• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penetapan kadar guaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek ``x`` menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penetapan kadar guaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek ``x`` menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik - USD Repository"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

i

OL SULFAT DALAM SEDIAAN SIRUP ME

AKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

FASE TERBALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

(2)

ii

OL SULFAT DALAM SEDIAAN SIRUP ME

AKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

FASE TERBALIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

(3)
(4)
(5)

v

PERSEMBAHAN

The sooner you step away from your comfort zone,

The sooner You’ll realize that it really wasn’t all that comfortable.”

Eddie Harris Jr.

Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada

yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa

yang bekerja didalam kita

(6)
(7)
(8)

viii

PRAKATA

Puji syukur penulis hanturkan kepada Tuhan atas segala kasih karunia

yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “Penetapan Kadar Guaifenesin

yang Tercampur dengan Salbutamol Sulfat dalam Sediaan sirup Merek “X”

Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik” yang disusun

untuk kepentingan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Strata

Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.) dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak berbagai

pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah

mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah membimbing, selalu mendampingi, dan memberikan saran

selama penyusunan skripsi.

3. Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik

dan saran selama penyusunan skripsi.

4. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

5. Dr. Sri Yuliani, M.Si., Apt.selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium

Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas

(9)

ix

6. Phebe Hendra M.Si., Apt., Ph.D. selaku dosen pendamping akademik yang

telah membimbing penulis selama studi di Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas ilmu,

nasihat, dan bimbingan yang telah diberikan.

8. Laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis

dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

9. Mamaku tersayang yang selalu memberikan doa, perhatian dan motivasi

dalam studi dan penyusunan skripsi.

10. Teman-teman skripsi yang berjuang bersama penulis Agustinus Hendy

Larsen dan Aries Mulyawanatas doa, kerjasama, bantuan, kesabaran, dan

semangat dalam penyusunan skripsi.

11. Kenny Ricardo atas masukan ilmu, dan waktu yang telah diberikan saat

penelitian dalam penyusunan skripsi

12. Sahabat sekaligus keluarga Juliana, Olivia Christie, Daniel Pradipta,

Enggar Nugraheni P., Priscilla Diana Vivi Vionita, Angelia Rosari,

Christian Gunawan, Gabriela Indri, Brigitta Rosalia, dan Raisa Ruga atas

doa, kebersamaan dalam suka dan duka, motivasi, nasihat dan semangat

yang diberikan.

13. Teman-teman sekelas FST A 2010 dan seluruh angkatan Farmasi 2010 atas

(10)

x

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas

kontribusinya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

PRAKATA... viii

A. Latar Belakang...1

1. Perumusan Masalah...3

2. Keaslian Penelitian...3

3. Manfaat Penelitian ... ...4

(12)

xii

H. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ...14

1. Definisi dan Instrumentasi...14

a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak...15

b. Pompa...16

c. Tempat Penyuntikan Sampel...16

d. Kolom...17

e. Fase Diam ...19

f. Detektor ...20

2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif...21

I. Larutan Bufer...22

J. Landasan Teori...22

K. Hipotesis...23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...24

B. Variabel Penelitian ...24

C. Definisi Operasional ...24

D. Bahan Penelitian...25

E. Alat Penelitian ...25

F. Tata Cara Penelitian ...26

1. Pembuatan Asam Fosfat 0,1 M...26

(13)

xiii

3. Pembuatan Fase Gerak ...26

4. Pembuatan Larutan Baku Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin untuk Penentuan Panjang Gelombang...27

a. Pembuatan Larutan Baku Salbutamol Sulfat...27

b. Pembuatan Larutan BakuGuaifenesin...27

5. Penetapan λ MaksimumSalbutamol Sulfat dan Guaifenesin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis...27

6. Pembuatan Larutan Baku Salbutamol Sulfat ...28

a. Pembuatan Larutan Stok Salbutamol Sulfat...28

b. Pembuatan Larutan Intermediet Salbutamol Sulfat ...28

7. Pembuatan Larutan Baku Guaifenesin...28

8. Pembuatan Seri Larutan Baku Campuran Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin ...28

9. Pengujian Stabilitas Baku Pembanding ...29

10. Pembuatan Kurva Baku Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin...29

11. Pengambilan Sampel ...30

12. Keseragaman Volume ...30

13. Preparasi Sampel ...30

a. Pembuatan Larutan Stok Sampel ...30

b. Pembuatan Larutan Sampel...31

14. Penetapan Kadar Sampel...31

G. Analisis Hasil ...31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

A. Pembuatan Fase Gerak...33

B. Penentuan PanjangGelombang (λ) Maksimum Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin... 34

C. Pengukuran Stabilitas Baku Pembanding...37

D. Pembuatan Kurva Baku Guaifenesin... 39

E. Pengambilan Sampel... 40

(14)

xiv

G. Analisis Kuantitatif ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 49

A. Kesimpulan...48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ...50

LAMPIRAN ...52

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1Hasil Pengukuran Stabilitas Baku Pembanding Guaifenesin... 38

Tabel 2. Hasil Pengukuran Stabilitas Baku PembandingSalbutamol Sulfat... 38

Tabel 3. Hasil Pengukuran Persamaan Kurva Baku Guaifenesin... 39

Tabel 4. Data Keseragaman Volum Sampel Sirup merek“X”... 41

Tabel 5. Data Waktu Retensi Baku Salbutamol Sulfat, Baku Guaifenesin danSampel... 44

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Salbutamol Sulfat...7

Gambar 2. Struktur Guaifenesin...9

Gambar 3. Diagram Skematik Alat Spektrofotometer...10

Gambar 4 . Monokromator...11

Gambar 5 . Spektrum Elektromagnetik...13

Gambar 6. Diagram Skematik Alat KCKT...15

Gambar 7. Diagram Kolom KCKT...17

Gambar 8. Pemisahan Sampel...18

Gambar 9. Interaksi Silika dengan Fase Diam...19

Gambar 10. Gugus Kromofor dan Auksokrom Salbutamol Sulfat... 34

Gambar 11. Gugus Kromofor dan Auksokrom Guaifenesin... 35

Gambar 12. Spektra Salbutamol Sulfat pada 3 Seri Konsentrasi dalam Pelarut Metanol...35

Gambar 13. Spektra Guaifenesin pada 3 Seri Konsentrasi dalam Pelarut Metanol...36

Gambar 14. SpektraOverlappingSalbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Pelarut Metanol ...36

Gambar 15. Kurva Baku Guaifenesin... 40

Gambar 16. Kromatogram Baku Salbutamol Sulfat Konsentrasi 1,2 µg/mL... 42

Gambar 17. Kromatogram Baku Guaifenesin Konsentrasi 54,0 µg/mL... 43

(17)

xvii

Gambar 19. Interaksi Salbutamol Sulfat dengan Fase Diam... 44

Gambar 20. Interaksi Guaifenesin dengan Fase Diam... 45

Gambar 21. Interaksi Salbutamol Sulfat dengan Fase Gerak... 45

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.Certificate of Analysis(CoA) Baku Salbutamol Sulfat... 53

Lampiran 2.Certificate of Analysis(CoA) Guaifenesin... 55

Lampiran 3. Spektra Panjang Gelombang Pengamatan... 58

Lampiran 4. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Salbutamol Sulfat 5 Maret 2014... 61

Lampiran 5. Kromatogram Stabilitas Baku Pembannding Salbutamol Sulfat 6 Maret 2014... 64

Lampiran 6. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Salbutamol Sulfat 7 Maret 2014... 67

Lampiran 7. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Guaifenesin 6 Maret 2014... 70

Lampiran 8. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Guaifenesin 7 Maret 2014... 73

Lampiran 9. Kromatogram Stabilitas Baku Pembanding Guaifenesin 8 Maret 2014... 76

Lampiran 10. Data Penimbangan Baku Guaifenesin... 78

Lampiran 11. Kromatogram Seri Larutan Baku Guaifnesin Replikasi 1... 79

Lampiran 12. Kromatogram Seri Larutan Baku Guaifenesin Replikasi 2... 84

Lampiran 13. Kromatogram Seri Larutan Baku Guaifnesin Replikasi 3... 89

(19)

xix

Lampiran 15. Kurva Baku Guaifenesin... 96

Lampiran 16. Data Persamaan Kurva Baku Guaifenesin... 96

Lampiran 17. Data Pengukuran Berat Jenis Sampel... 98

Lampiran 18. Data Hasil Keseragaman Volume... 99

Lampiran 19. Data Perhitungan Keseragaman Volume... 99

Lampiran 20. Kromatogram Sampel Replikasi 1... 100

Lampiran 21. Kromatogram Sampel Replikasi 2... 101

Lampiran 22. Kromatogram Sampel Replikasi 3... 102

Lampiran 23. Kromatogram Sampel Replikasi 4... 103

Lampiran 24. Kromatogram Sampel Replikasi 5... 104

Lampiran 25. Kromatogram Sampel Replikasi 6... 105

Lampiran 26. Perhitungan Kadar Sampel dengan Persamaan Kurva Baku... 106

Lampiran 27. Data Perhitungan Penetapan Kadar... 106

Lampiran 28. Perhitungan RSD Guaifenesin dalam Sampel... 107

(20)

xx

INTISARI

Batuk kronik merupakan jenis batuk yang terjadi dengan disertai asma.

Angka kejadiantimbulnya asma pada batuk kronik sekitar 24–29%. Sediaan sirup

merek “X” adalah salah satu obat untuk terapi batukdisertai asma yang

mengandung kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui kesesuaian kadar salbutaol sulfat dan guaifenesin yang

terukur dengan kadar yang tertera pada etiket dalam rangka penjaminan mutu

suatu produk obat.

Penelitian bersifat non eksperimental deskriptif karena tidak dilakukan

manipulasi dan perlakuan terhadap subjek uji. Penetapan kadar guaifenesin yang

tercampur dengan salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek “X”dilakukan

menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik.

Fase diam yang digunakan adalah C18dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm Shimadzu

columnShimpack dan fase gerak yang digunakan adalah campuran metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60) dengan kecepatan alir 1,0

mL/menit.

Hasil pengujian stabilitas baku pembanding salbutamol sulfat memiliki %

perbedaan ≥2% (tidak stabil) dan pengujian stabilitas baku pembanding

guaifenesin memiliki % perbedaan≤2% (stabil), sehingga penetapan kadar hanya

dilakukan untuk guaifenesin. Kadarguaifenesin yang tertera pada etiket adalah50

mg/5mL (1 %b/v) dengan rentang keberterimaan 90-110% (45-55mg/5mL) dan

kadar terukur yang diperoleh adalah 48,44 mg/5mL dengan RSD 0,70%. Kadar

Guaifenesin yang terukur sesuai dengan kadar guaifensin yang tertera pada label.

Kata Kunci : salbutamol sulfat, guaifenesin, sirup ekpektoran merek “X”,

(21)

xxi

ABSTRACT

Chronic cough is one kind of cough occuring accompanied with asthma.

The number of the occurance of asthma in chronic cough is about 24– 29%. The

preparation of syrup brand “X” is one kind of medicine for cough with asthma

therapy which contains a combination of salbutamol sulfate and guaiphenesin.

The objective of this research is to find out the suitability of the content of

salbutamol sulfate and guaifenesinmeasuredwiththe contentindicated onthe labelin

order toguaranteethe quality of adrugproduct.

The research is non-experimental descriptive because it does not do the

manipulation and treatment toward the test subjects. The assay of guaifenesin

mixed with salbutamol sulphate in the solution dosage form merk “X” is done

using a method of reversed phase High PerformanceLiquid Chromatography

(HPLC). Stationary phase used is C18dimension 250 x 4.6 mm, 5µm Shimadzu

column Shimpack and mobile phase used is a mixed methanol: 0.01 M

potassiumdihydrogenphosphatebufferpH3.0(40:60)with the flow speed 1.0

mL/minute.

The result of stability test for working standard of salbutamo sulfate have

% of difference ≥ 2 % (unstable) and stability test for working standard of

guaiphenesin have % of difference ≤ 2 % (stable), with the result that the assay

do for guaiphenesin only. The content of guaifenesin printed on the label is 50

mg/5mL (1 %b/v)with the range of acceptance is 90-110 % (45-55 mg/5mL) and

the content measuredis 48.44 mg/5mL with RSD 0.70%. The content of

guaifenesin measured is appropriate with the content of guaifenesin printed on the

label.

Keywords : salbutamolsulfate, guaifenesin, an expectorantsyrupbrand “X”,

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batuk adalah salah satu respon tubuh yang terjadi apabila terdapat iritan

yang masuk dalam tenggorokan dan saluran pernafasan (Djunarko dan

Hendrawati, 2011). Pada batuk kronik sering disertai timbulnya asma, angka

kejadian timbulnya asma pada batuk kronik sekitar 24 –29% (Dicpinigaitis, Peter

V., 2014).Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran pernafasan. Asma

termasuk lima besar penyakit penyebab kematian di dunia yang bervariasi antara

5-30% (Oemiati dkk., 2010).Batuk yang disertai asma terjadi karena pengentalan

lendir pada lapisan epitel di saluran pernafasan, sehingga jalannya udara

terhambat (Dicpinigaitis, Peter V., 2014). Penggunaan ekspektoran dan antiasma

merupakan penanganan pilihan untuk terapi batuk disertai asma, karena

pemberian ekspektoran membantu mengencerkan dahak sehingga mudah

dikeluarkan dan penggunaan antiasma dapat meningkatkan bronkoselektivitas.

Sediaan sirup merek “X” adalah salah satu obat untuk terapi batukdisertai asma

yang mengandung kombinasi salbutamol sulfat dan guaifenesin. Salbutamol sulfat

adalah agonis β2 yang merupakan bronkodilator. Mekanisme kerja agonis β2

adalah menstimulasi reseptor β2-adregenik untuk mengaktifkan adenil siklase,

sehingga AMP (asam 3,5 adenilat) siklik intrasel meningkat dan menyebabkan

relaksasi otot polos pada saluran pernafasan (Jyothi dkk., 2012). Guaifenesin

(23)

dikeluarkan (Djunarko dan Hendrawati, 2011). Untuk menjamin keamanan dan

efektivitas sediaan sirup sebagai obat batuk ekspektoran yang frekuensi

penggunaannya dalam terapi cukup sering, perlu dilakukan penetapan kadar

salbutamol sulfat dan guaifenesin yang merupakan zat aktif dari sediaan sirup

tersebut dengan metode analisis yang valid.

Penelitian mengenai salbutamol sulfat dan guaifenesin sudah pernah

dilakukan oleh Walode dkk. (2013) dalam pengembangan dan validasi metode

kromatografi cair kinerja tinggi(KCKT) untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin

dalam sediaan sirup. Metode yang digunakan adalah kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) sistem fase terbalik dengan fase diam C18dan fase gerak asetonitril

: 0,05M bufer fosfat pH 3,0 dengan triethylamine0,1 % (36:64) pada kecepatan

alir 0,8 mL/menit dan panjang gelombang 225 nm dengan kondisi suhu konstan

18oC. Pada penelitian tersebut dihasilkan pemisahan yang baik antara salbutamol

sulfat dan guaifenesin.

Penelitian yang akan dilakukan adalah menetapkan kadar guaifenesin yang

tercanpur dengan salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek“X”menggunakan

metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Metode tersebut

dipilih untuk analisisguaifenesin dan salbutamol sulfat, karena metode ini

merupakan metode yang selektif dan memberikan hasil yang baik dalam

memisahkan senyawa-senyawa multikomponen. KCKT yang digunakan

merupakan sistem fase terbalik karena fase diam C18yang digunakan bersifat non

polar dan fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat

(24)

hasil optimasi dan telah divalidasi. Analisis guaifenesin dan salbutamol sulfat

dilakukan untuk menjamin keamanan dan efektivitas dari sediaan sirup merek“X”

dengan melihat kesesuaian kadar yang terukur dengan kadar yang tertera pada

etiket.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut:

a. Berapakah kadarguaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat

dalam sediaan sirup merek“X”?

b. Apakah kadarguaifenesin yang terukur dengan metode kromatografi

cair kinerja tinggi fase terbalik sesuai dengan guaifenesin yang tertera

pada kemasan sediaan sirup merek“X”?

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, telah

diperoleh jurnal berjudul “Stability Indicating RP-HPLC Method For

Simultaneous Estimation Of Salbutamol Sulphate and Guaifenesin” oleh

Walode dkk. (2013). Metode kuantifikasi salbutamol sulfat dan guaifenesin

ini menggunakan metode KCKT. Pada penelitian tersebut digunakan fase

gerak campuran asetonitril : 0,05M bufer fosfat pH 3,0 dengan 0,1 %

triethylamine (36:64 v/v) dan laju alir fase gerak 0,8 mL/menit dengan

(25)

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Metodologis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

ilmiah berupa metode analisis guaifenesin dan salbutamol sulfatpada

sediaan sirup menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi fase

terbalik.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitan diharapkan dapat menambah informasi mengenai

kadar guaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat dalam

sediaan sirup menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi

fase terbalik.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui kadar guaifenesin yang tercampur dengan salbutamol sulfat

dalam sediaan sirupmerek “X” menggunakan metode kromatografi cair

kinerja tinggi fase terbalik.

b. Mengetahui kesesuaian antara kadar terukur guaifenesin dengan kadar

(26)

5

BAB II

PENELAAH PUSTAKA

A. Batuk

Batuk adalah mekanisme tubuh dalam mengeluarkan benda asing yang ada

dalam saluran pernafasan bagian atas. Batuk yang biasanya disebabkan oleh

adanya alergi dan pengeluran lendir disebut batuk berdahak, sementara batuk yang

disebabkan oleh adanya benda asing yang mengiritasi tenggorokan disebut batuk

kering (Puspitasari, 2010).

Pengobatan untuk setiap jenis batuk berbeda. Obat untuk batuk berdahak

adalah ekspektoran yang merupakan pengencer dahak sehingga dahak dapat

dengan mudah dikeluarkan. Obat untuk batuk kering adalah antitusif yang

menekan rangsang batuk sehingga frekuensi batuk berkurang (Puspitasari, 2010).

B. Asma

Asma merupakan gangguan inflamasi pada saluran jalannya udara yang

melibatkan banyak sel dan komponennya. Serangan asma bersifat mendadak dan

disebabkan oleh faktor yang tidak diketahui atau yang diketahui seperti paparan

alergen, virus, atau polutan. Keparahan penyakit asma ditentukan oleh fungsi

paru. Pada individu yang rentan terhadap inflamasi dapat menyebabkan episode

berulang dari bengek, sesak nafas, sempit dada, dan batuk. Proses inflamasi yang

(27)

mengakibatkan pembebasan mediator inflamasi seperti histamin, faktor

kemotaksis eosinofil dan neutrofil, prostaglandin, dan faktor pengaktivasi

platelet (PAF). Mediator inflamasi akan menginduksi konstriksi otot polos dan

bronkospasme dan berperan dalam edema mukosa dengan meningkatkan

produksi mukus yang viskositasnya cenderung tinggi sehingga menghambat

jalannya udara yang tersusun oleh syaraf parasimpatik, simpatik, dan syaraf

inhibisi nonadergenik. Otot polos pada jalan udara dipelihara oleh aktivitas

eferen vagal dengan memperantarai brokokonstriksi. Otot polos pada jalan udara

mengandung reseptor β-adregernik yang menyebabkan bronkodilatasi (Sukandar

dkk., 2009).

C. Sirup

Menurut Farmakope Indonesia edisi III, sediaan sirup merupakan sediaan cair

yang berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain, kadar

sakarosa, C12H22O11, tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0% (Dirjen

POM RI, 1979). Rasa manis dari sakarosa dalam sirup dapat menutupi rasa tidak

enak dari obat, sehingga sirup sangat efektif untuk sistem penghantaran obat bagi

anak-anak. Sakarosa merupakan gula yang banyak digunakan pada sirup, tetapi

pada beberapa kasus dapat digantikan dengan pemanis lainnya yang bukan gula

(28)

Gambar

Salbutamol su

xilena-α,α׳-diol sulfat

molekul576,70 g/mol

dan tidak lebih dari 101,

Pemerian salbutamol

kelarutannya mudah

dan dalam eter (Dirje

memiliki λ maksimum

memiliki λ maksimum

sulfat (oktanol/air) = 0,6

Salbutamol sul

kuat yang bekerja p

merupakan agonis β2

dkk., 2009).

Penelitian m

Kromatografi Cair K

D. Salbutamol Sulfat

ar 1. Struktur Salbutamol Sulfat (British Pharmacop

ol sulfat atau garam α׳-[(tert-butilamino)metil

fat memiliki rumus molekul (C13H21NO3)2.H2SO

ol. Salbutamol sulfat mengandung tidak kura

i 101,0% (C13H21NO3)2.H2SO4 dihitung terhada

ol sulfat merupakan serbuk putih atau

h larut dalam air, sukar larut dalam etanol, da

irjen POM RI, 1995).Salbutamol sulfat dalam

um 276nm dengan nilai = 71a dan dalam

um 245nm dengan nilai = 510a. Nilai log

= 0,6 serta nilai pKa 9,3 dan 10,3 (Moffat dkk., 2011

ol sulfat merupakan agonisβ2yang adalah bronkodi

pada reseptor β2-adregenik. Salbutamol sul

β2 aksi pendek yang digunakan jika terjadi g

n mengenai analisis salbutamol sulfat denga

Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan oleh be

di gejala (Sukandar

gan mengunakan

(29)

Martis dan Gangrade (2011) melakukan analisis salbutamol sulfat dan

beklometason dipropionat dalam formulasi sediaan Rotacapsdengan metode

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik dengan deteksi pada panjang

gelombang 230nm menggunakan fase diam C18 dan fas gerak air : asetonitril

(40:60). Muraldhiran dan Kumar (2012) pengembangan metode dan validasi

untuk salbutamol dengan KCKT fase terbalik dengan deteksi pada panjang

gelombang 276nm menggunakan fase diam C18dan fase gerak asetonitril : 50mm

amonium asetat pH 7,0 (80:20) dengan kecepatan alir 1,0 mL/min. Jyothi,

VenuGopal, dan Rao (2012) pengembangan dan validasi metode KCKT untuk

analisis salbutamol sulfat dan ipratropium bromida dalam sediaan inhalasi yang

menggunakan fase diam C18dan fase gerak 0,05 M buffer fosfat pH 3,5 : metanol

(40:60) dengan deteksi pada panjang gelombang 226 nm dan kecepatan alir 0,6

mL/min. Walode, Deshpande dan Deshpande (2013) melakukan analisis

salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan metode KCKT fase terbalik

menggunakan fase diam C18 dan fase gerak campuran asetonitril : 0,05M bufer

fosfat pH 3,0 dengan 0,1 %triethylamine (36:64 v/v) dan laju alir fase gerak 0,8

mL/menit dengan deteksi pada panjang gelombang 225 nm dalam kondisi suhu

(30)

E. Guaifenesin

Gambar 2. Struktur Guaifenesin (British Pharmacopeia, 2009).

Guaifenesin atau3-(o-Metoksifenoksi)-1,2-propanadiol memiliki rumus

molekul C10H14O4dengan bobot molekul 198,22 g/mol. Guaifenesin mengandung

tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C10H14O4, dihitung terhadap

zat yang telah dikeringkan. Pemerian guaifenesin adalah serbuk hablur, putih

sampai agak kelabu, bau khas lemah dan rasa pahit, kelarutanya dalam air, dalam

etanol, dalam kloroform, dan dalam propilen glikol, agak sukar larut dalam

gliserin (Dirjen POM RI, 1995).Guaifenesin memiliki bobot molekul 198,2; titik

lebur 78-82oC; nilai log P (oktanol/air)= 1,4; dalam suasana asam memiliki λ

maksimum 273 nm dengan nilai =125a (Moffat dkk., 2011).

Mekanisme kerja guaifenesin adalah sebagai ekspektoran yang

menstimulasi reseptor yang mengatur sekresi cairan pada saluran pernafasan

(Walode dkk., 2013).

Penelitian mengenai analisis guaifenesin dengan mengunakan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dilakukan oleh beberapa peneliti.

Korany, Fahmy, Mahgoub, dan Maher (2011) melakukan analisis guaifenesin

dalam kombinasi obat batuk dan demam dengan metode KCKT menggunakan

(31)

perbandingan pada pH 3,2, 6,2, dan 3,8. Walode, Deshpande dan Deshpande

(2013) melakukan analisis salbutamol sulfat dan guaifenesin dengan metode

KCKT fase terbalik menggunakan fase diam C18 dan fase gerak campuran

asetonitril : 0,05M bufer fosfat pH 3,0 dengan 0,1 % trietilamin (36:64 v/v) dan

laju alir fase gerak 0,8 mL/menit dengan deteksi pada panjang gelombang 225 nm

dalam kondisi suhu konstan 180C.

F. Spektrofotometri UV-Vis

Instumentasi yang digunakan untuk mempelajari serapan atau emisi

radiasi elektromagnetik sebagai fungsi panjang gelombang disebut

“spektrometer” atau spektrofotometer. Komponen-komponen pokok

spektrofotometer meliputi sumber tenaga radiasi yang stabil, sistem yang terdiri

atas lensa-lensa, cermin, dan celah-celah, monokromator untuk mengubah radiasi

menjadi komponen-komponen panjang gelombang tunggal; tempat cuplikan yang

transparan; dan detektor radiasi yang dihubungkan dengan pencatat

(Sastrohamidjojo, 2001).

(32)

Sumber energi pada spektrofotometer harus dapat memberikan intensitas

radiasi elektromagnetik secara stabil pada daerah spektrum elektromagnetik.

Sumber energi dibagi menjadi dua yaitu sumber energi continuum dan sumber

energi line. Sumber energi continuum merupakan sumber energi yang

memancarkan lebih dari satu panjang gelombang dengan intensitas bervariasi dari

masing-masing panjang gelombang. Pada sumber energi line merupakan sumber

energi yang memancarkan satu panjang gelombang yang selektif. Pada

spektrofotometer UV-Vis menggunakan sumber energi continuum, sehingga

membutuhkan monokromator sebagai selektor filter untuk membatasi jumlah

panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang akan masuk (Harvey, 2000).

(33)

Panjang gelombang radiasi yang masuk melalui monokromator akan

melewati sampel. Pada saat panjang gelombang radiasi melewati sampel akan

terjadi pengurangan sejumlah radiasi, sehingga panjang gelombang radiasi yang

keluar dan ditangkap oleh detektor akan lebih kecil dari panjang gelombang

radiasi yang masuk. Banyaknya jumlah radiasi yang berkurang berbanding lurus

dengan konsentrasi analit dalam sampel (Harvey, 2000).

Serapan sinar UV dan sinar tampak (visibel) pada umumnya

mengakibatkan eksitasi elektron-elektron, akibatnya panjang gelombang pita yang

terserap dapat dihubungkan dengan elektron yang mungkin ada dalam suatu

molekul (Gandjar dan Rohman, 2007).

Serapan cahaya oleh molekul pada daerah spektrum ultraviolet dan sinar

tampak tergantung pada struktur elektronik molekul. Spektrum ultraviolet dan

sinar tampak senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi-transisi

diantara tingaktan-tingkatan energi elektronik, karena hal ini serapan radiasi

ultraviolet/terlihat sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik. Panjang

gelombang serapan merupakan ukuran pemisahan tingkatan-tingkatan tenaga

orbital-orbital yang bersangkutan. Energi yang paling tinggi diperoleh bila

elektron-elektron dalam ikatan σ tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam

daerah dari 120 hingga 200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet

(34)

Gambar 5 . Spektrum Elektromagnetik (Harvey, 2000).

G. Penyiapan Sampel

Penyiapan sampel dalam analisis sangat penting karena untuk mengetahui

kadar atau konsentrasi suatu senyawa tertentu dalam sampel hanya dilakukan

terhadap sejumlah kecil sampel. Berdasarkan prinsipnya dikenal dua macam cara

pengambilan sampel dalam analisis yaitu:

1. Pengambilan sampel random (cuplikan random, cuplikan acak)

Cara pengambilan sampel ini dilakukan terhadap bahan yang serba sama

(homogen) atau dianggap serba sama. Misalnya larutan sejati,batchtablet,

dan ampul.

(35)

Cara pengambilan sampel ini dilakukan jika bahan tidak homongen.

Dalam hal ini sampel harus diambil dari tiap bagian-bagian yang

berbeda-beda dari setiap wadah (atas, tengah, bawah, samping kanan, samping kiri,

dan sebagainya). Masing-masing sampel harus dicampur homogen

kemudian diambil secara random (Gandjar dan Rohman, 2007).

H. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

1. Definisi dan Instrumentasi

Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut

dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan

teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian

senyawa tertentu dalam suatu sampel. KCKT merupakan metode yang

tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kuantitatif

maupun kualitatif (Ganjar dan Rohman, 2007).

Pada sistem KCKT sampel akan dibawa masuk ke dalam kolom

oleh fase gerak. Proses pemisahan komponen dalam sampel terjadi karena

adanya interaksi yang berbeda antara komponen dalam sampel dengan fase

gerak dan fase diam yang berada di dalam kolom (Harvey, 2000).

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen

pokok yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak (pompa),

alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah

penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer

(36)

Gambar 6. Diagram Skematik Alat KCKT (Ahuja dan Dong, 2005).

a. Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut

kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase

gerak. Larutan fase gerak atau eluent biasanya terdiri atas campuran

pelarut yang dapat bercampur dan secara keseluruhan berperan dalam

daya elusi dan resolusi. Polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase

diam, dan sifat komponen-komponen sampel menentukan daya elusi

dan resolusi. Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi

fase gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi

fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan

untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika

sampel memiliki kisaran polaritas yang lebar. Fase gerak sebelum

digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari

partikel-partikel kecil. Fase gerak juga harus diultrasonikasi (penghilangan

(37)

terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Pada saat menyiapkan pelarut untuk fase gerak sangat dianjurkan

menggunakan pelarut, bufer, dan reagen dengan kemurnian yang

sangat tinggi. Adanya pengotor dalam fase gerak dapat menyebabkan

gangguan pada sistem kromatografi (Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang

mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yaitu: pompa

harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan untuk

pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa

yang digunakan seharusnya mampu memberikan tekanan sampai 5000

psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3

mL/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus

mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit.

Tujuan penggunaan pompa adalah unuk menjamin proses

penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel,

konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT

yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase

gerak yang konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

c. Tempat Penyuntikan Sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke

dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom

(38)

katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)

internal atau eksternal. Pada saat penyuntikkan, katup diputar sehingga

fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan mengalir sampai ke

kolom. Kelebihan penyuntikan sampel akan dikeluarkan ke pembuang

(Gandjar dan Rohman, 2007).

d. Kolom

Kolom pada KCKT berbentuk tabung silinder berisi partikel silika

yang ukurannya 1,5-5 µm. Pori-pori pada silika dilapisi oleh fase diam

yang berikatan dengan partikel-patikel silika. Fase diam yang biasa

digunakan adalah C18 (oktadesilsilan), C8 (oktilsilan), dan C4

(butilsilan). Pada dasarnya pori-pori pada silika adalah ruang yang ada

diantara partikel-partikel silika yang beragregasi (Snyder dkk., 2010).

(39)

Pada kolom KCKT terjadi proses pemisahan antar komponen

dalam sampel. Pemisahan terjadi berdasarkan interaksi yang terjadi

antara komponen dalam sampel dengan fase gerak dan fase diam. Pada

sistem KCKT fase terbalik, fase diam yang digunakan bersifat lebih

nonpolar dari fase gerak yang digunakan. Komponen dalam sampel

yang bersifat polar akan terelusi lebih dahulu dari kolom KCKT,

sedangkan komponen dalam sampel yang bersifat nonpolar akan

terelusi lebih lambat dari kolom KCKT. Hal ini disebabkan karena

interaksi antara komponen polar dalam sampel dengan fase diam

lemah sehingga lebih terbawa fase gerak dan interaksi antara

komponen nonpolar dalam sampel dengan fase diam lebih kuat

sehingga lebih sukar terbawa fase gerak (Snyder dkk., 2010).

(40)

e. Fase Diam

Fase diam yang banyak digunakan pada KCKT adalah silika yang

dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau

polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah

polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen

seperti klorosilan. Gugus silanol akan bereaksi dengan klorosilan dan

mengganti gugus silanol dengan gugus fungsional. Hasil modifikasi

tersebut adalah silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis, karena

adanya ikatan siloksan (Si-O-Si).

Interaksi antara silika dengan fase diam stabil pada pH diatas 2. R

merupakan gugus metil yang terikat, banyakanya gugus metil yang

terikat akan menentukan sifat kepolaran. Fase diam bersifat polar

apabila gugus metil yang terikat pendek dan bersifat semakin non polar

apabila gugus metil yang terikat semakin panjang (Ahuja dan Dong,

2005).

Gambar 9. Interaksi Silika dengan Fase Diam (Ahuja dan Dong, 2005).

Oktadesilsilan (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling

(41)

dengan kepolaran rendah, sedang, dan tinggi. Oktil atau rantai alkil

yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut polar (Gandjar dan

Rohman, 2007).

f. Detektor

Detektor KCKT yang ideal memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Memiliki respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

2. Memiliki sensitivitas yang tinggi, mampu mendeteksi solut

pada kadar yang sangat kecil

3. Stabil pada pengoperasiannya

4. Memiliki sel volume yang kecil sehingga mampu

meminimalkan pelebaran pita.

5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi

solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier)

6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase

gerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT ada dua jenis detektor, yaitu:

1. Detektor Pemisahan

Teknik pengukuran ini menggunakan detektor universal

yang dapat mendeteksi banyak komponen. Detektor akan

mengukur setiap komponen yang terbawa oleh fase gerak.

Salah satu detektor pemisahan adalah detektor indek bias.

Keunggulan detektor pemisahan adalah dapat mendeteksi

(42)

kolom akan terdeteksi sehingga menjadi kurang

selektif(Rohman, 2009).

2. Detektor Spesifik sampel

Teknik pengukuran ini didasarkan pada karakter sampel

yang unik. Detektor akan mendeteksi keunikan dari karakter

sampel, contohnya pengukuran komponen sampel yang

mengabsorpsi sinar uv panjang gelombang spesifik(Snyder

dkk., 2010).

2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis kualitatif KCKT dilakukan berdasarkan data wakturetensi

(tR) dengan membandingkan antara data retensi solut sampel dengan data

retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui pada kondisi yang sama

yaitu dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu antar

keduanya sekecil mungkin (Gandjar dan Rohman, 2007).

Analisis kuantitatif KCKT dilakukan dengan data luas puncak atau

dengan tinggi puncak. Luas puncak dan tinggi puncak berbanding

langsung dengan banyaknya solut yang dianalisis, jika dilakukan pada

kisaran detektor yang linier. Pengukuran luas puncak dilakukan dengan

mengukur luas sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah

tinggi (W1/2). Pengukuran tinggi puncak dilakukan dengan mengukur jarak

dari garis dasar ke puncak maksimum, penyimpangan dari garis dasar

diimbangi dengan interpolasi garis dasar antara awal dan akhir puncak

(43)

I. Larutan Bufer

Larutan bufer atau larutan penyangga adalah larutan yang memiliki pH

konstan yaitu dapat mempertahankan pH dari pengenceran, penambahan sedikit

asam atau sedikit basa (Ashari, 2006).

Kapasitas bufer merupakan kemampuan suatu bufer untuk

mempertahankan pH, tergantung pada nilai pKa, konsentrasi bufer, dan pH fase

gerak. Kapasitas bufer akan menurun ketika ada perbedaan nilai pKa bufer dengan

pH fase gerak yang diinginkan. Bufer yang digunakan sebaiknya memiliki nilai

pKa dalam rentang ±1,0 unit dari pH fase gerak yang diinginkan (Snyder dkk.,

2010).

J. Landasan Teori

Salbutamol sulfat dan guaifenesin merupakan kombinasi obat batuk sirup

ekspektoran yang sering digunakan untuk terapi batuk yang disertai asma. Obat

batuk sirup ekspektoran ini termasuk golongan obat keras yang penggunaannya

harus dengan resep dokter sehingga perlu dilakukan penetapan kadar salbutamol

sulfat dan guaifenesin dengan metode analisis yang tepat dan telah divalidasi

sebagai kontrol kualitas produk. Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

(KCKT) merupakan metode analisis dengan selektivitas dan sensitivitas yang

tinggi, sehingga mampu memisahkan senyawa-senyawa multikomponen dengan

kadar kecil. Metode KCKT yang digunakan dalam penetapan kadar salbutamol

(44)

valid. Salbutamol sulfat dan guaifenesin memiliki gugus kromofor pada rumus

bangunnya yang cukup untuk digunakan pada deteksi secara KCKT-UV.

K. Hipotesis

1. Sediaan sirup merek “X” mengandung guaifenesin tidak kurang dari

90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari yang tertulis pada label

kemasan (USP30-NF25,2007).

2. Kadar guaifenesin yang terukur sesuai dengan kadar guaifenesin yang

(45)

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengikuti jenis penelitian non eksperimental deskriptif

karena tidak ada intervensi terhadap subyek uji.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas pada penelitian ini adalah sediaan sirup merek “X” yang

mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kadar salbutamol sulfat dan

guaifenesin dalam sediaan sirup merek“X”

3. Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah:

a. Kemurnian pelarut, sehingga digunakan pelarut pro analysis yang

memiliki kemurnian tinggi.

b. Kemurnian baku pembanding salbutamol sulfat dan guaifenesin yang

digunakan, untuk mengatasinya digunakan baku yang telah terjamin

kualitasnya seperti tercantum padaCertificate of Analysis(CoA).

C. Definisi Oprasional

1. Sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yang digunakan pada penelitian

ini menggunakan kolom fase diam C18 dimensi 250 x 4,6 mm,5µm, fase

(46)

dengan penambahan asam fosfat 0,1M pada komposisi 40:60 dan

kecepatan alir 1,0 mL/min hasil optimasi yang telah divalidasi.

2. Sampel obat batuk yang digunakan adalah sediaan sirup merek “X” yang

mengandung salbutamol sulfat 1,2 mg dan guaifenesin 50 mg setiap 5 mL

dengan nobatchRF 2001.

3. Kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dinyatakan dalam satuan % b/v.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kualitas pro

analysis, kecuali dinyatakan lain yakni baku pembanding salbutamol sulfat

(Supriya Lifescience, No. batch SSL/SS/0312030, kemurnian 98,83%) (PT. Ifars

Pharmaceutical and Lab), baku baku pembanding guaifenesin (No. kontrol

205158, kemurnian 99,88%), metanol kualitaspro analysis(E. Merck), akuabides

(laboratorium kimia analisis USD) dan sediaan sirup merek“X”.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah seperangkat Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi (KCKT) fase terbalik yang terdiri: pompa (merek Shimadzu LC-2010C)

dengan sistem elusi gradien, detektor ultraviolet (UV) merek Shimadzu

LC-2010C, kolom C18dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm merek Shimadzu column

(47)

komputer (merek Dell B6RDZ1S Connexant system RD01-D850 A03-0382 JP

France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625730),UV/Vis

Spectrophotometer SP-3000plus merek OPTIMA dengan detektor silicon photo

diode, alat ultrasonikatorRefsch., Tipe : T460 (Schwing.1 PXE, FTZ-Nr.

C-066/83, HF-Frequ.:35 kHz), membran filter Whatman ukuran pori 0,45 µm dan

diameter 47 mm, timbangan analitik Ohaus Carat Series PAJ 1003 (max60/120 g,

min 0,001 g, d=0,01/0,1 mg), millipore, seperangkat alat gelas yang biasa

digunakan di laboratorium analisis.

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan Asam Fosfat 0,1 M

Larutan pekat H3PO4 dengan konsentrasi 85% diambil sebanyak

1,2 mL, kemudian diencerkan dengan akuabides 100,0 mL sehingga

konsentrasi H3PO4menjadi 0,1M.

2. Pembuatan Bufer Kalium Dihidrogen Fosfat 0,01M

Sebanyak 0,68 g KH2SO4ditimbang seksama dan dilarutkan dalam

akuabides hingga 500,0 mL sehingga konsentrasi menjadi 0,01 M,

kemudian pH diatur dengan penambahan asam fosfat 0,1 M hingga

mencapai pH 3,0.

3. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak dibuat dari campuran metanol : 0,01 M bufer kalium

(48)

gerak tersebut disaring dengan kertas saring Whatman dengan bantuan

pompa vakum, kemudian diultrasonikasi selama 15 menit.

4. Pembuatan Larutan Baku Salbutamol Sulfat dan Guaifenein untuk

Penentuan Panjang Gelombang

a. Pembuatan Larutan Baku Salbutamol Sulfat

Larutan baku salbutamol sulfat konsentrasi 1000 µg/mL dibuat

dengan menimbang secara seksama baku salbutamol sulfat sebanyak

10,0 mg dan dilarutkan dengan metanol ke dalam labu takar 10,0 mL

hingga tanda, kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi

berbeda yaitu 100; 300; dan 600 µg/mL dengan mengencerkan 1,0;

3,0; dan 6,0 mL larutan stok tersebut dengan metanol hingga 10,0 mL.

b. Pembuatan Larutan BakuGuaifenesin

Larutan baku guaifenesin konsentrasi 400µg/mL dibuat dengan

menimbang secara seksama baku guaifenesin sebanyak 20,0 mg dan

dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur 10,0 mL hingga tanda,

kemudian dibuat larutan seri dengan 3 konsentrasi berbeda yaitu 20;

60; dan 100 µg/mL dengan mengencerkan 0,5; 1,5; dan 2,5 mL larutan

stok tersebut dengan metanol hingga 10,0 mL.

5. Penetapan Panjang Gelombang(λ) Maksimum Salbutamol Sulfat dan

Guaifenesin dengan Spektrofotometer UV-Vis

Masing-masing konsentrasi larutan seri baku salbutamol sulfat

(49)

spektrofotometer UV-Vis. Nilai λ maksimum merupakan λ yang

memberikan serapan terbesar dan sama pada tiap konsentrasi dari tiga seri

larutan baku salbutamol sulfat dan guaifenesin.

6. Pembuatan Larutan Baku Salbutamol Sulfat

a. Pembuatan Larutan Stok Salbutamol Sulfat

Larutan stok salbutamol sulfat konsentrasi 200 μg/mL dibuat dengan menimbang secara seksama baku salbutamol sulfat sebanyak

10,0 mg dan diencerkan dengan metanol ke dalam labu takar 50,0 mL

hingga tanda.

b. Pembuatan Larutan Intermediet Salbutamol Sulfat

Larutan intermediet salbutamol sulfat konsentrasi 20μg/mL dibuat dengan mengambil sebanyak 500,0 µ L larutan stok salbutamol

sulfat denganmicropipetdan dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL,

kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda

7. Pembuatan Larutan Baku Guaifenesin

Larutan stok guaifenesin konsentrasi 900 μg/mL dibuat dengan menimbang secara seksama baku guaifenesin sebanyak 22,5 mg dan

diencerkan dengan metanol dalam labu takar 25,0 mL hingga tanda.

8. Pembuatan Seri Larutan Baku Campuran Salbutamol Sulfat dan

Guaifenesin

Seri larutan baku campuran salbutamol sulfat dan guafenesin

konsentrasi (0,8 dan 36); (1 dan 45); (1,2 dan 54); (1,4 dan 63); dan (1,6

(50)

700,0; 800,0µL larutan intermediet salbutamol sulfat dan mengambil

sebanyak 400,0; 500,0; 600,0; 700,0; 800,0µL larutan baku guaifenesin

dengan micropipet dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar

10,0 mL, kemudian diencerkan dengan metanol hingga tanda. Larutan

kemudian disaring denganmilliporedan diultrasonikasi selama 15 menit.

9. Pengujian Stabilitas Baku Pembanding

Pengujian stabilitas baku pembanding menggunakan tiga seri

larutan baku salbutamol sulfat konsentrasi 0,8; 1,2; 1,6 µg/mL dan

guaifenesin konsentrasi 36; 54; 72 µg/mL yang telah disaring dengan

milipore dan diultrasonikasi selama 15 menit. Tiga seri larutan baku

salbutamol sulfat dan guaifenesin masing-masing konsentrasi diinjeksikan

sejumlah 20 µL pada sistem KCKT fase terbalik dengan komposisi fase

gerak campuran metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3,0

(40:60) dan kecepatan alir 1,0 mL/menit hasil optimasi. Pengujian

stabilitas baku pembanding dilakukan selama tiga hari.

10. Pembuatan Kurva Baku Salbutamol Sulfat dan Guaifenesin

Pembuatan kurva baku salbutamol sulfat dan guaifenesin

menggunakan seri larutan baku campuan salbutamol sulfat dan guaifenesin

konsentrasi (0,8 dan 36); (1 dan 45); (1,2 dan 54); (1,4 dan 63); dan (1,6

dan 72) μg/mL yang telah disaring dengan millipore dan diultrasonikasi selama 15 menit. Seri larutan baku campuran salbutamol sulfat dan

guaifenesin masing-masing konsentrasi diinjeksikan sejumlah 20 µL pada

(51)

metanol : 0,01 M bufer kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60) dan

kecepatan alir 1,0 mL/menit hasil optimasi. Berdasarkan kromatogram

akan diperoleh luas area salbutamol sulfat dan guaifenesin untuk

masing-masing konsentrasi seri larutan baku campuran. Deteksi luas area ini

kemudian diplotkan terhadap konsentrasi seri larutan baku campuran

salbutamol sulfat dan guaifenesin untuk memperoleh regresi linear dengan

persamaan y = bx + a dengan kriteria keberterimaan (r) ≥ 0,998

(Kazakevich dan Lobrutto, 2007).

11. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil 10 unit sediaan

sirup secara acak yang mewakili satu batch dari produksi sediaan sirup

merek“X”kemudian dicampur menjadi satu hingga homogen.

12. Keseragaman volume

Keseragaman volume menggunakan piknometer untuk mengetahui

berat jenis sampel dengan standar air yang memiliki berat jenis 0,997

g/mL pada suhu 250C. Pengukuran berat jenis sampel dikakukan replikasi

sebanyak tiga kali.

13. Preparasi Sampel

a. Pembuatan Larutan Stok Sampel

Sediaan sirup merek “X” mengandung 1,20 mg salbutamol

sulfat dan 50,0 mg guaifenesin tiap 5,0 mL.Larutan stok sampel

(52)

homogen menggunakan micropipet sebanyak 250,0 µL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 5,0 mL dan diencerkan dengan

metanol hingga tanda.

b. Pembuatan Larutan Sampel

Larutan sampel konsentrasi 1,2 µg/mL salbutamol sulfat

dan 50,0μg/mL guaifenesin dibuat dengan mengambil larutan stok sampel menggunakan micropipet sebanyak 500,0 µL kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 5,0 mL dan diencerkan dengan

metanol hingga tanda. Larutan sampel disaring menggunakan

milliporedan diultrasonikasi selama 15 menit.

14. Penetapan Kadar Sampel

Larutan sampel yang telah dipreparasi diinjeksikan sejumlah 20 µL

ke sistem KCKT yang telah dioptimasi dan divalidasi.Berdasarkan

kromatogram sampel akan diperoleh AUC salbutamol sulfat dan

guaifenesin dari masing replikasi. Selanjutnya AUC

masing-masing sampel di masukkan ke persamaan regresi linear bakusalbutamol

sufat dan guaifenesin yang diperoleh dari hasil validasi, sehingga

diperoleh kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sampel.

G. Analisis Hasil

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

sampel dengan waktu retensi baku salbutamol sulfat dan guaifenesin. Analisis

(53)

persamaan regresi linear y = bx + a yang diperoleh dari kurva baku salbutamol

sulfat dan guaifenesin hasil validasidengan kriteria keberterimaan (r) ≥ 0,998

(Kazakevich dan Lobrutto, 2007). Kadar yang diperoleh dalam satuan %

b/v.Selanjutnya dilakukan analisis dengan melihat apakah dalam sediaan sirup

merek “X” mengandung salbutamol sulfat dan guaifenesin tidak kurang dari

90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari yang tertulis pada label kemasan

(54)

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam sediaan sirup

merek “X” menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik

yang telah dioptimasi dan divalidasi. Pada tahap optimasi diperoleh komposisi

fase gerak yang optimal untuk pemisahan salbutamol sulfat dan guaifenesin yaitu

campuran metanol : 0,01 M kalium dihidrogen fosfat pH 3,0 (40:60). Fase gerak

tersebut menghasilkan pemisahan baku campuran dengan waktu retensi

salbutamol sulfat 2,91 menit dan guaifenesin 8,75 menit (Mulyawan, 2014).

Pada tahap validasi metode diperoleh hasil guaifenesin memiliki rentang

validitas yang memenuhi persyaratan linearitas pada seri 36,0-72,0 µg/mL,

akurasi dan presisi padalevel 100% yaitu konsentrasi 50 µg/mL (Hendy,2014).

A. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah fase gerak yang

diperoleh dari hasil optimasi yaitu metanol : 0,01M bufer kalium dihidrogen fosfat

pH 3,0 (40:60). Pada optimasi fase gerak telah dihasilkan pemisahan salbutamol

sulfat dan guaifenesin yang baik dan optimal dengan resolusi 5,87. Sistem

kromatografi yang digunakan adalah fase terbalik dimana fase diam C18 bersifat

lebih non polar dari fase gerak campuran metanol : 0,01 M bufer kalium

(55)

B. Penentuan Panjang Gelombang (λ) maksimum Salbutamol sulfat dan

Guaifenesin

Penetapan λ pengamatan bertujuan untuk mengetahui λ yang memberikan

serapan optimal untuk salbutamol sulfat dan guaifenesin. Penentuan λ pengamatan

dilakukan dengan mengamati λ overlapping antara salbutamol sulfat dan

guaifenesin. Pengukuran λ maksimum salbutamol sulfat dan guaifenesin

dilakukan dengan tiga seri konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk melihat kenaikan

respon serapan terhadap kenaikan konsentrasi sehingga dapat dipastikan bahwa

panjang gelombang yang diperoleh milik salbutamol sulfat dan gaifenesin.

Salbutamol sulfat menggunakan seri konsentrasi 100; 300; dan 600 µg/mL dan

guaifenesin menggunakan seri konsentrasi 20; 60; dan 100 µg/mL. Pembacaan

serapan dilakukan menggunakan spektofotometer UV-Vis pada λ 200-400 nm

karena λ salbutamol sulfat dan guaifenesin berada dalam rentang tersebut. Suatu

senyawa dapat diukur serapannya pada daerah UV jika memiliki gugus kromofor

dan auksokrom. Berikut adalah gambar gugus kromofor dan auksokrom

salbutamol sulfat dan guaifenesin:

(56)

Gambar 11. Gugus Kromofor dan Auksokrom Guaifenesin

Berikut hasil spektra salbutamol sulfat dan guaifenesin yang diperoleh,

serta spektraoverlappingsalbutamol sulfat dan guifenesin:

Gambar 12. Spektra Salbutamol Sulfat pada 3 Seri Konsentrasi dalam Pelarut Metanol

600µg/mL

300µg/mL

(57)

Gambar 13. Spektra Guaifenesin pada 3 Seri Konsentrasi dalam Pelarut Metanol

Gambar 14. SpektraOverlappingSalbutamol Sulfat dan Guaifenesin dalam Pelarut Metanol

100µg/mL

60µg/mL

20µg/mL 274 nm

(58)

Berdasarkan profil spektra yang diperoleh pada penelitian ini, λ

maksimum salbutamol sulfat adalah 278 nm dan guaifenesin adalah 274 nm. Hasil

λ maksimum ini diperoleh dengan melihat kenaikan respon serapan yang

sebanding dengan kenaikan konsentrasi. Secara teoritis pada suasana asam

salbutamol sulfat memiliki λ maksimum 276 nm dan guaifenesin memilki λ

maksimum 273 nm (Moffat dkk., 2011). Pergeseran λ yang terjadi untuk

salbutamol sulfat adalah 2 nm dan guaifenesin adalah 1 nm, sehingga λ

maksimum yang diperoleh pada penelitian ini dapat diterima karena pergeseran λ

yang terjadi masih memenuhi pesyaratan yaitu tepat pada atau dalam batas 2 nm

(Dirjen POM, 1995). Berdasarkan profil spektra overlapping salbutamol sulfat

dan guaifenesin dapat diketahui λ overlapping yang digunakan sebagai λ

pengamatan yaitu 275 nm.

C. Pengukuran Stabilitas Baku Pembanding

Pada penelitian ini dilakukan pengukuran stabilitas larutan baku untuk

mengetahui stabilitas dari baku yang digunakan. Pengukuran stabilitas larutan

baku menggunakan tiga seri konsentrasi yaitu 0,6 ; 1,2 ; 1,6 µg/mL untuk

salbutamol sulfat dan 36; 54; 72 µg/mL untuk guaifenesin dan dilakukan selama

tiga hari.Pelarut yang digunakan adalah metanol karena dapat melarutkan

salbutamol sulfat dan guaifenesin. Metanol memenuhi persyaratan sebagai pelarut

yaitu dapat melarutkan analit, tidak bereaksi dengan analit, dapat bercampur

dengan fase gerak, dan tidak toksik.Pengukuran stabilitas larutan baku dilakukan

(59)

pegukuran dari masing-masing konsentrasi. Baku pembanding dikatakan stabil

apabila persen perbedaan yang diperoleh ≤ 2% (Ahuja dan Dong, 2005).Berikut

hasil pengukuran untuk mengetahui stabilitas larutan:

Tabel 1. Hasil Pengukuran Stabilitas baku Guaifenesin

Tabel 2. Hasil Pengukuran Stabilitas Baku Salbutamol Sulfat

Larutan baku salbutamol sulfat % Perbedaan

AUC

0,79064 12429 13008 11721 4,66 5,69

1,18596 14296 14288 12919 0,06 9,63

1,58128 16943 18411 18209 8,66 7,47

Berdasarkan hasil pengukuran, pada guaifenesin didapatkan kurva baku dengan

nilai koefisien korelasi (r = 0,9997) sehingga persen perbedaan dapat dilihat

berdasarkan konsentrasinya. Baku guaifenesin dinyatakan stabil karena memiliki

% perbedaan kadar ≤ 2%. Pada salbutamol sulfat tidak dilakukan pembuatan

kurva baku karena baku pembanding yang digunakan telah melewati tanggal

kadaluwarsa sehingga persen perbedaan dilihat berdasarkan nilai AUC.Baku

salbutamol sulfat dinyatakan tidak stabil karena memiliki % perbedaan AUC≥

Larutan baku guaifenesin % Perbedaan

Konsentrasi

35,957 430299 35,351 428289 35.200 432367 35.507 0,47 0,48

53,953 674301 53.728 674835 53.769 674079 53.712 0,08 0,03

(60)

2%. Karena ketidakstabilan baku salbutamol sulfat pada penelitian ini analisis

kuantitatif hanya dilakukan untuk guaifenesin.

D. Pembuatan Kurva Baku Guaifenesin

Lautan baku guaifenesin dibuat dalam lima seri konsentrasi. Lima seri

konsentrasi larutan baku ini digunakan untuk membuat kurva baku sehingga

konsentrasi dengan area dibawah kurva (AUC). Konsentrasi seri larutan baku

guaifenesin yang digunakan adalah 36; 45; 54; 63 ; dan 72 µg/mL. Persamaan

kurva baku yang diperoleh digunakan untuk menetapkan kadar guaifenesin dalam

sampel sirup merek “X”. Parameter yang digunakan untuk menentukan linearitas

adalah koefisien korelasi (r)≥ 0,998 (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).Penentuan

persamaan kurva baku guaifenesin dilakukan dengan menggunakan lima seri

larutan baku dan tiga kali replikasi, persamaan kurva baku yang diperoleh adalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Hasil Pengukuran Pesamaan Kurva baku Guaifenesin

Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Konsentrasi 35,940 416750 35,957 430299 35,957 434389 44,926 542221 44,946 563166 44,946 565020 53,911 690626 53,935 674301 53,935 676218 62,896 779459 62,924 790499 62,924 791864 71,882 903167 71,914 913892 71,914 917741 A -59598,246 A -42280,037 A -39082,532 B 13467,384 B 13288,380 B 13277,580

r 0,99746 r 0,99963 r 0,99967

Persamaan kurva baku yang digunnakan untuk penetapan kadar

(61)

Y = 13277,580x-39082,532 karena memiliki nilai r yang paling besar yaitu

0,9967. Nilai r merupakan koefisien korelasi yang menyatakan hubungan antara

respon

dengan konsentrasi larutan. Korelaasi yang baik antara respon dengan Konsentrasi

dapat dilihat dari kurva dimana dengan bertambahnya konsentrasi maka respon

yang dihasilkan juga meningkat dan membentuk garis yang linier. Kurva

hubungan antara AUC sebagai respon dengan konsentrasi guaifenesin adalah:

Gambar 15. Kurva Baku Guaifenesin

E. Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sediaan sirup merek

“X” yang mengandung 1, 20 mg salbutamol sulfat dan 50,0 mg guafenesin setiap

5,0 mL. Penelitian ini menggunakan 10 unit sediaan yang diambil secara acak

dengan nomor batchRF2001 untuk ditetapkan kadarnya menggunakan metode

kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan fase gerak metanol : 0,01 M

(62)

bufer fosfat pH 3,0 (40:60) dan kecepatan alir 1,0 mL/min. Berikut adalah hasil

keseragaman volume sampel sirup merek“X”:

Tabel 4. Data Keseragaman Volume Sampel Sirup merek“X”

No Bobot

1 224,4 100,2 124,2 98,807 2 225,2 99,8 125,4 99,761 3 226,4 100,7 125,7 100,000 4 224,7 100,1 124,6 99,125 5 225,6 100,3 125,3 99,682 6 225,9 100,4 125,5 99,841 7 226,2 100,6 125,6 99,920 8 225,4 100,3 125,1 99,523 9 225,7 100,8 124,8 99,284 10 226,1 100,4 125,7 100,000

Rata-rata (×) 99,594

SD 0,405

RSD 0,41 %

Uji keseragaman volume dilakukan pada 10 unit sampel sirup merek “X”

dengan nomor batch yang sama. Volume sampel diperoleh dari konversi berat isi

sampel dalam kemasan dengan menghitung berat jenis sampel menggunakan

piknometer. Berat jenis sampel yang diperoleh adalah 1,257 g/mL. Sampel yang

digunakan memiliki volume pada etiket 100 mL. Berdasarkan hasil yang

diperoleh semua volume sampel masuk dalam rentang 90-110% (USP30-NF25,

2007) dan nilai RSD yang diperoleh ≤ 2% (Gonzalez dan Herrador, 2007),

sehingga sampel yang digunakan dinyatakan memiliki volume yang sesuai dengan

(63)

F. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi

salbutamol sulfat dan guaifenesin antara baku dan sampel. Berikut kromatogram

baku dan sampel:

Nama sampel : Baku salbutamol sulfat 1,2 µg/mL Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) Kecepatan alir : 1,0 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm

(64)

Nama sampel : Baku guaifenesin 54 µg/mL Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) Kecepatan alir : 1,0 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm

Gambar 17. Kromatogram Baku Guaifenesin Konsentrasi 54,0 µg/mL

(65)

Fase diam : C18 dimensi 250 x 4,6 mm, 5µm

Fase gerak : metanol : bufer fosfat 0,01M pH 3 (40:60) Kecepatan alir : 1,0 mL/menit

Volume injeksi : 20 µL Detektor : UV-275 nm

Gambar 18. Kromatogram sampel

Tabel 5. Data Waktu Retensi Baku Salbutamol Sulfat, Baku Guaifenesin

dan Sampel

Perbedaan waktu retensi salbutamol sulfat dan guaifenesin terjadi karena

adanya perbedaan interaksi yang terjadi antara masing-masing zat dengan fase

diam dan fase gerak sesuai prinsip pemisahan dari kromatografi cair kinerja

tinggi. Interaksi yang terjadi adalah:

(66)

Gambar 20. Interaksi Guaifenesin dengan Fase Diam

(67)

Gambar 22. Interaksi Guaifenesin dengan Fase Gerak

Pada penelitian ini, sistem KCKT yang digunakan adalah fase terbalik

dimana fase diam bersifat lebih non polar dibanding fase gerak. Analit yang

bersifat polar akan terelusi lebih dahulu sedangkan yang bersifat non polar akan

berinteraksi lebih oleh fase diam. Berdasarkan interaksi yang terjadi guaifenesin

memiliki interaksi yang lebih banyak dengan fase diam sehingga waktu retensinya

lebih lama dibandingkan sabutamol sulfat. Hal ini juga menunjukkan bahwa

guaifenesin bersifat lebih non polar dari salbutamol sulfat. Hasil waktu retensi

yang sama antara baku dengan sampel menyatakan bahwa dalam sampel sirup

(68)

G. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung kadar guaifenesin dalam

sampel yang mengandung 50 mg guaifenesin setiap 5 mL (1 %b/v). Sampel yang

digunakan sejumlah 10 unit dengan nomor batch yang sama dan dilakukan

replikasi sebanyak enam kali. Pada penelitian ini dilakukan 2 tahap preparasi

sampel dengan faktor pengenceran 200 kali. Tahap pertama adalah pembuatan

larutan stok sampel dengan konsentrasi guaifenesin 500,0 µg/mL. Tahap kedua

adalah pembuatan larutan sampel dengan konsentrasi guaifenesin 50 µg/mL dari

larutan stok sampel. Respon yang dihasilkan berupa nilai AUC yang kemudian

disubtitusikan kedalam persamaan kurva baku guaifenesin = 13277,580 −

39082,532, sehingga diperoleh kadar guaifenesin sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Pengukuran Kadar Sampel Sirup Merek“X”

Replikasi tR

1 8,016 611026 48,9628 9792,5600 0,9793 48,965 2 8,029 606857 48,6488 9729,7600 0,9730 48,650 3 8,017 605170 48,5218 9704,3600 0,9704 48,520 4 8,020 603116 48,3671 9673,4200 0,9637 48,185 5 7,990 602166 48,2955 9659,1000 0,9659 48,295 6 8,016 611906 49,0291 9805,8200 0,9806 48,030

Rata-rata (×) 48,44 mg/5mL

SD 0,3406

RSD 0,70 %

Rentang kadar yang diperbolehkan untuk sediaan sirup yang mengandung

guaifenesin adalah 90-110% dari kadar yang tertera pada lebel kemasan

(69)

sampel sirup merek “X”penelitian ini adalah 45 – 55 mg/5ml. Berdasarkan hasil

pengukuran diperoleh rentang kadar 48,03–48,97 mg/5mL, maka dapat diyatakan

tidak ada satupun sampel yang berada diluar rentang yang dipersyaratkan. Nilai

RSD yang diperoleh yaitu 0,70% memenuhi persyaratan yang ditentukan yaitu≤

4% (Gonzalez dan Herrador, 2007), sehingga dapat dinyatakan bahwa kadar

guaifenesin terukur sesuai dengan kadar guaifenesin yang tertera pada label

(70)

49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kadar guaifenesin yang diperoleh adalah 48,44± 0,34 mg/5mL.

2. Kadar guaifenesin yang diperoleh sesuai dengan kadar yang tertera pada label

kemasan sediaan sirup merek “X”.

L. Saran

Penetapan kadar salbutamol sulfat dalam sediaan sirup merek “X”

menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi fase terbalik

menggunakan baku pembanding yang masih stabil (belum Kadaluwarsa),

dan melakukan penetapan kadar salbutamol sulfat dan guaifenesin dalam

Gambar

Tabel 3. Hasil Pengukuran Persamaan Kurva Baku Guaifenesin...........................
Gambar 22. Interaksi Guaifenesin dengan Fase Gerak ............................................
Gambar 2. Struktur Guaifenesin (British Pharmacopeia, 2009).
Gambar 3. Diagram Skematik Alat  Spektrofotometer (Gandjar dan Rohman, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang dipilih adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik karena metode ini pernah digunakan untuk menetapkan kadar parasetamol dan natrium

Penetapan kadar parasetamol dalam sediaan sirup berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, dapat ditetapkan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Telah dilakukan penelitian mengenai optimasi komposisi dan kecepatan alir fase gerak sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik pada penetapan kadar

sediaan larutan injeksi obat pemutih kulit merek ―X‖ dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik belum pernah dilakukan, sehingga dapat. dilakukan penetapan

Penelitian ini juga bertujuan untuk menghitung kadar asam ursolat dalam ekstrak daun binahong dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) fase terbalik yang digunakan dalam penetapan kadar aspartam.. Penelitian ini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT merk Kiranti ® secara KCKT fase terbalik menggunakan

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang validasi metode kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik pada penetapan kadar