• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persetujuan Pembimbing VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Persetujuan Pembimbing VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ayesa Syenina NIM : 088114093

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN

DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

Skripsi yang diajukan oleh:

Ayesa Syenina

NIM : 088114093

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

(3)
(4)

iv

Complaining does not work as a strategy

-The Last Lecture

Kupersembahkan untuk:

Orangtauku dan kakakku terkasih

(5)
(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Ayesa Syenina

Nomor Mahasiswa : 088114093

Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT) FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR NIKOTIN DALAM EKSTRAK ETANOLIK DAUN TEMBAKAU

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 18 Agustus 2011 Yang menyatakan

(7)

vii

Kinerja Tinggi (KCKT) Fase Terbalik pada Penetapan Kadar Nikotin dalam Ekstrak Etanolik Daun Tembakau”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Proses penyusunan skripsi ini takkan dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, nasihat serta dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran.

5. Rini Dwi Astuti, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium.

6. Seluruh staf laboratorium kimia: Mas Bimo, Pak Parlan dan Mas Kunto atas bantuannya selama berlangsungnya penelitian.

7. Staf sekretariat Farmasi: Mas Dwi, Pak Mukimin, dan Mas Narto.

8. Keluarga tercinta, papa, mama, dan Agata yang telah mendukung dan memberikan semangat.

9. Teman satu kelompok skripsi Amel, Dina, Citra, Novi dan Helena.

(8)

viii

11.Teman-teman FST yang telah memberi semangat dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

12.Semua orang yang telah membantu dan mendukung penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan penulis satu per satu.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, maka dari itu saran dan kritik sangat diharapkan.. Akhir kata penulis meminta maaf apabila ada kesalahan selama penulisan Tugas Akhir ini. Semoga ini dapat bermanfaat untuk semua.

Yogyakarta, 18 Agustus 2011

Ayesa Syenina

(9)

ix

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

C. Standarisasi Ekstrak ... 8

1. Aspek parameter spesifik. ... 8

2. Aspek parameter non spesifik. ... 9

(10)

x

1. Transisi sigma-sigma star (δ→δ*)... 11

2. Transisi n-sigma star (n→δ*) ... 11

3. Transisi n-phi star (n→π*) ... 11

4. Transisi phi-phi star (π→π*) ... 12

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 12

1. Definisi ... 12

2. Instrumentasi ... 14

3. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ... 21

F. Parameter Validasi Metode Analisis ... 22

1. Selektifitas atau spesifitas ... 23

2. Linearitas ... 24

3. Akurasi ... 24

4. Presisi ... 25

5. Sensitivitas ... 26

6. Rentang (Range) ... 27

7. Limit of detection (LOD) dan Limit of quantitation (LOQ) ... 27

G. Landasan Teori ... 27

H. Hipotesis ... 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

B. Variabel Penelitian ... 29

C. Definisi Operasional... 30

D. Bahan Penelitian... 30

E. Alat Penelitian ... 31

F. Tata Cara Penelitian ... 31

1. Pembuatan Fase Gerak ... 31

2. Pembuatan Larutan Baku Nikotin ... 32

3. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan ... 32

4. Preparasi Sampel ... 32

5. Validasi Metode ... 33

(11)

xi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Pembuatan Fase Gerak ... 37

B. Pembuatan Larutan Baku Nikotin ... 40

C. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Nikotin ... 41

D. Preparasi Sampel ... 43

E. Pengamatan Waktu Retensi (tR) Nikotin ... 44

F. Pembuatan Kurva Baku Nikotin ... 48

G. Validasi Metode ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 62

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik fisika-kimia dari nikotin ...6

Tabel II. UV cutoff solvent yang digunakan sebagai fase gerak ... 17

Tabel III. Parameter validasi metode untuk tiap jenis prosedur uji ...22

Tabel IV. Rentang kesalahan yang diperbolehkan pada tiap konsentrasi analit... ...25

Tabel V. Kriteria penerimaan presisi berdasar kadar analit ...26

Tabel VI. Hasil persamaan regresi linear baku nikotin ...49

Tabel VII. Hasil perhitungan resolusi (Rs) sampel ...51

Tabel VIII. Hasil persen perolehan kembali (recovery) baku nikotin ...52

Tabel IX. Hasil penetapan recovery baku adisi... 55

(13)

xiii

Gambar 3. Senyawa hasil degradasi nikotin ... 6

Gambar 4. Tumbuhan Tembakau……….. 7

Gambar 5. Struktur anabasin, anatabin, dan nornikotin... 8

Gambar 6. Transisi elektronik diantara tingkatan energi dalam suatu molekul. ...11

Gambar 7. Suatu kromatogram ...13

Gambar 8. Diagram sistem KCKT... 15

Gambar 9. Skema pompa piston resiprok tunggal ...18

Gambar 10. Skema pompa dual-piston dengan pompa paralel ...19

Gambar 11. Skema desain pompa dual-piston in-series ...19

Gambar 12. Skema loop injector ...20

Gambar 13. Reaksi silika dengan suatu organochlorosilane...21

Gambar 14. Protonasi cincin pirolidin pada nikotin dalam suasana asam ...38

Gambar 15. Gugus kromofor dan auksokrom pada nikotin ...41

Gambar 16. Spektra panjang gelombang maksimum nikotin ...42

Gambar 17. Reaksi penggaraman nikotin oleh asam klorida ... 44

(14)

xiv

Gambar 19. Gugus polar dan non polar pada nikotin ... 46

Gambar 20. Interaksi nikotin dengan fase diam oktadesilsilan (C18)... 46

Gambar 21. Interaksi nikotin dengan fase gerak buffer

asetat:metanol:asetonitril (40:54:6)... 47

Gambar 22. Kromatogram baku nikotin dan sampel ekstrak daun

tembakau... 48

Gambar 23. Kurva baku hubungan antara konsentrasi baku nikotin

dengan AUCnya... 50

Gambar 24. Kromatogram baku nikotin, sampel dan sampel adisi... 54

(15)

xv

Lampiran 3. Perhitungan pergeseran pKa nikotin dan pH buffer

berdasarkan Kazakevich dan LoBrutto (2007) ...67

Lampiran 4. Spektrum Nikotin ...68

Lampiran 5. Kromatogram seri baku nikotin ...69

Lampiran 6. Perolehan AUC seri baku nikotin... ...77

Lampiran 7. Persamaan dan gambar kurva baku nikotin ...78

Lampiran 8. Kromatogram dan perhitungan resolusi sampel ...79

Lampiran 9. Kromatogram baku nikotin untuk validasi metode ...81

Lampiran 10. Perolehan nilai AUC dan contoh perhitungan konsentrasi terukur baku nikotin ...89

Lampiran 11. Perhitungan persen perolehan kembali (recovery) dan koefisien variasi (KV)…………... 90

Lampiran 12. Kromatogram sampel dan sampel adisi………... 91

Lampiran 13. Perolehan nilai AUC sampel dan sampel adisi, contoh

(16)

xvi

dan KV baku nikotin adisi………... 96

Lampiran 14. Kromatogram blanko pelarut buffer

(17)

xvii

Nikotin merupakan suatu jenis alkaloid yang ditemukan dalam daun tembakau. Manfaat farmakologis dari nikotin belakangan ini telah banyak diteliti oleh sejumlah ilmuwan, dan beberapa diantaranya menemukan potensi nikotin dalam mengobati berbagai macam penyakit. Penetapan kadar nikotin di dalam ekstrak etanolik daun tembakau dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik. Untuk menjamin hasil yang terpercaya, maka perlu dilakukan validasi metode terlebih dahulu.

Penelitian ini mengikuti jenis dan rancangan penelitian observasional deskripif. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dalam penelitian ini menggunakan kolom fase diam okta desilsilan (C18) dan fase gerak buffer

asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) dengan kecepatan alir 1,2 mL/menit. Detektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah detektor UV pada panjang gelombang 260 nm.

Parameter validasi metode pada penelitian ini meliputi selektifitas, linearitas, akurasi, presisi dan rentang. Hasil penelitian menunjukkan selektifitas yang baik dengan nilai resolusi (Rs) sebesar 1,531 serta linearitas yang baik dengan koefisien korelasi (r) 0,9996 pada konsentrasi 0,01-0,09 ppm. Perolehan nilai rentang persen recovery dan KV untuk konsentrasi 0,01; 0,05 dan 0,09 ppm secara berurutan adalah 88,56-112,64% dengan KV 11,97%; 99,02-101,78% dengan KV 1,37% serta 100,34-101,62% dengan KV 0,63%, sedangkan nilai recovery adisi baku nikotin yang diperoleh adalah 82,7127-100,6181% dengan KV 9,767%. Metode KCKT fase terbalik ini memenuhi kriteria validasi metode pada rentang konsentrasi 0,05-0,09 ppm.

(18)

xviii

METHOD VALIDATION OF REVERSED PHASE HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FOR THE

DETERMINATION OF NICOTINE IN TOBACCO LEAVES ETHANOLIC EXTRACT

ABSTRACT

Nicotine is an alkaloid found in tobacco leaves. Scientists have recently discovered that nicotine may have the pharmacological properties to be used in the treatment of various illnesses. The amount of nicotine in tobacco leaves ethanolic extract can be determined by using reversed phase high performance liquid chromatography (HPLC). To guarantee a reliable result, it is therefore necessary to validate the method.

This research is conducted with a descriptive observational plan and design. The HPLC system used for the quantitative analysis of nicotine consists of octadecylsilane (C18) as the stationary phase and a mixture of acetate buffer:

methanol: acetonitrile (40:54:6) as the mobile phase with a flow rate of 1.2 mL/minute. The detector used in this research is UV detector with the experimental wavelength of 260 nm.

The parameters of method validation used in this research are selectivity, linearity, accuracy, precision, and range. The results of this research indicates that this method is of good selectivity and linearity with a resolution (Rs) of 1.531 and a correlation coefficient (r) of 0.9996 at 0.05-0.09 ppm. The percentage of recovery and coefficient of variation obtained at 0.01; 0.05 and 0.09 ppm were 88.56-112.64% with a CV 11.97%; 99.022-101.778% with a CV 1.37% and 100.338-101.618% with a CV 0.63% respectively, as for the recovery for the standard addition was 82.7127-100.6181% with a CV of 9.767%. Therefore, this reversed phase HPLC method fulfills the criteria of method validation at a range of concentration 0.05-0.09 ppm.

(19)

1

A. Latar Belakang

Nikotin merupakan suatu jenis alkaloid alami yang terdapat dalam daun

dan batang tembakau, Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica, dalam kadar

0,5-8%. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa nikotin adalah zat yang

berbahaya dan merugikan kesehatan tubuh serta tidak memiliki manfaat. Hal ini

dikarenakan oleh sifatnya yang toksik dan adiktif (Landoni, 1991), namun

ternyata nikotin juga memiliki manfaat yang cukup besar dalam bidang kesehatan.

Beberapa ilmuwan menemukan bahwa nikotin merangsang pelepasan

neurotransmitter tertentu, diantaranya adalah serotonin, dopamine, dan

norepinephrine, dimana ketidakseimbangan ketiga neurotransmitter ini dapat

menyebabkan terjadinya depresi. Dengan demikian, nikotin berpotensi dalam

mengobati depresi, schizophrenia, penyakit Alzheimer dan penyakit Parkinson

(Anonim, 2006).

Besarnya potensi nikotin memungkinkan dikembangkannya suatu sediaan

farmasi menggunakan ekstrak daun tembakau dengan nikotin sebagai zat aktifnya.

Sebelum dapat digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi, ekstrak daun

tembakau sangat penting untuk distandarisasi. Salah satu aspek standarisasi adalah

pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis kuantitatif metabolit

sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat. Melalui proses standarisasi

(20)

dapat digunakan sebagai acuan dalam formulasi sediaan farmasi ekstrak tembakau

(Saifudin dkk., 2011).

Dalam proses standarisasi, diperlukan suatu metode yang tervalidasi

dalam menetapkan kadar nikotin dalam ekstrak tembakau. Pemilihan metode

analisis kuantitatif yang memiliki spesifitas, linearitas, akurasi dan presisi yang

baik merupakan suatu aspek yang sangat penting agar diperoleh hasil yang

acceptable (dapat diterima) pada saat penetapan kadar. Pada penelitian ini peneliti

akan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik.

Dasar pemilihan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase

terbalik pada penelitian ini adalah karena sampel yang digunakan, yaitu ekstrak

tembakau, tidak hanya mengandung nikotin, namun juga beberapa senyawa

lainnya, sehingga dibutuhkan suatu metode yang dapat memisahkan senyawa

multikomponen sekaligus mengkuantifikasinya. Berdasarkan hasil optimasi yang

telah dilakukan dalam rangkaian penelitian ini, sistem kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) fase terbalik memberikan kondisi optimal menggunakan fase diam

kolom oktadesilsilan (C18) dan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril

(21)

kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik menggunakan fase diam kolom oktadesilsilan

(C18) dan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) dengan kecepatan

alir 1,2 mL/menit telah memenuhi parameter validasi: spesifitas, linearitas,

akurasi, presisi dan rentang ?

2. Keaslian karya

Penelitian mengenai nikotin yang telah dilakukan adalah penetapan kadar

nikotin dalam sampel biologis menggunakan metode kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT), kromatografi gas, spektrofotometri massa, dan kromatografi

cair-MS (LC-cair-MS) (Nakajima, Yamamoto, Kuroiwa, Yokoi, 2000); penetapan kadar

nikotin dalam macam-macam merk rokok (Alali, Massadeh, 2002); penetapan

kadar nikotin dalam tembakau dengan metode LC-MS-MS serta penetapan kadar

nikotin dalam sediaan farmasi dengan menggunakan metode kromatografi cair

kinerja tinggi (KCKT) (Vlase, Filip, Mîndruţău, and Leucuţa, 2005). Berdasarkan

studi pustaka di atas, maka belum pernah ada penelitian penetapan kadar nikotin

dalam ekstrak tembakau dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja

(22)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat metodologis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan alternatif metode penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik

daun tembakau, yaitu menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi

(KCKT) fase terbalik dengan validitas yang baik.

b. Manfaat praktis. Diharapkan dengan penelitian ini metode

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik dapat dijadikan metode

alternatif dalam penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan apakah metode

kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik yang menggunakan fase diam kolom

oktadesilsilan (C18) dan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6)

dengan kecepatan alir 1,2 mL/menit dalam penetapan kadar nikotin dalam ekstrak

etanolik daun tembakau telah memenuhi parameter validasi: spesifitas, linearitas,

akurasi, presisi dan rentang pada penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik

(23)

A. Nikotin

Nikotin adalah suatu jenis alkaloid yang paling banyak ditemukan dalam

daun tembakau Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica (Vlase dkk., 2005).

Gambar 1. Struktur molekul nikotin (Anonim, 1999).

Nikotin merupakan amin tersier yang tesusun atas cincin piridin dan

cincin pirolidin yang bersifat toksik dan karsinogenik (Alali dan Massadeh, 2002).

Nikotin dapat ditemukan dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai bentuk

diprotonasi, monoprotonasi, dalam basa bebas. Saat berada pada bentuk

terprotonasi, atom nitrogen pada cincin piridin bersifat lebih asam dibandingkan

yang terdapat pada cincin pirolidin (Karbalaie, Ghotbi, Taghikhani dan Yamini,

2009).

Gambar 2. Nikotin dalam bentuk yang berbeda-beda. a) diprotonasi, b) monoprotonasi, dan c) basa bebas (Karbalaie dkk., 2009).

Nikotin bila terpapar oleh udara dan cahaya dapat mengalami oksidasi

(24)

berwarna kecoklatan. Dalam suatu penelitian saat suatu larutan yang mengandung

nikotin dipaparkan pada udara terbentuk senyawa degradasi nikotin yaitu,

methylamine, myosmine dan nicotine-N-1-oxide, sedangankan saat larutan yang

mengandung campuran nikotin dan cotinine dibiarkan terpapar udara selama

beberapa minggu didapatkan jumlah cotinine bertambah (Crooks, 1999).

Karakteristik dari nikotin dapat dilihat pada Tabel I (Domino, 1999).

Gambar 3. Senyawa hasil degradasi nikotin. (a)1’S,2’S dan 1’R,2’S nicotine-N-1-oxide (b)

myosmine-N-oxide dan (c) cotinine (Crooks, 1999).

Tabel I. Karakteristik fisika-kimia dari nikotin

Bentuk Cair

Efek negatif nikotin telah lama diketahui masyarakat, namun dewasa ini

perkembangan medis telah ditemukan beberapa manfaat dari nikotin. Nikotin

dapat meningkatkan konsentrasi, proses belajar dan ingatan karena adanya

peningkatan asetilkolin (Karbalaie dkk., 2009). Selain itu, terdapat beberapa

manfaat nikotin yaitu untuk pengobatan: depresi/ kecemasan, dimana nikotin

bekerja pada bagian otak yang mempengaruhi perasaan, termasuk

neurotransmitter seperti serotonin dan dopamine, serta dalam pengobatan penyakit

(25)

bahwa nikotin telah mengurangi terjadinya tremor dan bahwa nikotin

kemungkinan berfungsi sebagai neuroprotector bagi pasien (LeChat, 2010).

B. Ekstrak Tembakau

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) termasuk dalam famili Solanaceae

yang banyak ditemukan diberbagai daerah di Indonesia seperti di Provinsi

Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali,

NTB, Lampung dan Sulawesi Selatan. Terdapat dua jenis tembakau yang

dibedakan berdasarkan iklim yaitu tembakau musim kemarau/Voor-OOgst (VO)

dan tembakau musim penghujan/Na-Oogst (NO) (Anonim(a), 2011).

Ekstrak tumbuhan merupakan material yang diperoleh dengan cara

menyari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu. Sehingga, ekstrak tembakau

merupakan material yang berasal dari tumbuhan tembakau yang diperoleh dengan

cara menyari tumbuhan tembakau dengan pelarut yang sesuai (Saifudin, Rahayu

dan Teruna, 2011).

(26)

Terdapat beberapa jenis ekstrak yaitu: ekstrak cair, ekstrak kental, dan

ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar

air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak

kering jika mengandung air kurang dari 5% (Saifudin dkk., 2011).

Dalam ekstrak daun tembakau, komponen yang paling banyak terkandung

di dalamnya adalah nikotin. Selain itu terdapat pula beberapa senyawa alkaloid

yang berada dalam jumlah yang lebih sedikit yaitu anabasin, anatabin, dan

nornikotin. Jumlah alkaloid-alkaloid ini bervariasi dalam tiap spesies Nicotiana

(Domino, 1999).

Gambar 5. Struktur anabasin, anatabin, dan nornikotin (Jacob, Hatsukami, Severson, Hall, Yu dan Benowitz, 2002).

C. Standarisasi Ekstrak

Standarisasi merupakan suatu rangkaian proses yang melibatkan

berbagai metode analisis fisik dan mikrobiologi berdasarkan kriteria umum

keamanan (toksikologi) terhadap suatu ekstrak alam (tumbuhan obat). Standarisasi

secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang terukur secara

farmakologis dan menjamin keamanan. Terdapat dua aspek dalam standarisasi

ekstrak yaitu aspek parameter spesifik dan non spesifik (Saifudin dkk., 2011).

1. Aspek parameter spesifik.

Aspek ini berfokus pada senyawa atau golongan senyawa dalam ekstrak

(27)

Berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi dan fisis yang akan

mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas (Saifudin dkk., 2011).

D. Spektrofotometer UV

Metode spektroskopik dalam analisis didasarkan pada pengukuran radiasi

elektromagnetik yang diserap oleh analit. Radiasi elektromagnetik didefinisikan

sebagai suatu bentuk energi yang ditransmisikan melalui ruang kosong pada

kecepatan yang tinggi dan tidak membutuhkan adanya media untuk transmisinya,

sehingga dapat melewati ruang yang vakum. Radiasi elektromagnetik ini berupa

aliran partikel-partikel kecil atau gelombang energi yang dinyatakan dengan foton

atau quanta. Dalam spektrofotometri UV radiasi, elektromagnetik yang dikenakan

pada analit adalah pada panjang gelombang antara 200-400 nm (Skoog, West,

Holler, 1994).

Energi dari foton bergantung pada frekuensi radiasi yang diberikan oleh :

(1)

Dimana h adalah konstanta Planck (6,63 x 10-34 J s), sehingga hubungan antara

energi radiasi dengan panjang gelombang dan angka gelombang adalah :

(2)

(28)

Penyerapan radiasi sinar ultraviolet oleh spesies atom atau molekul (M)

dapat dipertimbangkan sebagai proses dua langkah; yang pertama adalah

melibatkan eksitasi sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan berikut :

M + hv → M* (3)

Hasil reaksi antara M dengan foton (hv) merupakan partikel yang tereksitasi

secara elektronik yang disimbolkan dengan M*. Keberadaan M* sangat singkat

dan umumnya diakhiri dengan sebuah relaksasi yang melibatkan konversi energi

eksitasi menjadi panas seperti pada persamaan di bawah :

M*→ M + panas (4)

Penyerapan sinar UV pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi

elektron-elektron ikatan. Penyerapan radiasi ultraviolet dibatasi oleh sejumlah gugus

fungsional (yang disebut dengan kromofor) yang mengandung elektron valensi

dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah. Elektron yang terlibat pada

penyerapan radiasi ultraviolet ada tiga yaitu elektron sigma (δ); elektron phi (π);

dan non bonding electron (Gandjar dan Rohman, 2007).

Transisi-transisi elektronik yang terjadi diantara tingkat-tingkat energi di

dalam suatu molekul terdapat empat, yaitu transisi sigma-sigma star (δ→δ*);

(29)

Gambar 6. Transisi elektronik diantara tingkatan energi dalam suatu molekul

1. Transisi sigma-sigma star (δ→δ*)

Energi yang dibutuhkan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan energi

sinar yang frekuensinya terletak diantara UV vakum (< 180 nm), sehingga jenis

transisi ini kurang bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV

(Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Transisi n-sigma star (n→δ*)

Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung

atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang

diperlukan untuk transisi jenis ini lebih kecil dibanding transisi δ→δ*, sinar yang

diserap mempunyai panjang gelombang 150-200 nm (Gandjar dan Rohman,

2007).

3. Transisi n-phi star (n→π*)

Jenis transisi ini terjadi pada molekul organik yang mempunyai gugus

fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan rangkap dalam gugus tersebut

memberikan orbital phi yang diperlukan. Transisi ini paling cocok untuk analisis

(30)

gelombang ini secara teknis dapat diaplikasikan pada spektrofotometer (Gandjar

dan Rohman, 2007).

4. Transisi phi-phi star (π→π*)

Dalam kebanyakan transisi π→π*, molekul dalam keadaan dasar relatif

non polar, dan keadaan terkesitasinya lebih polar dibandingkan keadaan dasar

(Gandjar dan Rohman, 2007).

E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 1. Definisi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa disebut juga dengan

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan

yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam

sediaan farmasetik, serta dalam cairan biologis. KCKT dapat digunakan baik

untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2009).

KCKT ini tergolong kromatografi kolom, sebagaimana kromografi

kolom lainnya sampel yang melalui kolom akan mengalami pemisahan

senyawa-senyawa di dalamnya. Jika kekuatan interaksi masing-masing senyawa-senyawa

berbeda-beda maka senyawa-senyawa tersebut akan terpisah menjadi puncak-puncak

tersendiri. Progres dari pemisahan kromatografi ini akan dimonitor oleh suatu

detektor yang sesuai yang terletak pada ujung kolom. Hasil yang diperoleh akan

berbentuk suatu kromatogram yang terdiri atas puncak untuk masing-masing

(31)

Gambar 7. Suatu kromatogram

Pemisahan senyawa dalam KCKT diatur oleh distribusi senyawa dalam

fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap

suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari

berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan

diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel

(Gandjar dan Rohman, 2007).

Teori mengenai KCKT dapat dibagi menjadi 2 aspek yaitu aspek kinetik

dan aspek termodinamik. Aspek kinetik dari KCKT bertanggung jawab atas

pelebaran kromatogram, sedangkan aspek termodinamik mempengaruhi waktu

retensi analit dalam kolom. Bila dilihat dari segi analisis, faktor kinetik

mempengaruhi lebar dari puncak kromatogram (efisiensi) dan faktor

termodinamik akan memperngaruhi letak puncak pada kromatogram

(selektivitas). Sedangkan dilihat dari segi praktis, efisiensi pemisahan pada KCKT

lebih berkaitan dengan optimasi instrumen, dimensi kolom dan geometri partikel.

Selektivitas lebih berkaitan dengan interaksi intermolekuler dan dipengaruhi oleh

tipe eluen, komposisi, temperatur dan variabel lainnya yang memungkinkan

(32)

Tipe KCKT yang paling banyak digunakan adalah kromatografi partisi,

dimana fase diamnya berupa cairan yang tidak bercampur (immiscible) dengan

cairan fase gerak. Bentuk awal dari kromatografi partisi yang digunakan adalah

kolom liquid-liquid, namun kolom tersebut sekarang telah digantikan dengan

kolom liquid-bonded-phase. Pada kromatografi liquid-liquid cairan ditahan pada

tempatnya dengan adsorpsi fisik, sedangkan pada kromatografi

liquid-bonded-phase fase diam cair ditahan dengan ikatan secara kimia sehingga menghasilkan

packing kolom yang jauh lebih stabil (Skoog dkk., 1998).

Model partisi dapat digunakan dalam menjelaskan mekanisme retensi.

Dalam model partisi, diumpamakan adanya dua fase yang berbeda (fase gerak dan

fase diam) dan terjadi ekuilibrium seketika dari analit yang terpartisi antara kedua

fase tersebut. Koefisien partisi dari analit dinyatakan sebagai :

(5)

dimana faktor retensi dari analit dinyatakan sebagai rasio jumlah analit pada fase

diam terhadap jumlah analit pada fase gerak (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

2. Instrumentasi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak,

pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detektor, wadah

penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam

(33)

Gambar 8. Diagram sistem KCKT. (a) wadah fase gerak; (b) pompa; (c) autosampler atau injector; (d) kolom; (e) detector; (f) sistem pendataan (Snyder, Kirkland dan Dolan, 2010).

a. Wadah Fase gerak. Alat KCKT yang baru dilengkapi dengan satu atau

lebih wadah gelas, yang mengandung 500mL atau lebih fase gerak. Wadah fase

gerak harus bersih dan lembam (inert) (Gandjar dan Rohman, 2007). Degassing

(penghilangan gas) biasanya dilakukan terlebih dahulu pada fase gerak untuk

menghilangkan gas yang mungkin terdapat di dalamnya. Adanya gas dapat

menyebabkan flow rate yang tidak reprodusibel serta dapat mengganggu detektor

(Skoog, Holler dan Crouch, 1998).

Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan

untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat

tinggi, dan lebih terpilih lagi jika pelarut-pelarut yang digunakan untuk KCKT

berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat

(34)

dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat

mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Oleh karena

itu, fase gerak harus disaring terlebih dahulu sebelum digunakan pada KCKT

(Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Fase gerak pada KCKT. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas

campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam

daya elusi dan resolusi (Gandjar dan Rohman, 2007). Terdapat dua jenis elusi

yaitu elusi isokratik dimana komposisi dari fase gerak konstan selama proses

elusi, dan elusi gradient dimana komposisi fase gerak dapat diubah-ubah selama

proses elusi (Kar, 2005).

Fase gerak yang biasanya digunakan dalam KCKT fase terbalik adalah

campuran hidro organik. Senyawa organik yang umumnya digunakan adalah

metanol dan asetonitril atau campuran keduanya. Senyawa-senyawa lainnya yang

dapat digunakan dalam fase gerak untuk penyesuaian selektivitas adalah

tetrahidrofuran, IPA, dan DMSO (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Konsentrasi dari larutan organik dalam fase gerak merupakan faktor

dominan yang mempengaruhi retensi analit dalam sistem KCKT. Pertimbangan

dalam memilih solven fase gerak meliputi kompatibilitas antar solven, kelarutan

sampel dalam eluen, polaritas, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH.

Solven yang digunakan sebagai fase gerak harus dapat bercampur serta tidak

menimbulkan presipitasi saat dicampur. Sampel harus dapat terlarut dalam fase

gerak karena apabila tidak, maka dapat terjadi presipitasi di dalam kolom.

(35)

yang sering digunakan. Solven yang terlalu kental dapat menyebabkan bentuk

puncak yang melebar (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Tabel II. UV cutoffsolvent yang digunakan sebagai fase gerak (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Terkadang dalam fase gerak juga ditambahkan buffer. Buffer umumnya

digunakan dalam fase gerak untuk mengkontrol selektivitas dan resolusi analit,

saat pH dari fase gerak ≈ pKa analit (analit berada pada bentuk 50% terionisasi)

maka perubahan pada nilai pH akan memberikan perubahan waktu retensi dan

pemisahan yang maksimum. Namun hal ini hanya berlaku pada perubahan pH 1

unit dari nilai pKa analit, diluar rentang tersebut analit akan berada pada bentuk

terionisasi atau pada bentuk molekul (tidak terionisasi) dan waktu retensinya tidak

akan bergantung dengan adanya perubahan pH (Snyder dkk., 2010).

c. Pompa. Pompa yang digunakan dalam KCKT dalam pompa yang

memenuhi syarat wadah pelarut, yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak.

(36)

dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit (Rohman,

2009).

Pompa KCKT dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang kecepatan

alir, mekanisme kerjanya atau berdasarkan metode pencampurannya. Pompa yang

biasa digunakan dalam analisis umumnya memilki rentang kecepatan alir

0,001-10 mL/menit. Kebanyakan pompa menggunakan mekanisme resiprok. Sedangkan

berdasarkan metode pencampurannya biasanya menggunakan kondisi

pencampuran tekanan rendah atau tekanan tinggi (Ahuja dan Dong, 2005).

Gambar 9. Skema pompa piston resiprok tunggal

Kebanyakan pompa KCKT menggunakan desain piston resiprok seperti Gambar 9

diatas. Pada gambar dapat dilihat terdapat cam bermotor yang dapat menjalankan

piston secara depan ke belakang untuk mengalirkan solven melalui suatu vulva

inlet dan outlet. Sedangkan Gambar 10 merupakan pompa yang menggunakan

piston ganda dimana terdapat satu motor yang menjalankan dua piston pada

pompa yang berbeda. Hasil yang diperoleh pada pompa model ini lebih stabil

(37)

Gambar 10. Skema pompa dual-piston dengan pompa paralel.

Dalam perkembangannya, model pompa resiprok disempurnakan dengan

berbagai macam modifikasi seperti pada desain dual piston in-series yang kini

banyak digunakan, dimana pada model ini, dua piston dijalankan oleh motor yang

terpisah. Terdapat juga pre-piston yang disinkronisasi dengan piston sekunder

untuk memberikan aliran yang lebih halus dan komposisi yang lebih akurat.

Model pompa ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Ahuja dan Dong 2005).

Gambar 11. Skema desain pompa dual-piston in-series

d. Tempat penyuntikan sampel. Sampel-sampel cair dan larutan

disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan

menuju kolom. (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung

ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom

menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup

(38)

loop ini tersedia untuk volume antara 0,5µL-2mL. Pada saat posisi mengisi, loop

untuk sampling terisolasi dari fase gerak dan terbuka terhadap atmosfer. Suatu

syringe digunakan untuk mengambil sampel dan memasukannya ke dalam loop.

Apabila terdapat sampel yang lebih maka akan dikeluarkan melalui pembuangan.

Setelah sampel terisi ke dalam loop, injektor akan menghadap posisi injek. Pada

posisi ini fase gerak diarahkan melalui loop untuk sampling dan sampel akan

dibawa melewati kolom (Harvey, 2000).

Gambar 12. Skema loop injector. (a) posisi mengisi, (b) posisi injek

e. Kolom. Kolom merupakan bagian KCKT yang terdapat fase diam di

dalamnya. Fase diam pada KCKT berupa lapisan film cair yang terikat pada basis

partikel silika. Tujuan terikatnya lapisan film ini adalah untuk mencegah

kemungkinan terjadinya kebocoran cairan fase diam dari dalam kolom. Lapisan

film cair ini terikat pada partikel silika melalui ikatan kovalen. Partikel silika

direaksikan dengan organochlorosilane Si(CH3)2RCl, dimana R merupakan suatu

alkil atau gugus alkil tersubstitusi. Kepolaran dari fase diam bergantung pada jenis

R, apabila R merupakan suatu gugus fungsi yang bersifat polar, maka fase diam

juga akan bersifat polar, sebaliknya fase diam akan bersifat non polar apabila R

(39)

Oktadesilsilan (ODS atau C18) yang merupakan fase diam dimana R pada

organochlorosilane berupa hidrokarbon n-octyldecyl paling banyak digunakan

karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah,

sedang, maupun tinggi (Rohman, 2009).

f. Detektor. Suatu detektor harus memiliki karakteristik memiliki respon

terhadap solut yang cepat dan reprodusibel; sensitifitas tinggi; stabil; mempunyai

volume sel yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita; sinyal yang

dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut; tidak peka terhadap

perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Rohman, 2009). Salah satu contoh

detektor yang sering digunakan adalah detektor UV-Vis. Detektor ini didasarkan

pada adanya peneyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Vis) pada

kisaran panjang gelombang 190-800 nm oleh spesies solut yang mempunyai

struktur-struktur atau gugus-gugus kromoforik. Sel detektor umumnya berupa

tabung dengan diameter 1 mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur

sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang

dapat mengubah absorbansi yang terukur (Kar, 2005).

3. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Analisis kualitatif KCKT berupa pengamatan waktu retensi (tR) senyawa

(40)

secara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu

pengoperasian anatar keduanya sekecil mungkin (Gandjar dan Rohman, 2007).

Untuk KCKT kuantifikasi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi

puncak atau dengan luas puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis

dasar ke puncak maksimum. Sedangkan luas puncak diukur sebagai hasil kali

tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2) (Gandjar dan Rohman, 2007).

F. Parameter Validasi Metode Analisis

Validasi merupakan suatu proses dokumentasi atau membuktikan bahwa

metode analisis menghasilkan data analitik yang dapat diterima untuk tujuan

penggunaannya. Langkah awal dalam perkembangan suatu metode dan

validasinya adalah menentukan standar minimum yang merupakan spesifikasi dari

metode untuk tujuan yang ingin dicapai (Christian, 2004).

Parameter analitik yang diperlukan untuk validasi dapat bervariasi

bergantung pada tipe prosedur analitik seperti terlihat pada Tabel III di bawah ini :

Tabel III. Parameter validasi metode untuk tiap jenis prosedur uji (Harmita, 2004)

Parameter

(41)

bahan baku atau komponen sisa pada suatu sampel. Sedangkan kategori II adalah

metode analitik yang menentukan performa karakteristik (contoh: disolusi,

pelepasan obat) (Harmita, 2004).

Proses validasi biasanya meliputi pengujian parameter-parameter

selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, sensitivitas, rentang, limit of detection

(LOD) dan limit of quantification (LOQ).

1. Selektifitas atau spesifitas

Selektifitas atau spesifitas merupakan kemampuan dari metode untuk

mendeteksi dan menganalisa analit dalam sebuah matriks tanpa gangguan dari

komponen lain yang berada dalam matriks tersebut (Ahuja dan Rasmussen, 2007).

Untuk deteksi yang spesifik, dimanfaatkan karakteristik unik dari analit, misalnya

spektrum analit (panjang gelombang UV yang spesifik, fluoresens), massa

molekul, fragmentasi molekul. Spesifitas juga dapat diperoleh melalui preparasi

sampel, contohnya dengan derivatisasi, ekstraksi, presipitasi, adsorpsi, dan lain

sebagainya (Ermer dan Miller, 2005).

Spesifitas dapat ditentukan melalui perhitungan resolusi dengan rumus :

Rs = (6)

Dimana:

t2 = waktu retensi puncak kedua t1 = waktu retensi puncak pertama

W0,5(1) = lebar puncak pertama pada setengah tinggi puncak

(42)

Nilai Rs harus mendekati atau lebih dari 1,5 karena akan memberikan

pemisahan puncak yang baik (base line resolution) (Snyder dkk., 2010).

2. Linearitas

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon

yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,

proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004).

Linearitas dapat dilihat melalui kurva kalibrasi yang menunjukkan

hubungan antara respon dengan konsentrasi analit pada beberapa seri baku. Dari

kurva kalibrasi ini kemudian akan ditemukan regresi linearnya yang berupa

persamaan y=bx+a, dimana x=konsentrasi; y=respon, a=intersep y yang

sebenarnya dan b=slope yang sebenarnya. Tujuan dari dibuatnya regresi ini adalah

untuk menentukan estimasi terbaik untuk slope dan intersep y sehingga akan

mengurangi residual error, yaitu perbedaan nilai hasil percobaan dengan nilai

yang diprediksi melalui persamaan regresi linear (Harvey, 2000).

Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi

r pada analisis regresi linear. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b=0

dan r=+1 atau -1 tergantung arah garis (Harmita, 2004).

3. Akurasi

Akurasi sebuah metode analisis mencermikan kedekatan nilai atau harga

dari yang diperoleh saat penelitian dengan yang sebenarnya (true value). Akurasi

ditentukan dengan % recovery. Biasanya dilakukan terhadap minimal tiga

(43)

kimia) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi

(plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan

kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode

panambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa

ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil

dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam

kedua metode tersebut, persen peroleh kembali dinyatakan sebagai rasio antara

hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. Tabel IV menunjukkan

rentang kesalahan yang diperolehkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks

(Harmita, 2004).

Tabel IV. Rentang kesalahan yang diperbolehkan pada tiap konsentrasi analit

Analit pada matrik sampel, % Rata-rata yang diperoleh, %

Presisi adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil

beberapa seri pengujian yang diperoleh dari sampel-sampel yang diambil dari

(44)

diterima berdasarkan kadar analit tertera dalam tabel di bawah ini (Huber, 2007):

Tabel V. Kriteria penerimaan presisi berdasar kadar analit

Analit (%) %RSD

Presisi diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(koefisien variasi). Simpangan baku dalam presisi merupakan parameter yang

penting dalam mendeskripsikan lebarnya distribusi normal, misalnya derajat

persebaran data (Ermer dan Miller, 2005).

Presisi dapat dinyakatan sebagai keterulangan (repeatability) atau

keterulangan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika

dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam

interval waktu yang pendek. Sedangkan ketertiruan adalah keseksamaan metode

jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Kriteria seksama diberikan jika

metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau

kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit

yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004).

5. Sensitivitas

Sensitivitas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk

membedakan dua konsentrasi yang berbeda dan ditentukan melalui slope dari

(45)

linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004).

7. Limit of detection (LOD) dan Limit of quantitation (LOQ)

LOD adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi

yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko.

(Harmita, 2004). LOQ merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan

sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

criteria akurasi dan presisi (Harmita, 2004).

G. Landasan Teori

Nikotin merupakan suatu jenis alkaloid di dalam tumbuhan tembakau

(Nicotiana tabacum) yang memiliki cincin piridin dan pirolidin. Nikotin

berpotensi dalam mengobati penyakit seperti depresi dan penyakit Parkinson,

sehingga ekstrak tembakau yang mengandung nikotin dapat dikembangkan

menjadi suatu sediaan farmasi, oleh karena itu diperlukan standarisasi aspek

spesifik dari ekstrak daun tembakau untuk menjamin keseragaman kadar nikotin

di dalamnya.

Dalam proses standarisasi aspek spesifik ekstrak daun tembakau,

dibutuhkan suatu metode analisis yang memiliki sensitivitas dan selektivitas yang

tinggi untuk menetapkan kadar nikotin. Salah satu metode yang dapat digunakan

(46)

detektor UV. Nikotin memiliki kromofor yang dapat menyerap radiasi

elektromagnetik sehingga dapat ditetapkan kadarnya dengan detektor UV. Hasil

kerja yang maksimum dapat diperoleh pada kondisi optimum metode. Kondisi

optimum dari metode ini ditemukan pada penggunaan fase diam kolom

oktadesilsilan (C18), fase gerak buffer asetat, metanol, dan asetonitril dengan

perbandingan 40:54:6 dan laju alir 1,2 mL/menit.

Metode KCKT yang telah optimum harus divalidasi agar hasil yang

diperoleh dapat dipertanggungjawabkan serta memberikan jaminan bahwa metode

telah memenuhi persyaratan analisis. Parameter validasi metode meliputi akurasi,

yang ditentukan dengan persen perolehan kembali; presisi, yang dinyatakan dalam

Coefficient of Variation (CV); linearitas, yang ditentukan dengan nilai koefisien

korelasi (r) dan spesifitas, yang ditentukan dengan nilai resolusi.

H. Hipotesis

Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) fase terbalik

menggunakan fase diam kolom oktadesilsilan (C18) dan fase gerak buffer

asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) dengan kecepatan alir 1,2 mL/menit pada

penetapan kadar nikotin dalam ekstrak etanolik daun tembakau memenuhi

(47)

29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini mengikuti jenis penelitian non eksperimental, karena tidak

dilakukan perlakuan atau manipulasi pada subjek uji yang digunakan dan

rancangan deskriptif karena hanya menggambarkan data yang diperoleh.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sistem kromatografi cair kinerja

tinggi (KCKT) dengan fase diam C18 dan fase gerak buffer

asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) pada kecepatan alir 1,2 mL/menit.

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validitas yaitu

selektifitas, linearitas, akurasi, presisi dan rentang.

3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah:

a. pH pelarut dan fase gerak yang dikendalikan dengan menggunakan buffer

pada pH 4.

b. Larutan baku yang bersifat mudah teroksidasi oleh udara dan cahaya

diatasi dengan menggunaan alumium foil untuk menutupi alat-alat gelas.

(48)

C. Definisi Operasional

1. Penelitian yang dilakukan termasuk dalam validasi metode kategori I, yaitu

metode yang digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif komponen

utama dalam suatu matriks. Validasi metode yang dilakukan meliputi

pengukuran terhadap parameter validasi yaitu selektifitas, linearitas, akurasi

dan presisi.

2. Sistem kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan kolom fase diam okta desilsilan (C18) serta

komposisi fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) dengan

kecepatan alir 1,2 mL/menit.

3. Kadar nikotin dinyatakan dalam satuan ppm (parts per million).

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan adalah baku nikotin (E.Merck), acetronitrile

(E.Merck), metanol (E.Merck), etanol (teknis), ammonium asetat (E.Merck),

natrium asetat (E.Merck), asam asetat glasial (E.Merck), asam klorida (teknis),

natrium hidroksida 5M (E.Merck), kloroform (E.Merck), aquades dan aquabides.

Semua bahan kimia yang digunakan memiliki grade pro analysis (p.a) kecuali

dinyatakan lain, sedangkan sampel yang diteliti berupa ekstrak etanolik daun

(49)

Shimadzu LC-10 AD No.C20293309457 J2) dengan sistem elusi gradien; detektor

UV-Vis (merek Shimadzu SPD 10 AV No.C20343502697 KG), kolom C-18

merek Bondapack C-18 dengan panjang kolom 25 cm No.P61271BO2,

sperangkat computer (merek Dell Vostro 220, printer merek HP D2566), alat

degassing ultrasonic (Retsch tipe T640 No.935922013), membran filter Whatman

ukuran pori 0,45 µm dan diameter 47 mm, neraca analitik merek Ohaus,

Millipore, mikropipet, indikator pH, seperangkat alat gelas.

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Fase Gerak

a. Pembuatan buffer asetat pH 4. Ditimbang kurang lebih seksama

0,1683 g ammonium asetat p.a, 0,5599 g natrium asetat dan diambil 0,406 mL

asam asetat glasial. Ketiga zat tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 250,0 mL

kemudian dilarutkan dengan aquabides hingga batas tanda. (Larutan buffer ini

harus selalu dibuat baru untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme).

b. Pembuatan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6). Fase

gerak yang digunakan terdiri dari campuran buffer asetat, metanol, dan asetonitril

dengan perbandingan 40:54:6. Masing-masing larutan fase gerak disaring dengan

menggunakan kertas saring Whatman dengan bantuan pompa vakum. Selanjutnya

(50)

2. Pembuatan Larutan Baku Nikotin

a. Pembuatan larutan stok baku nikotin. Dibuat larutan stok baku nikotin

konsentrasi 2 ppm dengan cara mengambil sebanyak 10 µL baku nikotin,

dimasukkan ke dalam labu takar 5,0 mL, kemudian diencerkan dengan fase gerak

yang digunakan hingga tanda.

b. Pembuatan seri larutan baku nikotin. Dibuat seri larutan baku dengan

konsentrasi 0,01; 0,03; 0,05; 0,07 dan 0,09 ppm dengan cara mengambil sebanyak

25; 75; 125; 175 dan 225 µL dari larutan stok baku nikotin, dimasukkan labu takar

5,0 mL dan diencerkan dengan fase gerak yang digunakan hingga tanda.

3. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan

Dibuat seri larutan baku nikotin dengan konsentrasi 0,005; 0,007 dan

0,009 ppm. Masing-masing konsentrasi dibaca absorbansinya pada rentang

panjang gelombang 225-325 nm. Panjang gelombang pengamatan yang

digunakan adalah panjang gelombang yang memberikan serapan terbesar yang

sama pada 3 seri konsentrasi larutan baku nikotin.

4. Preparasi Sampel

Sebanyak 1,0 g ekstrak kental daun tembakau dilarutkan dalam 10 mL

asam klorida encer dengan bantuan ultrasonikator selama 30 menit hingga

semuanya larut. Selanjutnya larutan ditambah dengan 10 mL kloroform dan

diekstraksi selama 5 menit hingga terbentuk dua lapisan, lapisan kloroform

kemudian dibuang. Lapisan berair kemudian ditetesi dengan natrium hidroksida

4M hingga pH larutan mencapai 11-12, setelah itu ditambahkan 10 mL kloroform.

(51)

a. Penentuan resolusi sampel. Sebanyak 20 µL larutan fraksi kloroform

ekstrak tembakau yang telah disaring dengan millipore dan diawaudarakan selama

15 menit diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam C18 dan

fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) pada kecepatan alir 1,2

mL/menit. Dilakukan repetisi tiga kali. Resolusi dihitung dengan memasukkan

selisih waktu retensi dan lebar setengah tinggi peak ke dalam rumus perhitungan

resolusi.

b. Pembuatan kurva baku dan penentuan linearitas. Dibuat seri larutan

baku dengan konsentrasi 0,01; 0,03; 0,05; 0,07 dan 0,09 ppm, masing-masing

larutan disaring dengan menggunakan millipore kemudian diawaudarakan 15

menit dan 20 µL dari masing-masing larutan diinjeksikan pada sistem KCKT fase

terbalik dengan fase diam C18 dan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril

(40:54:6) pada kecepatan alir 1,2 mL/menit. Dari kromatogram akan diperoleh

luas area nikotin untuk masing-masing konsentrasi. Luas area ini kemudian

diplotkan terhadap konsentrasi nikotin untuk memperoleh regresi linear dengan

persamaan y = bx + a dan nilai koefisien korelasi (r) yang akan digunakan untuk

menentukan parameter validasi linearitas.

c. Penentuan persen perolehan kembali (recovery) dan penentuan

koefisien variasi baku nikotin. Sebanyak 20 µL larutan baku nikotin konsentrasi

(52)

selama 15 menit diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik dengan fase diam

C18 dan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) pada kecepatan alir

1,2 mL/menit. Dilakukan replikasi sebanyak lima kali. Konsentrasi nikotin

diperoleh dengan cara memasukkan AUC yang diperoleh ke dalam persamaan

kurva baku. Kemudian dihitung persen recovery, Standard Deviation (SD) dan

Koefisien Variasi (KV).

d. Penentuan persen kembali (recovery) dan penentuan koefisien variasi

adisi baku nikotin dalam sampel. Dibuat dua macam larutan yaitu larutan sampel

dan larutan sampel adisi. Larutan sampel dibuat dengan cara mengambil 500 µL

ekstrak sampel ke dalam labu takar 5,0 mL dan diencerkan hingga tanda dengan

fase gerak yang digunakan. Larutan sampel adisi dibuat dengan cara mengambil

500 µL ekstrak tembakau dan 150 µL larutan stok baku nikotin ke dalam labu

takar 5,0 mL dan diencerkan dengan fase gerak yang digunakan hingga tanda.

Kedua larutan disaring dengan millipore dan diawaudarakan selama 15 menit,

kemudian diinjeksikan sebanyak 20 µL pada sistem KCKT fase terbalik dengan

fase diam C18 dan fase gerak buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6) pada

kecepatan alir 1,2 mL/menit. Dilakukan replikasi sebanyak lima kali. Kadar baku

nikotin yang ditambahkan dalam sampel merupakan selisih nilai kadar sampel

(53)

yang dihasilkan oleh sampel isolat kloroform ekstrak daun tembakau. Menurut

Snyder dkk. (2010), syarat resolusi yang baik yaitu dimana senyawa analit

terpisah dari senyawa-senyawa yang lain adalah ≥ 1,5. Resolusi dihitung dengan

rumus :

Rs = (7)

Dimana : Rs = resolusi

t2= waktu retensi puncak kedua t1 = waktu retensi puncak pertama

W0,5(1) = lebar setengah tinggi puncak pertama

W0,5(2) = lebar setengah tinggi puncak kedua.

2. Linearitas dan Rentang

Linearitas ditentukan dengan nilai koefisien korelasi (r), yang diperoleh

dari AUC baku nikotin yang diplotkan terhadap konsentrasi baku. Nilai r yang

dipersyaratkan adalah ≥ 0,999. Sedangkan rentang diperoleh dari konsentrasi

terendah hingga tertinggi baku nikotin yang memberikan akurasi, presisi dan

linearitas yang baik.

3. Akurasi

Akurasi ditentukan dengan persen perolehan kembali (recovery), yang

dapat dihitung dengan rumus:

(54)

4. Presisi

Presisi dinyatakan dalam Koefisien Variasi (KV), yang dapat dihitung

dengan rumus :

KV =

(9)

(55)

37

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah penetapan kadar

nikotin dalam ekstrak daun tembakau dengan menggunakan metode kromatografi

cair kinerja tinggi fase terbalik dapat memenuhi persyaratan validasi yang berlaku.

Dasar pemilihan metode KCKT pada penelitian ini adalah karena analisis nikotin

dalam ekstrak daun tembakau termasuk analisis senyawa multikomponen.

Dikatakan demikian karena pada ekstrak daun tembakau tidak hanya terdapat

nikotin, melainkan senyawa-senyawa lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu

metode yang dapat memisahkan nikotin dari senyawa-senyawa lain dalam ekstrak

daun tembakau dan pada saat yang bersamaan dapat mengkuantifikasinya. KCKT

merupakan metode yang sesuai untuk kepentingan analisis ini karena KCKT dapat

memisahkan senyawa multikomponen sekaligus mengkuantifikasinya.

A. Pembuatan Fase Gerak

Pada penelitian ini, fase gerak yang digunakan berupa campuran buffer

asetat, metanol dan asetonitril dengan perbandingan 40:54:6. Berdasarkan

polaritas fase gerak dan fase diamnya, sistem kromatografi yang digunakan

merupakan sistem kromatografi fase terbalik, dimana fase gerak lebih polar

dibandingkan dengan fase diamnya, yaitu kolom oktadesilsilan (C18).

Metanol digunakan dalam fase gerak karena nikotin memiliki kelarutan

(56)

untuk menambah eluent strength dari fase gerak, dimana asetonitril memiliki

eluent strength yang lebih kuat dibandingkan metanol yaitu 3,1, sedangkan eluent

strength dari metanol adalah 1,0 (Sadek, 2002). Dengan bertambahnya eluent

strength dari fase gerak waktu retensi dari nikotin akan menjadi semakin singkat.

Fase gerak yang digunakan juga mengandung buffer. Buffer digunakan

dalam suatu sistem KCKT apabila analit merupakan senyawa yang mudah

terionisasi oleh pengaruh pH. Fungsi dari buffer adalah untuk mempertahankan

pH sistem, sehingga analit akan berada pada satu bentuk ionisasi.

Nikotin merupakan senyawa basa dengan pKa 8,5 yang mudah

terprotonasi dalam suasana asam dimana atom nitrogen pada cincin pirolidin

nikotin akan mengalami protonasi (Gambar 14), oleh sebab itu diperlukan buffer

untuk mengkontrol pH pada saat analisis. Pemilihan buffer dilakukan berdasarkan

pKa dari senyawa yang akan dianalisis (analitnya). pH dari buffer yang digunakan

± 2 unit dari pKa nikotin karena pada pH ± 2 pKa, nikotin akan berada dalam

bentuk terion (99% ionik) atau pada bentuk tidak terion (99% netral). Apabila pH

buffer sama dengan pKa nikotin, maka nikotin akan berada dalam bentuk 50%

terion dan 50% molekul, bila hal ini terjadi dapat menimbulkan masalah dimana

bentuk yang terion akan terelusi lebih dahulu sedangkan bentuk molekul akan

terelusi lebih lambat (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

(57)

dalam bentuk tak terion dengan pH buffer 2 unit di atas pKa nikotin, karena pada

pH > 7 dapat terjadi disolusi partikel-partikel silika pada kolom C18 yang

digunakan, terutama jika digunakan fase gerak yang kandungan airnya tinggi

(Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Berdasarkan perhitungan pergeseran pH oleh Kazakevich dan LoBrutto

(2007), pKa nikotin akan mengalami pergeseran menjadi 7,3 saat terlarut dalam

fase gerak yang mengandung 60% senyawa organik (54% metanol dan 6%

asetonitril), sedangkan pH dari buffer asam akan mengalami pergeseran sebanyak

1,2 unit ke atas, sehingga pH dari buffer harus ≤ 4,1 agar nikotin tetap berada

dalam bentuk terion, oleh sebab itu digunakan buffer asetat yang memiliki pKa

4,8 dengan rentang pH 3,8–4,8. Buffer asetat yang digunakan terdiri dari

ammonium asetat (0,349 mmol), natrium asetat (1,092 mmol) dan asam asetat

1,625 mL/L dengan pH 4.

Sebelum digunakan, masing-masing komponen fase gerak harus disaring

dengan menggunakan kertas Whatman. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk

menghilangkan adanya partikel-partikel asing dalam masing-masing larutan fase

gerak yang dapat menyumbat kolom dan akhirnya akan mengganggu analisis.

Terdapat dua macam kertas Whatman yang digunakan, yaitu kertas Whatman

organik yang digunakan untuk menyaring larutan organik (metanol, asetonitril)

(58)

Setelah semua larutan disaring, maka larutan diawaudarakan dengan

menggunakan ultrasonikator. Tujuannya adalah untuk menghilangkan

gelembung-gelembung udara yang terdapat pada larutan, adanya gelembung-gelembung udara dapat

mengganggu proses pemisahan sampel. Pencampuran masing-masing komponen

fase gerak dilakukan secara gradient dalam instrumen KCKT.

B. Pembuatan Larutan Baku Nikotin

Larutan baku nikotin dibuat dengan cara melarutkan sejumlah tertentu

baku nikotin dalam pelarut. Pelarut yang digunakan adalah sama dengan fase

gerak yaitu buffer asetat:metanol:asetonitril (40:54:6). Berdasarkan Snyder dkk.

(2010), untuk mencegah terjadinya perbedaan solvent strength antara pelarut dari

analit dan fase gerak maka lebih baik apabila pelarut yang digunakan sama

dengan fase gerak. Solvent strength ini merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi retensi, sehingga dengan membuat pelarut sama dengan fase gerak

maka tidak akan terjadi perbedaan retensi antara pelarut analit dan fase gerak.

Dalam pembuatan larutan baku nikotin, dibuat larutan stok baku nikotin

dengan konsentrasi 2 ppm. Dari larutan stok ini kemudian dibuat 5 seri

(59)

Pada penelitian ini tidak terdapat senyawa lain selain nikotin yang dianalisis,

sehingga panjang gelombang pengamatan yang digunakan adalah panjang

gelombang dimana nikotin memberikan serapan maksimum (λ maksimum).

Penetapan panjang gelombang pengamatan nikotin ini dilakukan dengan

menggunakan spektrofotometer UV, secara teoritis nikotin memiliki serapan

maksimum pada panjang gelombang 262nm. Nikotin memiliki gugus kromofor

pada cincin piridinnya (Gambar 15) sehingga dapat memberikan serapan pada

daerah sinar ultraviolet.

Gambar 15. Gugus kromofor dan auksokrom pada nikotin

Pada penentuan panjang gelombang pengamatan digunakan tiga seri

konsentrasi nikotin dalam pelarut, dan terhadap masing-masing seri konsentrasi

dilakukan scanning panjang gelombang mulai dari 225 nm hingga 325 nm. Hasil

yang diperoleh berupa spektra panjang gelombang nikotin seperti yang terlihat

pada gambar dibawah ini:

(60)

Gambar 16. Spektra panjang gelombang maksimum nikotin pada tiga tingkat konsentrasi, 0,005ppm; 0,007ppm; dan 0,009ppm. Keterangan : A = konsentrasi 0,005ppm, absorbansi

0,205, λmaksimum 260nm; B = konsentrasi 0,007ppm, absorbansi 0,333, λmaksimum 260nm; C = konsentrasi 0,009ppm; absorbansi 0,374; λmaksimum 260nm

Gambar 16 di atas menunjukkan bentuk spektra nikotin, spektra ini

digunakan untuk analisis sekunder kualitatif, dimana spektra dari suatu senyawa

akan memiliki bentuk yang berbeda dengan senyawa yang lain sehingga dapat

digunakan untuk uji kualitatif. Dari Gambar 16 di atas terlihat bahwa pada tiga

konsentrasi yang berbeda bentuk spektra yang dihasilkan adalah sama, sehingga

disimpulkan bahwa spektra tersebut merupakan bentuk spektra dari nikotin. Dari

(61)

D. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanolik

kental daun tembakau. Ekstrak daun tembakau ini mengandung bermacam-macam

senyawa lain selain nikotin, yaitu senyawa alkaloidal lainnya seperti anabasin,

anatabin dan nornikotin serta senyawa-senyawa non alkaloidal. Preparasi sampel

yang dilakukan bertujuan untuk mengekstraksi nikotin dari dalam sampel

sekaligus menghilangkan senyawa-senyawa non alkaloidal, khususnya yang

memiliki bobot molekul besar (contohnya tannin) yang dapat menyumbat kolom

C18 yang digunakan. Senyawa-senyawa alkaloidal akan ikut terekstraksi bersama

dengan nikotin, namun karena perbedaan struktur dan polaritasnya maka akan

terpisah saat dianalisis menggunakan KCKT.

Ekstrak kental daun tembakau dilarutkan dengan asam klorida encer

dengan bantuan ultrasonikator selama 30 menit. Nikotin yang tak terion dalam

sampel akan bereaksi dengan asam klorida membentuk nikotin hidroklorida yang

terlarut dalam fase asam klorida encer (Gambar 17), kemudian larutan ini

ditambahkan dengan kloroform sebanyak 10mL. Saat penambahan kloroform

nikotin hidroklorida akan tetap terlarut dalam fase asam klorida encer, sedangkan

senyawa-senyawa non alkaloidal akan terbawa dalam fase kloroform, sehingga

(62)

Gambar 17. Rekasi penggaraman nikotin oleh asam klorida

Fase air yang mengandung nikotin hidroklorida kemudian ditambah

dengan natrium hidroksida 4M hingga mencapai pH 11-12, tujuannya adalah agar

nikotin hidroklorida akan kembali menjadi nikotin yang tak terion (Gambar 18).

Oleh karena itu, dengan penambahan kloroform untuk kedua kalinya nikotin

hidroklorida yang telah kembali menjadi nikotin akan terlarut dalam fase

kloroform.

Gambar 18. Reaksi garam nikotin HCl dengan natrium hidroksida

Fase kloroform yang diperoleh kemudian diuapkan hingga tersisa residu

nikotin. Nikotin memiliki titik didih yang jauh lebih tinggi daripada kloroform,

yaitu 246oC sedangkan titik didih kloroform adalah 61,2oC, sehingga nikotin tidak

akan ikut menguap. Residu yang diperoleh kemudian dilarutkan dalam pelarut

sehingga siap untuk dianalisis.

E. Pengamatan Waktu Retensi (tR) Nikotin

Pengamatan waktu retensi (tR) merupakan parameter analisis kualitatif

dalam KCKT. Waktu retensi (tR) adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu analit

Gambar

Gambar 19.  Gugus polar dan non polar pada nikotin ...............................................................
Gambar 1. Struktur molekul nikotin (Anonim, 1999).
Gambar 3. Senyawa hasil degradasi nikotin. (a)1’S,2’S dan 1’R,2’S nicotine-N-1-oxide (b) myosmine-N-oxide dan (c) cotinine (Crooks, 1999)
Gambar 4. Tumbuhan Tembakau (Widyasari, 2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim

Konseptual Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini...

Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan

PT Y memiliki target yaitu 100% untuk kualitas A pada keramik lantai berjenis Murano tetapi hasil produksi yang telah dicapai rata-rata hanya mencapai 93% dengan nilai sigma

Berdasarkan data dari Puskesmas Pagaden Barat pemberian ASI Eksklusif yang paling rendah yaitu Di Desa Cidadap sebanyak 51% dari 110 bayi.Tujuan dari penelitian

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 6 Tahun 2000 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

Pembagian daerah Indonesia dalam daerah-daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan mengingat dasar permusyawaratan