SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Octavianus Tri Harjanto NIM: 068114055
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2009
Skripsi berjudul
PENETAPAN KADAR CAMPURAN HIDROKORTISON ASETAT DAN KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KRIM TOPIKAL
MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
Oleh :
Octavianus Tri Harjanto
NIM : 068114055
Telah disetujui oleh
Pembimbing
Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. tanggal………...
Pengesahan Skripsi Berjudul
PENETAPAN KADAR CAMPURAN HIDROKORTISON ASETAT DAN KLORAMFENIKOL DALAM SEDIAAN KRIM TOPIKAL
MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK
Oleh :
Octavianus Tri Harjanto NIM : 068114055
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal :
Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt.
Panitia Penguji :
1. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt.
2. Christine Patramurti, M.Si., Apt.
3. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt.
Our Father which art in heaven,
Hollowed be the name,
Thy Kingdom come,
Thy will be done in earth,as it is in heaven,
Give us this day our daily bread,
And forgive us our debts,
As we forgive our debtors,
And lead us not into temptation,
But deliver us from evil;
For thine is The Kingdom,
And The Power,
And The Glory,Forever.
Amen.
Kupersembahkan karyaku ini kepada:
Bapak, Ibu, Mas Sigit, dan Mas Budi yang selalu menyayangi dan mendoakanku
Nalu yang senantiasa menyemangatiku
Sahabat-sahabatku yang kusayangi, untuk setiap kebersamaan, duka, dan keceriaan yang boleh kita lalui
Almamaterku yang kuhormati
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Octavianus Tri Harjanto Nomor Mahasiswa : 068114055
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Penetapan Kadar Campuran Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol Dalam Sediaan Krim Topikal Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 9 Januari 2009
Yang menyatakan
( Octavianus Tri Harjanto )
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
rahmat-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Campuran Hidrokortison
Asetat dan Kloramfenikol Dalam Sediaan Krim Topikal Menggunakan Metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik”. Skripsi ini disusun dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama penelitian sampai penyusunan skripsi ini, penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa bimbingan, pengarahan,
dorongan, saran, maupun sarana. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Rita Suhadi,M.Si.,Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen Pembimbing dan dosen
penguji yang telah banyak memberikan pengarahan dan dukungan selama
proses penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
3. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.
4. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.
5. Kedua orangtuaku dan kedua kakakku, yang telah membantu dalam doa dan
mengasihiku selalu.
6. Seluruh staf Laboratorium Kimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta: Mas Bimo, Mas Kunto, Pak Parlan, dan Pak Timbul yang telah
menemani dan membantu selama penelitian.
7. Henny, teman seperjuanganku, terima kasih telah menjadi partner skripsiku.
8. Teman-teman FST angkatan ‘06, Cui, Dimon, Jimbonk, Ange, Joice, Lulu,
Micell, Mitha, Nyakpeng, Shinta, Ulan dan Yola untuk semua kerja sama,
kebersamaan, kekompakan, dan keceriaan yang selalu mewarnai hari-hari
kuliah kita.
9. Boim, Pungki, Rudex, Teteng, Tomplink, Tony, Jati, Nug, Zie terima kasih kalian telah mengisi hari-hariku dengan kegilaan yang tak terbayangkan.
You’re all crazy!I won’t forget you guys!
10. Keluarga besarku di Depok, Jogja, Ciganjur, Bogor, Pondok Labu, Cipulir,
dan Solo, terima kasih atas doa restunya.
11. Keluarga Rajawali, Mas Doel, Leski, Jon, Mas Ari, dan Pras. Terima kasih
telah menjadi keluarga yang hangat di kos.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam
penyusunannya, untuk itu semua saran dan kritik yang dapat membangun
sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
dalam bidang kimia analisis instrumental, khususnya analisis sediaan krim
dengan instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, serta bagi seluruh
pembaca.
Penulis
INTISARI
Krim topikal campuran hidrokortison asetat dan kloramfenikol berfungsi sebagai antiinflamasi dan antibiotik. Kedua zat aktif ini memiliki kecenderungan untuk mengalami degradasi selama penyimpanan sehingga penetapan kadar kedua zat aktif tersebut menjadi suatu pertimbangan. Hal lainnya yang menjadi suatu pemikiran adalah apakah kadar yang tertera di kemasan adalah benar suatu kadar yang telah ditetapkan melalui suatu metode yang tervalidasi sesuai dengan standar analisis. Oleh sebab itu, dibutuhkan penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan tujuan untuk mengetahui kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian noneksperimental deskriptif. Tahap pendahuluan dalam penelitian ini adalah mengubah bentuk krim menjadi bentuk cair serta merusak sistem emulsinya untuk mendapatkan hidrokortison asetat dan kloramfenikol sehingga dapat ditetapkan kadarnya. Selanjutnya, hidrokortison asetat dan kloramfenikol dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan fase diam kolom Kromasil 100-5 C18 (panjang kolom 25 cm dan internal diameter 4,6 mm), ukuran
partikel 5 m; komposisi fase gerak metanol : aquabidest (65:35) dan kecepatan alir 1,2 ml/menit, serta detektor UV 255 nm yang telah divalidasi.
Berdasarkan analisis hasil yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa sampel krim merk “X” yang digunakan pada penelitian ini mengandung hidrokortison asetat dan kloramfenikol dengan kadar rata-rata sebagai berikut: 2,50%b/b untuk hidrokortison asetat dan 2,31%b/b untuk kloramfenikol.
Kata kunci: Krim topikal, Hidrokortison asetat, Kloramfenikol, Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik
ABSTRACT
Topical cream is one of kind of dosage forms that had been widely used by people. Topical cream of hydrocortisone acetate and chloramphenicol used as antiinflammatory agent and antibiotics. Both of those active pharmaceutical ingredients have a tendency to undergo a degradation that going through with time, thus determination of hydrocortisone acetate and chloramphenicol in topical cream sample became essential and worthy. Another objective of this study was to test the correctness of the concentration that marked in the package, which ideally the determination method should stick to standard reference of analysis.
This study is a non experimental descriptive. The principle of this study is to change the cream into a liquid form and also to break the emulsion system in order to determinate hydrocortisone acetate and chloramphenicol concentration in topical cream. Optimization method consists of scanning the maximum wavelength and making curve of standard. Next, hydrocortisone acetate and chloramphenicol analysed quantatively with reversed phase High Performance Liquid Chromatography method, using Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm, 5m
column, as stationary phase and solution of methanol:aquabidest (65:35) as mobile phase; flow rate 1,2 ml/minute; and UV detector at 255 nm.
From the analysis result on significant level of 95%, it was found that the sample cream “X” labeled which were studied contain hydrocortisone acetate and chloramphenicol with concentration average were as follow, 2,50%b/b for
hydrocortisone acetate and 2,31%b/b for chloramphenicol.
Key words: Topical cream, Hydrocortison acetate, Chloramphenicol, reversed phase High Pressure Liquid Chromatography
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 November 2009
Penulis
Octavianus Tri Harjanto
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………. HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... iv v PRAKATA... vi
INTISARI... ix
ABSTRACT... x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Permasalahan... 3
C. Keaslian Penelitian... 3
D. Manfaat Penelitian... 4
E. Tujuan Penelitian... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 5
A. Krim... 5
B. Hidrokortison Asetat... 6
C. Kloramfenikol... 6
D. Penelitian-penelitian Terdahulu Tentang Hidrokortison dan Kloramfenikol... 7
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 9
1. Definisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi... 9
2. Kromatografi Partisi... 10
3. Kromatografi Partisi Fase Terbalik... 11
4. Detektor... 11
5. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif... 12
F. Kesahihan Metode Analisis Instrumental... 12
1. Akurasi... 12
2. Presisi... 13
3. Linieritas... 13
G. Landasan Teori... 13
H. Hipotesis... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 16
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 16
B. Variabel dan Definisi Operasional... 16
1. Klasifikasi Variabel... a. Variabel Bebas... 16
b. Variabel Tergantung... 16
c. Variabel Pengacau Terkendali... 16
2. Definisi Operasional... 16
C. Bahan-bahan Penelitian... 17
D. Alat-alat Penelitian... 17
E. Tata Cara Penelitian... 1. Pemilihan Sampel... 18
2. Pembuatan Larutan Baku Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol... 18
a. Pembuatan Larutan Baku Induk Hidrokortison Asetat.... 18
b. Pembuatan Larutan Baku Induk Kloramfenikol... 19
3. Pembuatan Fase Gerak... 19
4. Pembuatan Seri Larutan Baku Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol... 19
5. Pembuatan Larutan Sampel... 20
6. Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol... 20
F. Analisis Hasil... 21
1. Gambaran Tentang Penelitian... 21
2. Jenis Statistika dan Uji Statistik yang Dipakai a. Jenis Statistika... 22
b. Uji statistik... 22
3. Analisis Yang Dilakukan Dalam Penelitian Ini... 22
a. Analisis kuantitatif... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 23
A. Pemilihan Sampel... 23
B. Pembuatan Kurva Baku Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol.. 24
C. Penyiapan Sampel... 32
D. Penentuan Recovery, Kesalahan Acak, dan Kesalahan Sistematik.. 34
E. Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol... 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 42
A. Kesimpulan... 42
B. Saran... 42
DAFTAR PUSTAKA... 43
LAMPIRAN... 47
BIOGRAFI PENULIS... 81
DAFTAR TABEL
Tabel I Kurva baku hidrokortison asetat (AUC)... 25
Tabel II Kurva baku kloramfenikol (AUC) ... 26
Tabel III Kurva baku hidrokortison asetat (Height) ... 26
Tabel IV Kurva baku kloramfenikol (Height) ... 27
Tabel V Kadar hidrokortison asetat vs AUC/15000... 28
Tabel VI Kadar hidrokortison asetat vs peakHeight/1500... 29
Tabel VII Kadar kloramfenikol vs AUC/10000... 30
Tabel VIII Kadar kloramfenikol vspeak Height/1000... 31
Tabel IX Nilai recovery pada pengukuran hidrokortison asetat... 34
Tabel X Nilai recovery pada pengukuran kloramfenikol... 34
Tabel XI Hasil penetapan kadar hidrokortison asetat berdasarkan parameter peak Height... 39
Tabel XII Hasil penetapan kadar kloramfenikol berdasarkan parameter peak Height... 40
Tabel XIII Hasil penetapan kadar hidrokortison asetat berdasarkan parameter AUC... 51
Tabel XIV Hasil penetapan kadar kloramfenikol berdasarkan parameter AUC... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumus struktur hidrokortison asetat... 6
Gambar 2. Rumus struktur kloramfenikol... 7
Gambar 3. Instrumentasi KCKT... 9
Gambar 4. Skema mekanisme pemisahan dalam kromatografi partisi... 10
Gambar 5. Kurva hubungan antara konsentrasi hidrokortison asetat vs AUC/15000... 29
Gambar 6. Kurva hubungan antara konsentrasi hidrokortison asetat vs peak Height/1500... 30
Gambar 7. Kurva hubungan antara konsentrasi kloramfenikol vs AUC/10000... 31
Gambar 8. Kurva hubungan antar konsentrasi kloramfenikol vs peak Height/1000... 32
Gambar 9. Kromatogram baku hidrokortison asetat dan kloramfenikol... 37
Gambar 10. Kromatogram sampel V Replikasi III... 37
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penimbangan sampel... 47
Lampiran 2. Contoh perhitungan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol serta perhitungan kadar sampel Spiking dengan berdasarkan parameter AUC... 49
Lampiran 3. Contoh perhitungan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol serta perhitungan kadar sampel Spiking dengan berdasarkan parameter peakHeight... 53
Lampiran 4. Perhitungan nilai recovery hidrokortison asetat dan kloramfenikol berdasarkan parameter AUC... 56
Lampiran 5. Perhitungan nilai recovery hidrokortison asetat dan kloramfenikol berdasarkan parameter peak Height... 59
Lampiran 6. Kromatogram sampel... 62
Lampiran 7. Lembar spefisikasi kolom... 77
Dewasa ini, terdapat berbagai macam bentuk sediaan farmasetikal yang
beredar di pasaran. Salah satunya adalah sediaan krim topikal. Sering dijumpai
adanya pengkombinasian antara beberapa zat aktif dalam sediaan krim topikal.
Penggunaan kombinasi zat aktif bertujuan untuk mencapai efek terapi yang lebih
baik (Raffa, 2006). Kombinasi zat aktif yang diterapkan pada sediaan krim topikal
ini adalah kloramfenikol basa dan hidrokortison asetat.
Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum lebar untuk menyembuhkan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Botoglou dan Fletouris, 2001).
Mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis protein sel mikroba (Anonim,
2006a). Hidrokortison asetat digunakan sebagai agen antiinflamasi (Hájková et
al., 2003).
Pada kemasan sampel tertera bahwa kadar kloramfenikol adalah 2,0%, sedangkan
kadar hidrokortison asetat adalah 2,5%. Walaupun demikian, sediaan krim topikal
ini memiliki masalah pada stabilitas zat aktifnya yakni hidrokortison asetat dan
kloramfenikol. Beberapa produk degradasi, baik hidrokortison asetat maupun
kloramfenikol bisa timbul pada penyimpanan jangka panjang. Dua produk
degradasi yang sering timbul dari hidrokortison asetat, yakni hidrokortison dan
kortison asetat (Hájková et al., 2003). Sama halnya dengan kloramfenikol, dalam
penyimpanannya kloramfenikol dapat terdegradasi membentuk produk-produk
ijnenburg, 1983).
Degradasi tersebut dikhawatirkan akan mengurangi kadar kloramfenikol
dan hidrokortison asetat yang ada dalam sediaan, oleh sebab itu dibutuhkan suatu
metode yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar hidrokortison asetat dan
kloramfenikol sebagai upaya pengawasan kualitas sediaan krim yang diuji.
Alasan lain dilakukan penelitian ini adalah untuk mengaplikasikan hasil
validasi metode penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam
sediaan krim topikal yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2009) sebab penelitian
ini merupakan upaya bersama dan berkesinambungan dari penelitian Puspitasari
(2009).
Sejauh pengetahuan penulis, belum pernah dilakukan suatu penetapan
kadar kloramfenikol dan hidrokortison asetat secara simultan dalam sediaan krim
topikal yang terjamin validitasnya, sehingga penulis melakukan penelitian
bersama dengan penelitian Puspitasari (2009) mengenai optimasi pemisahan
campuran kloramfenikol dan hidrokortison asetat secara simultan dengan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik. Pada penelitian ini akan
diuji apakah metode KCKT fase terbalik yang telah memiliki validitas yang baik
dapat digunakan untuk penetapan kadar kloramfenikol dan hidrokortison asetat.
Penelitian yang dilakukan penulis merupakan upaya bersama dan kesinambungan
dari penelitian Puspitasari (2009). Produk obat yang digunakan adalah krim
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah metode KCKT fase terbalik yang telah tervalidasi dapat digunakan
untuk penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim
topikal?
2. Apakah kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal merk
“X” sesuai dengan persyaratan dalam Farmakope Indonesia edisi IV tentang
rentang kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal?
C. Keaslian Penelitian
Penetapan kadar hidrokortison asetat dan degradasinya serta metil paraben
dan propil paraben secara simultan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) pernah dilakukan oleh Hájková et al. (2003). Penetapan kadar
hidrokortison asetat, hidrokortison alkohol, metil paraben dan propil paraben
dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik pernah dilakukan oleh Chauhan
dan Coway (2005). Penetapan kadar hidrokortison dan kloramfenikol dalam
sediaan tetes telinga dengan metode KCKT fase terbalik juga pernah dilakukan
oleh Li X (1998). Penetapan kadar kloramfenikol dan produk degradasinya
pernah dilakukan oleh Boer dan Pijnenburg (1983) dengan menggunakan metode
KCKT fase terbalik.
Berdasarkan penelusuran terhadap penelitian sebelumnya tentang KCKT fase
hidrokortison asetat dan kloramfenikol secara simultan dalam sediaan krim
topikal dengan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan. Penelitian
yang dilakukan penulis merupakan upaya bersama dan kesinambungan dari
penelitian Puspitasari (2009), mengenai optimasi pemisahan campuran
kloramfenikol dan hidrokortison asetat dalam sediaan krim topikal dengan metode
KCKT fase terbalik.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kualitas
sediaan krim topikal tersebut sehubungan dengan klaim kadar yang diberikan
produsen.
2. Manfaat Metodologis. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
prosedur penggunaan metode KCKT fase terbalik dalam penetapan kadar
kloramfenikol dan hidrokortison asetat dalam krim topikal.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Menetapkan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol yang terkandung
dalam krim topikal merk “X” menggunakan metode yang telah tervalidasi.
2. Mengetahui kesesuaian kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam
krim topikal merk ‘X” tersebut dengan persyaratan dalam Farmakope Indonesia
edisi IV tentang rentang kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim
A. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih
bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Anonim,
1995). Ada tiga unsur utama penyusun formulasi krim, yaitu bahan-bahan larut
air, bahan-bahan tak larut air, dan emulgator (Davis, 1997). Krim memiliki 2 tipe,
yaitu krim tipe air-minyak (A/M) dan krim minyak air (M/A). Untuk membuat
krim digunakan zat pengemulsi , umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionic
(eter, alkohol sulfat, alkil sulfat, dan sulfosuccinates), kationik (quaternary
ammonium compounds) dan nonionik (lanolin, polysorbate, sorbitan ester,
polyoxyehilated (POE) alkyl phenols, dsb). Krim tipe A/M digunakan sabun
polivalen, span, adeps lanae, cholesterol, dan cera. Krim tipe M/A digunakan
sabun monovalen seperti: triethanolamin stearat, natrium stearat, kalium stearat.
Zat antioksidan dan zat pengawet ditambahkan untuk penstabil krim. Zat
pengawet yang sering digunakan adalah nipagin 0,12-0,18% atau nipasol
0,02-0,05% (Anief, M., 2003).
Stabilitas krim rusak, terutama disebabkan perubahan suhu dan perubahan
komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain (Anonim, 1979) atau jika terdapat pemberian energi bebas berlebih,
utamanya melalui sentrifugasi atau ultrasonifikasi (Tadros, 2005).
B. Hidrokortison Asetat
Hidrokortison asetat , rumus struktur dapat dilihat pada Gambar 1, adalah
suatu senyawa antiradang dari golongan kortikosteroid yang sangat efektif untuk
obat kulit. Pada penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi, krim hidrokortison
asetat akan segera memberi efek berkurangnya radang, rasa gatal dan sakit
(Anonim, 2009a).
Gambar 1. Rumus struktur hidrokortison asetat
Hidrokortison asetat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih
dari 102,0% C23H32O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Serbuk
hablur putih hingga praktis putih, tidak berbau. Spektrum serapan ultraviolet
larutan dalam metanol memberikan maksimum lebih kurang 242 nm (Anonim,
1995). Satu milligram hidrokortison asetat dapat larut dalam 100 ml air dan 3,9
mg dapat larut dalam 1ml metanol (Anonim, 1989). Stabilitas hidrokortison asetat
dapat terganggu dengan adanya paparan terhadap lembab, asam kuat, dan basa
kuat (Anonim, 2009b).
C. Kloramfenikol
Kloramfenikol , rumus struktur dapat dilihat pada Gambar 2, adalah
senyawa antimikroba yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein
membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman (Anonim,
2009c).
Gambar 2. Rumus struktur kloramfenikol
Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,9 % dan tidak lebih dari
103,0 % C11H12Cl2N2O5. Serbuk hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang, putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan, larutan praktis
netral terhadap lakmus P, stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam
(Anonim, 1995). Serapan-1cm larutan 0,002 % b/v dalam air pada 278 nm adalah
0,58 sampai 0,61 (Anonim, 1979). Kloramfenikol sangat larut dalam metanol dan
setiap 2,5 mg kloramfenikol larut dalam 1 ml air (Anonim, 1989). Untuk menjaga
stabilitas kloramfenikol, penyimpanan diatur pada suhu 2-8oC sebab
kloramfenikol terdekomposisi pada suhu 150oC (Anonim, 2009d).
D. Penelitian-penelitian Terdahulu Tentang Hidrokortison & Kloramfenikol
Penetapan kadar kloramfenikol dan produk degradasinya pernah dilakukan
oleh Boer dan Pijnenburg (1983) dengan menggunakan metode KCKT fase
gerak berupa larutan asam borat:asetonitril (60:45 v/v), dan diatur pada pH 3.
Penetapan kadar hidrokortison dan kloramfenikol dalam sediaan tetes telinga
dengan metode KCKT fase terbalik pernah dilakukan oleh Li X (1998).
Pada tahun 2006, dilakukan penetapan kadar kloramfenikol dalam madu
oleh Pan et al. (2006) dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Pada metode penetapan kadar tersebut digunakan suatu kolom C18, serta fase
gerak berupa larutan metanol:0.2% larutan ammonium asetat (45:55 v/v).
Penetapan kadar hidrokortison asetat dan degradasinya serta metil paraben
dan propil paraben secara simultan pada krim topikal dengan metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pernah dilakukan oleh Hájková et al.
(2003). Fase diam yang digunakan pada metode tersebut adalah kolom
SUPELCO Discovery C18 125 x 4 mm, 5 m, sedangkan sebagai fase gerak
digunakan campuran metanol:asetonitril:air (15:27:58,v/v/v), dengan waktu
analisis kurang dari 13 menit.
Pada tahun 2005, penetapan kadar hidrokortison asetat, hidrokortison
alkohol, metil paraben dan propil paraben pada sediaan suspensi dengan
menggunakan metode KCKT fase terbalik dilakukan oleh Chauhan dan Coway
(2005). Fase diam yang digunakan adalah kolom Zorbax SB-Phenyl dan sebagai
fase gerak digunakan campuran metanol-air dengan sistem isokratik, dan waktu
analisis yang dibutuhkan kurang dari 15 menit dengan detektor UV yang diatur
pada 254 nm.
Penetapan kadar kortikosteroid, termasuk hidrokortison, pada sediaan
spektrofotometri. Pada metode tersebut dilakukan oksidasi kortikosteroid oleh
besi (III) dan selanjutnya kompleksasi besi (II) dengan potassium heksasianoferrat
(III), membentuk kompleks hijau kebiruan dengan maksimum 780 nm.
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
1. Definisi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara penetapan pemisahan
berdasarkan partisi zat cair antara fase yang bergerak dapat berupa gas atau zat
cair, dan fase diam dapat berupa zat cair atau zat padat (Johnson dan Stevenson,
1978). Metode KCKT adalah metode kromatografi yang fase geraknya dialirkan
cepat dengan bantuan tekanan dari pompa dan hasilnya dideteksi dengan detektor
(Gritter et al., 1985). Instrumen KCKT dapat dilihat pada Gambar 3 di halaman
selanjutnya.
2. Kromatografi Partisi
Ada dua macam tipe kromatografi partisi yang telah ditemukan yaitu kromatografi fase normal dan kromatografi fase terbalik. Pada awalnya,
kromatografi cair menggunakan fase diam yang bersifat sangat polar seperti
trietilen glikol atau air, sedang fase geraknya bersifat kurang polar, biasanya
digunakan heksana atau isopropil eter. Sekarang tipe ini disebut sebagai
kromatografi fase normal. Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya bersifat
nonpolar, biasanya digunakan hidrokarbon dan fase geraknya relatif bersifat polar,
seperti air, metanol, atau asetonitril. Pada kromatografi fase normal, komponen
yang memiliki kepolaran paling kecil akan terelusi pertama, sedang pada
kromatografi fase terbalik, komponen paling polar yang akan terelusi terlebih
dahulu (Skoog et al., 1994).
Gambar 4. Skema mekanisme pemisahan dalam kromatografi partisi (Munson, 1984).
Seperti terlihat pada Gambar 4, pada fase normal sampel polar (digambar )
akan berikatan dengan fase diam dan tertambat lebih lama dibanding senyawa non
polar (digambar ). Pada kromatografi fase terbalik, terjadi sebaliknya (Munson,
3. Kromatografi Partisi Fase Terbalik
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode kromatografi partisi
fase terbalik adalah:
a. Kolom. Kolom yang digunakan pada jenis kromatografi ini ialah kemasan
fase terikat. Fase diam yang biasa digunakan pada kromatografi partisi fase
terbalik adalah oktadesilsilan (ODS) (Munson, 1984).
b. Fase gerak. Fase gerak pada KCKT sangat berpengaruh pada tambatan
sampel dan pemisahan komponen dalam campuran. Pada fase terbalik,
kandungan utama fase geraknya adalah air (Munson, 1984).
4. Detektor
Detektor yang baik hendaknya memiliki kepekaan tinggi, rentang respon
liniernya lebar, tidak dipengaruhi perubahan suhu dan aliran, memberikan hasil
dengan keterulangan yang baik. Secara umum, detektor dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu:
a. Bulk property detectors. Detektor jenis ini merupakan detektor yang
mengukur perubahan sifat fisik fase gerak dan solut. Detektor tipe ini cenderung
relatif tidak sensitif dan menghendaki suhu yang terkendali. Contoh detektor jenis
ini yaitu detektor indeks bias.
b. Solute property detectors. Detektor jenis merupakan detektor yang hanya
mengukur sifat fisik solut. Detektor tipe ini 1000 kali lebih sensitif dan mampu
jenis ini yaitu detektor fluoresensi, detektor penyerapan (UV-Vis), dan detektor
elektrokimia (Munson, 1984).
5. Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif
Waktu tambat atau waktu retensi adalah selang waktu yang diperlukan
oleh linarut (solut) mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom dan sinyalnya
ditangkap oleh detektor dan dinyatakan sebagai tR (Mulja dan Suharman, 1995).
Resolusi (Rs) didefinisikan sebagai jarak antara dua puncak dibagi dengan
rata-rata lebar dasar puncak. Resolusi dikatakan baik apabila nilai RS ≥ 1,5 yang
berarti pemisahan telah mencapai 99,7% (Sastrohamidjojo, 2002).
Analisis kualitatif dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi
senyawa murni dan waktu retensi senyawa yang dimaksud dalam sampel. Respon
yang diperoleh baik berupa tinggi peak maupun luas area peak dapat digunakan
untuk analisis kuantitatif (Noegrohati, 1994).
F. Kesahihan Metode Analisis Instrumental
Parameter-parameter yang digunakan sebagai pedoman kesahihan metode
analisis antara lain:
1. Akurasi
Akurasi adalah suatu ukuran kedekatan nilai hasil percobaan dengan nilai
yang sesungguhnya. Akurasi suatu metode biasanya dinyatakan dengan persen
recovery (Anonim, 2005). Akurasi untuk bahan obat dengan kadar kecil biasanya
disepakati 95-105%, akurasi untuk bahan baku biasanya disepakati 98-102%
sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-120% masih bisa diterima (Mulja
dan Hanwar, 2003).
2. Presisi
Presisi adalah suatu ukuran kedekatan nilai data satu dengan data lainnya
dalam suatu pengukuran pada kondisi analisis yang sama. Presisi seringkali diukur
sebagai persen Relative Standard Deviation (RSD) atau Coefficient of Variation
(CV) untuk sejumlah sampel yang berbeda bermakna secara statistik. Kriteria
presisi diberikan jika metode memberikan nilai CV < 2,8% untuk kadar analit
1-10%. (Harmita, 2004).
3. Linieritas
Linieritas suatu metode analitik adalah kemampuannya untuk memperoleh
hasil uji yang proporsional dengan konsentrasi analit pada sampel yang
dinyatakan dengan koefisien korelasi (r). Linieritas yang baik ialah nilai r yang
lebih besar dari 0,999 (Snyder et al., 1997).
G. Landasan Teori
Berdasarkan penelusuran pustaka terhadap penelitian-penelitian
sebelumnya terkait dengan KCKT fase terbalik, maka dapat dikatakan bahwa
KCKT mempunyai daya pisah yang tinggi yang bisa memisahkan hidrokortison
asetat dan kloramfenikol dari komponen-komponen lain yang terkandung dalam
Kondisi pemisahan hidrokortison asetat dan kloramfenikol bisa diperoleh dengan
melakukan optimasi fase gerak dan kecepatan alir fase gerak. Kedua hal tersebut
telah dilakukan pada penelitian Puspitasari (2009). Hasil pemisahan (terjadi dalam
kolom KCKT) tersebut akan dideteksi oleh detektor UV yang diatur pada
overlapping antara hidrokortison asetat dan kloramfenikol.
Stabilitas krim dapat dirusak melalui suatu pemberian energi bebas
berlebih, yakni melalui sentrifugasi. Melalui sentrifugasi, krim terpisah menjadi 2
bagian, yakni larutan dan padatan. Hidrokortison asetat dan kloramfenikol yang
berada pada fase luar krim topikal dapat langsung diekstraksi dengan metanol
karena kelarutannya yang besar dalam metanol.
Validasi metode yang dilakukan oleh Puspitasari (2009) dan penetapan
kadar yang dilakukan oleh penulis mengacu pada referensi standar analisis, yang
selanjutnya akan dibandingkan antara kadar hidrokortison asetat dan
kloramfenikol hasil penelitian laboratorium dengan kadar hidrokortison asetat dan
kloramfenikol yang dicantumkan pabrik produsen sampel merk “X”.
H. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun suatu hipotesis sebagai berikut:
1. Metode KCKT fase terbalik yang telah tervalidasi dapat digunakan untuk
penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal.
2. Berdasarkan hasil validasi metode yang dilakukan Puspitasari (2009) dan
penetapan kadar oleh penulis, diperoleh kadar hidrokortison asetat dan
Farmakope Indonesia edisi IV tentang kadar hidrokortison asetat dan
Penelitian ini merupakan jenis penelitian noneksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Rancangan penelitian bersifat dekskriptif sebab
penelitian ini hanya mendeskripsikan keadaan yang ada, dan merupakan jenis
penelitian noneksperimental karena tidak dilakukan manipulasi terhadap subjek
uji, yaitu krim topikal campuran hidrokortison asetat dan kloramfenikol.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Klasifikasi variabel
a. Variabel Bebas.Sediaan krim topikal campuran hidrokortison asetat dan kloramfenikol merk “X”.
b. Variabel Tergantung.Kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal.
c. Variabel Pengacau Terkendali. Pengotor-pengotor sistem KCKT yang bisa berasaldari alat dan pelarut.
2. Definisi operasional
a. Hidrokortison asetat dan kloramfenikol yang ditetapkan kadarnya adalah
hidrokortison asetat dan kloramfenikol yang terkandung dalam krim topikal
merek “X”.
b. Krim topikal yang dianalisis adalah krim topikal merek “X” yang
mencantumkan adanya kandungan hidrokortison asetat dan kloramfenikol
pada kemasannya. Tercantumkan dalam kemasan bahwa kadar kloramfenikol
adalah 2,0% sedangkan kadar hidrokortison asetat adalah 2,5%. Sampel yang
dipilih memiliki nomor produksi yang sama.
c. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang
digunakan adalah seperangkat alat KCKT dengan fase diam kolom reversed
phase Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm dan fase gerak campuran metanol
dan aquabidest, dengan perbandingan 65:35.
d. Kadar kloramfenikol dan hidrokortison asetat dalam krim topikal dinyatakan
dengan satuan %b/b.
C. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah krim topikal
campuran hidrokortison asetat dan kloramfenikol merk “X”, baku hidrokortison
asetat (Kalbe Farma) dan baku kloramfenikol (Kalbe Farma) dengan Sertifikat
Analisis Working Standard dengan nomor batch K06B20080505 untuk
hidrokortison asetat dan 090210 untuk kloramfenikol seperti yang tecantum dalam
Lampiran 8, metanol p.a (E. Merck), Aquabidestilata (Ikapharmindo Putramas).
D. Alat-Alat
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer
yang terdiri dari pompa merek Shimadzu LC-10 AD, detektor UV Vis merek
Shimadzu SPD 10 AV, CBM 101 merek Shimadzu, seperangkat komputer merek
ACER, printer merek Hewlett Packard Deskjet 670 C, injektor jenis katup suntik
model 77251, kolom Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm dengan spesifikasi
tercantum dalam lampiran 7, syringe merk Microliter tipe 710, alat degassing
ultrasonik merek Retsch tipe T640, kertas filter merk Whatman ukuran pori (0,45
µm ; diameter 47 mm), glass filter Whatman kapasitas 300 ml, neraca analitik
merek Scaltec SBC 22, vakum merek Gast model DOA-P104-BN, Millipore
ukuran pori 0,45µm , mikropipet, seperangkat alat gelas yang lazim digunakan di
laboratorium analisis.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pemilihan sampel
Sampel yang dipilih adalah krim topikal yang mencantumkan kandungan
hidrokortison asetat dan kloramfenikol pada kemasannya. Sampel yang digunakan
sebanyak 7 kemasan dengan nomor kode produksi yang sama dan dilakukan 5 kali
replikasi dan dibuat triplo di setiap replikasi, yaitu dilakukan pemipetan sampel
sebanyak 3 kali.
2. Pembuatan larutan baku hidrokortison asetat dan kloramfenikol
a. Pembuatan Larutan Induk Hidrokortison asetat. Lebih kurang 10,0 mg
baku hidrokortison asetat yang ditimbang dengan seksama kurang lebih dilarutkan
dalam metanol (p.a) sampai 10,0 ml sehingga didapatkan konsentrasi stok 1000
b. Pembuatan Larutan Induk Kloramfenikol. Lebih kurang 8,0 mg baku
kloramfenikol yang ditimbang seksama kurang lebih dilarutkan dalam metanol
(p.a) sampai 10,0 ml sehingga didapatkan konsentrasi stok 800 ppm.
3. Pembuatan fase gerak
Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ialah menggunakan campuran
metanol dan aquabidest dengan perbandingan 65:35. Masing-masing bahan
diambil dengan menggunakan buret. Fase gerak dibuat sesuai dengan volume
yang dibutuhkan, yakni 500 ml, kemudian dicampur dan disaring dengan
menggunakan kertas saring anorganik Whatman anorganik 0,45 m diameter 47
mm dengan bantuan pompa vakum Gast dan glass filter Whatman kapasitas 300
ml. Fase gerak kemudian di degassing dengan alat ultrasonic Retsch selama 15
menit.
4. Pembuatan seri larutan baku hidrokortison asetat dan kloramfenikol
Larutan baku induk hidrokortison asetat dan kloramfenikol dari langkah 2.a.
dan 2.b. di atas dipipet 125; 250; 375; 500; 625; 750; dan 875 l kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml dan diencerkan dengan fase gerak
metanol:aquabidest (65:35) sampai tanda sehingga didapatkan konsentrasi seri
hidrokortison asetat 12,5; 25; 37,5; 50; 62,5; 75; dan 87,5 ppm dan seri larutan
baku kloramfenikol 10; 20; 30; 40; 50; 60;dan 70 ppm. Kemudian disaring dengan
Millipore dan didegassing selama 15 menit dan diinjectkan ke dalam sistem
aquabidest dengan perbandingan 65:35. AUC (Area Under Curve) dan peak
Height untuk tiap peak yang muncul diamati dari kromatogram yang didapat.
Lalu, ditentukan persamaan regresi linear antara kadar tiap analit terhadap AUC
dan peak Height analit.
5. Pembuatan larutan sampel
Sampel diambil 7 kemasan dari batch yang sama dan dicampur hingga
homogen. Timbang dengan seksama kurang lebih 0,25 g sampel, larutkan dalam
metanol 10,0 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit.
Diambil 800 l supernatan, encerkan dengan fase gerak hingga 10,0 ml. Larutan
tersebut disaring dengan millipore dan didegassing selama 15 menit. Replikasi
dilakukan 5 kali dan dilakukan triplo untuk setiap replikasi.
6. Penetapan kadar kloramfenikol dan hidrokortison asetat
Larutan sampel diinjeksikan dalam injector port dengan menggunakan
KCKT syringe Microliter tipe 710 dengan fase diam kolom Kromasil 100-5 C18
250 x 4,6 mm, fase gerak metanol dan aquabidest dengan komposisi fase gerak
metanol:aquabidest 65:35, serta kecepatan alir fase gerak 1,2 ml/menit. Injeksikan
40 l dan detektor diatur pada 255 nm. Amati kromatogram yang dihasilkan.
Dengan memasukkan nilai AUC dan peak Height sampel dalam masing-masing
persamaan kurva baku kloramfenikol, hidrokortison asetat, maka akan didapatkan
kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sampel. Data disajikan
pada masing-masing pengulangan dan dilakukan penghitungan recovery,
kesalahan sistematik, kesalahan acak dengan rumus:
Rumus Recovery = 100%
Rumus kesalahan sistematik = (100-recovery)%
Rumus CV = 100%
Penetapan recovery untuk melihat akurasi metode dilakukan minimal
melalui 9 penetapan dengan minimal 3 tingkat konsentrasi berbeda yang
mencakup rentang yang spesifik (sebagai contoh, 3 konsentrasi berbeda dengan 3
replikasi masing-masing untuk setiap konsentrasi). Akurasi dilaporkan sebagai
persen recovery, melalui penambahan sejumlah analit ke dalam sampel diperoleh
suatu kadar teoritis yang nantinya akan dibandingkan dengan kadar yang terukur
oleh instrumen (Nash and Wachter, 2003).
F. Analisis Hasil
1. Gambaran tentang penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian penetapan kadar zat aktif sediaan yakni
hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sediaan krim topikal melalui suatu
tahapan proses validasi metode yang telah dilakukan Puspitasari (2009). Analisis
kualitatif dilakukan dengan pengamatan waktu retensi hidrokortison asetat dan
kloramfenikol yang diperoleh dari tiap sampel yang dibandingkan dengan waktu
parameter-parameter untuk validasi metode antara lain akurasi, presisi, dan
linieritas.
2. Jenis statistika dan uji statistik yang dipakai
a. Jenis statistika. Penelitian ini menggunakan jenis statistika deskriptif.
b. Uji statistik. Uji-uji statistik yang akan dipakai : Regresi Linear.
Digunakan statistika dan uji statistika di atas adalah karena jenis penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian noneksperimental deskriptif.
3. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
a.Analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah penetapan
kadar kloramfenikol dan hidrokortison asetat berdasarkan analisis data AUC dan
peak Height sampel serta kurva baku masing-masing senyawa. Data kadar
disajikan dengan satuan %b/b. Kadar yang diperoleh kemudian dibandingkan
Pemilihan sampel dilakukan melalui pendataan terhadap beberapa apotek
di kota Yogyakarta dan mengacu pada referensi Informasi Spesialite Obat Volume
41 (Anonim, 2006b). Hasil pendataan menunjukkan bahwa populasi krim topikal
hidrokortison asetat dan kloramfenikol yang beredar di Yogyakarta sebanyak 1
merk.
Berdasarkan hasil tersebut, maka pengambilan sampel tersebut diwakili
oleh 7 kemasan dengan kode nomor produksi yang sama. Pemilihan kode nomor
produksi yang sama bertujuan untuk mendapatkan kriteria homogenitas karena
diasumsikan bahwa sampel dengan kode nomor produksi sama bersifat homogen.
Kriteria lainnya yang harus dipenuhi dalam pemilihan sampel adalah representatif,
yakni sampel yang dianalisis benar-benar mencerminkan populasi yang
diwakilinya, dan 7 kemasan diharapkan telah memenuhi persyaratan tersebut.
Replikasi dilakukan 5 kali, dan dilakukan triplo pada setiap replikasi, yakni
pemipetan 3 kali untuk setiap replikasi.
Replikasi 5 kali ditujukan untuk mengurangi penyimpangan dan kesalahan
penetapan kadar, karena dengan demikian maka variasi kesalahan pada nilai
standar deviasi dan koefisien variasi dari semua replikasi dapat terlihat.
B. Pembuatan Kurva Baku Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol
Pembuatan kurva baku bertujuan untuk memperoleh persamaan regresi
linear yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar hidrokortison asetat
dan kloramfenikol dalam sampel. Linieritas suatu kurva baku menunjukkan
bahwa kenaikan respon yang terjadi dikarenakan deteksi instrumen sebanding
dengan kenaikan konsentrasi baku yang digunakan. Parameter linieritas suatu
kurva ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r) lebih besar dari 0,999 (Snyder
et al., 1997).
Tujuh seri konsentrasi yang dibuat untuk pembuatan kurva baku yakni
12,5; 25; 37,5; 50; 62,5; 75; dan 87,5 ppm untuk hidrokortison asetat dan 10; 20;
30; 40; 50; 60; dan 70 ppm untuk kloramfenikol, diinjeksikan ke instrumen KCKT
dan dibaca oleh detektor pada overlapping hidrokortison asetat dan
kloramfenikol yakni 255 nm. Dilakukan tiga kali replikasi untuk setiap seri
konsentrasi dengan tujuan untuk mencari nilai (r) yang terbaik, yakni nilai (r)
yang lebih besar dari 0,999.
Persamaan regresi linear yang didapatkan merupakan hubungan antara
konsentrasi hidrokortison asetat vs AUC (Area Under Curve)/15000 untuk
hidrokortison asetat dan konsentrasi kloramfenikol vs AUC/10000 untuk
kloramfenikol. Selain AUC juga digunakan peak Height sebagai parameter respon
lain yang nantinya akan dibandingkan hasilnya untuk penetapan kadar. Nilai peak
Height akan dibagi 1500 untuk hidrokortison asetat dan 1000 untuk kloramfenikol
pada pembuatan kurva baku dengan parameter Height. Hal tersebut memiliki
yang lebih baik. Kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam sampel
dihitung dengan memasukkan AUC sampel ke dalam persamaan kurva baku yang
didapatkan. Selain AUC juga digunakan peak Height sebagai parameter respon
lain yang nantinya akan dibandingkan hasilnya untuk penetapan kadar.
Penggunaan pengukuran melalui peak Height biasanya ditujukan untuk mengatasi
peak overlapping (Hayashi and Matsuda, 1995), walaupun pada penelitian ini
tidak dijumpai adanya peak overlapping. Parameter yang harus diatur konstan
untuk pengukuran dengan menggunakan peak Height adalah suhu dan komposisi
solven serta harus digunakan suatu metode repetisi sampel (Anonim, 2009d).
Hasilnya dapat terlihat di Tabel I pada halaman berikut.
Tabel I. Kurva baku hidrokortison asetat (AUC)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar
12,5988 207849 13,0455 217719 12,6980 212768 25,1975 412031 26,0911 459626 25,3960 416838 37,7963 633477 39,1366 658733 38,0940 615409 50,395 834588 52,1822 895062 50,7920 818228 62,9938 1028463 65,2277 1109650 63,4899 1074349 75,5925 1258522 78,2732 1323488 76,1879 1249287
88,1913 1459489 91,3188 1513894 88,8859 1343085
Persamaan kurva baku yang diperoleh untuk setiap replikasi:
I. y= 16563,1170x - 1210,3277; r = 0,9999
II. y= 16609,8949x + 15858,2289; r =0,9996
Perhitungan persamaan kurva baku kloramfenikol dilakukan berdasarkan
parameter respon AUC, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel II pada halaman
selanjutnya.
19,8832 178219 20,5817 195405 21,3301 187154
29,8247 272721 30,8725 281764 31,9952 275658
39,7663 357538 41,1634 382639 42,6602 367089
49,7079 442122 51,4542 474144 53,3253 480735
59,6495 542454 61,7451 565309 63,9903 557636
69,5911 628667 72,0359 649958 74,6554 600542
Persamaan kurva baku yang diperoleh untuk setiap replikasi:
I. y= 9043,1675x - 959,2847; r = 0,9998 II. y= 9036,3043x + 5462,1076; r =0,9997
III. y= 8238,6491x + 14912,2017; r= 0,9957
Perhitungan persamaan kurva baku hidrokortison asetat dilakukan
berdasarkan parameter respon Height, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel III.
Tabel III. Kurva baku hidrokortison asetat (Height)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar hidrokortison
asetat (ppm) Height
Kadar hidrokortison
asetat (ppm) Height
Kadar hidrokortison
asetat (ppm) Height
12,5988 13749 13,0435 14571 12,698 15490
25,1975 27616 26,0911 30520 25,396 27012
37,7963 41936 39,1366 43658 38,094 39717
50,395 55266 52,1822 59047 50,792 52815
62,9938 68464 65,2277 72766 63,4899 68834
75,5925 83821 78,2732 85296 76,1879 79302
Persamaan kurva baku yang diperoleh untuk setiap replikasi:
I. y= 1102,5470x - 143,6027; r = 0,9999
II. y= 1046,0223x + 2782,8713; r =0,9984
III. y= 986,5096x + 2323,2452; r= 0,9957
Perhitungan persamaan kurva baku kloramfenikol dilakukan berdasarkan
parameter respon Height, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel IV pada halaman
berikut.
Tabel IV. Kurva baku kloramfenikol (Height)
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar
19,8832 25564 20,5817 28142 21,3301 26375
29,8247 38748 30,8725 40198 31,9952 38781
39,7663 50842 41,1634 54358 42,6602 51545
49,7079 62906 51,4542 67145 53,3253 67979
59,6495 77439 61,7451 79812 63,9903 78214
69,5911 89458 72,0359 90518 74,6554 83889
Persamaan kurva baku yang diperoleh untuk setiap replikasi:
I. y= 1286,4365x - 59,0001; r = 0,9998
II. y= 1253,6514x + 1760,5983; r =0,9993
III. y= 1153,3199x + 2250,8254; r= 0,9948
Dari semua tabel di atas terlihat secara garis besar hampir semua kurva
baku yang dihasilkan sudah memiliki nilai r > 0,999 walaupun ada beberapa
Persamaan kurva baku yang memiliki nilai koefisien korelasi terbesar digunakan
untuk menetapkan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol. Persamaan kurva
baku yang selanjutnya digunakan untuk perhitungan kadar adalah persamaan
replikasi I
,
sebab baik pada parameter AUC maupun Height mempunyai nilaikoefisien korelasi yang terbesar yaitu r = 0,9999 untuk hidrokortison asetat dan
0,9998 untuk kloramfenikol. Hal tersebut menggambarkan hubungan yang baik
antara konsentrasi dan AUC serta konsentrasi dan Height.
Hidrokortison asetat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan
persamaan kurva baku replikasi I dan hubungan antara konsentrasi hidrokortison
asetat vs AUC/15000, dapat dilihat pada Tabel V dan Gambar 5 pada halaman
selanjutnya.
Tabel V. Kadar hidrokortison asetat vs AUC/15000
Replikasi I
Kadar hidrokortison asetat (ppm) AUC AUC/15000
12,5988 207849 13,8566
25,1975 417031 27,8021
37,7963 633477 42,2318
50,3950 834588 55,6392
62,9938 1028463 68,5642
75,5925 1258522 83,9015
0
K a da r hidrokortison a se ta t (ppm )
A
Hidrokortison asetat ditetapkan kadarnya dengan menggunakan persamaan
kurva baku replikasi I dan hubungan antara konsentrasi hidrokortison asetat vs
peak Height/1500, dapat dilihat pada Tabel VI dan Gambar 6 pada halaman
selanjutnya.
Tabel VI. Kadar hidrokortison asetat vspeak Height/1500
Replikasi I
Kadar hidrokortison asetat (ppm) Height Height/1500
12,5988 13749 9,166
25,1975 27616 18,4107
37,7963 41936 27,9573
50,3950 55266 36,844
62,9938 68464 45,6427
75,5925 83821 55,8807
0
Gambar 6. Kurva hubungan antar konsentrasi hidrokortison asetat vs peak
Height/1500
Kloramfenikol ditetapkan kadarnya dengan menggunakan persamaan
kurva baku replikasi I dan hubungan antara konsentrasi kloramfenikol vs
AUC/10000, dapat dilihat pada Tabel VII dan Gambar 7.
Tabel VII. Kadar kloramfenikol vs AUC/10000
Replikasi I
Kadar kloramfenikol (ppm) AUC AUC/10000
12,5988 88859 8,8859
25,1975 178219 17,8219
37,7963 272721 27,2721
50,3950 357538 35,7538
62,9938 442122 44,2122
75,5925 542454 54,2454
0
Gambar 7. Kurva hubungan antar konsentrasi kloramfenikol vs AUC/10000
Kloramfenikol ditetapkan kadarnya dengan menggunakan persamaan
kurva baku replikasi I dan hubungan antara konsentrasi kloramfenikol vs peak
Height/1000, dapat dilihat pada Tabel VIII dan Gambar 8.
Tabel VIII. Kadar kloramfenikol vspeak Height/1000
Replikasi I
Kadar kloramfenikol(ppm) Height Height/1000
12,5988 12728 12,728
25,1975 25564 25,564
37,7963 38748 38,748
50,3950 50842 50,842
62,9938 62906 62,906
75,5925 77439 77,439
0
Gambar 8. Kurva hubungan antar konsentrasi kloramfenikol vspeak
Height/1000
C. Penyiapan Sampel
Sebelum dilakukan penyiapan sampel, masing-masing sampel dalam tiap
kemasan dihomogenkan terlebih dahulu. Proses homogenisasi dilakukan dengan
menggunakan metode assay, yakni mencampurkan semua sampel menjadi satu ke
dalam suatu wadah tertentu. Penyiapan sampel ini bertujuan untuk memisahkan
hidrokortison asetat dan kloramfenikol dari komponen penyusun krim topikal
yang lain. Rincian penimbangan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.
Krim termasuk dalam jenis sediaan emulsi, sehingga langkah awal yang
dilakukan pada penyiapan sampel adalah memecah sistem emulsi krim topikal.
Pemecahan sistem emulsi dilakukan dengan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm
adalah oleh adanya pemberian energi bebas berlebih (Tadros, 2005). Setelah
sistem emulsi rusak, zat aktif dipindahkan dari emulsi dengan cara dilarutkan
dalam pembawanya (Cunniff, 1995).
Adanya hal tersebut menyebabkan emulsi menjadi tidak stabil dan
akhirnya pecah menjadi 2 fase larutan dan padatan yang tidak saling campur, dan
hidrokortison asetat dan kloramfenikol akan berada dalam fase air sehingga
penyarian hidrokortison asetat dan kloramfenikol menjadi lebih mudah.
Penyarian hidrokortison asetat dan kloramfenikol dilakukan dengan
menggunakan metanol (p.a), sebab hidrokortison asetat dan kloramfenikol larut
dalam metanol. Untuk mendapatkan larutan yang jernih, maka dibutuhkan
penyaringan larutan sampel dengan menggunakan Millipore, sebab fungsi
Millipore sebagai membran filter adalah untuk menghilangkan semua partikel
yang tak larut dalam fase gerak (Snyder et al., 1997). Semakin kecil ukuran pori
membran filter maka filtrat yang dihasilkan akan semakin jernih. Pada penelitian
digunakan Millipore dengan ukuran pori 0,45 m, oleh sebab itu maka yang akan
dihilangkan adalah partikel yang berukuran > 0,45 m. Partikel harus dihilangkan
sebelum injeksi sebab partikel akan menyumbat inlet kolom, sehingga akan
merusak kolom yang pada akhirnya akan mengurangi umur normal kolom
(Snyder et al., 1997). Filtrat yang didapatkan selanjutnya didegassing selama 15
menit untuk menghilangkan gelembung yang terdapat dalam larutan, karena
adanya gelembung dikhawatirkan dapat menyumbat kolom instrumen KCKT.
Setelah larutan sampel selesai disaring dan didegassing, sampel diinjeksikan ke
D. Penentuan Recovery, Kesalahan Acak, dan Kesalahan Sistematik
Penentuan nilai recovery dilakukan untuk melihat tingkat akurasi metode
yang digunakan dan memeriksa apakah metode yang digunakan dapat menetapkan
kadar hingga mendekati nilai yang sebenarnya. Recovery dan kesalahan sistematik
pada metode KCKT fase terbalik ini ditentukan dari kadar terukur hidrokortison
asetat dan kloramfenikol baku yang ditambahkan ke dalam sampel. Rincian
penimbangan sampel spiking dapat dilihat pada Lampiran 1 dan perhitungan kadar
spiking dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
Berdasarkan perhitungan nilai recovery, dapat dilihat pada Lampiran 4
dan 5, maka diperoleh nilai recovery yang terlihat pada Tabel XIII di bawah dan
tabel XIV pada halaman berikut.
Tabel IX. Nilai recovery pada pengukuran hidrokortison asetat
Recovery dengan
parameter AUC
Recovery dengan
parameter peak Height
Replikasi I 52,1395 49,1105 106,8316% 102,4816%
Replikasi II 52,336 49,3182 107,2343% 102,9150%
Replikasi III 51,1545 48,1935 104,8134% 100,5680%
Rata-rata 106,2931±1,2972% 101,9882±1,2489%
CV 1,2204% 1,2246%
Tabel X. Nilai recovery pada pengukuran kloramfenikol
Recovery dengan
parameter AUC
Recovery dengan
parameter peak Height
Replikasi I 46,5331 45,2762 106,5665 104,6711
Replikasi II 46,4512 45,2498 106,3789 104,6100
Replikasi III 45,2999 44,2952 103,7423 102,4032
Rata-rata 105,5626±1,5792% 103,8948±1,2921%
Nilai recovery metode KCKT untuk hidrokortison asetat adalah
106,2931±1,2972% dan 101,9882±1,2489% masing-masing untuk pengukuran pada
parameter AUC dan peak Height, sedangkan untuk kloramfenikol adalah
105,5626±1,5792% dan 103,8948±1,2921% masing-masing untuk pengukuran pada
parameter AUC dan peak Height. Menurut Harmita (2004), untuk persentase
analit pada matriks sampel sebesar 1-10%, rentang recovery yang diijinkan adalah
97-103%. Nilai recovery metode KCKT yang masuk pada syarat recovery ini
adalah nilai recovery berdasarkan parameter respon peak Height, sehingga dapat
dinyatakan metode KCKT fase terbalik ini memiliki nilai akurasi yang baik untuk
menetapkan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal
berdasarkan parameter respon peak Height.
Untuk mengukur tingkat kesalahan yang terjadi dalam penetapan kadar
hidrokortison asetat dan kloramfenikol, maka ditentukan pula nilai kesalahan
sistematik yang merupakan parameter kesalahan yang disebabkan oleh faktor
instrumen dan metode yang digunakan. Besarnya kesalahan sistematik yang
diijinkan untuk kadar analit 1-10% adalah 2,8% (Yuwono, M. and Indrayanto,
G., 2005). Kesalahan sistematik metode KCKT fase terbalik ini baik sebab tidak
lebih dari 2,8%.
E. Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol
Penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim
topikal dilakukan dalam kondisi yang sama seperti pada validasi metode
yang dilakukan Puspitasari (2009). Pada sediaan krim topikal hidrokortison asetat
dan kloramfenikol sebagai bahan aktif, terdapat pula bahan tambahan lain yang
dapat mengganggu penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol bila
tidak dipisahkan terlebih dahulu, diantaranya air dan bahan-bahan yang terlarut di
dalamnya, bahan tak larut air, emulgator, serta bahan pengawet atau
bahan-bahan lain yang dapat menjaga stabilitas sediaan krim topikal. Oleh sebab itu,
metode KCKT fase terbalik untuk menetapkan kadar hidrokortison asetat dan
kloramfenikol harus bisa memisahkan hidrokortison asetat dan kloramfenikol dari
bahan tambahan lain yang ditambahkan ke dalam formulasi krim topikal tersebut.
Berdasarkan hasil validasi metode Puspitasari (2009), metode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan menggunakan fase diam
berupa kolom Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm dan fase gerak berupa campuran
metanol : aquabidest dengan perbandingan 65:35, serta flow rate 1,2 ml/menit
mampu memisahkan hidrokortison asetat dan kloramfenikol dari bahan tambahan
lain yang terdapat dalam sediaan krim topikal.
Keberhasilan pemisahan ditunjukkan dengan adanya hasil uji kualitatif
berupa kromatogram yang menunjukkan adanya dua puncak yang memiliki waktu
retensi yang sama dengan dua puncak pada kromatogram baku campuran
hidrokortison asetat dan kloramfenikol. Hasilnya terlihat pada kromatogram pada
Gambar 9. Kromatogram baku hidrokortison asetat dan kloramfenikol
Instrumen: Varian Shimadzu LC-10 AD Fase diam: Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm
Fase gerak: metanol:aquabidest (65:35) Flow rate: 1,2 ml/menit
Injeksi: sampel 40 l Detektor: UV 255 nm
Instrumen: Varian Shimadzu LC-10 AD Fase diam: Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm
Fase gerak: metanol:aquabidest (65:35) Flow rate: 1,2 ml/menit
Injeksi: sampel 40 l Detektor: UV 255 nm
Instrumen: Varian Shimadzu LC-10 AD Fase diam: Kromasil 100-5 C18 250 x 4,6 mm
Fase gerak: metanol:aquabidest (65:35) Flow rate: 1,2 ml/menit
Injeksi: sampel 40 l Detektor: UV 255 nm
Gambar 10 merupakan kromatogram sampel V replikasi III, kromatogram
sampel lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada Gambar 9 terlihat adanya
puncak nomor 4 yang merupakan puncak kloramfenikol dengan waktu retensi
3,493 menit yang memiliki waktu retensi yang sama dengan baku kloramfenikol
yakni 3, 469 menit dan puncak nomor 10 adalah puncak hidrokortison asetat
dengan waktu retensi 8,543 menit yang memiliki waktu retensi yang sama dengan
baku hidrokortison asetat yakni 8,553 menit. Oleh sebab itu, dengan
menggunakan metode ini, proses analisis dapat berlangsung dalam waktu kurang
dari 10 menit untuk setiap penginjeksian.
Penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dilakukan
terhadap krim topikal merk “X”, dan dilakukan 5 kali repilkasi yaitu diwakili oleh
5 kali penyiapan sampel dan setiap repilkasi dilakukan triplo, yakni setiap
replikasi dilakukan 3 kali pemipetan dan setiap pemipetan dinjeksikan 1 kali.
Perhitungan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim
topikal merk “X” dilakukan dengan melakukan interpolasi peak Height yang
dihasilkan sebagai respon detektor terhadap senyawa hasil pemisahan dari kolom.
Digunakan peak Height karena hanya parameter peak Height yang berhasil
memenuhi kriteria akurasi. Berdasarkan hasil penghitungan melalui peak Height,
dapat dilihat pada Lampiran 3, maka diperoleh data kadar hidrokortison asetat
Tabel XI. Hasil penetapan kadar hidrokortison asetat berdasarkan parameter peak Height
Height
Kadar hidrokortison asetat (%b/b)
Rata-rata kadar hidrokortison asetat pada tiap replikasi
sampel (%b/b) CV(%)
hidrokortison asetat 2,5018 ± 0,1177 1,5009
Berdasarkan perhitungan dengan parameter peak Height, dapat dilihat
pada Lampiran 3, maka diperoleh hasil perhitungan kadar kloramfenikol seperti
pada Tabel XII. Untuk perhitungan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol
Tabel XII. Hasil penetapan kadar kloramfenikol berdasarkan parameter peak Height
Height
Kadar kloramfenikol (%b/b)
Rata-rata kadar kloramfenikol
pada tiap replikasi sampel (%b/b) CV(%)
kloramfenikol 2,3081 ± 0,0443 1,6178
Bila dibandingkan dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia edisi IV yakni bahwa kadar yang terkandung dalam sediaan krim
topikal harus tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang
tertera pada etiket untuk hidrokortison asetat maka dapat dilakukan perhitungan
Pada etiket sampel tertera bahwa kadar hidrokortison asetat adalah 2,5%
dari 10 g sampel atau sama dengan 250,00 mg/10 g sampel, maka rentang yang
diperbolehkan (90-110%) adalah 225,00-275,00 mg/10 g sampel. Berdasarkan
perhitungan diperoleh kadar hidrokortison asetat dalam sampel sebesar 2,5018 ±
0,1177%b/b atau 238,41-261,95 mg/10 g sampel. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kadar hidrokortison asetat dalam krim topikal merk “X”
memenuhi persyaratan dalam Farmakope Indonesia edisi IV.
Pada etiket sampel juga tertera bahwa kadar kloramfenikol adalah 2,0%
dari 10 g sampel atau sama dengan 200,00 mg/10 g sampel, maka rentang yang
diperbolehkan (90-130%) adalah 180,00-260,00 mg/10 g sampel. Berdasarkan
perhitungan diperoleh kadar hidrokortison asetat dalam sampel sebesar 2,3081 ±
0,0443%b/b atau 226,38-235,24 mg/10 g sampel. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kadar kloramfenikol dalam krim topikal merk “X” memenuhi
1. Penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal
merk ”X” dengan metode KCKT fase terbalik menghasilkan nilai recovery
97-103% baik untuk hidrokortison asetat maupun kloramfenikol dan coefficient of
variation (CV) < 2,8% pada parameter peak Height. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa metode KCKT fase terbalik memiliki validitas yang baik
untuk penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal.
2. Kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam krim topikal merk ”X”
hasil penelitian laboratorium adalah sebesar 2,50±0,1177%b/b dan
2,30±0,0443%b/b. Dengan demikian baik kadar hidrokortison asetat maupun
kloramfenikol dalam krim topikal merk ”X” memenuhi peryaratan yang tertera
dalam Farmakope Indonesia edisi IV.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol merek
”X” dengan menggunakan sampling yang lebih luas.
2. Perlu dilakukan pencarian lebih lanjut apakah terdapat sediaan krim topikal
merek lain yang juga mengandung hidrokortison asetat dan kloramfenikol.
3. Perlu dilakukan penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam
krim topikal dengan menggunakan metode yang lain.