih sayang yang berlimpah

Kakakku Festy untuk perhatian, semangat, dan dukungannya

Teman - teman Almamaterku

(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria berkat kasih

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan

skripsi yang berjudul “Optimasi dan Validasi Metode Penetapan Kadar Kuersetin

Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik dalam Teh

Hijau” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak

mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas

Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta yang turut memberikan saran dan masukan

untuk penulis selama tahap penelitian.

3. Prof. Dr. Sri Noegrahati Apt, selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan

pengarahan, bantuan, tuntunan, kritik, dan saran sejak awal penelitian hingga

akhir penyusunan skripsi ini.

(8)

5. Rini Dwiastuti, M.Sc., atas segala bantuan dalam perijinan penggunaan lab.

6. Pak Sanjaya, dan Bu Dewi, atas segala ilmu yang diberikan.

7. Segenap dosen yang telah berkenan membagikan ilmu kepada penulis selama

belajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Anasthasia Mardila Puspita atas semua waktu, kesabaran, bantuan serta

dukunganmu.

9. Teman seperjuangan skripsi: Paulus Setya Dharma, Anasthasia Filipa Veritas da

Silva, Adi Wirasaputra untuk kesabaran, kebersamaan dan suka dukanya.

10. Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Kethul Ismadi, Mas Ottok dan seluruh

staf laboratorium Fakultas Farmasi serta staf keamanan dan kebersihan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya.

11. Teman seperjuangan di laboratorium Kimia Analisis Instrumentasi : Ussi, Seco,

Vica, Satya, Sasa, Dimas, Novi, Ike, Yuni dan Elisa,

12. Teman-teman FST A 2008 dan seluruh angkatan 2008 atas dukungan dan suka

duka yang diberikan, khususnya Rika, Elya, Widi, Pherty, dan Sisca Devi.

Semoga pengalaman yang telah kita lalui bersama bisa menjadi bekal untuk

perjuangan hidup kita kelak.

13. Seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas yang telah

membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan

penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis, sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(9)

sangat diharapkan adanya masukan dan saran yang membangun untuk penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi dunia ilmu

pengetahuan.

(10)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………. -PRAKATA………....

-1. Perumusan masalah ………. 4

2. Keaslian Penelitian ……….. 5

3. Manfaat penelitian ……… 5

B. Tujuan Penelitian ………. 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………... 7

A. Teh Hijau………..………. 7

(11)

B. Kuersetin…... ………...……… 8

C. Spektrofotometri Ultraviolet……...……….. 9

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi……… 11

I. Definisi dan instrumentasi ………..….. 11

II. Analisis Optimasi KCKT ……….. 17

III. Validasi Metode Analisis………. 25

E. Landasan teori ……….. 28

F. Hipotesis ……… 29

BAB III. METODE PENELITIAN ………. 30

A. Jenis dan rancangan penelitian ………. 30

B. Variabel dan Defonisi Operasional……… 30

C. Bahan-bahan Penelitian ……….. 31

D. Alat-Alat Penelitian ……….. 31 E. Tatacara Penelitian ………..

1. Penyiapan fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% 2. Pembuatan seri larutan baku kuersetin ……….. 3. Pembuatan Sampel ………. 4. Optimasi KCKT fase terbalik……….. 5. Validasi Metode KCKT Fase Terbalik……….

32 F. Analisis Hasil Optimasi ………..

1. Panjang Gelombang Maksimum……… 2. Analisis kualitatif ……… 3. Analisis pemisahan puncak kuersetin…………. …………..

(12)

a. Daya pisah (Resolusi)………. b. Jumlah lempeng (N) dan HETP……… c. Bentuk Puncak………….……….……….

d. Uji perbandingan tRpada teh hijau adisi 20mg, teh hitam tanpa adisi dan teh segar tanpa adisi.

39 39 39 39 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… A. PREPARASI SISTEM KCKT………

1. Pemilihan Pelarut ………. 2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin ……… 3. Penyiapan Fase Gerak ……….. 4. Penyiapan Larutan Kerja untuk Optimasi……… B. Optimasi Komposisi dan Kecepatan Alir Fase Gerak dalam

pemisahan Kuersetin dengan Metode KCKT Fase Terbalik

a. Fase Gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (44 : 55 : 1) denganflow rate0,8; 1,0; dan 1,2 mL/menit………..

b. Fase Gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (49 : 50 : 1) denganflow rate0,8; 1,0 dan 1,2 mL/menit ………

c. Fase Gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (54 : 45 : 1). denganflow rate0,8; 1,0 dan 1,2 mL/menit ………..

41

(13)

C. Validasi Metode Analisis……… 1. Repeatability waktu retensi (tR) danArea Under Curve(AUC) 2. Hubungan linearitas sinyal detektor terhadap konsentrasi

kuersetin………. 3. Kurva baku……… 4. Limit of Detection (LOD)………. 5. Linearitas………...

D. Aplikasi Metode Penetapan Kadar Kuersetin Dalam Teh Segar, Hijau, dan Hitam……….………. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………...

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Nilai indeks polaritas beberapa pelarut pada KCKT fase terbalik 14 Tabel II Parameter validasi untuk tiap kategori analisis (Snyderet al.,

2010)………..

26

Tabel III %RSD menurut Horwitz dan AOAC……… 27

Tabel IV Komposisi optimasi fase gerak………. 33

Tabel V Serapan baku kuersetin dalam pelarut methanol………. 43

Tabel VI Indeks polaritas fase gerak………. 47

Tabel VII Pengamatan waktu retensi……….. 51

Tabel VIII parameter Tf, N, HETP dan Resolusi………. 52

Tabel IX Repetisi terhadap waktu retensi………. 64

Tabel X Repetisi terhadap AUC……… 64

Tabel XI Batasan range………. 66

Tabel XII Perbandingan rentang……… 66

Tabel XIII Uji Signifikansi……… 67

Tabel XIV Standar deviasi rentang………. 70

Tabel XV Regresi linear pada rentang tengah……… 71

Tabel XVI Regresi linear pada rentang bawah……… 72

Tabel XVII Hubungan r terhadap n……….………. 77

Tabel XVIII Presisi teh segar ……….………… 78

Tabel XIX Presisi teh hijau ……….……… 79

Tabel XX Presisi teh hitam ……… 81

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Teh hijau……….. 7

Gambar 2. Struktur Kuersetin……….. 9

Gambar 3. Diagram sistem KCKT……… 12

Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak……….. 18

Gambar 5. Perhitungan nilai resolusi dengan W1/2h (Munson, 1991).. 19

Gambar 6. Pengukuran efeisiensi Kromatografi dari puncak Gaussian 20 Gambar 7 Difusy Eddy (Noegrohati,1994)………. 23

Gambar 8. Transfer massa pada fase diam (Willardet al.,1988)……… 23

Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak (Willardet al.,1988)…….. 24

Gambar 10. Perhitungantailing factor dan asymetri factor……… 25

Gambar 11. Perhitungan nilai resolusi menurutMunson (1991)………….. 37

Gambar 12. Perhitungantailing factor dan asymetri factor……… 38

Gambar 13. Spektrogram kuersetin 5ppm……… 42

Gambar 14 Spektrogram kuersetin 10ppm……… 42

Gambar 15. Struktur auksokrom dan kromofor dari kuersetin………… 43 Gambar 16. Kromatogram pemisahan kuersetin dalam daun teh hijau

(Camellia sinenisO.K.)dengan komposisi fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (44 : 55 : 1)……….

57

Gambar 17. Kromatogram pemisahan kuersetin dalam daun teh hijau (Camellia sinensis O.K.) dengan komposisi fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (49 : 50 :

(16)

1)………. Gambar 18. .Kromatogram pemisahan kuersetin dalam daun teh hijau

(Camellia sinensis O.K) dengan komposisi fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5% (49 : 50 : 1)……….

62

Gambar 19 Hubungan konsentrasi larutan baku kuersetin dengan sinyal detektor 64

Gambar 20 Kurva linearitas rentang bawah……….. 68

Gambar 21 Kurva linearitas rentang tengah……….. 68

Gambar 22 Kurva linearitas atas……… 69

Gambar 23 Plot kurva rentang tengah……….. 71

Gambar 24. Plot kurva rentang bawah……….. 72

Gambar 25. Ilustrasi pencarian LOD……… 73

Gambar 26. Ilustrasi pemisahan Blanko dan LOD……….. 74

Gambar 27 Kromatogram teh segar ……… 78

Gambar 28 Kromatogram teh hijau ……… 79

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. COA KUERSETIN………. 89

Lampiran 2. Contoh spektrogram scaning panjang gelombang maksimum kuersetin……….

90

Lampiran 3. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerakmakuabides : methanol : asam fosfat 5% (44 : 55 :1)…..

91

Lampiran 4. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerakmakuabides : methanol : asam fosfat 5% (49 : 50 :1)…….

94

Lampiran 5. Kromatogram hasil optimasi flow rate pada fase gerakmakuabides : methanol : asam fosfat 5% (54 : 45 :1)…….

98

Lampiran 6. Nilai Tailing Factor (Tf) puncak Kuersetin pada fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% dan contoh perhitungan.

100

Lampiran 7. Nilai N dan HETP dari puncak Kuersetin pada fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% dan contoh perhitungan

101

Lampiran 8. Nilai Resolusi (Rs) puncak kuersetin pada sampel daun teh hijau adisi 20ppm dengan fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% dan contoh perhitungan………..

102

Lampiran 9. Kromatogram linearitas dan rentang kuersetin, menggunakan fase gerak dan flowrate hasil optimasi yaitu akuabides : methanol : asam fosfat (54 : 45 : 1)……….

104

Lampiran 10. Perhitungan regresi linearitas menggunakan powerfit dan pembagian range………..

111

Lampiran 11. Penimbangan baku kuersetin……….. 112

(18)

Lampiran 13. Perhitungan regresi linear rentang bawah dan rentang tengah menggunakan powerfit………..

117

Lampiran 14. Data presisi dan contoh perhitungannya……….. 118

Lampiran 15. Perhitungan % RSD persamaan Horwitz………. 119

Lampiran 16. Perhitungan LOD……… 120

(19)

INTISARI

Kuersetin merupakan salah satu golongan flavonoid yang terdapat dalam teh hijau dimana memiliki khasiat utama sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum dan validitas dari metode KCKT itu sendiri sehingga dapat digunakan dalam penetapan kadar kuersetin dalam teh hijau. Sistem KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18 dengan pengoptimasian fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5%. (44 : 55 :1), (49 : 50 : 1) dan (54 : 45 : 1) serta mengubah-ubah flow rate yaitu 0,8; 1,0; 1,2mL/menit dengan detektor ultraviolet pada λmaks 370 nm.

Hasil penelitian ini menunjukkan kuersetin dalam sampel teh dapat dipisahkan dengan metode KCKT fase terbalik. Kondisi optimum sistem KCKT yang diperoleh adalah k o m p o s i s i fase gerak akuabides : methanol : asam fosfat 5% (54 : 45 : 1) pada flow rate 1,0 mL/menit. Kondisi optimum tersebut mampu menghasilkan waktu retensi (tR) 15.495 menit, nilai resolusi 8.64, tailing factor (Tf) 1.75, lempeng teoritis (N) 3989dan HETP 0.003760. Serta regresi linear y = 15390 + 49598 x dengan koefisien korelasi (r) 0.995 pada rentang bawah dan regresi linear y = -368905 + 61532 x dengan koefisien korelasi (r) 0.999pada rentang tengah, LOD 0.377ppm, waktu retensi pada sampel (tR) 15.746.

(20)

ABSTRACT

Quercetin is a flavonoid in green tea which has a very potent antioxidant. The

aim from this study is to determine the optimum conditions and the validity of the

HPLC method so that the assay can be used to analyse quercetin in green tea.

Reversed-phase HPLC system using C18 column with optimization is done by

varying the composition of mobile phase from aquabidest: methanol: phosphoric acid

5%. (44: 55: 1), (49: 50: 1) and (54: 45: 1) as well as varying the flow rate is 0,8; 1,0;

1,2 mL / min with a UV detector λ maximum at 370 nm.

The results showed quercetin in samples of green tea may be separated by

reversed-phase HPLC method. The optimum conditions were obtained by HPLC

system with mobile phase aquabidest: methanol: 5% phosphoric acid (54: 45: 1) at

flow rate 1.0 mL / min. Optimum conditions are able to produce retention time t

R

at

15.495 minutes, the value of resolution was 8.64, the tailing factor (Tf) was 1.75,

with theoretical plates (N) 3989 and HETP was 0.003760. With validation result

equation y

= 15390 + 49598x

coefficient correlation (r)

0.995 at

lowest range

and

equation

y = -368905+ 61532x

coefficient correlation (r)

0.999 at middle range

, LOD at

0.377ppm, and retention time (t

R

) for sample at 15.746.

Keyword: quercetin, optimization and validation method of HPLC reversed phase

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini kesadaran masyarakat akan tingkat kesehatan mengalami

kemajuan, hal tersebut tampak dalam berbagai usaha untuk meningkatkan kesehatan

maupun mencegah penyakit yang mulai banyak diterapkan baik secara modern

maupun tradisional. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan pola

hidup terutama di kota – kota besar menjadikan tubuh lebih rentan terhadap penyakit,

terutama yang berkaitan dengan radikal bebas. Kerusakan akibat radikal bebas dapat

menimbulkan berbagai macam penyakit, diantaranya adalah penyakit jantung,

katarak, reumatik, penyakit pada otak, ginjal, paru – paru, sistem pencernaan, dan

imun. Akibat lain yang ditimbulkan adalah penurunan kualitas hidup serta

mempercepat proses penuaan. Dalam keadaan ini diperlukan suatu substansi yang

dapat mengurangi maupun menjaga tubuh dari radikal bebas yang disebut sebagai

senyawa antioksidan.

Secara turun

temurun

masyarakat

membuat ramuan dengan

memanfaatkan berbagai tanaman berkhasiat yang tersedia di lingkungan. Indonesia

merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan keanekaragaman sumber daya

alam hayatinya, maka tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan obat tradisional yang

(22)

2

Teh merupakan tanaman berkhasiat yang jumlahnya melimpah di

Indonesia, dimana untuk pembudidayaannya itu sendiri sedang dalam usaha

pencapaian maksimum. Sediaan teh juga sangat erat dalam kehidupan sehari – hari

masyarakat Indonesia, dimana pengkonsumsiannya paling banyak digunakan dalam

bentuk minuman. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan maupun kenyamanan yang di

tawarkan dari sediaan teh itu sendiri, serta besar khasiatnya yang dipercaya secara

turun – temurun. Sebagai contoh, biasanya teh digunakan sebagai minuman

penyambut tamu. Selain itu teh oleh beberapa kalangan dipercaya dapat memberikan

umur yang panjang.

Dewasa ini dikenal berbagai hasil pengolahan teh diantaranya adalah teh

hijau (green tea) dan teh hitam (black tea). Teh hijau merupakan produk olahan dari

teh segar, dalam pembuatannya melibatkan proses pelayuan secara cepat untuk

mencegah adanya proses oksidasi dari enzim yang terdapat dalam teh. Sedangkan teh

hitam merupakan sediaan teh dengan melibatkan proses fermentasi dalam

pembuatannya.

Flavonoid banyak terdapat pada tanaman, tak terkecuali untuk tanaman teh,

dimana flavonid berfungsi sebagai penarik serangga yang membantu penyerbukan,

membantu fotosintesis, antimikroba dan antivirus. Salah satu senyawa yang termasuk

dalam golongan flavonoid tersebut adalah kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa

polifenol dengan aktivitas utama sebagai antioksidan dan penangkal radikal bebas.

(23)

Penelitian ini memfokuskan terhadap senyawa kuersetin yang terkandung

dalam teh hijau, dimana peneliti mencoba untuk mengkaji kandungan kuersetin dalam

teh hijau menggunakan instrumentasi kromatografi. Instrumentasi kromatografi yang

digunakan adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pemilihan KCKT

sebagai media untuk analisis kuersetin dikarenakan KCKT memiliiki selektifitas,

sensitifitas dan daya pisah yang baik.

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk

analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang

antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer dan industri - industri

makanan. KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa seperti :

asam – asam amino, asam – asam nukleat, kadar senyawa aktif obat, produk hasil

samping proses sintesis. KCKT merupakan metode tidak destruktif dan dapat

digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Gandjar dan Rohman,

2007).

Penelitian ini merupakan satu rangkaian penelitian yaitu “Optimasi Proses

Ekstraksi Kuersetin Total pada Teh Hijau dengan Metode KLT Densitometri” oleh

Dharma (2012) dan “Optimasi clean up ekstrak methanol air teh hijau dengan

menggunakan metode Solid Phase Extraction untuk Mendukung Penetapan Kadar

Kuersetin dalam Teh Hijau dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” oleh

Wirasaputra (2012) dilanjutakn dengan “Validasi Metode dan Penetapan Kadar

(24)

4

Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik” oleh Silva

(2012).

Pada penelitian Tosuglu (2003), pernah dilakukan penetapan kadar kuersetin

dari buah tomat. Metode yang digunakan dalam penetapan kadarnya berbeda karena

pada penelitian Tosuglu ini menggunakan RP-HPLC dan GC – MS dengan fase gerak

25:75 (v/v) acetonitril–pH 2.4 buffer fosfat (25% acetonitrile in 0.025 M NaH

2

PO

4

)

sebagai fase gerak pada

flow rate

of 1.2 mL/min sedangkan penelitian yang akan

dilakukan menggunakan sampel teh hijau dengan komponen penyusun fase gerak

akuabides : methanol : as fosfat.

Untuk menjamin bahwa metode KCKT fase terbalik yang akan dilakukan

dalam menetapkan kadar kuersetin dalam teh hijau telah memenuhi

acceptance

criteria,

maka perlu dilakukan validasi metode. Beberapa parameter yang harus

dianalisis antara lain akurasi, presisi, linearitas, rentang, dan spesifisitas.

1. Perumusan masalah

a. Bagaimanakah kondisi optimal dari sistem KCKT fase terbalik dengan

mengubah komposisi fase gerak dan

flow rate

yang mampu menghasilkan

pemisahan dengan nilai resolusi ≥ 1.5 terhadap

peak

terdekat, memiliki nilai

angka lempeng (N) yg besar, bentuk

peak

simetri, serta nilai HETP yang

semakin kecil?

(25)

b. Apakah optimasi metode KCKT fase terbalik yang digunakan mempunyai

validitas yang baik untuk menetapkan kadar kuersetin dalam sampel teh hijau

didasarkan pada parameter repeatability, presisi, linearitas, rentang dan LOD ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang kuersetin dalam teh hijau

sudah ada yang melakukan yaitu pada penelitian

Hplc–Uv And Gc–Ms Characterization

Of The Flavonol Aglycons Quercetine

, Kaempferol, And Myricetin In Tomato Pastes

And Other Tomato-Based Products

oleh Tosuglu , O., Unal, M.K.,and Yildrim, Z.,

(2003). Namun untuk optimasi dan validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

untuk penetapan kadar kuersetin dalam teh hijau menggunakan fase gerak campuran

akuabides : methanol : asam fosfat 5% (54 : 45 : 1) belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Dengan penelitian ini dapat memberikan informasi atau

sumbangan pada ilmu pengetahuan tentang optimasi dan validasi metode KCKT fase

terbalik dalam aplikasinya untuk menetapkan kadar kuersetin.

.

b. Manfaat metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

bahwa metode KCKT fase terbalik ini dapat digunakan dalam aplikasinya untuk

menetapkan kadar kuersetin.

c. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi

(26)

6

dalam suatu bahan alam, tanaman, atau bahkan sediaan farmasi menggunakan metode

KCKT fase terbalik.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui kondisi sistem KCKT

yang optimal dan tervalidasi agar dapat digunakan untuk menetapkan kadar kuersetin

dalam teh hijau.

(27)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Teh Hijau

Keterangan Botani

Menurut Rehder, (1949)

tanaman teh (Camellia sinensis

O.K.) termasuk dalam Famili

Theaceae (cit.,Steenis, 1975). Teh

merupakan pohon dengan

ketinggian 5 – 10 m, namun karena

pemangkasan kerapkali seperti

perdu. Ujung ranting dan daun

muda berambut halus. Daun

Gambar 1. Teh (Camellia sinensisO.K.) sumber : penced 10.com

tersebar, tunggal ; helaian daun elliptis memanjang, dengan pangkal runcing,

bergerigi seperti kulit tipis ukuran 2 – 6cm. Bunga diketiak berkelamin 2 dengan

garins tengah 3-4 cm, sangat harum dan putih cerah. Daun mahkota pada

pangkalnya melekat ringan. Benang sari berlingkaran banyak, yang terluar pada

pangkalnya bersatu, melekat dengan daun mahkota, yang terdalam lepas. Tangkai

putik bercabang 3. Buah kotak berkayu lebarnya lebih dari panjangnya, biji

(28)

8

Teh hijau memiliki banyak khasiat antara lain menurunkan kolesterol

darah, mengurangi kadar gula dalam darah, menurunkan berat badan, mencegah

arthritis, kerusakan hati, gigi berlubang, dan keracunan, dan juga sebagai

antioksidan, antikanker, antimikroba. Khasiat utama teh berasal dari senyawa

polifenol yang secara optimal terkandung dalam daun teh yang masih muda. Daun

teh hijau memiliki kandungan 15-30% senyawa polifenol. Teh hijau diolah

melalui inaktivasi enzim polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun teh tanpa

mengalami proses fermentasi. Hal ini berbeda dengan teh lainnya yang mengalami

proses semifermentasi maupun fermentasi (Desvina, 2007).

B. Kuersetin

Teh hijau memiliki daya tarik tersendiri di kalangan konsumen, hingga

saat ini sangat digemari karena khasiatnya dalam menjaga kesehatan tubuh.

Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang dihasilkan oleh tumbuhan dan

merupakan metabolit sekunder. Flavonoid secara luas telah diketahui memiliki

aktivitas antioksidan, antimikroba, antimutagenik, serta anti kanker. Flavonoid

dapat ditemukan dimanapun dari tanaman pangan (Hossain dan Rahman, 2009)

Kuersetin merupakan salah satu komponen dari golongan flavonoid, yang

diketahui memiliki aktivitas antioksidan. Kuersetin merupakan senyawa berwarna

kuning dan menjadi anhydrat pada suhu 95 - 97° C.Kelarutan : larut dalam asam

asetat glasial, dalam larutan aqueous alkaline dan praktis tidak larut dalam air

(The Merck Index, 1989). Kuersetin memiliki gugus fungsi karbonil dan hidroksil

(29)

sehingga dapat mengbentuk kompleks dengan beberapa ion logam (Makasheva,

2005).

Kuersetin (3’,4’-dihidroksiflavonol) merupakan senyawa flavonoid dari

kelompok flavonol dan terdapat terutama pada tanaman teh, tomat, apel, kakao,

anggur dan bawang. Kuersetin-3-glukosida (isokuersetin), kuersetin-3-rhamnoside

(kuersitrin), dan kuersetin-3-rutinoside (rutin) adalah glikosida kuersetin. Flavonol

kuersetin, mirisetin, robinitin, dan gossipetin memiliki sifat antioksidan yang amat

potensial

Selain bermanfaat sebagai antioksidan, kuersetin memiliki banyak manfaat

pada kesehatan manusia yakni perlindungan kardiovaskular, aktivitas antikanker,

antibisul, aktivitas antialergi, mencegah terjadinya katarak, serta memiliki efek

antiinflamasi (Cahanar dan Suhanda, 2006).

Gambar 2, Struktur kuersetin (Nuengchamnong, 2004)

C. Spektrofotometri Ultraviolet

Serapan cahaya molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan visible

tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektrofotometri ultraviolet dan

visible dari senyawa – senyawa organik berkaitan erat dengan transisi – transisi

(30)

10

biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan elektron bebas dan orbital non

ikatan tak jenuh atau orbital non ikatan. Terdapat keuntungan yang selektif dari

serapan ultraviolet, yaitu gugus – gugus karakteristik dapat dikenal dalam molekul

yang sangat kompleks (Sastrohamidjojo, 2002)

Setiap molekul memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi hanya pada

daerah pada spektrum tertentu dimana radiasi menyebabkan peningkatan energi

eksitasi. Hasil dari pengamatan berupa hubungan antara absorpsi dengan panjang

gelombang (Willard, 1988)

Spektrum visibel yang merupakan korelasi antara absorbansi dan panjang

gelombang bukan merupakan garis spektrum melainkan suatu pita spektrum.

Terbentuknya pita spektrum visibel disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik

lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks. Penyerapan

radiasi sinar tampak oleh spesies molekul (M) dapat dipertimbangkan sebagai

proses 2 langkah yaitu eksitasi partikel secara elektronik (M*) merupakan hasil

dari reaksi M dengan foton (hv) yang ditunjukkan dengan persamaan M + hv→

M*. Waktu hidup M* sangat pendek (10-8-10-9 detik), selanjutnya

keberadaannya diakhiri dengan relaksasi. Kebanyakan relaksasi melibatkan

konversi energy eksitasi menjadi panas yang ditunjukkan dengan persamaan M*

→M + panas (Gandjar dan Rohman, 2007).

(31)

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

I. Definisi dan instrumentasi

Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan

berdasarkan partisi cuplikan antara fase yang bergerak, dapat berupa gas atau zat

cair, dan fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson,

1991).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) adalah teknik pemisahan

campuran senyawa berdasarkan interaksi dengan fase diam di bawah aliran

fase gerak, dimana fase gerak dialirkan dengan bantuan tekanan menuju kolom

secara cepat dan dideteksi dengan detektor yang sesuai (Hendayana, 2006). Ada

dua fase dalam kromatografi yaitu fase normal dan fase terbalik. Fase normal

apabila fase diam lebih polar dari fase gerak, sedangkan fase terbalik yaitu

apabila fase diam lebih non polar dari fase geraknya (Munson, 1991).

Metode KCKT banyak digunakan karena mempunyai banyak keuntungan,

antara lain: mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah

melaksanakannya, kecepatan analisis dan kepekaan tinggi, dapat menghindari

terjadinya dekomposisi atau kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik,

dapat digunakan untuk bermacam-mcam detektor, dapat menganalisis senyawa

yang tidak mudah menguap dan termolabil, dan kolom dapat digunakan kembali,

mudah melakukan “sample recovery” (Snyder dan Kirkland, 1979).

Sistem KCKT merupakan gabungan dari berbagai macam alat yang

(32)

12

kuantifikasi zat analit. Gabungan alat tersebut dapat dilihat melalui diagram

sebagai berikut:

Gambar 3 . Diagram sistem KCKT. (a) wadah fase gerak; (b) pompa; (c) autosampler atau injektor; (d) kolom; (e) detektor; (f) komputer (Synder dan Kirkland, 1979).

Sistem KCKT seperti diatas memiliki tiga variabel utama yang harus

diperhatikan dalam pemisahan dan analisis yaitu fase gerak, fase diam dan

detektor.

a. Fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan

sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Fase gerak dapat berupa

pelarut tunggal atau pelarut campuran yang harus mampu bercampur secara

keseluruhan. Pengaruh fase gerak terkait dengan polaritas keseluruhan pelarut,

polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Fase gerak untuk

analisis KCKT harus murni untuk mencegah adanyapeakpengganggu yang dapat

(33)

tumpang tindih dengan peak analit, tidak bereaksi atau mempengaruhi kolom,

dapat melarutkan analit, viskositas rendah (tidak lebih dari 50 cP), toksisitas

rendah dan memiliki harga yang wajar (Skoog, Holler, and Nicman., 1998). Fase

gerak KCKT harus bebas dari gas terlarut karena dapat mempengaruhi respon

detektor sehingga memunculkan sinyal palsu yang akan mempengaruhi kolom.

Oleh karena itu, peralatan sonifikasi atau degassing diperlukan untuk

menghilangkan gas yang terlarut dalam fase gerak (Dean, 1995).

Polaritas keseluruhan pelarut yang digunakan sebagai fase gerak menjadi

ukuran kekuatan pelarut dalam mengelusi suatu senyawa. Kepolaran pelarut

dinyatakan dalam bentuk P’ (indeks polaritas). Besarnya polaritas campuran

pelarut dapat dihitung dengan persamaan berikut:

P’ = ΦaP’a+ ΦbP’b

Keterangan:

Φa= fraksi volume pelarut a Φb= fraksi volume pelarut b

P’a= kepolaran pelarut a murni P’b= kepolaran pearut b murni

P’ = kepolaran campuran pelarut

(Gritter, Bobbit dan Schawarrting, 1991)

Tabel I menunjukkan beberapa nilai indeks polaritas dari berbagai pelarut

(34)

14

Tabel I. Nilai indeks polaritas beberapa pelarut pada KCKT fase terbalik (Snyder, Kirkland dan Galjh , 1997)

Pelarut Indeks

Sikloheksan 0,2 0,04 - - 200

Toluen 2,4 0,29 - 0,22 284

Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212

Etil asetat 4,4 0,58 - 0,48 256

Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330

Metanol 5,1 0,95 1,0 0,70 205

Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190

Dimetilformamid 6,4 - 7,6 - 268

Dimetilsulfomid 7,2 0,62 - - 268

Air 10,2 - - - 190

Tabel I menunjukkan bahwa semakin besar eluotropic values dari pelarut

menunjukkan semakin mudah untuk mengelusi sampel dan semakin besar indeks

polaritas yang dimiliki campuran pelarut maka semakin bersifat polar pelarut yang

digunakan (Synder dan Kirkland, 1979). Namun juga terdapat nilai cutoff dalam

tabel I yang menunjukkan bahwa solven yang memiliki nilai cutoff lebih tinggi

dibandingkkan panjang gelombang sampel yang dianalisis maka solvent tersebut

tidak dapat digunakan (Kazakevich dan LeBrutto, 2007).

b. Fase diam. Fase diam pada KCKT berupa lapisan film cair yang terikat

pada basis silika. Lapisan film ini juga memiliki peranan dalam pemisahan

komponen-komponen sampel dan terdapat didalam suatu kolom. Kolom pada

(35)

KCKT dapat berupa gelas atau baja tidak berkarat. Kolom gelas dapat menahan

tekanan sampai 50 atm. Panjang kolom bervariasi antara 15-150 cm.

Lapisan film cair dalam kolom memiliki karakteristik masing-masing.

Lapisan ini terikat pada partikel silika melalui ikatan kovalen. Partikel silika

direaksikan dengan organochlorosilaneSi(CH3)2RCl, dimana R merupakan suatu

alkil atau gugus alkil tersubstitusi. Kepolaran fase diam akan bergantung pada

jenis R, apabila R merupakan suatu gugus fungsi yang bersifat polar, maka fase

diam akan bersifat polar, sebaliknya fase diam akan bersifat polar bila gugus

fungsi yang dimiliki merupakan gugus non polar (Harvey, 2000).

c. Detektor. Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen

sampel didalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisis

kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan

(noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas dan memberi respons untuk

semua tipe senyawa.

Salah satu detektor yang sering digunakan adalah detektor UV-Vis.

Detektor ini didasarakan pada adanya penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan

sinar tampak (Vis) pada kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies

solut yang mempunyai struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel

detektor umumnya berupa tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah

optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan

pengaruh indeks bias yang dapat mempengaruhi absorbansi yang terukur (Kar,

(36)

16

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat digunakan untuk

memisahkan makromolekul dan jenis ion, hasil alam yang labil, bahan polymer

dan aneka ragam dari molekul yang memiliki banyak bentuk gugus fungsional.

Dengan fase gerak cair yang berinteraksi dengan fase diam. Pemisahan secara

kromatografi pada KCKT merupakan hasil dari interaksi spesifik antara molekul

sampel dengan fase diam dan fase gerak. KCKT dapat menggunakan berbagai

jenis fase diam, yang memungkinkan untuk dilakukannya pemisahan secara

selektif serta pengisolasian dari pelarut pada fase gerak (Willard,1988).

Dalam kromatografi partisi fase terbalik biasanya digunakan kolom

dengan kemasan fase terikat yang memiliki sifat stabil karena fase diamnya terikat

secara kimia pada penyangga, sehingga tidak mudah terbawa oleh fase gerak.

Penyangga pada kemasan fase terikat biasanya terbuat dari silika yang sudah

diseragamkan, berpori, dan umumnya partikel mempunyai diameter 3,5 atau 10

μm (Skoog dkk.,1998).

Sistem KCKT memiliki beberapa keuntungan antara lain: waktu analisis

yang singkat, penentuan analit dapat digunakan pada jumlah mikro, hasil

pemisahan tinggi dan kondisi yang cukup (Roth dan Blaschke, 1985). Keuntungan

KCKT lainnya jika dibandingkan dengan kromatografi cair tradisional yaitu cepat

daya pisah baik peka, detektor unik, kolom dapat dipergunakan kembali, ideal

untuk molekul besar dan ion, mudah memperoleh kembali cuplikan. Selain

kelebihan tersebut, KCKT juga memiliki keterbatasan yaitu jika analit yang akan

digunakan sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Gandjar dan

Rohman, 2007).

(37)

II. Analisis Optimasi KCKT

Parameter pemisahan dengan sistem KCKT sebagai ukuran kemampuan

kolom untuk memisahkan senyawa dari suatu campuran. Batasan yang digunakan

adalah faktor resolusi, efisiensi kolom, waktu retensi (tR), dan tailing faktor

(Munson, 1991).

a. Waktu retensi (tR)

Waktu tambat atau waktu retensi merupakan selang waktu yang diperlukan

oleh analit mulai saat injeksi hingga keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap

oleh detektor. Waktu tambat atau retensi ini dinyatakan sebagai tR. Apabila harga

D (koefisien distribusi) kecil,maka analit akan lebih banyak di dalam fase gerak

atau (Cm > Cs) yang berarti analit akan lebih lama tinggal di dalam fase gerak dan

memiliki waktu retensi lebih cepat (Mulja dan Suharman, 1995). Apabila harga D

(koefisien distribusi) kecil maka analit akan lebih banyak di dalam fase gerak

atau (Cm > Cs) yang berarti analit akan lebih lama tinggal di dalam fase gerak

dan memiliki waktu retensi lebih cepat (Mulja dan Suharman, 1995). Analisis

kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi senyawa

murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel (Noegrohati,

1994).

b. Resolusi (Rs)

Faktor resolusi adalah ukuran pemisahan relatif dari dua puncak. Resolusi

(38)

18

puncak terdekat dibagi rerata lebar puncak yang diukur pada dasar puncak, yang

dapat dirumuskan sebagai berikut:

maksimum puncak, sedangkan W merupakan lebar alas puncak (Munson, 1991).

Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak

Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar

puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:

Rs= x (2)

18

puncak terdekat dibagi rerata lebar puncak yang diukur pada dasar puncak, yang

dapat dirumuskan sebagai berikut:

maksimum puncak, sedangkan W merupakan lebar alas puncak (Munson, 1991).

Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak

Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar

puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:

Rs= x (2)

18

puncak terdekat dibagi rerata lebar puncak yang diukur pada dasar puncak, yang

dapat dirumuskan sebagai berikut:

maksimum puncak, sedangkan W merupakan lebar alas puncak (Munson, 1991).

Gambar 4. Pengukuran resolusi dua puncak

Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar

puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:

Rs= x (2)

(39)

Gambar 5. Perhitungan nilai resolusi dengan W1/2h(Munson, 1991)

Pemisahan yang baik Rs harus ≥ 1,5 yang berarti pemisahan kedua

senyawa ≥ 99,7% dan dapat dikatakan memiliki pemisahan yang tuntas. Dengan

nilai resolusi yang baik adalah ≥ 1,5 (Snyder, Kirkland, dan Galjh, 2010).

c. Efisiensi kolom.

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah

efisiensi atau jumlah lempeng teoritis (N). Ada dua teori mengenai pemisahan

puncak dalam kromatografi,yaitu lempeng teoritik dan teori laju. Pada teori

lempeng (Plate theory) dijelaskan bahwa ukuran efisiensi kolom adalah jumlah

lempeng (plate number, N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis

(Rohman, 2009).

i. Teori Lempeng

Untuk kolom kromatografi, jumlah lempeng atau plate number (N) yang

(40)

20

efisiensi. Selain dengan N, efisiensi kolom dalam kromatografi secara umum

berkaitan dengan waktu retensi, yakni lamanya waktu komponen atau molekul

yang akan dianalisis berada di dalam kolom.

Dengan menganggap profil puncak kromatogram adalah sesuai kurva

Gaussian, maka N didefinisikan :

= (

) (3)

Keterangan:

tR: waktu retensi solut

t: standar deviasi lebar puncak

Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mengukur baik lebar puncak (Wb)

atau tinggi puncak (Wh/2) dan 2 persamaan berikut diturunkan dari persamaan (1):

N = 16 (

 ) (4)

N = 5,54(

 ) (5)

Gambar 6. Pengukuran efeisiensi Kromatografi dari puncak Gaussian

Satuan ukuran alternatif (yang tergantung pada panjang kolom

kromatografi ) adalah tinggi lempeng (H) atau juga biasa disebut dengan tinggi

pelat teori (HETP=Height Equivalent Theoretical Plate). Tinggi setara pelat teori

atau HETP dalam kolom kromatogafi yang menggunakan kolom (KCKT dan

Kromatografi Gas) merupakan panjang kolom kromatografi (dalam mm) yang

(41)

diperlukan sampai terjadinya satu kali keseimbangan molekul solut dalam fase

gerak dan fase diam. Berikut merupakan ilustrasi yang memudahkan untuk

memahami HETP dalam kromatografi:

Hubungan antara HETP dan jumlah lempeng (N) serta panjang kolom (L)

dirumuskan dengan:

H = (6)

Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP

yang kecil akan mampu memisahkan komponen-komponen dalam suatu

campuran yang lebih baik berarti bahwa efisiensi kolom adalah besar. N/L

merupakan bilangan yang menunjukan jumlah lempeng teori efektif per satuan

nilai H = 0,33mm. Makin besar harga N/L atau makin kecil H maka kolom yang

dipakai untuk pemisahan semakin efisien (Gandjar dan Rohman, 2007).

ii. Teori Laju

Teori lempeng hanya menggambarkan laju migrasi secara kuantitatif,

tetapi tidak dapat menggambarkan pengaruh variabel-variabel lain yang

menyebabkan terjadinya pelebaran peak, oleh karena itu perlu diketahui teori laju.

Pada waktu migrasi, solut mengalami transfer dalam fase diam dan fase gerak

berkali-kali. Solut hanya dapat bergerak jika berada dalam fase gerak sehingga

migrasi di dalam kolom juga tidak teratur dan mengakibatkan laju rata-rata solut

relatif terhadap fase gerak juga sangat bervariasi, sehingga terjadi pelebaran peak

(42)

22

Menurut teori laju ini, efisiensi kolom dinyatakan dengan persamaan Van

Deemter yang daapt dinyatakan sebagai berikut (Willard dkk.,1988) :

= +

Keterangan:= tetapan ukuran ketidakterautran kemasan

dp = diameter rata-rata partikel penyangga

D = kedifusian linarut dalam fase gerak

K’ = faktor kapasitas

µ = kecepatan alir

γ = factor koreksi kelikuan saluran dalam kolom

Dari persamaan di atas dapat dilihat terdapat tiga variabel yang

mempengaruhi efisiensi kolom, yaitu :

1) Difusi Eddy, yang dinyatakan sebagai A (2dp). Difusi Eddy menggambarkan

ketidakhomogenan kecepatan alir dan panjang lintasan di sekitar partikel yang

terpack-ing (Gambar 7). Lintasan alir yang tidak sama pasti ditemukan dalam

kolom dimana kerapatan kolom rendah dengan cepat mencapai akhir kolom,

khususnya pada kolom dengan diameter kecil. Molekul solut yang melewati

bagian tengah kolom akan mencapai akhir kolom lebih lambat. Hal ini

menyebabkan perbedaan laju tiap molekul melalui kolom berbeda-beda.

Unutk meminimalkan difusi Eddy ini, maka diameter rata-rata partikel dalam

kolom harus sekecil mungkin dan seseragam mungkin (Willard dkk.,1988).

(43)

Difusi Eddy yang terjadi di dalam kolom dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 7. Difusy Eddy (Noegrohati,1994)

2) Difusi longitudinal, Nilai B (

µ ) menyatakan efek difusi longitudinal, pergerakan acak molekul dalam fase gerak. Pengaruh difusi longitudinal

terhadap ketinggian lempeng menjadi signifikan hanya pada kecepatan fase

gerak yang rendah/lambat. Kecepatan difusi solut yang tinggi pada fase gerak

dapat menyebabkan molekul solut terdispersi secara aksial sementara dengan

lambat bermigrasi melalui kolom.

3) Transfer massa, Transfer massa dinyatakan dengan Cstasionary dan Cmobile.

Cstasionarymerupakan hasil dari ditahannya solute karena adanya fase diam.

Suatu molekul bergerak lambat dalam fase diam, sementara molekul lainnya

melaju melalui kolom bersama dengan fase gerak. Untuk mengatasi hal ini

diperlukan fase diam yang lebih encer (tidak terlalu kental). Peristiwa ini

dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 8) :

(44)

24

Cmobile menggambarkan adanya peristiwa dimana solute dalam fase diam

bertemu dengan fase gerak yang masih baru. Hal ini dapat digambarkan

sebagai berikut (Gambar 9) :

Gambar 9. Transfer massa pada fase gerak (Willard dkk.,1988)

Suatu ukuran yang tergantung pada panjang kolom kromatografi

adalah tinggi lempeng (H) atau yang biasa disebut dengan tinggi setara pelat

teori (HETP = Heigth Equivalent Theoritical Plate). HETP dapat dihitung

dari “N” dan panjang kolom (L):

N L

HETP 

Kolom yang memberikan jumlah lempeng (n) yang besar dan nilai

HETP yang kecil akan mampu memisahkan komponen-komponen dalam

suatu campuran yakni memiliki efisiensi kolom yang besar (Gandjar dan

Rohman, 2007).

d. Bentuk puncak (Tailing factor)

Bentuk kesimetrisan puncak dapat diketahui dengan melakukan

perhitunganAsymmetry factor(As) dan TF (tailing factor). Pada perhitungan TF

(tailing factor) dilakukan 5% dari tinggi puncak, sedangkan Asymmetry factor

(As) 10% dari puncak.

(45)

Gambar 10. perhitungantailing factor dan asymetri faktor

Jika nilai Tf dan As sama dengan 1, artinya sudah terjadi pemisahan

yang baik pada kromatogram. Semakin meningkatnya nilai Tf dan As maka makin

buruk pemisahan yang terjadi pada kolom. Nilai Tf yang lebih dari 2 dapat

meengganggu analisis dari analit, sehingga untuk analisis di persyaratkan nilai

tailing factoradalah kurang dari 2 (Synder Kirkland, dan Galjh,2010).

III. Validasi Metode Analisis

Suatu metode perlu divalidasi atau direvalidasi apabila: sebelum metode

tersebut digunakan secara rutin; suatu metode yang telah divalidasi dilakukan

pada kondisi yang berbeda (misalnya pada alat yang karakteristiknya berbeda);

metodenya berubah dan perubahan itu di luar jangkauan metode semula; kontrol

kualitas menunjukkan metode tersebut berubah seiring berjalannya waktu; dan

untuk menunjukkan ekuivalensi antara dua metode (misalnya metode baru dengan

metode standar/baku) Validasi metode analisis dapat digunakan pada analisis

senyawa obat dan produk obat (Ahuja dan Rasmussen, 2007).

Menurut Snyder , Kirkland, dan Galjh. (2010), metode analisis dapat

(46)

26

1. Kategori 1, merupakan metode analisis yang digunakan untuk mengukur

komponen utama/jumlah besar (termasuk bahan pengawet) atau bahan aktif

obat dari suatu sediaan.

2. Kategori 2, merupakan metode analisis untuk penentuan impurities bahan obat

dan degradasi produk obat, termasuk penentuan kuantitatif dan uji batas.

3. Kategori 3, merupakan metode analisis yang digunakan untuk menentukan

karakteristik sediaan farmasi (misalnya disolusi).

4. Kategori 4, merupakan metode analisis untuk identifikasi secara kualitatif.

Setiap kategori metode analisis memiliki persyaratan validasi yang

berbeda-beda seperti tercantum pada tabel II berikut.

Tabel II. Parameter validasi untuk tiap kategori analisis (Snyder , Kirkland, dan Galjh., 2010)

Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak

Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya

LOD Tidak Tidak Ya * Tidak

LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Rentang Ya Ya Tidak * Tidak

* Mungkin dibutuhkan, tergantung dari tipe uji.

Validasi metode analisis merupakan suatu proses tindakan penilaian

terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan yang dilakukan di

laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi

persyaratan untuk penggunaannya.

Parameter – parameter tersebut adalah :

1. Linearitas dan rentang

Linearitas merupakan kemampuan suatu metode (pada rentang tertentu)

untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan

(47)

konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Rentang adalah jarak antara level

terbawah dan teratas dari metode analisis yang telah dipakai untuk mendapatkan

presisi, linearitas dan akurasi yang bisa diterima (Anonim, 2007)

2. Presisi

Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara

hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata – rata jika

prosedur diterapkan secara berulang pada sampel yang diambil dari campuran

yang homogen. Suatu metode memiliki presisi yang baik apabila memiliki nilai

%RSD < 2 %. Namun tergantung dari sampel dan kondisi analit (Harmita, 2004)

Berikut ini merupakan table presisi untuk analit dengan ketentuan tertentu.

(Travernier,2004)

Tabel III. %RSD menurut Horwitz dan AOAC

3. LOD (Limit of Detection)

LOD merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi

dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. LOD

dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi.

(48)

28

bx, sedangkan simpangan baku blanko sama ddengan simpangan baku residual

(Sy/x), sehingga LOD dan LOQ dapat dihitung menggunakan rumus :

b Sa

LOD3,3 (Chan,Lam, Lee dan Zhang, 2004)

4. Repeatability

Merupakan kemampuan suatu metode untuk menghasilkan nilai

keterulangan yang sama selama interval waktu yang pendek. Repeatability harus

meliputi rentang yang akan digunakan dari prosedur analisis dan dilakukan

minimum sembilan penetapan (cth:tiga konsentrasi, dengan masing – masing tiga

repetisi) atau dapat juga dengan enam kali penetapan pada 100% konsentrasi

target uji. Persyaratan % RSD yang diperbolehkan untuk 5 kali atau lebih ripitasi

haruslah2% (Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010)

F. Landasan Teori

Kuersetin merupakan senyawa alam golongan flavonoid yang terdapat

dalam teh hijau. Kuersetin dalam bentuk glikosida akan larut dalam air dan

metanol. Stabilitas kuersetin dipengaruhi oleh pH dan suhu, dimana akan stabil

pada pH sedikit asam dan akan terion pada pH basa serta tahan hingga suhu 90oC.

Ekstrak teh hijau merupakan sampel yang berasal dari daun teh kering

yang telah mengalami proses pengekstraksian dan fraksinasi. Pada proses

pengekstraksian dilakukan dengan menggunakan berbagai macam jenis pelarut

serta dilakukan pada suhu terkontrol dengan uji kualitatif menggunakan alat TLC

– Densitometri. Sedangkan pada proses fraksinasi merupakan proses clean up

(49)

senyawa kuersetin dari senyawa – senyawa lain menggunakan bantuan SPE (Solid

Phase Extraction) sehingga diharapkan dapat memperoleh kuersetin yang bebas

dari pengaruh senyawa lain.

Analisis kuersetin dalam ekstrak teh hijau dapat dilakukan dengan metode

KCKT fase terbalik. Metode KCKT memiliki kelebihan selektif dan sensitif.

Pemilihan metode KCKT fase terbalik dalam analisis kuersetin dalam ekstrak teh

hijau karena kuersetin pada ekstrak merupakan aglikon sehingga bersifat nonpolar

dan dapat berinteraksi dengan fase diam melalui interaksi Van der Waals. Hal

tersebut disebabkan kuersetin tidak mengikat gugus gula lagi. Optimasi

pemisahan dengan KCKT fase terbalik dilakukan untuk memperoleh keadaan

optimum sebagai analisis kuersetin. Serta validitas dari metode dapat diketahui

dari presisi, rentang, linearitas,dan LOD

G. Hipotesis

Dengan komposisi fase gerak dan flow rate yang optimum akan

menghasilkan pemisahan yang baik yakni menghasilkan kromatogram dengan

bentuk peak yang simetri, tR kurang dari 10 menit, resolusi pemisahan ≥ 1,5

terhadap peak terdekat, dan nilai HETP yang semakin kecil (Snyder, Kirkland,

dan Glajh, 1997) sehingga diharapkan dapat menghasilkan validitas yang baik dan

(50)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan

rancangan deskriptif karena dilakukan manipulasi subjek uji, subyek uji yang

dimaksud disini adalah sistem KCKT yaitu fase gerak danflow rate.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi Variabel

a. Variabel Bebas

Konsentrasi larutan baku kuersetin yang digunakan, perbandingan

komposisi volume fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat 5%,

kecepatan alir (flow rate) yang digunakan dan suhu kolom.

b. Variabel Tergantung

Parameter optimasi yaitu nilai lempeng (N), HETP, resolusi (Rs), tailing

factor(Tf). Parameter validasi yaitu linearitas, rentang, presisi, danLimit

of Detection(LOD)

c. Variabel Pengacau Terkendali

Kualitas bahan baku, pelarut dan sampel ekstrak teh yang digunakan.

(51)

2. Definisi Operasional

a. Sistem KCKT fase terbalik yang digunakan dalam penelitian adalah fase

gerak berupa campuran akuabides : metanol : asam fosfat 5% dan fase diam

berupa kolom oktadesilsilan (C18).

b. Kadar kuersetin dinyatakan dengan satuanpart per million(ppm).

c. Parameter optimasi yang digunakan adalah nilai lempeng (N), HETP, resolusi

(Rs), tailing factor (Tf). Parameter validasi metode yang digunakan adalah

repeatability, presisi, linearitas, rentang, danLimit of Detection(LOD)

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi baku

kuersetin dengan Certificate of Analysis dari Sigma Aldrich, Metanol (p.a., E.

Merck), Akuabides (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma), Asam fosfat 85% (p.a., Merck) dan sampel ekstrak

teh hijau yang diperoleh dari penelitian Dharma (2012) dan Wirasaputra (2012).

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: Spektrofotometer

UV/VIS SPEKTROFOTOMETERS SHIMADZHU (serial no A10934903995),

kuvet merek Hellma, seperangkat alat KCKT dengan detektor UV, Shimadzu

LC-2010C, kolom C18 merek SHIMADZHU, Dimensi 150 x 4,6 mm, 5 m,

seperangkat komputer (chasing merek Dell B6RDZ1S Connexant System

(52)

32

730), degassing ultrasonikator (Retsch tipe T460 no V935922013 EY), organic

solvent membrane filter Whatman (0,45m), neraca analitik dengan kepekaan

0,001 (Ohaus Carat Series PAJ 1003) dan seperangkat alat gelas (Pyrex).

E. Tatacara Penelitian

1. Penyiapan fase gerak akuabides : metanol : asam fosfat

Larutan asam fosfat 5% dibuat dengan mengambil sebanyak 29,4 mL asam

fosfat 85% menggunakan biuret 50mL ke dalam labu takar 500mL dan di

encerkan dengan akuabides hingga tanda batas. Larutan asam fosfat 5% inilah

yang akan digunakan sebagai salah satu campuran dari komponen fase gerak.

Akuabides, metanol dan larutan asam fosfat 5% yang akan digunakan sebagai

fase gerak disaring menggunakan kertas Whatman no45 dengan menggunakan

kertas yang berbeda untuk pelarut organik dan anorganik.

Berikut ini merupakan % volume komponen penyusun fase gerak.

Tabel IV. Komposisi optimasi fase gerak

Fase Gerak Akuabides (%) Metanol (%) Asam Fosfat (%)

I 44 55 1

II 49 50 1

III 54 45 1

2. Pembuatan seri larutan baku kuersetin

a. Pembuatan larutan stok 1000 ppm kuersetin. Kuersetin baku ditimbang

lebih kurang 25mg dan dilarutkan dalam metanol dalam labu takar 25mL hingga

tanda.

(53)

b. Pembuatan larutan intermediet 100ppm.Memipet 1000µL larutan stok

kuersetin menggunakan mikropipet dan dilarutkan dalam metanol dalam labu

takar 10 mL hingga tanda.

c. Pembuatan larutan kerja 0,1; 0,5; 0,75; 1; 2; dan 4 ppm. Dilakukan

pemipetan menggunakan mikropipet larutan intermediet 100 ppm kuersetin

sebanyak 10; 50; 75; 100; 200; dan 400 µL dimasukkan ke dalam satu labu takar

10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan metanol hingga tanda, sehingga

didapatkan seri larutan kerja 0,75; 1; 2; dan 4 ppm. Lalu larutan disaring dengan

milipore dan di-degassingselama 15 menit.

d. Pembuatan larutan kerja. Dilakukan pemipetan menggunakan

mikropipet larutan stok kuersetin sebanyak 100; 200; 300; 400; 500; 800; dan

1200µL dimasukkan ke dalam satu labu takar 10 mL. Selanjutnya diencerkan

dengan metanol hingga tanda, sehingga didapatkan seri larutan kerja 10; 20; 30;

40; 50; 80; dan 120 ppm. Lalu larutan disaring dengan milipore dan di-degassing

selama 15 menit.

e. Pembuatan larutan kerja 200; 300 dan 400 ppm.Dilakukan pemipetan

menggunakan pipet ukur larutan stok kuersetin sebanyak 2,0 ; 3,0; dan 4,0 mL

dimasukkan ke dalam satu labu takar 10 mL. Selanjutnya diencerkan dengan

metanol hingga tanda, sehingga didapatkan seri larutan kerja 200; 300; dan 400

(54)

34

3. Penyiapan Sampel

Ditimbang kurang lebih 8 gram teh hijau merek SIGMA dari PT.

PAGILARAN yang telah di haluskan dan diayak. Kemudian dibungkus dengan

kertas saring dan dimasukkan dalam tabung soxhlet dengan 240 mL larutan

penyari dalam labu erlenmeyer. Ke dalam larutan penyari tambahkan BHT

sebanyak 240 gram. Proses ekstraksi ini dilakukan pada suhu 90 °C sebanyak

sirkulasi yang telah dioptimasi pada proses optimasi ekstraksi. Ekstrak yang

diperoleh selanjutnya dimasukkan kedalam labu takar 250 mL dan ditambahkan

dengan larutan penyari hingga batas tanda.

Sebanyak 25 mL ekstrak dipekatkan hingga volume 5 mL. Sebanyak 0,1 mL

dimasukkan kedalamcartridge C-18 yang telah dikondisikan dengan

aquabidest-HCl pH 3. Selanjutnya elusi dengan metanol 6 mL. fraksi yang diperoleh

ditampung dalam flakon.

4. Optimasi KCKT fase terbalik

a. Penentuan panjang gelombang (λ) maksimum kuersetin. Penentuan

panjang gelombang maksimum dilakukan dengan cara merekam spektra larutan

baku kuersetin dengan konsentrasi 10; 30; dan 50 ppm dengan pelarut metanol

pada rentang 200 - 400 nm terhadap blanko metanol. Berdasarkan spektra dapat

diketahui panjang gelombang yang menghasilkan serapan yang maksimum pada

masing-masing konsentrasi, kemudian ditentukan panjang gelombang yang akan

digunakan dalam optimasi.

(55)

b. Optimasi pemisahan. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang

gelombang maksimum. Sejumlah 20 µL larutan baku kuersetin 30 ppm dan

sampel teh hijau adisi 20 mg yang sudah disaring dengan millipore dan

di-degassing selama 15 menit diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik

menggunakan fase gerak yang telah dibuat seperti pada langkah di atas. Sistem

operasi KCKT fase terbalik dilakukan dengan mengubah-ubah % volume

komposisi fase gerak danflow rate. Pengubahan % volume komposisi akuabides,

metanol, dan asam fosfat 5% pada fase gerak tersebut meliputi perbandingan (44 :

55 : 1), (49 : 50 : 1) dan (54 : 45 : 1) sertaflow rateyang meliputi 0,8; 1; dan 1,2

mL/menit untuk masing-masing fase gerak.

5. Validasi Metode KCKT Fase Terbalik.

a. Linearitas. Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang gelombang

maksimum. Larutan kerja kuersetin 0,1; 0,5; 0,75; 1; 2; 4; 10; 20; 30; 40; 50; 80;

120; 200; 300; dan 400 ppm masing – masing diinjeksikan pada sistem KCKT

fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow rate hasil

optimasi.

b. Limit of Detection (LOD), seri baku, dan presisi. Detektor pada alat

KCKT di atur pada panjang gelombang maksimum. Larutan kerja kuersetin 0,1;

0,5; 0,75; 1; 2; 4; 10; 20; 30; 40; dan 50 ppm masing – masing diinjeksikan pada

sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase gerak dan flow

rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.

c. Repeatability.Detektor pada alat KCKT di atur pada panjang gelombang

(56)

36

diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik sebanyak 20 µL menggunakan fase

gerak dan flow rate hasil optimasi. Cara kerja ini dilakukan repeatasi (injek

berulang) sebanyak 5 kali untuk masing – masing konsentrasi.

d. Presisi. Sebanyak 20 µL sampel teh segar, teh hitam dan teh hitam tanpa

adisi di injekkan ke dalam sistem KCKT dan masing – masing di replikasi 5 kali.

F. Analisis Hasil Optimasi

1. Panjang gelombang maksimum.

Pemilihan panjang gelombang maksimum dapat dilakukan dengan

melihat hasil rekaman spektroskopi menggunakan alat spektrofotometer

terhadap baku kuersetin pada beberapa konsentrasi.

2. Analisis kualitatif.

Analisa kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu

retensi puncak baku kuersetin dengan puncak yang terdapat pada

kromatogram sampel. Apabila tR senyawa dalam sampel sama atau mendekati

tRbaku kuersetin maka senyawa tersebut merupakan senyawa kuersetin.

3. Analisa pemisahan puncak kuersetin

Data kromatogram yang diperoleh baik pada baku maupun

sampel diamati sehingga dapat diketahui sistem KCKT fase terbalik yang

memberikan pemisahan kuersetin paling baik yaitu dengan mengamati

nilai N (lempeng teoritis), HETP, menghitung nilai resolusi, bentuk peak

yang dihasilkan, d a n waktu yang dibutuhkan untuk elusi.

(57)

a. Daya pisah (Resolusi)

Nilai daya pisah atau resolusi merupakan nilai yang diperoleh dengan

melakukan perhitungan puncak kuersetin terhadap puncak terdekat. Dengan

rumus :

Menurut Munson (1991), resolusi juga dapat dihitung dari lebar

puncak pada tinggi paro seperti ditunjukkan pada persamaan berikut ini:

(menit), w1=lebar puncak 1 (menit), w2= lebar puncak 2 (menit.

Gambar 11 Perhitungan nilai resolusi menurut Munson (1991)

Nilai Resolusi yang baik adalah ≥ 1,5 (Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010)

b. Jumlah lempeng (N) dan HETP

Nilai N (lempeng) berbanding terbalik terhadap efisiensi kolom (HETP).

Nilai HETP dihitung dengan rumus HETP: = , dimana nilai lempeng teoritis

(58)

38

maka semakin kecil nilai HETP yang berarti bahwa kolom memberikan efisiensi

semakin baik pula.

c. Bentuk puncak (peak)

Bentuk kesimetrisan puncak dapat diketahui dengan melakukan

perhitungan Asymmetry factor (As) dan Tf (tailing factor). Dilakukan

perhitungan terhadap nilai dengan rumus :

A

 untuk nilai Tf (tailing factor), dan

A B

AS  untukAsymmetry

factor (As). Pada perhitungan Tf (tailing factor) dilakukan 5% dari tinggi

puncak, sedangkanAsymmetry factor(As) 10% dari puncak.

Gambar 12. perhitungantailing factor dan asymetri factor 25

Nilai Tf ≤ 1,2 dikatakan baik, karena tidak mengganggu atau berpengaruh

terhadap pemisahan, sedangkan nilai Tf < 1,0 maka puncak dikatakan fronting.

Namun apabila Tf > 2 dapat berpotensi mengganggu dan memberikan efek

terhadap pemisahan secara rutin. (Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010).

(59)

G. Analisa Hasil Validasi

a. Linearitas dan Rentang

Linearitas merupakan kemampuan dari suatu metode uji untuk

memberikan hasil yang proporsional terhadap konsentrasi analitnyang

diwujudkan dalam rentang.Pada umumnya linearitas sebagai varian dari nilai

slope suatu garis regresi.

Rentang merupakan suatu interval diantara konsentrasi rendah dan tinggi

dari baku kuersetin yang di tunjukkan dengan presisi, akurasi dan linearitas yang

baik menggunakan metode uji yang telah ditetapkan, dimana ditentukan

minimum lima tingkat konsentrasi untuk ditetapkan rentang dan linearitas

(Snyder, Kirkland, dan Glajh, 2010).

Parameter rentang ditetapkan dengan mencari konsentrasi terendah dan

teratas yang masih memberikan linearitas yang memenuhi syarat yaitu r  0,99

(APVMA, 2004).

b. Limit of Detection(LOD)

Limit of Detection (LOD) merupakan konsentrasi terkecil dari analit yang

mampu terdeteksi (kualitatif) oleh HPLC, tidak harus terkuantitasi. (Chan

dkk,2004).

b Sa LOD3,3

Ket: Sa = Standar deviasi b = slope

c. Repeatability

Repeatability merupakan kemampuan suatu metode untuk menghasilkan

(60)

40

ini dilakukan repeatability terhadap % RSD dari waktu retensi dan AUC pada

puncak kuersetin. Persyaratan untuk memenuhi repeatability adalah ≤ 2%.

d. Aplikasi Metode Penetapan Kadar Kuersetin Dalam Teh Segar, Hijau,

dan Hitam tanpa adisi

Hasil dari optimasi dan validasi kemudian di uji cobakan pada sampel teh

segar, teh hijau, dan teh hitam tanpa adisi untuk melihat presisi dan resolusi dari

kuersetin. Syarat presisi yang digunakan menurut horwitz adalah %RSD untuk 1

ppm sebesar 16%, sedangkan 10 ppm sebesar 10,3%.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada penetapan kadar natrium siklamat dalam minuman ringan dan

Oleh sebab itu, dibutuhkan penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan

Penelitian ini juga bertujuan untuk menghitung kadar asam ursolat dalam ekstrak daun binahong dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT merk Kiranti ® secara KCKT fase terbalik menggunakan

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada penetapan kadar

Widjaja, M., 2011, Validasi Metode Penetapan Kadar Kurkumin dalam Sediaan Cair Obat Herbal Terstandar Merk Kiranti Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik, Skripsi

tercampur dengan salbutamol sulfat dalam sediaa n sirup merek “X” dilakukan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik.. Fase diam yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan optimasi dan validasi metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada penetapan kadar natrium siklamat dalam minuman ringan dan