• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Kckt)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM

SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

OLEH:

Beby Fitria

NIM 122410083

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan,

kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir ini, serta sholawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad

SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan. Tugas Akhir ini berjudul

“PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM SEDIAAN

KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)”. Tugas

Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada

program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

berbagai pihak antara lain:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Dra. Fat Aminah, M.Sc.,Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian hingga

(4)

iv

3. Bapak Yogi Sugianto, S.Farm., Apt., selaku Supervisor Pengawasan Mutu

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah mengawasi

penulis selama melakukan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

4. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai koordinator

program Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan.

5. Bapak Popi Patilaya,S.Si., M.Sc., Apt., sebagai Dosen Penasehat

Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis

dalam hal akademis setiap semester.

6. Bapak dan Ibu dosen staf Pengajar Fakultas Farmasi Program Diploma III

Analis Farmasi Dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan

mahasiswa Analis Farmasi Dan Makanan.

7. Seluruh staf dan pegawai PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK.

PLANT MEDAN yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

kepada penulis dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

8. Adikku tersayang,Dinda dan Romi yang telah memberikan semangat dan

motivasi serta dukungan serta doa kepada penulis.

9. Seluruh sahabat-sahabatku Nurul, Dwi, Ezy, Adel, Sela, Yulita, Yuni,

serta teman-teman satu PKL yang saling mendukung danbahu mambahu

selama PKL hingga tugas akhir ini selesai.

10.Teman-teman Analis Farmasi dan Makanan stambuk 2012 semuanya

tanpa terkecuali, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima

kasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukkan

(5)

v

Terima kasih yang setulus-tulusnya untuk yang teristimewa Ayahanda

Ponidi dan Ibunda Herlina serta juga untuk seluruh keluarga besar yang telah

mencurahkan perhatian serta memberikan dukungan baik moril maupun materil

dan segenap doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan tugas akhir ini, masih

banyak terdapat kekurangan dan kelemahan yang dimiliki penulis baik itu

sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa. Untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun

demi penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini berguna bagi

pembaca secara umum dan penulis secara khusus. Akhir kata penulis

mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Mei 2015

Penulis,

(6)

vi

PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Krim topikal hidrokortison asetat berfungsi sebagai antiinflamasi. Zat aktif ini memiliki kecenderungan untuk mengalami degradasi selama penyimpanan sehingga penetapan kadar zat aktif tersebut menjadi suatu pertimbangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penetapan kadar hidrokortison asetat dalam krimt opikal yang ditetapkan melalui suatu metode yang tervalidasi sesuai dengan standar analisis, yaitu metode Kromatograpi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan tujuan untuk mengetahui kadar hidrokortison asetat.

Sistem KCKT yang digunakan adalah kolom Bondapack C18 300 x 3.9

mm, fase gerak campuran asetonitril-aquabidest dengan menggunakan detektor UV 254 nm. Parameter yang dioptimasi adalah komposisi fase gerak yaitu asetonitril-aquabidest dan flow rate. Hasil analisa menunjukkan kondisi pemisahan yang baik dicapai pada fasegerak asetonitril-aquabidest (60 : 40 v/v) dengan flow rate 1.2 mL/menit. Semua komponen terpisah baik dalam waktu analisis kurangd ari 10 menit.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa sampel krim yang digunakan pada analisa ini mengandung hidrokortison asetat dengan kadar rata-rata 102.0381 %, sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana kadar hidrokortison asetat dalam sediaan krim memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu kadar tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110.0%.

(7)

vii

ASSAY OF HYDROCORTISONE ACETATE IN CREAM AVAILABLE IN HIGH PERFORMANCE OF LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Topical hydrocortisone acetate cream function as anti-inflammatory. The active substance has a tendency to degrade during storage so that the assay of the active substance into a consideration. Therefore, it takes assay hydrocortisone acetate in a topical cream that is determined by a validated method in accordance with the standard analysis, the method of High Performance Liquid Chromatography (HPLC) reversed phase in order to determine the levels of hydrocortisone acetate.

HPLC system used was Bondapak C18 column 300 x 3,9 mm, mobile phase mixture of acetonitrile-aquabidest at 254 nm using a UV detector. The parameters are optimized composition mobile phase is acetonitrile-aquabidest and flow rate. The analysis shows good separation condition is achieved in the mobile phase acetonitrile-aquabidest (60: 40 v / v) with a flow rate of 1,2 mL/min. All the separate components both within the analysis is less than 10 minutes.

Based on the analysis, showed that the cream samples used in this analysis contains hydrocortisone acetate with an average level of 102,0381%, according to the limit specified in the Pharmacopoeia of Indonesia, where the levels of hydrocortisone acetate in cream meets the requirements set forth, namely content of not less than 90,0% and not more than 110,0%.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

ABSTRACK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Krim ... 4

2.2 Kulit ... 6

2.3 Obat Kulit ... 9

2.3.1 Penggunaan Klinis ... 10

2.3.2 Mekanisme Kerja ... 11

(9)

ix

2.4 Hidrokortison ... 11

2.4.1 Sifat Fisika Kimia ... 12

2.4.2Uji Kualitatif ... 12

2.4.3 Uji Kuantitatif ... 13

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 15

2.5.1 Prinsip ... 15

2.5.2Ciri-ciri KCKT ... 15

2.6 Cara Kerja KCKT ... 16

BAB III METODE PERCOBAAN ... 20

3.1 Tempat Pelaksanaan ... 20

3.2 Alat ... 20

3.3 Bahan ... 20

3.4Prosedur ... 20

3.4.1 Pengambilan Sampel Uji ... 20

3.4.2 Pembuatan pelarut ... 21

3.4.3 Pembuatan Larutan Standar ... 21

3.4.4 Pembuatan Larutan Uji ... 21

3.4.5 Perhiungan Kadar ... 22

3.4.6 Persyaratan ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil ... 23

4.2 Pembahasan ... 23

(10)

x

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil penetapan kadar krim Hidrokortison secara KCKT ... 23

Tabel 2. Data Luas Area Sampel ... 30

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. ... 28

a. Perhitungan Kadar Krim Hidrokortison secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi ... 28

b. Perhitungan Standar Deviasi (SD) dan Standar Deviasi Relatif (RSD) Krim Hidrokortison Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 29

Lampiran 2. Hasil Kromatogram Kadar Krim Hidrokortison ... 32

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Digital Semi Micro Balance ... 34

(14)

vi

PENETAPAN KADAR HIDROKORTISON ASETAT DALAM SEDIAAN KRIM SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Krim topikal hidrokortison asetat berfungsi sebagai antiinflamasi. Zat aktif ini memiliki kecenderungan untuk mengalami degradasi selama penyimpanan sehingga penetapan kadar zat aktif tersebut menjadi suatu pertimbangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan penetapan kadar hidrokortison asetat dalam krimt opikal yang ditetapkan melalui suatu metode yang tervalidasi sesuai dengan standar analisis, yaitu metode Kromatograpi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik dengan tujuan untuk mengetahui kadar hidrokortison asetat.

Sistem KCKT yang digunakan adalah kolom Bondapack C18 300 x 3.9

mm, fase gerak campuran asetonitril-aquabidest dengan menggunakan detektor UV 254 nm. Parameter yang dioptimasi adalah komposisi fase gerak yaitu asetonitril-aquabidest dan flow rate. Hasil analisa menunjukkan kondisi pemisahan yang baik dicapai pada fasegerak asetonitril-aquabidest (60 : 40 v/v) dengan flow rate 1.2 mL/menit. Semua komponen terpisah baik dalam waktu analisis kurangd ari 10 menit.

Berdasarkan analisa yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa sampel krim yang digunakan pada analisa ini mengandung hidrokortison asetat dengan kadar rata-rata 102.0381 %, sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana kadar hidrokortison asetat dalam sediaan krim memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yaitu kadar tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110.0%.

(15)

vii

ASSAY OF HYDROCORTISONE ACETATE IN CREAM AVAILABLE IN HIGH PERFORMANCE OF LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Topical hydrocortisone acetate cream function as anti-inflammatory. The active substance has a tendency to degrade during storage so that the assay of the active substance into a consideration. Therefore, it takes assay hydrocortisone acetate in a topical cream that is determined by a validated method in accordance with the standard analysis, the method of High Performance Liquid Chromatography (HPLC) reversed phase in order to determine the levels of hydrocortisone acetate.

HPLC system used was Bondapak C18 column 300 x 3,9 mm, mobile phase mixture of acetonitrile-aquabidest at 254 nm using a UV detector. The parameters are optimized composition mobile phase is acetonitrile-aquabidest and flow rate. The analysis shows good separation condition is achieved in the mobile phase acetonitrile-aquabidest (60: 40 v / v) with a flow rate of 1,2 mL/min. All the separate components both within the analysis is less than 10 minutes.

Based on the analysis, showed that the cream samples used in this analysis contains hydrocortisone acetate with an average level of 102,0381%, according to the limit specified in the Pharmacopoeia of Indonesia, where the levels of hydrocortisone acetate in cream meets the requirements set forth, namely content of not less than 90,0% and not more than 110,0%.

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentuk sediaan ialah sediaan yang mengandung satu atau beberapa zat

berkhasiat, umumnya dimasukkan dalam suatu vehikulum yang diperlukan untuk

formulasi, hingga didapat suatu produk (dengan dosis-unit, volume, serta sediaan

yang diinginkan) yang siap diminum atau dipakai oleh penderita (Joenoes, 1990).

Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan

tujuan untuk menghasilkan efek local, contoh : lotio, salep, dan krim. Krim adalah

bentuk sediaaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut

atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah

digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair

diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini

batasan tersebut lebih disarankan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak

dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai

panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk

penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat

melalui vaginal (Ansel, 1989).

Hidrokortison merupakan suatu senyawa turunan dari kortisteroid.

Hidrokortison dalam bentuk krim biasanya dikombinasikan dengan suatu asam,

misalnya bila dikombinasikan dengan suatu asam asetat maka nama dari sediaan

tersebut adalah hidrokortison asetat. Krim hidrokortison ini sebelum dipasarkan

(17)

2

kualitas krim dari awal produksi sampai pada obat jadi sehingga menjamin hasil

akhir yang berkhasiat dan menghasilkan efek terapi pada setiap penggunaan.

Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC, High Performance Liquid

Chromatography) merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat

berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan

biologis, karena sederhana, dan kepekaannya tinggi. Cepatnya perkembangan

HPLC didukung oleh perkembangan peralatan yang handal, harganya mahal, dan

kolom yang mangkus (Munson, 1991).

Berdasarkan hasil diatas maka penulis tertarik untuk melakukan pengujian

krim hidrokortison produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah kadar hidrokortison asetat di dalam sediaan krim yang diproduksi

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam pegujian kadar

hidrokortison asetat dalam sediaan krim yang diproduksi PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Medan.

2. Untuk mengetahui apakah kadar hidrokortison asetat dalam sediaan krim

yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi

(18)

3

1.4 Manfaat

Untuk memberi informasi kepada masyarakat bahwa krim hidrokortison

yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan memenuhi

(19)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung

tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada

yaitu: tipe krim air minyak (A/M) dan krim minyak air (M/A). Untuk membuat

krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik,

kationik, dan nonionik.Untuk penstabilan krim ditambahkan zat antioksidan dan

zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan ialah Nipagin 0,12-0,18%,

Nipasol 0,02-0,05% (Anief, 1999).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak

dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri

dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau

alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih

ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk

pemberian obat melalui vaginal (Dirjen POM, 1995).

Krim merupakan sistem emulsi sediaan semi padat dengan penampilan

tidak jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifat

(20)

5

minyak dalam air, dan juga pada sifat zat padat dalam fase internal (Lachman,

1994).

Cream, adalah sediaan lunak, setengah padat atau tebal, sediaan cair untuk

dipakai pada kulit. Basis cream digunakan sebagai pelumas atau sebagai

pelindung, tetapi biasanya ditambah obat didalamnya (Anief, 1984).

Krim minyak dalam air mempunyai air sebagai fase kontinu, dengan

tetesan minyak sebagai fase disperse. Untuk krim air dalam minyak, berlaku

sebaliknya. Bagian realtif lemak dan cairan mempengaruhi sifat reologi atau aliran

suatu krim. Lebih cair konsistensinya maka lebih mudah mengoleskannya

sehingga lebih mudah memakai krim ini (Polano, 1987).

Terdapat patokan klasik dermatoterapi bahwa pada kelainan yang dinamai

dermatosis yang mudah terangsang (dermatitis akut dan eksudatif), maka terapi

harus dimulai dengan obat yang lembut seperti kompres basah atau pasta

penyejuk. Patokan ini tidak menjadi kuno dengan ditemukannya steroid, yang

dapat diterima oleh masyarakat karena umumnya dijual dalam bentuk salep atau

lebih praktis seperti krim, walaupun kortikosteroid bisa juga digabung dalam

pasta penyejuk atau tanpa kortikosteroid tetap sangat diperlukan pada keadaan

vesikula atau basah akut dan parah. Pada kasus kurang parah, mungkin cukup

krim kortikosteroid saja. Krim menjadi semakin penting dalam dermatologi

karena kemajuannya cepat dalam teknologi emulsi serta ditemukannya

kortikosteroid. Krim biasanya digunakan siang hari dan salep digunakan pada

(21)

6

Dalam pembuatan krim diperlukan suatu bahan dasar. Bahan dasar yang

digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kualitas dasar krim yang

diharapkan adalah sebagai berikut :

a. Stabil

b. Lunak

c. Mudah dipakai

d. Dasar krim yang cocok

e. Terdistribusi merata

Fungsi krim adalah:

a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit

b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit

c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan zat-zat

berbahaya (Anief, 1999).

2.2 Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, di mana pada

orang dewasa beratnya kira-kira delapan pon, tidak termasuk lemak.Kulit

menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2 dan mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan.Sediaan semipadat digunakan pada kulit, di mana umumnya

sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa obat topikal, sebagai pelunak kulit,

atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif). Kulit

berfungsi sebagai pembatas terhadap serangan fisika dan kimia. Beberapa bahan

seperti ion nikel, gas mostar, serta minyak dammar dari Rhus toksikodendron,

(22)

7

sedangkan umumnya zat-zat lain tidak dapat. Kulit berfungsi sebagai termostat

dalam mempertahankan suhu tubuh, melindungi tubuh dari serangan

mikroorganisme, sinar ultraviolet, dan berperan pula dalam mengatur tekanan

darah (Lachman, 1994).

Obat kulit digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit.

Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak,

berdarah, melepuh, dan gatal.

2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah

terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin

parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta

timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit

menjadi tebal, keras dan retak-retak (Sartono, 1996).

Kulit terdiri bermacam-macam jarigan, termasuk pembuluh darah, kelenjar

lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat syaraf, jaringan

pengikat otot polos dan lemak. Kulit manusia terdiri dari lapisan yang berbeda :

a. Epidermis.

b. Dermis.

c. Jaringan subkutan yang berlemak.

a. Epidermis, merupakan lapisan kulit luar, tebal 0.16 mm pada pelupuk

mata sampai 0.8 mm pada telapak tangan dan telapak kaki. Epidermis

(23)

8 1. Stratum corneum (lapisan tanduk)

2. Stratum lucidum (lapisan rintangan)

3. Stratum granulosum (lapisan berbutir)

4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)

5. Stratum germinavitum (lapisan sel basah)

Fungsi epidermis adalah untuk pelindung terhadap bakteri, iritasi kimia,

alergi dan lain-lain. Meliputi stratum corneum ada lapisan film lipid

teremulsi pH 4,5-6,5 disebut mantel asam dan merupakan film pelindung.

Bila pH-nya berubah drastis pemasukan oleh bakteri dan macam-macam

penyakit kulit akan meningkat. Stratum corneum merupakan perintang

terhadap kehilangan air, beberapa lapis dari sel mati berkeratin sangat

hidrofil, bila tercelupdalam air akan mengambang, hal ini menjaga

permukaan kulit tetap halus dan lentur (Anief, 1984).

b. Dermis, terdiri anyaman kolagen dan elastin, mengandung pembuluh

darah, pembuluh limphe, gelembung rambut, kelenjar lemak, kelenjar

keringat, otot, serabut syaraf, dan korpus pacin

c. Jaringan subkutan berlemak, bekerja sebagai isolator panas. Absorpsi obat

melalui kulit dapat:

a. Langsung menembus epidermis kulit

b. Di antara atau menembus sel stratum corneum

c. Menembus kelenjar keringat, kelenjar lemak, dan gelembung rambut

(24)

9

2.3 Obat Kulit

Efikasi kortikosteroid (corticosteroid) topikal terbukti luar biasa pada

pengobatan termatosis inflamasi setelah dikenalkannya hydrocortisone pada tahun

1952.Setelah itu, perkembangan sejumlah besar analog menawarkan potensi

pilihan, konsentrasi, serta vehikulum yang ekstensif. Efektivitas teraupetik dari

koetikosteroid topikal ada dasarnya tergantung pada aktivitas antiinflamasi-nya.

Efek-efek kortikosteroid antimitotik pada epidermis manusia menyebabkan

timbulnya mekanisme kerja tambahan pada psoriasis dan penyakit kulit lainnya

yang dihubungkan dengan meningkatnya pergantian sel (Katzung, 2004).

Kortikosteroid krim atau salep penting dalam penanganan berbagai

penyakit kulit primer, namun dalam mengatasi perasaan gatal pada kebanyakan

penyakit sistemik, obat ini hanya kecil artinya. Agaknya kerja obat ini tidak hanya

pada inhibisi protease (Walsh, 1997).

Penyakit alergi. Gejala penyakit yang dasarnya karena reaksi alergi, dapat

diatasi dengan glukokortikoid sebagai obat tambahan di samping obat-obat

primernya. Keadaan alergi tersebut antara lain: hay-fever, penyakit serum,

urtikaria, dermatitis kontak, reaksi obat, edema angioneurotik, dan anafilaksis.

Kadang-kadang pada reaksi yang gawat, misalnya anafilaksis dan edema,

angioneurotik glotis, diperlukan pemberian adrenalin dengan segera (Tanu, 1980).

Pada penggunaan topikal prednisolon dan metilprednisolon sama aktifnya

dengan hydrocortisone. Turunan 9α-fluoro hidrokortison aktif topikal, tetapi

(25)

10

pemakaian topikal. Steroid 9α-fluorinasi deksametason dan betametason yang

kemudian dikembangkan tidak mempunyai keuntungan apapun atas hidrokortison.

Tetapi triamsinolon dan fluosinolon, turunan asetonid steroid fluorinasi,

mempunyai keuntungan jelas dalam terapi topikal. Juga beta metason tidak sangat

aktif topikal, tetapi melekat rantai 5-karbon valerat ke posisi 17-hidroksil

menghasilkan senyawa lebih dari 300 kali keaktifan hidrokortison untuk

pemakaian topikal. Fluosinonid merupakan turunan 21-asetat fluosinolon

asetonid, tambahan 21-asetat meningkat aktivitas topikal sekitar 5 kali lipat.

Fluorinasi steroid tidak diperlukan untuk kekuatan tinggi, hidrokortison valerat

dan butirat mempunyai aktivitas yang serupa dengan triamsinolon asetonid

(Katzung, 2004).

2.3.1 Penggunaan Klinis

Kortikosteroid hanya diabsorpsi sedikit setelah digunakan pada kulit

normal. Misalnya kira-kira 1% dari dosis larutan hydrocortisone yang digunakan

pada ventral lengan bawah akan diabsorpsi. Oklusi jangka panjang dengan film

anti tembus seperti pembungkus plastik adalah suatu metode yang efektif untuk

meningkatkan absorpsi. Ada suatu perbedaan anatomis regional yang dapat dilihat

pada penetrasi kortikosteroid. Dibandingkan dengan absorpsi yang diperoleh dari

bawah lengan, hydrocortisone juga diabsorpsi 0,14 kali melalui plantar lengkung

telapak kaki, 0,83 kali juga diabsorpsi melalui telapak tangan, 3,5 kali melalui

kulit kepala, serta 6 kali melalui kening, 9 kali melalui kulit vulva dan 42 kali

kulit skrotum. Penetrasi meningkat beberapa kali lipat pada kulit yang mengalami

(26)

11

(eksfoliativa) kulit yang parah, seperti psoriasis eritrodermis, yang tampaknya

hambatan penetrasinya berkurang (Katzung, 2004).

2.3.2 Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja, glukokortikoid alamiah dan sintetik serta steroid

antiinflamasi terikat pada reseptor intrasel yang spesifik setelah memasuki

jaringan sasaran. Jadi kompleks makromolekul yang terbentuk ini diangkut ke

dalam inti, tempat ia berinteraksi dengan unsur kromosom untuk mengubah

ekspresi gen. Hormon ini mengubah pengaturan banyak proses sel, termasuk

sintesis dan aktivitas enzim, permeabilitas membran, proses trasnpor dan struktur.

(Katzung, 1989).

2.3.5 Efek Samping

Efek samping lokal kortikosteroid topikal meliputi berikut: atropi, yang

mungkin tampil sebagai kulit yang tampak cekung, mengkilat, sering seperti

kertas rokok yang keriput (Katzung, 1989).

2.4 Hidrokortison

Hidrokortison asetat (C23H32O6) digolongkan ke dalam obat

antiinflamantori analgesic yaitu obat untuk penyakit yang ditandai dengan adanya

rasa nyeri, bengkak, kekakuan, dan gangguan alat fungsi penggerak (Anief, 1996).

Hidrokortison adalah golongan kortikosteroid yang mempunyai daya kerja

antialergi dan antiradang. Kortikosteroid bekerja dengan cara mencegah reaksi

alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat sel epidermis. Kortikosteroid

(27)

12

sel epidermis. Kortikosteriod secara topikal dapat mengganggu pertahanan kulit

alami terhadap infeksi sehingga dikombinasikan dengan obat antibiotika (Sartono,

1996).

2.4.1 Sifat Fisika Kimia

Rumus molekul : C21H30O5

Berat molekul : 362,47

Nama kimia : 11β, 17α, 21 – trihydroxypregn – 4 - ena – 3,20 – dion

Nama lain : Cortisol

Pemerian : Serbuk hablur/kristal putih, tidak berbau, dan rasa pahit

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dalam eter, agak sukar larut

dalam aseton dan dalam etanol, sukar larut dalam

kloroform (Dirjen POM,1995).

2.4.2 Uji Kualitatif Hidrokortison

a. Menggunakan metoda spektrofotometri

Hidrokortison dapat diidentifikasi dengan mengukur serapannya pada

panjang gelombang tertentu dengan alat spektrofotometri. Dalam pelarut metanol

hidrokortison akan memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum ±

(28)

13

b. Menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan teknik pemisahan senyawa-senyawa yang

berwarna. Cara ini pertama sekali dipaparkan pada tahun 1903 oleh Michael

Tswett. Dalam kromatografi, menggunakan dua fase yaitu fase tetap (fase diam

atau stationary phase) dan fase gerak (mobile phase), pemisahan senyawa

tergantung daripada gerakan dari dua fase ini. Menurut farmakope Indonesia Ed.

IV, lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka

dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorbsi, partisi, atau

kombinasi dari keduanya, tergantung dari jenis zat penyangga, cara pembuatan

dan jenis pelarut yang digunakan. Larutan uji ditotolkan pada plat KLT diikuti

dengan penotolan larutan baku. Maka noda larutan uji akan menunjukkan warna

dan harga Rf yang sama dengan noda larutan baku.

2.4.3 Uji Kuantitatif Hidrokortison

Pengujian hidrokortison dapat dilakukan dengan secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High

Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu teknis analisis

obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat

dalam sediaan dan cairan biologi karena sederhana dan kepekaannya tinggi.

KCKT biasanya dilakukan pada suhu kamar, jadi senyawa yang tidak tahan panas

dapat ditangani dengan mudah. Peralatan KCKT memiliki kepekaan yang sangat

tinggi sehingga menghasilkan data yang lebih akurat dan membutuhkan waktu

yang tidak lama. Kepekaan dari peralatan KCKT sangat tinggi sehingga

(29)

14

Cepatnya perkembangan KCKT didukung oleh perkembangan peralatan yang

handal dan kolom yang efisien.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian

(impurities), analisis senyawa-senyawa tidak menguap (non-volatil), penentuan

molekul-molekul netral, ionik, isolasi dan pemurnian senyawa, pemisahan

senyawa-senyawa yang strukturnya hampir sama, pemisahan senyawa-senyawa

dalam sejumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam

skala proses industri (Rohman, 2007).

KCKT merupakan salah satu metode yang mempunyai banyak

keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Cepat : untuk analisis yang tidak rumit, dapat dicapai waktu analisis kurang

dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik : kemampuan pelarut berinteraksi dengan fase diam dan

fase gerak memberikan parameter pencapaian pemisahan yang dikehendaki.

3. Peka / detektor unik : detektor yang dipakai adalah UV 254 nm yang dapat

mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.

4. Kolom dapat dipakai kembali tetapi mutunya turun. Laju penurunan mutunya

bergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut, dan jenis

pelarut yang dipakai.

5. Ideal untuk molekul besar dan ion. Mudah memperoleh kembali cuplikan :

karena detector tidak merusak cuplikan. Pelarut dapat dihilangkan dengan

(30)

15

2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 2.5.1 Prinsip

Suatu fase gerak cair dipompa di bawah tekanan melalui kolom baja yang

mengandung partikel-partikel fase diam dengan diameter 3-10 um. Analit tersebut

dimasukkan ke dalam bagian atas kolom melalui katup lengkung dan pemisahan

suatu campuran berlansung sesuai dengan lamanya waktu relatif yang dibutuhkan

oleh komponennya di dalam fase diam. Perlu diperhatikan bahwa semua

komponen di dalam campuran membutuhkan waktu yang kurang lebih sama

dalam fase gerak agar dapat keluar dari kolom. Pemantauan eluen kolom dapat

dilakukan dengan berbagai detektor (Watson, 2009).

Fase diam menggunakan silika gel, yang dalam molekulnya terdapat rantai

oktadesil yang terikat secara kimia, ikatannya stabil terhadap hidrolisis dan

mempunyai gabungan sifat hidrofilik dan hidrofobik, karena pada ujung rantai

terdapat gugus eter silil dan alkil pada bagian tengah. Fase gerak merupakan

campuran antara metanol atau asetonitril dengan air atau larutan dapar. Pada

penggunaan fase gerak yang mengandung air, ikatan kimia fase diam mempunyai

sifat seperti sistem terbalik (Sardjoko, 1993).

2.5.2 Ciri-ciri KCKT

Ciri-ciri KCKT sangat cocok untuk menetapkan koefisien partisi.

Keuntungan metode KCKT untuk menetapkan nilai lipofilisitas terutama bagi

senyawa lipofilik tinggi, mempunyai jarak pengukuran yang sangat luas, dan tidak

memerlukan proses pemurnian. Kerugiannya hanya dapat dipakai bagi seri

senyawa homolog, senyawa yang bersifat basa memerlukan penambahan senyawa

(31)

16

fase diam supaya menghasilkan log k’ yang tinggi, dan juga jarak pH yang

terbatas yaitu (2.0-8.0) (Sardjoko, 1993).

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar

senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan

protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat,

produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan

farmasi, memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan, memurnikan

senyawa dalam suatu campuran, memisahkan polimer dan menentukan distribusi

berat molekulnya dalam suatu campuran, kontrol kualitas, dan mengikuti jalannya

reaksi sintetis (Rohman, 2007).

2.6 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut

terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati

suatu kolom kromatografi. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap

suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari

berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan

diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel.

Ukuran tujuan memilih kombinasi kondisi kromatografi yang terbaik, maka

dibutuhkan pemahaman yang mendasar tentang berbagai macam faktor yang

mempengaruhi pemisahan pada kromatografi cair (Rohman, 2007).

Instrument KCKT pada dasarnya terdiri atas beberapa komponen pokok

(32)

17 1. Tandon pelarut

Bahan tandon harus lembab terhadap fase gerak berair dan tidak berair.

Sehingga baja anti karat dan gelas menjadi pilihan. Baja anti karat jangan dipakai

pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika tandon harus bertekanan,

hindari penggunaan gelas. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500 ml di

gunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir 1 – 2 ml / menit (Munson, 1991).

2. Pipa

Sifat pipa merupakan penyambung dari seluruh bagian sistem. Garis

tengah dalam pipa sebelum penyuntik tidak berpengaruh, hanya saja harus

lembab, tahan tekanan dan mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai

(Munson, 1991).

3. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yag mempunyai

syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase

gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adala gelas, baja tahan karat,

teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan

tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan

alir 3 mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu

mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit (Munson, 1991).

4. Penyuntik / Sistem penyuntik Cuplikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai

ketelitian maksimum pada analisis kuantitatif, yang terpenting adalah sistem harus

(33)

18

Pada saat pengisian terokan, terokan dialirkan melewati keluk dan kelebihannya

dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase

gerak mengalir melewati keluk kolom. Presisi suntikan terokan dengan suntik

keluk ini dapat mencapai RSD 0.1% (Munson, 1991).

5. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatograf, kebersihan atau kegagalan

analisis tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Dianjurkan

untuk mamasang penyaring 2 μm dijalur antar penyuntik dan kolom, untuk

menahan partikel yang dibawa fase gerak atau terokan, hal ini dapat

memperpanjang umur kolom. KCKT biasanya adalah UV 254 nm. Bila tanggapan

detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran pita yang

memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada sifat

sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).

Kolom dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Kolom analitik :

garis tengah dalam 2-6 mm. untuk kemasan makropartikel panjang kolom 50 -

100 cm, untuk kemasan mikropartikel biasanya panjang kolomnya 10-30 cm.

b. Kolom preparatif :

garis tengah 6 mm atau lebih besar dan panjang 25-100 cm (Johnson,1991).

6. Detektor

Detektor harus memberikan cuplikan, tanggapan yang dapat diramalkan,

peka, hasil yang efisien dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau

(34)

19

nm. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi sampel timbullah pelebaran

pita yang memperburuk pemisahan. Pemilihan detektor KCKT tergantung pada

sifat sampel, fase gerak dan kepekaan yang tinggi dicapai (Munson, 1991).

6. Penguat Sinyal

Pada umumnya sinyal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu

sebelum disampaikan pada alat perekam otomatik yang sesuai, biasanya berupa

suatu perekam potensiometrik. Dapat pula sinyal dikirimkan kepada suatu

integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara

otomatik ( Munson, 1991).

7. Perekam

Perekam yang berfungsi merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan

suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftar tersebut, secara kualitatif kita

(35)

20

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pelaksanaan

Pengujian penetapan kadar Hidrokortison Asetat dalam sediaan krim

secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dilakukan di Laboratorium PT. Kimia

Farma (Persero) Tbk. Plant Medan di Jalan Sisingamangaraja Km. 9 No. 59,

Medan.

3.2 Alat

Alat- alat yang digunakan pada analisa pengujian ini adalah timbangan

analitik elektrik, labu tentukur 50 mL dan 25 mL, beaker glass, gelas ukur, pipet

tetes, pipet volum 5 mL, spuit 10 mL, vial, batang pengaduk, filter phenomenex

0.45 μm, Ultrasonic digital, seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT).

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada analisa pengujian ini adalah

hidrokortison asetat standar, hidrokortison 2.5% krim, aquabidest, metanol, asam

asetat glasial, dan asetonitril.

3.4 Prosedur

3.4.1 Cara Pengambilan Sampel

Diambil produk ruahan (sampel) yang berada dalam 1 batch biasanya

berisi 20 gr, untuk sampel yang akan diuji ditimbang dengan menggunakan

(36)

21

3.4.2 Pembuatan Pelarut

Untuk pelarut yaitu campuran metanol dan asam asetat glasial dengan

perbandingan 1000 : 1 mL, dan untuk fase geraknya yaitu campuran asetonitril

dan aquabidest dengan perbandingan 600 : 400 dalam 1 L.

3.4.3 Pembuatan Larutan Standar

Ditimbang 25 mg hydrocortisone acetate standar, dimasukkan ke dalam

labu ukur 50 mL. Ditambahkan pelarut metanol dan asam asetat glasial (1000 : 1)

dalam labu ukur 50 mL dengan metanol 49,95 mL dan asam asetat glasial: 0,050

mL, diaddkan. Lalu dipipet 5 mL, masukkan ke dalam labu ukur 25 mL.

Diaddkan lagi dengan menggunakan pelarut sampai garis tanda, setelah itu

disaring menggunakan penyaring 0,45 μm. Larutan siap dianalisa.

3.4.4 Pembuatan Larutan Uji

Ditimbang seksama sebanyak 1 g krim, masukkan ke dalam beaker glass

100 mL. Ditambahkan (methanol : asam asetat glacial = 1000 : 1 mL) metanol

49,95 mL dan asam asetat glasial: 0,050 mL, kemudian masukkan ke dalam labu

ukur 50 mL dan larutkan dengan ultrasonic bath selama 15 menit, kemudian

tambahkan pelarut hingga volume 50 mL, kocok hingga homogen. Diultrasonik

selama 15 menit, lalu ditambah larutan methanol : asam asetat glacial sampai garis

tanda, homogenkan. Dipipet 5 mL, masukkan ke dalam labu ukur 25 mL.

Ditambahkan pelarut add 25 mL, kocok. Setelah itu disaring menggunakan

(37)

22

3.4.5 Perhitungan Kadar

Perhitungan kadar krim hidrokortison asetat dengan menggunakan rumus:

Kadar = Asp Abp ×

Bbp Bsp ×

50 x (25

5)

50 x (25

5) × 1000

25 × Kbp

Keterangan :

- Asp : Luas Area Sampel

- Abp : Luas Area Baku Pembanding

- Bbp : Bobot Baku Pembanding Hidrokortison yang ditimbang

(mg)

- Bsp : Bobot Sampel yang ditimbang (mg)

- 50 x (25/5) : Faktor Pengenceran Larutan Uji

- 50 x (25/5) : Faktor Pengenceran Larutan Standar

- Kbp : Kadar Baku Pembanding Hydrocortisone (%)

3.4.6 Persyaratan

Persyaratan Krim Hidrokortison menurut Farmakope Indonesia Edisi IV

ialah krim Hidrokortison mengandung Hidrokortison Asetat yaitu tidak kurang

(38)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Telah dilakukan pengujian penetapan kadar Hidrokortison Asetat dalam

sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil pemeriksaan

[image:38.595.111.516.305.512.2]

yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Hasil penetapan kadar krim Hidrokortison secara KCKT

No. Batch krim

Hidrokortison Asp Abp Kadar (%) Syarat

Standar Deviasi (SD)

RSD (%)

B50111T (a) 2820918 2792708 101,7698%

90,0%-110,0% 0,366 0,4%

B50111T (b) 2835285 2792708 102,3065%

90,0%-110,0% 0,366 0,4%

4.2. Pembahasan

Dari tabel diatas, dapat dilihat adanya perbedaan kadar dari sampel duplo

yang diperiksa dalam satu batch, diantaranya kadar yang didapat adalah :

101,7698 % (No. Batch : B50111 T (a)), 102,3065% (No. Batch : B50111 T (b)),

dengan kadar rata-rata yaitu 102,0381 %. Standar deviasi yang didapat dari

sampel duplo adalah 0,366, sedangkan standar deviasi relatifnya (RSD) dari

sampel duplo adalah 0,4 %, Dimana syarat RSD yaitu 2%. Hasil ini diperoleh dari

(39)

24

Perhitungan kadar yang didapat secara manual berbeda dengan hasil yang

didapatkan di kromatogram. Hal ini disebabkan karena bobot hidrokortison asetat

sebagai baku pembanding ditimbang sebanyak 25,02 mg, sedangkan bobot baku

pembanding yang ditetapkan atau yang tertera pada etiket 25 mg. Penimbangan

bobot sampel dilakukan secara duplo yaitu 1000,63 mg dan 1000,45 mg yang

ditetapkan dalam 1 gram massa krim yaitu 1000 mg. Sehingga didapatkan hasil

kadar rata-ratanya tidak jauh berbeda, karena sampel yang diuji hanya satu batch

saja. Dari satu batch krim Hidrokortison produksi PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Medan yang dilakukan secara KCKT dinyatakan bahwa krim tersebut

memenuhi persyaratan kadar sesuai dengan yang tercantum pada persyaratan

Farmakope Indonesia Ed. IV. krim Hidrokortison mengandung Hidrokortison

Asetat yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0 % (Dirjen POM,

1995).

Penetapan kadar secara kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah

satu prosedur tetap yang digunakan sebagai penetapan kadar untuk produk krim

Hidrokortison pada industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant

Medan. Sediaan krim Hidrokortison yang diproduksi PT Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Medan perlu diperiksa kadarnya, karena merupakan salah satu bentuk

pengujian dalam rangka pemastian mutu produk krim yang dikonsumsi oleh

(40)

25

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Kesimpulan

1. Metode yang digunakan untuk penetapan Kadar Hidrokortison Asetat

dalam sediaan krim yang diproduksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Medan adalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

2. Kadar Hidrokortison Asetat di dalam sediaan krim yang diproduksi PT.

Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dengan kadar rata-rata yaitu

sebesar 102,0381 %. Maka kadar yang diperoleh tersebut memenuhi

persyaratan sesuai Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu tidak kurang dari

90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

1. Sebaiknya digunakan juga metode lain untuk melakukan penetapatan

kadar Hidrokortison Asetat dalam sediaaan krim, sehingga dapat

dibandingkan hasilnya.

2. Sebaiknya dalam melakukan penetapan kadar Hidrokortison Asetat dalam

sediaan krim di uji sebanyak 3 batch, agar dapat dibandingkan kadar

(41)

26

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (1984). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal.48, 77.

Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.17-18, 39.

Anief, M. (1996).Penggolongan Obat Cetakan ke - 5. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 21.

Anief, M. (1999). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 71.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Ke - 4. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal.489, 513.

Dirjen, POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi ke – IV. Jakarta. Hal. 6, 435 – 437.

Joenoes, N.Z. (1990). Ars Prescribendi Resep Yang Rasional. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 73.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1991). Dasar Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi. Bandung: ITB. Hal. 6, 9-10.

Katzung, B.G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC. Hal.537-538.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3. Jakarta: Salemba Empat. Hal.524-525.

Lachman, L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal.1092-1093.

Munson, J.W. (1991). Analis Farmasi Metode Moderen Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal.14, 26-27, 30, 32, 43.

Polano, M.K. (1987). Terapi Kulit Topikal (Topical Skin Herapeutis). Jakarta: EGC. Hal. 26.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.378-379, 382.

(42)

27

Sartono.(1996). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat Wajib Apotek

Edisi ke – 2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 81, 88 – 89.

Tanu, I. (1980). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI Universitas Indonesia. Hal. 373.

Walsh, T.D. (1997). Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Jakarta: EGC. Hal. 287.

Watson, D.G. (2009).Analisis Farmasi Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi dan

(43)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1.

a. Perhitungan Kadar Hidrokortison Asetat dalam Sediaan Krim secara

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.

Kadar hidrokortison dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar = Asp Abp ×

Bbp Bsp ×

50 x (25

5)

50 x (25

5) × 1000

25 × Kbp

Keterangan :

- Asp : Luas Area Sampel

- Abp : Luas Area Baku Pembanding

- Bbp : Bobot Baku Pembanding Hidrokortison yang ditimbang

(mg)

- Bsp : Bobot Sampel yang ditimbang (mg)

- 50 x (25/5) : Faktor Pengenceran Larutan Uji

- 50 x (25/5) : Faktor Pengenceran Larutan Standar

- Kbp : Kadar Baku Pembanding Hydrocortisone (%)

Dimana diketahui:

- Batch B50111 T (a) Batch B50111 T (b)

- Asp1 : 2820918 Asp2 : 2835285

- Abp : 2792708 Abp : 2792708

- Bbp : 25,02 Bbp : 25,02

- Kbp : 100,735 Kbp : 100,735

(44)

29 Kadar Batch B50111 T1

Kadar = Asp Abp ×

Bbp Bsp ×

50 x (25

5)

50 x (25

5) × 1000

25 × Kbp

Kadar1 =

2820918 2792708 ×

25,02 1000 ,63 ×

50 x (25

5)

50 x (25

5) × 1000

25 × 100,735% = 101,7698%

Kadar Batch B50111 T2

Kadar = Asp Abp ×

Bbp Bsp ×

50 x (25

5)

50 x (25

5) × 1000

25 × Kbp

Kadar2 =

2835285 2792708 ×

25,02 1000 ,45 ×

50 x (25

5)

50 x (25

5) × 1000

25 × 100,735% = 102,3065%

Kadar rata-rata batch B50111 T yang diperoleh:

Kadar rata-rata = (Kadar T1+Kadar T2) 2

Kadar rata-rata =101,7698% + 102,3065 %

2 = 102,0381%

b. Perhitungan standar deviasi (SD) dan standar deviasi relatif (RSD)

Hidrokortison Asetat dalam sediaan Krim secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi.

Standar deviasi (SD) hidrokortison dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SD = �∑(�−��)² (�−1)

Ket : X = nilai dari masing–masing pengukuran

X = rata-rata (mean) dari pengukuran

N = frekuensi penetapan

(45)
[image:45.595.107.512.134.549.2]

30 Tabel 2. Data luas area sampel

NO. Luas Area Sampel (�) (� − ��) ∑(� − ��)2

1. 2820918 -7184 51609856

2. 2835285 7184 51609856

�� 2828102

SD =

∑(�−��)2

(�−1)

SD =

∑(�−��)² (�−1)

SD =

∑(−7184 )²

(2−1)

SD =

∑(7184 )² (2−1)

SD =

51609856

SD =

51609856

SD =

51609856 + 51609856

SD =

103219712

SD = 10160

Standar deviasi relatif (RSD) luas area sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:

RSD =

��

��

x 100%

=

10160

2828102

x 100%

(46)
[image:46.595.110.512.132.506.2]

31 Tabel 3. Data kadar sampel

NO. Kadar Sampel (�) (� − ��) ∑(� − ��)2

1. 101,753 -0,259 0,0670

2. 102,271 0,259 0,0670

�� 102,012

SD =

∑(�−��)2

(�−1)

SD =

∑(�−��)² (�−1)

SD =

∑(−0,259)²

(2−1)

SD =

∑(0,259)² (2−1)

SD =

0,0670

SD =

0,0670

SD =

0,0670 + 0,0670

SD =

0,134

SD = 0,366

Standar deviasi relatif (RSD) kadar krim hidrokortison dihitung dengan rumus sebagai berikut:

RSD =

��

��

x 100%

=

0,366

102,012

x 100%

(47)

32

[image:47.595.114.493.154.741.2]

Lampiran 2

(48)
(49)

34

[image:49.595.114.382.164.340.2]

Lampiran 3

Gambar 1. Digital Semi Micro Balance

[image:49.595.114.390.404.590.2]

Gambar

Tabel 1. Hasil penetapan kadar krim Hidrokortison secara KCKT
Tabel 2. Data luas area sampel
Tabel 3. Data kadar sampel
Gambar 2. Hasil Kromatogram pada Krim Hidrokortison
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rumus yang dipakai untuk penetapan kadar Betametason Valerat pada sediaan Betametason Krim 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) berdasarkan prosedur tetap yang

Rumus yang dipakai untuk penetapan kadar Betametason Valerat pada sediaan Betametason Krim 0,1% secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) berdasarkan prosedur tetap yang

Dari hasil penelitian betametason valeratpada sediaan krim secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), diperoleh kadar betametason valerat sebesar 101,77% pada nomor

Kimia Farma Plant Medan dengan jud ul “ Penentuan Kadar Hidrokortison Asetat Dalam Krim Hidrokortison 2,5% Di PT.. Kimia Farma (Persero)

Hasil penentuan kadar Hidrokortison asetat dalam krim Hidrokortison 2,5% telah sesuai dengan Farmakope Indonesia edisi IV yaitu 90-110%v. Kata kunci :

Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui apakah kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam campuran dapat ditentukan secara spektrofotometri ultraviolet dengan

Optimasi Fase Gerak pada Penetapan Kadar Kloramfenikol dan Hidrokortison Asetat dalam Sediaan Krim Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).. Bandungμ Sekolah Tinggi

Terima kasih yang setulus-tulusnya untuk yang teristimewa Ayahanda Ponidi dan Ibunda Herlina serta juga untuk seluruh keluarga besar yang telah mencurahkan perhatian serta